File BAB II RPJMD

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI

2.1.1 Karakteristik Lokasi dan Wilayah 1. Letak, Luas dan Batas Wilayah

Kota Bukittinggi terletak pada posisi 100º20 100º25 Bujur Timur dan 00º16 -00º16 Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Bukittinggi adalah 25,239 Km2, yang merupakan 0,06 persen luas Provinsi Sumatera Barat. Luas tersebut merupakan 0.06% dari luas Provinsi Sumatera Barat. Posisi Kota Bukittinggi sangat strategis karena terletak pada lintasan regional yang menghubungkan Kota Bukittinggi-Kota Padang Panjang dan Kota Padang, serta Kota Bukittinggi Kota Payakumbuh, Kota Solok, Kota Batusangkar, Kota Lubuk Sikaping dan Kota Lubuk Basung. Di samping itu Kota Bukittinggi juga berada di jalur perlintasan yang menghubungkan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau. Berdasarkan Undang-undang No. 9 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar Dalam Lingkungan Daerah Sumatera Tengah, Bukittinggi memiliki wilayah administratif yang terdiri atas 3 (tiga) Kecamatan dan 24 (dua puluh empat) Kelurahan, dengan luas masing-masing wilayah sebagai berikut :

1. Kecamatan Guguk Panjang dengan luas areal 6,831 km2 (683,10 ha) atau 27,07 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 7 kelurahan.

2. Kecamatan Mandiangin Koto Selayan dengan luas areal 12,156 km2 (1.215,60 ha) atau 48,16 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 9 kelurahan.

3. Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh dengan luas areal 6,252 km2 (625,20 ha) atau 24,77 % dari total luas Kota Bukittinggi yang meliputi 8 kelurahan.

Tabel 2.1

Luas Wilayah Kota Bukittinggi Per Kecamatan

No. Kecamatan Luas & Persentase Terhadap Kota

(Ha) (%)

1 Guguk Panjang 683,10 27,07

2 Mandiangin Koto Selayan 1.215,60 48,16

3 Aur Birugo Tigo Baleh 625,20 24,77

Jumlah 2.523,90 100,00


(2)

Kondisi alam Kota Bukittinggi berupa perbukitan dengan lapisan Tuff dari lereng gunung Merapi sehingga tanahnya subur, namun dengan luas daerah yang dimanfaatkan untuk pertanian sedikit sekali. Hal ini disebabkan karena sebagian besar digunakan untuk pemukiman penduduk, hotel, dan pasar. Lokasi pasar yang terluas terdapat di Kecamatan Guguk Panjang yaitu Pasar Simpang Aur Kuning, Pasar Atas dan Pasar Bawah.

Secara administrasi Kota Bukittinggi berbatasan dengan beberapa wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Agam, yaitu

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Gadut dan Kapau; Kecamatan Tilatang Kamang; Kabupaten Agam.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Taluak IV Suku Kecamatan Banuhampu; Kabupaten Agam.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Nagari Sianok, Guguk, dan Koto Gadang; Kecamatan IV Koto; Kabupaten Agam.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagari Tanjung Alam, Ampang Gadang; Kecamatan IV Angkat Kabupaten Agam

Sejarah Kota Bukittinggi Pada tahun 1925/1926 KAPTEN BAUER mendirikan benteng diatas Bukit Jirek yang sekarang dikenal dengan Benteng Ford De Kock. Sejarah kehidupan ketatanegaraan pemerintah daerah Kota Bukittinggi sekarang, telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda yaitu dengan dibentuknya Gemeente Ford De Kock yang berubah menjadi Sudsgemeente Ford De Kock yang masuk dalam Staatblad nomor 358 tahun 1938.

Kemudian pada zaman pendudukan Jepang kehidupan pemerintah daerah Bukittinggi tetap berlanjut dengan nama Bukittinggi Shi Yaku Sho , sewaktu itu wilayah pemerintahannya lebih luas dari wilayah penjajahan Belanda disamping mencakup Kurai Limo Jorong juga meliputi Nagari Sianok, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, Bukit Batabuah (sekarang masuk wilayah Kabupaten Agam)

Walikota Bukittinggi sewaktu pemerintahan Jepang yang terakhir adalah KOLONEL SITO OCHIRO. Pada saat itu Bukittinggi juga merupakan tempat kedudukan Komandemen Militer se Sumatera dimana komandonya bernama SAIKO SIKIKAN KAKKA yaitu Jenderal Kabaya Shi.

Pada Zaman perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia, Bukittinggi berperan sebagai Kota Perjuangan dari bulan Desember 1948 sampai bulan Juni 1949 Bukittinggi ditunjuk sebagai Ibukota Republik Indonesia setelah Yogyakarta jatuh. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 4 Tahun 1950 menetapkan Bukittinggi sebagai Ibukota Kota Propinsi Sumatera Tengah yang meliputi Sumatera Barat, Jambi dan Riau, dan sebagai Kota Besar berdasarkan Undang-undang No. 9 tahun 1956 tentang Pembentukan daerah otonom Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Sumatera Tengah.


(3)

Pada masa setelah Republik Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Kota Bukittinggi menjalani phase perkembangan sebagai berikut :

1. Zaman permulaan kemerdekaan, wilayah administrasi Kota Bukittinggi sebagai wilayah Atandsgemeente Ford De Kock dahulu, Walikota Pertama di angkatlah Bermawi St. Rajo Ameh. 2. Kota Bukittinggi dibawah pengaturan ketetapan Gubernur No.391 tanggal, 9 Juni 1947, yaitu

pembentukan Kota Bukittinggi sebagai Kota yang berhak mengatur dirinya sendiri.

3. Kota Besar Bukittinggi di bawah pengaturan UU No. 9 tahun 1956 sebagai UU pembentukan kota-kota besar lainnya dalam lingkungan Propinsi Sumatera Tengah dan yo UU Pokok Pemerintahan Daerah No. 22 tahun 1948.

4. Kotapraja Bukittinggi sebagaimana yang diatur dalam UU Pemerintah Daerah No. 1 tahun 1957 yo.Pen.Pres No.5 tahun 1960.

5. Kota Bukittinggi sebagaimana yang diatur UU No. 18 tahun 1965 dan UU lainnya tentang Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan hasil seminar tersebut dan setelah mendapat persetujuan oleh DPRD Kota Bukittinggi dengan Surat Keputusan No. 10/SK/II/DPRD/1988 tanggal, 15 Desember 1988, Pemerintah Daerah dengan Surat Keputusan Walikota Bukittinggi No. 188.45-1777-1988 tanggal, 17 Desember 1988 menetapkan Hari Jadi Bukittinggi tanggal, 22 Desember 1948.

Gambar 2.1


(4)

2. Kondisi Topografi

Kota Bukittinggi terletak pada ketinggian antara 756-960 m di atas permukaan laut. Kemiringan wilayah Kota Bukittinggi dengan lokasi yang berada pada dataran tinggi, sangat bervariasi dan dapat dibagi menjadi topografi yang relatif datar, berbukit-bukit dan terjal. Wilayah yang berada di kawasan ngarai sianok (15,38%), sementara daerah perbukitan (9,64%) berada disekitar ngarai, kawasan Gulai Bancah, Campago Ipuh, Campago Guguak Bulek, Benteng Pasar Atas, serta kubu Tanjung. Lahan yang memiliki kemiringan relatif datar (74,98%) terdapat sebagian besar di Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh bagian barat, Kecamatan Guguk Panjang bagian barat dan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan bagian tengah dan timur.

Dalam sistem fisiografis regional, Kota Bukittinggi secara umum berada pada ketinggian antara 780 - 950 m di atas permukaan laut. Kota Bukittinggi dikelilingi oleh perbukitan di sebelah utara, timur dan barat, serta pegunungan di sebelah selatan dengan topografi wilayah pada umumnya bergelombang. Hal ini juga berakibat terhadap terbatasnya wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk pemukiman dan kegiatan pembangunan perkotaan

Daya dukung tanah di wilayah berbukit dan curam di sekitar Ngarai ini relatif kurang stabil dan dapat menimbulkan longsor. Berdasarkan kemampuan umum morfologinya, Kota Bukittinggi dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi empat satuan morfologi, yaitu :

1. Satuan Morfologi Dataran

Kemiringan lereng umumnya 10%, dengan ketinggian berkisar antara 865-920 m dpl. Penggunaan lahan umumnya untuk persawahan, kebun/ladang dan permukiman, daerah ini dibentuk oleh endapan vulkanik muda berupa tufa apung.

2. Satuan Morfologi Berelief Halus

Kemiringan lereng antara 10-15 % dengan ketinggian 850-920 m dpl , umumnya merupakan kebun/ladang belukar, permukiman dan perwasahan. Daerah ini dibentuk oleh batuan tufa apung dan sebagian oleh metamorf.

3. Satuan Morfologi Berelief Kasar

Umumnya dibentuk oleh batuan tupa apung dengan ketinggian daerah antara 650-900m dpl, medan cukup terjal, kemiringan lebih dari 60% satuan morfologi ini merupakan tebing Ngarai Sianok.

4. Satuan Morfologi Tubuh Gunung Berapi

Kemiringan medan antar 10 -20% dengan kemiringan tempat 900 m lebih dpl, penggunaan lahan pada satuan ini berupa semak/belukar, dan sebahagian persawahan. Daerah dengan satuan morfologi ini sangat subur, karena dibentuk oleh hasil endapan Gunung Merapi dan Gunung Singgalang berupa lava.


(5)

Sedangkan berdasarkan kemiringan lereng, wilayah Kota Bukittinggi sangat bervariasi, dapat dibagi menjadi topografi yang relatif datar, berbukit-bukit, dan terjal. Wilayah yang terjal berada di kawasan Ngarai Sianok (15,38 %), sementara daerah perbukitan (9,64 %) berada di sekitar ngarai, Kawasan Gulai Bancah, Campago Ipuh, Campago Guguk Bulek, Benteng Pasar Atas, serta Kubu Tanjung. Sedangkan wilayah yang memiliki kemiringan relatif datar (74,98 %) terdapat sebagian besar di Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh bagian Barat, Kecamatan Guguk Panjang bagian Barat dan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan bagian Tengah dan Timur.

3. Kondisi Geologi

Berdasarkan tinjauan geologi dari peta geologi wilayah Bukittingi dan sekitarnya didominasi oleh kelompok batuan beku yang berasal dari aktifitas gunung Merapi, gunung Singgalang dan gunung Tandikat serta dari kaldera Danau maninjau. Umumnya batuan tersebut bersifat andesitic.

Jenis batuan yang terdapat di Kota Bukittinggi dan sekitarnya yaitu :

a. Batuan Fillit, kwarsit serta batu lanau metamorf (pTu) bewarna merah sekisan , menunjukan laminasi dan lineasi yang biasanya mendasari bukit-bukit serta merupakan batuan yang paling tua.

b. Batu Gamping hablur(pTls). Berwarna putih sampai keabu-abuan pada singkapan segar dan kelabu kotor pada yang lapuk, besar butir 0,5-5 mm, umumnya pejal dan berongga. Mempunyai ciri khas membentuk punggung-punggungan tajam dan bukit terisolir.

c. Batuan lanau bergradasi ke batuan pasir meta lunak yang sebahagian yang terdiri dari butir-butir kwarsa dalam masa lempungan. Batuan ini dijumpai di daerah Timur Laut Kota Bukittinggi.

d. Kwarsit bersifat kompak yang terdapat di beberapa tempat

e. Batuan granit dijumpai di bagian Barat Bukittinggi, berupa stok berkopensasi antara granit dan diorite kawarsa

f. Andesit dari profit dasit, umunya mengandung horn blende.

Batuan tuft batu apung mempunyai penyebaran sangat luas hampir 65 % kawasan Ngarai Sianok dan merupakan batuan penyusun utama dataran tinggi Agam. Secara umum batuan ini mempunyai sifat fisik rapuh/retas dan mudah tergerus, sehingga daya dukungnya kurang mantap dan mudah runtuh bila mengalami gangguan terutama oleh aliran air hujan dan air tanah. Dengan karakteristik batuan seperti ini, maka pembangunan khususnya di kawasan sekitar Ngarai Sianok perlu secara hati -hati dengan perhitungan yang akurat.

Dari sisi potensi sumber daya alam, di Bukittinggi tidak terdapat kekayaan berupa sumberdaya alam berupa hutan, mineral, gas bumi, serta perikanan laut yang dapat dieksploitasi sebagai sumber perekonomian kota. Namu n Kota Bukittinggi memiliki alam yang indah dan posisi yang sangat strategis, yakni berada pada posisi silang lintas ekonomi Barat Timur dan Utara-Selatan wilayah regional Sumatera. Kondisi yang demikian


(6)

menjadikan Kota Bukittinggi potensial sebagai sentra perekonomian tidak hanya di Provinsi Sumatera Barat tetapi mencakup wilayah Sumatera Bagian Tengah.

Struktur dan karakteristik tufa batu apung terdapat sebagai tebing Ngarai Sianok, batuan ini berwarna putih hingga coklat muda. Dalam keadaan kering bersifat cukup kompak dan agak padat, sehingga mampu membentuk tebing yang hampir vertikal setinggi puluhan meter. Di bagian atas tebing sering dijumpai kekar yang terbuka lebar terutama bila ada aliran air yang masuk kedalamnya. Berdasarkan data laboratorium pengembangan bebas (swelling) batuan ini melebihi 70%. Angka ini merupakan salah satu faktor yang menunjukkan mudah terganggunya kestabilan lereng/tebing jika dirembesi oleh air. Dalam keadaan tidak tersingkap atau terganggu, batuan ini mempunyai daya dukung cukup besar lebih dari 3.75 kg/cm2. Sedangkan tanah pelapukan berupa perlapisan lempung, lanau dan lempung pasiran, kurang lulus air dengan orde lebih kecil dari 10-6 cm/dt. Air yang mengalir diatas tanah ini akan lebih banyak mengalir pada permukaan. Selanjutnya dibawah kedalaman 2 meter, biasanya berupa tufa halus sampai kasar, sangat lapuk dengan orde kelulusan berkisar antara 10-3 10-4 cm/dt.Berdasarkan data sondir secara umum disimpulkan bahwa pijakan fondasi bangunan dapat diletakkan pada lapisan tufa yang umumnya berada dibawah kedalaman 4 meter.(RTRW Kota Bukittinggi, 2011).

4. Kondisi Klimatologi

Kondisi iklim Kota Bukittinggi termasuk tropis basah dengan Hidrologi dan reaksinya dengan lingkungan Kota Bukittinggi diuraikan sebagai berikut:

a). Daerah Aliran Sungai

Kota Bukittinggi dialiri sungai kecil, yaitu Batang Tambuo di sebelah timur dengan lebar 5-7m, Batang Sianok di sebelah barat dengan lebar 12-15m dan Batang Agam di wilayah Kota dengan lebar 5-7m. Sepanjang perbatasan sebelah barat Kota Bukittinggi dengan Kabupaten Agam membentang lembah dalam yang disebut dengan Ngarai Sianok, yang dibawahnya mengalir Sungai Batang Sianok.Kondisi air semakin mempercantik Kota Bukittinggi untuk menjadi Kota kunjungan dengan objek wisata alamnya.

b). Sungai, Danau dan Rawa

Kota Bukittingi dengan luas wilayah yang kecil hanya memiliki sungai kecil sebagai daerah aliran sungai seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Sementara danau dan rawa tidak terdapat di Bukittinggi.

c). Debit Hidrologi

Debit hidrologi yang terjadi di Kota Bukitttinggi merupakan curah hujan, embun yang jatuh di kepermukaan bumi dan intensitas hujan dan lamanya curah hujan yang berlangsung pada saat tertentu yang terjadi secara manual (alami).


(7)

5. Kondisi Hidrolologi

Kota Bukittinggi terletak di dalam dua Sitem Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Masang Hulu dan DAS Batang Agam. Batang kedua DAS tersebut (garis pemisah air) mengikuti tebing Ngarai Sianok, bagian Barat dan bermuara di samudera Indonesia sedang di sebelah Timur bagian DAS Batang Agam yang mengalir ke daerah Timur.

Kota Bukittinggi termasuk dalam akuiveler dengan aliran melalui ruang antara butir dan tekanan batuan/tanah. Berdasarkan peta hidrologi lembar Padang, Sumatera Barat dari Direktorat Geologi Tata Lingkungan, daerah Bukittinggi termasuk daerah dengan potensi air tanah sedang sampai tinggi, dimana pengambilan air tanah dapat mencapai 5-10 l/dt. Kedalaman muka air tanah bebas dapat mencapai kurang dari 3 m dari muka tanah setempat, akuifer produktif mencapai kedalaman lebih 100 m.Pemunculan air tanah (mata air) yang berasal dari batuan tufa batu apung banyak terdapat di kaki Gunung Singgalang dan Gunung merapi yaitu di daerah dataran Timur laut Kota Bukittinggi, diantaranya mata air sungai Talang (150 l/dt), Sarik (70 l/dt) , Taro (62 l/dt), Galang (50 l/dt) dan mata air Bulan Gadang yang memiliki debit 150 l/dt.

Daerah sungai yang terdapat di Kota Bukittinggi merupakan sungai-sungai dengan lebar 6 m hingga 12 m serta sungai-sungai yang relatif lebih kecil. Sungai-sungai /batang yang mengalir yaitu :

a. Di wilayah Kota Bukittinggi

• Batang Tambuo dengan lebar sungai 7 m. • Batang Agam dengan lebar sungai 6 m • Batang Sianok dengan lebar 12 m b. Di daerah sekitar Kota Bukittinggi

• Sungai Batang Air Katiak • Sungai Batang Serasah • Sungai Batang Agam 6. Penggunaan Lahan

Dari 25,239 km2 luas Kota Bukittinggi, 27,38% merupakan permukiman, 26,02% untuk lahan sawah, dan 11,20% penggunaannya untuk ladang. Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang, pasal 4 ayat (2) dijelaskan bahwa Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan kawasan budi daya. a). Kawasan Budidaya

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya binaan, dan sumberdaya manusia.


(8)

Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

Sesuai dengan Keputusan Presiden nomor 32 Tahun 1990 tentang tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka sasaran pengelolaan kawasan lindung adalah:

1. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim,tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa;

2. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tepe ekosistem, dan keunikan alam.

Gambaran Rencana pola ruang di Kota Bukittinggi berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Kota Bukittinggi secara garis besar dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2

Rencana Pola Ruang Kota Bukittinggi (Luas-Ha)

Pola Ruang ABTB GP MKS Total

Kawasan Lindung

(1) Perlindungan Setempat

Kawasan Ngarai Sianok 58.59 83.25 124.47 266.32

(2) Ruang Terbuka Hijau

RTH Fungsi Khusus 13.87 12.96 67.19 94.02

Sempadan Ngarai 28.58 65.26 147.67 241.51

RTH Taman Kota 0 82.02 209.08 291.1

Sub Total 101.04 243.49 548.41 892.95

Kawasan Budidaya (1) Kawasan Perumahan

Perumahan Kepadatan Tinggi 106.51 113.99 64.36 284.87

Perumahan Kepadatan Rendah 250.73 113.99 64.36 225.98

(2) Perkantoran 20.45 2.65 98.69 256.01

(3) Perdagangan dan Jasa 51.01 93.84 172.05 316.9

(4) Kawasan Peruntukan Lainnnya Pelayanan Umum (sarana

pendidikan, kesehatan, peribadatan)

32.85 37.47 8.8 79.12

Pelayanan Umum (transportasi regional)

0.68 11.01 0 11.69

Kawasan Pertahanan dan Keamanan 1.66 0.07 2.61 4.35

Sub Total 530.5 433.07 741.46 1636.16

Total Kota Bukittinggi 631.54 676.56 1289.87 2529.11


(9)

Berdasarkan penggolongan tersebut, maka di Kota Bukittinggi terdapat beberapa kawasan yang termasuk dalam kawasan dengan fungsi lindung, antara lain:

(1) Kawasan perlindungan setempat yaitu kawasan Ngarai Sianok dengan luasan sebesar 262,59 Ha,

(2) Ruang terbuka hijau, yang terdiri dari RTH jalur hijau dan pejalan kaki, RTH fungsi tertentu, RTH Taman Kota dan RTH Hutan Kota dengan total luasnya adalah 418,61 Ha. (3) Kawasan cagar budaya.

Terkait dengan kawasan hutan kota, lebih diarahkan pada area perbukitan yang masih memungkinkan. Untuk kawasan budidaya, terdapat kawasan perumahan yang secara implisit tetap ada sebagai kawasan budidaya dengan fungsi perumahan dan kawasan sawah irigasi teknis yang mempunyai hamparan yang luas dengan tekanan pembangunan yang tidak terlalu tinggi.

Tabel di atas memperlihatkan, bahwa wilayah Kota Bukittinggi yang relatif kecil sudah dimanfaatkan dan dibangun untuk menunjang fungsi kota. Kondisi ini menunjukkan, bahwa lahan yang tersedia sangat terbatas, dan potensi permasalahan yang disebabkan oleh keterbatasan lahan juga sangat besar.

2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah

Kota Bukittinggi tidak memiliki kekayaan berupa sumberdaya alam berupa hutan, mineral, gas bumi, serta perikanan laut yang dapat dieksploitasi sebagai sumber perekonomian kota. Namun Kota Bukittinggi memilki alam yang indah dan posisi yang sangat strategis, yakni berada pada posisi silang lintas ekonomi Barat-Timur dan Utara-Selatan wilayah regional Sumatera. Kondisi yang demikian menjadikan Kota Bukittinggi potensial sebagai sentra perekonomian tidak hanya Provinsi Sumatera Barat tetapi mencakup wilayah Sumatera Bagian Tengah. Selain itu, karakteristik kemiringan lereng Kota Bukittinggi yang sebagian wilayahnya merupakan bukit dan lembah (mencapai 25% dari kota) menjadi penyebab terbatasnya daya dukung pengembangan wilayah Kota Bukittinggi.

Keterbatasan Kota Bukittinggi merupakan suatu peluang bagi Kota ini untuk lebih mengembangkan ekonominya disektor perdagangan dan jasa, yang salah satu sektor unggulannya yaitu kepariwisataan. Objek wisata yang ada saat ini yang telah ada saat ini antara lain, seperti Jam Gadang, Istana Bung Hatta, Rumah Adat Baanjuang, Mesjid Jami , panorama, lobang jepang, benteng fort de kock,kebun binatang ,dll.

Permasalahan kepariwisataan saat ini adalah minimnya daya tarik objek wisata tersebut, atraksi yang masih kurang untuk menarik peminat para wisatawan. Tidak adanya kegiatan kegiatan atau program program baru yang dapat menambah nilai daya tarik objek wisata ini. Atraksi budaya salah satu alternatif untuk meningkatkan dan menambah daya tarik wisata ini, seperti penampilan tari-tarian tradisional dipelataran Jam Gadang, serta


(10)

pelaksanaan event-event daerah dikawasan objek wisata yang dapat menjadi sarana promosi kepariwisataan secara tidak langsung.

Untuk Pengembangan kepariwisataan di Kota Bukittinggi harus dilakukan pengembangan dari segi fisik dan non-fisik. Dari segi fisik yaitu dengan pembangunan infrastruktur pendukung seperti sarana prasana air bersih, air limbah, persampahan, parkir dan pengembangan kawasan pedestrian terutama di kawasan Jam Gadang yang merupakan icon Kota Bukittinggi. Pengembangan kawasan pedestrian ini sangat mendukung terhadap kepariwisataan karena hal ini didukung oleh kondisi alam yang indah dan udaranya yang sejuk menyebabkan para pengunjung akan betah berjalan kaki menikmati objek wisata yang ada di Kota Bukittinggi.

Sedangkan dari segi non fisik, perlu adanya kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pengembangan baik dari segi regulasi, peningkatan Sumber Daya Manusia, penambahan daya tarik wisata serta penambahan objek wisata baru.

2.1.3. Wilayah Rawan Bencana

Berdasarkan kondisi alam dan lingkungan Kota Bukittinggi, maka wilayah kota Bukittinggi termasuk daerah/kawasan rawan bencana berupa gempa bumi dan longsor. Kawasan yang rawan bencana longsor

A. Wilayah Rawan Bencana Alam

Berdasarkan jenis bencana alamnya, zona kerawanan bencana di Kota Bukittinggi adalah sebagai berikut :

1. Zona rawan bencana gempa bumi. Zona Rawan Bencana Gempa Bumi pada umumnya dibagi menjadi 3 daerah zona yaitu zona rawan rendah, zona rawan menengah dan zona rawan tinggi. Pembagian zona daerah rawan ini didasarkan kepada:

• Zona Rawan Rendah biasanya didasari oleh batuan berumur tersier yang relatif kompak, namun masih berpotensi terjadi longsoran apabila terjadi gempa.

• Zona Rawan Menengah, biasanya didasari oleh endapan tufa, pasir, lempung dan lanau hasil pengendapan material gunung api yang relatif kompak.

• Zona Rawan Tinggi, biasanya didasari oleh endapan aluvium, rawa basah dan daerah aliran sungai dengan potensi terjadi pelulukan (liquefaction) apabila terjadi gempa. 2. Zona Kerawanan Gerakan Tanah. Tingkat kerentanan gerakan tanah dapat dibagi atas

empat tingkat yaitu : (1) Sangat rendah, gerakan tanah jarang terjadi. (2) Rendah, gerakan tanah bisa terjadi bila ada gangguan. (3) Menengah, gerakan tanah berpotensi terjadi bila curah hujan tinggi dan ada gangguan pada lereng. (4) Tinggi, sering terjadi gerakan tanah bila musim hujan dan gerakan tanah lama aktif kembali.

Kota Bukittinggi terdiri perbukitan dengan kemiringan yang beragam. Pembagian zona kerentanan gerakan tanah ini didasarkan dari kemiringan lereng sehingga dapat dibagi menjadi 4 zona yaitu :


(11)

1. Zona Kerentanan Amat Rendah, merupakan zona dataran rendah dengan kemiringan lereng < 3%, sepanjang lembah Sungai Agam.

2. Zona Kerentanan Rendah, merupakan daerah dengan dataran dengan litologi endapan Tufa Maninjau dengan kemiringan antara 3-15%,

3. Zona Kerentanan Menengah, merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan lereng antara 15-30% dengan litologi endapan gunung api yang relatif kompak namun dekat dengan sumber gempa atau terkena struktur geologi.

4. Zona Kerentanan Tinggi, mempunyai kemiringan lebih besar dari 30% didasari oleh litologi Tufa sepanjang Ngarai Sianok dengan lereng terjal, dekat dengan sumber gempa bumi dan terkena struktur geologi.

B. Bencana yang timbul akibat kesalahan manusia

Untuk bencana yang timbul akibat kesalahan manusia, teridentifikasi sebagai berikut: 1. Daerah rawan kecelakaan lalu lintas ( karena daerahnya yang padat )

2. Daerah rawan kebakaran

Diwilayah Kecamatan Guguk Panjang yang mempunyai 3 pasar dan penduduknya paling padat merupakan Kecamatan yang kejadian bencana paling banyak.

2.1.4. Demografi

Kondisi dan perkembangan demografi berperan penting dalam perencanaan pembangunan. Penduduk merupakan modal dasar keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Komposisi dan distribusi penduduk akan mempengaruhi struktur ruang, kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Seluruh aspek pembangunan memilki korelasi dan interaksi dengan kondisi kependudukan yang ada, sehingga informasi tentang demografi memilki posisi strategis dalam penentuan kebijakan.

Kota Bukittinggi terdiri atas 3 kecamatan dengan 24 kelurahan. Dengan jumlah 3 kecamatan ini penduduk Kota Bukittinggi tahun 2015 berjumlah 123.608. jiwa .

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk Kota Bukittinggi Menurut Jenis Kelamin

NO. TAHUN

JUMLAH PENDUDUK (Jiwa) LAJU

PERTUMBUHAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1. 2010 56.224 55.768 112.010 1,93

2. 2011 54.922 58.625 113.547 1,93

3. 2012 55.276 59.117 114.393 1,93

4. 2013 57.261 60.999 118.260 1,88

5. 2014 62.025 61.385 123.410 1,88

6 2015 62.094 61.514 123.608 1,77


(12)

Penduduk Kota Bukittinggi dapat dianalisis menurut struktur umurnya, sebagai informasi yang sangat penting karena berkaitan dengan resiko dan kebutuhan yang berbeda-beda pada setiap kelompok. Jumlah penduduk usia kerja (25-55) tahun di Kota Bukittinggi sebanyak 46.861 jiwa (39,62%), dari total jumlah penduduk Kota Bukittinggi, sedangkan usia sekolah berjumlah 46.250 jiwa (39,115%). Jadi dari uraian di atas bahwa usia penduduk yang lebih menonjol adalah usia produktif yaitu usia 25- 55 tahun, artinya penduduk usia produktif relatif besar yang merupakan modal dasar bagi pembangunan. Jumlah penduduk yang akan mendapat pendidikan dasar dan menengah (5-10) tahun mendatang akan meningkat sehingga penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dasar dan menengah harus dipersiapkan.

Tabel 2.4

Persentase Penyebaran Penduduk Menurut Kecamatan

No Kecamatan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1. Guguk Panjang 37,41 37,21 37,26 36,75 36,75 36,29

2. Mandiangin Koto Selayan 40,36 40,56 40,50 40,98 40,98 41,40

3. Aur Birugo Tigo Baleh 22,23 22,23 22,24 22,27 22,27 22,31

Jumlah 100 100 100 100 100 100

Sumber BPS Tahun 2016,

Sebaran penduduk di Kota Bukittinggi terbesar adalah di Kecamatan Mandiangin Kota Selayan, yaitu 40,98% dari seluruh penduduk Kota Bukittinggi, diikuti oleh Kecamatan Guguk Panjang, yaitu 36,75% dan Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh sebesar 22,27%. Kepadatan penduduk Kota Bukittinggi secara umum semakin lama semakin naik, ini dapat dibuktikan , dimana pada tahun 2011 adalah 4.500 Km2, Tahun 2012 sebesar 4.533 Km2, dan pada Tahun 2013 sebesar 4.607 Km2.

2.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat

2.2.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

Gambaran pembangunan pada aspek kesejahteraan masyarakat merupakan hasil dari pelaksanaan pembangunan selama lima tahun lalu. Kondisi aspek kesejahteraan masyarakat tersebut mencakup kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, seni budaya dan olahraga. Hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan pada aspek kesejahteraan masyarakat selama periode tersebut adalah sebagai berikut :

2.2.1.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat yang baik merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh Pemerintah Kota Bukittinggi. Kinerja kesejahteraan ekonomi masyarakat kota Bukittinggi dapat dilihat dari:


(13)

Pertumbuhan PDRB Kota Bukittinggi yaitu pertumbuhan nilai tambah bruto seluruh barang dan jasa yang tercipta atau dihasilkan yang timbul akibat berbagai aktivitas ekonomi dalam satu tahun di Kota Bukittinggi;

1) Laju inflasi Kota Bukittinggi yaitu suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi, atau akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang di Kota Bukittinggi.

2) PDRB per kapita Kota Bukittinggi merupakan hasil bagi antara nilai nominal PDRB perkapita dengan jumlah penduduk pertengahan tahun, yang mengambarkan rata-rata pendapatan setiap tahunnya di Kota Bukittinggi.

Sementara manfaat dari kesejahteraan tersebut harus juga dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain, aspek pemerataan juga menjadi pertimbangan penting dalam keberhasilan pembangunan. Untuk mengukur pemerataan ekonomi dilihat dari indeks gini/koefisien gini yang menilai tingkat ketimpangan pendapatan penduduk di Kota Bukittinggi.

Kinerja kesejahteraan dan pemerataan ekonomi Kota Bukittinggi selama periode tahun 2010-2015 dapat dilihat dari indikator pertumbuhan PDRB, laju inflasi dan PDRB per kapita. Sementara untuk kinerja pemerataan ekonomi Kota Bukittinggi tahun 2010-2014 dilihat dari indikator Indeks Gini. Perkembangan kinerja pembangunan pada kesejahteraan dan pemerataan ekonomi adalah sebagai berikut:

A. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Gambar 2.2

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bukittinggi Tahun 2011 s.d. 2015


(14)

Perekonomian Kota Bukittinggi periode 2010 - 2012 menunjukkan pertumbuhan yang cukup menggembirakan, dan sebesar 6,12% pada tahun 2011 dan 6,55% pada tahun 2012. Sementara pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi menurun jika dibandingkan dengan tahun 2012 tetapi masih relatif tinggi, yaitu mencapai 6,28%, pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi Kota Bukittinggi turun menjadi 6,18%, namun masih berada di atas pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat yang berada pada angka 5,85%, namun pada tahun 2015 pertumbuhan ekonomi Kota Bukittinggi turun 0,06%, sehingga pertumbuhan ekonomi ppada tahun 2015 menjadi 6,18% Pertumbuhan ekonomi Kota Bukittinggi pada tahun 2012 relatif lebih baik dan pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi dalam 4 (empat) tahun terakhir.

Berdasarkan data dari tabel di bawah ini dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2011 s.d. 2015), hampir semua kategori tumbuh setiap tahunnya, kecuali kategori Pertambangan dan Penggalian tidak mengalami pertumbuhan dan cenderung menurun pada empat tahun terakhir ini, hal ini disebabkan bahwa potensi Pertambangan dan Penggalian semakin berkurang.

Tabel. 2.5

Nilai Masing-masing Kategori dalam PDRB Kota Bukittinggi Atas Dasar Harga Konstan 2010 Tahun 2010 s.d 2015

No. LAPANGAN USAHA

2010 2011 2012 2013 2014 2015

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

64.905,5 64.519,4 63.085,4 62.852,2 65.029,8 66.735,5

2 Pertambangan dan Penggalian

134,3 132,4 130,4 128,7 126,5 125,8

3 Industri Pengolahan 304.435,7 315.644,5 333.237,4 345.281,4 358.082,8 369.144,1 4 Pengadaan Listrik

dan Gas

26.018,6 27.626,3 30.068,7 31.017,9 33.471,3 34.132,1 5 Pengadaan Air,

Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

6.941,4 6.956,6 7.064,5 7.291,2 7.318,0 7.656,8

6 Konstruksi 236.041,1 241.729,7 259.393,8 282.104,1 295.207,1 312.926,8 7 Perdagangan Besar

dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor


(15)

No. LAPANGAN USAHA

2010 2011 2012 2013 2014 2015

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

8 Transportasi dan Pergudangan

403.814,9 420.251,2 445.233,5 476.307,2 507.448,1 545.167,3 9 Penyediaan

Akomodasi dan Makan Minum

140.902,6 154.810,0 173.152,4 188.882,3 203.479,6 220.500,5

10 Informasi dan Komunikasi

257.483,0 279.755,2 310.289,3 326.688,8 348.117,7 376.058,6 11 Jasa Keuangan dan

Asuransi

208.112,6 222.494,8 238.504,8 260.162,3 277.515,6 288.410,5 12 Real Estat 135.122,8 139.347,0 143.173,2 150.936,2 159.133,6 167.519,9 13 Jasa Perusahaan 27.165,5 28.593,3 29.669,8 30.836,4 32.074,9 33.461,3 14 Administrasi

Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

237.043,2 257.896,3 259.464,7 267.142,7 270.863,5 281.454,2

15 Jasa Pendidikan 170.392,1 180.976,3 192.306,6 209.062,2 222.940,3 239.477,9 16 Jasa Kesehatan dan

Kegiatan Sosial

101.296,0 108.595,5 119.994,6 129.345,2 139.852,9 151.302,3 Sumber: PDRB Kota Bukittinggi 2010-2015 dan Kota Bukittinggi Dalam Angka 2016

Pada kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan terjadi fluktuatif yaitu penurunan pada tahun 2012 dan tahun 2013, namun pada tahun 2015 tumbuh kembali. Tumbuhnya kategori ini didongkrak oleh sub kategori pertanian dan perikanan sementara sub kategori kehutanan cenderung mengalami penurunan setiap tahunnya.

Gambar 2.3

Pertumbuhan Masing-Masing Kategori Atas Dasar Harga Konstan Kota Bukittinggi Tahun 2010 s.d. 2015


(16)

Tiga kategori yang mempunyai kontribusi terbesar dalam PDRB Kota Bukittinggi adalah kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (33,64%), kategori Transportasi dan Pergudangan (10,90%) dan kategori Industri Pengolahan (6,86).

Tabel 2.6

Nilai dan Kontribusi Masing-Masing Kategori dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2010 s.d 2015

NO Lapangan

Usaha

2010 2011 2012 2013 2014 2015

(Rp) % (Rp) % (Rp) (Rp) (Rp) % (Rp) % (Rp) %

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

64.905,5 1,80 69.327,5 1,72 70.993,9 1,58 74.648,8 1,49 82.179,0 1,46 87.489,7 1,43

2 Pertambanga n dan Penggalian

134,3 0,0037 139,5 0,0035 146,0 0,0033 155,5 0,0031 180,2 0,0032 194,9 0,0032

3 Industri Pengolahan

304.435,7 8,46 337.594,1 8,39 367.933,4 8,20 389.352,9 7,76 409.898,6 7,28 419.403,1 6,86

4 Pengadaan Listrik dan Gas

26.018,6 0,72 25.072,6 0,62 24.047,2 0,54 22.630,7 0,45 28.734,5 0,51 38.839,9 0,63

5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

6.941,4 0,19 7.036,0 0,17 7.261,0 0,16 7.652,1 0,15 8.211,8 0,15 9.144,4 0,15

6 Konstruksi 236.041,1 6,56 256.821,8 6,38 288.407,2 6,43 330.562,4 6,59 353.907,5 6,29 388.141,2 6,34

7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

1.147.706,3 31,89 1.302.724,6 32,36 1.453.493,9 32,39 1.617.181,0 32,23 1.843.230,9 32,75 2.058.203,2 33,64

8 Transportasi dan Pergudangan

403.814,9 11,22 434.328,6 10,79 470.869,1 10,49 541.005,3 10,78 617.352,4 10,97 666.712,5 10,90

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

140.902,6 3,92 166.186,0 4,13 199.034,8 4,43 237.772,9 4,74 277.747,5 4,94 334.075,1 5,46

10 Informasi dan Komunikasi

257.483,0 7,15 284.395,7 7,06 322.384,1 7,18 331.846,6 6,61 371.189,4 6,60 366.362,9 5,99

11 Jasa Keuangan dan Asuransi

208.112,6 5,78 235.902,5 5,86 266.976,3 5,95 308.688,0 6,15 347.132,0 6,17 375.008,6 6,13

12 Real Estat 135.122,8 3,75 146.662,7 3,64 157.439,3 3,51 176.445,0 3,52 197.955,1 3,52 219.265,8 3,58

13 Jasa Perusahaan

27.165,5 0,75 29.453,9 0,73 32.248,3 0,72 34.791,1 0,69 37.922,9 0,67 41.544,0 0,68

14 Administrasi Pemerintaha n,


(17)

NO Lapangan Usaha

2010 2011 2012 2013 2014 2015

(Rp) % (Rp) % (Rp) (Rp) (Rp) % (Rp) % (Rp) %

Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15 Jasa

Pendidikan

170.392,1 4,73 194.524,3 4,83 215.446,8 4,80 257.329,0 5,13 295.104,7 5,24 324.925,9 5,31

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

101.296,0 2,81 115.953,1 2,88 137.423,3 3,06 156.455,6 3,12 175.148,8 3,11 189.125,9 3,09

17 Jasa lainnya 131.281,3 3,65 146.986,7 3,65 163.734,5 3,65 192.217,9 3,83 217.786,1 3,87 238.891,1 3,91

PDRB 3.598.796,9 100 4.025.631,3 100 4.487.879,0 100 5.018.344,0 100 5.628.061,9 100 6.117.430,8 100

Sumber: PDRB Kota Bukittinggi 2010-2015 dan Kota Bukittinggi Dalam Angka 2016 (diolah)

PDRB atas dasar harga berlaku Tahun 2015 menunjukkan,bahwa struktur perekonomian Kota Bukittinggi yang terbesar berada pada kelompok kategori tersier [kategori Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (33,64 %), kategori Transportasi dan Pergudangan (10,90 %), kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (5,46 %) dan kategori Informasi dan Komunikasi (6,43 %), kategori Jasa Keuangan dan Asuransi (6,13 %), kategori Real Estat (3,58 %), kategori Jasa Perusahaan (0,68 %), kategori Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (5,89 %), kategori Jasa Pendidikan (5,31 %), kategori Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (3,09 %) dan kategori Jasa lainnya (3,91 %)]. Dimana kontribusi kategori tersier pada PDRB Kota Bukittinggi tahun 2015 adalah sebesar 84,58 %, selebihnya adalah kelompok kategori primer sebesar 1,43 % [kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (1,43 %) dan kategori pertambangan dan penggalian (0,003%)] dan kelompok kategori sekunder sebesar 13,99% [kategori industri pengolahan (6,86%), kategori Pengadaan Listrik dan Gas (0,63%) dan kategori Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (0,15 %), dan kategori Konstruksi (6,34%)] sebagaimana terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.4

Kontribusi Kategori PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Bukittinggi Tahun 2015


(18)

Perkembangan Kontribusi kategori dalam PDRB Tahun 2010 s.d 2015 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan harga Konstan (ADHK) Kota Bukittinggi terhadap total PDRB terlihat bahwa terjadi pergeseran antar kategori dalam perekonomian Kota Bukittinggi.

Pergeseran kategori-kategori tersebut terjadi pada kelompok kategori primer dan kelompok kategori sekunder, dimana dalam lima tahun terakhir ini kontribusi kedua kelompok kategori tersebut dalam PDRB Kota Bukittinggi terjadi penurunan dan sebaliknya terjadi peningkat kontribusi kelompok kategori tersier dalam PDRB Kota Bukittinggi selama lima tahun terakhir ini. Kebijakan perekonomian Kota Bukittinggi ke depan perlu memperhatikan pergeseran struktur perekonomian tersebut, agar kebijakan pembangunan ekonomi dapat serasi dengan realita perekonomian yang berkembang di tengah masyarakat.

Tabel 2.7

Perkembangan Kontribusi Kategori dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010 s.d 2015

NO Kategori

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk

% % % % % % % % % % % %

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

1,80 1,80 1,72 1,69 1,58 1,55 1,49 1,45 1,46 1,42 1,43 1,37

2 Pertambangan dan Penggalian

0,0037 0,00 0,0035 0,00 0,0033 0,00 0,0031 0,00 0,0032 0,00 0,0032 0,00

3

Industri Pengolahan

8,46 8,46 8,39 8,26 8,20 8,19 7,76 7,98 7,28 7,80 6,86 7,58

4

Pengadaan Listrik dan Gas

0,72 0,72 0,62 0,72 0,54 0,74 0,45 0,72 0,51 0,73 0,63 0,70

5

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

0,19 0,19 0,17 0,18 0,16 0,17 0,15 0,17 0,15 0,16 0,15 0,16

6

Konstruksi

6,56 6,56 6,38 6,33 6,43 6,37 6,59 6,52 6,29 6,43 6,34 6,42

7

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

31,89 31,89 32,36 32,20 32,39 32,40 32,23 32,33 32,75 32,71 33,64 32,81

8 Transportasi dan Pergudangan

11,22 11,22 10,79 11,00 10,49 10,94 10,78 11,01 10,97 11,05 10,90 11,19

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

3,92 3,92 4,13 4,05 4,43 4,26 4,74 4,37 4,94 4,43 5,46 4,53

10

Informasi dan Komunikasi

7,15 7,15 7,06 7,33 7,18 7,63 6,61 7,55 6,60 7,58 5,99 7,72

11 Jasa Keuangan dan Asuransi

5,78 5,78 5,86 5,83 5,95 5,86 6,15 6,02 6,17 6,04 6,13 5,92

12

Real Estat

3,75 3,75 3,64 3,65 3,51 3,52 3,52 3,49 3,52 3,47 3,58 3,44

13

Jasa Perusahaan

0,75 0,75 0,73 0,75 0,72 0,73 0,69 0,71 0,67 0,70 0,68 0,69

14

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan


(19)

NO Kategori

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk Hb Hk

% % % % % % % % % % % %

Sosial Wajib 15

Jasa Pendidikan

4,73 4,73 4,83 4,74 4,80 4,73 5,13 4,83 5,24 4,86 5,31 4,91

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

2,81 2,81 2,88 2,84 3,06 2,95 3,12 2,99 3,11 3,05 3,09 3,11

17

Jasa lainnya

3,65 3,65 3,65 3,66 3,65 3,58 3,83 3,66 3,87 3,68 3,91 3,69

PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber: PDRB Kota Bukittinggi 2010-2015 dan Kota Bukittinggi Dalam Angka 2016 (diolah)

Pertumbuhan kontribusi kategori lapangan usaha memberikan gambaran terjadinya pergerakan kontribusi kategori atau terjadinya perubahan struktur perekonomian di Kota Bukittinggi dalam lima tahun terakhir ini. Kontribusi kategori yang tumbuh adalah kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 39,5%, kategori Jasa Pendidikan sebesar 12,2 %, kategori Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 9,8 %, kategori Jasa lainnya sebesar 7,0 %, Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 6,0 %, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 5,5 %.

Tabel 2.8

Pertumbuhan Kontribusi Kategori PDRB Kota Bukittinggi Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Tahun 2010 s.d. 2015

NO Kategori Pertumbuhan

%

1 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -20,7

2 Pertambangan dan Penggalian -14,6

3 Industri Pengolahan -19,0

4 Pengadaan Listrik dan Gas -12,2

5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang -22,5

6 Konstruksi -3,3

7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

5,5

8 Transportasi dan Pergudangan -2,9

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 39,5

10 Informasi dan Komunikasi -16,3

11 Jasa Keuangan dan Asuransi 6,0

12 Real Estat -4,5

13 Jasa Perusahaan -10,0

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib


(20)

NO Kategori Pertumbuhan %

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9,8

17 Jasa lainnya 7,0

PDRB

-Sumber: PDRB Kota Bukittinggi 2010-2015 dan Kota Bukittinggi Dalam Angka 2016 (diolah)

Di lain sisi terjadi penurunan kontribusi kategori dalam lima tahun terakhir ini, yaitu kategori Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 22,2%, Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar -20,7%, Industri Pengolahan sebesar -19,0%, Informasi dan Komunikasi sebesar -16,3%, Pertambangan dan Penggalian sebesar -14,6%, Pengadaan Listrik dan Gas sebesar -12,5%, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 10,6%, Jasa Perusahaan sebesar 10,0, Real Estat sebesar -4,5%, Konstruksi sebesar -3,3% dan kategori Transportasi dan Pergudangan sebesar -2,9%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pergeseran struktur perekonomian Kota Bukittinggi bergerak ke arah kelompok kategori tersier, karena pada kelompok primer dan sekunder terjadi penurunan kontribusi.

Pertumbuhan kategori PDRB atas harga dasar konstan dari tahun 2010-2015 yang tertinggi adalah kategori Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 56%, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 49%, informasi dan komunikasi sebesar 46%, Jasa pendidikan 41%, jasa keuangan dan asuransi sebesar 39%, Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 39%.

Gambar 2.5

Pertumbuhan Kategori PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Kota Bukittinggi Tahun 2010 s.d.2015


(21)

Kategori Pengadaan listrik dan gas tumbuh sebesar 31%, Jasa lainnya sebesar 37%, transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 35%, konstruksi sebesar 33%, jasa perusahaan sebesar 23%, real estat sebesar 24%, industri pengolahan sebesar 21%, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 19%, Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 10%, dan kategori Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar 0,3%. Khusus kategori pertambangan dan penggalian terjadi penurunan sebesar -0,6, hal ini diakibat oleh potensi untuk usaha galian sudah sangat terbatas sekali dan cenderung berkurang setiap tahunnya di Kota Bukittinggi.

B. Inflasi

Laju inflasi merupakan ukuran yang dapat menggambarkan kenaikan/penurunan harga dari sekelompok barang dan jasa yang berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat

Laju inflasi Kota Bukittinggi lima tahun terakhir berfluktuasi mulai dari tahun 2010 berada pada angka 8,75%, pada tahun 2011 inflasi Kota Bukittinggi turun menjadi 5,07% begitu juga pada tahun 2012 inflasi turun menjadi 4,01%. Sementara tahun 2013 laju inflasi meningkat, yaitu mencapai 7,43% diikuti kenaikannya pada 2014 meningkat cukup tinggi yaitu mencapai 9,24%. Beberapa upaya yang dilakukan untuk mengendalikan inflasi cukup efektif, sehingga pada tahun 2015 inflasi di Kota Bukittinggi turun menjadi 2,84%. Rata-rata inflasi di Kota Bukittinggi selama enam tahun terakhir ini adalah sebesar 6,22%.

Tabel 2.9

Nilai inflasi rata-rata Kota Bukittinggi Tahun 2010 s.d 2015

Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Rata-rata

pertumbuhan

Inflasi (%) 8,75 5,07 4,01 7,43 9,24 2,84 6,22

Sumber: Stada dan Berita Resmi Statistik

Bukittinggi termasuk salah satu Kota di Sumatera Barat setelah Padang yang dijadikan barometer inflasi nasional. Inflasi Bukittinggi setiap tahunnya masih berada di bawah rata rata nasional, kecuali tahun 2014.


(22)

Gambar 2.6

Gerak Laju Inflasi Kota Bukittinggi Tahun 2010 s.d. 2015

Komoditi yang berkontribusi terhadap inflasi Kota Bukittinggi setiap tahunnya berubah-ubah. Kelompok komoditi yang relatif menyumbang inflasi cukup tinggi adalah kelompok bahan makanan dan kelompok sandang, Fluktuasi laju inflasi ini antara lain dipengaruhi oleh faktor internal berupa kebijakan pemerintah berupa kenaikan harga BBM, penurunan harga BBM dan ketersediaan pasokan barang yang dibutuhkan masyarakat. C. PDRB Per Kapita

Peningkatan Laju Pertumbuhan PDRB, diikuti dengan kenaikan pendapatan per kapita. Selama periode tahun 2010-2015 PDRB Perkapita Kota Bukittinggi mengalami pertumbuhan yang positif.

Gambar 2.7

Perkembangan PDRB Perkapita Kota Bukittinggi Tahun 2010 s.d. 2015


(23)

PDRB Perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2010 sebesar Rp.32.330.718,00 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi Rp.35.453.436,00 (naik 11,9%), pada tahun 2012 juga terjadi peningkat dimana PDRB perkapita Kota Bukittinggi menjadi Rp.39.232.112,00 (naik 11,5%) dan pada tahun 2013 meningkat lagi menjadi Rp.42.434.838,00 (naik 11,8%) serta pada tahun 2014 menjadi sebesar Rp.46.676.741,00 (naik 12,1%) dan pada tahun 2015 mencapai Rp.49.888.933,00 (naik 8,7%). Secara umum dapat dikatakan bahwa PDRB Perkapita Kota Bukittinggi selama lima tahun terakhir ini terjadi peningkatan, rata-rata peningkatan tersebut sebesar 11,2%.

Tabel 2.10

PDRB Perkapita Tahun 2010 s.d 2015 Kota Bukittinggi

Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Nilai PDRB (dalam juta Rp)

3.598.797 4.025.631 4.487.879 5.018.344 5.628.062 6.117.431 Jumlah Penduduk

(jiwa)

111.312 113.547 114.393 118.260 120.575 122.621

PDRB perkapita (Rp/jiwa)

32.330.718 35.453.436 39.232.112 42.434.838 46.676.741 49.888.933 Sumber: BDA dan PDRB Kota Bukittinggi 2010-2015

Jika dibandingkan dengan provinsi, pendapatan per kapita (atas dasar harga berlaku) Kota Bukittinggi berada di atas level Provinsi, khususnya di Tahun 2015 di tingkat provinsi PDRB Perkapita berada pada angka 34,41 juta rupiah sementara Kota Bukittinggi sudah mencapai 49,8 juta rupiah.

D. Indeks Gini/Koefiesien Gini

Untuk mengukur ketimpangan pendapatan di Kota Bukittinggi adalah dengan melihat koefisien Gini (Gini Ratio). Indeks gini Kota Bukittinggi pada tahun 2010 sebesar 0,29 yang artinya Kota Bukittinggi termasuk dalam daerah yang mempunyai ketimpangan rendah. Pada tahun 2011 indeks gini Kota Bukittinggi berada pada angka 0,33 yang artinya Kota Bukittinggi termasuk dalam daerah yang mempunyai ketimpangan sedang. Sementara pada tahun 2012 indeks gini Kota Bukittinggi sebesar 0,31, ini berarti Kota Bukittinggi masih termasuk dalam daerah yang mempunyai ketimpangan sedang, jika dibandingkan dengan indeks gini tahun 2011, maka terjadi peningkatan pemerataan.


(24)

Indeks Gini Kota Bukittinggi pada tahun 2013 sebesar 0,37 dan pada tahun 2014 indeks gini Kota Bukittinggi sebesar 0,34, hal ini menggambarkan bahwa Kota Bukittinggi masih termasuk dalam daerah yang mempunyai ketimpangan sedang. Jika dibandingkan dengan tahun 2013, maka arah pemerataan pendapatan penduduk Kota Bukittinggi pemerataan pendapatan penduduk Kota Bukittinggi pada tahun 2014 semakin baik.

2.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial

Kualitas kehidupan manusia secara individu atau masyarakat secara kelompok tidak hanya didasarkan pada tingkat ekonomi melainkan juga kesehatan dan pendidikan. Dalam subbab ini akan diuraikan analisis kinerja atas fokus kesejahteraan sosial yang dilakukan terhadap indikator yang relevan.

A. Aspek Pendidikan

Untuk mengukur keberhasilan kesejahteraan sosial dari segi aspek pendidikan terdapat beberapa indikator, antara lain angka melek huruf, angka harapan sekolah, angka partisipasi murni, angka partisipasi kasar, dan angka rata rata lama sekolah.

Berikut ini diuraikan gambaran umum indikator kinerja dalam aspek pendidikan selama enam tahun terakhir dari 2010 sampai dengan 2015.

1. Angka Melek Huruf

Indikator untuk mengukur IPM bidang pendidikan adalah dengan mengukur Angka Melek Huruf. Dari jumlah sekolah yang tersedia, maka penduduk Bukittinggi usia sekolah dapat ditampung semuanya. Salah satu alat ukur atau indikator tingkat kecerdasan siswa didik adalah sejauh maka kemampuan mereka untuk dapat membaca dan menulis, atau yang lebih dikenal dengan angka melek huruf. Angka melek huruf ini juga merupakan proporsi penduduk berusia 10 tahun ke atas yang mempunyai kemampuan membaca. Semakin tinggi Angka Melek Huruf, membuktikan semakin tinggi mutu pendidikan di daerah tersebut.

Sesuai dengan data yang diperoleh, angka melek huruf di Kota Bukittinggi mencapai 99,94 %, Ini artinya hampir 100 persen penduduk Bukittinggi di usia sekolah telah mampu tulis baca. Data data Angka Melek Huruf ini, dapat juga digunakan dalam mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, menunjukkan kemampuan penduduk dalam menyerap informasi dari berbagai media. serta mampu berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan. Perkembangan Angka Melek Huruf dari tahun ke tahun di Kota Bukittinggi dari tahun ketahun mengalami kenaikan walaupun kenaikannya tidak signifikan. Tahun 2011 angka melek huruf 98,96, dan mengalami kenaikan di tahun 2012, 2013, yakni 99,95 dan 99,94 hingga tahun 2015.


(25)

Tabel 2.11

Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun 2010 s/d 2015 Kota Bukittinggi

NO Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Angka melek huruf 99,79

98,96 99,95 99.94 99.94 99.94

Sumber: Sistem Informasi Pembangunan Daerah Kota Bukittinggi

2. Rata-Rata Lama Sekolah

Angka rata-rata lama sekolah ini menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas, dalam menyelesaikan pendidikan formal. Kota Bukittinggi mempunyai rata-rata lama sekolah yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2010 10,54, Tahun 2011 angka rata- rata lama sekolah pada angka 10,56, tahun 2012, pada posisi 10,62, Tahun 2013, 10,66 dan tahun 2014 sd 2015 pada angka 10,71 tahun. Dari data angka rata rata lama sekolah di atas dapat dibuktikan dengan angka yang ditamatkan, ini artinya kita dapat melihat secara data tingkat pendidikan rata rata penduduk Bukittinggi. Dari rata rata lama sekolah pendiduk Bukittinggi rata rata bersekolah 10,71 tahun atau dibulatkan menjadi 11 tahun. Dengan kata lain penduduk Bukittinggi mengecap pendidikan rata rata sampai kelas 2 SLTA. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa rata-rata penduduk Bukittinggi sudah menuntaskan program wajib belajar 9 tahun.

Tabel 2.12

Angka Rata Rata Lama Sekolah Di Kota Bukittinggi Tahun 2010 S/D 2015

NO TAHUN

2010

TAHUN 2011

TAHUN 2012

TAHUN 2013

TAHUN 2014

TAHUN 2015

1 10,54 10,56 10,62 10,66 10,71 10,79

Sumber BDA 2016

3. Angka patisipasi murni

Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. Tabel 2.13 dibawah ini, memperlihatkan APM Kota Bukittinggi namun belum termasuk dari MI/MTS/MA.

Capaian Angka Partisipasi Murni (APM) secara umum untuk setiap jenjang pendidikan SD/MI dan SMP/MTS dan SMA/MA/SMK di Kota Bukittinggi telah melebihi 100%. Artinya seluruh anak usia sekolah di Bukittinggi telah menempuh pendidikan sesuai


(26)

jenjang pendidikannya. Capaian ini tentunya dipertahankan melalui program dan kegiatan pemerintah.

Tabel 2.13

Perkembangan Angka Partisipasi Murni (APM) Tahun 2010 s/d 2015 Kota Bukittinggi

NO Jenjang Pendidikan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 SD/MI/

1.1. jumlah siswa kelompok usia 7-12 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SD/MI

13.754

12.908 14.449 14.021 18.808 15.207 1.2. jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun 12.238 12.894 12.997 13.906 11.759 12.472

1.3. APM SD/MI 112,39 100,11 111,17 100,83 159,95 121,93

2 SMP/MTs

2.1. jumlah siswa kelompok usia 13-15 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SMP/MTs

7.520

5.840 5.972 6.827 9.181 7.175 2.2. jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun 5.681 6.306 6.355 6.982 6.189 6.505

2.3. APM SMP/MTs 132,38 92,61 93,97 97,78 148,34 110,30

3 SMA/MA/SMK

3.1. jumlah siswa kelompok usia 16-18 tahun yang bersekolah di jenjang pendidikan SMA/MA/SMK

5.249

8.222 9.430 10.632 10.632 9.792 3.2. jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun 5.177 7.322 7.276 8.268 7.454 7.930

3.3. APM SMA/MA/SMK 101,39 112,29 129,60 128,59 142,63 123,48

Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan olagraga

4. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah perbandingan jumlah siswa pada tingkat pendidikan SD/SLTP/SLTA dibagi dengan jumlah penduduk berusia 7 hingga 18 tahun atau rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Perkembangan APK umumnya selalu meningkat namun tidak mengalami perubahan yang signifikan. Berikut ini diuraikan gambaran mengenai perkembangan APK Kota Bukittinggi selama periode 2010 - 2015.

Tabel. 2.14

Perkembangan Angka Partisipasi Kasar (APK) Tahun 2010 s/d 2015 Kota Bukittinggi

NO Jenjang Pendidikan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 SD/MI

1.1. jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan

SD/MI 16.023 16.924 16.676 14.619 16.596 17.056

1.2. jumlah penduduk kelompok usia 7-12 tahun 12.238 12.894 12.997 13.9906 11.759 12.472

1.3. APK SD/MI 130,93 131,25 128,31 105,13 141,13 136,75


(27)

NO Jenjang Pendidikan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2.1. jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan

SMP/MTs

7.930

8.011 7.588 6.235 8.989 9.108

2.2. jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun 5.681 6.306 6.355 6.982 6.189 6.505

2.3. APK SMP/MTs 139,58 127,04 119,40 89,30 145,24 140,02

3 SMA/MA/SMK

3.1. jumlah siswa yang bersekolah di jenjang pendidikan SMA/MA/SMK

10,371

9.997 10.387 9.419 10.632 13.117 3.2. jumlah penduduk kelompok usia 16-18 tahun 5.177 7.670 8.194 7.276 7.454 7.930

3.3. APK SMA/MA/SMK 200,33 130,34 126,76 129,45 142,63 165,41

Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah raga Kota Bukittinggi

Angka partisipasi Kasar (APK) Kota Bukittinggi pada semua jenjang pendidikan sudah melebihi angka 100%, ini bukti Bukittinggi telah menuntaskan wajib belajar 9 tahun dan begitu juga dengan pendidikan tingkat atas. Kondisi ini juga menggambarkan dengan tajam Bukittinggi untuk wilayah hiterland sedang sekolah di Bukittinggi.

5. Angka Pendidikan yang ditamatkan (APT)

Angka Pendidikan yang ditamatkan (APT) merupakan persentase jumlah penduduk, baik yang masih sekolah ataupun tidak sekolah lagi, menurut pendidikan tertinggi yang telah ditamatkan. Selama periode 2010-2015, perkembangan APT umumnya selalu meningkat namun tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Tabel 2.15

Perkembangan Angka Pendidikan Yang Ditamatkan (APT) Tahun 2010 s.d 2015 Kota Bukittinggi

NO APT 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1.1. 1. SD/MI 1.342 1.843 1.538 1.638 2.638 2.636

2. SMP /MTS 1.621 2.073 1.453 1.497 1.586 2.660

3. SMA/MA 2.779 1.193 2.663 2.934 2.974 3.583

Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah raga Kota Bukittinggi B. Aspek Kesehatan

Berikut ini diuraikan gambaran umum indikator kinerja dalam aspek kesehatan selama lima tahun terakhir.

1. Angka Kematian Bayi (AKB)

Angka kelangsungan hidup bayi merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk kesehatnnya. Indikator yang terkait langsung dengan


(28)

angka kelangsungan hidup bayi adalah angka kematian bayi yaitu suatu angka yang menunjukan jumlah anak yang dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun dinyatakan sebagai angka per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi Kota Bukittinggi dapat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.16

Angka Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB) Kota Bukittinggi Tahun Jumlah Kematian bayi

usia di bawah 1 tahun

Jumlah Kelahiran

hidup AKB AKHB

2010 12 2059 5,8 4,8

2011 10 2271 4,4 3,4

2012 10 2320 4,3 3,3

2013 19 2338 8,1 7,1

2014 19 2405 7,9 6,9

2015 26 2407 10,8 9,8

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Bukittinggi

Dari data yang ada maka di Kota Bukittinggi angka kelangsungan hidup bayi dari tahun ketahun dapat ditingkatkan . Ini artinya ibu ibu hamil mampu menjaga kehamilan sehingga bayi lahir sehat dan selamat Bagi anak yang berusia di atas 1 bulan program imunasi anak berjalan dengan baik sehingga ibu dan bayi tumbuh sehat penuh gizi.

2. Angka Harapan Hidup

Angka harapan hidup didefenisikan sebagai rata rata perkiraan banyaknya tahun yang dapat di tempuh oleh seseorang sejak lahir. Dikota Bukittinggi terlihat AHH tahun 2010 sebesar 73,10 , tahun 2011 73,11 dan tahun 2012 s/d 2014 sebesar 73,12, dan tahun 2015 menjadi 71,98. Jika kita simak dan bandingkan lagi angka harapan hidup di Kota Bukittinggi dengan kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Barat dan Nasional , terlihat AHH Kota Bukittinggi adalah 71,98 namun jika dibandingkan dengan AHH Propinsi Sumbar maka Bukittinggi masih di atas rata rata propinsi dan bahkan diatas rata rata nasional, yakni 69,87. Penurunan angka harapan hidup tahun 2015, disebabkan terjadinya peningkatan angka kematian ibu, angka kematian bayi dan angka kematian balita di Kota Bukittinggi. Hal ini disebabkan dengan alasan medis adanya penyakit penyerta yang dialami oleh yang bersangkutan, antara lain hypetensi, kelainan jantung dll. Angka kematian ibu di tahun 2015 terjadi peningatan mencapai 7 orang, bayi 26 orang dan balita 2 orang.


(29)

3.Ketenagakerjaan

Rasio penduduk yang bekerja adalah perbandingan jumlah penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja. Tahun 2010 berada di tingkat 0.91, sedangkan tahun 2015 menjadi sebesar 0,94 Dengan kata lain terdapat 93,96% dari angkatan kerja yang ada memperoleh kesempatan kerja, sedangkan sisanya sebesar 6,04 .% masih mencari kerja atau pengangguran.

Tabel 2.17

Penduduk Yang Bekerja Di Kota Bukit Tinggi Menurut Golongan Umur Tahun 2011 S.D. 2015 Golongan

Umur

TAHUN

2011 2012 2013 2014 2015

15-19 2,412 2,215 1,595 3,329 3,037

20-24 5,163 4,869 5,359 5,963 8,054

25-29 6,479 7,842 6,431 6,240 7,709

30-34 6,480 7,264 7,906 8,784 7,045

35-39 6,574 5,706 6,454 7,748 7,169

40-44 4,901 6,945 6,785 6,006 6,100

45-49 5,075 5,760 5,045 5,416 5,796

50-54 3,959 3,680 5,145 4,807 4,788

55-59 2,941 2,942 3,606 3,022 3,355

60-64 1,532 1,268 1,770 2,053 1,793

65+ 672 781 964 1,437 1,632

JUMLAH 46,188 49,272 51,060 54,805 56,478

Sumber : BPS Sakernas Agustus Tahun 2011-2015,diolah pusdatinaker Tabel 2.18

Angkatan Kerja Di Kota Bukit Tinggi Menurut Golongan Umur TAHUN 2011 S.D. 2015 GOLONGAN

UMUR

TAHUN

2011 2012 2013 2014 2015

15-19 3,255 2,958 2,187 3,973 3,461

20-24 6,472 6,131 6,119 6,882 9,372

25-29 7,135 8,345 7,028 6,576 8,591

30-34 6,694 7,264 8,002 8,904 7,147

35-39 7,079 6,033 6,542 7,748 7,322

40-44 5,094 7,110 6,880 6,122 6,466

45-49 5,163 6,000 5,226 5,520 5,918

50-54 3,959 4,000 5,145 4,807 4,982

55-59 3,341 2,942 3,606 3,022 3,423

60-64 1,532 1,374 1,890 2,053 1,793

65+ 1,088 781 964 1,437 1,632


(30)

Sumber : BPS Sakernas Agustus Tahun 2011-2015, diolah Pusdatinaker

Meningkatnya aktivitas perekonomian pada beberapa sektor perekonomian, menjadi faktor pendorong utama (driving forces) dalam penyerapan tenaga kerja. Tahun 2015, sektor perdagangan memberikan lapangan kerja terbesar bagi masyarakat Kota Bukittinggi, yaitu mencapai 25,830 (45,73% ). Sektor industri juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kota Bukittinggi pada Tahun 2015, kontribusi sektor ini menyerap 0,001% dari total lapangan kerja yang ada. Sektor jasa yang semakin menggeliat memberikan kontribusi sebesar 25,88 %, berbeda sedikit dengan tingkat penyerapan di sektor industri.

Tabel 2.19

Penduduk Yang Bekerja Di Kota Bukit Tinggi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011 S.D. 2015

Lapangan Usaha *) Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

Pertanian, kehutanan,

perburuan dan perikanan 653 405 732 1,192 2,376

Pertambangan dan

penggalian 187 95 101 71

Industri pengolahan 5,540 7,920 9,076 7,474 5,867

Listrik, gas dan air 185 330 181 240 444

Bangunan 2,618 2,027 2,495 1,977 2,182

Perdagangan besar, eceran,

rumah makan, dan hotel 19,157 20,661 22,422 24,665 25,830

Angkutan, pergudangan dan

komunikasi 3,357 2,952 2,454 4,053 2,841

Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa perusahaan

1,551 2,106 1,719 2,270 2,249

Jasa kemasyarakatan 12,940 12,871 11,886 12,833 14,618

JUMLAH 46,188 49,272 51,060 54,805 56,478

Sumber : BPS Sakernas Agustus Tahun 2011-2015, diolah Pusdatinaker

Walaupun capaian kesempatan kerja telah cukup baik, namun tidak dapat disangkal bahwa tingkat pengangguran yang ada masih cukup banyak. Tahun 2015 tingkat pengangguran di Kota Bukittinggi mencapai 3,629%. Selain itu tingkat persaingan yang tinggi dan cukup terbatasnya ketersediaan lapangan kerja baru juga memberikan kontribusi akan tingkat pengangguran yang ada.


(31)

2.2.3 Fokus Seni Budaya dan Olahraga

Pembangunan bidang seni, budaya dan olahraga sangat terkait erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan 2 (dua) sasaran pencapaian pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan yaitu (i) untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab serta (ii) mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan sejahtera.

Pencapaian pembangunan seni, budaya dan olahraga dapat dilihat berdasarkan indikator sebagai berikut:

A. Kebudayaan

Seni dan budaya daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Kota Bukittinggi selama ini telah dikenal sebagai salah satu Kota Seni dan Budaya. Kesadaran akan pentingnya peran seni dan budaya daerah dalam pembangunan muncul di kalangan masyarakat, Pemerintah Kota Bukittinggi, dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini terbukti dengan dicanangkannya Kota Bukittinggi sebagai Kota Wisata pada Tahun 1984.

Untuk itu kita upayakan agar seni dan budaya tradisi dalam masyarakat kita bisa berlanjut untuk masa yang akan datang walaupun dicampur dengan yang sifatnya kolaborasi, dengan artian tidak meninggalkan nilai tradisi di dalamnya. Keberadaan Kelompok Seni Tradisi menjadi bukti bahwa masyarakat Kota Bukittinggi memiliki minat yang cukup tinggi dalam pelestarian kesenian tradisi Minangkabau. Diketahui bahwa hasil rekapitulasi tahun 2011 untuk potensi seni budaya di Kota Bukittinggi berjumlah 26 kelompok seni. Uraian secara lebih detail mengenai potensi seni budaya dapat dilihat dalam Tabel berikut ini.

Tabel 2.20

Kelompok Seni Tradisi yang ada di Kota Bukittinggi Tahun 2015

No Kecamatan Jumlah Kelompok Seni Ket

1 Mandiangin Koto Selayan 15

2 Guguk Panjang 8

3 Aur Birogo Tigo Baleh 3

Jumlah 26

Sumber. Dinas Budaya dan Pariewisata Kota Bukittinggi (2015)

Jumlah Lingkung Seni dan Forum Komunitas Seni Budaya tahun 2015 sebanyak 26 orang. Jika dibandingkan dengan tahun 2011 jumlah lingkup seni dan forum komunitas seni budaya di Kota Bukittinggi cenderung mengalami peningkatan. Disamping itu Wisata Kota Bukittinggi didukung oleh 6 buah sanggar seni tradisional, yang mengambarkan ciri khas kesenian dan budaya Minang Kabau.

Dengan pesatnya perkembangan sekto pariwisata di Kota Bukittinggi, juga memerlukan sarana dan prasarana seni dan budaya yang lebih representatif. Selain itu,


(32)

apresiasi generasi muda terhadap seni dan budaya daerah dirasa masih relatif minim. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi kondisi ini adalah melalui pencanangan pembangunan kawasan sentra seni budaya kreatif berwawasan lingkungan hidup. Inovasi dan kreativitas seni budaya warga Kota Bukittinggi harus terus dikembangkan dan kewajiban Pemerintah Kota Bukittinggi adalah memfasilitasi proses kreatif tersebut.

B. Olah raga

Pembangunan di bidang olahraga berkaitan erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Oleh karena itu, ketersediaan sarana dan prasarana olah raga yang layak dan memadai menjadi salah satu perhatian penting pemerintah. Perkembangan jumlah gedung olahraga per 10.000 penduduk dan Gelanggang/Balai Remaja (selain milik swasta) per 10.000 penduduk selama periode 2011-2015 dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini.

Tabel 2.21

Perkembangan Prasarana Olah raga Kota Bukittinggi Tahun 2010-2015

No Cabang Olah Raga 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Sepak Bola 5 5 5 5 5 5

Bola Volly 60 60 60 60 60 60

2 Basket 20 20 20 20 60 60

3 Bulu tangkis 40 40 40 40 40 40

4 Tenis Meja 65 65 65 65 65 65

5 Atletik 2 2 2 2 2 2

6 Tenis 10 10 10 10 10 10

7 Catur 150 150 150 150 150 150

8 Bridge 14 14 14 14 14 14

9 Bola Sodok 18 18 18 18 18 18

10 Pacu Kuda 1 1 1 1 1 1

11 Renang 4 4 4 4 4 4

12 Silat 40 40 40 40 40 40

13 Takraw 45 45 45 45 45 45

15 Gulat 1 1 1 1 1 1

Jumlah 457 457 457 457 457 457


(33)

Jumlah sarana prasarana olah raga di Kota Bukittinggi, mulai dari Tahun 2011 sampai dengan 2015 tidak mengalami peningkatan, ini disebabkan lahan yang akan dijadikan sarana prasarana yang ada sangat terbatas. Sementara jumlah organisasi olahraga dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2.22

Jumlah Organisasi OlahragaTahun 2010 s.d 2015 Kota Bukittinggi

NO Kecamatan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1. Kecamatan ABTB 9 9 9 9 10 10

2. Kecamatan MKS 9 9 9 9 10 10

3. Kecamatan GP 11 11 11 11 13 13

4. Jumlah 29 29 29 29 33 33

Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Bukittinggi

Jumlah organisasi olah raga pada tahun 2011 berjumlah 29, sedangkan sampai tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 33 buah, ini menandakan bahwa masyarakat Kota Bukittinggi semakin menyadari akan pentingnya arti olah raga dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Namun jumlah organisasi yang ada belum berkativitas sebagaimana mestinya seperti yang terlihat pada table berikut:

Tabel 2.23

Jumlah Kegiatan Olahraga Tahun 2010 s.d 2015 Kota Bukittinggi

NO Kecamatan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1. Kecamatan ABTB 2 2 2 3 3 2

2. Kecamatan MKS 2 2 2 3 3 3

3. Kecamatan GP 4 4 5 5 5 3

4. Jumlah 8 8 9 11 11 8

Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Bukittinggi

Jumlah sarana kegiatan olah raga pada setiap tahunnya di kecamatan yang ada, sangat minim sekali di tengah masyarakat, juka dibanding sarana dan organisasi olah raga yang ada, untuk itu perlu pembinaan dan pengembangan oleh dinas terkait.


(34)

2.3. ASPEK PELAYANAN UMUM

2.3.1 URUSAN WAJIB YANG MERUPAKAN PELAYANAN DASAR 2.3.1. 1. PENDIDIKAN

Pendidikan dasar 9 tahun, merupakan program pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Sejak tahun 2003, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003) yang bertujuan untuk mengatur dan memberikan pedoman bagi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Melalui pendidikan dasar 9 tahun diharapkan di masa mendatang, pendidikan minimal penduduk Indonesia adalah lulus SMP/MTs.

Untuk menunjang dan meningkatkan kualitas pendidikan dasar 9 tahun, dibutuhkan sarana prasarana dan tenaga pendidik yang mendukung proses pembelajaran. Rasio ketersediaan sekolah adalah jumlah sekolah yang tersedia dibandingkan dengan penduduk usia sekolah.

Tabel 2.24

Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah (APS) Tahun 2010 s.d 2015 Kota Bukittinggi

No Jenjang Pendidikan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 SD/MI

1.1. jumlah murid usia 7-12

tahun 14.381 14.489 14.124 14.021 14.408 15.207

1.2. jumlah penduduk

kelompok usia 7-12 tahun

12.611

12.894 12.997 13.906 11.759 12.472

1.3. APS SD/MI 114,0 112,37 108,67 100,83 122,53 121,93

2 SMP/MTs

2.1. jumlah murid usia 13-15

thn 5.807 7.025 5.958 6.827 6.798 7.175

2.2.

jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun

6.312 6.306 6.355 6.982 6.189 6.505

2.3. APS SMP/MTs 919,9 111,40 93,75 97,78 109,84 110,30

Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan olahraga

Gambaran pelaksanaan, perkembangan pembangunan urusan pendidikan dalam rangka peningkatan pelayanan bidang pendidikan.


(35)

a. Rasio Ketersediaan Sekolah/ Penduduk Usia Sekolah

Dalam rangka peningkatan pelayanan pendidikan maka ketersediaan sarana pendidikan merupakan faktor pendukung yang sangat menentukan. Ketersediaan sarana pendidikan yang memadai dapat memperluas jangkauan pelayanan dan kesempatan memperoleh pendidikan dalam rangka menunjang program wajib belajar 9 tahun. Dinamika ini dapat dilihat dari rasio dalam pelayanan penduduk usia sekolah sebagai berikut :

Tabel 2.25

Ketersediaan sekolah dan penduduk usia sekolah Tahun 2010 s.d 2015 Kota Bukittinggi

NO Jenjang Pendidikan 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 SD/MI

1.1. Jumlah gedung sekolah 63 65 65 65 65 61

1.2. jumlah penduduk

kelompok usia 7-12 tahun

12.611

12.894 12.997 13.906 11.759 12.472

1.3. Rasio 49,95 50,41 50,01 46,74 55,28 48,91

2 SMP/MTs

2.1. Jumlah gedung sekolah 17 16 16 16 16 17

2.2. jumlah penduduk kelompok usia 13-15 tahun

6.312 6.306 6.355 6.982 6.189 6.505

2.3.

Rasio 26,93

25,37 25,18 22,92 25,85 26,13

Sumber: Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah raga Kota Bukittinggi

Sarana pendidikan di Kota Bukittinggi, pada tingkat SD/SDLB/MI dari 68 sekolah, terdapat 61 sekolah yang telah memenuhi kewajiban dalam pemenuhan standar minimum terhadap pengadaan sarana dan prasarana yang diwajibkan undang undang. Walaupun hanya ditargetkan sebesar 57 persen, namun realisasi pemenuhan sarana dan prasarana adalah sebesar 89,70 persen, dengan tingat capaian 157 persen.

Pemenuhan sarana prasarana pendidikan oleh Pemerintah daerah Kota Bukitinggi dilakukan secara menyeluruh , sehingga tahun 2014 telah mampu memenuhi standar untuk ke tiga jenjang pendidikan. Itulah sebabnya capaian di tahun 2015 ini mengalami kenaikan dibanding tahun 2014 yang lalu.


(1)

Tabel 2.69

Kontribusi Kelompok Pengeluaran Makanan dan Non-Makanan terhadapPengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Kota Bukittinggi Periode 2010-2015

Kelompok Pengeluaran Tahun

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Atas Dasar Harga Berlaku

· Makanan 46,28 45,19 44,92 43,81 41,26 45,99

· Non Makanan 53,72 54,81 55,08 56,19 58,74 54,01

TotaL 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Atas Dasar Harga Konstan

· Makanan 46,28 47,40 45,11 44,08 42,81

-· Non Makanan 53,72 52,60 54,89 55,92 57,19

-Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

-Sumber :PDRB Menurut Pengeluaran Bukittinggi Tahun 2010-2015 dan BDA

2.4.2. Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastuktur a. Luas wilayah terkena banjir

Akibat cuaca ekstrim di Kota Bukittinggi terjadi genangan air (ketinggian lebih dari 30 cm selama 2 jam). Kondisi genangan air yang di Kota Bukittinggi terdapat di 7 (tujuh) titik yang tersebar di 4 (empat) kelurahan yaitu di Kelurahan Tarok Dipo, Pulai Anak Air, Campago ipuh dan Puhun Pintu Kabun. Genangan air ini terjadi karena kurang berfungsinya drainase yang disebabkan oleh tingginya sedimen dan tidak seimbangnya volume air dengan dimensi saluran/drainase yang ada.

Untuk mengatasi genangan air ini maka perlu dilakukan pengerukan sedimen secara rutin serta rehabilitasi saluran drainase dengan memperhatikan SPM sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota.

B. Jenis, Kelas, dan Jumlah Restoran

Di Kota Bukittinggi terdapat 35 Rumah Makan/Restoran yang tersebar di beberapa kawasan dengan beragam variasi masakan dan minuman. Keberagaman kuliner yang dimiliki Kota Bukittinggi merupakan salah satu potensi terbesar untuk menarik wisatawan serta daya tarik dan keunikan tersendiri dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Indonesia.

C. Jenis, Kelas, dan Jumlah Penginapan/Hotel

Terdapat 16 hotel berbintang dan 46 hotel Melati di Kota Bukittinggi, ditambah dengan 8 penginapan/losmen/guest hause yang tersebar di Kota Bukittinggi mendorong datangnya berbagai kelas turis domestik maupun asing dapat menyesuaikan kebutuhan akomodasi mereka dengan dana yang mereka miliki.


(2)

2.4.3. Fokus Iklim Berinvestasi 2.4.3.1 Angka Kriminalitas

Keamanan, ketertiban dan penanggulangan kriminalitas merupakan salah satu aspek strategis yang perlu dijaga untuk mewujudkan stabilitas daerah. Iklim investasi juga salah satunya dipengaruhi oleh tingkat keamanan dan ketertiban yang ada.

Tabel 2.70

Angka Kriminalitas Kota Bukittinggi Tahun 2010 s/d 2015

No Jenis Kriminal 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1. Kasus Narkoba 35 26 26 32 27 31

2. Kasus Pembunuhan - 1 - 1 -

-3. Kejahatan Seksual 12 11 10 9 8 6

4. Kasus Penganiayaan 138 121 128 120 143 62

5. Kasus Pencurian 155 164 192 223 273 183

6. Kasus Penipuan 29 21 25 25 28 33

7. Kasus Pemalsuan uang - - -

-8.

Total Jumlah Tindak Kriminal Selama 1 Tahun

369 418 480 520 586 360

9. Jumlah Penduduk 107.783 113.569 114.415 118.260 120.469 123.608 10. Angka Kriminalitas 29.20 36,80 41,95 43,97 48,64 52,20 Sumber : Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bukittinggi

Seperti halnya kota-kota lainnya di Indonesia, Bukittinggi juga mempunyai tingkat kriminalitas tidak terlalu tinggi, untuk ukuran sebuah kota. Jumlah kriminilitas di Kota Bukittinggi selama tahun 2011 cukup mengalami peningkatan, dimana tahun 2011 terjadi tindak kriminal sebanyak 418, pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 480, dan pada tahun 2013 terjadi juga peningkatan sehingga menjadi 520 dan pada tahun 2014 terjadi peningkatan sehingga menjadi 586 kejadian. Akan tetapi pada tahun 2015 ini terdapat penurunan sehingga angka kriminilitas menjadi 360 kejadian. Kasus pencurian merupakan jenis kriminalitas yang paling tinggi terjadi di Kota Bukittinggi. Pada tahun 2011, pencurian terdapat 164 kejadian dan mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga pada tahun 2014 terdapat 273 kejadian. Masih tingginya tingkat pengangguran yang ada di Kota Bukittinggi diprediksi akan tetap memicu peningkatan kriminalitas. Respon warga terhadap gejala ini antara lain nampak dari penjagaan keamanan diri secara spontan dalam bentuk penutupan akses ke kawasan-kawasan permukiman (terutama dari golongan mampu) yang sekaligus menimbulkan kesan eksklusivisme; selain kegiatan ronda sebagai wujud penjagaan keamanan komunitas.


(3)

2.4.4. Sumber Daya Manusia A.Rasio lulusan S1/S2/S3

Salah satu faktor penting dalam kerangka pembangunan daerah adalah menyangkut kualitas sumber daya manusia (SDM). Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan, maka diharapkan semakin baik kualitas SDM yang ada. Perkembangan rasio lulusan S1/S2/S3 selama periode 2010-2015 cukup berfluktuasi

Tabel 2.71

Rasio Lulusan S1/S2/S3Kota Bukittinggi

NO Uraian 2011 2012 2013 2014 2015

1. Jumlah lulusan S1 8.822 9.187 8.875 9.246 9.379

2. Jumlah lulusan S2 691 733 723 773 798

3. Jumlah lulusan S3 58 53 50 48 43

4. Julah lulusan S1/S2/S3 9.571 9.973 9.648 10.067 10.220 5. Jumlah penduduk 122.821 126.598 119.967 123.410 123.608 6. Rasio lulusan S1/S2/S3 (4/5) 779,26 787,76 804,22 815,73 826,81

Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bukittinggi

Tahun 2015 rasio lulusan S1/S2/S3 Kota Bukittinggi mencapai 826,81. Artinya, terdapat 10.220 orang lulusan S1/S2/S3 dari 123.608 penduduk Kota Bukittinggi.

B.Rasio Ketergantungan

Rasio ketergantungan digunakan untuk mengukur besarnya beban yang harus ditanggung oleh setiap penduduk usia produktif terhadap penduduk yang tidak produktif. Rasio ketergantungan Kota Bukittinggi tahun 2010. Jika Tahun 2011 rasio ketergantungan hanya sebesar 21,26, maka Tahun 2012 meningkat menjadi 55,97, Tahun 2014 rasio ketergantungan menurun menjadi 46,95. Sampai Tahun 2015 Rasio Ketergantungan menjadi 48,46%. Dengan kata lain setiap 100 orang yang berusia kerja (dianggap produktif), di Kota Bukittinggi, mempunyai tanggungan sebanyak 48 orang yang belum produktif dan dianggap tidak produktif lagi

Tabel 2.72

Rasio Ketergantungan Tahun 2011 s.d 2015 Kota Bukittinggi

No Uraian 2011 2012 2013 2014 2015

1. Jumlah Penduduk Usia < 15 tahun 33.207 33.468 33.172 31.956 33.100 2. Jumlah Penduduk usia > 64 tahun 5.282 7.591 5.272 7.476 7.249

3. Jumlah Penduduk Usia Tidak

Produktif (1) &(2) 38.489 41.059 38.444 39.432 40.349 4. Jumlah Penduduk Usia 15-64 tahun 75.080 73.356 79.816 83.978 83.259 5. Rasio ketergantungan (3) / (4) 51,26 55,97 48,17 46,95 48,46%


(4)

Jika dibandingkan dengan tingkat Nasional, rasio ketergantungan di Kota Bukitinggi memiliki nilai lebih kecil, dimana secara Nasional tahun 2010 mencapai 51,31%. Kondisi ini membuka kesempatan bagi Kota Bukittinggi untuk dapat menciptakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

2.5. Perkembangan IPM Kota Bukittinggi

Aspek geografi dan demografi, aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, serta aspek daya saing daerah seluruhnya diarahkan untuk mencapai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan melakukan pengelolaan yang lebih sistematis dan terarah agar dapat sesuai dengan kapasitas dan daya dukung yang ada, serta dikelola dalam kerangka keharmonisan lingkungan (environmental friendly). Seluruh aspek tersebut bersinergi dalam mewujudkan peningkatan IPM sebagai tujuan penyelenggaraan pembangunan daerah.

Perkembangan indikator makro selama kurun waktu tahap kedua RPJPD (2010-2015), merupakan cermin kinerja pembangunan Kota Bukittinggi, yang juga mengindikasikan sejauh mana dampak pembangunan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia warga Kota Bukittinggi. Indikator yang digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengukur pencapaian kemajuan pembangunan sosial maupun ekonomi. Secara umum pembangunan manusia di Kota Bukittinggi selama kurun waktu 2010-2015 terus mengalami peningkatan.

Indek Pembangunan Manusia juga merupakan aspek daya saing daerah di bidang sumber daya manusia. Presiden Republik Indonesia dengan 9 (Sembilan) agenda prioritas yang lebih dikenal dengan Nawa Cita , dimana pada agenda ke 5, yakni Meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia . Salah satu cara untuk dapat mengukur sejauh mana kualitas hidup manusia tersebut, adalah dengan mengukur Indek Pembangunan Manusia.

Penyediaan data IPM ditujukan sebagai alat perencanaan dan evaluasi kebijakan pemerintah. Indikator IPM menggambarkan keberhasilan target pembangunan pemerintah. IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu wilayah/negara. Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena selain sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakansebagai salah satu alokasi penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).

Adapun tujuan IPM masih sama, yakni sebagai alat atau suatu nilai yang mewakili (proksi) ukuran pembangunan manusia. Membangun manusia mengandung arti meningkatkan status kesehatan, meningkatkan taraf pendidikan, menurunkan kesenjangan, menyediakan lapangan pekerjaan, membangun modal sosial, dan lain sebagainya. Data IPM dapat dijadikan sebagai alat advokasi bagi kebijakan politik, dapat dibandingkan antar daerah dan antar waktu.


(5)

Seiring waktu, indikator IPM mengalami perubahan. Penghitungan IPM lama masih menggunakan indikator Angka harapan Hidup, Angka Melek Huruf, Angka rata rata lama sekolah,27 Komoditas Pengeluaran Per kapita.

Selanjutnya, seiring perkembangan waktu, Perubahan metode penghitungan IPM dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Beberapa indikator seperti Angka Melek Huruf (AMH) sudah tidak relevan dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. AMH di sebagian besar daerah sudah tinggi, sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antar daerah dengan baik. Maka terhitung tahun 2015, untuk menentukan Indek Pembangunan Manusia, ditetapkan beberapa indikator, yakni Angka harapan Hidup, Angka rata rata lama sekolah,Angka harapan Lama Sekolah ,96 Komoditas Pengeluaran Per kapita.

Tabel 2.73

Perkembangan IPM Kota Bukittinggi

No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Angka Harapan Hidup

73,11 73,12 73,12 73,12 73,12 73,52

2 Angka rata Rata Lama Sekolah

10,51 10,56 10,62 10,66 10,71 10,79

3 Angka Harapan Lama Sekolah

13,21 13,42 13,87 14,47 14,65 14,92

4 Pengeluaran Perkapita (JUTA)

Rp. 11.597 Rp. 11.728 Rp. 11.856,- Rp. 12.002,- Rp. 12.137,- Rp.

12.330,-IPM 76,12 76,30 76,92 77,67 78,02 78,72

Sumber data: BDA 2016

Berikut kami uraiakan aspek daya saing daerah yang ditinjau dari sisi Indek pembangunan Manusia adalah sebagai berikut:.

1. Angka Harapan Hidup.

Angka harapan hidup menunjukkan kualitas kesehatan masyarakat, yaitu mencerminkan lamanya hidup sekaligus hidup sehat suatu masyarakat. Derajat kesehatan pada dasarnya dapat dilihat dari seberapa lama harapan hidup yang mampu dicapai oleh seseorang. Semakin lama harapan hidup yang mampu dicapai merefleksikan semakin tinggi derajat kesehatan seseorang.

Dari data terlihat bahwa angka harapan hidup di Kota Bukittinggi semakin tinggi. Peningkatan angka harapan hidup ini menunjukkan adanya peningkatan kehidupan dan kesejahteraan selama empat tahun terakhir, dimana pada tahun 2014 berkisar pada umur


(6)

2. Angka Rata Rata Lama Sekolah

Angka rata-rata lama sekolah ini menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas, dalam menyelesaikan pendidikan formal. Kota Bukittinggi mempunyai rata-rata lama sekolah 10,71 tahun. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa rata-rata penduduk Bukittinggi sudah menuntaskan program wajib belajar 9 tahun. 3. Angka Harapan Lama Sekolah .

Angka harapan lama sekolah didefinisikan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu dimasa mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur berikutnya. Angka harapan lama sekolah ini dihitung dari umur 7 tahun ke atas. Angka ini digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistim pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukan dalam bentuk lamanya pendidikan ( dalam tahun ) yang diharapkan akan dicapai oleh setiap anak.

Dari data tersebut terlihat kecendrungan harapan lama sekolah di Kota Bukittinggi semakin lama semakin meningkat, ini pertanda positif untuk pembangunan pendidikan di Kota Bukittinggi .

4. Pengeluaran Riil Perkapita ( Dari 96 Komoditas)

Pengeluaran perkapita merupakan indikator dalam pengukuran indek Pembangunan Manusia dari bidang ekonomi. Pendapatan rill perkapita yang disesuaikann ( daya beli) adalah merupakan suatu tolak ukur kemajuan suatu daerah. Apabila pendapatan perkapita rendah dapat dipastikan mekanisme ekonomi masyarakat di daerah tesebut masih rendah. Begitu sebaliknya jika pendapatan daerah tersebut tinggi , maka mekanisme ekonomi masyarakat di daerah tersebut juga tinggi. Tapi kita juga tahu bahwa pendapatan tersebut bukan hanya didapat dari mekanisme ekonomi saja. Banyak hal yang menyebabkan penurunan atau kenaikan pendapatan tersebut .

IPM Kota Bukittinggi tersebut merupakan IPM nomor 2 tertinggi di Propinsi Sumatera Barat. Ini artinya, kualitas pembangunan manusia di Kota Bukittinggi termasuk kategori nomor 2 tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya di Propinsi Sumatera Barat. Pengukuran/penilaian IPM ini dikategorikan atas 4 kelompok, yaitu, lebih atau sama dengan 80 dengan predikat sangat tinggi, 70 s/d 80 predikat tinggi, 70 predikat sedang dan 60-70 predikat rendah. Selama 4 tahun terakhir IPM Kota Bukittinggi dalam kategori tinggi dan selalu terdapat peningkatan.