Makalah Pembatasan Kuliah 5 Tahun

BAB I
PENDAHULUAN
Kemerdekaan bangsa Indonesia memberikan kesempatan emas bagi setiap
warga negaranya untuk membangun sebuah peradaban yang lebih maju lagi.
Peradaban yang dibangun dapat melalui sebuah pembangunan dari berbagai
sektor, seperti ideologi, ekonomi, politik, sosial, pertahanan, budaya, dan
pendidikan. Salah satu tema yang diangkat oleh penulis adalah sisi dinamika
pendidikan yang muncul di Indonesia. Pada dasarnya, pendidikan adalah soko
guru (tiang utama) dalam kemajuan pembangunan suatu negara.

Apabila

pendidikan di suatu negara baik, maka kemajuan pembangunan negara tersebut
akan baik pula, begitu pula sebaliknya.
Setiap warga negara Republik Indonesia berhak mendapatkan pendidikan
dan pengajaran sesuai yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945) pasal 31 ayat 1 dan 2 berbunyi :
1). Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan;
2). Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
untuk membiayainya.
Artinya, setiap warga mulai sejak kelompok bermain hingga bergelar

sarjana, berhak mencicipi pendidikan. Yang berarti mulai dari masyarakat bawah
hingga masyarakat atas berhak menikmati pendidikan dan merasakan sekolah.
Namun pada kenyataannya, Indonesia yang memiliki banyak daerah pedalaman
tidak semua dapat merasakan pendidikan, hanya warga negara Indonesia yang
berada daerah perkotaan saja yang dapat menikmatinya.

Melihat kenyataan

tersebut, merupakan hal yang bertentangan dengan pembukaan UUD 1945 pasal
31 ayat 1 dan 2 .
Pada jenjang perguruan tinggi, pendidikan pada tingkatan tersebut masih
banyak masalah yang menerpanya.

Anggapan masyarakat tentang perguruan

tinggi yang berbeaya yang tinggi, merupakan anggapan yang keliru. Pemerintah
saat ini sudah menerapkan kebijakan bahwa “orang yang miskin, boleh kuliah” di
perguruan tinggi negeri, maupun swasta. Semoga dengan kebijakan tersebut,

1


diharapkan potensi akademik dari segala elemen masyarakat bisa memberikan
kontribusi pembangunan negara Indonesia yang semakin maju dan makmur.
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Mendikbud) menerapkan kebijakan yang diperuntukkan bagi perguruan tinggi
saat ini yang berbau kontroversial, yakni pembatasan masa kuliah strata 1 dan
diploma IV, yang masing-masing jenjang membatasi masa kuliah maksimal
selama 5 tahun dan 4 tahun. Kebijakan tersebut mengundang reaksi negatif dari
segala elemen mahasiswa di seluruh Indonesia. Dengan segala fenomena yang
nampak, penulis berusaha menulis dan menganalisis implementasi dari peraturan
pembatasan masa kuliah tersebut.

Semoga makalah ini dapat berguna bagi

pembaca dan dengan senang hati penulis menerima kritik serta saran, apabila
makalah ini jauh dari kesempurnaan.

2

BAB II

LATAR BELAKANG
Pemerintah telah mengeluarkan undang-undang baru terkait pendidikan di
Indonesia yaitu Permendikbud No.49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Tinggi.

Peraturan ini memuat tentang jangka waktu kelulusan

maksimal bagi mahasiswa yaitu hanya dibatasi 5 tahun saja. Apabila mahasiswa
selama 5 tahun belum juga lulus dari universitas dimana dia berkuliah maka
mahasiswa tersebut akan di DO (Drop Out).
Dalam pandangan penulis, peraturan tersebut memiliki dampak yang
positif dan negatif. Dampak positif dari kebijakan baru ini yaitu negara dapat
menghemat anggaran negara yang dialokasikan untuk pendidikan di Indonesia.
Karena sebagian besar biaya pendidikan di universitas berasal dari uang negara.
Apabila masa perkuliahan dipersingkat, maka dana yang dikeluarkan untuk setiap
mahasiswa otomatis akan berkurang dari yang tahun-tahun sebelumnya. Dana
sisanya dapat dialokasikan untuk pembangunan negara, guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Selain itu mahasiswa juga aka lebih bertanggug jawab
dengan pendidikannya. Mereka akan lebih rajin dalam melakukan perkuliahan,
menjadi lebih aktif, dan kompetitif.


Karena akibat yang akan diperoleh

mahasiswa bila lulus tak sesuai target lebih tegas. Mahasiswa akan menjadi lebih
mandiri dan pada akhirnya akan terbentuk lulusan yang kompetitif, inovatif, dan
kreatif.
Namun dari semua dampak positif tadi, ada pula dampak negatif dari
kebijakan tersebut. Dampak negatif dari kebijakan tersebut yaitu mahasisiwa
menjadi tidak memiliki kebebasan penuh untuk berorganisasi. Hal ini sangat
tidak sesuai dengan jiwa anak muda yang menggebu-gebu dan umumnya
memiliki idealisme yang cukup tinggi. Padahal dalam kehidupan dunia kerja
pengalaman berorganisasi sangatlah diperlukan. Mengutip perkataan Pak Anis
Baswedan yaitu, “IPK tinggi mengantarkan kamu kepada wawancara.

Tapi

pengalaman berorganisasi akan menentukan masa depanmu lebih cerah” 1 dari
1Anonim, “Pro-Kontra Permendikbud 49, diakses
http://lem.fkt.ugm.ac.id/2014/10/pro-kontra-permendikbud-49/.


pada

7

Maret

2015,

3

perkataan tersebut, kita memahami bahwa berorganisasi itu sangatlah penting.
Karena dalam berorganisasi kita akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman
tentang leadership. Kita bisa tau bagaimana caranya menjadi seorang pemimpin
yang berhasil, mampu memenejemen waktu, melatih kita untuk lebih mandiri dan
kreatif, serta berani untuk tampil didepan umum. Namun, dengan kebijakan baru
ini waktu mahasisiwa akan banyak tersita untuk kepentingan akademik saja.
Bahkan banyak mahasiswa yang enggan untuk mengikuti organisasi karena
mereka lebih mementingkan akademik mereka. Akademik memang penting tapi
akan lebih baik apabila diimbangi dengan berorganisasi.
Namun, sebelum ada kebijakan tersebut sudah mahasisiwa yang aktif di

organisasi tapi juga bagus di akademiknya. Bahkan mereka dapat lulus hanya
dengan waktu 3,5 tahun dengan IPK yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa
sebenarnya tergantung dari setiap individu sajalah tentang bagaiman mereka
menyikapi kebijakan tersebut.

Karena sebenarnya apabila kita fokus dan

kompeten terhadap dua-duanya yaitu dalam akademik dan berorganisasi, pasti
kebijakan tersebut tidak akan menjadi permasalahan. Secara pribadi, penulis
menyetujui kebijakan pemerintah ini karena mahasiswa akan lebih dituntut untuk
lebih bertanggung jawab dengan pendidikan yang dipilihnya.
BAB III
RUMUSAN MASALAH
1.

Bagaimana asal-usul keluarnya kebijakan Permendikbud No. 49

Tahun 2014 ?
2.


Bagaimana

dampak

negatif

dari

implementasi

kebijakan

Permendikbud No. 49 Tahun 2014 ?

BAB IV
PEMBAHASAN

4

Asal-usul keluarnya kebijakan Permendikbud No. 49 Tahun 2014

Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
kebijakan tentang masa studi (kuliah) hanya di batasi selama 5 tahun. Hal ini
menimbulkan pro-kontra diantara masyarakat, khususnya mahasiswa. Banyak
mahasiswa yang mengeluhkan kebijakan ini, karena dianggap membatasi hak
mahasiswa. Kebijakan pemerintah tersebut, termasuk dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 49 Tahun 2014 pasal 17 yang
berbunyi:
1). Beban normal belajar mahasiswa adalah 8 (delapan) jam per hari atau 48
(empat puluh delapan) jam per minggu setara dengan 18 (delapan belas) sks per
semester, sampai dengan 9 (sembilan) jam per hari atau 54 (lima puluh empat)
jam

per

minggu

setara

dengan


20

(dua

puluh)

sks

per

semester;

2). Untuk memenuhi capaian pembelajaran lulusan program sebagaimana
dimaksud dalam pasal 5, mahasiswa wajib menempuh beban belajar paling sedikit
sebagai berikut :
a. 36 sks untuk program diploma satu;
b. 72 sks untuk program diploma dua;
c.

108 sks untuk program diploma tiga;


d. 144 sks untuk program diploma empat dan program sarjana;
e. 36 sks untuk program profesi;
f. f. 72 sks untuk program magister, magister terapan, dan spesialis satu;
g. g. 72 sks untuk program doktor, doktor terapan, dan spesialis dua.
3). Masa studi terpakai bagi mahasiswa dengan beban belajar sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
a.

1 (satu) sampai 2 (dua) tahun untuk program diploma satu;

b. 2 (dua) sampai 3 (tiga) tahun untuk program diploma dua;
c.

3 (tiga) sampai 4 (empat) tahun untuk program diploma tiga;

d. 4 (empat) sampai 5 (lima) tahun untuk program diploma empat dan
program sarjana;

5


e. 1 (satu) sampai 2 (dua) tahun untuk program profesi setelah menyelesaikan
program sarjana atau diploma empat;
f. 1,5 (satu koma lima) sampai 4 (empat) tahun untuk program magister,
program magister terapan, dan program spesialis satu setelah menyelesaikan
program sarjana atau diploma empat; dan
g. paling sedikit 3 (tiga) tahun untuk program doktor, program doktor terapan,
dan program spesialis dua.
4). Beban belajar mahasiswa berprestasi akademik tinggi setelah dua semester
tahun pertama dapat ditambah hingga 64 (enam puluh empat) jam per minggu
setara

dengan

24

(dua

puluh

empat)

sks

per

semester.

5). Mahasiswa yang memiliki prestasi akademik tinggi dan berpotensi
menghasilkan penelitian yang sangat inovatif sebagaimana ditetapkan senat
perguruan tinggi dapat mengikuti program doktor bersamaan dengan penyelesaian
program magister paling sedikit setelah menempuh program magister 1 (satu)
tahun.2
Di dalam peraturan tersebut, diatur sejumlah standar acuan untuk
pendidikan tinggi. Mulai dari kurikulum, kompetensi pendidikan, hingga durasi
studi.

Khusus masalah durasi inilah yang kemudian menjadi perhatian

mahasiswa. Sebab, sebelumnya masa kuliah maksimal sampai 7 tahun di kampus
negeri, namun kini berubah jadi 5 tahun, dengan jumlah SKS (Satuan Kredit
Semester) yang harus dikejar tetap sama.3 Di samping itu, ada tuntutan untuk
berorganisasi atau berlembaga yang sekarang harus dilakukan untuk mengejar
kredit poin untuk bisa menjadi sarjana. Peraturan kuliah 5 tahun ini, sedikit
bertentangan dengan apa yang dikatakan pemerintah dalam rangka pembentukan
karakter mahasiswa. Karena pengalaman yang didapat mahasiswa dalam bidang

2Anonim, “Permen 49 Tahun 2014 Tentang Standar Pendidikan Tinggi,” diakses
pada 7 April 2015, http://www.jpnn.com/read/2014/08/14/251664/Kuliah-Sarjana-PalingLama-5-Tahun-

3

Rachmadin Ismail, “Ini Aturan Soal Kuliah S1 Maksimal 5 Tahun yang
Didemo
Mahasiswa
UGM,”
diakses
pada
8
April
2015,
http://news.detik.com/read/2014/09/16/141159/2691664/10/.

6

organisasi bisa memperkaya wawasan sekaligus membentuk karakter. Tidak
semata hanya mengikuti kegiatan perkuliahan setiap harinya.
Pemerintah

memiliki

persepsi

berbeda

mengenai

kebijakan

ini.

Diantaranya, melalui Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti)
Kemendikbud Djoko Santoso dan mantan rektor Institut Teknologi Bandung
(ITB) yang mengatakan, bahwa alasan pemangkasan durasi masa studi tersebut
terkait kurikulum.4 Kurikulum pendidikan tinggi dievaluasi sacara berkala setiap
empat tahun. Karena kalau tetap menggunakan durasi tujuh tahun, mahasiswa
akan ketinggalan kurikulum. Hal ini berpotensi membuat mahasiswa mengalami
dua kurikulum yang berbeda, yakni empat tahun dan tiga tahun. Sedangkan ketika
lama kuliah dibatasi hingga lima tahun saja, ketimpangan kurikulum tidak akan
terjadi secara signifikan.
Mahasiswa yang kuliah hingga lima tahun hanya berpotensi merasakan
perbedaan kurikulum selama satu tahun pemangkasan batas maksimal kuliah itu
juga memberikan banyak dampak positif. Di antaranya, mahasiswa lebih serius
belajar selama kuliah. Biaya kuliah yang menjadi beban mahasiswa atau keluarga
juga bisa dihemat. bangku atau tempat kuliahnya juga bisa segera diisi mahasiswa
baru lagi. Semakin cepatnya arus keluar dan masuk mahasiswa di perguruan
tinggi bisa meningkatkan akses pendidikan tinggi. Sebaliknya, semakin
banyaknya mahasiswa yang lama kuliahnya bisa berdampak banyaknya antrean
masuk ke perguruan tinggi.
Pada sisi politik, kebijakan Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 perlu
dilihat dari Teori Sistem dari David Easton.5 Suatu kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah merupakan hasil atau output dari input (masukan) dan konversi
(proses). Pada proses input, dukungan dan tuntutan tak bisa dilepaskan oleh
beragam kepentingan golongan. Setelah input masuk, maka selanjutnya akan
diproses pada proses konversi. Pada proses konversi, merupakan proses yang
sangat tertutup, bahakan dapat disebut sebagai black box. Dapat disebut black
4Anonim, “Kuliah S-1 Maksimal 5 Tahun,” diakses pada
http://www.jawapos.com/baca/artikel/5789/kuliah-s-1-maksimal-lima-tahun

7 April

2015,

5Elvy Juliansyah, Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka,
2009), 25.

7

box, di karenakan oleh keabu-abuan seseorang yang benar-benar mewakili
masyarakat secara nyata. Pertanyaan yang mendasar, siapakah yang membuat
kebijakan tersebut ? Banyak orang menyangkal bahwa para dewan rakyat kita atau
wakil rakyat, mereka tidak ditunggangi kepentingan apapun. Tetapi, dalam Teori
Sistem David Easton, dijelaskan bahwa tekanan domestik ataupun internasional
berpengaruh besar dalam perumusan kebijakan.

Tekanan yang muncul bisa

terwujud dalam tuntutan atau dukungan suatu perumusan kebijakan. Melihat
kemunculan Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014, pertanyaan yang muccul saat
ini, apakah para eksekutif benar-benar mendengarkan dan memihak aspirasi
mahasiswa saat ini ?
Dampak Negatif dari Implementasi Kebijakan Permendikbud Nomor 49
Tahun 2014
Sebuah kebijakan ada dikarenakan terdapat adanya sebuah masalah yang
sekiranya belum dapat terselesaikan dan akhirnya kebijakan itu pun dikeluarkan.
Pada dasarnya, semua kebijakan memiliki nilai posistif dan negatifnya sendiri
tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Seperti halnya kebijakan yang
dikeluarkan oleh Permendikbud mengenai masa sekolah di perguruan tinggi.
Permendikbud mengeluarkan kebijakan terhadap pembatasan masa kuliah hanya 4
sampai 5 tahun bagi S1. Kebijakan yang dikeluarkan Permendibbud ini memiliki
nilai negitif yang sangat dominan dan menjadi momok menakutkan bagi
mahasiswa, terutama mahasiswa yang aktif dalam organisasi.
Kebijakan yang dikeluarkan Permendikbud nomor 49 tahun 2014 yang
pada intinya membatasi mahasiswa dalam berkarya dan berkreasi dengan dalihdalih mengirit anggaran biaya negara dan membuat mereka cepat lulus dan
mencari pekerjaan ini, memiliki dampak negatif tersendiri yaitu mahasisiwa
menjadi tidak memiliki kebebasan penuh untuk berorganisasi. Hal seperti ini,
sangatlah tidak mendukung mahasiswa dalam mengembangkan potensinya dan
pengalaman non akademiknya. Dampak yang paling parah lagi, pola pikir mereka
hanya terfokus pada nilai dan bagaimana caranya agar dalam 5 tahun ini mereka
dapat segera lulus. Salah satu caranya hanya dengan mengurangi kegiatannya

8

dalam berorganisasi atau tanpa mengikuti organisasi, sehingga mereka lebih dapat
fokus terhadap kuliah mereka dengan target 5 tahun harus lulus.
Seorang mahasiswa yang nantinya akan menjadi pelayan publik, sangat
lucu sekali jika mereka tidak pernah atau tidak mengenal dunia organisasi yang
ada di kampusnya. Sedangkan tujuan awal dari dibentuknya oraganisasi itu sendiri
yaitu untuk meningkatkan daya kreatifitas dan mengembangkan potensi yang ada
bagi setiap mahasiswa yang tidak di dapat dari proses akademik di kelas. Mereka
yang senantiasa mengikuti oragnisasi, sangat dihantui oleh masalah masa kuliah
yang hanya 5 tahun dengan jumlah SKS yang tetap. Dalam kehidupan dunia kerja
pengalaman berorganisasi sangatlah diperlukan. Mengutip perkataan Pak Anis
Baswedan yaitu, “IPK tinggi mengantarkan kamu kepada wawancara. Tapi
pengalaman berorganisasi akan menentukan masa depanmu lebih cerah” dari
perkataan tersebut, kita menyimpulkan bahwa berorganisasi itu sangatlah penting.
Bukan hanya penting, bahkan organisasi adalah sebagai kampus ke dua bagi
mahasiswa yang ingin terjun dalam dunia kerja. Karena dalam berorganisasi juga
kita akan mendapatkan pengetahuan dan pengalaman sebagai leadership. Kita bisa
tau bagaimana caranya dalam menjadi seorang pemimpin yang berhasil, mampu
memenejemen waktu, melatih kita untuk lebih mandiri dan kreatif, serta berani
untuk tampil didepan umum.

Namun, dengan kebijakan baru ini waktu

mahasisiwa akan banyak tersita untuk kepentingan akademik saja. Bahkan banyak
mahasiswa yang enggan untuk mengikuti organisasi karena mereka lebih
mementingkan akademik mereka. Akademik memang penting tapi akan lebih
baik lagi jika diimbangi dengan berorganisasi.

BAB V
KESIMPULAN & SARAN

9

A. KESIMPULAN
Kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan ( Permendikbud ) No. 49 Tahun 2014 pasal 17 tentang masa kuliah
minimal 4 tahun dan maksimal 5 tahun sangat memberikan dampak negatif bagi
mahasiswa.

Karena, mahasiswa yang sebelumnya memiliki waktu kuliah

maksimal 7 tahun di kampus negeri, namun kini berubah jadi 5 tahun, dengan
jumlah SKS (Satuan Kredit Semester) yang harus dikejar tetap sama. Sangat
beralasan

jika

nantinya

mahasiswa

tidak

akan

bisa

mengembangkan

kreatifitasnya, dan kemampuan leadership yang kurang karena mahasiswa tidak
akan mengikuti organisasi kampus maupun luar kampus karena mahasiswa
nantinya hanya akan mementingkan perkuliahan yang mau tidak mau harus
diselesaikan tepat waktu.
Merujuk pada Teori Sistem David Easton, dijelaskan bahwa tekanan
domestik ataupun internasional berpengaruh besar dalam perumusan kebijakan.
Tekanan yang muncul bisa terwujud dalam tuntutan atau dukungan suatu
perumusan kebijakan. Melihat realita yang terjadi di Indonesia dengan peraturan
sebelumnya tentang masa kuliah maksimal 7 tahun saja, banyak sekali
pengangguran dan angka kemiskinan tetap meningkat.

Bagaimana jadinya

Indonesia setelah peraturan pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan ini dilaksanakan, angka pengangguran jelas akan semakin
meningkat.
Menurut Teori Sistem David Easton, yang menjelaskan bahwa tekanan
yang muncul terkait perumusan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ini pasti sangat dipengaruhi pihak
internasional.

Bisa jadi, ini terkait kebijakan tentang Masyarakat Ekonomi

ASEAN ( MEA ) dan tentang Pasar Bebas. Karena, di Indonesia ini sangat
banyak perusahaan-perusahaan dan investor-investor asing yang pasti nantinya
akan bertambah banyak lagi setelah kebijakan MEA dan Pasar Bebas mulai
diberlakukan. Dengan masa kuliah maksimal 5 tahun yang di keluarkan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan ini, jumlah lulusan sarjana perguruan tinggi akan

10

sangat banyak dan ditambah lagi dengan jumlah pengangguran yang ada, maka
semakin banyak lah tenaga kerja di Indonesia ini. Dengan kata lain, kebijakan
yang dikeluarkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan ( Permendikbud ) No. 49 Tahun 2014 pasal 17 ini, Pemerintah
Indonesia telah menyiapkan banyak tenaga-tenaga kerja murah dan siap pakai
hasil lulusan perguruan tinggi dan sekolah menengah kejuruan ( SMK ) untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik kapitalis lokal
maupun asing guna menghadapi MEA dan Pasar Bebas.
B. SARAN
Berdasarkan analisis penulis yang sudah ditulis di atas, penulis
mengharapkan kepada pemerintah dalam hal ini sekarang Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti), agar menilai dan mengkaji
ulang Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014.

Pemerintah dalam menerapkan

suatu kebijakan yang menyangkut banyak pihak, sebaiknya di pertimbangkan
kembali tentang penerapan kebijakannya, dan hanya mengambil keputusan
sebelah pihak. Pikirkanlah kembali bagaimana nasib bangsa ini kemudian hari jika
lulusan-lulusan dari instansi pendidikan, kembalikanlah hakikat instansi
pendidikan

sebagai

instansi

yang

mencetak

intelektual-intelektual

yang

berkompeten dalam bidangnya bukannya malah sebagai penghasil tenaga kerja
yang murah dalam hal apapun. Tenaga kerja yang mayoritas merupakan masa
produktif atau anak-anak muda yang seharusnya sebagai motor penggerak bangsa
ini bukannya justru dijadikan buruh yang hanya mengakayakan sebagian
golongan di atas saja, tapi memeras tenaga dari para pekerja tersebut. Lihalah
dalam berbagai aspek bukan hanya dalam satu atau dua aspek yang hanya
menguntungkan segelintir orang dengan dalih jika tenaga kerja yang di serap
banyak angka kemiskinan akan menurun dan pengangguran berkurang. Hanya
karena mengejar angka statistik yang tidak bisa di jamin ke validasiannya sampai
mengorbankan generasi penerus bangsa ini.
KEPUSTAKAAN

11

Anonim. “Kuliah S-1 Maksimal 5 Tahun.’’ Diakses pada 7 April 2015.
http://www.jawapos.com/baca/artikel/5789/kuliah-s-1-maksimal-limatahun.
Anonim. “Permen 49 Tahun 2014 Tentang Standar Pendidikan Tinggi.” Diakses
pada 7 April 2015. http://www.jpnn.com/read/2014/08/14/251664/KuliahSarjana-Paling-Lama-5-Tahun-.
Anonim. “Pro-Kontra Permendikbud 49.’’ Diakses pada 7 Maret 2015.
http://lem.fkt.ugm.ac.id/2014/10/pro-kontra-permendikbud-49/
Elvy Juliansyah. Sistem Politik Indonesia Pasca Reformasi. Jakarta: Gramedia
Pustaka, 2009.
Rachmadin Ismail. “Ini Aturan Soal Kuliah S1 Maksimal 5 Tahun yang Didemo
Mahasiswa
UGM.”
Diakses
pada
8
April
2015.
http://news.detik.com/read/2014/09/16/141159/2691664/10/.

12