Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gizi Kurang pada Anak Balita di Kelurahan Rengas Pulau Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat

dan di setiap sudut dunia. Anak-anak menghadapi risiko paling besar untuk
mengalami gizi kurang, namun penting untuk disadari bahwa gizi kurang dapat
pula menjadi permasalahan orang dewasa khususnya manula. Sebagaimana
manifestasi di negara berkembang, keadaan gizi kurang dapat bersifat endemik
dan mengenai hampir separuh dari populasi penduduk negara tersebut. Namun
demikian, keadaan gizi kurang bukannya tidak ditemukan di negara industri,
keadaan ini terjadi pula pada berbagai kelompok kecil masyarakat dengan sebab
yang sama dan jelas seperti permasalahan di negara berkembang (Gibney, 2009).
Balita yang kurang gizi mempunyai risiko meninggal lebih tinggi
dibandingkan balita yang tidak kurang gizi. Setiap tahun kurang lebih 11 juta dari
balita diseluruh dunia meninggal oleh karena penyakit-penyakit infeksi seperti
ISPA, Diare, Malaria, Campak, dll. Ironisnya, 54% dari kematian tersebut
berkaitan dengan adanya kurang gizi (Hadi, 2005).
Data WHO tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang adalah

sekitar 27% dari populasi balita di negara-negara yang tergabung dalam SEARO
(Bangladesh, Bhutan, Korea, India, Indonesia, Maladewa, Myanmar, Nepal, Sri
Lanka, Thailand, Timor-Leste). Prevalensi gizi kurang yang tinggi yaitu lebih dari
35% terdapat di Bangladesh, India, Nepal, dan Timor-Leste dan yang rendah dari
5% yaitu Thailand (WHO, 2007).

Dari hasil Susenas dan SKRT 2003-2005 serta Riskesdas 2010, diketahui
bahwa persentase balita gizi kurang di Indonesia tahun 2003 sebesar 20%, tahun
2005 sebesar 19%, dan tahun 2007 sebesar 13%. Dapat dilihat bahwa tingkat
persentase balita gizi kurang di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke
tahun (Profil Kesehatan Indonesia, 2009).
Prevalensi nasional gizi buruk pada balita adalah 5,4% dan gizi kurang
pada balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk pencapaian program perbaikan
gizi (20%) maupun target MDGs pada tahun 2015 (18,5%) telah tercapai pada
tahun 2007 (Riskesdas, 2007).
Secara nasional, sepuluh kabupaten/kota dengan prevalensi gizi buruk dan
gizi kurang pada balita tertinggi berturut-turut adalah Aceh Tenggara (48,7%),
Rote Ndao (40,8%), Kepulauan Aru (40,2%), Timor Tengah Selatan (40,2%) di
wilayah Nusa Tenggara Timur, Simeulue (39,7%), Aceh Barat Daya (39,1%),

Mamuju Utara (39,1%), Tapanuli Utara (38,3%), Kupang (38%), dan Butu
(37,6%) (Riskesdas, 2007).
Secara nasional, sudah terjadi penurunan prevalensi kurang gizi (BB/U)
pada balita dari 18,4% pada tahun 2007 menjadi 17,9% pada tahun 2010.
Penurunan terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% pada tahun 2007
menjadi 4,9% pada tahun 2010. Tidak terjadi penurunan pada prevalensi gizi
kurang, yaitu tetap pada 13,0% (Riskesdas, 2010).
Berdasarkan survei PSG (Pemantauan Status Gizi) tahun 2005-2007,
diketahui bahwa prevalensi balita gizi kurang di Sumatera Utara tahun 2005

sebesar 15,78%, tahun 2006 sebesar 20,82%, dan tahun 2007 sebesar 18,8%.
Prevalensi balita dengan gizi kurang terendah di Kabupaten Samosir yaitu 7,2%
dan yang tertinggi di Kabupaten Nias yaitu 21,1%. Ada 8 kabupaten/kota yang
mempunyai prevalensi gizi buruk dan gizi kurang sudah di bawah 20%, yaitu
Toba Samosir, Dairi, Karo, Langkat, Samosir, Kota Pematang Siantar, Medan,
dan Padang Sidempuan. Target program perbaikan gizi nasional tahun 2015 yaitu
menurunkan prevalensi gizi buruk dan kurang maksimal 20% (Profil Kesehatan
Sumatera Utara, 2008).
Prevalensi gizi kurang pada balita di Kota Medan berdasarkan berat badan
menurut umur (BB/U) di Kota Medan tahun 2009 yaitu 10,3% dan prevalensi gizi

buruk pada balita di Kota Medan yaitu 1,9%. 9Sedangkan tahun 2013, prevalensi
gizi kurang sebesar 14,1% (Sugimah, 2009).
Berdasarkan data Puskesmas Terjun pada tahun 2008, diketahui dari 1742
balita yang ditimbang terdapat 36 balita (2,07%) yang mengalami gizi buruk dan
187 (10,7%) balita yang mengalami gizi kurang. Tahun 2011, diketahui terdapat
81 kasus gizi buruk dan kurang di Puskesmas Terjun.

2.1

.
Rumusan Masalah
Belum diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi kurang pada

anak balita di Kelurahan Rengas Pulau wilayah Kecamatan Medan Marelan tahun
2012.

3.1

Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi kurang
pada anak balita di Kelurahan rengas Pulau wilayah Kecamatan Medan Marelan
tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui status gizi pada anak balita di wilayah kecamatan Medan
Marelan
b. Mengetahui karakteristik pada anak balita
c. Mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan status gizi pada anak balita
d. Mengetahui hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi pada anak balita
e. Mengetahui hubungan penghasilan keluarga dengan status gizi terhadap
anak balita
f. Mengetahui hubungan jumlah anak dengan status gizi terhadap anak balita
g. Mengetahui hubungan penyakit diare selama 1 bulan terakhir dengan
status gizi terhadap anak balita
h. Mengetahui hubungan penyakit ISPA selama 1 bulan terakhir dengan
status gizi terhadap anak balita
i. Mengetahui hubungan konsumsi obat cacing (antelmintik) selama 6 bulan
terakhir dengan status gizi pada anak balita


4.1

Manfaat Penelitian
a. Sebagai bahan masukan dan referensi bagi peneliti selanjutnya
b. Sebagai bahan masukan bagi pengelola program penanggulangan gizi
buruk maupun gizi kurang
c. Sebagai bahan masukan dan menambah wawasan dan pengetahuan bagi
penulis