Perkembangan Fakultas Theologi Menjadi Sekolah Tinggi Theologi HKBP 1954-1978

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting
bagi pemerintah Belanda karena gama Kristen mengajarkan perdamaian. Oleh karena
itu, penyebaran agama Kristen dinilai dapat mengurangi perlawanan masyarakat
Indonesia khususnya di Tanah Batak terhadap pemerintahan Belanda. Kristenisasi
awalnya dilakukan oleh zending-zending 2 barat ke Indonesia khususnya Tanah Batak
(Tapanuli) 3, yaitu lembaga Pekabaran Injil Baptis di Inggris tahun 1820. Kemudian
zending Amerika, tahun 1834. Setelah itu masuk Zending Ermello dari kota Ermello,
Belanda, yang tiba di Sumatera Mei 1856 dan berpos di Sipirok, tahun 1857.
Kristenisasi yang selanjutnya adalah RMG 4 dari Jerman. Fabri, salah seorang tokoh
pimpinan RMG pergi ke Negeri Belanda untuk menemui pemerintah Belanda agar
mengizinkan missionarisnya ke Tanah Batak menyebarkan agama Kristen. Sebelum
1

Usaha yang dilakukan untuk menjadikan penganut (pemeluk) agama Kristen; menjadikan
Kristen.
2
Istilah Zending digunakan bagi Badan Penginjilan Protestan, sedangkan Zendeling digunakan untuk
menyebut Pendeta – pendeta Protestan dalam melakukan penyebaran agam Kristen Protestan. Jan S.

Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen Di Tanah Batak, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988, hlm, 3.
Untuk seterusnya istilah-istilah ini akan digunakan untuk menyebutkan Pendeta – pendeta Protestan
dan Badan yang mengutus mereka.
3
Tanah Batak yang dimaksud di sini adalah mencakup wilayah masyarakat Batak Toba (Silindung,
Toba, Samosir, Humbang).
4
Rheinische Missions Gesselschaft (RMG) adalah badan Zending asal Jerman yang menyebarkan
agama Kristen. J.R. Hutauruk, Lahir, Berakar dan Bertumbuh di Dalam Kristus. Sejarah 150 Tahun
HKBP: 7 Oktober 1861 – 7 Oktober 2011, Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2011, hlm. 35.

Universitas Sumatera Utara

menemui Pemerintah Belanda, RMG sudah mendatangi wilayah yang akan menjadi
tempat penyebaran injil RMG. Pemerintah Belanda pun mengizinkan zending RMG
melakukan tugasnya di Tanah Batak dan bekerja sama dengan zending Ermelo.
Pada 7 Oktober 1861, missionaris RMG dan Ermelo melakukan rapat pembagian
tugas. Dari hasil rapat tersebut diambil keputusan pembagian tugas dan tempat kerja
masing-masing missionaris dalam menyebarkan agama Kristen. Betz mendapat tugas
di Bungabondar, Klammer di Sipirok, sedangkan Heine dan Van Asselt di Pangaloan.

Tanggal pembagian tugas inilah yang kemudian dicatat sebagai hari jadi atau lahirnya
HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). 5
Untuk memudahkan penyebaran agama Kristen, maka missionaris belajar tentang
sistem sosial, politik, budaya, agama. Perjumpaan masyarakat batak dengan Zending
RMG mengalami perubahan dalam beberapa hal, seperti : kepercayaan yang mereka
anut lambat laun mereka tinggalkan, kemudian menganut agama Kristen, yang
dulunya orientasi masyarakat batak adalah kehidupan pertanian anak-anak mereka
akan menjadi sumber rejeki dalam mengolah sawah, namun seiring masuknya
zending diperkenalkanlah tehnik-tehnik pertanian modern. Kristenisasi di Tanah
Batak semakin meluas. 6Pada tanggal 23 juni tahun 1862 RMG mengirim kembali
misionaris yang bernama Ingwer Ludwig Nommensen, I.L Nommensen adalah orang
yang sangat berperan penting dalam sejarah perkembangan HKBP. Zending RMG di

5

End, Van Den, Harta Dalam Bejana – Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1982, hlm. 175.
6

Jan S Aritonang, op.cit., hlm 7.


Universitas Sumatera Utara

bawah pimpinan I.L. Nommensen merasakan perlunya pendeta Batak, orang pribumi
yang lebih cocok untuk melayani sebagai pendeta bagi orang Kristen Batak itu sendiri
untuk memenuhi keinginan itu para misionaris ini melakukan pendekatan terutama
melalui pendidikan.
Pendekatan

lewat

pendidikan

diawali

dengan

perkenalan

terhadap


pengetahuan umum yang diikuti dengan pendidikan agama Kristen. Salah satu yang
dapat dilihat bahwa semangat penginjilan oleh para misionaris tempo dulu telah
membawa pengaruh dalam dunia pendidikan yang mampu membebaskan dari
kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan.
Kehadiran

pendidikan

di

Indonesia

khususnya

di

Tanah

Batak,


dilatarbelakangi oleh penginjilan para misionaris di daerah Tanah Batak dan
sekitarnya. Hal itu berlangsung dengan pengembangan pendidikan. Peranan
pendidikan ini sangat besar dalam proses penginjilan dan pada masa tertentu
membawa perubahan dan transformasi sosial di tengah masyarakat Batak sendiri,
maupun di tengah masyarakat yang lebih luas.
Titik awal pendidikan di Tanah Batak pada umumnya berlangsung secara
bersamaan dengan aktivitas penginjilan dari lembaga-lembaga zending itu sendiri.
Hal itu terjadi karena para misionaris telah diinstruksikan untuk membuka sekolah
teologi, dan untuk itu mereka sudah dibekali dengan pedagogi teoritis maupun
praktis. 7 Sekolah-sekolah yang didirikan para misionaris telah melahirkan putra-putri
terbaik orang Batak. Putra – putri hasil dari didikan misionaris inilah kemudian
7

Ibid., hlm. 26.

Universitas Sumatera Utara

menjadi generasi sulung yang merantau ke berbagai penjuru tanah air setelah
mendapat pendidikan terbaik di Tanah Batak.

Di samping itu, sejak masuknya Injil di Tanah Batak, pendidikan merupakan
salah satu pilar yang paling menentukan dalam penyebaran Injil oleh para misionaris.
Karena itu kalau diperhatikan sejak datangnya para misionaris, pendidikan
berkembang dengan pesat, hampir di setiap gereja yang didirikan oleh para misionaris
juga didirikan sekolah untuk mendidik masyarakat pribumi. 8
HKBP semakin terpanggil untuk melayani jemaat dan untuk membangun
pendidikan ditengah – tengah bangsa Indonesia yang semakin maju. Sehingga dalam
Sinode Agung HKBP tahun 1952 diputuskan bahwa HKBP akan mendirikan
universitas. 9Sinode Agung menerima usulan tersebut dan membentuk suatu Panitia
Persiapan Pendirian dengan jangka waktu kerja satu tahun. Pada Sinode Agung tahun
1953, panitia ini bertugas melaporkan hasil kerja yang kemudian diterima dan
disahkan oleh pimpinan HKBP pada sinode tersebut. Selama dua tahun bekerja,
panitia tersebut mempersiapkan alat-alat perlengkapan yang dibutuhkan yaitu
kompleks universitas (gedung untuk ruangan kuliah termasuk didalamnya perumahan
staf pengajar) di bekas Kompleks Rumah Sakit Pantoan milik Marjanji Estate
Pematang Siantar, yang dibeli karena konsesinya telah berakhir. 10
Pada tanggal 7 Oktober 1954 berdirilah Universitas HKBP Nommensen di

8


Ibid., hlm. 28.
J.R. Hutauruk, op.cit., hlm. 210.
10
Wawancara, dengan Jubil Raplan Hutauruk, Kompleks Pemda Tk II Jalan Flamboyan I,
Medan, 30 Mei 2016

9

Universitas Sumatera Utara

Pematangsiantar dengan Fakultas Teologi sebagai Fakultas perdana bertujuan untuk
mendidik calon Pendeta HKBP dan Gereja pendukungnya di Sumatera Utara.
Pendirian Universitas HKBP Nommensen (UHN) di Pematangsiantar merupakan
tingkat kepedulian HKBP yang berperan dalam bidang sosial masyarakat. Alasan
berdirinya Universitas HKBP Nommensen di Pematangsiantar dikarenakan Kota
Pematangsiantar sebagai kota transit untuk wilayah Sumatera Utara dan kota yang
mulai berkembang pasca Indonesia merdeka. Selain itu, menandakan bahwa Gereja
dan lembaga pendidikannya (Theologi) ikut dalam arus kemajuan masyarakat, bangsa
dan negara.
Sejak tahun 1883 sampai tahun 1941, seminari yang didirikan oleh missionaris

dibuka secara berkesinambungan ditengah-tengah masyarakat. Setelah berdirinya
Universitas HKBP Nommensen, sekolah theologi menengah di Sipoholon
dipindahkan ke Pematangsiantar dan siswa-siswanya menjadi Mahasiswa Fakultas
Theologi. Fakultas Theologi Universitas HKBP Nommensen berperan sebagai
lembaga pendidikan pendeta bagi Gereja HKBP dan Gereja pendukungnya di
Sumatera Utara.11 Dengan dibukanya Fakultas Theologi di Universitas ini, Sekolah
Pendeta di Seminari Sipoholon ditutup dan dipindahkan ke Pematangsiantar.
Pada Sinode Godang HKBP 23-27 Januari 1978 di Seminari Sipoholon,
No.36/SG/78. Fakultas Theologi Universitas HKBP Nomensen diubah menjadi STTHKBP dengan alasan agar pendidikan para calon pendeta lebih dekat kepada Gereja
HKBP. Segala fasilitas dari Fakultas Theologi Universitas HKBP Nommensen
11

J.R. Hutauruk, loc. cit.

Universitas Sumatera Utara

dialihkan menjadi milik STT-HKBP. 12 Demikianlah STT-HKBP hingga kini menjadi
suatu lembaga pendidikan theologi HKBP, yang bertujuan untuk mempersiapkan para
calon pendeta bagi HKBP dan bagi Gereja-gereja Protestan lain di Indonesia.
Penulis mengangkat judul penulisan ini karena Fakultas Theologi merupakan fakultas

pertama yang berdiri di Universitas HKBP Nommensen yang pada tahun 1954
merupakan tahun awal berdirinya sebuah Universitas di Pematangsiantar. Oleh sebab
itu penulis tertarik untuk melakukan penulisan mengenai perkembangan Fakultas
Theologi Universitas HKBP Nommensen.
Skop temporal penelitian ini diawali pada tahun 1954 hingga 1978. Penetapan tahun
1954 sebagai awal penelitian adalah untuk mengkaji tonggak awal pendirian
Universitas HKBP Nommensen dengan Fakultas Theologia sebagai fakultas
perdananya. Batas akhir penelitian pada tahun 1978 merupakan tahun yang penting
bagi Fakultas Theologi karena pada tahun ini Fakultas Theologia berkembang
menjadi Sekolah Tinggi Theologi HKBP. Perkembangan yang dapat kita lihat dari
sebuah fakultas menjadi sekolah tinggi yaitu dari peningkatan mutu pendidikan guna
melahirkan pendeta bagi HKBP dan Gereja - gereja Protestan lain di Indonesia. Maka
dari penjelasan tersebut diangkatlah penelitian berjudul "Perkembangan Fakultas
Theologi Universitas HKBP Nommesen menjadi STT HKBP (1954-1978).

12

Ibid., hlm. 211.

Universitas Sumatera Utara


1.2 Rumusan Masalah
Dalam tulisan ini penulis mengkaji masalah yang berhubungan dengan
Perkembangan Fakultas Theologi Universitas HKBP Nommesen menjadi STT HKBP
(1954 - 1978). Untuk membatasi permasalahan yang dikaji maka penulis membatasi
masalah dalam beberapa pertanyaan, antara lain:
1. Bagaimana keadaan pendidikan theologi sebelum 1954?
2. Bagaimana sejarah berdirinya Fakultas Theologi Universitas HKBP
Nommensen 1954 di Pematangsiantar?
3. Bagaimana perkembangan Fakultas Theologi menjadi Sekolah Tinggi
Theologi tahun 1954 – 1978 di Pematangsiantar?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan pokok pemikiran di atas, terdapat tujuan yang hendak dicapai
oleh penulis yaitu merupakan jawaban dari masalah-masalah yang dirumuskan
sebelumnya antara lain:
1. Menjelaskan keadaan pendidikan theologi sebelum tahun 1954.
2. Menjelaskan sejarah berdirinya Universitas HKBP Nommensen pada tahun
1954 di Pematangsiantar.
3. Menjelaskan perkembangan Fakultas Theologi menjadi Sekolah Tinggi

Theologi pada tahun 1954 – 1978 di Pematangsiantar.

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan antara lain sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

1. Penulis mengaharapkan tulisan ini dapat menjadi landasan untuk tetap
mempertahankan peranannya sebagai lembaga pendidikan baik secara religius
maupun pengetahuan umum.
2. Sebagai tambahan literatur kepustakaan yang dapat dimanfaatkan bagi
perkembangan dunia pendidikan, khususnya ilmu sejarah dalam hal sejarah
pendidikan
3. Sebagai sarana infomasi bagi pihak yang berkepentingan dalam penelitian
lebih lanjut mengenai Universitas HKBP Nommensen baik dari pihak
perguruan tinggi itu sendiri maupun masyarakat umum.

1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, selain akan melakukan penelitian ke lapangan dan
wawancara, peneliti juga menggunakan beberapa sumber tertulis dan literature
kepustakaan berupa buku-buku dan laporan sebagai bentuk studi kepustakaan yang
akan dilakukan selama penelitian. Ada banyak kajian tentang pendidikan Kristen,
terutama tentang perkembangan teologi.
Adapun buku-buku yang peneliti gunakan sebagai acuan tinjauan pustaka ini
antara lain adalah J.R Hutauruk dalam Tuhan Menyertai UmatNya. Garis-garis besar
Sejarah 125 tahun HKBP : 7 Oktober 1861 – 1986. Pearaja Tarutung: Kantor Pusat
HKBP, 1986. Dalam buku ini menjelaskan HKBP sebagai Gereja yang mendirikan
sekolah-sekolah pendeta yang didirikan untuk kebutuhan jemaat pada awalnya serta
menceritakan bagaimana latar belakang dan perkembangan Sekolah Tinggi Theologi

Universitas Sumatera Utara

HKBP dimulai dari pelayanan pekabaran Injil di Tanah Batak, dan yang semakin
lama berkembang pesat dimulai dari seminari di Sipirok tepatnya di daerah
Parausorat, Seminari Pansur Napitu, Seminari Sipoholon sampai kepada Fakultas
Teologi Universitas HKBP Nommensen yang pada akhirnya memisahkan diri
menjadi Sekolah Tinggi Theologi. Bahasan lain dalam buku ini adalah menguraikan
secara jelas Sejarah Pekabaran Injil di tengah-tengah masyarakat Batak yang diawali
dari sejarah penginjilan oleh para penginjil Barat dari Lembaga Pekabaran Injil
Rheinische Missionsgesselschaft.
Selain itu kajian lain adalah Uli Kozok, dalam Utusan Damai di Kemelut
Perang – Peran Zending dalam Perang Toba. Mengulas perjalanan seorang zending
Nomensen di Tanah Batak. Uli kozok lebih menjelaskan perjumpaan para zending
dengan masyarakat Batak Toba. Uli Kozok menulis peran Misi Protestan Jerman
dalam sejarah Tanah Batak dan dalam perkembangan masyarakatnya. Melalui
dokumen-dokumen otentik (surat-surat dan artikel para misionaris), Uli Kozok
membuktikan

bahwa

para

misionaris

meminta

Pemerintah

Belanda

agar

menganeksasi daerah Silindung dan Toba, bahkan ikut sendiri secara fisik dalam
Perang Batak I, pada tahun 1878. Uli Kozok menuliskan secara rinci pengalaman
para penginjil (zending) di Tanah Batak. Dia menuliskan sejarah masuknya injil ke
Tanah Batak, melalui tokoh-tokoh. Buku ini secara beruntun memaparkan tokohtokoh yang pernah menginjakkan kakinya di Tanah Batak.

Universitas Sumatera Utara

O.H.S Purba, Elvis Purba dalam Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara:
Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1998. Di dalam buku ini secara detail menjelaskan
motip, sebab dan akibat perpindahan penduduk dari dataran tinggi toba ke luar
Tapanuli Utara. Bagi etnis Toba migrasi ini adalah perpindahan keluar dari desa
asalnya yang dimotivasi oleh nilai-nilai 3H, Hamoraon, Hagabeon dan Hasangapon.
Hal yang menyebabkan orang batak Toba pindah ke luar Tapanuli adalah, kehadiran
kolonial Belanda di Tanah Batak. Juga menjelaskan bagaimana peran missionaris
Jerman yang pada waktu itu juga ikut melebarkan misi penginjilannya keluar dari
Tapanuli Utara seperti ke wilayah Simalungun. Dimana kehadiran para missionaris
ini membawa pengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat setempat. Selain
itu dalam buku ini juga dijelaskan keadaan orang batak Toba diluar Tapanuli Utara
dimulai dari masa kolonial, masa pendudukan Jepang dan masa revolusi kemerdekaan
J.R Hutauruk dalam Kemandirian Gereja: Penelitian Historis-Sistematis
Tentang Gerakan Kemandirian Gereja di Sumatera Utara Dalam Kancah
Pergolakan Kolonialisme dan Gerakan Kebangsaan di Indonesia, 1899-1942,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992. Buku ini menjelaskan bagaimana Gereja Batak
menuju kemerdekaannya terlepas dari pengaruh bangsa barat. Selain itu juga
menjelaskan kemandirin Gereja Batak dilihat dari segi historis.
Jan S. Aritonang dalam bukunya Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak,
1988 yang menjelaskan secara rinci awal penyebaran agama Kristen di Tanah Batak.
Dimana para Zending ini awalnya mendirikan pendidikan formal sejak awal kiprah

Universitas Sumatera Utara

mereka yakni supaya anak-anak yang belum beragama Kristen supaya menganut
agama Kristen dan orang-orang yang mereka injili dapat dapat membaca Alkitab dan
literatur-literatur kristiani lainnya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Batak.
Hingga sampai didirikannya sekolah-sekolah teologi yang berawal dari Seminari
Pansurnapitu, Seminari Sipoholon sampai kepada didirikannya Universitas HKBP
Nommensen. Bagaimana perjumpaan orang Batak dengan Zending. Khususnya RMG
dibidang pendidikan.
1.5 Metode Penelitian
Dalam penulisan sejarah yang ilmiah, pemakaian metode sejarah yang ilmiah
sangatlah penting. Metode penelitian sejarah lazim disebut dengan metode sejarah.
Metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksana atau petunjuk teknis. 13
Sejumlah sistematika penulisan yang terangkum di dalam metode sejarah sangat
membantu setiap penelitian di dalam merekonstruksi kejadiann pada masa yang telah
berlalu.
Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang deskriptif analitis haruslah melalui
tahapan demi tahapan, yaitu:
Tahap pertama heuristik (pengumpulan sumber) yang sesuai dan mendukung
sumber objek yang diteliti. Dalam hal ini dengan menggunakan metode penelitian
kepustakaan dan penelitian lapangan. Dalam penelitian kepustakaan dilakukan

13

Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ar-Ruz Media Group,
2007, hlm. 53.

Universitas Sumatera Utara

dengan mengumpulkan beberapa buku, dan skripsi yang pernah ditulis sebelumnya
berkaitan dengan judul yang dikaji. Kemudian penelitian lapangan akan dilakukan
dengan menggunakan metode wawancara terhadap Dosen Fakultas Theologi, Dosen
STT HKBP, serta alumni dari Fakultas Thelogi memberikan informasi yang
dibutuhkan dalam penulisan ini. Tahapan kedua yang dilakukan adalah kritik. Dalam
tahapan ini kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari
kesahihan sumber tersebut baik dari segi substansial (isi) yakni dengan cara
menganalisis sejumlah sumber tertulis misalnya buku-buku atau dokumen. Kritik ini
disebut kritik intern. Mengkritik dari segi materialnya untuk mengetahui keaslian atau
palsukah sumber tersebut agar diperoleh keautentikannya, kritik ini disebut kritik
ekstern.
Tahapan ketiga adalah interpretasi, dalam tahapan ini data yang diperoleh
dianalisis sehingga melahirkan satu analisis yang baru yang sifatnya lebih objektif
dan ilmiah dari objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta
minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan
dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang
objektif.
Tahap terakhir adalah historiografi, yakni penyusunan kesaksian yang dapat
dipercaya tersebut menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha
memperhatikan aspek kronologisnya. Metode yang dipakai dalam penulisan ini
adalah deskriptif analitis. Yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta yang ada
untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis dan ilmiah.

Universitas Sumatera Utara

Dalam perkembangan penelitian dan penulisan sejarah terutama abad ke-20
dan ke-21 ini para sejarawan telah membiasakan diri mengenal dan menggunakan
sejumlah konsep-konsep, baik yang dikenal dari dalam lingkungan sejarah sendiri
maupun yang diangkat dari ilmu-ilmu sosial lain. Ketika menganalisis berbagai
peristiwa atau fenomena masa lalu, sejarawan menggunakan konsep-konsep dari
berbagai ilmu sosial tertentu yang relevan dengan pokok kajian. Ini dikenal dengan
pendekatan interdisiplin atau multidimensional yang memberikan karakteristik
“ilmiah” kepada sejarah. Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial lain ini
memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga
pemahaman tentang masalah itu, baik keluasaan maupun kedalamannya, akan
semakin jelas. 14

14

Ibid. hal. 303-304.

Universitas Sumatera Utara