Asuhan Keperawatan pada An.R dengan prioritas Masalah Hambatan mobilitas fisik pada pasien Fraktur Distal Humeri Dextra di RSUD Dr.Pirngadi Medan
BAB II
PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Hambatan Mobilitas
Fisik Pada Pasien Fraktur.
a) Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinius tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir dan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya, juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak,
pendarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya
yang didebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.(brunner & sunddarth,
2001)
b) Jenis Fraktur
Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal). Fraktur tidak komplet, patah
hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. Fraktur tertutup (fraktur
simple)
tidak
menyebabkan
robeknya
kulit.
Fraktur
terbuka
(fraktur
komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran
mucosa sampai ke patah tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi: grade I dengan
luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya: grade II luka lebih luas tanpa kerusakan
jaringan lunak yang ekstensi: dan grade III, yang sangat terkontamisasi dan
mengalami kesusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.
Fraktur juga di golongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang- fraktur
bergeser/tidak bergerser. (brunner & sunddarth, 2001).
c) Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstremitaas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobolisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Universitas Sumatera Utara
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) buaknnya tetap rigid seperti
normalnya. Pegeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba)ekstermitas yang bisa diketahui dengan mitas
tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada
intergitas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tanggan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat.)
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti farktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur impaksi (permukaan patahan saling
terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik,
dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera
pada daerah tersebut.
d) Penatalaksanaan kedaruratan.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan binggung, tidak
menyadari adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah.
Maka bila dicurigai adanya frkatur, penting untuk mengibolisasi bagian tubuh
segera sebelum pasien yang mengalami cedera harus dipindakhan dari kendaraan
sebelum dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga di atas dan di bawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen
jaringan lunak,dan perdarahan lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerak fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
Universitas Sumatera Utara
tulang.
Daerah
yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ekstremitas yangb sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ekstremitas atas, lengan
dapat dibebatkan ke dada,atau lengan bawah yang cederaharus dikaji untuk
menentukan
kecukupan perfusi jaringan
perifer.
Pada fraktur terbuka, luka di tutup dengan pembalut besih(steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka
pasangalah bidai sesuai dengan luka.
pada bagian gawat darurat, pasien dievakuasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari
sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus di potong pada sisi cidera. Ekstrmitas
sebisa mungkin jangan sampai digerakan untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut.(brunner&sunddarth,2001)
e) Perawatan pasien Fraktur tertutup
Pasien dengan fraktur tertutup sederhana hasur diusahakan untuk kembali ke
aktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian
kekuatan penuh dan mebilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulanbulan. Pasien diajari bagaimana mengontrol pembengkakan dan nyeri sehubungan
dengan frkatur dan trauma jaringan lunak. Mereka didorong untuk aktif dalam
batas imobilitas fraktur. Tirah baring diusahakan seminimal mungkin. Latihan
segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang sehat dan untuk
meningkatkan kekuatan otot yang dibutuhkan untuk pemindahan dan untuk alat
mengunakan alat bantu (mis, tongkat, walker). Pasein di ajarakan mengenai
bagaimana mengunakan alat tersebut dengan aman. Perencanan dilakukan untuk
membantu pasien menyesuaikan linkungan rumahnya sesuai kebutuhan dan
bantuan keamanan pribadi, bila perlu. Pengajaran pasien meliputi perawatan-diri,
informasi dan obat-obatan, pemantauan kemungkinan potensial masalah, dan
perlunya melanjutkan supervisi perawatan kesehatan.(brunner & sunddarth, 2001)
Universitas Sumatera Utara
f) Fraktur Batang Humerus
Fraktur batang humerus paling sering disebabkan oleh, trauma lansung yang
mengakibtkan fraktur transversal,oblik,atau kominutuf atau gaya memutar tak
langsung yang menghasilkan fraktur ini. Limpuh pergelangan tangan merupakan
petunjuk adanya cedera saraf radalis. Pengkajian neurovaskuler awal sangat
penting untuk membedakan antara trauma
akibat cedera dan komlikasi akibat
penanganan.
Fraktur humerus distal diakibatkan kecelakan kendaran bermotor, jatuh
dengan siku menumpu (dengan posisi ekstensi atau fleksi), atau hantaman
langsung. Fraktur ini dapat mengakibatkan kerusakan saraf akibat cedera pada
saraf medianus, radialis, atau ulnalis. Pasien dievaluasi adanya parestesia dan
tanda gangguan peredaran darah pada lengan bawah dan tangan. Komplikasi
paling serius pada fraktur suprakondiler humerus adalah kontraktur iskemik
volkmann, yang terjadi akibat pembengkakan antekubital dan kerusakan arteri
brakhialis.
perawat harus:
• Mengobservasi tangan mengenai adanya pembengkakan, warna kulit,
pengisian kapiler dasar kuku, dan temperatur. Tangan yang sakit dan yang
sehat dibandingkan.
• Mengkaji deyut nadi radialis.
• Mengkaji adanya parestesia (kesemutan dan terbakar) pada tangan, karena
kemungkinan menunjukan adanya cedera saraf atau iskemia yang
mengancam.
• Secara langsung mengukur tekanan jaringan sesuai resep.
• Melaporkan indikasi adanya gangguan fungsi saraf atau gangguan perfusi
peredaran darah segera sebelum terjadi kerusakan yang tak dapat diperbaiki
mungkin perlu dilakukan fasiotomi.
a) Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
Universitas Sumatera Utara
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan
untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengibolisasi fraktur.(brunner & sunddarth,
2001)
2.2.1 Konsep Dasar Mobilisasi
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Hidayat,
2009).
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup aktivitasnya guna
mempertahankan kesehatanya (Hidayat, 2006).
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas
dan merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca
bedah, mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi
fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan
demikian mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi
fisiologi (Carpenito, 2000).
Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi
pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama
pengguanaan alat bantu eksternal (mis, gips atau traksi rangka), pembatasan
gerakan volunter atau kehilangan fungsi motorik.
b) Jenis Mobilisasi
Berdasarkan jenisnya, menurut (Hidayat, 2009) mobilisasi terbagi atas dua
jenis, yaitu:
1. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
Universitas Sumatera Utara
2. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak
mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
c) Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
Mobilisasi seseorang
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Hidayat,
2009) diantaranya :
1. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari.
2. Proses penyakit/cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan.
4. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup
5. Usia dan status perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda.
Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan
dengan perkembangan usia.
2.2.4 Rentang Gerak dalam Mobilisasi
Menurut (Carpenito, 2000) mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1. Rentang Gerak Pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang Gerak Aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
Universitas Sumatera Utara
3. Rentang Gerak Fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan.
d) Mobilisasi Selama fraktur
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur
pada ekstremitas, dan sebagainya. Jenis imobilitas antara lain: (Hidayat,2009)
1. Imobilitas fisik, merupakan kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan
fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual, merupakan kondisi yang disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus
kerusakan otak.
3. Imobilitas emosional, merupakan kondisi yang dapat terjadi akibat proses
pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
4. Imobilisasi sosial, merupakankondisi individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga
mempengaruhi perannya dalam kehidupan social.
e) Masalah Bila Tidak Melakukan Mobilisasi fraktur humerus
Masalah imobilitas dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi
fisik maupun psikologis.Secara psikologis, imobilitas dapat menyebabkan
penurunan motivasi, kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah, dan
perubahan konsep diri.Selain itu kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian
antara emosi dan situasi, perasaan tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian
yang diekspresikan dengan perilaku menarik diri, dan apatis. Sedangkan dari segi
fisik, imobilisasi dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan pada
metabolisme, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan pengubahan zat
gizi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan system pernafasan, perubahan
kardiovaskular, perubahan system musculoskeletal, perubahan system integumen,
perubahan eliminasi, dan perubahan perilaku.
f) Tingkat Mobilisasi fraktur humerus
Universitas Sumatera Utara
1. Imobilitas komplet, dimana imobilitas ini dilakukan pada individu yang
mengalami gangguan tingkat kesadaran.
2. Imobilitas parsial, dimana imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami
fraktur ekstremitas bawah (kaki).
3. Imobilitas karena alasan pengobatan, dimana imobilitas ini dilakukan pada
individu yang menderita gangguan pernapasan (misalnya, sesak napas) atau pada
penderita penyakit jantung. Pada kondisi tirah baring (bedrest) total, klien tidak
boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak boleh berjalan ke kamar mandi atau
duduk di kursi. Akan tetapi, pada tirah baring bukan total, klien masih
diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi atau
duduk di kursi.
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Masalah Mobilisasi.
1
Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,
verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Tujuan dari pengkajian adalah
menetapkan data dasar tentang kebutuhan, masalah kesehatan, tujuan, nilai, dan
gaya hidup yang dilakukan klien (Potter & Perry, 2005).Dalam melakukan
pengkajian diperlukan keahlian atau skill seperti wawancara, pemeriksaan fisik,
dan observasi.Hasil pengumpulan data kemudian diklasifikasikan dalam data
subjektif dan objektif (Tarwoto & Wartonah, 2006)
Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilisasi dan imobilisasi adalah
sebagai berikut (Hidayat, 2006) :
1. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasein saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan/gangguan dalam mobilisasi , seperti adanya nyeri, kelemahan otot,
kelelahan, tingkat mobilisas, daerah terganggunya mobilisasi dan , dan lama
terjadinya gangguan mobilisasi.
2. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
mobilisasi, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit
kardiovaskuler, riwayat sistem muskuloskeletal, riwayat sistem pernafasan,
riwayat pemakaian obat, seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat.
Universitas Sumatera Utara
3. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri
untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
4. Kamampuan Mobilisasi
Pengkajian mobilisasi dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan
gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan.
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingkat Mobilitas
Kategori
Tingkat 0
Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1
Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2
Memerlukan bantuan, atau pengawasan orang
lain
Tingkat 3
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
peralatan
Tingakat 4
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan
5.
Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah
seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal, dan
transversal. Mobilisasi sendi di setiap potongan dibatasi oleh ligament,
otot,dankonstruksi sendi. Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan
pertanyaandan mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang kekakuan
sendi,pembengkakan, nyeri, keterbatasan gerak, dan gerakan yang tidak sama
(Potter dan Perry, 2005).
Gerak sendi
Derajat Rentang
Normal
Bahu
Abduksi : Gerakan lengan ke lateral dari posisi samping
180
keatas kepala, telapak tangan menghadap posisi yang paling
Universitas Sumatera Utara
jauh.
Siku
150
Flesksi : Angkat lengan bawah kearah depan dan kearah atas
menuju bahu.
Pergelangan Tangan
80-90
Fleksi : Tekuk jari-jari tangan kearah bagian dalam lengan
bawah.
80-90
Ekstensi :Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi.
70-90
Hiperekstensi :Tekuk jari-jari tangan kearah belakang sejauh
mungkin.
0-20
Abduksi : Tekuk pergelangan tangan kesisi ibu jari ketika
telapak tangan menghadap keatas.
30-50
Adduksi : Tekuk pergelangan tangan kearah kelingking,
telapak tangan menghadap keatas
Tangan dan Jari
90
Fleksi : Buat kepalan tangan.
90
Ekstensi : Luruskan jari.
30
Hiperekstensi : Tekuk jari-jari tangan kebelakang sejauh
mungkin.
20
Abduksi : Kembangkan jari tangan.
20
Adduksi : Rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi
6. Perubahan Intoleransi Aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada
sistem pernafasan, antara lain: suara nafas, analisa gas darah, gerakan dinding
thorak, adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi.
Pengkajian Intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem kardiovaskular, seperti
nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya thrombus, serta
perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral
atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan.
Skala
Persentase Kekuatan
Karakteristik
Normal
0
0
Paralisis sempurna
1
10
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
dipalpasi atau dilihat
2
25
Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3
50
Gerakan yang normal melawan gravitasi
4
75
Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
100
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh
8. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilisasi dan imobilisasi, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.
2 Analisa data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri,
dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus
adalah
data
tentang perubahan-perubahan
atau
respon
klien
terhadap
kesehatan dan masalah kesehatan lainnya serta hal-hal yang mencakup tindakan
yang dilaksanakan terhadap klien (Potter & Perry, 2005)
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang
dilakukan secara
sistematis
untuk
kebutuhan-kebutuhan keperawatan
menentukan
dan
kesehatan
masalah-masalah,
pasien.
serta
Pengumpulan
informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi
yang
terkumpul,
didapatkan
data
dasar tentang
masalah-masalah
yang
dihadapi pasien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan
Universitas Sumatera Utara
diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data
dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit (initial assesment) (Potter &
Perry, 2005).
Tujuan Pengumpulan Data :
1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien.
2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien.
3. Untuk menilai keadaan pasien.
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkahlangkahberikutnya.
Tipe Data :
1. Data Subjektif
Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat,
mencakup persepsi, perasaan,
ide
pasien
tentang
status
kesehatannya.
Misalnya tentang mobilisasi(Potter & Perry,2005)
2. Data Objektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan
panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya
frekuensi nadi,pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran.
(Potter & Perry, 2005)
3. Rumusan masalah
Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan
klien. Bila data pengkajian mulai menunjukkan masalah, perawat diarahkan pada
pemilihan diagnosa untuk mengidentifikasi kebutuhan klien, perawat terlebih
dahulu menentukan apa masalah kesehatan klien dan apakah masalah tersebut
potensial atau aktual (Potter & Perry, 2005).
Diagnosa keperawatan pada gangguan mobilisasi fisik harus aktual dan
potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian dimana perawat
menyusun strategikeperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya
berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan mobilisasi (Potter
&Perry, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi
(NANDA dalam Potter & Perry, 2006) yaitu:
1. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan trauma.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia
sekunder akibat cedera serebrovaskuler
5. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas
sekunder.
6. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi pada
neuron motor atas.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima
pasien tentang penyakit dialami oleh pasien yang ditandai dengan keterbatasan
kognitif, kesalahan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber
informasasi.
4. Perencanaan
Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap pasien yang
bermasalah
kesejajaran
tubuh
dan
mobilisasi
yang
alktual
maupun
beresiko.Perawat merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko pasien, dan
perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangannya pasien, tingkat
kesehatan, dan gaya hidup. Perencanaan perawatan juga termasuk pemahaman
kebutuhan
pasien
untuk
mempertahankan
fungsi
motoric
dan
kemandirian.Perawat dan pasien bekerja sama membuat cara-cara untuk
mempertahankan keterliabatan pasien dalam asuhan keperawatan dan mencapai
kesejajaran tubuh dana mobilisasi yang optimal dimana pasien berada di rumah
sakit ataupun di rumah (Potter & Perry, 2006).
Sebagai intervensi dari diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
gangguan mobilisasi dan ketidaktepatan mekanika tubuh diatas (NANDA dalam
Potter & Perry, 2006) yaitu:
Dx .1 Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak.
Tujuan :
Universitas Sumatera Utara
a. Mencapai mobilisasi ditempat tidur, yang dibuktikan oleh pengaturan posisi
tubuh : kemauan sendiri, pergerakan sendi aktif, dan mobilisasi yang
memuaskan.
b. Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu melakukan
mobilitas fisik, baik ditempat tidur, dan nilai GCS = 15 sesuai dengan
kemampuannya secara mandiri setiap hari.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat melakukan latihan rentang gerak pada sendi/ektremitas yang
lumpuh secara mandiri
b. Bergerak sendiri di tempat tidur atau memerlukan bantuan minimal pada
tingkat yang realistis
c. Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik dan kekuatan otot
Intervensi :
a. Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala
b. Kaji
kekuatan
otot/kemampuan
fungsional
mobilitas
sendi
dengan
menggunakan (skala kekuatan otot 0-5)secara teratur
c. Ubah posisi menimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya jika
bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu
d. Instruksi/bantu pasien melakukan latihan ROM pasif/aktif secara konsisten
e. Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya
f. Melibatkan pasien dalam perawatan untuk mengurangi depresi dan kebosanan
yang berkaitan dengan terapi mobilisasi ROM
g. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik (fisioterapi)/ okupasi dan atau rehabilitasi
spesialis
h. Ajarkan keluarga dalam melakukan latihan rentang gerak mobilisasi (ROM)
sesuai dengan jadwal pengobatan dan perawatan pada pasien
Rasional:
a. Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien setiap hari
b. Menentukan perkembangan peningkatan kekuatan otot/mobilitas sendi pasien
sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak (ROM)
c. Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan
Universitas Sumatera Utara
d. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur dan meningkatkan pemulihan fungsi kekuatan otot dan sendi
e. Meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien, harga diri, dan peran diri
pasien sehari-hari
f. Peran pasien mendukung motivasi diri untuk menikmati pengobatan dan
perawatan diberikan
g. Mendukung peningkatan kekuatan otot dan fungsi ekstremitas fungsional dan
mencegah kontraktur
h. Peran keluarga sangat menbantu peningkatan kesehatan pasien dalam
mobilsasi fisik di rumah sakit dan atau dirumah
Dx. 2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan kontraktur.
b. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau
konpensasi bagian tubuh.
c. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku
yang memungkinkan melakukan
aktivitas.
Intervensi:
a. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang
tidak terganggu.
b. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif
c. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan
berjalan.
d. Berikan
lingkungan
yang
aman,
misalnya
menaikkan
kursi,
menggunakanpegangantangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
e. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
Rasional :
a. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase
penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan.
b. Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum.
Universitas Sumatera Utara
c. Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
d. Menghindari cidera akibat kecelakaan/jatuh.
e. Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas yang berdasarkan
pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat.
Dx. 3 Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan trauma.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman nyeri terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien dapat mengekspresikan rasa nyeri yang minimal, ekspresi
wajah pasien rilek.
Intervensi :
a. Pertahankan imobilisasi pada bagian yang patah dengan cara bed rest, gips,
spalek, traksi
b. Meninggikan dan melapang bagian kaki yang fraktur
c. Evaluasi rasa nyeri, catat tempat nyeri, sifat, intensitas, dan tanda-tanda nyeri
non verbal
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional :
a. Mengurangi rasa nyeri dan mencegah dislokasi tulang dan perluasan luka pada
jaringan.
b. Meningkatkan aliran darah, mengurangi edema dan mengurangi rasa nyeri.
c. Mempengaruhi penilaian intervensi, tingkat kegelisahan mungkin akibat dari
presepsi/reaksi terhadap nyeri.
d. Diberikan obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
Dx. 4 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia
sekunder
Tujuan : Pasien tetap menunjukan pemenuhan nutrisi selama dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria hasil :Tidak terjadi penurunan berat badan, HB dan albumin dalam batas
normal HB: 13,4 – 17,6 dan Albumin: 3,2 - 5,5 g/dl.
Intervensi :
a. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi klien
b. Kaji kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan
c. Letakkan kepala lebih tinggi pada waktu selama & sesudah makan
Universitas Sumatera Utara
d. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan di atas bibir / bawah dagu jika dibutuhkan
e. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral atau memberi makanan melalui
NGT
f. Observasi keadaan, keluhan dan asupan nutrisi
Rasional :
a. Nutrisiyang adekuat membantu meningkatkan kekuatan otot
b. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien
c. Memudahkan klien untuk menelan
d. Membantu dalam melatih kembali sensoro dan meningkatkan kontrol
muskuler
e. Membantu memberi cairan dan makanan pengganti jika klien tidak mampu
memasukan secara peroral.
f. Mengetahui keberhasilan tindakan dan untuk
menentukan intervensi
selanjutnya
Dx. 5 Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas
sekunder .
Tujuan : pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan
Kriteria hasil :
a. Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
b. Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
c. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi:
a. Anjurkan untuk melakukan latihan mobilisasi
b. Ubah posisi tiap 2 jam
c. Observasi terhadap eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi
d. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin, hindari trauma dan panas pada
kulit.
Rasional :
a. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
b. Menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol
Universitas Sumatera Utara
c. Mempertahankankeutuhan kulit
d. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler
Dx .6 Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi
pada neuron motor atas.
Tujuan : klien mampu mengontrol urine setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan
Kriteria hasil :
a. Klien melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
b. Tidak ada distensi bladder
Intervensi:
a. Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b. Ajarkan membatasi masukan cairan selama malam
c. Ajarkan tehnik untuk mencetuskan refleks berkemih ( rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal
yang telah direncanakan
e. Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikit 2000cc perhari
bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional :
a. Berkemih
yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung
kemih yang berlebih
b. Melatih dan membantu penggosongan kandung kemih
c. Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume
urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
d. Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran kemih dan batu
ginjal.
Dx.7 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien.Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit
dialami oleh pasien yang dtandai dengan keterbatasan kognitif, kesalahan
interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan : Pasien mengerti tentang penyakit yang diderita dengan
Universitas Sumatera Utara
Kriteria hasil :
a. Pasien dankeluarga tahu tentang penyakit yang diderita.
b. Pasien dan keluarga mau berperan serta dalam tindakan keperawatan.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.
b. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita.
c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang setiap tindakan keperawatan
yang akan dilakukan.
Rasional :
a. Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiki pasien dan keluarga dan
kebenaran informasi yang didapat.
b. Penjelasan tentang kondisi yang sedang dialami dapat membantu menambah
wawasan pasien dan keluarga.
c. Agar pasien dan keluarga mengetahui tujuan dari setiap tindakan keperawatan
yang akan dilakukan.
5 Implementasi
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat mengangkat
pasien dengan benar, menggunakan teknik posisi tepat, dan memindahkan pasien
dengan aman dari tempat tidur ke kursi atau dari tempat tidur ke brankar.
Prosedur-prosedur tersebut digambarkan dalam bagian ini sebagai prinsip
mekanika tubuh yang diperlukan untuk menjaga atau memperbaiki kesejajaran
tubuh. Terdapat beberapa teknik dalam implementasi mobilisasi pasien yaitu:
mempertahankan kesejajaran tubuh terdapat teknik mengangkat, teknik mengubah
posisi, teknik memindahkan, memobilisasi sendi terdapat latihan rentang gerak,
berjalan (Potter & Perry, 2006).
Asuhan keperawatan harus meningkatkan kesehatan pasien dan mengurangi
immoblisasi
untuk
melakukan
aktivitas
sehari-hari
secara
mandiri
semampunya.Implementasi keperawatan harus diatur untuk mencegah dan
menimalkan bahaya tersebut. Pasien sangat memerlukan perubahan posisi setiap 2
jam dan latihan ROM (Potter & Perry, 2006).
Universitas Sumatera Utara
6 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan pada pasien yang terganggu kesejajaran tubuh
dan mobilisasi
berdasarkan kriteria hasil setiap tujuan keperawatan. Dengan
mempertahankan kesejajaran tubuh yang baik dan mobilisasi akan meningkatkan
kemandirian dan mobilisasi sendinya tidak adekuat harus mendapat bantuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Pendekatan yang baik pada masalah kesejajaran
tubuh dan mobilisasi sendi adalah pencegahan yang dimulai pada awal
perencanaan keperawatan (Potter & Perry, 2006).
Untuk mengevaluasi hasil dan respons dari asuhan keperawatan, perawat
mengukur efektivitas semua intervensinya.Tujuan dan kriteria hasil adalah
kemampuan pasien mempertahankan atau meningkatkan kesejajaran tubuh dan
mobilisasi sendi.Perawat mengevaluasi intervensi khusus yang diciptakan untuk
mendukung kesejajaran tubuh, meningkatkan mobilisasi, dan melindungi pasien
bahaya mobilisasi.Terakhir, perawat mencari kebutuhan pasien dan keluarga
untuk tambahan pelayanan pendukung mis. Rumah palayanan kesehatan, terapi
fisik, dan konseling) dan mengawali proses rujukan (Potter & Perry, 2006).
Universitas Sumatera Utara
B.Asuahan Keperawatan Kasus dengan Masalah Hambatan Mobilitas Fisik Pada
Pasien Fraktur Humeri Dexstra
1. Pengkajian
1. BIODATA
Nama
: An. R
Jenis Kelamin
: Laki – laki
Umur
: 10 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
:-
Alamat
: Jl. Puskesmas Gg. Selasih. Pematang Siantar
TanggalMasuk RS : 30 May 2016
No. Register
: 00.99.90.35
Ruangan/kamar
: Kenanga I bed I
Golongan Darah
:O
Tanggal Pengkajian : 2 Juni 2016
I.
Tanggal Operasi
:
Diagnosa Medis
: Fraktur Distal Humeri Dextra
KELUHAN UTAMA
Pada saat pengkajian pasien An. R mengatakan nyeri dengan skala
nyeri 5 yang disebabkan oleh luka dibagian distal humeri dextra,
pasien juga mengatakan sulit bergerak khususnya pada tangan bagian
kanan di distal humeri dextra.
II.
RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A. Provocative/ palliative
1. Apa
penyebabnya:
kecelakaan
lalu
penyebabnya
lintas
pasien
sepulang
mengalami
sekolah
yang
mengakibatkan luka dibagian distal humeri dextra.
B. Quantity/ quality
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimana dirasakan : pasien mengatakan bahwa klien
mengalami nyeri dibagian distal humeri dextra.
C. Bagaimana dilihat
: pasien berbaring di tempat tidur, pasien
tampak tidak mampu menggerakkan ekstremitas distal humeri
dextra.
D. Region
1. Dimana lokasinya
: distal humeri dextra
2. Apakah menyebar
: Fraktur yang dialami pasien tidak
menyebar.
E. Severity
: pasein merasakan nyeri skala 5
F. Time
Kecelakaan lalu lintas yang di alami pasien terjadi pada hari Senin,
30 may 2016.
III.
RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
A. Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan pasien menderita tifus
B. Pengobatan/ tindakan yang dilakukan
Pasien langsung dibawa ke rumah sakit.
C. Pernah dirawat/ dioperasi
Pasien mengatakan pernah di rawat.
D. Lama dirawat
Pasien dirawat di rumah sakit kurang lebih 5 hari pada saat
menderita tifus.
E. Alergi
Pasein tidak pernah mengalami alergi dari makanan
F. Imunisasi
Imunisasi lengkap: BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, Campak.
IV.
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
A. Orang tua
Ayah pasien memiliki riwayat Hipertensi.
B. Saudara kandung
Universitas Sumatera Utara
Tidak ada gangguan penyakit saudara kandung seperti yang
dialami pasien.
C. Penyakit keturunan yang ada
Hipertensi adalah tekanan darah yang tinggi.
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
E. Anggota keluarga yang meninggal
F. Penyebab meninggal
V.
RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL
A. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Pasien yakin bahwa penyakitnya akan segera sembuh.
B. Konsep Diri
-
Gambaran diri
: pasien megatakan menyukai semua bagian
tubuhnya.
-
Ideal diri
: pasien memiliki kemauan untuk sembuh
dan dapat ingin kembali bersekolah.
-
Harga diri
: pasien merasa sangat diperhatikan
keluarganya.
-
Peran diri
: pasien berperan sebagai seorang anak di
keluarga.
-
Identitas
: selama sakit, aktivitas pasien di bantu oleh
keluarganya.
C. Keadaan Emosi
: labil
D. Hubungan Sosial
-
Orang yang berarti: orang yang berarti bagi pasien adalah
kedua orang tuanya.
-
Hubungan dengan keluarga : hubungan pasien dengan keluarga
baik. Hubungan dengan orang lain : hubungan pasien dengan
orang lain baik.
Universitas Sumatera Utara
-
Hambatan dalam berhubungan dengan lain: tidak ada hambata
dalam berhubungan dengan orang lain.
E. Spiritual
VI.
-
Nilai dan keyakinan
: pasien menganut agama Islam.
-
Kegiatan ibadah
: Sholat
STATUS MENTAL
-
Tingkat Kesadaran
: Kompos mentis.
-
Penampilan
: Tidak rapi.
-
Pembicaraan
: Lambat.
-
Alam perasaan
: Sedih.
-
Afek
: Datar.
-
Interaksi selama wawancara: Kontak mata kurang.
-
Memori
: pasein mengingat kejadian
kecelakan yang menimpah dirinya.
VII.
PEMERIKSAAN FISIK
A. KeadaanUmum
Pasien sadar, lemah dan tidak dapat menggerakkan ekstremitas
dextra, sehingga pasien terbaring di tempat tidur dan aktivitasnya
dibantu oleh keluarganya.
B. Tanda-tanda vital
-
Suhu tubuh
: 36,8ºC
-
Tekanandarah
: 100/60 mmHg
-
Nadi
: 82 x/menit
-
Pernafasan
: 24 x/menit
-
Skala nyeri
: 5 (1-10)
-
TB
: 110 cm
-
BB
: 30 Kg
C. Pemeriksaan Head to toe
Kepala dan rambut
-
Bentuk
: bulat dan simetris.
Universitas Sumatera Utara
-
Ubun-ubun
: tidak ada benjolan
-
Kulit Kepala
: bersih.
Rambut
-
Penyebaran dan keadaan rambut : Rambut tumbuh merata
keadaan rambut bersih.
-
Bau
:-
-
-
Warna kulit
:sawoh matang
Wajah
- Warna Kulit
-
:sawoh matang
Struktur wajah
:Oval, simetris
Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan
:Mata lengkap dan simetris
Palpebra
:Merah
Konjungtiva dan sklera
:konjungtiva merah dan
muda,
lembab.
sclera putih
Pupil
:isokor.
Cornea dan iris
:bening.
Hidung
-
Tulang hidung dan posisi septum nasi
:
tulang
hidung
lubang
hidung
simetris dan posisi septum nasi di tengah.
-
Lubang hidung
:
normal, bersih dan tidak ada sumbatan.
-
Cuping hidung
:
Pernafasan
tidak
menggunakan cuping hidung.
Telinga
-
Bentuk telinga
: daun telinga normal dan simetris.
-
Ukuran telinga
: simetris kiri dan kanan.
-
Lubang telinga
: lubang telinga paten dan bersih
-
Ketajaman pendengaran : baik
Universitas Sumatera Utara
Mulut dan faring
-
Keadaan bibir
: Mukosa bibir kering, simetris.
-
Keadaan gusi dan gigi
: keadaan gigi kurang bersih.
-
Keadaan lidah
: lidah kurang bersih.
-
Orofaring
: pita suara baik.
Leher
-
Posisi trachea
: posisi trachea medial.
-
Thyroid
:tidak
ada
pembesaran
kelenjar
thyroid.
-
Suara
:suara normal.
-
Kelenjar limfe
:tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
-
Vena jugularis
:tidak ada distensi vena jugularis.
-
Denyut nadi karotis
:denyut nadi teraba.
Pemeriksaan integumen
-
Kebersihan
:kulit tampak kurang bersih.
-
Kehangatan
:akral hangat.
-
Warna
:warna kulit sawo matang.
-
Turgor
:turgor kulit baik, CRT< 2 detik.
-
Kelembaban
:kulit kering.
-
Kelainan pada kulit
:terdapat kerusakan kulit pada bagian
tangan kanan dan pipi kanan pasien.
Pemeriksaan payudara dan ketiak
-
Ukuran dan bentuk
:normal dan simetris.
-
Warna payudara dan areola
:payudara berwarna putih dan
areola berwarna coklat.
-
Kondisi payudara dan putting
:simetris
dan
tidak
ada
benjolan.
-
Produksi ASI
:tidak ada.
-
Aksilla dan calvicula
:normal, tidak ada kelainan.
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan thoraks/ dada
Inspeksi thoraks
: normal, simetris.
-
Pernafasan (frekuensi, irama)
: 24 kali/ menit.
-
Tanda kesulitan bernafas
: normal tidak ada tanda
kesulitan bernafas.
Pemeriksaan paru
-
Palpasi getaran suara
: gerak dada normal.
-
Perkusi
: didapati suara resonan.
-
Auskultasi (suara nafas, ucapan suara, suara tambahan) : suara
nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan.
Pemeriksaan jantung
-
Inspeksi
: tidak ada sianosis.
-
Palpasi
: pulsasi teraba.
-
Perkusi
: suara dullness saat perkusi.
-
Auskultasi : bunyi jantung normal.
Pemeriksaan abdomen
-
Inspeksi (bentuk, benjolan)
: simetris, tidak ada benjolan.
-
Auskultasi
: peristaltik usus 8 x/menit.
-
Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien) : tidak
ada nyeri tekan, benjolan dan ascites.
-
Perkusi (suara abdomen)
: tympani.
Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
-
Genitalia (rambut pubis, lubanguretra)
: tidak ada kelainan.
-
Anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada anus,
perineum) : tidak ada kelainan pada anus.
Pemeriksaan
musculoskeletal/
ekstremitas
(kesimetrisan,
kekuatan otot, edema) :
Universitas Sumatera Utara
Otot tampak simetris, tidak ada edema, namun pasien mengalami
luka di bagian distal ekstremitas dextra dengan skala nyeri 5.
Pemeriksaan neurologi (nervus cranialis)
-
Nerfus Olfaktorius/N I
Pasien mampu mengidentifikasi bau dengan baik.
-
Nervus Optikus/N II
Tidak dilakukan pemeriksaan.
-
Nervus Okulomotoris/ N III, Trochlearis/N IV, Abdusen/N VI
Normal, tidak ada gangguan.
-
Nervus Trigeminus/N V
Normal.
-
Nervus Facialis/N VII
Pasien tidak mampu menggerakkan otot wajah bagian kanan
diakibatkan luka di pipi kanan.
-
Nervus vestibulocochlearis/ VIII
Pasien mampu mendengar dengan baik
-
Nervus Glossopharingeus/N IX, Vagus/N X
Pasien mengalami sulit mengunyah dan membuka mulut.
-
Nervus Aksesorius/N XI
Pasien hanya mampu mengerakkan bahu sebelah kiri
-
Nervus Hipoglossus/ N XII
Tidak di lakukan karena pada saat pemeriksaan pasien
kesulitan menjlurkan lidahnya akibat luka yang ada dibagian
pipi kanan pasien.
Fungsi Motorik :
Pasien sulit menggerakkan ekstremitas dextra.
Fungsi sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas
dingin, getaran) :
Universitas Sumatera Utara
Pasien dapat merasakan sentuhan, getaran, panas dingin dan tajam
tumpul yang diberikan.
POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
I.
Pola makan dan minum
-
Frekuensi makan/ hari
: pasien biasa makan 3 kali sehari.
-
Nafsu/ selera makan
: nafsu makan pasien berkurang
-
Nyeri ulu hati
: tidak ada nyeri ulu hati.
-
Alergi
: tidak ada alergi makanan.
-
Mual dan muntah
: pasien tidak mual dan muntah.
-
Tampak makan memisahkan diri (pasien gangguan jiwa) :
pasien tidak tampak memisahkan diri.
-
Waktu pemberian makan : pagi, siang dan malam.
-
Jumlah dan jenis makan : satu piring makanan lembek/bubur
-
Waktu pemberian cairan/ minum: sebelum dan sesudah makan
kurang lebih 1,5 L/ hari.
-
Masalah makan dan muinm (kesulitan mengunyah) : terdapat
masalah atau kesulitan dalam mengunyah makanan pada
pasien.
Perawatan diri/ personal hygiene
II.
-
Kebersihan tubuh
: tubuh pasien bersih.
-
Kebersihan gigi dan mulut
: mulut berbau dan gigi kotor.
-
Kebersihan kuku kaki dan tangan : kuku kaki dan tangan kurang
bersih.
III.
Pola kegiatan/ Aktivitas
-
Secara umum aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi,
ganti pakaian
memerlukan bantuan, pengawas / orang lain, dan peralatan
(tingkat 3).
Universitas Sumatera Utara
-
Uraian aktivitasi badan pasien selama dirawat/ sakit : pasien
merasa kesulitan dalam beribadah, pasien hanya bisa beribadah
di tempat tidur.
IV.
Pola eliminasi
1. BAB
-
Pola BAB
: 1 kali/ hari.
-
Karakter feses
: lunak.
-
Riwayat perdarahan
: tidak ada riwayat perdarahan.
-
BAB terakhir
: 1 juni 2016
-
Diare
: tidak ada diare.
-
Penggunaan laksatif
: tidak ada penggunaan laksatif.
2. BAK
-
Pola BAK
: 4-5 kali/hari
-
Karakter urine
: kuning.
-
Nyeri/ rasa terbakar/ kesulitan BAK
:tidak ada kesulitan
BAK.
-
Riwayat penyakit ginjal/ kandung kemih : tidak ada riwayat
penyakit ginjal/ kandung kemih.
-
Penggunaan diuretik
: tidak menggunakan
diuretik.
V.
VI.
Upaya mengatasi masalah
:-
Mekanisme Koping
-
Adaptif
: Bicara dengan orang lain
-
Maladaptif
:-
Polatidur
1. Waktu tidur
: ± 7 jam
2. Waktu bangun
: ± 17 jam
3. Masalah tidur
: tidak ada keluhan.
4. Hal- hal yang mempermudah tidur
:
keaadaan
yang
nyaman dan lingkungan yang tenang
Universitas Sumatera Utara
5. Hal-hal yang mempermudah bangun :
pasien
akan
terbangun apabila pasien mendengar suara bising dan nyeri
pada luka yang di dialaminya
1. Analisa Data
Masalah
No
Data
Etiologi
1
Ds : Klien mengatakan
Tekanan/kekerasan
Gangguan rasa
timbul nyeri pada luka saat
langsung
nyaman (Nyeri)
↓
bergerak, nyeri seperti
berdenyut, hilang timbul,
nyeri
tidak
menyebar,
skala nyeri 5, nyeri akan
berkurang
jika
Keperawatan
klien
Terputusnya
kontinuitas tulang
↓
Nyeri
beristirahat.
Do : Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit RR : 20
x/menit T : 36 C
b.Tampak klien menahan
rasa sakit saat beraktivitas
2
Ds : Klien mengatakan
sulit
untuk
khususnya
bergerak
pada
tangan
sebelah kanan di bagian
destra humerus distral.
Do : Tampak klien tidak
mampu
melakukan
Tekanan/kekerasan
Hambatan
langsung
Mobilitas Fisik
↓
Terputusnya
kontinuitas tulang
↓
Deformitas
aktivitas sehari-hari secara
↓
mandiri, sebagian aktivitas
Ektremitas tidak dapat
klien dibantu oleh keluarga
berfungsi dengan baik
Universitas Sumatera Utara
dan perawat.
↓
Keterbatasan
Mobilitas
2. Rumusan Masalah
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah
kesehatan.Masalah yang muncul berdasarkan prioritas yang didasari kriteria yang
harus ditangani dan segera. Berikut beberapa masalah yang muncul berdasarkan
analisa data :
a) Gangguan rasa nyaman (Nyeri)
b) Hambatan mobilitas fisik
3. Diagnosa Keperawatan(Prioritas)
a) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan ditandai dengan klien mengatakan timbul nyeri pada
luka saat bergerak, nyeri seperti berdenyut, hilang timbul, nyeri tidak
menyebar, skala nyeri 5, nyeri akan berkurang jika klien beristirahat, TD :
110/80 mmHg, Nadi : 76 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 36.5 C,
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
ditandai dengan klien mengatakan sulit untuk bergerak khusunya pada
tangan kanan tampak klien tampak tidak mampu melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri, semua aktivitas klie di bantu oleh keluarga dan
perawat.
4. Perencanaan
PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL
Hari /
No
Perencanaan Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Tangga DX
l
Rabu,
31/5/20
16
1
Tujuan:
Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
-
Pasien akan menunjukan tehnik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
-
Pasien akan mempertahankan nyeri pada 3 atau kurang.
-
Pasien akan mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan
untuk mencegah nyeri.
Rencana Tindakan
Rasional
a) Lakukan pengkajian nyeri
yang
komprehensif
a) Membantu
dalam
mengidentifikasi
meliput i
lokasi,
derajatketidaknyamanan
dan
karakteristik,
gerasi,
kebutuhan
atau
frekuensi,
kualitas,
intensitas
ataukeparahan
nyeri
atau
faktor
prefisipitasinya
untuk
keefetifan analgesic. Jumlah
jaringan,
otot
dan
limfatif
diangkat
sistem
dapat
mempengaruhi jumlah nyeri
b) Kenali faktor lingkungan
yang dialami.
yang dapat mempengaruhi
respon
pasien
terhadap
ketidaknyamanan
b) Menurunkan reaksi terhadap
stimulasi
dari
luar
dan
c) Pantau tanda-tanda vital
meningkatkan istirahat atau
d) Gunakan
relaksasi
tindakan
pengendalian
nyeri
sebelum menjadi berat
c) Nyeri yang berlanjut akan
berdampak pada peningkatan
tanda-tanda vital.
e) Berikan
tindakan
d) Jika kondisi nyeri keluhan
dasar
nyeri masih menunjukan tahap
kenyaman
danaktivitas rapetik.
awal,
baiknya
Universitas Sumatera Utara
berikan
f) Berikan informasi tentang
nyeri
seperti
penyebab
nyeri, seberapa lama akan
berlangsung dan antisipasi
ketidaknyamanan
dari
langsung
terapi
awal
pengendalian nyeri (misalnya:
nafas dalam)
e) Dapat
menurunkan
ketidaknyamanan
terhadap
luka operasi
prosedur
f) Pasien
yang
mendapat
penjelasan tentang nyeri, akan
lebih sedikit mengalami stres
dibandingkan dengan pasien
yang
tidak
mendapatkan
penjelasan
Kamis,
1/6/201
1
Tujuan:
-
6
Mencapai mobilisasi ditempat tidur, yang dibuktikan oleh pengaturan
posisi tubuh : kemauan sendiri, pergerakan sendi aktif, dan mobilisasi
yang memuaskan.
-
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu
melakukan mobilitas fisik, baik ditempat tidur, dan nilai GCS = 15
sesuai dengan kemampuanny
PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Hambatan Mobilitas
Fisik Pada Pasien Fraktur.
a) Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinius tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat
diabsorsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir dan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya, juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak,
pendarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya
yang didebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.(brunner & sunddarth,
2001)
b) Jenis Fraktur
Fraktur komplet adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal). Fraktur tidak komplet, patah
hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang. Fraktur tertutup (fraktur
simple)
tidak
menyebabkan
robeknya
kulit.
Fraktur
terbuka
(fraktur
komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran
mucosa sampai ke patah tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi: grade I dengan
luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya: grade II luka lebih luas tanpa kerusakan
jaringan lunak yang ekstensi: dan grade III, yang sangat terkontamisasi dan
mengalami kesusakan jaringan lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.
Fraktur juga di golongkan sesuai pergeseran anatomis fragmen tulang- fraktur
bergeser/tidak bergerser. (brunner & sunddarth, 2001).
c) Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstremitaas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobolisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Universitas Sumatera Utara
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) buaknnya tetap rigid seperti
normalnya. Pegeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba)ekstermitas yang bisa diketahui dengan mitas
tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada
intergitas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tanggan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih
berat.)
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti farktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur impaksi (permukaan patahan saling
terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik,
dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera
pada daerah tersebut.
d) Penatalaksanaan kedaruratan.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan binggung, tidak
menyadari adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah.
Maka bila dicurigai adanya frkatur, penting untuk mengibolisasi bagian tubuh
segera sebelum pasien yang mengalami cedera harus dipindakhan dari kendaraan
sebelum dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga di atas dan di bawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen
jaringan lunak,dan perdarahan lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerak fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
Universitas Sumatera Utara
tulang.
Daerah
yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan
membebat kedua tungkai bersama, dengan ekstremitas yangb sehat bertindak
sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ekstremitas atas, lengan
dapat dibebatkan ke dada,atau lengan bawah yang cederaharus dikaji untuk
menentukan
kecukupan perfusi jaringan
perifer.
Pada fraktur terbuka, luka di tutup dengan pembalut besih(steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka
pasangalah bidai sesuai dengan luka.
pada bagian gawat darurat, pasien dievakuasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari
sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus di potong pada sisi cidera. Ekstrmitas
sebisa mungkin jangan sampai digerakan untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut.(brunner&sunddarth,2001)
e) Perawatan pasien Fraktur tertutup
Pasien dengan fraktur tertutup sederhana hasur diusahakan untuk kembali ke
aktivitas biasa sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian
kekuatan penuh dan mebilitas mungkin memerlukan waktu sampai berbulanbulan. Pasien diajari bagaimana mengontrol pembengkakan dan nyeri sehubungan
dengan frkatur dan trauma jaringan lunak. Mereka didorong untuk aktif dalam
batas imobilitas fraktur. Tirah baring diusahakan seminimal mungkin. Latihan
segera dimulai untuk mempertahankan kesehatan otot yang sehat dan untuk
meningkatkan kekuatan otot yang dibutuhkan untuk pemindahan dan untuk alat
mengunakan alat bantu (mis, tongkat, walker). Pasein di ajarakan mengenai
bagaimana mengunakan alat tersebut dengan aman. Perencanan dilakukan untuk
membantu pasien menyesuaikan linkungan rumahnya sesuai kebutuhan dan
bantuan keamanan pribadi, bila perlu. Pengajaran pasien meliputi perawatan-diri,
informasi dan obat-obatan, pemantauan kemungkinan potensial masalah, dan
perlunya melanjutkan supervisi perawatan kesehatan.(brunner & sunddarth, 2001)
Universitas Sumatera Utara
f) Fraktur Batang Humerus
Fraktur batang humerus paling sering disebabkan oleh, trauma lansung yang
mengakibtkan fraktur transversal,oblik,atau kominutuf atau gaya memutar tak
langsung yang menghasilkan fraktur ini. Limpuh pergelangan tangan merupakan
petunjuk adanya cedera saraf radalis. Pengkajian neurovaskuler awal sangat
penting untuk membedakan antara trauma
akibat cedera dan komlikasi akibat
penanganan.
Fraktur humerus distal diakibatkan kecelakan kendaran bermotor, jatuh
dengan siku menumpu (dengan posisi ekstensi atau fleksi), atau hantaman
langsung. Fraktur ini dapat mengakibatkan kerusakan saraf akibat cedera pada
saraf medianus, radialis, atau ulnalis. Pasien dievaluasi adanya parestesia dan
tanda gangguan peredaran darah pada lengan bawah dan tangan. Komplikasi
paling serius pada fraktur suprakondiler humerus adalah kontraktur iskemik
volkmann, yang terjadi akibat pembengkakan antekubital dan kerusakan arteri
brakhialis.
perawat harus:
• Mengobservasi tangan mengenai adanya pembengkakan, warna kulit,
pengisian kapiler dasar kuku, dan temperatur. Tangan yang sakit dan yang
sehat dibandingkan.
• Mengkaji deyut nadi radialis.
• Mengkaji adanya parestesia (kesemutan dan terbakar) pada tangan, karena
kemungkinan menunjukan adanya cedera saraf atau iskemia yang
mengancam.
• Secara langsung mengukur tekanan jaringan sesuai resep.
• Melaporkan indikasi adanya gangguan fungsi saraf atau gangguan perfusi
peredaran darah segera sebelum terjadi kerusakan yang tak dapat diperbaiki
mungkin perlu dilakukan fasiotomi.
a) Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
Universitas Sumatera Utara
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan
untuk fiksasi interna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengibolisasi fraktur.(brunner & sunddarth,
2001)
2.2.1 Konsep Dasar Mobilisasi
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Hidayat,
2009).
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup aktivitasnya guna
mempertahankan kesehatanya (Hidayat, 2006).
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas
dan merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca
bedah, mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi
fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dengan
demikian mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini
mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi
fisiologi (Carpenito, 2000).
Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan instruksi
pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama
pengguanaan alat bantu eksternal (mis, gips atau traksi rangka), pembatasan
gerakan volunter atau kehilangan fungsi motorik.
b) Jenis Mobilisasi
Berdasarkan jenisnya, menurut (Hidayat, 2009) mobilisasi terbagi atas dua
jenis, yaitu:
1. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
Universitas Sumatera Utara
2. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak
mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
c) Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
Mobilisasi seseorang
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor (Hidayat,
2009) diantaranya :
1. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari.
2. Proses penyakit/cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan.
4. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup
5. Usia dan status perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda.
Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan
dengan perkembangan usia.
2.2.4 Rentang Gerak dalam Mobilisasi
Menurut (Carpenito, 2000) mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1. Rentang Gerak Pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. Rentang Gerak Aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
Universitas Sumatera Utara
3. Rentang Gerak Fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan.
d) Mobilisasi Selama fraktur
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur
pada ekstremitas, dan sebagainya. Jenis imobilitas antara lain: (Hidayat,2009)
1. Imobilitas fisik, merupakan kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan
fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual, merupakan kondisi yang disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus
kerusakan otak.
3. Imobilitas emosional, merupakan kondisi yang dapat terjadi akibat proses
pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
4. Imobilisasi sosial, merupakankondisi individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga
mempengaruhi perannya dalam kehidupan social.
e) Masalah Bila Tidak Melakukan Mobilisasi fraktur humerus
Masalah imobilitas dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi
fisik maupun psikologis.Secara psikologis, imobilitas dapat menyebabkan
penurunan motivasi, kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah, dan
perubahan konsep diri.Selain itu kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian
antara emosi dan situasi, perasaan tidak berharga dan tidak berdaya, serta kesepian
yang diekspresikan dengan perilaku menarik diri, dan apatis. Sedangkan dari segi
fisik, imobilisasi dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan pada
metabolisme, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan pengubahan zat
gizi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan system pernafasan, perubahan
kardiovaskular, perubahan system musculoskeletal, perubahan system integumen,
perubahan eliminasi, dan perubahan perilaku.
f) Tingkat Mobilisasi fraktur humerus
Universitas Sumatera Utara
1. Imobilitas komplet, dimana imobilitas ini dilakukan pada individu yang
mengalami gangguan tingkat kesadaran.
2. Imobilitas parsial, dimana imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami
fraktur ekstremitas bawah (kaki).
3. Imobilitas karena alasan pengobatan, dimana imobilitas ini dilakukan pada
individu yang menderita gangguan pernapasan (misalnya, sesak napas) atau pada
penderita penyakit jantung. Pada kondisi tirah baring (bedrest) total, klien tidak
boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak boleh berjalan ke kamar mandi atau
duduk di kursi. Akan tetapi, pada tirah baring bukan total, klien masih
diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi atau
duduk di kursi.
Asuhan Keperawatan pada klien dengan Masalah Mobilisasi.
1
Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,
verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Tujuan dari pengkajian adalah
menetapkan data dasar tentang kebutuhan, masalah kesehatan, tujuan, nilai, dan
gaya hidup yang dilakukan klien (Potter & Perry, 2005).Dalam melakukan
pengkajian diperlukan keahlian atau skill seperti wawancara, pemeriksaan fisik,
dan observasi.Hasil pengumpulan data kemudian diklasifikasikan dalam data
subjektif dan objektif (Tarwoto & Wartonah, 2006)
Pengkajian pada masalah pemenuhan kebutuhan mobilisasi dan imobilisasi adalah
sebagai berikut (Hidayat, 2006) :
1. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasein saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan/gangguan dalam mobilisasi , seperti adanya nyeri, kelemahan otot,
kelelahan, tingkat mobilisas, daerah terganggunya mobilisasi dan , dan lama
terjadinya gangguan mobilisasi.
2. Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
mobilisasi, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit
kardiovaskuler, riwayat sistem muskuloskeletal, riwayat sistem pernafasan,
riwayat pemakaian obat, seperti sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat.
Universitas Sumatera Utara
3. Kemampuan Fungsi Motorik
Pengkajian fungsi antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan kiri
untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
4. Kamampuan Mobilisasi
Pengkajian mobilisasi dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan
gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan.
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingkat Mobilitas
Kategori
Tingkat 0
Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1
Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2
Memerlukan bantuan, atau pengawasan orang
lain
Tingkat 3
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
peralatan
Tingakat 4
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan
5.
Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah
seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh: sagital, frontal, dan
transversal. Mobilisasi sendi di setiap potongan dibatasi oleh ligament,
otot,dankonstruksi sendi. Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan
pertanyaandan mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang kekakuan
sendi,pembengkakan, nyeri, keterbatasan gerak, dan gerakan yang tidak sama
(Potter dan Perry, 2005).
Gerak sendi
Derajat Rentang
Normal
Bahu
Abduksi : Gerakan lengan ke lateral dari posisi samping
180
keatas kepala, telapak tangan menghadap posisi yang paling
Universitas Sumatera Utara
jauh.
Siku
150
Flesksi : Angkat lengan bawah kearah depan dan kearah atas
menuju bahu.
Pergelangan Tangan
80-90
Fleksi : Tekuk jari-jari tangan kearah bagian dalam lengan
bawah.
80-90
Ekstensi :Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi.
70-90
Hiperekstensi :Tekuk jari-jari tangan kearah belakang sejauh
mungkin.
0-20
Abduksi : Tekuk pergelangan tangan kesisi ibu jari ketika
telapak tangan menghadap keatas.
30-50
Adduksi : Tekuk pergelangan tangan kearah kelingking,
telapak tangan menghadap keatas
Tangan dan Jari
90
Fleksi : Buat kepalan tangan.
90
Ekstensi : Luruskan jari.
30
Hiperekstensi : Tekuk jari-jari tangan kebelakang sejauh
mungkin.
20
Abduksi : Kembangkan jari tangan.
20
Adduksi : Rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi
6. Perubahan Intoleransi Aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada
sistem pernafasan, antara lain: suara nafas, analisa gas darah, gerakan dinding
thorak, adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi.
Pengkajian Intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem kardiovaskular, seperti
nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya thrombus, serta
perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral
atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan.
Skala
Persentase Kekuatan
Karakteristik
Normal
0
0
Paralisis sempurna
1
10
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
dipalpasi atau dilihat
2
25
Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3
50
Gerakan yang normal melawan gravitasi
4
75
Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
100
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh
8. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilisasi dan imobilisasi, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.
2 Analisa data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri,
dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus
adalah
data
tentang perubahan-perubahan
atau
respon
klien
terhadap
kesehatan dan masalah kesehatan lainnya serta hal-hal yang mencakup tindakan
yang dilaksanakan terhadap klien (Potter & Perry, 2005)
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang
dilakukan secara
sistematis
untuk
kebutuhan-kebutuhan keperawatan
menentukan
dan
kesehatan
masalah-masalah,
pasien.
serta
Pengumpulan
informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi
yang
terkumpul,
didapatkan
data
dasar tentang
masalah-masalah
yang
dihadapi pasien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan
Universitas Sumatera Utara
diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data
dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit (initial assesment) (Potter &
Perry, 2005).
Tujuan Pengumpulan Data :
1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien.
2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien.
3. Untuk menilai keadaan pasien.
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkahlangkahberikutnya.
Tipe Data :
1. Data Subjektif
Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat,
mencakup persepsi, perasaan,
ide
pasien
tentang
status
kesehatannya.
Misalnya tentang mobilisasi(Potter & Perry,2005)
2. Data Objektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan
panca indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya
frekuensi nadi,pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran.
(Potter & Perry, 2005)
3. Rumusan masalah
Perumusan masalah keperawatan didasarkan pada identifikasi kebutuhan
klien. Bila data pengkajian mulai menunjukkan masalah, perawat diarahkan pada
pemilihan diagnosa untuk mengidentifikasi kebutuhan klien, perawat terlebih
dahulu menentukan apa masalah kesehatan klien dan apakah masalah tersebut
potensial atau aktual (Potter & Perry, 2005).
Diagnosa keperawatan pada gangguan mobilisasi fisik harus aktual dan
potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian dimana perawat
menyusun strategikeperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya
berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan mobilisasi (Potter
&Perry, 2006)
Universitas Sumatera Utara
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada gangguan mobilisasi
(NANDA dalam Potter & Perry, 2006) yaitu:
1. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan trauma.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia
sekunder akibat cedera serebrovaskuler
5. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas
sekunder.
6. Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi pada
neuron motor atas.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima
pasien tentang penyakit dialami oleh pasien yang ditandai dengan keterbatasan
kognitif, kesalahan interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber
informasasi.
4. Perencanaan
Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap pasien yang
bermasalah
kesejajaran
tubuh
dan
mobilisasi
yang
alktual
maupun
beresiko.Perawat merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko pasien, dan
perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangannya pasien, tingkat
kesehatan, dan gaya hidup. Perencanaan perawatan juga termasuk pemahaman
kebutuhan
pasien
untuk
mempertahankan
fungsi
motoric
dan
kemandirian.Perawat dan pasien bekerja sama membuat cara-cara untuk
mempertahankan keterliabatan pasien dalam asuhan keperawatan dan mencapai
kesejajaran tubuh dana mobilisasi yang optimal dimana pasien berada di rumah
sakit ataupun di rumah (Potter & Perry, 2006).
Sebagai intervensi dari diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
gangguan mobilisasi dan ketidaktepatan mekanika tubuh diatas (NANDA dalam
Potter & Perry, 2006) yaitu:
Dx .1 Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak.
Tujuan :
Universitas Sumatera Utara
a. Mencapai mobilisasi ditempat tidur, yang dibuktikan oleh pengaturan posisi
tubuh : kemauan sendiri, pergerakan sendi aktif, dan mobilisasi yang
memuaskan.
b. Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu melakukan
mobilitas fisik, baik ditempat tidur, dan nilai GCS = 15 sesuai dengan
kemampuannya secara mandiri setiap hari.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat melakukan latihan rentang gerak pada sendi/ektremitas yang
lumpuh secara mandiri
b. Bergerak sendiri di tempat tidur atau memerlukan bantuan minimal pada
tingkat yang realistis
c. Menunjukkan peningkatan mobilitas fisik dan kekuatan otot
Intervensi :
a. Kaji tingkat mobilisasi pasien dengan (tingkatan 0-4) secara berkala
b. Kaji
kekuatan
otot/kemampuan
fungsional
mobilitas
sendi
dengan
menggunakan (skala kekuatan otot 0-5)secara teratur
c. Ubah posisi menimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya jika
bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu
d. Instruksi/bantu pasien melakukan latihan ROM pasif/aktif secara konsisten
e. Instruksikan pasien pada aktivitas sesuai dengan kemampuannya
f. Melibatkan pasien dalam perawatan untuk mengurangi depresi dan kebosanan
yang berkaitan dengan terapi mobilisasi ROM
g. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik (fisioterapi)/ okupasi dan atau rehabilitasi
spesialis
h. Ajarkan keluarga dalam melakukan latihan rentang gerak mobilisasi (ROM)
sesuai dengan jadwal pengobatan dan perawatan pada pasien
Rasional:
a. Menunjukkan perubahan tingkatan mobilitas pasien setiap hari
b. Menentukan perkembangan peningkatan kekuatan otot/mobilitas sendi pasien
sebelum dan sesudah dilakukan latihan rentang gerak (ROM)
c. Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemia jaringan
Universitas Sumatera Utara
d. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur dan meningkatkan pemulihan fungsi kekuatan otot dan sendi
e. Meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri pasien, harga diri, dan peran diri
pasien sehari-hari
f. Peran pasien mendukung motivasi diri untuk menikmati pengobatan dan
perawatan diberikan
g. Mendukung peningkatan kekuatan otot dan fungsi ekstremitas fungsional dan
mencegah kontraktur
h. Peran keluarga sangat menbantu peningkatan kesehatan pasien dalam
mobilsasi fisik di rumah sakit dan atau dirumah
Dx. 2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan kontraktur.
b. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau
konpensasi bagian tubuh.
c. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku
yang memungkinkan melakukan
aktivitas.
Intervensi:
a. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang
tidak terganggu.
b. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif
c. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan
berjalan.
d. Berikan
lingkungan
yang
aman,
misalnya
menaikkan
kursi,
menggunakanpegangantangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
e. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
Rasional :
a. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase
penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan.
b. Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina
umum.
Universitas Sumatera Utara
c. Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
d. Menghindari cidera akibat kecelakaan/jatuh.
e. Berguna dalam memformulasikan program latihan/aktivitas yang berdasarkan
pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat.
Dx. 3 Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan trauma.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman nyeri terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien dapat mengekspresikan rasa nyeri yang minimal, ekspresi
wajah pasien rilek.
Intervensi :
a. Pertahankan imobilisasi pada bagian yang patah dengan cara bed rest, gips,
spalek, traksi
b. Meninggikan dan melapang bagian kaki yang fraktur
c. Evaluasi rasa nyeri, catat tempat nyeri, sifat, intensitas, dan tanda-tanda nyeri
non verbal
d. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional :
a. Mengurangi rasa nyeri dan mencegah dislokasi tulang dan perluasan luka pada
jaringan.
b. Meningkatkan aliran darah, mengurangi edema dan mengurangi rasa nyeri.
c. Mempengaruhi penilaian intervensi, tingkat kegelisahan mungkin akibat dari
presepsi/reaksi terhadap nyeri.
d. Diberikan obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
Dx. 4 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia
sekunder
Tujuan : Pasien tetap menunjukan pemenuhan nutrisi selama dilakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria hasil :Tidak terjadi penurunan berat badan, HB dan albumin dalam batas
normal HB: 13,4 – 17,6 dan Albumin: 3,2 - 5,5 g/dl.
Intervensi :
a. Jelaskan pentingnya nutrisi bagi klien
b. Kaji kemampuan klien dalam mengunyah dan menelan
c. Letakkan kepala lebih tinggi pada waktu selama & sesudah makan
Universitas Sumatera Utara
d. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan di atas bibir / bawah dagu jika dibutuhkan
e. Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral atau memberi makanan melalui
NGT
f. Observasi keadaan, keluhan dan asupan nutrisi
Rasional :
a. Nutrisiyang adekuat membantu meningkatkan kekuatan otot
b. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan kepada klien
c. Memudahkan klien untuk menelan
d. Membantu dalam melatih kembali sensoro dan meningkatkan kontrol
muskuler
e. Membantu memberi cairan dan makanan pengganti jika klien tidak mampu
memasukan secara peroral.
f. Mengetahui keberhasilan tindakan dan untuk
menentukan intervensi
selanjutnya
Dx. 5 Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas
sekunder .
Tujuan : pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan
Kriteria hasil :
a. Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
b. Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
c. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Intervensi:
a. Anjurkan untuk melakukan latihan mobilisasi
b. Ubah posisi tiap 2 jam
c. Observasi terhadap eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi
d. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin, hindari trauma dan panas pada
kulit.
Rasional :
a. Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
b. Menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol
Universitas Sumatera Utara
c. Mempertahankankeutuhan kulit
d. Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler
Dx .6 Gangguan eliminasi urine (inkontinensia urine) berhubungan dengan lesi
pada neuron motor atas.
Tujuan : klien mampu mengontrol urine setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan
Kriteria hasil :
a. Klien melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
b. Tidak ada distensi bladder
Intervensi:
a. Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b. Ajarkan membatasi masukan cairan selama malam
c. Ajarkan tehnik untuk mencetuskan refleks berkemih ( rangsangan kutaneus
dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d. Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal
yang telah direncanakan
e. Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikit 2000cc perhari
bila tidak ada kontraindikasi)
Rasional :
a. Berkemih
yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung
kemih yang berlebih
b. Melatih dan membantu penggosongan kandung kemih
c. Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume
urine sehingga memerlukan untuk lebih sering berkemih
d. Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran kemih dan batu
ginjal.
Dx.7 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
diterima pasien tentang penyakit dialami oleh pasien.Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima pasien tentang penyakit
dialami oleh pasien yang dtandai dengan keterbatasan kognitif, kesalahan
interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan : Pasien mengerti tentang penyakit yang diderita dengan
Universitas Sumatera Utara
Kriteria hasil :
a. Pasien dankeluarga tahu tentang penyakit yang diderita.
b. Pasien dan keluarga mau berperan serta dalam tindakan keperawatan.
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga.
b. Beri penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita.
c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tentang setiap tindakan keperawatan
yang akan dilakukan.
Rasional :
a. Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiki pasien dan keluarga dan
kebenaran informasi yang didapat.
b. Penjelasan tentang kondisi yang sedang dialami dapat membantu menambah
wawasan pasien dan keluarga.
c. Agar pasien dan keluarga mengetahui tujuan dari setiap tindakan keperawatan
yang akan dilakukan.
5 Implementasi
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat mengangkat
pasien dengan benar, menggunakan teknik posisi tepat, dan memindahkan pasien
dengan aman dari tempat tidur ke kursi atau dari tempat tidur ke brankar.
Prosedur-prosedur tersebut digambarkan dalam bagian ini sebagai prinsip
mekanika tubuh yang diperlukan untuk menjaga atau memperbaiki kesejajaran
tubuh. Terdapat beberapa teknik dalam implementasi mobilisasi pasien yaitu:
mempertahankan kesejajaran tubuh terdapat teknik mengangkat, teknik mengubah
posisi, teknik memindahkan, memobilisasi sendi terdapat latihan rentang gerak,
berjalan (Potter & Perry, 2006).
Asuhan keperawatan harus meningkatkan kesehatan pasien dan mengurangi
immoblisasi
untuk
melakukan
aktivitas
sehari-hari
secara
mandiri
semampunya.Implementasi keperawatan harus diatur untuk mencegah dan
menimalkan bahaya tersebut. Pasien sangat memerlukan perubahan posisi setiap 2
jam dan latihan ROM (Potter & Perry, 2006).
Universitas Sumatera Utara
6 Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan pada pasien yang terganggu kesejajaran tubuh
dan mobilisasi
berdasarkan kriteria hasil setiap tujuan keperawatan. Dengan
mempertahankan kesejajaran tubuh yang baik dan mobilisasi akan meningkatkan
kemandirian dan mobilisasi sendinya tidak adekuat harus mendapat bantuan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Pendekatan yang baik pada masalah kesejajaran
tubuh dan mobilisasi sendi adalah pencegahan yang dimulai pada awal
perencanaan keperawatan (Potter & Perry, 2006).
Untuk mengevaluasi hasil dan respons dari asuhan keperawatan, perawat
mengukur efektivitas semua intervensinya.Tujuan dan kriteria hasil adalah
kemampuan pasien mempertahankan atau meningkatkan kesejajaran tubuh dan
mobilisasi sendi.Perawat mengevaluasi intervensi khusus yang diciptakan untuk
mendukung kesejajaran tubuh, meningkatkan mobilisasi, dan melindungi pasien
bahaya mobilisasi.Terakhir, perawat mencari kebutuhan pasien dan keluarga
untuk tambahan pelayanan pendukung mis. Rumah palayanan kesehatan, terapi
fisik, dan konseling) dan mengawali proses rujukan (Potter & Perry, 2006).
Universitas Sumatera Utara
B.Asuahan Keperawatan Kasus dengan Masalah Hambatan Mobilitas Fisik Pada
Pasien Fraktur Humeri Dexstra
1. Pengkajian
1. BIODATA
Nama
: An. R
Jenis Kelamin
: Laki – laki
Umur
: 10 tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
:-
Alamat
: Jl. Puskesmas Gg. Selasih. Pematang Siantar
TanggalMasuk RS : 30 May 2016
No. Register
: 00.99.90.35
Ruangan/kamar
: Kenanga I bed I
Golongan Darah
:O
Tanggal Pengkajian : 2 Juni 2016
I.
Tanggal Operasi
:
Diagnosa Medis
: Fraktur Distal Humeri Dextra
KELUHAN UTAMA
Pada saat pengkajian pasien An. R mengatakan nyeri dengan skala
nyeri 5 yang disebabkan oleh luka dibagian distal humeri dextra,
pasien juga mengatakan sulit bergerak khususnya pada tangan bagian
kanan di distal humeri dextra.
II.
RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A. Provocative/ palliative
1. Apa
penyebabnya:
kecelakaan
lalu
penyebabnya
lintas
pasien
sepulang
mengalami
sekolah
yang
mengakibatkan luka dibagian distal humeri dextra.
B. Quantity/ quality
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimana dirasakan : pasien mengatakan bahwa klien
mengalami nyeri dibagian distal humeri dextra.
C. Bagaimana dilihat
: pasien berbaring di tempat tidur, pasien
tampak tidak mampu menggerakkan ekstremitas distal humeri
dextra.
D. Region
1. Dimana lokasinya
: distal humeri dextra
2. Apakah menyebar
: Fraktur yang dialami pasien tidak
menyebar.
E. Severity
: pasein merasakan nyeri skala 5
F. Time
Kecelakaan lalu lintas yang di alami pasien terjadi pada hari Senin,
30 may 2016.
III.
RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
A. Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan pasien menderita tifus
B. Pengobatan/ tindakan yang dilakukan
Pasien langsung dibawa ke rumah sakit.
C. Pernah dirawat/ dioperasi
Pasien mengatakan pernah di rawat.
D. Lama dirawat
Pasien dirawat di rumah sakit kurang lebih 5 hari pada saat
menderita tifus.
E. Alergi
Pasein tidak pernah mengalami alergi dari makanan
F. Imunisasi
Imunisasi lengkap: BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, Campak.
IV.
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
A. Orang tua
Ayah pasien memiliki riwayat Hipertensi.
B. Saudara kandung
Universitas Sumatera Utara
Tidak ada gangguan penyakit saudara kandung seperti yang
dialami pasien.
C. Penyakit keturunan yang ada
Hipertensi adalah tekanan darah yang tinggi.
D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
E. Anggota keluarga yang meninggal
F. Penyebab meninggal
V.
RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL
A. Persepsi pasien tentang penyakitnya
Pasien yakin bahwa penyakitnya akan segera sembuh.
B. Konsep Diri
-
Gambaran diri
: pasien megatakan menyukai semua bagian
tubuhnya.
-
Ideal diri
: pasien memiliki kemauan untuk sembuh
dan dapat ingin kembali bersekolah.
-
Harga diri
: pasien merasa sangat diperhatikan
keluarganya.
-
Peran diri
: pasien berperan sebagai seorang anak di
keluarga.
-
Identitas
: selama sakit, aktivitas pasien di bantu oleh
keluarganya.
C. Keadaan Emosi
: labil
D. Hubungan Sosial
-
Orang yang berarti: orang yang berarti bagi pasien adalah
kedua orang tuanya.
-
Hubungan dengan keluarga : hubungan pasien dengan keluarga
baik. Hubungan dengan orang lain : hubungan pasien dengan
orang lain baik.
Universitas Sumatera Utara
-
Hambatan dalam berhubungan dengan lain: tidak ada hambata
dalam berhubungan dengan orang lain.
E. Spiritual
VI.
-
Nilai dan keyakinan
: pasien menganut agama Islam.
-
Kegiatan ibadah
: Sholat
STATUS MENTAL
-
Tingkat Kesadaran
: Kompos mentis.
-
Penampilan
: Tidak rapi.
-
Pembicaraan
: Lambat.
-
Alam perasaan
: Sedih.
-
Afek
: Datar.
-
Interaksi selama wawancara: Kontak mata kurang.
-
Memori
: pasein mengingat kejadian
kecelakan yang menimpah dirinya.
VII.
PEMERIKSAAN FISIK
A. KeadaanUmum
Pasien sadar, lemah dan tidak dapat menggerakkan ekstremitas
dextra, sehingga pasien terbaring di tempat tidur dan aktivitasnya
dibantu oleh keluarganya.
B. Tanda-tanda vital
-
Suhu tubuh
: 36,8ºC
-
Tekanandarah
: 100/60 mmHg
-
Nadi
: 82 x/menit
-
Pernafasan
: 24 x/menit
-
Skala nyeri
: 5 (1-10)
-
TB
: 110 cm
-
BB
: 30 Kg
C. Pemeriksaan Head to toe
Kepala dan rambut
-
Bentuk
: bulat dan simetris.
Universitas Sumatera Utara
-
Ubun-ubun
: tidak ada benjolan
-
Kulit Kepala
: bersih.
Rambut
-
Penyebaran dan keadaan rambut : Rambut tumbuh merata
keadaan rambut bersih.
-
Bau
:-
-
-
Warna kulit
:sawoh matang
Wajah
- Warna Kulit
-
:sawoh matang
Struktur wajah
:Oval, simetris
Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan
:Mata lengkap dan simetris
Palpebra
:Merah
Konjungtiva dan sklera
:konjungtiva merah dan
muda,
lembab.
sclera putih
Pupil
:isokor.
Cornea dan iris
:bening.
Hidung
-
Tulang hidung dan posisi septum nasi
:
tulang
hidung
lubang
hidung
simetris dan posisi septum nasi di tengah.
-
Lubang hidung
:
normal, bersih dan tidak ada sumbatan.
-
Cuping hidung
:
Pernafasan
tidak
menggunakan cuping hidung.
Telinga
-
Bentuk telinga
: daun telinga normal dan simetris.
-
Ukuran telinga
: simetris kiri dan kanan.
-
Lubang telinga
: lubang telinga paten dan bersih
-
Ketajaman pendengaran : baik
Universitas Sumatera Utara
Mulut dan faring
-
Keadaan bibir
: Mukosa bibir kering, simetris.
-
Keadaan gusi dan gigi
: keadaan gigi kurang bersih.
-
Keadaan lidah
: lidah kurang bersih.
-
Orofaring
: pita suara baik.
Leher
-
Posisi trachea
: posisi trachea medial.
-
Thyroid
:tidak
ada
pembesaran
kelenjar
thyroid.
-
Suara
:suara normal.
-
Kelenjar limfe
:tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
-
Vena jugularis
:tidak ada distensi vena jugularis.
-
Denyut nadi karotis
:denyut nadi teraba.
Pemeriksaan integumen
-
Kebersihan
:kulit tampak kurang bersih.
-
Kehangatan
:akral hangat.
-
Warna
:warna kulit sawo matang.
-
Turgor
:turgor kulit baik, CRT< 2 detik.
-
Kelembaban
:kulit kering.
-
Kelainan pada kulit
:terdapat kerusakan kulit pada bagian
tangan kanan dan pipi kanan pasien.
Pemeriksaan payudara dan ketiak
-
Ukuran dan bentuk
:normal dan simetris.
-
Warna payudara dan areola
:payudara berwarna putih dan
areola berwarna coklat.
-
Kondisi payudara dan putting
:simetris
dan
tidak
ada
benjolan.
-
Produksi ASI
:tidak ada.
-
Aksilla dan calvicula
:normal, tidak ada kelainan.
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan thoraks/ dada
Inspeksi thoraks
: normal, simetris.
-
Pernafasan (frekuensi, irama)
: 24 kali/ menit.
-
Tanda kesulitan bernafas
: normal tidak ada tanda
kesulitan bernafas.
Pemeriksaan paru
-
Palpasi getaran suara
: gerak dada normal.
-
Perkusi
: didapati suara resonan.
-
Auskultasi (suara nafas, ucapan suara, suara tambahan) : suara
nafas vesikuler, tidak ada suara tambahan.
Pemeriksaan jantung
-
Inspeksi
: tidak ada sianosis.
-
Palpasi
: pulsasi teraba.
-
Perkusi
: suara dullness saat perkusi.
-
Auskultasi : bunyi jantung normal.
Pemeriksaan abdomen
-
Inspeksi (bentuk, benjolan)
: simetris, tidak ada benjolan.
-
Auskultasi
: peristaltik usus 8 x/menit.
-
Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien) : tidak
ada nyeri tekan, benjolan dan ascites.
-
Perkusi (suara abdomen)
: tympani.
Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
-
Genitalia (rambut pubis, lubanguretra)
: tidak ada kelainan.
-
Anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada anus,
perineum) : tidak ada kelainan pada anus.
Pemeriksaan
musculoskeletal/
ekstremitas
(kesimetrisan,
kekuatan otot, edema) :
Universitas Sumatera Utara
Otot tampak simetris, tidak ada edema, namun pasien mengalami
luka di bagian distal ekstremitas dextra dengan skala nyeri 5.
Pemeriksaan neurologi (nervus cranialis)
-
Nerfus Olfaktorius/N I
Pasien mampu mengidentifikasi bau dengan baik.
-
Nervus Optikus/N II
Tidak dilakukan pemeriksaan.
-
Nervus Okulomotoris/ N III, Trochlearis/N IV, Abdusen/N VI
Normal, tidak ada gangguan.
-
Nervus Trigeminus/N V
Normal.
-
Nervus Facialis/N VII
Pasien tidak mampu menggerakkan otot wajah bagian kanan
diakibatkan luka di pipi kanan.
-
Nervus vestibulocochlearis/ VIII
Pasien mampu mendengar dengan baik
-
Nervus Glossopharingeus/N IX, Vagus/N X
Pasien mengalami sulit mengunyah dan membuka mulut.
-
Nervus Aksesorius/N XI
Pasien hanya mampu mengerakkan bahu sebelah kiri
-
Nervus Hipoglossus/ N XII
Tidak di lakukan karena pada saat pemeriksaan pasien
kesulitan menjlurkan lidahnya akibat luka yang ada dibagian
pipi kanan pasien.
Fungsi Motorik :
Pasien sulit menggerakkan ekstremitas dextra.
Fungsi sensorik (identifikasi sentuhan, tes tajam tumpul, panas
dingin, getaran) :
Universitas Sumatera Utara
Pasien dapat merasakan sentuhan, getaran, panas dingin dan tajam
tumpul yang diberikan.
POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
I.
Pola makan dan minum
-
Frekuensi makan/ hari
: pasien biasa makan 3 kali sehari.
-
Nafsu/ selera makan
: nafsu makan pasien berkurang
-
Nyeri ulu hati
: tidak ada nyeri ulu hati.
-
Alergi
: tidak ada alergi makanan.
-
Mual dan muntah
: pasien tidak mual dan muntah.
-
Tampak makan memisahkan diri (pasien gangguan jiwa) :
pasien tidak tampak memisahkan diri.
-
Waktu pemberian makan : pagi, siang dan malam.
-
Jumlah dan jenis makan : satu piring makanan lembek/bubur
-
Waktu pemberian cairan/ minum: sebelum dan sesudah makan
kurang lebih 1,5 L/ hari.
-
Masalah makan dan muinm (kesulitan mengunyah) : terdapat
masalah atau kesulitan dalam mengunyah makanan pada
pasien.
Perawatan diri/ personal hygiene
II.
-
Kebersihan tubuh
: tubuh pasien bersih.
-
Kebersihan gigi dan mulut
: mulut berbau dan gigi kotor.
-
Kebersihan kuku kaki dan tangan : kuku kaki dan tangan kurang
bersih.
III.
Pola kegiatan/ Aktivitas
-
Secara umum aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi,
ganti pakaian
memerlukan bantuan, pengawas / orang lain, dan peralatan
(tingkat 3).
Universitas Sumatera Utara
-
Uraian aktivitasi badan pasien selama dirawat/ sakit : pasien
merasa kesulitan dalam beribadah, pasien hanya bisa beribadah
di tempat tidur.
IV.
Pola eliminasi
1. BAB
-
Pola BAB
: 1 kali/ hari.
-
Karakter feses
: lunak.
-
Riwayat perdarahan
: tidak ada riwayat perdarahan.
-
BAB terakhir
: 1 juni 2016
-
Diare
: tidak ada diare.
-
Penggunaan laksatif
: tidak ada penggunaan laksatif.
2. BAK
-
Pola BAK
: 4-5 kali/hari
-
Karakter urine
: kuning.
-
Nyeri/ rasa terbakar/ kesulitan BAK
:tidak ada kesulitan
BAK.
-
Riwayat penyakit ginjal/ kandung kemih : tidak ada riwayat
penyakit ginjal/ kandung kemih.
-
Penggunaan diuretik
: tidak menggunakan
diuretik.
V.
VI.
Upaya mengatasi masalah
:-
Mekanisme Koping
-
Adaptif
: Bicara dengan orang lain
-
Maladaptif
:-
Polatidur
1. Waktu tidur
: ± 7 jam
2. Waktu bangun
: ± 17 jam
3. Masalah tidur
: tidak ada keluhan.
4. Hal- hal yang mempermudah tidur
:
keaadaan
yang
nyaman dan lingkungan yang tenang
Universitas Sumatera Utara
5. Hal-hal yang mempermudah bangun :
pasien
akan
terbangun apabila pasien mendengar suara bising dan nyeri
pada luka yang di dialaminya
1. Analisa Data
Masalah
No
Data
Etiologi
1
Ds : Klien mengatakan
Tekanan/kekerasan
Gangguan rasa
timbul nyeri pada luka saat
langsung
nyaman (Nyeri)
↓
bergerak, nyeri seperti
berdenyut, hilang timbul,
nyeri
tidak
menyebar,
skala nyeri 5, nyeri akan
berkurang
jika
Keperawatan
klien
Terputusnya
kontinuitas tulang
↓
Nyeri
beristirahat.
Do : Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit RR : 20
x/menit T : 36 C
b.Tampak klien menahan
rasa sakit saat beraktivitas
2
Ds : Klien mengatakan
sulit
untuk
khususnya
bergerak
pada
tangan
sebelah kanan di bagian
destra humerus distral.
Do : Tampak klien tidak
mampu
melakukan
Tekanan/kekerasan
Hambatan
langsung
Mobilitas Fisik
↓
Terputusnya
kontinuitas tulang
↓
Deformitas
aktivitas sehari-hari secara
↓
mandiri, sebagian aktivitas
Ektremitas tidak dapat
klien dibantu oleh keluarga
berfungsi dengan baik
Universitas Sumatera Utara
dan perawat.
↓
Keterbatasan
Mobilitas
2. Rumusan Masalah
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa masalah
kesehatan.Masalah yang muncul berdasarkan prioritas yang didasari kriteria yang
harus ditangani dan segera. Berikut beberapa masalah yang muncul berdasarkan
analisa data :
a) Gangguan rasa nyaman (Nyeri)
b) Hambatan mobilitas fisik
3. Diagnosa Keperawatan(Prioritas)
a) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan ditandai dengan klien mengatakan timbul nyeri pada
luka saat bergerak, nyeri seperti berdenyut, hilang timbul, nyeri tidak
menyebar, skala nyeri 5, nyeri akan berkurang jika klien beristirahat, TD :
110/80 mmHg, Nadi : 76 x/menit, RR : 20 x/menit, T : 36.5 C,
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
ditandai dengan klien mengatakan sulit untuk bergerak khusunya pada
tangan kanan tampak klien tampak tidak mampu melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri, semua aktivitas klie di bantu oleh keluarga dan
perawat.
4. Perencanaan
PERENCANAAN KEPERAWATAN DAN RASIONAL
Hari /
No
Perencanaan Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Tangga DX
l
Rabu,
31/5/20
16
1
Tujuan:
Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
-
Pasien akan menunjukan tehnik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
-
Pasien akan mempertahankan nyeri pada 3 atau kurang.
-
Pasien akan mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan
untuk mencegah nyeri.
Rencana Tindakan
Rasional
a) Lakukan pengkajian nyeri
yang
komprehensif
a) Membantu
dalam
mengidentifikasi
meliput i
lokasi,
derajatketidaknyamanan
dan
karakteristik,
gerasi,
kebutuhan
atau
frekuensi,
kualitas,
intensitas
ataukeparahan
nyeri
atau
faktor
prefisipitasinya
untuk
keefetifan analgesic. Jumlah
jaringan,
otot
dan
limfatif
diangkat
sistem
dapat
mempengaruhi jumlah nyeri
b) Kenali faktor lingkungan
yang dialami.
yang dapat mempengaruhi
respon
pasien
terhadap
ketidaknyamanan
b) Menurunkan reaksi terhadap
stimulasi
dari
luar
dan
c) Pantau tanda-tanda vital
meningkatkan istirahat atau
d) Gunakan
relaksasi
tindakan
pengendalian
nyeri
sebelum menjadi berat
c) Nyeri yang berlanjut akan
berdampak pada peningkatan
tanda-tanda vital.
e) Berikan
tindakan
d) Jika kondisi nyeri keluhan
dasar
nyeri masih menunjukan tahap
kenyaman
danaktivitas rapetik.
awal,
baiknya
Universitas Sumatera Utara
berikan
f) Berikan informasi tentang
nyeri
seperti
penyebab
nyeri, seberapa lama akan
berlangsung dan antisipasi
ketidaknyamanan
dari
langsung
terapi
awal
pengendalian nyeri (misalnya:
nafas dalam)
e) Dapat
menurunkan
ketidaknyamanan
terhadap
luka operasi
prosedur
f) Pasien
yang
mendapat
penjelasan tentang nyeri, akan
lebih sedikit mengalami stres
dibandingkan dengan pasien
yang
tidak
mendapatkan
penjelasan
Kamis,
1/6/201
1
Tujuan:
-
6
Mencapai mobilisasi ditempat tidur, yang dibuktikan oleh pengaturan
posisi tubuh : kemauan sendiri, pergerakan sendi aktif, dan mobilisasi
yang memuaskan.
-
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien mampu
melakukan mobilitas fisik, baik ditempat tidur, dan nilai GCS = 15
sesuai dengan kemampuanny