Korelasi Hemostasis Dengan Tumor Marker Pada Pasien Kanker Paru bukan Sel Kecil Dengan Kemoterapi

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 . LATAR BELAKANG
Prevalensi kanker paru di Negara maju sangat tinggi, di USA tahun 1999
sampai 2012 dilaporkan terdapat 1 juta kasus baru setiap tahunnya dengan 582.000
kematian. Di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun, sedangkan di
Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS Kanker Dharmais Jakarta
tahun 1998 menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim. Angka
kematian akibat kanker paru diseluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta
penduduk tiap tahunnya. (Buku ajar Penyakit Dalam FK UI, 2006; U.S. Cancer
Statistics-working Group, 2012)
Penyakit keganasan dalam perkembangannya dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan atau thrombosis. Penyebab dari pelemahan sistem koagulasi ini
berdasarkan pada faktor resiko umum yang ada pada diri pasien itu sendiri dan faktor
resiko spesifik seperti tipe tumor dan stadium tumor. Ketika sel kanker mengaktivasi
sistem koagulasi, faktor-faktor hemostasis memegang peranan penting dalam
progresifitas dari tumor. Kecenderungan perdarahan terjadi melalui, trombositopenia,
fibronolisis,

produksi


zat

zat

yang

bekerja

sebagai

antikoagulan

(misal,

glikoaminoglikan) atau terjadinya disfribrinogenia. (A. FALANGA et al, 2013)

14
Universitas Sumatera Utara


Kanker dan hiperkoagulasi merupakan topik yang telah beberapa dekade
dibicarakan dan kerap kali tetap merupakan bahasan yang menarik karena
kekerapannya yang tinggi dan patogenesisnya yang kompleks. Diawali dengan
laporan Armand Trousseau pada tahun 1865, yang menegakkan hubungan kanker
dengan kejadian VTE dan dikenal dengan sindroma “Trousseau”, sekarang telah
diketahui bahwa kanker sendiri dapat meningkatkan resiko kejadian thrombosis
sampai empat kali dan kemoterapi meningkatkan sampai enam kali. (Buku ajar
Penyakit Dalam FK UI, 2006: A. FALANGA et al, 2013)
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko thrombosis secara garis besar dapat
dibagi dua kelompok besar yaitu faktor bawaan/konstitusional dan faktor
didapat/lingkungan (misal, imobilisasi, prosedur akses pembuluh darah/operasi,
kehamilan, pil kontrasepsi, terapi sulih hormon dan keganasan). (Buku ajar Penyakit
Dalam FK UI, 2006: A. FALANGA et al, 2013)
Interaksi penyakit kanker dan berbagai faktor kondisi di atas/komorbid,
tindakan operasi dan radiasi, maupun jenis kemoterapi yang diberikan serta cara
perawatan pasien akan menempatkan pasien secara “unik” pada tingkat resikonya
masing masing untuk terjadinya VTE. Pendekatan diagnostik dan pengobatan
antithrombosis yang menyamaratakan pasien (generalized) akan menempatkan pasien
pada resiko yang mungkin tidak perlu dan beban biaya yang tidak ringan. Namun
perlu pula diketahui bahwa menetapkan kriteria pasien mana yang memerlukan atau

tak memerlukan terapi terutama pencegahan primer bukanlah hal yang mudah, dan

15
Universitas Sumatera Utara

belum ada kesepakatan yang dapat diterima secara universal mengenai hal tersebut.
(Buku ajar Penyakit Dalam FK UI, 2006; Michael. E. Bromberg et al 1999)
Di Indonesia sendiri kejadian VTE dan pelaporannya secara nasional belum
ada, yang mungkin salah satunya penyebabnya adalah karena penatalaksanaan pasien
kanker di Indonesia masih dilaksanakan secara terkotak-kotak dan belum terpadu
dalam satu tim yang terdiri dari disiplin onkologi, radioterapi dan hematologiconkologi medik, maupun disiplin penunjang lainnya; atau karena hal ini dianggap
belum dianggap belum merupakan hal yang mendesak untuk segera ditangani karena
tak mempengaruhi morbiditas dan harapan hidup pasien. (Buku ajar Penyakit Dalam
FK UI, 2006; M. Roselli et al,2014)
Penanda tumor atau Tumor Marker adalah suatu substansi yang dapat
ditemukan dalam tubuh karena adanya kanker. Biasanya ditemukan dalam darah dan
urine, yang diproduksi langsung oleh sel-sel kanker atau tubuh sendiri sebagai respon
terhadap adanya kanker atau kondisi lain. Mayoritas penanda tumor berupa protein.
(R Molina et al, 2003)
Tumor marker digunakan untuk skrining dan deteksi awal kanker, sementara

skrining digunakan untuk memeriksa pasien yang tidak mempunyai gejala klinis.
Deteksi awal dilakukan untuk mendeteksi kanker pada stadium awal.Sebelum terjadi
penyebaran dan masih berespon baik pada terapi. Tumor marker tidak digunakan
untuk mendiagnosa kanker, yang biasa didiagnosa dengan pemeriksaan sitologi
maupun histopatologi jaringan. Namun demikian, tumor marker dapat digunakan

16
Universitas Sumatera Utara

dalam menentukan jenis kanker dan membantu dalam mendiagnosis penyebaran
tumor ketika tumor primernya belum diketahui dan keefektifan terapi, misalnya
kemoterapi. (Petra Stieber et al, 2000; R Molina et al, 2003)
Salah satu manfaat tumor marker adalah untuk memonitoring terapi kanker,
terutama pasien stadium lanjut. Jika penanda tumor yang diperiksa spesifik dengan
jenis kanker akan sangat mudah untuk mengetahui respon terapi daripada harus
melakukan pemeriksaan radiologi yang biasanya membutuhkan harga yang relatif
mahal. Jika tumor marker menurun kadarnya hampir selalu merupakan tanda
keberhasilan terapi, sebaliknya bila kadarnya meningkatkan dapat sebagai tolak ukur
untuk menganti jenis terapi. (Petra Stieber et al, 2000; R Molina et al, 2003)
Hubungan antara faal hemostasis dengan tumor marker belum pernah

dikemukakan sebelumnya, tetapi dengan adanya hubungan yang erat antara terjadinya
proses koagulasi pada pasien-pasien kanker paru terutama pada pasien kanker paru
bukan sel kecil, dan hal ini semakin meningkat pada pasien pasien yang dilakukan
kemoterapi yang mana peningkatan nilai faal hemostasis ini biasanya berhubungan
dengan prognosis yang buruk dari pasien kanker paru dengan kemoterapi. Dan juga
pemeriksaan tumor marker selain mampu menambah kecurigaan terhadap kanker
juga berguna sebagai sarana menilai efikasi dari terapi terhadap kanker (semakin
besar prognosis akan buruk), maka kami ingin meniliti lebih lanjut antara hubungan
keduanya, dan apakah pemeriksaan satu jenis modalitas (contoh faal hemostasis)

17
Universitas Sumatera Utara

dapat menidiakan modalitas lainnya sehubungan dengan minimnya pemeriksaan
penunjang yang dapatdilakukan diberbagai rumah sakit di Indonesia.
1.2 . Perumusan Masalah
Dari

uraian di atas telah diketahui adanya hubungan yang erat antara


terjadinya proses koagulasi pada pasien-pasien kanker paru terutama pada pasien
kanker paru bukan sel kecil. Koagulasi dapat dengan mudah dideteksi dengan cara
pemeriksaan faal Hemostasis dari dalam serum. Pemeriksaan tumor marker selain
mampu menambah kecurigaan terhadap kanker juga berguna sebagai sarana menilai
efikasi dari terapi terhadap kanker (kemoterapi pada umumnya). Hal ini lebih lanjut
dapat digunakan sebagai salah satu faktor yang mampu menetapkan prognosa pasien.
Peneliti ingin menilai korelasi antara kedua parameter ini pada pasien kanker paru
bukan sel kecil yang menjalani kemoterapi.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan khusus
Mengetahui korelasi antara nilai faal hemostasis terhadap tumor marker pada
pasien kanker paru bukan sel kecil dengan kemoterapi.
1.3.2. Tujuan umum
a. Untuk mengetahui perbedaan nilai faal Hemostasis darah pada pasien kanker
paru bukan sel kecil sebelum dan sesudah kemoterapi.
b. Untuk mengetahui perbedaan nilai tumor marker pada pasien kanker paru
bukan sel kecil sebelum dan sesudah kemoterapi.

18
Universitas Sumatera Utara


1.4.


Manfaat Penelitian
Pada Peneliti.
Dapat dijadikan sebagai tambahan informasi, ilmu, pengetahuan dan wawasan
yang luas dalam penanganan pasien kanker paru bukan sel kecil terlebih yang
telah menjalani kemoterapi.



Pada pasien
Dapat dijadikan dasar dan masukan informasi kepada masyarakat dalam
memahami masalah kesehatan pada pasien kanker paru dengan atau tanpa
kemoterapi



Pada Praktisi Spesialis paru

a) Dapat memberikan informasi atau data ilmiah tentang kadar faal Hemostasis
darah pada pasien kanker paru bukan sel kecil.
b) Dapat memberikan informasi atau data ilmiah tentang peningkatan kadar faal
Hemostasis darah pada pasien kanker paru bukan sel kecil sebelum dan
sesudah kemoterapi
c) Untuk dapat menentukan hubungan antara kejadian koagulasi darah dengan
prognosa pasien kanker paru bukan sel kecil.



Pada Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini kiranya dapat dipergunakan sebagai salah satu
pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan memperoleh alternatif dalam

19
Universitas Sumatera Utara

penanganan pasien kanker paru pada umumnya dan pasien kanker paru bukan
sel kecil dengan kemoterapi pada khususnya.



Pada Institusi Pendidikan
Dasar memulainya penelitian lanjutan tentang kanker paru bukan sel kecil dan
masalah koagulasi di Indonesia pada umumnya dan Sumatera Utara pada
khususnya.

20
Universitas Sumatera Utara