Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Persepsi Nelayan Terhadap Program Peningkatan Pendapatan ( Studi Kasus : Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara geografis Indonesia membentang dari 60° LU sampai 110° LS dan 920° sampai 1420° BT, terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil yang jumlahnya sekitar 17.504 pulau. Luas wilayah laut 5,4 juta km², mendominasi total luas territorial Indonesia sebesar 7,1 juta km², dengan panjang garis pantai 95.161 km, terpanjang keempat di dunia setelah Amerika, Kanada, dan Rusia. Potensi tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumber daya kelautan yang besar termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar (KKP, 2014).

Dengan jumlah pulau sekitar 17.504 dan garis pantai sepanjang 95.161 km, Indonesia memiliki kawasan pesisir yang sangat potensial untuk berbagai opsi pembangunan. Pembangunan kawasan pesisir kebanyakan diperuntukan bagi desa-desa untuk para nelayan dikawasan pesisir atau lebih dikenal dengan desa nelayan.

Desa nelayan merupakan suatu kawasan wilayah bagian tepi pantai atau pesisir yang digunakan untuk tempat pemukiman bagi para penduduk sekitar yang sebagian besar mencari penghasilan sebagai nelayan. Nelayan merupakan salah satu dari kelompok masyarakat yang melakukan aktivitas usaha dengan mendapatkan penghasilan bersumber dari kegiatan usaha nelayan itu sendiri. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya. Hampir diseluruh kawasan pesisir Indonesia memiliki desa nelayan salah satunya berada di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Desa Jaring Halus


(2)

merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Kecamatan Secanggang merupakan salah satu kecamatan yang mempunyai jumlah nelayan terbesar di Kabupaten Langkat. Kondisi tersebut dikarenakan Kecamatan Secanggang berada di daerah pesisir pantai.

Tingkat kesejahteraan nelayan sangat ditentukan oleh hasil tangkapannya. Banyaknya tangkapan tercermin pula besar pendapatan yang diterima dan pendapatan tersebut sebagian besar untuk keperluan konsumsi keluarga. Dengan demikian tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi keluarga atau kebutuhan fisik minimum sangat ditentukan oleh pendapatan yang diterima (Sujarno, 2008).

Menurut data Badan Pusat Statistik jumlah nelayan miskin di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 7,87 juta orang atau 25,14 persen dari total penduduk miskin nasional yang mencapai 31,02 juta orang. Jumlah 7,87 juta orang tersebut berasal dari sekitar 10.600 desa nelayan miskin yang terdapat di kawasan pesisir di berbagai daerah di tanah air. Kemiskinan dan ketergantungan terhadap sumberdaya pesisir dan laut, seringkali mengakibatkan masyarakat melakukan kegiatan yang menurunkan kualitas sumberdaya, seperti: penebangan mangrove (untuk kayu bakar dan dijual), penangkapan ikan dengan merusak ekosistem (BPS, 2011).

Tidak ada data kuantitatif dan kualitatif yang terpercaya mengenai kemiskinan nelayan, akan tetapi melalui pengamatan langsung ke perkampungan-perkampungan nelayan mampu memberikan gambaran yang jauh lebih akurat tentang kemiskinan nelayan di tengah kekayaan lautan Indonesia yang begitu melimpah. Hal pertama yang dijumpai di perkampungan nelayan adalah lingkungan hidup yang kumuh serta rumah-rumah yang sangat sederhana atau


(3)

bahkan masih ada yang tidak layak huni. Kalaupun ada beberapa rumah yang menonjolkan tanda-tanda kemakmuran (misalnya rumah yang megah dan berantena parabola), rumah-rumah tersebut umumnya dipunyai pemilik kapal, pemodal, atau rentenir yang jumlahnya tidak signifikan dan sumbangannya kepada kesejahteraan komunitas sangat tergantung pada individu yang bersangkutan (Basri, 2007).

Pemerintah seharusnya juga berperan penting dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungan pesisir Dampak dari ketidakseriusan pemerintah dalam mengembangkan perikanan Indonesia juga berakibat terhadap nelayan Kabupaten Langkat khususnya Desa Jaring Halus. Nelayan Desa Jaring Halus masih banyak yang mengalami kesulitan dalam peralatan dan perlengkapan melaut, hal ini berdampak terhadap nelayan dalam memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Jika pemerintah dapat lebih peduli terhadap kekurangan yang dialami oleh para nelayan di daerah tersebut maka jumlah penduduk miskin yang ada dikawasan pesisir dapat menurun seperti yang tercantum dalam data dari BPS Kabupaten Langkat pertumbuhan jumlah dan persentase penduduk miskin di kabupaten langkat 2004-2012 dapat dilihat pada Tabel 1.1


(4)

Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Kabupaten Langkat,2004-2012

Tahun Jumlah

(Jiwa)

Persentase (%)

2004 189.200 19,89 2005 207.100 20,98 2006 199.240 19,65 2007 185.800 18,23 2008 152.980 14,81 2009 133.140 12,75 2010 104.800 10,85 2011 100.800 10,32

2012 97.800 10,01

Sumber : BPS Ka bupa ten La ngka t 2013

Berdasarkan Tabel 1.1 persentase kemiskinan tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu 20,98% dengan jumlah 207.100 jiwa,dan paling rendah terjadi pada tahun 2012 yaitu 10,01% dengan jumlah 97.800 jiwa. Meskipun tingkat kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Langkat terus menurun tiap tahunnya akan tetapi masih banyak masyarakat Kabupaten Langkat yang berada dibawah garis kemiskinan. Dengan masyarakat desa Jaring Halus yang basis pekerjaannya sebagai nelayan, tentunya banyak dari keluarga nelayan yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

Dengan kenyataan tersebut maka sudah sewajarnya apabila potensi sumberdaya perikanan yang ada dikembangkan penangkapannya untuk kemakmuran rakyat. Kondisi kemiskinan yang terjadi disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan, terbatasnya akses terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar, serta keterbatasan masyarakat dalam keterlibatan untuk pengambilan keputusan alokasi sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.


(5)

sumberdaya kelautan dan perikanan yang tidak ramah lingkungan. Untuk itulah dibutuhkan program pemberdayaan bagi masyarakat pesisir, dengan tujuan sebagai berikut :

a. Tersedia dan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu: sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan

b. Tersedia sarana dan prasarana produksi secara lokal, sehingga masyarakat dapat memperolehnya dengan harga yang murah dan berkualitas

c. Meningkatnya peran kelembagaan masyarakat sebagai wadah aksi kolektif d. Terciptanya kegiatan ekonomi produktif di daerah yang berbasis sumberdaya

lokal (resources based) dan dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan kapasitas sumberdaya (environmental based).

Dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dilakukan apabila pendapatan penduduk mengalami peningkatan yang cukup hingga mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupannya. Hal ini dapat diartikan bahwa kebutuhan-kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, keamanan, dan sebagainya tersedia dan mudah dijangkau setiap penduduk sehingga pada gilirannya penduduk yang miskin semakin sedikit jumlahnya.

Wilayah Kabupaten Langkat memiliki potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar. Kabupaten Langkat memiliki banyak daerah pantai yang berpotensi terhadap subsektor perikanan, khususnya penangkapan ikan laut. Wilayah pantai/laut Kabupaten Langkat berada disepanjang 110 km Pantai Timur Sumatera atau Selat Malaka. Wilayah kelautan yang demikian luas, su dah tentu akan dapat memproduksi ikan laut (tangkap) yang cenderung meningkat (BPS, 2013).


(6)

Berdasarkan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat, Produksi perikanan di Kabupaten Langkat pada tahun 2009 tercatat 29.063,3 ton yang berasal dari 21.920 ton perikanan tangkap dan 7.143,3 ton perikanan budidaya. Perahu yang digunakan untuk menangkap ikan ada 286 perahu tanpa motor dan 3.873 perahu dengan motor (kapal motor). Perahu tanpa motor terdiri dari 286 perahu kecil. Kemudian perahu motor dibagi lagi menurut kekuatan mesin yaitu dibawah 5 GT sebanyak 3.234 perahu, 5-9 GT sebanyak 529 perahu, 10-19 GT sebanyak 8 perahu, 20-30 GT sebanyak 2 perahu, Sedangkan alat penangkap ikan yang digunakan adalah payang, pukat rantai, pukat cincin, dogol, dan lain lain (KKP, 2009).

Dengan memperhatikan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa produksi perikanan tangkap (penangkapan ikan laut + penangkapan perairan umum) tahun 2005 sebesar 20.307,7 ton dan naik menjadi 20.764,0 ton pada tahun 2006 atau dengan kata lain mengalami peningkatan sebesar 2,2%. Secara total produksi perikanan tangkap di Kabupaten Langkat masih tetap dominan dibandingkan dengan produksi perikanan budi daya. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel 1.2, sebagai berikut :

Tabel 1.2 Perkembangan Produksi Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat Tahun 2005-2006

No. Sumber Produksi

Tahun 2005

(ton)

2006 (ton)

1 Perikanan Tangkap 20.307,7 20.764,0 2 Perikanan Budi Daya 5.163,2 5.402,7

Total 25.470,9 26.166,7


(7)

Berdasarkan Tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa produksi perikanan tangkap di Kabupaten Langkat dari tahun 2005-2006 mengalami peningkatan yang berarti tingkat pendapatan nelayan tentu lebih baik yang tercermin dari kehidupan nelayan itu sendiri, karena produksi berhubungan dengan pendapatan, apabila produksi meningkat tentunya pendapatan juga akan meningkat, namun pada kenyataan yang dilihat dari struktur sosial kehidupan masyarakat nelayan di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat belum mencerminkan tingkat pendapatan nelayan itu lebih baik.

Rendahnya penghasilan nelayan tradisional merupakan masalah yang sudah lama, namun masalah ini masih belum dapat diselesaikan hingga sekarang, kerana terlalu kompleks. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan sosial-ekonomi, namun berkait pula dengan lingkungan dan teknologi. Beberapa kendala dalam usaha meningkatkan penghasilan nelayan tradisional yaitu faktor biologi, teknologi dan sosial-ekonomi. Kendala biologi berhubungan dengan terbatasnya stok sumber daya ikan akibat pencemaran lingkungan laut, dan hasil tangkapan berlebih (overfishing). Kendala teknologi berhubungan dengan alat tangkap, mesin, motor atau infrastruktur pendorong lainnya seperti panjang kapal, besar dan fasilitas cold storage, atau peralatan pemprosesan yang dapat meningkatkan kualitas ikan. Kendala sosial-ekonomi lebih kepada nelayan sendiri dan lembaga-lembaga formal dan informal, swasta dan pemerintah yang memperlancar produksi dan distribusi.

Masalah kemiskinan nelayan tersebut selalu menjadi sorotan dari pemerintah. Segala upaya melalui beragam inovasi kebijakan telah dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan khususnya para nelayan. Pemerintah telah


(8)

mengeluarkan Keputusan Presiden No.10/2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro-Rakyat. Peningkatan kehidupan nelayan sebagian dari Program Pro-Rakyat memiliki 8 (delapan) strategi, yaitu: pembuatan rumah sangat murah, diversifikasi usaha, pengembangan skema UKM-KUR, pengembangan SPBN, pembangunan cold storage, angkutan umum murah, fasilitas sekolah dan puskesmas, dan fasilitas bank rakyat. Program ini dilaksanakan di kantong-kantong kemiskinan nelayan yang berbasis di 816 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) (KKP, 2011).

Dalam merealisasikan target ini, KKP telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 127,823 miliar pada tahun 2011, disamping terus mengupayakan pemanfaatan dana penghematan tahun ini sebesar Rp 817 miliar. Sedangkan untuk tahun 2012, KKP telah mengalokasikan anggaran senilai Rp1,17 triliun untuk peningkatan kehidupan nelayan. Program itu ditargetkan dapat menanggulangi kemiskinan masyarakat pesisir yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan tersebar di 10.640 desa. Jumlah warga miskin yang terdapat di masyarakat pesisir juga dilaporkan adalah sebanyak 7,87 juta atau 25,14 persen dari seluruh penduduk miskin di tanah air (KKP, 2011).

Peneliti ingin mengamati dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan yaitu modal kerja (Rp), tenaga kerja (HKP), lamanya melaut (tahun), dan harga jual (Rp). Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian ini karena pendapatan sangat dipengaruhi oleh modal kerja. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam teori faktor produksi jumlah produksi yang nantinya berhubungan dengan pendapatan bergantung pada modal kerja.


(9)

Hal ini berarti, dengan adanya modal kerja maka nelayan dapat melaut untuk menangkap ikan dan kemudian mendapatkan ikan. Makin besar modal kerja maka makin besar hasil tangkapan ikan yang diperoleh (produksi).

Faktor tenaga kerja masuk kedalam penelitian ini karena pendapatan sangat dipengaruhi oleh tenaga kerja. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam teori faktor produksi jumlah output produksi yang nantinya berhubungan dengan pendapatan bergantung pada jumlah tenaga kerja.

Faktor Lamanya Melaut (Pengalaman), faktor ini secara teoritis dalam buku tentang ekonomi tidak ada yang membahas lamanya Melaut merupakan fungsi dari pendapatan atau keuntungan. Namun, dalam kegiatan menangkap ikan (produksi) dalam hal ini nelayan dengan semakin berpengalaman akan meningkatkan pendapatan.

Faktor harga jual masuk ke dalam penelitian ini, harga jual yang semakin tinggi akan meningkatkan pendapatan nelayan jika harga jual rendah maka pendapatan nelayan akan rendah.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apakah berpengaruh nyata modal kerja (Rp), tenaga kerja (HKP), lamanya Melaut/pengalaman (Rp), dan harga jual (Rp) terhadap pendapatan nelayan di daerah penelitian.

2. Program peningkatan pendapatan apa saja yang pernah dilaksanakan di daerah penelitian.


(10)

3. Bagaimana persepsi nelayan terhadap program peningkatan pendapatan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pengaruh modal kerja (Rp), tenaga kerja (HKP), lamanya Melaut/pengalaman (Rp), dan harga jual (Rp) terhadap pendapatan nelayan di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui program peningkatan pendapatan nelayan apa saja yang pernah dilaksanakan pemerintah di daerah penelitian

3. Untuk mengetahui persepsi nelayan terhadap program peningkatan pendapatan yang dilaksanakan oleh pemerintah

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumber informasi bagi nelayan di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, kabupaten Langkat.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat untuk meningkatkan pendapatan nelayan.


(1)

sumberdaya kelautan dan perikanan yang tidak ramah lingkungan. Untuk itulah dibutuhkan program pemberdayaan bagi masyarakat pesisir, dengan tujuan sebagai berikut :

a. Tersedia dan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu: sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan

b. Tersedia sarana dan prasarana produksi secara lokal, sehingga masyarakat dapat memperolehnya dengan harga yang murah dan berkualitas

c. Meningkatnya peran kelembagaan masyarakat sebagai wadah aksi kolektif d. Terciptanya kegiatan ekonomi produktif di daerah yang berbasis sumberdaya

lokal (resources based) dan dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan kapasitas sumberdaya (environmental based).

Dalam peningkatan kesejahteraan penduduk dapat dilakukan apabila pendapatan penduduk mengalami peningkatan yang cukup hingga mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupannya. Hal ini dapat diartikan bahwa kebutuhan-kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, keamanan, dan sebagainya tersedia dan mudah dijangkau setiap penduduk sehingga pada gilirannya penduduk yang miskin semakin sedikit jumlahnya.

Wilayah Kabupaten Langkat memiliki potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar. Kabupaten Langkat memiliki banyak daerah pantai yang berpotensi terhadap subsektor perikanan, khususnya penangkapan ikan laut. Wilayah pantai/laut Kabupaten Langkat berada disepanjang 110 km Pantai Timur Sumatera atau Selat Malaka. Wilayah kelautan yang demikian luas, su dah tentu akan dapat memproduksi ikan laut (tangkap) yang cenderung meningkat (BPS, 2013).


(2)

Berdasarkan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat, Produksi perikanan di Kabupaten Langkat pada tahun 2009 tercatat 29.063,3 ton yang berasal dari 21.920 ton perikanan tangkap dan 7.143,3 ton perikanan budidaya. Perahu yang digunakan untuk menangkap ikan ada 286 perahu tanpa motor dan 3.873 perahu dengan motor (kapal motor). Perahu tanpa motor terdiri dari 286 perahu kecil. Kemudian perahu motor dibagi lagi menurut kekuatan mesin yaitu dibawah 5 GT sebanyak 3.234 perahu, 5-9 GT sebanyak 529 perahu, 10-19 GT sebanyak 8 perahu, 20-30 GT sebanyak 2 perahu, Sedangkan alat penangkap ikan yang digunakan adalah payang, pukat rantai, pukat cincin, dogol, dan lain lain (KKP, 2009).

Dengan memperhatikan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa produksi perikanan tangkap (penangkapan ikan laut + penangkapan perairan umum) tahun 2005 sebesar 20.307,7 ton dan naik menjadi 20.764,0 ton pada tahun 2006 atau dengan kata lain mengalami peningkatan sebesar 2,2%. Secara total produksi perikanan tangkap di Kabupaten Langkat masih tetap dominan dibandingkan dengan produksi perikanan budi daya. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel 1.2, sebagai berikut :

Tabel 1.2 Perkembangan Produksi Perikanan dan Kelautan Kabupaten Langkat Tahun 2005-2006

No. Sumber Produksi

Tahun 2005

(ton)

2006 (ton)

1 Perikanan Tangkap 20.307,7 20.764,0

2 Perikanan Budi Daya 5.163,2 5.402,7

Total 25.470,9 26.166,7


(3)

Berdasarkan Tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa produksi perikanan tangkap di Kabupaten Langkat dari tahun 2005-2006 mengalami peningkatan yang berarti tingkat pendapatan nelayan tentu lebih baik yang tercermin dari kehidupan nelayan itu sendiri, karena produksi berhubungan dengan pendapatan, apabila produksi meningkat tentunya pendapatan juga akan meningkat, namun pada kenyataan yang dilihat dari struktur sosial kehidupan masyarakat nelayan di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat belum mencerminkan tingkat pendapatan nelayan itu lebih baik.

Rendahnya penghasilan nelayan tradisional merupakan masalah yang sudah lama, namun masalah ini masih belum dapat diselesaikan hingga sekarang, kerana terlalu kompleks. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan sosial-ekonomi, namun berkait pula dengan lingkungan dan teknologi. Beberapa kendala dalam usaha meningkatkan penghasilan nelayan tradisional yaitu faktor biologi, teknologi dan sosial-ekonomi. Kendala biologi berhubungan dengan terbatasnya stok sumber daya ikan akibat pencemaran lingkungan laut, dan hasil tangkapan berlebih (overfishing). Kendala teknologi berhubungan dengan alat tangkap, mesin, motor atau infrastruktur pendorong lainnya seperti panjang kapal, besar dan fasilitas cold storage, atau peralatan pemprosesan yang dapat meningkatkan kualitas ikan. Kendala sosial-ekonomi lebih kepada nelayan sendiri dan lembaga-lembaga formal dan informal, swasta dan pemerintah yang memperlancar produksi dan distribusi.

Masalah kemiskinan nelayan tersebut selalu menjadi sorotan dari pemerintah. Segala upaya melalui beragam inovasi kebijakan telah dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan khususnya para nelayan. Pemerintah telah


(4)

mengeluarkan Keputusan Presiden No.10/2011 tentang Tim Koordinasi Peningkatan dan Perluasan Program Pro-Rakyat. Peningkatan kehidupan nelayan sebagian dari Program Pro-Rakyat memiliki 8 (delapan) strategi, yaitu: pembuatan rumah sangat murah, diversifikasi usaha, pengembangan skema UKM-KUR, pengembangan SPBN, pembangunan cold storage, angkutan umum murah, fasilitas sekolah dan puskesmas, dan fasilitas bank rakyat. Program ini dilaksanakan di kantong-kantong kemiskinan nelayan yang berbasis di 816 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) (KKP, 2011).

Dalam merealisasikan target ini, KKP telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 127,823 miliar pada tahun 2011, disamping terus mengupayakan pemanfaatan dana penghematan tahun ini sebesar Rp 817 miliar. Sedangkan untuk tahun 2012, KKP telah mengalokasikan anggaran senilai Rp1,17 triliun untuk peningkatan kehidupan nelayan. Program itu ditargetkan dapat menanggulangi kemiskinan masyarakat pesisir yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan dan tersebar di 10.640 desa. Jumlah warga miskin yang terdapat di masyarakat pesisir juga dilaporkan adalah sebanyak 7,87 juta atau 25,14 persen dari seluruh penduduk miskin di tanah air (KKP, 2011).

Peneliti ingin mengamati dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan yaitu modal kerja (Rp), tenaga kerja (HKP), lamanya melaut (tahun), dan harga jual (Rp). Faktor modal kerja masuk kedalam penelitian ini karena pendapatan sangat dipengaruhi oleh modal kerja. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam teori faktor produksi jumlah produksi yang nantinya berhubungan dengan pendapatan bergantung pada modal kerja.


(5)

Hal ini berarti, dengan adanya modal kerja maka nelayan dapat melaut untuk menangkap ikan dan kemudian mendapatkan ikan. Makin besar modal kerja maka makin besar hasil tangkapan ikan yang diperoleh (produksi).

Faktor tenaga kerja masuk kedalam penelitian ini karena pendapatan sangat dipengaruhi oleh tenaga kerja. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam teori faktor produksi jumlah output produksi yang nantinya berhubungan dengan pendapatan bergantung pada jumlah tenaga kerja.

Faktor Lamanya Melaut (Pengalaman), faktor ini secara teoritis dalam buku tentang ekonomi tidak ada yang membahas lamanya Melaut merupakan fungsi dari pendapatan atau keuntungan. Namun, dalam kegiatan menangkap ikan (produksi) dalam hal ini nelayan dengan semakin berpengalaman akan meningkatkan pendapatan.

Faktor harga jual masuk ke dalam penelitian ini, harga jual yang semakin tinggi akan meningkatkan pendapatan nelayan jika harga jual rendah maka pendapatan nelayan akan rendah.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apakah berpengaruh nyata modal kerja (Rp), tenaga kerja (HKP), lamanya Melaut/pengalaman (Rp), dan harga jual (Rp) terhadap pendapatan nelayan di daerah penelitian.

2. Program peningkatan pendapatan apa saja yang pernah dilaksanakan di daerah penelitian.


(6)

3. Bagaimana persepsi nelayan terhadap program peningkatan pendapatan yang dilaksanakan oleh pemerintah.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pengaruh modal kerja (Rp), tenaga kerja (HKP), lamanya Melaut/pengalaman (Rp), dan harga jual (Rp) terhadap pendapatan nelayan di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui program peningkatan pendapatan nelayan apa saja yang pernah dilaksanakan pemerintah di daerah penelitian

3. Untuk mengetahui persepsi nelayan terhadap program peningkatan pendapatan yang dilaksanakan oleh pemerintah

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai sumber informasi bagi nelayan di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, kabupaten Langkat.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah setempat untuk meningkatkan pendapatan nelayan.


Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Persepsi Nelayan Terhadap Program Peningkatan Pendapatan ( Studi Kasus : Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

4 84 92

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Dan Persepsi Nelayan Pada Program Peningkatan Pendapatan

1 16 82

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Persepsi Nelayan Terhadap Program Peningkatan Pendapatan ( Studi Kasus : Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

0 6 92

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Persepsi Nelayan Terhadap Program Peningkatan Pendapatan ( Studi Kasus : Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

0 0 1

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Persepsi Nelayan Terhadap Program Peningkatan Pendapatan ( Studi Kasus : Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

0 2 21

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Persepsi Nelayan Terhadap Program Peningkatan Pendapatan ( Studi Kasus : Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Persepsi Nelayan Terhadap Program Peningkatan Pendapatan ( Studi Kasus : Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat)

0 0 11

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Dan Persepsi Nelayan Pada Program Peningkatan Pendapatan

0 0 10

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Dan Persepsi Nelayan Pada Program Peningkatan Pendapatan

0 0 1

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Dan Persepsi Nelayan Pada Program Peningkatan Pendapatan

0 0 8