Estimasi Jarak Genetik dan Faktor Peubah Pembeda Antara Kambing Kacang, Muara dan Samosir Melalui Analisis Kraniometri

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada
garis 10-40 Lintang Utara dan 980-1000 Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan
dengan provinsi Aceh, sebelah timur dengan negara Malaysia di selat Malaka,
sebelah selatan berbatasan dengan provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan
disebelah barat berbatasan dengan samudera Hindia (BPS, 2013).
Luas daratan provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km2, sebagian
besar berada didaratan pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di pulau Nias,
pulau-pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik dibagian barat maupun bagian
timur pantai pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di
Sumatera Utara, luas daerah terbesar adalah kabupaten Mandailing Natal dengan
luas 6.620,70 km2 atau sekitar 9,23 persen dari total luas Sumatera Utara, diikuti
kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 km2 atau 8,74 persen, kemudian
kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km2 atau sekitar 6,12 persen.
Sedangkan luas daerah terkecil adalah kota Sibolga dengan luas 10,77 km2 atau
sekitar 0,02 persen dari total luas wilayah Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi
letak dan kondisi alam, Sumatera Utara dibagi dalam 3 (tiga) kelompok
wilayah/kawasan yaitu pantai barat, dataran tinggi, dan pantai timur (BPS, 2013).
Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Haparan Perak adalah sebuah kecamatan di kabupaten Deli
serdang, provinsi Sumatera Utara. Mayoritas penduduk adalah suku Melayu
Deli (70%), Jawa (10%), Tionghoa (10%), Karo dan Batak (5%) dan berbagai
suku lainnya. Luas kecamatan Hamparan Perak lebih kurang 230,15 Km2

Universitas Sumatera Utara

(23.015 hektar) atau 9.21 % dari luas kabupaten Deli Serdang. Terdiri dari 20
Desa dan 218 dusun. Wilayah kecamatan Hamparan Perak berada pada ketinggian
0 – 15 meter dari permukaan laut, yang berarti merupakan dataran rendah dan
sebagainya berbatasan dengan selat Malaka dan dengan demikian wilayah
kecamatan Hamparan Perak adalah wilayah pantai (BPS, 2013).
Keadaan iklim di wilayah kecamatan Hamparan Perak, seperti daerah
pantai lainnya di kabupaten Deli Serdang dipengaruhi oleh 2 musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau dengan suhu udara antara 18 s/d 35°C, musim hujan
biasanya terjadi pada bulan Agustus s/d Desember setiap tahunnya dengan curah
hujan terbanyak pada bulan September dan Oktober.
Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara
Luas wilayah kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.800.3 km2 terdiri dari
dataran 3.793.71 km2 dan luas perairan Danau Toba 6.60 km2. Dari 15 kecamatan

yang paling luas di kabupaten Tapanuli Utara adalah kecamatan Guroga sekitar
567.58 km2 atau 14.96 % dari luas kabupaten, dan kecamatan yang terkecil
luasnya yaitu kecamatan Muara sekitar 79.75 km2 atau 2.10 %.
Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, letaknya persis di bibir
pantai Danau Toba, luasnya 7.500 hektar dan terdiri dari 15 desa, yakni Desa
Unte Mungkur, Aritonang, Batu Binumbun, Simatupang, Silali Toruan, Huta
Nagodang, Baribani Aek, Huta Lontung, Dolok Martumbur, Sitanggor, Silando,
Huta Ginjang dan Desa Sibandang, Papande serta Sampuran di Pulau Sibandang
(seluas sekitar 700 hektar). Daerah ini cukup dikenal sebagai gudangnya jenderal
dari Tanah Batak (BPS, 2013).

Universitas Sumatera Utara

Kabupaten Samosir
Kabupaten Samosir terletak pada titik geografis 2021’38’’- 2049‘48”
lintang utara dan 98024‘00-99001’48” bujur timur dengan ketinggian diatas
permukaan laut antara 904-2.157 meter. Luas wilayah kabupaten Samosir ±
2.069,05 km2, terdiri atas ±1.444,25 km2 (69,80%) luas daratan, yaitu seluruh
pulau Samosir yang dikelilingi danau Toba dan sebahagian wilayah daratan pulau
Sumatera. Sedangkan luas wilayah danau berkisar 624,80 km2 (30,20 %).

Wilayah daratan terluas ialah kecamatan Harian dengan luas ± 560,45 km2
(38,81%), Simanindo ±198,20 km2 (13,72%), Sianjur Mulamula ±140,24 km2
(9,71%), Palipi ±129,55 km2 (8,97%), Pangururan ±121,43 km2 (8,41%),
Ronggurnihuta ±94,87 km2 (6,57%), Nainggolan ±87,6 km2 (6,08%),
Onanrunggu ±60,89 km2 (4,22%), dan Sitiotio ±50,76 km2 (3,51%).\
Batas–batas wilayah kabupaten Samosir adalah sebelah utara kabupaten
Karo dan kabupaten Simalungun, sebelah selatan Tapanuni Utara dan kabupaten
Humbang Hasundutan, sebelah barat kabupaten Dairi dan kabupaten Pakpak Barat
(BPS, 2013).
Sejarah Domestikasi Kambing
Menurut Devendra dan Mcleroy (1982), sistematika kambing adalah
sebagai berikut, Kingdom : Animals, Phylum: Chordata , Group : Cranita
(Vertebrata), Class : Mamalia, Order: Artiodactyla , Sub-order : Ruminantia,
Famili: Bovidae, Sub Famili: Caprinae, Genus: Capra atau Hemitragus, Spesies :
Capra hircus,Capra ibex,Capra caucasica, Capra pyrenaica, Capra falconeri.
Kambing merupakan salah satu jenis binatang memamah biak yang
berukuran sedang. Kambing liar jantan maupun betina memiliki tanduk sepasang,

Universitas Sumatera Utara


namun tanduk pada kambing jantan lebih besar. Kambing umumnya mempunyai
jenggot, dahi cembung, ekor agak ke atas, dan kebanyakan berbulu lurus dan
kasar. Panjang tubuh kambing liar tidak termasuk ekor adalah 1,3 - 1,4 m,
sedangkan ekornya 12 - 15 cm. Bobot yang betina 50 - 55 kg, sedangkan yang
jantan bisa mencapai 120 kg (Sinar Tani, 2007).
Ternak kambing pertama kali dijinakkan sejak jaman prasejarah. Ternak
kambing merupakan salah satu hewan yang tertua dijinakkan oleh manusia.
Semua ternak kambing adalah binatang pegunungan yang hidup di lereng-lereng
bukit sampai lereng yang curam (Walpole, 1982).
Di Indonesia ada beberapa bangsa kambing yang sudah dikarakterisasi
fenotipnya. Dari bangsa ternak kambing lokal Indonesia tersebut yang termasuk
kategori besar adalah kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Muara,
kambing kategori sedang adalah kambing Kosta, Gembrong dan kategori kecil
adalah kambing Kacang, kambing Samosir dan kambing Marica. Diperkirakan
masih banyak lagi bangsa kambing lokal Indonesia yang belum dapat
dikarakterisasi dan sebagian mungkin sudah hampir punah atau jumlah
populasinya sudah mendekati punah yang belum sempat dieksplorasi potensi
keragaman genetiknya untuk dimanfaatkan sebagai sumber peningkatan mutu
genetik kambing di Indonesia (Sinar Tani, 2007).
Ternak kambing pertama kali dipelihara didaerah pegunungan Asia Barat

pada kurun waktu 8.000 -7.000 SM. Jadi, ternak kambing lebih tua dari pada sapi.
Diduga kambing yang dipelihara saat ini (Capra aegagrus hircus) berasal
dari keturunan tiga macam kambing liar yaitu Benzoar Goat atau kambing liar
Eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus blithy) dan

Universitas Sumatera Utara

Markhor

Goat atau kambing Markhor (Capra falconeri). Persilangan yang

terjadi antara ketiga jenis kambing tersebut menghasilkan keturunan yang
subur (Mulyono dan Sarwono, 2004).
Kambing merupakan ternak yang mempunyai kemampuan hidup yang
baik dengan berbagai kondisi iklim dan dapat hidup pada lahan dengan
berbagai topografi, baik dataran rendah maupun dataran tinggi pada suatu
tempat (Dinas Peternakan Kabupaten Solok, 2009).
Kambing Kacang
Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia, tetapi juga terdapat
di Malaysia dan Filipina. Kambing Kacang sangat cepat berkembang biak, pada

umur 15-18 bulan sudah bisa menghasilkan keturunan. Kambing ini cocok
sebagai penghasil daging dan kulit dan bersifat prolifik, sifatnya lincah, tahan
terhadap berbagai kondisi dan mampu beradaptasi dengan baik di berbagai
lingkungan yang berbeda termasuk dalam kondisi pemeliharaan yang sangat
sederhana (Sinar Tani, 2007).
Kambing Kacang adalah salah satu kambing lokal di Indonesia dengan
populasi yang cukup tinggi dan tersebar luas. Kambing Kacang memiliki ukuran
tubuh yang relatif kecil, memiliki telinga yang kecil dan berdiri tegak. Kambing
ini telah beradaptasi dengan lingkungan setempat, dan memiliki keunggulan pada
tingkat kelahiran (Diah, 2009).
Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia. Kambing ini
tersebar hampir di seluruh Indonesia. Ciri-ciri kambing Kacang: badan kecil,
telinga pendek tegak, leher pendek, punggung meninggi, jantan dan betina
bertanduk, tinggi badan jantan dewasa rata-rata 60–65 cm, tinggi badan betina

Universitas Sumatera Utara

dewasa rata-rata 56 cm, bobot dewasa untuk betina rata-rata 20 kg dan jantan 25
kg (Agung, 2010).


Gambar 1. Kambing Kacang

Kambing Muara
Dari segi penampilan kambing ini nampak gagah, tubuhnya kompak
dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna bulu coklat kemerahan,
putih dan beberapa punya warna bulu hitam. Bobot kambing Muara
lebih

besar

dari

pada

kambing

Kacang

dan


kelihatan

prolifik

(Batubara, 2011).

Gambar 2. Kambing Muara

Universitas Sumatera Utara

Kambing Samosir
Berdasarkan sejarahnya kambing ini dipelihara penduduk setempat secara
turun temurun di pulau Samosir, di tengah danau Toba, kabupaten Toba Samosir,
provinsi Sumatera Utara. Kambing Samosir pada mulanya digunakan untuk bahan
upacara persembahan pada acara keagamaan salah satu aliran kepercayaan
(Parmalim) penduduk setempat. Kambing yang dipersembahkan harus yang
berwarna putih, maka secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk
memelihara kambing mereka mengutamakan yang berwarna putih. Dalam selang
waktu yang lama dan beradaptasi dengan kondisi alam yang cenderung kering
berbatu-batu serta topografi berbukit, ternak kambing diduga mengalami evolusi

dan beradaptasi dengan lingkungan pulau Samosir sehingga membentuk kambing
spesifik lokasi yang disebut kambing Samosir atau kambing Batak oleh penduduk
setempat (Dolok Saribu et al., 2006).
Bobot badan kambing Samosir lebih besar dari pada kambing Marica, atau
hampir sama besarnya dengan kambing Kacang, tetapi ciri khas yang paling
menonjol adalah warna bulu putihnya sangat dominan. Warna tanduk dan
kukunya juga agak keputihan. Kambing Samosir bisa menyesuaikan diri dengan
kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu, walaupun pada musim kemarau
biasanya rumput sangat sulit dijumpai dan kering. Ternyata kambing ini dapat
beradaptasi dan berkembang biak dengan baik, pada kondisi pulau Samosir yang
topografinya berbukit (Dolok Saribu et al., 2006)

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Kambing Samosir
Korelasi Kraniometrik dan Pengukuran Bentuk Tubuh
Ukuran tubuh dengan komponen-komponen tubuh lain merupakan
keseimbangan biologi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk menduga gambaran
bentuk tubuh sebagai penciri khas suatu bangsa ternak tertentu. Penampilan
seekor hewan merupakan hasil proses pertumbuhan yang berkesinambungan

selama hewan hidup. Setiap bagian tubuh tersebut mempunyai kecepatan
pertumbuhan atau perkembangan yang berbeda-beda. Untuk mengetahui dan
menentukan domba yang mempunyai produktivitas tinggi, ukuran tubuh berperan
penting dan untuk mengetahui pendugaan jarak genetik dapat dilakukan
pengukuran-pengukuran pada tulang ternak (Ilham, 2012).
Penampilan individu yang nampak dari luar disebut sebagai fenotipik
yang dapat dibedakan menjadi sifat kuantitatif dan kualitatif. Karakter
kuantitatif adalah ciri-ciri dari mahkluk hidup yang dapat diukur, dihitung atau
diskor misalnya ukuran-ukuran tubuh. Karakter ini ditentukan oleh banyak pasang
gen (poligenik) dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Batubara, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik sifat morfologi (ukuran-ukuran tubuh) dan sifat produksi bisa
dijadikan standar untuk menilai produktivitas ternak kambing. Dimana ukuran–
ukuran tubuh dapat memberikan gambaran eksterior seekor ternak dan membantu
menentukan bobot hidup serta dijadikan pedoman dasar seleksi dalam program
pemuliaan ternak (Syawal, 2010).
Skeletal termasuk bentuk tengkorak merupakan heritabilitas tertinggi dari
semua sifat-sifat kuantitatif. Oleh karena itu, penerapan yang sesuai analisis

statistik untuk pengukuran kerangka dapat digunakan untuk mengidentifikasi
suatu spesies hewan dan memperkirakan kedekatan hubungan antara strain yang
berbeda (Suryani et al., 2013).
Variasi morfologi terutama terhadap ukuran tubuh dipengaruhi faktor
lingkungan (misalnya ketersediaan makanan dan umur), sedangkan perbedaan
dalam bentuk kranium lebih berhubungan dengan faktor genetik (Hamdani, 2005).
Hasil penelitian Batubara (2011) mengkarakterkan morfologi kambing
spesifik lokal Samosir (putih) dengan mengamati parameter panjang badan, tinggi
pundak, tinggi pinggul, lingkar dada, dalam dada, lebar dada, panjang tanduk,
panjang telinga, lebar telinga, tipe telinga, panjang ekor, garis muka dan bobot
badan. Namun, pada penelitian ini lebih bersifat morfometriknya saja yang
diukur.
Kranium adalah bagian skleton yang membentuk kerangka dasar kepala.
Kranium ini mempuyai fungsi sebagai pelindung otak, penyokong berbagai
organ sensum dan membentuk awal saluran sistema digestoria dan sistema
respiratoria. Kranium

sebagian besar dibentuk dari tulang- tulang jenis

membraneus, yang terdiri atas lamina interna dan lamina eksterna yang

Universitas Sumatera Utara

merupakan tulang padat dan dipisahkan oleh lapisan diploe yang merupakan
tulang spongiosa (Gazpers, 1992).
Banyak pengamatan yang menunjukkan adanya perbedaan antar spesies
terutama pada bagian kepala dan ini tergantung variasi pada pars fasialis kranium.
Karakteristik tulang termasuk bentuk tulang kranium sangat berhubungan dengan
sifat-sifat yang diturunkan dari tetuanya. Oleh karena itu analisis statistik terhadap
ukuran-ukuran tulang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu strain atau
bangsa dalam spesies hewan atau ternak dan mengidentifikasi hubungan
kekerabatan di antara strain atau bangsa yang berbeda (Saparto, 2014).
Keragaman Fenotip
Pada dasarnya keragaman fenotip merupakan keragaman yang dapat
diamati disebabkan oleh adanya keragaman genetik dan keragaman lingkungan.
Sumber keragaman lainnya adalah keragaman yang timbul akibat interaksi antar
faktor genetik dengan faktor lingkungan. Keragaman genetik bisa disebabkan oleh
gen-gen aditif dan gen-gen tidak aditif. Aksi gen yang tidak aditif ini bisa
disebabkan oleh aksi gen dominan dan aksi gen epistasis. Jadi secara lengkap
keragaman fenotipik dipengaruhi oleh keragaman aditif, keragaman gen dominan,
keragaman interaksi genetik dan lingkungan, keragaman lingkungan (faktor iklim,
cuaca, makanan, penyakit dan sistem manajemen) dan gen epistasis. Keragaman
dalam populasi dibedakan keragaman fenotipik dan keragaman genetik
(Sibagariang, 2015).

Universitas Sumatera Utara

Metode Analisis
Karakterisasi
Karakterisasi merupakan kegiatan dalam rangka mengidentifikasi sifatsifat penting yang bernilai ekonomis, atau yang merupakan penciri dari rumpun
yang bersangkutan, karakterisasi merupakan langkah penting yang harus
ditempuh apabila akan melakukan pengelolaan sumber daya genetik secara baik
(Chamdi, 2005).
Karakterisasi dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Sifat
kuantitatif adalah sifat-sifat produksi dan reproduksi atau sifat yang dapat diukur.
Ekspresi sifat ini ditentukan oleh banyak pasangan gen dan dipengaruhi oleh
lingkungan, baik internal (umur dan seks) maupun eksternal (iklim, pakan,
penyakit dan pengelolaan) (Noor, 1995).
Ukuran-ukuran tubuh sering dipakai secara rutin sebagai parameter
pengganti dalam menduga bobot hidup ternak, sedangkan analisis keragaman dan
korelasi banyak digunakan dalam mengkarakterisasi hubungan sifat-sifat fenotip
dan genetik (Sibagariang, 2015).
Analisis Diskriminan
Analisis diskriminan merupakan salah satu metode yang digunakan
dalam analisis multivariate dengan metode dependensi (dimana hubungan antar
variabel sudah bisa dibedakan mana variabel bebas mana variable terikat).
Analisis diskriminan digunakan pada kasus dimana variable bebas berupa data
metrik (interval) dan variabel terikat berupa data non metrik. Analisis diskriminan
adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui variable mana
yang membedakan kelompok dengan kelompok lain dalam suatu populasi.

Universitas Sumatera Utara

Analisis diskriminan juga dapat digunakan untuk mengklasifikasikan data
berdasarkan perbedaan karakteristik data tersebut (Rizal, 2013).
Populasi data yang digunakan diketahui dengan jelas dan tiap-tiap individu
merupakan bagian dari salah satu populasi tersebut. Analisis diskriminan sering
juga disebut diskriminan linier sesuai dengan metode fisher dan analisis kanonikal
(Wiley, 1981).
Analisis diskriminan dapat dipergunakan untuk memperoleh jarak
Mahalanobis (D2) antar kelompok dan mengetahui variabel-variabel penciri yang
membedakan kelompok-kelompok populasi yang ada. Analisis diskriminan
juga dapat digunakan sebagai kriteria penyebaran berdasarkan perhitungan
statistik terhadap kelompok yang telah diketahui dengan jelas penyebarannya
(Ginting dan Mahmilia, 2008).
Analisis Kanonikal
Analisis korelasi kanonik adalah salah satu teknik analisis statistik, yang
digunakan untuk melihat hubungan antara segugus variabel dependen (Y1, Y2, …,
Yp) dengan segugus variabel independen (X1, X2, …, Xq). Analisis ini dapat
mengukur tingkat keeratan hubungan antara segugus variabel dependen dengan
segugus variabel independen. Disamping itu, analisis korelasi kanonik juga
mampu menguraikan struktur hubungan di dalam gugus variabel independen.
Analisis korelasi kanonik berfokus pada korelasi antara kombinasi linear dari
gugus variabel dependen dengan kombinasi linear dari gugus variabel independen.
Ide utama dari analisis ini adalah mencari pasangan dari kombinasi linear yang
memiliki korelasi terbesar. Pasangan dari kombinasi linear ini disebut fungsi
kanonik dan korelasinya disebut korelasi kanonik (Safitri dan Indrasari, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Analisis kanonikal dilakukan untuk menentukan peta penyebaran dan
nilai kesamaan dan campuran didalam dan diantara kelompok ternak
(Herrera, et al., 1996).
Analisis ini juga dipakai untuk menentukan beberapa peubah dari ukuran
fenotipik yang memiliki pengaruh kuat terhadap penyebab terjadinya penyebaran
ternak atau pembeda kelompok (Gunawan dan Sumantri, 2008).
Analisi Komponen Utama (AKU)
Principal

Component

Analysis

(PCA/AKU)

merupakan

analisis

multivariat yang digunakan untuk mereduksi dimensi data berukuran besar dan
saling berkorelasi menjadi dimensi kecil dan tidak saling berkorelasi. Namun
walaupun dimensi data menjadi lebih kecil, tidak akan banyak informasi yang
hilang karena keragaman tetap dipertahankan minimum 80% (Pradeni, 2012).
Analisis komponen utama sering kali dilakukan tidak saja merupakan
akhir dari suatu pekerjaan pengolahan data tetapi juga merupakan tahap (langkah)
antara dalam kebanyakan penelitian yang bersifat lebih besar (luas). Analisis
komponen utama merupakan tahap antara karena komponen utama dipergunakan
sebagai input dalam membangun analisis regresi, demikian pula dalam analisis
gerombol (cluster analysis) (Simanjuntak et al., 2009).
Akar ciri atau ragam merupakan hasil perkalian antara jumlah variabel
yang diamati dan nilai keragaman total pada AKU yang diturunkan berdasarkan
matriks kovarian. Akar ciri atau ragam ini dinyatakan sebagai nilai eigen. Nilai
eigen menunjukkan keragaman total yang sebenarnya. Keragaman total dijadikan
sebagai indikasi untuk menentukan persamaan yang mewakili banyak persamaan
yang dibentuk dari AKU. Keragaman total diperoleh dari hasil pembagian antara

Universitas Sumatera Utara

nilai eigen komponen utama ke-i dan banyak variabel yang diamati. Keragaman
total tertinggi digunakan untuk menentukan proporsi keragaman terbesar diantara
komponen-komponen utama yang diperoleh. Vektor eigen memperlihatkan
kontribusi dari variabel-variabel tertentu sebagai faktor pembeda ukuran-ukuran
tubuh maupun bentuk tubuh. Vektor eigen tertinggi merupakan penciri pada
ukuran maupun bentuk tubuh (Prasetia, 2011).
Jarak Genetik
Jarak genetik adalah statistika yang menyimpulkan sejumlah perbedaan
genetik

yang

diamati

antar

populasi

atau

spesies

yang

diamati

(Freeman dan Herron, 2004).
Jarak genetik adalah tingkat perbedaan genomik antar populasi atau
spesies yang diukur oleh beberapa kuantitas numerik. Parameter-parameter
genetik yang digunakan untuk mengukur jarak antar populasi dapat digunakan
untuk menggambarkan jarak genetik antar populasi tersebut. Pengukuran jarak
untuk karakter kuantitatif yang paling sering digunakan adalah statistik
Mahalanobis (D2) (Nei, 1987).
Nei (1987) menyatakan bahwa pengukuran paling sederhana dari jarak
genetik diberi nama jarak genetik minimum (Dm) dan dimaksudkan untuk
mengukur jumlah minimum dari perbedaan kodon per lokus. Perbedaan
antar jarak genetik minimum (Dm), jarak genetik standar (D), dan jarak genetik
maksimum (D’) pada ras lokal dalam satu spesies pada umumnya sangat kecil
dan dari semua pengukuran tersebut terdapat penyelesaian yang sama tentang
diferensiasi genetik dari populasi. Pengujian jarak standar dapat dilakukan dengan
uji jarak minimum jika terdapat perbedaan yang signifikan dari jarak minimum

Universitas Sumatera Utara

data tersebut. Analisis pada tingkat DNA seperti analisis polimorfisme protein
darah akan memberikan hasil yang lebih akurat untuk menentukan jarak genetik.
Pohon Filogenik
Kata Filogenetik (Phyolgenetics) berasal dari bahasa Yunani, phyle dan
phylon yang berarti suku dan ras, serta kata genetikos yang berarti kerabat dari
kelahiran. Filogenetik merupkan sebuah ilmu yang mempelajari mengenai
bagaimana keterhubungan organisme satu dan yang lainnya dilihat dari nenek
moyang terakhir yang dimilki bersama. Dimana pada nenek moyang tersebut
terdapat sebuah sifat khusus baik secara morfologi ataupun molekular yang masih
dimiliki oleh dua atau lebih organisme tersebut. Lalu saat diturunkan dari nenek
moyang tersebut terdapat sifat-sifat yang hilang ataupun tidak menurun pada
beberapa oganisme sehingga menyebabkan terpisahnya organisme tersebut dari
satu organisme, karena sudah merupakan organisme yang berbeda satu dan
lainnya (Mirabella, 2012).
Filogenetik merupakan ilmu yang mempelajari tentang keterkaitan evolusi
yang terjadi dalam sebuah grup makhluk hidup di dalam bumi. Keterkaitan
evolusi tersebut berupa hubungan siapa nenek moyang terakhir yang dimiliki dua
atau lebih organisme. Hubungan keterkaitan evolusi ini dapat diinterpretasikan
dengan lebih sederhana melalui penggambaran dalam pohon. Pohon berakar dan
pohon tidak berakar merupakan sebuah dasar dari pembuatan pohon Filogenetik.
Pohon Filogenetik merupakan dasar rekonstruksi dari pohon kehidupan (The Tree
of Life) yang sampai sekarang masih dalam penelitian lebih lanjut oleh para
ilmuwan (Mirabella, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Pohon filogenik menggambarkan hubungan silsilah antar orgnisme atau
populasi dalam sebuah diagram. Pohon filogenik menyajikan gambar yang
mewakili aliran evolusi dari spesies atau individu yang lebih dahulu sampai
spesies atau populasi yang terbaru. Pohon filogenik pada awalnya hanya
menggambarkan hubungan spesies dan taxa atau kumpulan kelompok organisme
yang lebih besar dengan menggunakan garis untuk mewakili spesifikasi yang
terjadi, dendogram dan clandogram merupakan pohon filogenetik yang
seluruhnya menggambarkan hubungan evolusioner spesies atau populasi,
menyatakan bahwa dendogram adalah diagram bercabang yang memuat hubungan
antar spesies atau populasi berdasarkan pada beberapa criteria tertentu (Wiley,
1981).
Clandogram merupakan pohon evolusi yang dibuat dengan menyertakan
pengaruh-pengaruh synapomorphies atau pemisahan spesies (populasi) karena
terjadinya perubahan-perubahan sifat-sifat awal (Freeman dan Herron, 2004).
Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi karena mutasi, seleksi dan
genetik drift. Clandogram sebagai pohon filogenetik yang dirancang sesuai
dengan peristiwa sejarah yang terjadi terhadap spesies atau populasi tersebut
(Wiley, 1981).
Metode yang umum digunakan untuk merancang pohon filogenetik adalah
dengan menggunakan matriks jarak genetik dan maksimum parsimony methods.
Kontruksi pohon filogenetik dengan metode matriks jarak genetik dapat dilakukan
dengan lebih sebab jarak genetik dapat diperoleh dengan melakukan pengamatan
dan beberapa parameter. Metode maximum parsimony pada umumnya lebih

Universitas Sumatera Utara

terbatas penggunaanya dalam kontruksi pohon filogenetik sebab menggunakan
data sekuen asam amino atau nukleotida (Nei, 1987).
Ridley (1991) menyatakan bahwa terdapat dua statistik jarak filogeni
yaitu jarak ciri terdekat dari jarak ciri rata-rata. Jarak rata-rata terdekat secara
berurutan akan membentuk kelompok dengan menggabungkan sub-kelompok
yang memiliki ciri rata-rata akan membentuk sub-kelompok dengan jarak
terdekat rata-rata.
Alat Ukur
Tingkat reliabilitas alat pengumpul data hanya dapat dilakukan dengan
perhitungan korelasi dan data untuk perhitungan dapat diperoleh dari hasil uji
coba pada sejumlah individu di luar sampel tetapi berasal dari populasi yang sama
(Nawawi, 2008).
Suatu alat ukur dikatakan memiliki keterandalan (reliabilitas tinggi) atau
dapat dipercaya jika alat ukur itu mantap dalam pengertian bahwa hasil yang
diperoleh dengan penerapan alat tersebut tidak berbeda jauh dengan bobot hidup
yang sesungguhnya. Untuk mengetahui sejauh mana suatu alat ukur disebut
mantap, maka perlu diketahui indeks atau koefisien reliabilitasnya. Indeks
reliabilitas yang lebih rendah dari pada 0.9 menunjukkan reliabilitas yang kurang
artinya alat ukur yang digunakan masih belum dapat diandalkan (Natsir, 1985).

Universitas Sumatera Utara