Analisis Human Error Pada Proses Produksi Produk Pintu Dengan Metode Sherpa dan Heart di PT. Sumatera Timberindo Industry Chapter III VII

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.

Human Error 1
Menurut Dhillon, human error didefenisikan sebagai kegagalan untuk

menyelesaikan sebuah tugas atau pekerjaan yang spesifik (atau melakukan
tindakan yang tidak diizinkan) yang dapat menimbulkan gangguan terhadap
jadwal operasi atau mengakibatkan kerusakan benda dan peralatan.
Menurut Meister, human error dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa
kategori, yaitu :
1. Error pada proses operasi
Error yang terjadi pada proses ini berhubungan dengan batas waktu pekerjaan
yang harus diselesaikan operator. Hampir semua error yang terjadi disebabkan
oleh batas waktu yang tidak bisa dipenuhi dalam proses operasi. Adapun situasi
yang menyebabkan terjadinya error pada proses operasi, yaitu :
a. Kurangnya prosedur yang jelas.
b. Kompleksitas pekerjaan dan kondisi yang berlebihan.
c. Buruknya proses seleksi dan pelatihan terhadap operator.

d. Kecerobohan dan kurangnya minat operator terhadap pekerjaan.
e. Kondisi lingkungan kerja yang buruk.
f. Prosedur operator yang dibuat belum benar.

Universitas Sumatera Utara

2. Error pada proses perakitan
Error jenis ini disebabkan oleh manusia dan terjadi pada proses perakitan
produk. Adanya error tersebut terjadi sebagai hasil dari kurangnya keahlian
yang dimiliki oleh operator. Beberapa contoh dari proses perakitan adalah :
a. Pemasangan komponen yang tidak tepat.
b. Menghilangkan sebuah komponen.
c. Hasil rakitan yang tidak sesuai dengan blueprint (standar) dari perusahaan.
d. Penyolderan yang tidak tepat.
e. Kabel yang dipasang pada komponen terbalik.
Selain itu, Dhillon (1987) juga menjelaskan bahwa menurut penelitian
Meister lainnya di tahun 1976 ditemukan banyak faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya error di bagian produksi. Beberapa diantaranya adalah :
a. Pencahayaan yang kurang baik.
b. Tingkat kebisingan yang berlebihan.

c. Rancangan fasilitas kerja yang buruk.
d. Komunikasi dan informasi buruk dan temperatur yang berlebihan.
e. Pelatihan dan pengawasan yang kurang memadai.
f. Standard Operating Procedure (SOP) yang buruk.
3. Error pada proses perancangan
Error jenis ini disebabkan oleh hasil rancangan yang kurang sesuai dengan
sistem kerja. Hal ini merupakan kegagalan untuk mengimplementasikan
kebutuhan manusia dalam rancangan, kurang tepatnya fungsi yang dirancang

1

Dhillon, Balbir S. 1987. Human Reliability: With Human Factors. Exeter, UK : Pergamon Press.

Universitas Sumatera Utara

dan kegagalan untuk memperhitungkan efektivitas interaksi antara manusia dan
mesin. Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya error pada proses
perancangan adalah terburu-burunya dalam melakukan perancangan, kesalahan
menginterpretasikan solusi dengan teliti dalam perancangan.
4. Error pada proses inspeksi

Tujuan dari kegiatan inspeksi adalah menemukan adanya kecacatan atau
kesalahan. Namun, pada kegiatan inspeksi juga dapat terjadi error karena
inspeksi yang dilakukan belum 100% akurat.
5. Error pada proses instalasi
Error jenis ini terjadi pada proses instalasi peralatan dan tergolong ke dalam
error jangka pendek. Salah satu penyebab utama terjadinya error selama
proses instalasi adalah kegagalan operator untuk melakukan instalasi peralatan
sesuai dengan instruksi atau blueprint yang telah diberikan.
6. Error pada proses perawatan
Error yang terjadi pada proses perawatan disebabkan tidak tepatnya tindakan
perbaikan ataupun perawatan yang dilakukan oleh operator. Beberapa
contohnya adalah tidak melakukan kalibrasi peralatan, pelumasan pada bagianbagian yang tidak seharusnya dan lain-lain.
2

Sebab-sebab human error dapat dibagi menjadi :

1. Sebab-sebab primer

Hlm. 44-48.
2

Lucky Andoyo W, dkk.2015. Analisis Human Error terhadap Kecelakaan Kapal pada Sistem
Kelistrikan berbasis Data di Kapal. Jurnal Fakultas Teknik, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS)

Universitas Sumatera Utara

Sebab-sebab primer merupakan sebab-sebab human error pada level individu.
Untuk menghindari kesalahan pada level ini, ahli teknologi cenderung
menganjurkan

pengukuran

yang

berhubungan

ke

individu,


misalnya

meningkatkan pelatihan, pendidikan, dan pemilihan personil.
2. Sebab-sebab manajerial
Penekanan peran dari pelaku individual dalam kesalahan merupakan suatu hal
yang tidak tepat. Kesalahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan,
pelatihan dan pendidikan mempunyai efek yang terbatas dan penipuan atau
kelalaian akan selalu terjadi, tidak ada satupun penekanan penggunaan
teknologi yang benar akan mencegah terjadinya kesalahan. Fakta ini telah
diakui secara luas pada literatur kesalahan dalam industri yang beresiko tinggi.
3. Sebab-sebab global
Kesalahan yang berada di luar kontrol manajemen, meliputi tekanan keuangan,
tekanan waktu, tekanan sosial dan budaya organisasi.

3.2.

Hierarchial Task Analysis (HTA) 3
Hierarchial Task Analysis (HTA) merupakan salah satu metode yang

digunakan dalam proses analisa task. HTA merupakan metode yang paling sering

digunakan karena penerapannya yang sangat detail, mudah dan langsung
mengenai sasaran. Task Analysis (TA) merupakan metode formal untuk
mendeskripsikan dan menganalisa interaksi manusia dengan sistem. Analisa task
mendefenisikan dengan detail peran operator dalam suatu sistem tersebut. TA
3

Dhillon, Balbir S. 1987. Human Reliability: With Human Factors. Exeter, UK : Pergamon Press.

Universitas Sumatera Utara

mendeskripsikan apa yang operator perlu lakukan dalam bentuk aktivitas fisik
maupun kognitif untuk mencapai goal sistem.
Langkah-langkah dalam menggunakan metode HTA (Human Task
Analysis) adalah sebagai berikut:
1. Pendeskripsian ulang proses
Pendeskripsian ulang tentang proses yang terjadi sangat penting dilakukan agar
informasi yang diperoleh untuk digambarkan ke dalam diagram HTA sesuai
dengan kondisi nyata dimana pekerjaan tersebut dilakukan. Untuk menghindari
deskripsi pekerjaan dalam HTA menjadi sangat kompleks, maka diagram yang
digambarkan dapat disusun ke dalam beberapa diagram yang terpisah agar

lebih memudahkan dalam memahami hubungan setiap elemen pekerjaan.
Ketentuan dalam menyusun HTA ke dalam beberapa diagram yang terpisah
adalah:
a. Skenario pekerjaan berbeda
Meskipun terdapat dua pekerjaan dengan tujuan yang sama dengan elemen
pekerjaannya masing-masing namun saling pararel, maka kedua pekerjaan
tersebut dapat dipisah.
b. Menggunakan mesin/peralatan yang sama namun jenis pekerjaan berbeda
Ketentuan ini dapat dijelaskan dengan contoh, yaitu pekerjaan operasional
dan perawatan atau perbaikan yang menggunakan mesin yang sama dapat
digambar ke dalam diagram terpisah karena interaksi manusia-mesin dalam
pekerjaan operasional bertujuan untuk mengoperasikan mesin, sementara

Universitas Sumatera Utara

interaksi manusia-mesin dalam perawatan atau perbaikan menggunakan
mesin tersebut untuk melakukan perawatan atau perbaikan.
c. Pekerjaan yang sama namun dilakukan oleh operator yang berbeda
Diagram HTA untuk pekerjaan ini dapat dipisahkan jika interaksi antar
operator yang bekerja tersebut sedikit.

2. Stopping rules (aturan untuk berhenti)
Dengan adanya pendeskripsian ulang proses, maka informasi yang diperoleh
untuk digambarkan ke dalam diagram HTA sesuai dengan kondisi nyata
dimana pekerjaan tersebut dilakukan. Namun, adakalanya informasi yang
diperoleh tersebut perlu dibatasi sesuai dengan topik yang akan dianalisis
sehingga tidak semua pekerjaan harus digambarkan dalam HTA. Pembatasan
dilakukan agar bahasan dapat lebih dalam dan terarah sesuai dengan pokok
permasalahan yang ada. Ketentuan ini disebut dengan stopping rules (aturan
berhenti) bukan berarti pemberhentian untuk mendeskripsikan ulang pekerjaan,
tetapi mengenai pembatasan pekerjaan apa saja yang akan digambarkan ke
dalam HTA sesuai dengan topik masalahnya.
3. Plan (Rencana)
Plan merupakan penjelasan mengenai hubungan setiap pekerjaan yang disusun
dalam HTA. Sebagai contoh, jika elemen pekerjaan 1.2 terdiri dari tiga
subelemen pekerjaan (1.2.1, 1.2.2, 1.2.3), maka plan 1.2 mendeskripsikan
hubungan antara tiga subelemen tersebut. Semua plan yang dibuat harus
memenuhi minimum satu dari beberapa jenis hubungan dalam setiap pekerjaan
yang masih dapat dibagi atas beberapa elemen pekerjaan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


a. Hubungan linier sederhana atau urutan proses secara linier
b. Urutan linier dengan beberapa syarat atau ketentuan
Elemen pekerjaan berikutnya dapat dikerjakan jika kondisi tertentu pada
elemen pekerjaan sebelumnya telah tercapai.
c. Daftar pekerjaan bebas
Artinya adalah operator bebas untuk memilih melakukan pekerjaan yang
mana terlebih dahulu.
d. Kondisional atau pilihan bebas
Artinya operator dapat memilih dengan bebas melakukan pekerjaan yang
mana apabila telah melakukan pekerjaan sebelumnya.
e. Continual attainment looping
Hubungan ini menjelaskan bahwa pekerjaan berikutnya akan dilanjutkan
apabila suatu kondisi tertentu telah dipenuhi.
f. Continual lopping
Contoh hubungan ini seperti pekerjaan pemantauan dan pengendalian yang
pada waktu-waktu tertentu dilakukan secara pararel dengan pekerjaan
lainnya.
g. Concurrent task
Hubungan yang menunjukkan bahwa operator harus melakukan dua

pekerjaan atau lebih dalam waktu yang bersamaan.

Universitas Sumatera Utara

3.3.

Systematic

Human

Error

Reduction

and

Prediction

Approach


(SHERPA) 4
Systematic Human Error Reduction and Prediction Approach (SHERPA)
dikembangkan oleh Embrey sebagai teknik untuk memprediksi human error yang
juga menganalisis tugas dan mengidentifikasi solusi potensial untuk error secara
terstruktur. Teknik ini didasarkan pada taksonomi human error, dan dalam bentuk
aslinya itu ditentukan mekanisme psikologis yang terlihat dalam kesalahan.
Secara umum, sebagian besar teknik-teknik untuk memprediksi human
error memiliki dua kunci masalah (Stanton,2002). Pertama dari masalah ini
berkaitan dengan kurangnya representasi lingkungan eksternal atau objek. Kedua,
cenderung ada banyak ketergantungan yang dibuat untuk analisis mengambil
keputusan. Berbeda analis, dengan pengalaman yang berbeda, dapat membuat
prediksi yang berbeda mengenai masalah yang sama (disebut interanalyst
relianility). Demikian pula, analis yang sama mungkin membuat penilaian yang
berbeda pada kesempatan yang berbeda (intraanalyst reliability).
SHERPA pada awalnya dirancang untuk membantu orang dalam proses
industri (misalnya, konvensional dan daya nuklir, pengolahan petrokimia,
ekstraksi minyak, gas dan listrik) (Embrey, 1986). Contoh dari aplikasi SHERPA
diterapkan pada prosedur untuk mengisi tangki chorine yang ditemukan Kirwas
(1994). Sebuah contoh dari SHERPA diterapkan untuk minyak dan eksplorasi gas
yang ditemukan Stanton dan Wilson (2000). Domain aplikasi telah diperluas
dalam beberapa tahun terakhir untuk menyertakan tiket mesin (Baber dan Stanton,

4

Stanton, Neville.2005. Handbook of Human Factors and Ergonomic Method. Londin : CRC

Universitas Sumatera Utara

1996), mesin penjual otomatis (Stanton dan Stevenage,998), dan mesin radio
kaset mobil (Stanton dan Young,1999).
Prosedur yang harus dilakukan dalam menggunakan metode SHERPA,
yaitu sebagai berikut :
1. Hierarchical Task Analysis (HTA)
Tahap pertama untuk menggunakan metode SHERPA dalam menganalisis
human error adalah dengan menyusun seluruh daftar pekerjaan ke dalam
diagram HTA sehingga pekerjaan yang akan dianalisis menjadi lebih rinci dan
sistematis. Keterangan mengenai HTA telah dibahas pada bagian sebelumnya.
2. Klasifikasi pekerjaan
Setiap daftar pekerjaan yang telah diuraikan dalam diagram HTA selanjutnya
diklasifikasi ke dalam beberapa tipe error. Adapun tipe-tipe error yang
digunakan dalam metode SHERPA adalah sebagai berikut :
a. Action (tindakan), contohnya : menekan tombol, menekan saklar,
membuka pintu
b. Retrieval (perolehan atau pencarian), contohnya : memperoleh informasi
dari layar atau secara manual lewat kertas
c. Checking (pemeriksaan), contohnya : melakukan sebuah prosedur
pemeriksaan
d. Selection (pemilihan), contohnya : memilih satu alternatif di antara
beberapa alternatif yang ada
e. Information (informasi), contohnya : berkomunikasi dengan orang lain

Press. Hlm 37-1−37-4

Universitas Sumatera Utara

3. Identifikasi human error
Prosedur identifikasi error adalah dengan menyusun daftar pekerjaan yang
telah diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe error di tahap sebelumnya sesuai
kategori yang cocok pada Tabel 3.1. sampai dengan Tabel 3.5 berikut ini.
Tabel 3.1. Kategori Action Error Berdasarkan Metode SHERPA
Kode Action Error
A1

Operasi terlalu lama/cepat

A2

Tindakan yang salah dalam membagi waktu

A3

Tindakan dalam urutan yang salah

A4

Tindakan terlalu sedikit/banyak

A5

Tindakan tidak sesuai

A6

Tindakan tepat namun pada objek yang salah

A7

Tindakan salah namun pada objek yang tepat

A8

Tindakan ditiadakan

A9

Tindakan tidak lengkap

A10

Tindakan salah pada objek yang salah

Sumber : Stanton, Neville (Ed), et al. (2005 : 37-38)
Tabel 3.2. Kategori Checking Error Berdasarkan Metode SHERPA
Kode Checking Error
C1

Pemeriksaan ditiadakan

C2

Pemeriksaan tidak lengkap

C3

Pemeriksaan tepat namun pada objek yang salah

C4

Pemeriksaan salah namun pada objek yang tepat

C5

Pemeriksaan yang salah dalam membagi waktu

Universitas Sumatera Utara

C6

Pemeriksaan salah pada objek yang salah

Sumber : Stanton, Neville (Ed), et al. (2005 : 37-38)
Tabel 3.3. Kategori Retrieval Error Berdasarkan Metode SHERPA
Kode Retrieval Error
R1

Informasi yang diperoleh sesuai

R2

Informasi yang diperoleh salah

R3

Penerimaan informasi tidak lengkap

Sumber : Stanton, Neville (Ed), et al. (2005 : 37-38)

Tabel 3.4. Kategori Communication Error Berdasarkan Metode SHERPA
Kode Communication Error
11

Informasi tidak disampaikan

12

Penyampaian informasi tidak tepat

13

Penyampaian informasi tidak lengkap

Sumber : Stanton, Neville (Ed), et al. (2005 : 37-38)
Tabel 3.5. Kategori Selection Error Berdasarkan Metode SHERPA
Kode Selection Error
S1

Pemilihan ditiadakan

S2

Salah dalam melakukan pemilihan

Sumber : Stanton, Neville (Ed), et al. (2005 : 37-38)
4. Analisis konsekuensi
Pada tahap ini, dilakukan penyusunan daftar konsekuensi yang paling mungkin
terjadi jika suatu pekerjaan yang dilakukan operator termasuk ke dalam tipe

Universitas Sumatera Utara

error. Konsekuensi dapat berupa akibat yang akan terjadi pada manusia, mesin,
peralatan, lingkungan, bahkan mempengaruhi sistem kerja secara keseluruhan
apabila terjadi human error. Jika dibutuhkan, daftar konsekuensi untuk satu
jenis pekerjaan boleh lebih dari satu, dengan ketentuan bahwa konsekuensi
tersebut diurutkan dari tingkat resiko yang tertinggi sampai terendah.
5. Analisis pemulihan
Pemulihan dalam hal ini dimaksudkan pada tindakan-tindakan yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki error. Pada umumnya, di kolom recovery
ditujukan apakah operator melanjutkan pekerjaannya atau melakukan alternatif
pekerjaan lain yang merupakan usaha untuk memperbaiki error yang terjadi.
Pekerjaan apa yang akan dilakukan operator juga merupakan implikasi dari
daftar konsekuensi yang dibuat di kolom sebelumnya. Jika tidak dibutuhkan,
maka dapat dituliskan kata ‘tidak ada’ sehingga dapat disesuaikan dengan
kepentingan masing-masing.
6. Penilaian probabilitas error ordinal
Nilai probabilitas ordinal yang digunakan dalam metode SHERPA adalah
rendah, sedang, atau tinggi. Ketentuan dalam analisis probabilitas error ordinal
dalam metode SHERPA adalah:
a. Jika selama ini tidak pernah ditemukan terjadinya error pada item
pekerjaan yang dianalisis, maka nilai ordinal probabilitas error nya rendah
dan diberi tanda L (low).

Universitas Sumatera Utara

b. Jika selama ini error pada item pekerjaan yang dianalisis pernah terjadi
beberapa waktu yang lalu namun dengan frekuensi yang sedikit, maka nilai
ordinal probabilitas error nya sedang dan diberi tanda M (medium).
c. Jika selama ini error pada item pekerjaan yang dianalisis terjadi beberapa
waktu yang lalu dengan frekuensi yang tinggi, maka nilai ordinal
probabilitas error nya tinggi dan diberi tanda H (high).
Penilaian probabilitas error ordinal dilakukan berdasarkan data historis
kesalahan operator dalam item pekerjaan yang dianalisis dan/atau wawancara
dengan orang yang ahli dalam pekerjaan tersebut, misalnya supervisor terkait.
7. Analisis tingkat kritis
Jika konsekuensi error yang muncul sifatnya kritis (contoh: mengakibatkan
kerugian yang tidak dapat ditoleransi), maka pada item pekerjaan yang
dianalisis harus ditandai sebagai item pekerjaan yang kritis. Tanda yang
digunakan sebagai petunjuk bahwa error dari item pekerjaan yang dianalisis
bersifat kritis adalah tanda seru (!), sedangkan untuk error yang sifatnya tidak
kritis diberi tanda pisah (-). Tingkat kritisnya error dalam suatu item pekerjaan
dapat diketahui dari dampak yang diakibatkan terhadap lantai produksi,
fasilitas, proses, produk, atau operator yang melakukan pekerjaan.
8. Strategi untuk memperbaiki error
Tahap berikutnya dalam metode SHERPA adalah menyusun rencana strategis
dan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan agar dapat mereduksi error.
Secara umum, strategi yang disusun dapat dikelompokkan ke dalam empat
kategori utama, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

a. Peralatan, contohnya adalah memodifikasi atau merancang ulang peralatan
yang digunakan selama ini.
b. Pelatihan, contohnya menyusun materi-materi pelatihan yang lebih efektif
agar diperoleh hasil yang lebih baik.
c. Prosedur, contohnya perancangan peraturan baru, perbaikan prosedur yang
lama, atau pembuatan prosedur yang baru.
d. Organisasional, contohnya melakukan perubahan pada kebijakan-kebijakan
organisasi dan manajemen atau perubahan budaya organisasi.

3.4.

Human Error Assessment and Reduction Technique (HEART) 5
Fungsi

pertama

proses

perhitungan

HEART

adalah

untuk

mengelompokkan task dalam kategori generalnya dan nilai level nominal untuk
human unreliability menurut tabel HEART generic categories (Kirwan, 1994).
Berikutnya adalah mengidentifikasi kondisi yang mengakibatkan terjadinya error
(Error Producing Conditions, EPCs) yang ditunjukkan dalam bentuk skenario
yang memberikan pengaruh negatif terhadap performansi manusia. Jadi HEART
merupakan bagian dari perhitungan keandalan yang diartikan sebagai seberapa
besar operator melakukan kesalahan dalam task yang seharusnya dilakukan.
Tahapan

yang dilakukan

untuk

menentukan

nilai

HEP

dengan

menggunakan metode HEART adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi seluruh jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh operator. Dapat
dilakukan dengan melakukan pengamatan, wawancara dan pencatatan uraian

5

http://en.wikipedia.org/wiki/Human_Error_Assessment_and_Reduction_Technique

Universitas Sumatera Utara

pekerjaan operator sehingga peneliti dapat memahami secara menyeluruh
mengenai tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh operator.
2. Mengkategorikan setiap item pekerjaan ke salah satu dari 8 kategori yang ada
di tabel Generic Task Type (GTT).
Setiap item pekerjaan yang dikategorikan harus benar-benar sesuai. Oleh
karena itu, diperlukan wawancara langsung dengan supervisor atau orang yang
berpengalaman terhadap pekerjaan tersebut. Selain itu, nominal human error
probability juga masih dapat disesuaikan berdasarkan wawancara dengan
supervisor. Adapun nilai nominal human error probability dapat dilihat dalam
Tabel 3.6.
Tabel 3.6. Generic Task Type dan Nominal Human Error Probability
Nominal Human
Type
Generic Task Type
Error Probability
A

Benar-benar
asing;
dikerjakan
dengan
kecepatan tinggi tanpa adanya pemikiran 0,55
tentang kemungkinan terjadinya konsekuensi.

B

Mengubah atau mengembalikan sistem pada
keadaan yang baru dan dilakukan dengan usaha 0,26
sendiri tanpa adanya supervisi atau prosedur.

C

Pekerjaan
bersifat
kompleks
sehingga
0,16
membutuhkan tingkat kemampuan dan
perhatian yang tinggi.

D

Pekerjaan sederhana yang dilakukan dengan 0,09
cepat dan perhatian yang sedikit.

E

Rutin; sering dikerjakan; pekerjaan yang
0,02
dilakukan membutuhkan tingkat kemampuan
yang relatif rendah.

F

Mengubah atau mengembalikan sistem pada
0,003
keadaan yang baru dengan mengikuti beberapa
prosedur; dengan beberapa pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara

G

Sepenuhnya dikenali; dirancang dengan baik;
sering dikerjakan; tugas rutin terjadi beberapa
kali per jam; dilakukan untuk standar tertinggi
0,0004
dengan sangat termotivasi; personil sangat
terlatih dan berpengalaman; terdapat waktu
untuk memperbaiki kesalahan potensial; tetapi
tanpa alat bantu kerja yang signifikan

H

Merespon perintah sistem dengan tepat bahkan
ketika ada tambahan atau sistem pengawasan
0,00002
otomatis yang disediakan untuk menghasilkan
interpretasi yang akurat tentang keadaan
sistem.

Sumber : Sandom, Carl dan Roger S. Harvey (Ed.) (2009:180)
3. Identifikasi Error Producing Conditions (EPCs) sesuai dengan skenario yang
ada di tabel HEART EPCs.
EPCs merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kegagalan
kerja operator atau dalam istilah yang lain disebut dengan Performance
Shaping Factors (PSFs). EPCs dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Error Producing Conditions (EPCs)

No

Error Producing Conditions (EPCs)

Nilai Efek Maksimum
yang
Dapat
Mempengaruhi HEP

Kategori I
1

Kondisi yang tidak biasa (jarang terjadi
17
atau baru) namun penting

2

Kurangnya waktu yang tersedia bagi
operator untuk melakukan deteksi dan 11
perbaikan kegagalan

3

Kurangnya tanda peringatan yang
mengidentifikasikan
munculnya 10
gangguan dalam pekerjaan

4

Adanya
upaya
menekan
atau
mengutamakan informasi atau adanya 9
peralatan yang memudahkan dalam

Universitas Sumatera Utara

mengakses suatu informasi

5

Tidak ada saran untuk menyampaikan
informasi spesial dan fungsional untuk
8
operator dalam format yang dengan
mudah dipahami operator tersebut

6

Adanya ketidasesuaian antara model
yang terdapat pada operator dengan 8
yang diimajinasikan oleh perancang

7

Tidak ada prosedur yang jelas dalam
memperbaiki kesalahan kerja yang tidak 8
disengaja

8

Informasi yang diterima berlebihan

9

Dibutuhkan teknik (cara) yang berbeda
dari
biasanya dalam
melakukan 6
perkerjaan

10

Perlu adanya transfer pengetahuan
tertentu dalam setiap pekerjaan yang
5,5
dilakukan, namun tanpa adanya
informasi yang hilang atau berkurang

11

Ambiguitas dalam standar performansi
yang diberikan (batasan standar 5
performansi tidak jelas)

12

Adanya ketidaksesuaian antara persepsi
terhadap resiko dengan resiko nyata 4
yang terjadi

13

Feedback dari sistem buruk, ambigu,
atau tidak sesuai dengan yang 4
diharapkan

14

Tindakan yang dimaksudkan untuk
mengontrol pekerjaan yang dilakukan 4
tidak jelas dan terlambat

6

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.7. Error Producing Conditions (EPCs) (Lanjutan)
Nilai Efek Maksimum
yang
Dapat
Mempengaruhi HEP

No

Error Producing Conditions (EPCs)

15

Operator tidak berpengalaman (operator
yang telah memenuhi syarat dalam
3
melakukan pekerjaannya, tapi belum
tergolong ahli)

16

Kesesuaian informasi yang diinginkan
yang disampaikan dalam prosedur dan 3
interaksi antarpekerja buruk

17

Pemeriksaan
secara
independen
terhadap output (hasil) sedikit atau 3
mungkin tidak diperiksa

Kategori II
18

Ada konflik yang terjadi mengenai
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka 2,5
panjang

19

Informasi yang diterima tidak seragam
sehingga
mempersulit
proses 2,5
pemeriksaan

20

Tingkat pendidikan operator tidak sesuai
dengan
kebutuhan
kerja
yang 2
seharusnya

21

Ada pemberian insentif kepada operator
untuk melakukan prosedur kerja lain 2
yang lebih berbahaya

22

Sedikit waktu yang diberikan untuk
melatih pikiran dan tubuh pada saat 1,8
melakukan pekerjaan

23

Peralatan tidak andal (dengan penilaian
1,6
langsung)

24

Diperlukan adanya tenaga yang lebih
ahli dari operator yang biasa melakukan 1,6
pekerjaannya

25

Alokasi tugas dan tanggung jawab tidak 1,6

Universitas Sumatera Utara

jelas
26

Tidak ada cara yang jelas untuk menjaga
atau meningkatkan pengawasan selama 1,4
melakukan pekerjaan

Sumber : Sandom, Carl dan Roger S. Harvey (Ed.).(2009:181-182)
Nilai EPCs yang tercantum pada Tabel 3.7 merupakan nilai yang diperoleh
berdasarkan hasil eksperimen mengenai pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap
performansi manusia dalam bekerja. Aturan untuk menentukan EPCs adalah
faktor-faktor yang masuk ke dalam kategori II dapat digunakan apabila telah
memperhatikan seluruh faktor yang ada di kategori I. Hal tersebut karena kecilnya
perbandingan nilai efek terhadap human error probability. Dalam menentukan
EPCs yang dapat mempengaruhi nilai HEP dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik expert judgement, baik dari peneliti maupun dari supervisor terkait yang
telah berpengalaman terhadap SOP dan operator yang mengerjakannya. Oleh
karena itu, keputusan untuk menentukan EPCs yang akan digunakan dalam proses
kuantifikasi dengan metode HEART harus didasarkan pada tingkat kritisnya suatu
pekerjaan dan operator yang melakukan pekerjaan tersebut.
4. Menentukan proporsi efek atau Assessed Proportion of Effect (APOE) dan
menghitung besarnya nilai Assessed Effect (AE) dari setiap EPCs yang telah
diidentifikasi.
Nilai Assessed Effect (AE) ditentukan dengan menggunakan persamaan :
AEi = ((Max. Effect-1) x APOE) + 1
Keterangan :
a. i = AE ke i
b. Nilai Max. Effect diperoleh dari Tabel 3.7

Universitas Sumatera Utara

c. Nilai APOE diperoleh dengan menggunakan teknik expert judgment, yaitu
dngan mewawancarai pihak yang telah berpengalaman dalam pekerjaan
yang dianalisis, misalnya supervisor terkait. Penilaian dengan cara ini
adalah satu-satunya teknik yang dapat digunakan dan belum ada panduan
yang jelas mengenai teknik lainnya yang lebih objektif di beberapa literatur
yang membahas metode HEART. Nilai maksimum APOE setiap EPCs
adalah 1 dan jumlah APOE dari semua EPCs tidak harus sama dengan 1.
5. Menghitung total nilai AE
Total nilai AE dihitung dengan menggunakan persamaan :
Total AE = AEI x AE2 x AE3 x ... x Aen
Dimana n adalah banyaknya AE yang diidentifikasi sebagai faktor EPCs.
6. Melakukan perhitungan nilai Human Error Probability (HEP)
Nilai HEP dihitung dengan menggunakan persamaan :
HEP = Nominal HEP x Total AE
Keterangan :
a. HEP = Human Error Probability
b. Nominal HEP = Nilai nominal HEP yang diperoleh dari Tabel GTT pada
langkah ke-2.
Total AE = Hasil perhitungan yang diperoleh di langkah ke-5.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1.

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Sumatera Timberindo Industry yang berlokasi

di Jl. Batang Kuis Km 2 Desa Buntu Bedimbar, Tanjung Morawa, Kabupaten
Deli Serdang, Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan FebruariJuni 2017.

4.2.

Jenis Penelitian
Penelitian ini digolongkan sebagai penelitian deskriptif, yaitu penelitian

yang memaparkan pemecahan masalah terhadap satu masalah yang ada secara
sistematis dan faktual berdasarkan fakta.

4.3.

Objek Penelitian
Objek penelitian yang diamati adalah seluruh operator yang ada pada

proses produksi pintu mexicano.

4.4.

Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:
1.

Variabel Dependen
a.

Kecacatan dalam proses produksi

Universitas Sumatera Utara

2.

4.5.

Variabel Independen
a.

Kesalahan cara kerja

b.

Prosedur kerja

c.

Ketidaktelitian operator

Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir menunjukkan hubungan logis antara faktor/variabel

penting yang telah diidentifikasi untuk menganalisis masalah penelitian
(Sinulingga, 2015). Kerangka berpikir yang terdapat dalam penelitian ini diawali
data kecacatan proses produksi, kemudian dilakukan identifikasi dengan
pendekatan SHERPA untuk menganalisis human error. Kemudian dilakukan
analisis untuk menemukan akar penyebab kecacatan, kemudian dengan metode
HEART untuk menemukan nilai HEP (Human Error Probability). Yang menjadi
kerangka berpikir dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Metode SHERPA

Human error dalam proses
produksi

Identifikasi human error
dan menentukan nilai HEP

Analisis human error dan
usulan perbaikan

Metode HEART

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir

4.6.

Blok Diagram Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai :

Universitas Sumatera Utara

1. Studi pendahuluan untuk menentukan masalah yang akan diteliti.
2. Pengumpulan data primer berupa proses produksi dan jenis kesalahan yang
terjadi yang diperoleh dari hasil wawancara.
3. Pengumpulan data sekunder yang berasal dari arsip perusahaan.
Prosedur penelitian ditampilkan dalam blok diagram pada Gambar 4.2.

Universitas Sumatera Utara

Perumusan Masalah

Penetapan Tujuan

Studi Pendahuluan
1. Kondisi perusahaan
2. Informasi pendukung

Studi Literatur
1. Metode pemecahan masalah
2. Teori pendukung

Pengumpulan Data

Data Primer
1. Proses produksi
2. Jenis kesalahan yang terjadi yang diperoleh dari
wawancara langsung

Data Sekunder
1. Gambaran umum perusahaan
2. Data persentase kecacatan produk

Pengolahan Data
I. Memprediksi Human Error dengan Metode SHERPA :
1. Langkah I : Hierarchial Task Analysis (HTA)
2. Langkah II : Klasifikasi Pekerjaan
3. Langkah III : Human Error Identification (HEI)
4. Langkah IV : Analisis Konsekuensi
5. Langkah V : Penilaian Probabilitas Error Ordinal
6. Langkah VI : Analisis Tingkat Kritis
7. Langkah VII : Strategi untuk Memperbaiki Error
II. Perhitungan Probabilitas Terjadinya Human Error dengan Metode
HEART :
1. Identifikasi seluruh jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh operator.
2. Mengkatergorikan setiap item pekerjaan ke salah satu dari 8 kategori
yang ada di tabel Generic Task Type (GTT).
3. Identifikasi Error Producing Conditions (EPCs) sesuai dengan skenario
yang ada di tabel HEART EPCs.
4. Menentukan proporsi efek atau Assessed Proportion of Effect (APOE)
dan menghitung besarnya nilai Assessed Effect (AE) dari setiap EPCs
yang telah diidentifikasi.
5. Menghitung total nilai AE.
6. Melakukan perhitungan nilai Human Error Probability (HEP).

Analisis Pemecahan Masalah

Kesimpulan dan Saran

Gambar 4.2. Blok Diagram Rancangan Penelitian

Universitas Sumatera Utara

4.7.

Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder.
1.

Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh melalui proses pengukuran dengan
bantuan suatu instrumen. Data yang termasuk dalam kategori ini adalah
uraian proses pengolahan produk pintu dan jenis kesalahan yang sering terjadi
yang diperoleh dari wawancara langsung di PT. Sumatera Timberindo
Industry.

2.

Data Sekunder
Data sekunder bersumber dari dokumen perusahaan yang dapat diperoleh dari
pihak manajemen di bagian produksi. Data yang termasuk dalam kategori ini
adalah data jumlah kecacatan produk pintu. Setelah data dikumpulkan,
dilakukan pengolahan data untuk digunakan sebagai sumber informasi dalam
melaksanakan analisa terhadap masalah yang ada.

4.8.

Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah lembar

kerja (work sheet) dan alat tulis untuk mencatat jumlah kecacatan produksi yang
terjadi selama proses produksi, serta wawancara langsung kepada operator dan
supervisor.

Universitas Sumatera Utara

4.9.

Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data, yaitu :

1.

Observasi (Pengamatan)
Pengamatan dilakukan untuk mengetahui urutan proses produksi, kemampuan
operator.

2.

Dokumentasi
Dokumentasi yang diambil adalah dokumen-dokumen perusahaan, baik
historis maupun sekarang. Dokumentasi dilakukan terhadap data jumlah
kecacatan produksi.

3.

Wawancara
Wawancara dilakukan dengan melakukan proses tanya jawab terhadap pihak
yang bertanggung jawab.

4.

Studi kepustakaan, yaitu mencatat dan mempelajari data-data yang berasal
dari perusahaan serta teori-teori yang berhubungan dengan pemecahan
masalah dari berbagai buku yang sesuai dengan permasalahan yang diamati.

4.10.

Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode :

1. Metode SHERPA (Systematic Human Error Reduction and Prediction
Approach)
Langkah-langkah untuk menganalisis menggunakan SHERPA adalah sebagai
berikut :

Universitas Sumatera Utara

a. Hierarchical Task Analysis (HTA)
Tahap pertama untuk menggunakan metode SHERPA dalam menganalisis
human error adalah dengan menyusun seluruh daftar pekerjaan ke dalam
diagram HTA sehingga pekerjaan yang akan dianalisis menjadi lebih rinci
dan sistematis. Keterangan mengenai HTA telah dibahas pada bagian
sebelumnya
b. Klasifikasi pekerjaan
Setiap daftar pekerjaan yang telah diuraikan dalam diagram HTA
selanjutnya diklasifikasi ke dalam beberapa tipe error
c. Identifikasi human error
Prosedur identifikasi error adalah dengan menyusun daftar pekerjaan yang
telah diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe error di tahap sebelumnya
sesuai kategori yang cocok
d. Analisis konsekuensi
Pada tahap ini, dilakukan penyusunan daftar konsekuensi yang paling
mungkin terjadi jika suatu pekerjaan yang dilakukan operator termasuk ke
dalam tipe error
e. Analisis pemulihan
Pemulihan dalam hal ini dimaksudkan pada tindakan-tindakan yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki error. Pada umumnya, di kolom recovery
ditujukan apakah operator melanjutkan pekerjaannya atau melakukan
alternatif pekerjaan lain yang merupakan usaha untuk memperbaiki error
yang terjadi

Universitas Sumatera Utara

f. Penilaian probabilitas error ordinal
Nilai probabilitas ordinal yang digunakan dalam metode SHERPA adalah
rendah, sedang, atau tinggi
g. Analisis tingkat kritis
Jika konsekuensi error yang muncul sifatnya kritis (contoh: mengakibatkan
kerugian yang tidak dapat ditoleransi), maka pada item pekerjaan yang
dianalisis harus ditandai sebagai item pekerjaan yang kritis
h. Strategi untuk memperbaiki error
Tahap terakhir dalam metode SHERPA adalah menyusun rencana strategis
dan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan agar dapat mereduksi error
2. Metode HEART (Human Error Assessment and Reduction Technique)
Langkah-langkah dalam menggunakan metode HEART adalah :
a. Identifikasi seluruh jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh operator.
Dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan, wawancara dan pencatatan
uraian pekerjaan operator sehingga peneliti dapat memahami secara
menyeluruh mengenai tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh operator.
b. Mengkategorikan setiap item pekerjaan ke salah satu dari 8 kategori yang
ada di tabel Geberic Task Type (GTT). Setiap item pekerjaan yang
dikategorikan harus benar-benar sesuai. Oleh karena itu, diperlukan
wawancara langsung dengan supervisor atau orang yang berpengalaman
terhadap pekerjaan tersebut.
c. Identifikasi Error Producing Conditions (EPCs) sesuai dengan skenario
yang ada di tabel HEART EPCs. EPCs merupakan faktor-faktor yang dapat

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi tingkat kegagalan keja operator atau dalam istilah yang lain
disebut dengan Performance Shaping Factors (PSFs).
d. Menentukan proporsi efek atau Assessed Proportion of Effect (APOE) dan
menghitung besarnya nilai Assessed Effect (AE) dari setiap EPCs yang telah
diidentifikasi.
e. Menghitung total nilai AE.
f. Melakukan perhitungan nilai Human Error Probability (HEP).

4.11.

Kesimpulan dan Saran
Langkah terakhir yang dilakukan dalam penelitian adalah penarikan

kesimpulan yang berisi hal-hal penting dalam penelitian tersebut. Selain itu,
peneliti akan memberikan saran yang bermanfaat bagi perusahaan untuk dapat
mencegah terjadinya human error di perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

5.1.

Pengumpulan Data

5.1.1.

Uraian Proses Pengolahan Produk Pintu Mexicano
Dalam proses pengolahan pintu mexicano urutan proses yang harus

dilakukan adalah sebagai berikut :
1.

Pembuatan ukuran partical board
Bahan baku atau partical board akan dibentuk sesuai dengan ukuran yang
telah ditetapkan oleh pelanggan

2.

Pembuatan liping steal
Bahan baku liping steal akan dibentuk sesuai dengan ukuran yang telah
ditetapkan

3.

Pengeleman secara manual
Proses penyatuan dua bagian kayu dengan menggunakan lem untuk
membentuk komponen pintu bagian inti yang masih sederhana.

4.

Pengepresan awal

5.

Pembuatan ukiran
Pembuatan ukiran dari komponen pintu dengan menggunakan mesin shaper.
Komponen tersebut kemudian di bor dengan menggunakan mesin bor.

6.

Pemasangan liping tanam
Setelah diukir dimasukkan liping tanam ke dalam ukiran

Universitas Sumatera Utara

7.

Penghalusan (sanding)
Sebelum dihaluskan, komponen-komponen yang lebarnya kurang dari
spesifikasi yang ditetapkan akan didempul terlebih dahulu. Penghalusan
dilakukan dengan menggunakan mesin sanding

8.

Pemilihan warna veneer

9.

Pemasangan veneer (manual)

10. Pengepresan akhir
11. Pemotongan veneer
12. Pembentukan
13. Finishing
Finishing

merupakan

proses

revisi

dengan

melakukan

penyisipan,

pembersihan/penghalusan secara manual dengan menggunakan kertas pasir
dilanjutkan dengan pembersihan debu dengan menggunakan air gun.
14. Inspeksi
Diperiksa kembali hasil akhir
15. Pengepakan
Pengepakan dimulai dengan pemberian label dan karton pengaman siku pada
daun pintu kemudian pembungkusan dengan plastik (wrapping) lalu
disatukan sebanyak 20 pintu dalam satu bundelan dengan menggunakan
kawat baja.

Universitas Sumatera Utara

5.1.2.

Jenis Kesalahan yang Terjadi
Berdasarkan data historis dan wawancara langsung dengan pembimbing

lapangan, beberapa kesalahan yang sering terjadi pada saat proses pengolahan
pintu mexicano adalah sebagai berikut :
1.

Kurangnya pengontrolan saat pengepresan sehingga adanya kayu yang retak
karena kelamaan

2.

Kurangnya keahlian dan ketelitian saat proses pengukiran

3.

Kurangnya pengontrolan dan ketelitian dalam proses memberi lem sehingga
komponen yang dihasilkan tidak optimal (kayunya tidak nempel sempurna)

4.

Kesalahan pengontrolan waktu mesin saat proses pengetaman sehingga
produk yang dihasilkan kurang baik.

5.2.

Pengolahan Data

5.2.1.

Analisa Human Error yang Terjadi dengan Metode SHERPA
(Systematic Human Error Reduction and Prediction Approach)
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penentuan human error

dengan menggunakan metode SHERPA adalah sebagai berikut :
1.

Langkah I

: Hierarchical Task Analysis (HTA)

2.

Langkah II

: Klasifikasi Pekerjaan

3.

Langkah III

: Identifikasi Human Error

4.

Langkah IV

: Analisis Konsekuensi

5.

Langkah V

: Penilaian Probabilitas Error Ordinal

6.

Langkah VI

: Analisis Tingkat Kritis

7.

Langkah VII

: Strategi untuk Memperbaiki Error (Remedy Analysis)

Universitas Sumatera Utara

5.2.1.1. Hierarchical Task Analysis (HTA)
Tahap

pertama

untuk

menggunakan

metode

SHERPA

dalam

menganalisis human error adalah dengan menyusun seluruh daftar pekerjaan ke
dalam diagram HTA sehingga pekerjaan yang akan dianalisis menjadi lebih rinci
dan sistematis. HTA pada proses pengolahan produk pintu mexicano dapat dilihat
pada Gambar 5.1.

Universitas Sumatera Utara

Proses Pembuatan Pintu
Mexicano

1. Persiapan bahan
baku

2. Perakitan partical
board dengan liping
steal

3. Pengukiran
terhadap partical
board

4. Pemasangan
liping tanam

5. Melakukan
pendempulan

6. Menghaluskan
permukaan pintu

7. Pemasangan
piner

8. Melakukan
pengepresan

9. Merapikan hasil
pemasangan piner

10. Pembuatan
ukuran pintu

11. Finishing

6.2. Meratakan hasil
dempulan dengan
1.1. Membawa partical
board ke meja

1.2. Membawa liping
steal

3.1. Pemindahan hasil
rakitan ke mesin rooter

3.2. Melakukan
pengukiran dengan
mesin rooter

mesin ketam
5.1. Inspeksi semua

8.1. Membawa pintu

bagian pintu

ke mesin hot press

8.2. Melakukan
pengepresan terhadap
pintu

10.1. Membawa pintu
ke mesin rooter

9.1. Membawa pintu ke
meja perakitan

9.2. Melakukan
pemotongan terhadap
piner yang lebih

10.2. Melakukan
pengukiran

5.2. Melakukan
pendempulan pada
2.1. Mengelem liping
steal terhadap partical
board secara manual

2.2. Melakukan
pengepresan dengan
mesin moulder

4.1. Membawa pintu ke
meja perakitan

bagian yang berlubang

4.2. Membawa liping
tanam ke meja perakitan

7.1. Memilih warna
piner sesuai warna
pintu

7.2. Melakukan
pengeleman piner pada
pintu

4.3. Melakukan
perakitan secara
manual
11.1. Menghaluskan
permukaan hasil
ukuran dengan kertas
pasir

11.2. Inspeksi terhadap
keseluruhan pintu

11.3. Mengemas pintu
dengan plastik

11.4. Mengemas pintu
dengan karton

Gambar 5.1. Hierarchical Task Analysis (HTA) Proses Pembuatan Produk Pintu Mexicano

Universitas Sumatera Utara

5.2.1.2. Klasifikasi Pekerjaan
Setiap daftar pekerjaan yang telah diuraikan dalam diagram HTA selanjutnya
diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe error. Tipe-tipe error yang digunakan dalam
metode SHERPA, yaitu :
1. Action, cthnya : menekan tombol dan membuka pintu
2. Checking, cthnya : Melakukan sebuah prosedur pemeriksaan
3. Selection, cthnya : memilih satu alternatif di antara beberapa alternatif yang ada
Daftar pekerjaan untuk proses pembuatan pintu mexicano secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 5.1
Tabel 5.1. Klasifikasi Kerja Proses Pembuatan Pintu Mexicano
Kode

Uraian Kerja

Klasifikasi

1.1

Membawa partical board ke meja

Action

1.2

Membawa liping steal

Action

Mengelem liping steal terhadap partical board secara
Action

2.1
manual
2.2

Melakukan pengepresan dengan mesin moulder

Action

3.1

Membawa hasil rakitan ke mesin rooter

Action

3.2

Melakukan pengukiran dengan mesin rooter

Action

4.1

Membawa pintu ke meja perakitan

Action

4.2

Membawa liping tanam ke meja perakitan

Action

Universitas Sumatera Utara

4.3

Melakukan perakitan secara manual

5.1

Inspeksi semua bagian pintu

Action
Checking

Tabel 5.1. Klasifikasi Kerja Proses Pembuatan Pintu Mexicano (Lanjutan)
Kode

Uraian Kerja

Klasifikasi

5.2

Melakukan pendempulan pada bagian yang berlubang

Action

6.1

Meratakan hasil dempulan dengan mesin ketam

Action

7.1

Memilih warna piner sesuai warna pintu

Selection

7.2

Melakukan pengeleman piner pada pintu

Action

8.1

Membawa pintu ke mesin hot press

Action

8.2

Melakukan pengepresan terhadap pintu

Action

9.1

Membawa pintu ke meja perakitan

Action

9.2

Melakukan pemotongan terhadap piner yang lebih

Action

10.1

Membawa pintu ke mesin rooter

Action

10.2

Melakukan pengukiran

Action

Menghaluskan permukaan hasil ukiran dengan kertas
Action

11.1
pasir
11.2

Inspeksi terhadap keseluruhan pintu

Checking

Universitas Sumatera Utara

11.3

Mengemas pintu dengan plastik

Action

11.4

Mengemas pintu dengan karton

Action

5.2.1.3. Human Error Identification (HEI)
Prosedur identifikasi error adalah dengan menyusun daftar pekerjaan yang
telah diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe error di tahap sebelumnya sesuai kategori
yang cocok pada tabel kategori error menurut metode SHERPA. Kategori action error
berdasarkan metode SHERPA adalah sebagai berikut:
A1 : Operasi terlalu lama/cepat
A4 : Tindakan terlalu sedikit/banyak
A5 : Tindakan tidak sesuai
A6 : Tindakan tepat namun pada objek yang salah
A7 : Tindakan salah namun pada objek yang tepat
C2 : Pemeriksaan tidak lengkap
C5 : Pemeriksaan yang salah dalam membagi waktu
S2 : Salah dalam melakukan pemilihan
Identifikasi error dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Identifikasi Error Kerja pada Proses Pembuatan Pintu Mexicano
Kode

Klasifikasi

Kategori

1.1

Action

A5

Deskripsi
Salah cara pengambilan partical board sehingga
bergesekan dengan yang lain

Universitas Sumatera Utara

Liping steal yang dibawa bertabrakan dengan yang
1.2

Action

A5
lain
Operator lalai dalam memberikan lem yang terlalu

2.1

Action

A4
sedikit sehingga tidak nempel

2.2

Action

A1

3.1

Action

A7

Pengepressan terlalu lama sehingga pintu retak
Pintu yang sudah dirakit tercampur dengan partical
board

3.2

Action

A7

Pengukiran terlalu melebar ke yang lain

Tabel 5.2. Identifikasi Error Kerja pada Proses Pembuatan Pintu Mexicano
(Lanjutan)
Kode

Klasifikasi

Kategori

4.1

Action

A5

Deskripsi
Pintu yang telah diukir tercampur dengan yang
belum diukir
Operator lalai dalam mengukur liping tanam sesuai

4.2

Action

A5
ukiran
Peletakan liping tanam tidak pada tempat yang

4.3

Action

A6
seharusnya

5.1

Checking

C2

Operator hanya memeriksa sebagian saja tidak

Universitas Sumatera Utara

keseluruhan
5.2

Action

A4

Dempul yang diberikan operator terlalu sedikit

6.1

Action

A6

Perataan ke bagian yang tidak di dempul

7.1

Selection

S2

Warna veneer yang dipilih operator tidak sesuai
dengan warna pintu
Operator lalai dalam memberikan lem yang terlalu
7.2

Action

A4
sedikit sehingga tidak terlalu nempel
Pintu yang sudah dirakit tercampur dengan bagian

8.1

Action

A7
lain

8.2

Action

A1

Pengepressan terlalu lama sehingga veneer retak
Pintu yang sudah dirakit dengan veneer tercampur

9.1

Action

A5
dengan pintu yang belum dirakit dengan veneer

Tabel 5.2. Identifikasi Error Kerja pada Proses Pembuatan Pintu Mexicano
(Lanjutan)
Kode

Klasifikasi

Kategori

Deskripsi

9.2

Action

A7

Veneer dipotong tidak sesuai dengan ukuran pintu

10.1

Action

A7

Salah meletakkan pintu pada meja perakitan

10.2

Action

A7

Pengukiran terhadap pintu terlalu dalam

Universitas Sumatera Utara

Bagian yang tidak diukir diratakan dengan kertas
11.1

Action

A6
pasir

11.2

Checking

C5

Ada bagian pintu yang belum rata

11.3

Action

A4

Plastik yang diberikan terlalu sedikit

11.4

Action

A4

Karton yang diberikan terlalu sedikit

5.2.1.4. Analisis Konsekuensi
Pada tahap ini, dilakukan penyusunan daftar konsekuensi yang paling mungkin
terjadi jika suatu pekerjaan yang dilakukan operator termasuk kedalam tipe error.
Konsekuensi dapat berupa akibat yang akan terjadi pada manusia, mesin, peralatan,
lingkungan, bahkan mempengaruhi sistem kerja secara keseluruhan apabila terjadi
human error. Berikut adalah hasil identifikasi konsekuensi kerja.
Tabel 5.3. Analisis Konsekuensi Kerja pada Proses Pembuatan Pintu Mexicano
Kode

Kategori
Error

1.1

A5

Salah cara pengambilan partical board
sehingga bergesekan dengan yang lain

Partical board terkelupas

A5

Liping steal yang dibawa bertabrakan
dengan yang lain

Liping steal yang dibawa
tergesek dan tidak sesuai
lagi

1.2

Deskripsi Error

Konsekuensi

Tabel 5.3. Analisis Konsekuensi Kerja pada Proses Pembuatan Pintu Mexicano
(Lanjutan)
Kode Kategori

Deskripsi Error

Konsekuensi

Universitas Sumatera Utara

Error
Perakitan tidak sempurna
dan harus dilakukan
pengulangan

2.1

A4

Operator lalai dalam memberikan lem
yang terlalu sedikit

2.2

A1

Pengepressan yang terlalu lama

Pintu yang dipress akan
retak

3.1

A7

Pintu yang sudah dirakit tercampur
dengan partical board

Pekerjaan jadi lama karena
operator harus memilah
lagi

3.2

A7

Pengukiran terlalu melebar ke yang lain

Lebih banyak dempul
yang digunakan

4.1

A5

Pintu yang telah diukir tercampur dengan
yang belum diukir

Pekerjaan jadi lama karena
operator harus memilah
lagi

4.2

A5

Operator lalai dalam mengukur liping
tanam sesuai ukiran

Perakitan yang dilakukan
tidak berjalan

4.3

A6

Peletakan liping tanam tidak pada tempat
yang seharusnya

Terjadinya
ketidaksesuaian terhadap
pintu

5.1

C2

Operator hanya memeriksa sebagian saja
tidak keseluruhan

Ada bagian pintu yang
bolong tidak didempul

5.2

A4

Dempul yang diberikan operator terlalu
sedikit

Terdapat rongga yang
kosong pada pintu

6.1

A6

Perataan ke bagian yang tidak di dempul

Pintu semakin menipis

7.1

S2

Warna veneer yang dipilih operator tidak
sesuai dengan warna pintu

Warna produk yang
dihasilkan terlihat jelek

7.2

A4

Operator lalai dalam memberikan lem
yang terlalu sedikit sehingga tidak terlalu
nempel

Perakitan tidak sempurna
dan harus dilakukan
pengulangan

8.1

A7

Pintu yang sudah dirakit tercampur dengan Pekerjaan jadi lama karena
bagian lain
operator harus memilah

Universitas Sumatera Utara

lagi
A1

Pengepressan terlalu lama

Veneer yang ikut dipress
akan pecah

9.1

A5

Pintu yang sudah dirakit dengan veneer
tercampur dengan pintu yang belum
dirakit dengan veneer

Pekerjaan jadi lama karena
operator harus memilah
lagi

9.2

A7

veneer dipotong tidak sesuai dengan
ukuran pintu

Produk yang dihasilkan
tidak sesuai ukuran

8.2

Tabel 5.3. Analisis Konsekuensi Kerja pada Proses Pembuatan Pintu Mexicano
(Lanjutan)
Kode

Kategori
Error

Deskripsi Error

Konsekuensi

10.1

A7

Salah meletakkan pintu pada meja
perakitan

Semua pintu tercampur
sehingga membutuhkan
waktu yang lama untuk
memisahkan

10.2

A7

Pengukiran terhadap pintu terlalu dalam

Waktu pengerjaan akan
lama

11.1

A6

Bagian yang tidak diukir diratakan dengan
kertas pasir

Banyak produk tidak
sesuai

11.2

C5

Ada bagian pintu yang belum rata

Banyak produk yang cacat

11.3

A4

Plastik yang diberikan terlalu sedikit

Pintu tidak tertutup secara
keseluruhan

11.4

A4

Karton yang diberikan terlalu sedikit

Pintu tidak tertutup secara
keseluruhan

5.2.1.5. Penilaian Probabilitas Error Ordinal
Nilai probabilitas ordinal yang digunakan dalam metode SHERPA adalah
rendah, sedang, dan tinggi. Nilai probabilitas ordinal yang digunakan dalam metode

Universitas Sumatera Utara

SHERPA adalah rendah (L), sedang (M), dan tinggi (H). Penilaian probabilitas error
ordinal dilakukan berdasarkan data historis kesalahan operator dalam item pekerjaan
yang dianalisis. Tabel berikut adalah probabilitas error ordinal proses pembuatan pintu
mexicano.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.4. Probabilitas Error Ordinal Proses Pembuatan Pintu Mexicano
Deskripsi Error

Kode

1.1

1.2

2.1

2.2

3.1

3.2

4.1

4.2

4.3

5.1

5.2

Salah cara pengambilan partical board
sehingga bergesekan dengan yang lain
Liping steal yang dibawa bertabrakan
dengan yang lain
Operator lalai dalam memberikan lem yang
terlalu sedikit sehingga tidak nempel
Pengepressan terlalu lama sehingga pintu
retak
Pintu yang sudah dirakit tercampur dengan
partical board
Pengukiran terlalu melebar ke yang lain
Pintu yang telah diukir tercampur dengan
yang belum diukir
Operator lalai dalam mengukur liping
tanam sesuai ukiran
Peletakan liping tanam tidak pada tempat
yang seharusnya
Operator hanya memeriksa sebagian saja
tidak keseluruhan
Dempul yang diberikan operator terlalu
sedikit

Probabilitas Error
Ordinal

M

L

M

H

L

H

L

M

M

L

M

Universitas Sumatera Utara

6.1

7.1

7.2

Perataan ke bagian yang tidak di dempul
Warna piner yang dipilih operator tidak
sesu