Struktur Komunitas Makrozoobentos di Zona Intertidal Desa Pintu Air Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara Chapter III V

20

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2017 di
pesisir Desa Pintu Air Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera
Utara. Identifikasian makrozoobenthos dilakukan di Laboratorium Terpadu
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan
langsung di lapangan dan analisis substrat dilakukan di Laboratorium Riset dan
Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian
dalam dilihat pada Gambar 2 dan rencana kegiatan penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 1.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian (Dokumentasi Pribadi)

Universitas Sumatera Utara

21


Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Position System
(GPS), refraktometer, termometer, pH meter, tali rapia, meteran gulung,
pisau/gunting, botol sampel, tool box, botol winkler 250 ml, erlenmeyer 100 ml,
pipet tetes, saringan, sekop, kamera digital, alat tulis dan kertas milimeter.
Bahan

yang

digunakan

dalam

penelitian

ini

adalah

sampel


makrozoobenthos, MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, amillum, tisu, kertas label,
karet gelang, kantong plastik, plastik putih ukuran 5 kg, lakban, alkohol 70%,
akuades, dan buku penuntun identifikasi makrozoobenthos. Rincian biaya
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Deskripsi Area
Desa Pintu Air merupakan salah satu desa pesisir yang terletak di Provinsi
Sumatera Utara, tepatnya di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Desa
ini merupakan sebuah perkampungan yang letaknya jauh dari pusat kota. Secara
geografis, Desa Pintu Air terletak pada 04º05'81" - 04º07'24,3" LU dan
98º15'37,29" - 98º18'16,22" BT dengan ketinggian 0 - 3 mdpl. Adapun batasbatasnya antara lain :
Sebelah barat

: Desa Tanjung Pasir

Sebelah utara dan timur : Selat Malaka dan Pulau Sembilan
Sebelah Selatan

: Desa Lubuk Kertang


Stasiun I
Lokasi ini merupakan daerah yang berdekatan dengan estuari yang langsung
berhubungan dengan laut lepas dan lokasi ini berdekatan dengan PLTU Pangkalan

Universitas Sumatera Utara

22

Susu. Lokasi ini berada pada koordinat 04°7'23,38" LU dan 098°15'43,94" BT.

Dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Lokasi Stasiun I
Stasiun II
Stasiun ini berjarak ±300 meter dari stasiun I. Stasiun ini merupakan
daerah alami yang di jadikan sebagai daerah pembanding karena belum banyak
aktivitas manusia di sekitar daerah ini. Stasiun ini berada pada titik koordinat
04°7'21,31" LU dan 098°15'51,46" BT. Dapat dilihat pada Gambar 4.


Gambar 4. Lokasi Stasiun II

Universitas Sumatera Utara

23

Stasiun III
Stasiun ini merupakan stasiun yang banyak di lakukan aktivitas manusia
karena merupakan jalur keluar masuknya kapal nelayan di daerah tersebut dan
berjarak ± 300 meter dari stasiun II. Stasiun ini berada pada titik koordinat
04°7'25,28" LU dan 098°16'06,10" BT. Dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Lokasi Stasiun III

Prosedur Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah “Purposive Sampling” yaitu
cara pengambilan sampel dengan memperhatikan tujuan peneliti. Pengambilan
sampel dilakukan pada 3 stasiun. Setiap stasiun dibagi menjadi 9 titik
pengambilan sampel yaitu 3 plot pada daerah pasang tertinggi, 3 plot pada pasang
tengah dan 3 plot pada surut terendah. Setiap plot pengambilan sampel dilakukan

transek 30 × 30 cm untuk mengambil sampel makrozoobentos.
Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Pengukuran parameter

fisika dan kimia perairan dilakukan pada saat

pasang. Alat dan metode pengukuran terhadap paramater fisika, kimia dan

Universitas Sumatera Utara

24

sedimen perairan dilakukan pada saat pengambilan contoh sampel selama
penelitian seperti tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4. Satuan, alat dan metoda pengukuran parameter fisika-kimia, biologi,
dan substrat.
Parameter
Satuan
Metode Analisis/Alat

Lokasi
Fisika
Suhu
ºC
Termometer
In situ
Kecerahan
m
Secchi disk
In situ
Kimia
pH air
pH meter
In situ
Oksigen Terlarut (DO)
mg/L
Metode Winkler
In situ
Salinitas
Ppt

Refraktometer
In situ
Substrat
Tekstur Substrat
%
Hydrometer
Ex situ
pH substrat
pH meter
In situ
Biologi (Biota Air)
Makrozoobenthos
ind/m2
Transek 30 × 30 cm
Ex situ

Pengambilan Sampel Makrozoobenthos
Untuk

pengambilan


sampel

makrozoobenthos

dilakukan

dengan

menggunakan sekop. Pada setiap lokasi pengamatan dilakukan pengambilan
sampel pada 9 titik pada daerah pasang tertinggi, tengah dan surut terendah.
Sampel yang didapat dari pengambilan sampel kemudian disaring menggunakan
saringan dan disortir menggunakan metode hand sorting, selanjutnya dibersihkan
dengan air dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah berisi alkohol 70%.

Analisis Data
Untuk

mendapatkan


gambaran

mengenai

struktur

komunitas

makrozoobentos pada tiap stasiun lokasi penelitian di Desa Pintu Air Kecamatan

Universitas Sumatera Utara

25

Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara maka dilakukan analisa data
yang meliputi :
Kepadatan Jenis dan Relatif
Kepadatan jenis (Ki) makrozoobentos didefinisikan sebagai jumlah
individu makrozoobentos per satuan luas (m2). Contoh makrozoobentos yang
telah diidentifikasi dihitung kepadatannya dengan formula Odum (1971) sebagai

berikut :
10000

�=

� �

�

Keterangan :
K
: Kepadatan makrozoobentos (individu/m2)
a
: Jumlah individu makrozoobentos jenis ke-i yang diperoleh
b
: Luas bukaan sekop yang digunakan (cm2)
10000 : Nilai konversi cm2 menjadi m2
n
: Jumlah ulangan pengambilan (cuplikan)


Kepadatan

relatif

(KR)

adalah

perbandingan

kepadatan

jenis

makrozoobentos ke-i dengan jumlah total seluruh jenis makrozoobentos Cook
(2002) sebagai berikut :
��������� ������� (%) =

��������� ����� �� − �
× 100 %
��������� ������ℎ �����

Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman menggambarkan keadaan makrozoobentos secara
matematis agar memudahkan dalam mengamati keanekaragaman populasi dalam
suatu komunitas. Dalam perhitungan ini digunakan indeks diversitas ShanonWiener (Krebs, 1989) yaitu :




H = − � Pi ln Pi ; Pi =
�=1

ni
N

Universitas Sumatera Utara

26

Keterangan :
H’
: Indeks diversitas Shannon-Wiener
Pi
: ni/N (proporsi jenis ke-i)
ni
: Jumlah individu tiap jenis ke-i
N
: Jumlah total individu
S

: Jumlah spesies

Kategori nilai indeks Shannon-Wiener mempunyai kisaran nilai tertentu yaitu :
H’ < 1
: keanekaragaman rendah
1 < H’ < 3
: keanekaragaman sedang
H’ > 3
: keanekaragaman tinggi
Indeks Keseragaman
Keseragaman (Eveness) dapat dikatakan keseimbangan yaitu komposisi
individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Rumus indeks
seseragaman (Brower & Zar, 1990) yaitu :
�=

Keterangan :
E
H’
H maks
S

�′
� ���

: Indeks keseragaman
: Indeks keanekaragaman
: Ln S
: Jumlah spesies

Dengan Kriteria :

E ~ 0 = Terdapat dominansi spesies
E ~ 1 = Jumlah individu tiap spesies sama

Indeks keseragaman berkisar antara nol sampai satu, semakin mendekati
nol semakin kecil keseragaman populasi, artinya penyebaran jumlah individu
setiap spesies tidak sama dan ada kecenderungan satu spesies mendominasi.
Semakin mendekati nilai satu, maka penyebarannya cenderung merata dan tidak
ada spesies yang mendominasi.

Universitas Sumatera Utara

27

Indeks Dominansi
Untuk melihat ada tidaknya dominansi oleh jenis tertentu pada
makrozoobentos maka digunakan indeks dominansi Simpson (Odum, 1971) yang
dihitung dengan menggunakan persamaan :
� = �[�� ⁄�]2

Keterangan :
C
: Indeks dominansi Simpson
ni
: Jumlah individu tiap jenis
N
: Jumlah total individu
i
: 1,2,……37 dan seterusnya
Dengan kategori indeks dominansi :
C mendekati 0 ( C < 0,5)
: tidak ada jenis yang mendominansi
C mendekati 1 ( C > 0,5)
: ada jenis yang mendominansi
Pola Sebaran
Untuk mengetahui pola sebaran makrozoobentos digunakan indeks
dispersi Morisita (Brower & Zar, 1990) dengan formula :
(∑ � 2 ) − �
�� = �
�(� − 1)

Keterangan :
Id
: Indeks dispersi Morisita
n
: Jumlah unit pengambilan contoh (plot)
x
: Jumlah individu biota pada tiap plot
N
: Jumlah total individu biota

Kriteria Indeks dispersi Morisita adalah sebagai berikut :
Id = 1 : Pola sebaran acak
Id < 1 : Pola sebaran seragam
Id > 1 : Pola sebaran mengelompok

Universitas Sumatera Utara

28

Untuk menguji nilai indeks diatas, digunakan sebaran chi- square dengan
persamaan :
∑ �2
−�
� =�

2

Di mana nilai X2 dari perhitungan diatas dibandingkan dengan nilai X2
tabel statistik dengan menggunakan selang kepercayaan 95 % (α = 0,05).

Analisis Substrat
Berikut ini adalah langkah-langkah penentuan tekstur substrat yaitu :
1.

Menentukan komposisi dari masing-masing fraksi subsrat. Misalnya fraksi
pasir 45%, debu 30% dan liat 25%.

2.

Menarik garis lurus pada sisi presentase pasir dititik 45% sejajar dengan sisi
presentase debu, kemudian ditarik garis lurus pada sisi persentase debu di
titik 30% sejajar dengan presentase liat, dan tarik garis lurus pada sisi
presentase liat 25% sejajar dengan sisi presentase pasir.

3.

Titik perpotongan ketiga garis tersebut akan menentukan tipe substrat yang
dianalisis, misalnya hal ini adalah lempung. Untuk analisis substrat
menggunakan Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)
dapat dilihat pada Gambar 6.

Universitas Sumatera Utara

29

Gambar 6. Segitiga The United States Department of Agriculture (USDA)
Analisis Korelasi Person

Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mencari drajat keeratan
hubungan dan arah antara keanekargamaan dan kepadatan makrozoobenthos
dengan sifat fisika dan kimia air. Semakin tinggi nilai korelasi memiliki rentang
antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1. Analisis dilakukan dengan metode
komputerisasi SPSS (Trihendradi, 2005).
Tabel 5. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan antara Parameter.
No.
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
1
0,00-0,19
Sangat rendah
2
0,20-0,39
Rendah
3
0,40-0,59
Sedang
4
0,60-0,79
Kuat
5
0,80-1,00
Sangat kuat

Universitas Sumatera Utara

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Klasifikasi Makrozoobenthos
Makrozoobenthos yang ditemukan di zona intertidal Desa Pintu Air
Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat terdiri dari 6 ordo, 13 famili, 17
genus dan 19 jenis organisme yang digolongkan ke dalam 3 kelas yaitu Bivalvia,
Gastropoda dan Malacostraca. Jumlah makrozoobenthos yang ditemukan selama
penelitian pada stasiun I sebanyak 44 individu, stasiun II sebanyak 43 individu
dan stasiun III sebanyak 56 individu. Data makrozoobenthos yang ditemukan
selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 4. Bivalvia terdiri dari 3 jenis,
Gastropoda terdiri dari 13 jenis dan Malacostraca terdiri dari 1 jenis. Klasifikasi
makrozoobenthos yang didapatkan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Klasifikasi Makrozoobenthos.
Kelas
Ordo
Famili
Bivalvia
Arcoida
Arcidae
Adapedonta
Pharidae
Veneroida
Tellinidae
Gastropoda Mesogastropoda Potamididae
Caenogastropoda Potamididae
Buccinidae

Muricidae

Genus
Anadara
Pharella
Tellina
Telescopium
Cerithidea
Engina
Euthria
Pseudoneptunea
Murex

Pachychilidae Nassarius
Naticidae
Natica
Polinices

Malacostraca Decapoda

Mitridae
Melongenidae
Fasciolariidae
Costellariidae
Ocypodidae

Pterygia
Pugilina
Saginafusus
Vexillum
Uca

Spesies
A. granosa
P. javanica
T. perplexa
T. telescopium
C. cingulata
E. concinna
E. javanica
P. varicosa
M. occa
M. trapa
N. reeveanus
N. tigrina
P. Mammilla
P. powisianus
P. nucea
P. cochlidium
S. pricei
V. rugosum
Uca spp

Universitas Sumatera Utara

31

Struktur Komunitas Makrozoobenthos
Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK)
Berdasarkan jumlah makrozoobentos yang diperoleh pada setiap stasiun
penelitian, diperoleh nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif, dan frekuensi
kehadiran seperti tertera pada Tabel 7.
Tabel 7. Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK).
Stasiun
Indeks
I
II
III
2
K (ind/m )
8,58
8,38
10,92
KR (%)
100
100
100
FK (%)
59,26
53,09
64,14
Tabel 7 menunjukkan pada stasiun III memiliki nilai kepadatan (K)
tertinggi yaitu 10,92 ind/m2, sedangkan nilai kepadatan terendah terdapat pada
setasiun I yaitu 8,38 ind/m2. Kepadatan relatif pada tiap stasiun memiliki
persentasi sebesar 100 %. Frekuensi kehadiran tertinggi terdapat pada stasiun III
dengan nilai pesentasi sebesar 64,14 % dan terendah terdapat pada stasiun II
dengan nilai persentase sebesar 53,09 %.

Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi (C) dan Pola
Sebaran (Id)
Analisis kualitas air dapat ditentukan dengan menggunakan Indeks
Keanekaragaman Shannon-Wienner. Nilai indeks keanekaragaman (H’) berkisar
antara 2,178 – 2,189 termasuk dalam kategori keanekaragaman sedang, nilai
Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,543 – 0,581 dan nilai Indeks Dominansi
(D) berkisar antara 0,113 – 0,116 termasuk dalam kategori tidak ada jenis yang
mendominasi serta Pola Sebaran berkisar antara 1, 713 – 0,866. Nilai Indeks
Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan nilai Indeks Dominansi (D)
dan Pola Sebaran (Id) makrozoobentos setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 8.

Universitas Sumatera Utara

32

Tabel 8. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E), Dominansi (C) dan
Pola Sebaran (Id).
Stasiun
Indeks
I
II
III
Keanekaragaman (H’)
2,178
2,184
2,189
Keseragaman (E)
0,576
0,581
0,543
Dominansi (C)
0,116
0,114
0,113
Pola Sebaran (Id)
0,866
0,784
0,713

Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Berdasarkan hasil pengamatan nilai rata-rata parameter fisika dan kimia
perairan di zona intertidal Desa Pintu Air Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten
Langkat dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Parameter
Suhu
pH
Oksigen Terlarut (DO)
Salinitas
Kecerahan
Kedalaman

Satuan
°C
mg/L

cm
cm

I
29
6,4
3
24
37,5
52

Stasiun
II
28
6,3
4
25
26
45

III
30
6,5
3
23
33,5
49

Analisis Substrat Dasar
Hasil tekstur dan pH substrat yang didapat pada setiap stasiun yang ada di
Zona Intertidal Desa Pintu Air Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat
terbagi menjadi lempung berdebu dan lempung dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Analisis Substrat Dasar
Tekstur (%)
Stasiun
pH
Pasir
Debu
Stasiun I
5,4
20,67
9,33
Stasiun II
5,4
18,33
26,33
Stasiun III
5,5
12,33
76,67

Liat
70,00
55,33
11,10

Tekstur Substrat
Lempung berdebu
Lempung berdebu
Lempung berpasir

Universitas Sumatera Utara

33

Analisis
Korelasi
Parameter
Fisika
Kimia
Keanekaragaman dan Kepadatan Makrozoobenthos

Perairan

dengan

Pengukuran indikator fisika dan kimia perairan yang telah dilakukan
dihubungkan

menggunakan

korelasi

linier

pearson

dengan

indeks

keanekaragamaan dan kepadatan maka diperoleh nilai indeks korelasi. Hubungan
suhu, kedalaman dan salinitas terhadap keanekaragaman makrozoobenthos
tergolong sedang. Tingkat hubungan pH dan kecerahan dengan keanekaragaman
makrozoobenthos tergolong rendah. Pada hubungan DO dengan keanekaragaman
makrozoobenthos tergolong sangat rendah. Hubungan suhu dan salinitas dengan
kepadatan makrozoobenthos tergolong sangat kuat. Hubungan

pH terhadap

kepadatan makrozoobenthos tergolong sedang. Tingkat hubungan kecerahan dan
kedalaman terhadap kepadatan makrozoobenthos tergolong rendah, hal ini dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman dan Kepadatan
Makrozobenthos dengan Sifat Fisika dan Kimia
Kriteria/Tingkat Hubungan
Analisis Korelasi Person
Korelasi
Parameter
H’
H’
K
K
Suhu
0,454
-0,920
Sedang
Sangat kuat
pH
0,240
0,439
Rendah
Sedang
DO
0,052
0,601
Sangat rendah
Kuat
Salinitas
-0, 454
0,920
Sedang
Sangat kuat
Kecerahan
-0,391
-0,291
Rendah
Rendah
Kedalaman
-0,474
-0,202
Sedang
Rendah

Universitas Sumatera Utara

34

Pembahasan
Kepadatan (K) Frekuensi Kehadiran (FK) dan Pola Sebaran (Id)
Makrozoobenthos
Makrozoobenthos yang ditemukan di zona intertidal Desa Pintu Air
sebanyak 19 spesies yang terdiri dari 3 kelas yaitu bivalvia, gastroposa dan
malacostraca. Kompsosisi kelas yang paling mendominasi yang ditemukan di
zona intertidal Desa Pintu Air adalah gastropoda. Hal ini disebabkan karena
gastropoda merupakan kelas yang memiliki anggota paling banyak dibandingkan
organisme lainnya yakni 80.000 spesies hidup dan 35.000 spesies fosil
(Agustinus, dkk., 2013). Gastropoda adalah organisme yang mempunyai kisaran
penyebaran di substrat berbatu, berpasir dan berlumpur. Sedikitnya bivalvia yang
ditemukan dibandingkan gastropoda disebabkan karena cara hidup bivalvia yang
infauna sehingga tidak mudah ditemukan. Menurut Rahmasari dkk (2015) bahwa
Gastropoda lebih banyak dijumpai pada jenis substrat lempung berpasir karena
cocok sebagai tempat hidup dan perkembangan gastropoda. Organisme ini
didukung oleh struktur tubuh yang bercangkang dan dapat memperkecil pengaruh
hempasan ombak dan sifat hidupnya yang menempel dan dapat menggali lubang
pada substrat dimana mereka hidup.
Berdasarkan hasil penelitian nilai kepadatan (K) tertinggi terdapat pada
Stasiun III, hal ini diduga diakibatkan oleh faktor lingkungan hidupnya yang
lebih sesuai karena memiliki tekstur substrat lempung berpasir menandakan
banyaknya bahan makanan bagi makrozoobenthos. Hasil yang diperoleh tidak
berbeda jauh

dengan hasil yang didapatkan Rumpea dkk (2013) pada zona

intertidal di pulau Toppang dengan nilai kepadatan (K) berkisar 3,67-10,33
ind/m2. Menurut Nybakken dan Bertness (2005)

menyatakan bahwa ukuran

Universitas Sumatera Utara

35

partikel substrat merupakan salah satu faktor ekologis utama yang berkaitan
dengan penyebaran organisme dan kepadatannya terletak pada retensi air dan
kesesuaiannya untuk digali. Penyebaran makrobenthos dapat dengan jelas
berkorelasi dengan tipe substrat. Makrobenthos yang mempunyai sifat penggali
pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak
yang merupakan suatu daerah yang mengandung banyak bahan organik yang
tinggi.
Nilai frekuensi kehadiran (FK) tertinggi Stasiun I terdapat pada C.
cingulata sebesar 55,56 % termasuk kehadiran sedang. Stasiun II frekuensi
kehadiran tertinggi terdapat pada C. cingulata, E. concinna dan T. telescopium
sebesar 44,44 % termasuk kehadiran jarang. Stasiun III nilai frekuensi kehadiran
tertinggi yaitu V. Rugosum sebesar 55,56 % termasuk kedalam kehadiran sedang.
Nilai frekuensi kehadiran (FK) terendah pada Stasiun I terdapat pada jenis A.
granosa, P. varicosa, P. nucea dan T. perplexa yaitu sebesar 0% termasuk
kedalam kehadiran sangat jarang. Nilai frekuensi kehadiran terendah Stasiun II
terdapat pada A. Granosa, P. cochlidium, V. Rugosum yaitu sebesar frekuensi
kehadiran sebesar 0% termasuk kedalam kehadiran sangat jarang. Nilai frekuensi
kehadiran terendah pada Stasiun III terdapat pada P. javanica dan P. powisianus
sebesar 0 % termasuk kedalam kehadiran sangat jarang. Menurut Menurut Kreps
(1989) FK = 0 – 25%: Kehadiran sangat jarang, FK = 25 – 50%: Kehadiran
jarang, FK = 50 – 75: Kehadiran sedang dan FK = 75 – 100%: Kehadiran
sering/absolute.
Pola sebaran pada setiap Stasiun berkisar antara 0,713-0,866. Penyebaran
makrozoobenthos pada setiap Stasiun bersifat seragam karena berada indeks

Universitas Sumatera Utara

36

dispersi < 1. Menurut Nurhikmayani (2013) menyatakan bahwa pola penyebaran
seragam jarang terdapat pada populasi alami yang mendekati keadaan demikian
adalah apabila terjadi penjarangan akibat kompetisi antara individu yang
mendorong pembagian ruang hidup yang sama.
Faktor utama yang menentukan pola penyebaran dari hewan bentos adalah
interaksi antar populasi. Interaksi tersebut dapat berupa persaingan, pemangsaan
serta adanya hubungan antar populasi yang dapat bersifat mutualisme,
komensalisme ataupun parasitisme. Faktor lingkungan lain yang dapat
mempengaruhi penyebaran makrozoobentos adalah adanya predator dalam
perairan juga akan mempengaruhi penyebaran hewan bentos Nybakken (1992).

Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
Makrozoobenthos
Hasil perhitungan nilai indeks keanekaragaman (H’) selama tiga kali
pengamatan diperoleh nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 2,178 – 2,189.
Keanekaragaman makrozoobenthos pada tiga Stasiun tergolong keanekaragaman
sedang. Nilai indeks keanekaragaman pada Stasiun I sebesar 2,178, Stasiun II
sebesar 2,184 dan Stasiun III sebesar 2,189. Keanekaragaman makrozoobenthos
pada lokasi penelitian termasuk kedalam kategori tercemar sedang dengan indeks
keanekaragaman benilai 1 < H’ < 3. Sama halnya dengan hasil penelitian
Syamsurisal (2011) bahwa di perairan yang juga tergolong tercemar sedang
memiliki indeks keanekaragaman kategori sedang yaitu Stasiun I sebesar 1,73,
pada Stasiun II sebesar 1,38, dan pada Stasiun III sebesar 1,79. Menurut Kreps
(1989), keanekaragaman rendah apabila H’ < 1, keanekaragaman sedang apabila 1
< H’ < 3 dan keanekaragaman tinggi apabila H’ > 3.

Universitas Sumatera Utara

37

Nilai indeks keanekaragaman yang sedang menyatakan bahwa penyebaran
jumlah individu tiap spesies tergolong sedang, kestabilan komunitas sedang dan
keadaan perairan telah tercemar sedang. Zona intertidal Desa Pintu Air
Kecamatan Pangkalan Susu bahwa liat yang memiliki nilai paling rendah
dibanding dengan pasir dan debu. Menurut Fitriana (2006) kandungan pasir dan
karbon organik memiliki korelasi terbesar. Kandungan pasir yang lebih sedikit
cenderung memiliki keanekaragaman makrozoobenthos yang lebih besar.
Sebaliknya kandungan karbon organik yang lebih besar memiliki keanekaragaman
yang lebih besar pula.
Berdasarkan hasil pengamatan nilai indeks keseragaman (E) umumnya
menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai indeks dominansi. Nilai
indeks keseragaman jenis yang tinggi akan menunjukkan nilai indeks dominansi
yang rendah, begitu pula sebaliknya. Nilai indeks keseragaman jenis yang
tertinggi terdapat pada Stasiun II sebesar 0,581 dan terendah terdapat pada Stasiun
III yaitu sebesar 0,543. Sejalan dengan penelitian Fitriana (2006) Nilai indeks
keseragaman di keseluruhan petak berkisar 0,68 - 1,00. Menurut krebs (1989),
keseragaman tinggi apabila E > 0,6, keseragaman sedang apabila 0,4 > E < 0,6
dan keseragaman rendah apabila E < 0,4. Nilai indeks kemerataan jenis pada tiga
Stasiun penelitian termasuk kedalam keseragaman sedang karena 0,4 > E < 0,6
yang artinya keseragaman antar spesies cukup merata. Nilai keseragaman yang
sedang pada tiap Stasiun menyebabkan tidak adanya jenis yang mendominasi. Hal
ini dikarenakan jumlah organisme tiap Stasiun yang ditemukan hampir sama.
Nilai indeks dominansi berkisar antara 0,113 – 0,116. Dapat dilihat bahwa
pada ketiga Stasiun indeks dominansinya mendekati nol yang artinya tidak ada

Universitas Sumatera Utara

38

jenis yang mendominasi. Berbanding terbalik dengan penelitian Fitriana (2006)
yang memiliki indeks dominansi 0,25 - 1,00 berarti menunjukkan dominansi oleh
satu jenis spesies sangat tinggi. Nilai indeks dominansi pada setiap Stasiun
memiliki nilai lebih kecil dari indeks keseragaman jenis artinya tidak ada individu
yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan indeks keseragaman yang besar.
Menurut Odum (1994) menyatakan bahwa nilai indeks 1 menunjukkan dominansi
oleh satu jenis spesies sangat tinggi. Sedangkan indeks 0 menunjukkan bahwa
diantara jenis-jenis yang ditemukan tidak ada yang mendominansi.
Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Suhu
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di zona intertidal Desa Pintu
Air Kecamatan Pangkalan Susu memiliki suhu pada setiap Stasiun berkisar antara
28 - 30°C. Suhu dari tiga Stasiun tersebut merupakan suhu umum Perairan
Indonesia, tidak mengalami fluktuatif karena keadaan cuaca pada saat pengukuran
suhu relatif sama sehingga suhu tidak mengalami perubahan. Suhu yang rata-rata
lebih dari 30°C dapat berdampak buruk bagi kehidupan makrozoobenthos.
Menurut Amrul (2007), perubahan suhu akan berpengaruh terhadap pola
kehidupan organisme perairan. Pengaruh suhu yang utama adalah mengontrol
penyebaran hewan dan tumbuhan.
Suhu juga memberi pengaruh langsung terhadap aktivitas organisme
seperti pertumbuhan maupun metabolismenya, bahkan dapat menyebabkan
kematian organisme. Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah meningkatnya
daya akumulasi berbagai zat kimia dan menurunnya kadar oksigen dalam perairan
(Effendi, 2003).

Universitas Sumatera Utara

39

Setiap jenis hewan moluska mempunya toleransi yang berbeda-beda
terhadap suhu. Suhu yang optimum bagi kehidupan moluska benthik berkisar
antara 15-28 ºC (Hutagalung, 1988).

pH
Hasil pengamatan nilai pH di zona intertidal Desa Pintu Air Kecamatan
Pangkalan Susu berkisar antara 6,4 – 6,9. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun II
yaitu pada sampling ke dua yaitu 6,9. Hal ini sesuai dengan hasil Rumpea dkk
(2013) yang memiliki pH berkisar antara 6,4-7,3 merupakan kisaran yang dapat
ditolerir bagi organisme laut. Kisaran ini masih sesuai dengan standar baku mutu
air untuk biota perairan berdasarkan berdasarkan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004
bahwa kisaran pH normal perairan yang dapat menopang kehidupan organisme
perairan adalah 6,50-8,50.
Menurut Effendi (2003), batas toleransi organisme terhadap pH sangat
bervariasi dan pada umumnya sebagian besar dari biota akuatik sensitif terhadap
perubahan pH dan menyukai pH sekitar 7-8,50. Nilai pH sangat mempengaruhi
proses biokimia dalam perairan dan juga memberi pengaruh terhadap
keanekaragaman

komunitas

makrozoobenthos.

pH

6-6,50

menyebabkan

keanekaragaman makrozoobenthos menurun. Hal ini sesuai dengan hasil indeks
keanekaragaman yang didapat selama penelitian yaitu berkisar antara 2,178 –
2,189.

Keanekaragaman

makrozoobenthos

pada

tiga

Stasiun

tergolong

keanekaragaman sedang.

Universitas Sumatera Utara

40

Oksigen Terlarut (DO)
Hasil pengukuran DO pada setiap Stasiun berkisar antara 3-4 mg/L.
Rendahnya nilai DO erat hubungannya dengan kecerahan air yang rendah, adanya
matahari serta arus laut yang membatu proses pengadukan substrat. Nilai tertiggi
terdapat pada stasin II yaitu 4 mg/L dan nilai terendah terdapat pada Stasiun I dan
III yaitu 3 mg/L. Nilai DO tersebut sesuai dengan Amrul (2007) yang memiliki
nilai DO berkisar antara 3,20-5,96 mg/L dan untuk masing- masing Stasiun tidak
beda nyata.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 batas
oksigen terlarut yang diizinkan untuk memenuhi kriteria baku mutu ditetapkan > 5
mg/L. DO yang berkisar antara 3,4 – 4,2 tergolong rendah karena tidak mencapai
> 5, hal ini sejalan dengan kondisi perairan di zona intertidal Desa Pintu Air
Kecamatan Pangkalan Susu yang tergolong tercemar sedang. Menurut Razak
(2002) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut antara 4,50-6.50 mg/L
menunjukkan perairan tersebut tercemar ringan, namun apabila nilai DO > 6,50
mg/L maka perairan tersebut tergolong tidak tercemar atau masih dalam kondisi
yang alami. dapat menyebabkan kematian bagi organisme.

Salinitas
Hasil pengukuran salinitas selama penelitian di zona intertidal Desa Pintu
Air Kecamatan Pangkalan Susu memiliki nilai berkisar 23 – 25 ‰. Salinitas pada
tiap Stasiun tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan hal ini di karenakan
zona intertidal di Desa Pintu Air Kecamatan Pangkalan Susu tidak dipengaruhi
langsung oleh air dari aliran sungai. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun II yaitu
25 ‰ dan nilai terendah terdapat pada Stasiun III yaitu pengambilan sampel ke

Universitas Sumatera Utara

41

dua sebesar 23 ‰. Berdasarkan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 nilai salinitas
yang memenuhi baku mutu adalah 0 – 34 ‰. Menurut Nybakken (1992)
menyatakan bahwa salinitas akan berpengaruh langsung pada populasi
makrozoobenthos karena setiap makrozoobenthos mempunyai batas toleransi
yang berbeda terhadap tingkat salinitas yang tergantung pada kemampuan
organisme dalam mengendalikan tekanan osmotik tubuhnya.

Kecerahan
Secara keseluruhan kisaran kecerahan pada perairan ini berkisar antara 2637,5 cm, dimana berdasarkan hasil pengukuran lapangan diketahui kecerahan
tertinggi terdapat pada Stasiun I sebesar 37,5 cm dan kecerahan terendah terdapat
pada Stasiun II sebesar 26 cm. Rendahnya nilai kecerahan ini erat kaitannya
dengan kondisi perairan yang cukup dangkal. Menurut Amrul (2007) menyatakan
bahwa kecerahan suatu perairan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya kedalaman perairan, cuaca(sinar matahari) serta adanya zat-zat
terlarut yang berada dalam perairan. Partikel-partikel terlarut yang dapat
mengendap dan terbawa oleh arus laut juga akan mempengaruhi kecerahan
perairan.

Kedalaman
Kedalaman setiap Stasiun lokasi penelitian tergolong tidak sama,
berdasarkan hasil pengukuran dilapangan diketahui bahwa Stasiun I memiliki
kedalaman tertinggi dengan rata-rata kedalaman 52 cm, sedangkan Stasiun II
memiliki kedalaman terendah dengan rata-rata kedalaman 45 cm. Kedalaman
perairan perlu diamati karena mempengaruhi keberadaan dari bentos itu sendiri,

Universitas Sumatera Utara

42

jumlah bentos yang di dapat pada Stasiun I juga lebih sedikit dibandingkan
dengan Stasiun lainnya karena tingginya kedalaman di Stasiun tersebut. Menurut
Susanto

(2000),

perubahan

tekanan

air ditempat-tempat

yang

berbeda

kedalamannya sangat berpengaruh bagi kehidupan hewan yang hidup di dalam air.
Perubahan tekanan di dalam air sehubungan dengan perubahan kedalaman adalah
sangat besar. Faktor kedalaman berpengaruh terhadap hewan bentos pada jumlah
jenis, jumlah individu, dan biomass. Sedangkan faktor fisika yang lain adalah
pasang surut perairan, hal ini berpengaruh pada pola penyebaran hewan bentos.
Menurut Munarto (2010), kedalaman suatu perairan berpengaruh terhadap
jumlah individu gastropoda, semakin dalam perairan semakin sedikit jumlah
gastropoda di dalamnya. Hal tersebut terjadi karena hanya jenis tertentu saja dari
gastropoda yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungannya.

Tekstur dan pH Substrat
Tekstur substrat sangat erat kaitannya dengan fraksi butiran substrat. Hasil
pengukuran tekstur substrat pada setiap Stasiun pengamatan berdasarkan grafik
segitiga USDA diperoleh tiga tipe substrat yaitu pasir, debu dan liat. Tekstur
substrat Stasiun I dan Stasiun II yaitu lempung berdebu dan Stasiun II termasuk
kedalam lempung berpasir. Berdasarkan hasil penelitian terhadap nilai tekstur
diketahui bahwa liat memiliki nilai terendah dibanding dengan pasir dan debu
yaitu berkisar antara 9,33 – 76,67. Hal ini berbanding terbalik dengan Amrul
(2007) yaitu umumnya termasuk kedalam lempung berpasir kerena kandungan
pasir dalam substrat lebih dominan dibandingkan kandungan debu dan liat.
Namun sejalan dengan nilai tekstur liat memiliki nilai terendah dibanding dengan
pasir dan debu yaitu 6,25 – 33,44.

Universitas Sumatera Utara

43

Tekstur sedimen akan mempengaruhi struktur komunitas dari hewan
benthos. Benthos dari jenis Bivalvia menyukai tekstur berlumpur atau berpasir,
Gastropoda memiliki penyebaran yang luas karena mampu beradaptasi dengan
habitat air tawar maupun laut dengan terkstur sedimen lunak atau keras. Pada
umumnya gastropoda lebih menyukai substrat pasir berlumpur (Bernes, 1987).
Secara umum hasil pH substrat yang didapatkan pada semua Stasiun tidak
jauh berbeda, yakni berkisar antara 5,5- 6. pH tertinggi ditemukan pada Stasiun II
yaitu 6 dan terendah pada Stasiun I dan III yaitu 5,5. Murdiyanto (2004)
menyatakan bahwa derajat keasaman tanah mempengaruhi transportasi dan
keberadaan nutrien yang diperlukan tanaman, umumnya pada daerah intertidal
memiliki pH antara 6-7. pH substrat menentukan mudah tidaknya unsur-unsur
hara diserap makrozoobenthos, pada umumnya unsur hara mudah diserap
makrozoobenthos pada pH substrat sekitar netral karena pada pH tersebut
kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di zona intertidal Desa
Pintu Air Kecamatan Pangkalan Susu, maka perlu dilakukan usaha sosialisasi
tentang pentingnya menjaga kelestarian

keanekaragaman

hayati

kepada

masyarakat sangat perlu di lakukan sebagai salah satu bentuk usaha. Karena
makrozoobenthos memiliki kisaran yang cukup luas serta mempunyai daerah
jelajah yang digunakan untuk mencari dan memanfaatkan sumberdaya yang
diperlukan untuk bertahan hidup.

Universitas Sumatera Utara

44

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Struktur komunitas makrozoobenthos di zona intertidal Desa Pintu Air
Kecamatan Pangkalan Susu terdiri dari 19 jenis organisme yang digolongkan
ke dalam 3 kelas yaitu Bivalvia, Gastropoda dan Malacostraca. Nilai indeks
keanekaragaman berkisar antara 2,178 – 2,189 keanekaragaman sedang,
indeks keseragaman jenis berkisar antara 0,543 – 0,581 dan nilai indeks
dominansi berkisar antara 0,113 – 0,116 yang berarti dominansi rendah. Pola
sebaran barkisar antara 0,713 – 0,866 tergolong sebaran seragam/teratur.
2.

Suhu, salinitas dan kedalaman berpengaruh sedang terhadap keanekaragaman
makrozoobenthos di zona intertidal Desa Pintu Air Kecamatan Pangkalan
Susu. pH dan kecerahan memiliki korelasi yag rendah, serta DO memiliki
korelasi yang sangat rendah karena keseragaman jenis pada zona intertidal
Desa Pintu Air Kecamatan Pangkalan Susu.

Saran
Saran untuk penelitian ini adalah diharapkan peneliti berikutnya dapat
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai studi organisme aquatik dengan titik
pengambilan sampel yang lebih bervariasi di zona intertidal Desa Pintu Air
Kecamatan Pangkalan Susu.

Universitas Sumatera Utara