Karakteristik Program Bimbingan dan Kons

Karakteristik Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Program bimbingan dan konseling berfokus pada layanan bagi seluruh siswa dan
seluruh aspek kehidupannya (baik aspek akademik, karir, dan pribadi-sosial).
Program bimbingan dan konseling ini memberikan layanan kepada individu mulai
usia dini (Taman Kanak-Kanak) sampai dengan usia remaja (SMA/SMK) sehingga
individu mengetahui, memahami, dan terampil dalam tiga area kehidupan mereka,
yaitu: kehidupan akademik, karir, dan pribadi-sosial. Menurut Suherman (2011:
52), titik berat program bimbingan dan konseling ini adalah kesuksesan bagi setiap
siswa, artinya siswa tidak hanya dimotivasi, didorong dan siap untuk belajar
pengetahuan sekolah, tetapi program bimbingan dan konseling sekolah membantu
seluruh siswa agar sukses berprestasi di sekolah dan kehidupannya lebih
berkembang serta mampu memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat
sekitarnya.

Preventive in Design
Program bimbingan dan konseling ini bersifat perventif dalam desain
artinya program bimbingan dan konseling diselenggarakan secara terencana dan
proaktif dalam memfasilitasi semua siswa dalam memperoleh keberhasilan
akademik, karir, dan pengembangan pribadi-sosial. Konselor tidak hanya
memberikan layanan kepada siswa yang bermasalah saja (layanan responsif) tetapi
konselor secara aktif dan terencana memberikan layanan bimbingan dan konseling

kepada seluruh siswa untuk melakukan upaya pencegahan (preventif) sedini
mungkin. Menurut Suherman (2011: 52), tugas konselor tidak dibatasi sebagai
penasihat dan pencari solusi tentang permasalahan yang dihadapi para siswa tetapi
melalui pelaksanaan program bimbingan dan konseling sekolah, konselor lebih
mengarahkan aktivitasnya pada pencegahan risiko yang mungkin dihadapi para
siswa.

Developmental in Nature

Perhatian utama program bimbingan dan konseling adalah perkembangan
yang positif semua aspek perkembangan siswa (pengembangan potensi siswa),
yang dalam penyelenggaraannya melibatkan kerjasama semua pihak: konselor,
guru, dan administrator (kepala sekolah dan staf). Menurut Suherman (2011: 5253), program bimbingan dan konseling dirancang untuk membangun tujuan-tujuan,
memprediksi hasil, menentukan dukungan system dan kebijakan yang tepat baik
bagi siswa, konselor sekolah,guru, wali kelas, pengawas bimbingan dan konseling,
orang tua atau masyarakat, sehingga mempertinggi prestasi pembelajaran siswa
(akademik, karir, dan pribadi-sosial).
Pendekatan program bimbingan dan konseling versia ASCA berorientasi
perkembangan dan perventif artinya pelayanan bimbingan dan konseling
didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi,

dan pengentasan masalah-masalah konseli. Pada saat ini telah terjadi perubahan
pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi
remedial, responsif, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang
berorientasi perkembangan. Menurut Ahman (Supriatna, 2011), dalam konteks
bimbingan perkembangan, maka perkembangan perilaku yang efektif sebagai
tujuan pelaksanaan bimbingan dapat dilihat dari tingkat pencapaian tugas-tugas
perkembangan.

Tugas-tugas

perkembangan

dirumuskan

sebagai

standar

kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga
bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and

counseling).
Pada awal perkembangan BK di Indonesia, sampai diterbitkannya SK
Menpan No 84 Tahun 1993. Kegiatan Bimbingan dan Konseling belum terpola,
sehingga menimbulkan perbedaan persepsi tentang kegiatan Bimbingan dan
Konseling di sekolah. Salah satu implikasi dari konsep program bimbingan dan
konseling komprehensif dan berorientasi perkembangan adalah munculnya Pola
BK 17. Dengan SK Mendikbud No 025/1995 khususnya yang menyangkut
bimbingan dan konseling sekarang menjadi jelas, yaitu: istilah yang digunakan
bimbingan dan konseling, pelaksananya guru pembimbing atau guru yang
sudah mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam, kegiatannya

dengan BK Pola-17,

pelaksanaan

kegiatan

melalui

tahap


perencanaan,

pelaksanaan, penilaian, analisis penilaian dan tindak lanjut. Pelaksanaan
kegiatan bisa di dalam dan luar jam kerja. Pola BK-17 ini memiliki ruang
lingkup yang menyeluruh (comprehensive in scope), karena berfokus pada seluruh
aspek kehidupan individu (akademik, karir, prinadi-sosial).
Program bimbingan dan konseling yang berorientasi perkembangan
(developmental in nature) seperti yang diungkapkan oleh Ahman (Supriatna, 2011),
salah satu prinsip dari bimbingan dan konseling adalah peduli dengan identifikasi
awal

akan

kebutuhan-kebutuhan

khusus

dari


siswa.

Sehingga

dalam

perkembangannya di Indonesia, perancangan program bimbingan dan konseling
didasarkan pada hasil identifikasi awal konselor terhadap kebutuhan-kebutuhan
siswa ataupun tingkat perkembangannya. Salah satu instrumen yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan peserta didik adalah ITP
(Inventori Tugas Perkembangan) yang dikembangkan oleh Sunaryo, dkk. Dengan
alat ITP, Guru Bimbingan dan Konseling (Konselor) dapat memahami tingkat
perkembangan individu maupun kelompok, mengidentifikasi masalah yang
menghambat perkembangan dan membantu peserta didik yang bermasalah dalam
menyelesaikan tugas perkembangannya.