Pembinaan dan pengembangan Peserta Didik (1)

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PESERTA DIDIK PADA INSTITUSI PENDIDIKAN BERASRAMA

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

DAFTAR ISI

PENGANTAR BAB I

BOARDING SCHOOL 1 A. Peserta didik

6 B. Kegiatan pendidikan

C. Fasilitas asrama

BAB II MODEL DAN BUDAYA LEMBAGA PENDIDIKAN BERASRAMA

17 A. Model Lembaga Pendidikan Berasrama

17 B. Budaya Lembaga Pendidikan Berasrama

22 C. Pengaruh Buruk Efek Globalisasi Terhadap Sekolah Berasrama

BAB III METODE PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN PESERTA DIDIK

35 A. Konsep Pengasuhan

49 C. Materi Pembinaan Karakter di Lingkungan Asrama.

B. Metode Pengasuhan

D. Hak dan Kewajiban Peserta Didik

57 E. Pengasuh

BAB IV EVALUASI 78 A. Evaluasi Peserta Didik

78 B. Pelaksanaan Evaluasi

BAB V HAMBATAN DAN TANTANGAN INSTITUSI PENDIDIKAN BERASRAMA

93 B. Tantangan Institusi pendidikan Berasrama

A. Hambatan

PUSTAKA 99 “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan uku ya g erjudul Pembinaan

dan pengembangan Peserta Didik Pada Institusi Pendidikan

Berasrama ”. Penyusunan buku ini dimaksudkan untuk menambah kaedah pembinaan dan pembimbingan peserta didik pada institusi dengan model Boarding School, sehingga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengelola dan Pelaksana institusi serta memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai Boarding School. Buku ini pula tersusun berdasarkan pengetahuan dan pengalaman penulis sebagai pengasuh dan pembina pengasuhan di lingkungan Institut Pemerintahan Dalam Negeri.

Dalam buku ini mendeskripsikan metode pembinaan dan pengelolaan institusi pendidikan berasrama yang banyak mengambil contoh pada Institusi pesantren, Institusi pendidikan kedinasan dan Institusi pendidikan umum. Pokok-pokok pembahasan buku ini terdiri dari 5 bab yang akan membahas secara mendasar yaitu: Bab 1 Konsep Boarding School khususnya di Indonesia; Bab 2 Model dan budaya lembaga pendidikan berasrama; Bab 3 Metode pembinaan dan pembimbingan peserta didik; Bab 4 Evaluasi; dan Bab 5 Hambatan dan tantangan institusi pendidikan berasrama.

Penulis menyadari bahwa buku ini ini masih terdapat kekurangan dalam mengulas secara mendetail kurikulum dan aspek pengelolaan asrama, dikarenakan keterbatasan penulis. Oleh karena itu dengan senang hati penulis akan menerima

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Dalam kesempatan ini tim peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian buku ini. Semoga buku ini dapat menambah kaedah dalam pembinaan peserta didik untuk pembangunan karakter manusia Indonesia.

Jatinangor, Juli 2013 Penulis

Irfan Setiawan, S.IP, M.Si

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

BAB I BOARDING SCHOOL

Ada fenomena menarik dari dunia pendidikan yang telah diselenggarakan sejak dulu, baik itu di indonesia maupun di luar negeri. Menjadi suatu fenomena karena sampai saat ini tetap menarik perhatian para pelajar dan orangtua diberbagai tingkatan. Sebenarnya sejak dulu kita telah mengenal lembaga-institusi pendidikan yang mengharuskan pelajar, peserta didik atau mahasiswa didiknya untuk tinggal dan belajar di dalam area sekolah atau kampus. Kita telah mengenal sistem pendidikan tersebut dengan pola sekolah berasrama atau yang lebih sering didengar dengan istilah boarding school seperti di pondok pesantren, sekolah-sekolah gereja, sekolah pada lembaga-institusi pendidikan kedinasan.

Sistem pendidikan dengan pola boarding school, mengharuskan peserta didiknya mengikuti kegiatan pendidikan reguler dari pagi sampai siang hari kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pendidikan dengan nilai-nilai khusus pada sore dan malam hari misalkan; kegiatan pe gkajia Al Qur’a di pesa tre , pe gkajian Alkitab di gereja, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pembinaan disiplin dan lain sebagainya. Di Indonesia terdapat ratusan bahkan mungkin ribuan institusi pendidikan yang menerapkan boarding school, dimana tersebarnya di berbagai provinsi seperti; pondok pesantren, sekolah- sekolah gereja, institusi pendidikan kedinasan (IPDN,

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Akmil, Akpol, Sekolah Tinggi Pelayaran, STKS, STT-Telkom dll).

Sampai saat ini peminat dari boarding school selalu bertambah, walaupun para peserta didiknya sudah dapat membayangkan kegiatan yang super padat di dalamnya. Mereka di bentuk untuk menguasai ilmu pengetahuan, teknologi serta nilai-nilai khusus yang di harapkan oleh institusi pendidikan. Hari-hari mereka akan bergelut dengan rekan sebaya, guru, dosen dan civitas dalam institusi pendidikan secara rutin mulai dari pagi hingga malam hari sampai esok paginya lagi.

Sekolah berasrama merupakan model sekolah yang memiliki tuntutan yang lebih tinggi jika dibanding sekolah reguler (Vembriarto, 1993). Tuntutan-tuntutan tersebut dapat memberikan dampak yang positif maupun negatif bagi kehidupan peserta didik. Dampak positif dari sekolah berasrama tersebut antara lain membangun wawasan pendidikan keagamaan yang tidak hanya sampai pada tataran teoritis tapi juga implementasi baik dalam konteks belajar ilmu maupun belajar hidup, membangun wawasan nasional peserta didik sehingga terbiasa berinteraksi dengan teman sebaya yang berasal dari berbagai latar belakang dan dapat melatih anak untuk menghargai pluralitas, memberikan jaminan keamanan dengan tata tertib yang dibuat secara jelas serta sanksi-sanksi bagi pelanggarnya sehingga keamaanan anak terjaga seperti terhindar dari pergaulan bebas, dan lain-lain (Maknun, 2006).

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Pendidikan di boarding school terkenal akan memiliki standar yang ketat pendidikan dan disiplin. Perilaku dan disiplin diri peserta didik yang baik diharapkan terlaksana dalam lingkungan pendidikan agar dapat berhasil dalam studi. Setiap boarding school memiliki berbagai standar disiplin dan metode penanganan perilaku bagi peserta didik, tetapi sebagian besar sekolah asrama memiliki standar yang sama.

Secara umum pada boarding school menerapkan pola pendidikan bagi peserta didiknya sebagai berikut:

1. Penjadwalan Boarding school memiliki penjadwalan yang ketat bagi peserta didik untuk diikuti. Para peserta didik memiliki waktu tetap untuk tidur, waktu tertentu untuk bangun, makan, belajar di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler direncanakan setiap hari. Jadwal yang tepat berbeda antara institusi pendidikan, tetapi sebagian besar boarding school mengharuskan peserta didik untuk tetap mengikuti jadwal mereka dan menjaga kedisiplinan dalam jadwal.

2 . Disiplin dalam tugas Peserta didik harus memenuhi standar tertentu dalam pendidikan, standar tersebut bervariasi tergantung pada institusi pendidikan masing-masing. Misalnya, di pesantren peserta didik harus menghapal beberapa juzz dalam Al Quran untuk memenuhi syarat kenaikan kelas/tingkat, atau peserta didik harus mengikuti kegiatan pengasuhan tertentu agar dapat memenuhi syarat untuk kenaikan tingkat. Mungkin

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

3. Aturan untuk perilaku yang tepat Boarding school pada umumnya memiliki aturan perilaku yang tepat bagi peserta didik. Sebagai contoh, peserta didik diwajibkan untuk mengikuti jadwal pendidikan, menjaga kamar agar tetapbersih dan rapi, menjaga kebersihan diri, mengenakan seragam standar sekolah, hindari perkelahian, gunakan bahasa yang sesuai tanpa memaki dan menjaga tangan dari barang- barang milik peserta didik lain serta hubungan antara senior junior. Aturan bervariasi tergantung pada institusi pendidikan, tetapi beberapa standar seperti menjaga kebersihan dan kerapihan kamar atau menjaga kebersihan diri yang baik adalah aturan yang berlaku umum di beberapa institusi pendidikan.

4. Sanksi bagi yang kelakuan buruk Bila terdapat peserta didik yang melanggar peraturan, institusi pendidikan memberikan peserta didik berbagai sanksi yang berkaitan dengan perilaku buruk tersebut. Tindakan Indisipliner akan bervariasi, tergantung seberapa besar tingkat pelanggaran disiplin yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang peserta didik yang tidak merapikan kamar asramanya mungkin

kehila ga hak pesiar keluar ka pus pada hari li ur untuk jangka tertentu, kemudian seorang peserta didik yang berkelahi atau menggunakan obat-obatan

mungkin akan dikeluarkan. Pada umumnya institusi

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Boarding school merupakan lembaga yang memiliki tugas sosialisasi nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat. Dalam boarding school, terdapat berbagai kegiatan dimana seseorang dibawa menuju pada pemahaman budaya lingkungannya. Budaya masyarakat memiliki seperangkat nilai dan norma untuk dijalankan dan ditaati oleh warganya, dan institusi pendidikan merupakan tempat yang menjadi pusat promosi budaya nasional. Promosi budaya nasional dapat terlihat pada institusi pendidikan berasrama yang bertaraf regional dan nasional. Institusi pendidikan berasrama telah menjadi tempat interaksi budaya secara nasional, baik dari aceh sampai papua. Setiap individu akan menginteraksikan budaya lokalnya sehingga menjadi budaya secara nasional.

Dalam proses budaya dalam dunia pendidikan memerlukan asimilasi, yaitu suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara insentif, sehingga sifat khas dari unsur- unsur kebudayaan golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran (Koentjara Ningrat 1996: 160). Proses berbagi tradisi serta partisipasi pengalaman yang sama, asimilasi adalah fase penting dalam proses cultural dan historis, kemudian dari proses cultural yang terdiri dari transmisi pengetahuan, kebiasaan dan teknik kepada peserta didik yang baru.

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Boarding school yang bertaraf nasional seperti lembaga pendidikan kedinasan telah melakukan proses asimilasi dan transmisi kultural, teknik dan pengetahuan dari berbagai daerah di indonesia. Para peserta didik datang dari berbagai daerah membawa budaya baik etika maupun tingkah laku bercampur jadi satu dengan etika dan kebiasaan yang diterapkan dalam aturan yang berlaku dalam institusi pendidikan. Institusi pendidikan berasrama sebagai suatu masyarakat yang memiliki kebiasaan dan aturan bersama yang mengikat seluruh civitasnya. Peserta didik mengerti jam berapa harus makan, jam berapa harus ke kelas, mengetahui apa yang harus dilakukan bila terlambat. Seragam apa yang harus dikenakan pada siang ini dan malam harinya, dan berbagai kebiasaan lainnya yang unik dan agak berbeda-beda sesuai dengan institusi pendidikannya.

Setiap institusi pendidikan mempunyai visi dan misi yang telah mereka sepakati bersama. Masing-masing pula mempunyai norma dan nilai serta tradisi yang hendak dikembangkan. Pada institusi pendidikan militer maupun institusi pendidikan lainnya yang menggunakan tradisi serupa mewajibkan peserta didiknya menggunakan seragam, perpindahan tempat secara berbaris, saling menghormati dengan mengangkat tangan ke pilipis mata serta berbagai tradisi dan simbolik lainnya. Sekolah sebagai institusi perlu simbol yang mampu berbicara dalam bahasa yang mudah dipahami orang lain. Setiap institusi pendidikan

mempunyai kultur dengan seperangkat ritual dan etika serta moral yang membentuk

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Institusi Pendidikan yang memiliki budaya yang mampu mengakomodir keinginan dan kebutuhan peserta didik dalam bentuk sarana dan prasarana maupun interaksi pendidik-peserta didik akan menghasilkan lulusan yang baik dan begitupun sebaliknya. Budaya yang merupakan hasil asimilasi dan transmisi diantara civitas tersebut menjadi landasan yang sangat penting bagaimana lulusan yang akan dibentuk. Bila positif maka akan tercermin pada prestasi, karakter, sikap dan perilaku lulusannya.

A. Peserta didik Secara umum peserta didik berlaku untuk semua usia yang mengikuti pendidikan dan berbagai macam

bentuk pendidikan. Pada sekolah umum pemerintah dikenal dengan murid atau siswa, pada dunia pesantren dikenal dengan sebutan santri, pada tingkat pendidikan tinggi dikenal umum dengan sebutan mahasiswa, beberapa lembaga kedinasan menyebut mahasiswanya dengan sebutan tertentu misalkan Praja pada IPDN, Taruna pada Akademi Militer dsb. Berdasarkan hal tersebut sehingga dalam buku ini istilah-istilah tersebut disatukan secara umum dengan sebutan peserta didik.

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Peserta didik merupakan salah satu komponen dalam sistem pendidikan yang diproses hingga menjadi manusia berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional (Oemar Hamalik, 1995;7). Sehingga sebagai komponen dalam dunia pendidikan, peserta didik dapat dikaji melalui pendekatan edukatif sosial, dan psikologis.

Pendekatan edukatif menurut Oemar Hamalik (1995;8) bahwa peserta didik ditempatkan sebagai unsur penting yang memiliki hak dan kewajiban dalam rangka sistem pendidikan menyeluruh dan terpadu. Sebagai unsur penting karena proses belajar mengajar takkan berjalan tanpa adanya peserta didik, sehingga memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, menggunakan sarana dan prasarana sekolah yang disediakan. Kewajibannya, peserta didik wajib mengikuti aturan yang berlaku dilingkungan lembaga pendidikannya. Baik itu peraturan dalam proses pendidikan maupun peraturan terhadap penggunaan sarana dan prasarana pendidikan.

Jika dilihat dari pendekatan sosial, peserta didik memiliki arti sebagai anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota yang lebih baik . Peserta didik perlu dipersiapkan agar pada waktunya dapat melaksanakan peranya dalam dunia kerja dan dapat menyesuaikan diri di masyarakat. Dalam konteks ini, peserta didik berinteraksi dengan temannya, dengan pengajar dan masyarakat yang berada dilingkungan sekolah. Dalam interaksi inilah diharapkan nilai-nilai sosial yang terbaik dapat ditanamkan secara bertahap melalui

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Kemudian melalui pendekatan psikologis, peserta didik dikaji sebagai suatu organisme yang sedang tumbuh dan berkembang. Setiap peserta didik memiliki potensi manusia, seperti bakat, minat, sosial-emosional-personal, dan kemampuan jasmaniah. Potensi-potensi tersebut perlu dikembangkan, salah satunya melalui proses pendidikan dan belajar-mengajar sehingga terjadi perkembangan secara menyeluruh menjadi manusia seluruhnya. Proses perkembangannya terlihat pada perubahan kualitas dan abilitas dalam diri seseorang, seperti adanya perubahan dalam struktur, kapasitas, fungsi, dan efesiensi.

Peserta didik pada lembaga pendidikan yang menerapkan boarding school wajib mengikuti aturan yang berlaku dalam proses pendidikan. Aturan kadang mengekang hak-hak tertentu dari peserta didik. Bentuk- bentuk pembatasan hak-hak peserta didik sebagai berikut:

1. Pembatasan menggunakan alat komunikasi Pembatasan hak komunikasi ini biasanya berbentuk

pelarangan atau pembatasan penggunaan alat komunikasi berupa handphone. HP dapat digunakan hanya pada waktu tidak sedang mengikuti kegiatan pendidikan, misalkan hanya pada sore hari, atau malam hari. Pembatasan ini bertujuan untuk menfokuskan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pendidikan. Pembatasan lainnya dapat berupa pengaturan penggunaan HP yang tidak memiliki

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

2. Pembatasan hak bersosialisasi Dalam hal ini intitusi pendidikan yang membatasi peserta didik untuk bersosialisasi dengan lingkungan

luar. Beberapa lembaga pendidikan seperti pesantren, didirikan pada lokasi terpencil yang jauh dari kepadatan pemukiman penduduk. Ada pula lembaga pendidikan membangun tembok pembatas yang tinggi untuk membatasi dunia luar terhadap peserta didiknya.

3. Pembatasan menerima informasi Penyaringan informasi yang keluar dan masuk penting dilakukan oleh lembaga pendidikan yang

ingin membentuk karakter peserta didiknya. Pemberian akses informasi yang bebas kepada peserta didik merupakan hal yang kurang tepat karena dapat memberikan efek negatif pada peserta didik terutama yang berada pada sistem boarding school. Tidak semua informasi yang dapat dipastikan kebenarannya dan dapat berguna bagi peserta didik, apalagi bila informasi tersebut berasal dari internet. Bahkan beberapa lembaga pendidikan lainnya melarang peserta didiknya untuk mengakses facebook, twitter, yahoo mesengger dan sejenisnya serta beberapa pesantren melarang santrinya menggunakan internet.

4. Pembatasan hak mengeluarkan pendapat

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Beberapa lembaga pendidikan yang menggunakan sistem boarding school mengatur cara penyempaian pendapat kepada pimpinan, tenaga pendidik bahkan kepada senior/kakak kelas. Penyampaian pendapat peserta didik disampaikan melalui organisasi mahasiswa, seperti osis, senat mahasiswa dll. Tak dapat dibayangkan bagaimana bila peserta didik dalam asrama yang jumlahnya ratusan atau ribuan menyampaikan pendapat yang masing-masing berbeda satu sama lain.

B. Kegiatan pendidikan Proses pendidikan pada institusi pendidikan regular

umumnya hanya terkonsentrasi pada kegiatan akademis namun

kurang menyentuh aspek peningkatan keterampian dan pembentukan karakter peserta didik. Hal ini disebabkan keterbatasan waktu dalam program pendidikan pada institusi pendidikan regular. Sementara pada institusi pendidikan berasrama merancang program pendidikan yang komprehensif, sehingga proses pembelajaran tidak hanya sampai pada tataran teoritis, tapi juga implementasinya serta pembentukan watak dan prilaku.

Boarding school selain bertujuan untuk peningkatan mutu akademik juga diarahkan untuk pembentukan watak dan kepribadian serta keahlian peserta didik. Institusi pendidikan kedinasan seperti IPDN, Akmil dan sejenisnya mengembangkan proses pendidikan dari 3 segi yaitu: akademik, praktik dan pendidikan karakter. Proses

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Seperti IPDN contohnya, pada segi peningkatan mutu akademik peserta didik, proses belajar diampuh oleh dosen fungsional, proses pendidikan keahliannya ditangani oleh para praktisi sesuai mata pelatihan, dan proses

oleh pengasuh/instruktur asrama yang selain bertugas untuk memberikan materi-materi pengembangan kepribadian juga bertugas menggantikan fungsi dan peran orangtua peserta didik.

pengembangan karakter dilakukan

Keseimbangan proses pendidikan ini, dilaksanakan terpadu dalam rangka pembekalan pengetahuan, keterampilan dan sikap prilaku peserta didik. Keterpaduan tersebut diharapkan menghasilkan kompetensi peserta didik yang didukung hard skill dan soft skill. Sebab ini sangat penting dalam pembentukan peserta didik yang mampu bersaing dan beretika pada dunia kerja.

C. Fasilitas asrama Pada

Institusi pendidikan kedinasan yang menerapkan sistem boarding school biasanya dilengkapi fasilitas kegiatan pembelajaran, penunjang asrama dan fasilitas kegiatan ekstrakurikuler. Sementara pada institusi pesantren ada yang dilengkapi berbagai fasilitas dan ada yang mempunyai fasilitas yang seadanya.

Fasilitas dasar bagi institusi pendidikan berasrama, minimal terdiri dari:

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

b. Kamar tidur, yang lengkap beserta tempat tidur, lemari pakaian dan meja belajar (lemari pakaian dan meja belajar bisa dipadukan);

c. Fasilitas olahraga, minimal terdapat lapangan tempat berolahraga;

d. Fasilitas makan dan minum (air minum dapat diakses dan diminum kapan saja);

Fasilitas yang lengkap tentunya dapat menunjang kenyamanan peserta didik pada setiap kegiatan pendidikan di dalam asrama. Ruang kelas yang baik biasanya memiliki daya tampung yang sesuai dengan luas ruangan dan jumlah peserta didik. Tidak harus memakai AC, yang penting memiliki sirkulasi udara yang baik dan nyaman. Memiliki perangkat penunjang pembelajaran seperti smart board, infokus dan lainnya, serta memiliki akses internet yang terbatas (yang membatasi akses situs porno, situs game, situs fb, twitter dll).

Sementara fasilitas penunjang asrama dilengkapi dengan laboratorium, perpustakaan, klinik, ruang aula, tempat ibadah, taman, laundry, ruang makan, dapur, kantin/koperasi, barak/wisma dll. Khusus untuk wisma yang baik, selain adanya tempat tidur dilengkapi dengan tempat pakaian, ruang belajar, toilet bila perlu ruang teras dilengkapi CCTV.

Selain hal tersebut di atas, asrama yang baik, juga dilengkapi

berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti; lapangan dan alat olahraga,

fasilitas

untuk

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Berikut ini penulis menguraikan beberapa contoh fasilitas asrama pada beberapa institusi perguruan tinggi di Indonesia sebagai berikut:

1. Asrama Tingkat Persiapan Bersama di Institut Pertanian Bogor, fasilitas asramanya terdiri dari :

a. Fasilitas Gedung Asrama TPB IPB memiliki dua lokasi, yaitu : Asrama Putri dan Asrama Putra, Asrama Putri terdiri dari empat Gedung, Asrama Putra terdiri dari tiga Gedung, Fasilitas Gedung dilengkapi dengan TV, ruang bersama, mushola, halaman tempat jemuran, kamar mandi, tempat mencuci pakaian, dll. Setiap gedung memiliki 10 lorong. Masing- masing lorong teridiri dari 13-14 kamar. Fasilitas Lorong disediakan alat setrika,

pemanas air/Dispenser, dll.

http://priscayoko165.blogspot.com

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

http://asramatpb.ipb.ac.id

c. Fasilitas Penunjang Fasilitas penunjang asrama terdiri dari loundry, penyediaan minuman gallon, lapangan olahraga (Lap.Basket, Lap. Volly, dll.), ambulance, kantin asrama, mini market, pusat fotocopy, koperasi, bus transportasi, lab komputer/Cyber Mahasiswa Asrama, Penjernihan Air, dll

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

2. Fasilitas Asrama di Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al hakim Surabaya terdiri dari:

a. Ruang Kuliah yang representatif di lengkapi LCD Projector

b. La oratoriu ko puter, ahasa & da’ ah

c. Perpustakaan dengan koleksi buku yang mendukung

d. Sarana olahraga & kegiatan kemahasiswaan

e. Asrama Mahasiswa

f. Auditorium

g. Dapur dan Ruang Makan

h. Masjid

menampung 5000 jamaah

yang

3. Fasilitas Asrama di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Masyarakat terdiri dari :

a. Ruang Kuliah

b. Ruang Ujian

c. Laboratorium Profesi Pekerjaan Sosial (indoor/outdoor)

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

e. Laboratorium Komputer

f. Perpustakaan

g. Sarana Olahraga

h. Sarana Kesenian

i. Sarana Ibadah j. Poliklinik k. Asrama putra dan putri (bagi mahasiswa tugas

belajar) l. Gedung Serba Guna m. Book Store

n. Kantin o. Free Hot Spot Internet

4. Fasilitas Asrama di Institut Pemerintahan Dalam Negeri di Jatinangor terdiri dari :

a. Fasilitas Gedung Asrama putra dan putrid berjumlah 30 unit berlantai 2. Setiap asrama dilengkapi dengan fasilitas TV, ruang bersama, mushola, kamar mandi dan WC.

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

b. Fasilitas Kamar Kamar Asrama dilengkapi dengan fasilitas tempat tidur, meja belajar, rak handuk, lemari pakaian.

c. Fasilitas Penunjang Fasilitas penunjang asrama terdiri dari loundry, menza (tempat makan bersama), ruang kuliah, perpustakaan, lapangan olahraga (stadion bola, lap. basket, volly, renang dll.), kamar sakit asrama (KSA), ambulance, kantin, balairung, fitness centre, peralatan olahraga, peralatan seni, peralatan drumband, koperasi, mini market, bus transportasi, lab computer, Penjernihan Air, mesjid, gereja, pura, unit pengamanan dalam dan fasilitas lainnya.

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Foto: tempat makan praja (Menza)

5. Fasilitas asrama pada Akademi Ilmu Kemasyarakatan terdiri dari:

a. Fasilitas Gedung Asrama Asrama pendidikan putra dilengkapi dengan fasilitas ruang tamu asrama, TV, kamar tidur, Taman, ruang lobby, kamar mandi dan wc

Sumber: www.akip.ac.id

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Sumber: www.akip.ac.id

c. Fasilitas Penunjang Fasilitas penunjang asrama terdiri dari ruang band taruna, ruang gamelan, ruang rapat Pembina, ruang konseling, koperasi, tempat ibadah, pos jaga poliklinik, bus transfortasi, ruang organisasi taruna, warung internet, Fitness centre, fasilitas olahraga (lap. Basket, volley, tennis meja), perpustakaan, ruang serbaguna, ruang computer, ruang kuliah, ruang makan dll

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

BAB II MODEL DAN BUDAYA INSTITUSI PENDIDIKAN BERASRAMA

terakhir terdapat perkembangan dalam bidang pendidikan khususnya terkait berdirinya sekolah-sekolah berasrama, baik dengan mengusung kurikulum tambahan seperti yang berbasis keagamaan dan yang berbasis nasionalisme maupun yang non kurikulum tambahan. Hal ini tidak terlepas dari kesadaran orangtua ataupun peserta didik itu sendiri untuk sekolah ataupun kuliah pada institusi pendidikan berasrama yang cukup meningkat.

Dalam satu

dekade

Keresahan para orangtua terhadap maraknya peredaran narkoba, pergaulan remaja, dan keamanan membuat mereka berpikir untuk menyekolahkan dan atau mengkuliahkan anaknya di institusi pendidikan berasrama. Sebagian lagi orangtua memilih institusi pendidikan berasrama karena menginginkan anaknya memiliki bekal pendidikan keagamaan ataupun perilaku disiplin. Lainnya dikarenakan kesadaran orang tua bersama peserta didik itu sendiri yang menginginkan masa depan yang lebih pasti sehingga menyekolahkan anaknya pada insttitusi pendidikan kedinasan yang pada umumnya berasrama.

A. Model Institusi Pendidikan Berasrama Sebelum memilih institusi pendidikan berasrama,

baiknya para orangtua dan calon peserta didik hendaknya

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

1. Berdasarkan cara bermukim peserta didik

a) Seluruh peserta didik tinggal di asrama selama proses pendidikan Pada model ini, peserta didik akan tinggal di

asrama selama proses pendidikan sesuai dengan peraturan pendidikan yang diterapkan. Peserta didik dapat kembali pulang ke rumah masing- masing ketika proses pendidikan selesai dan atau ketika mereka telah yudicium kenaikan tingkat. Ketika kembali ke kampung halaman atau rumah masing-masing, peserta didik tetap mengikuti peraturan pendidikan seperti tetap mengenakan pakaian dinas, tetap mengikuti aturan kehidupan peserta didik seperti ketika mereka berada di dalam lembaga pendidikan.

b) Seluruh peserta didik tinggal di asrama namun dapat pulang pada weekend atau hari libur

Peserta didik tinggal di asrama selama hari kerja, mengikuti kegiatan dan aturan pendidikan selama di asrama. Namun pada hari sabtu dan minggu serta hari libur lainnya peserta didik dapat kembali ke rumah masing-masing atau menginap diluar asrama. Ketika di luar asrama para peserta didik tidak diwajibkan untuk mengenakan pakaian dinas dan juga tidak

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

c) Hanya sebagian peserta didik yang tinggal di asrama dan kapan saja dapat pulang kerumah Pada model ini, peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih tinggal di asrama atau

tetap berada dirumah/kost atau menginap di luar asrama. Peserta didik yang berada di asrama tetap mengikuti peraturan kehidupan peserta didik yang berlaku, namun peraturan tersebut tidak terlalu ketat seperti kedua model di atas.

2. Berdasarkan jenis peserta didik

a) Boarding school untuk murid SD, SMP dan SMA yang berkelanjutan (pesantren)

b) Boarding school untuk murid SMA (pesantren, SMK, SMA)

c) Boarding school untuk tingkat mahasiswa (IPDN, Akmil, UMJ, President University dll)

3. Berdasarkan sistem kurikulum

a) Boarding school yang kurikulumnya mengacu pada agama tertentu

Pada model ini, beberapa institusi pendidikan melaksanakan kurikulum yang hanya khusus pada ajaran agama tertentu, dan beberapa lainnya ada institusi juga yang mengkombinasikan dengan mata pelajaran/ kuliah pada umumnya pada pagi harinya sementara pada sore dan malam hari melaksanakan pendidikan keagamaan.

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

berbentuk sistem militerisme atau semi militerisme. Model institusi pendidikan seperti ini banyak dipakai pada lembaga pendidikan kedinasan. Peserta didik menjalani proses pendidikan dengan kurikulum yang sesuai kebutuhan institusinya, namun ditambah dengan kurikulum dan peraturan pendidikan khusus yang mengadopsi kedisiplinan militer

c) Boarding school yang kurikulumnya mengacu pada penanganan anak bermasalah

Institusi pendidikan pada model ini, hanya melaksanakan kurikulum untuk penanganan anak-anak yang bermasalah seperti narkoba, perkelahian dsb, namun tidak mengadakan format pendidikan umum. Peserta didiknya juga berasal dari tingkatan umur remaja yang berbeda-beda.

Peserta didik yang mengikuti pendidikan pada institusi berasrama dihadapkan pada situasi hidup terpisah dengan orangtua kemudian bertemu dengan orang-orang baru sesama peserta didik dan civitas akademika

tentunya memerlukan kemampuan penyesuaian diri. Dalam hal ini dibutuhkan kemampuan penyesuaian diri dan kemauan yang besar dari peserta didik untuk mengikuti setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam pendidikan.

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Suasana asrama dengan beragam sifat, budaya dan prilaku tiap individu peserta didik sangat memberikan andil dalam pembentukan budaya baru dalam asrama. Institusi asrama tingkat lokal saja biasanya sudah dipenuhi oleh peserta didik yang berlainan bahasa, dialek serta sukunya, apalagi bila institusi yang bertaraf nasional. Bisa dibayangkan dalam satu kamar yang diisi oleh peserta didik dari suku batak, jawa, bugis, betawi, sunda. Tentunya perlu kemampuan penyesuaian diri yang baik.

Kehidupan di asrama serupa dengan kehidupan dalam lingkungan keluarga namun lebih terstruktur. Di asrama ada bapak/ibu sebagai pengganti orangtua, ada peraturan-peraturan secara tertulis maupun tidak tertulis, dan seperangkat fasilitas yang menyerupai fasilitas dalam kehidupan keluarga di rumah. Karena merupakan lingkungan yang menyerupai lingkungan keluarga namun lebih formal, maka kehidupan di asrama peserta didik dapat dikondisikan untuk membentuk sikap dan kepribadian penghuninya.

Kondisi ini tentunya amat berbeda dengan peserta didik pada institusi pendidikan formal pada umumnya. Beberapa perbedaan institusi pendidikan formal dan berasrama tersebut dapat lihat pada tabel di bawah:

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Tabel 2.1 Perbedaan sekolah formal dengan boarding school

No. Kriteria Institusi Pendidikan

Formal

Asrama

1. Sistem Pembelajaran Pembelajaran formal, Pendidikan

formal dan ekstra- kurikuler, esktrakurikuler pendidikan khusus (keagamaan, karakter)

2. Kurikulum

Kurikulum

Kurikulum standar

standar

Nasional, dan kurikulum

Nasional

tambahan/ soft skill khas boarding school

3. Proses

Perhatian pendidik Pendidikan

Perhatian

lebih, karena waktu kurang, karena interaksi

pendidik

pendidik- keterbatasan

peserta didik lebih

waktu

banyak

4. Fasilitas Standar sekolah Dilengkapi fasilitas

umum

hunian dan berbagai fasilitas

pendukung (sarana ibadah dan olahraga dll)

5. Kegiatan Terbatas pada Jadwal kegiatan harian Harian

jam pelajaran teratur

6. Aktivitas datang untuk belajar dan tinggal di peserta

sekolah, kehidupan didik

belajar

kemudian

peserta didik ada di

Pakaian/Seragam berlaku umum berlaku khusus berbeda- beda

Seragam

tiap institusi pendidikan

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Hal di atas terlihat perbedaan yang mencolok antara institusi pendidikan formal dan institusi pendidikan berasrama. Institusi pendidikan berasrama lebih mengembangkan

pendidikan berkarakter yang memadukan pengetahuan serta keterampilan (hard skill) dan pengembangan keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Secara umum para pakar pendidikan sepakat mengenai pentingnya pendidikan karakter, walaupun terdapat beberapa perbedaan tentang model pendidikan dan pendekatan yang dilakukan. Sebagian berpendapat bahwa sebaiknya dilakukan dengan pendekatan pendidikan moral seperti pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan analisis nilai dan pendekatan klarifikasi nilai, sementara lainnya menyarankan penggunaan pendekatan tradisional seperti penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam peserta didik.

B. Budaya Institusi Pendidikan Berasrama Setiap institusi pendidikan mempunyai budaya yang membentuk prilaku peserta didiknya. Hal senada juga

ditegaskan Williard Waller (1932) yang mengatakan

ah a e ery s hool has a culture of its own, with aset of ritual and folkways and a moralkodethat shapes behavior

a d relatio ship Maila Dinia dkk, 2012). Institusi pendidikan berasrama, terdiri dari banyak aspek yang

saling berhubungan yang keseluruhan aspek tersebut akan bergerak menuju pencapaian tujuan yang telah disepakati

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Aspek tersebut meliputi pengelola SDM, pengelola kegiatan akademik, pengelola pengasuhan, pengelola sarana prasarana, kurikulum, peraturan pendidikan, pengelola pembiayaan, dan budaya institusi yang akan dikembangkan. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

a) Pengelola SDM menjamin ketersediaan tenaga pengajar, tenaga pelatih dan tenaga pengasuh pada

setiap kegiatan pendidikan. Pengelola SDM harus mampu menyeleksi, mengatur, menempatkan, dan mengevaluasi SDM untuk mendidik para peserta didik. Sehingga para pendidik yang melaksanakan kegiatan pengajaran, pelatihan dan pengasuhan dapat dijamin kualitasnya.

b) Aspek pengelola kegiatan akademik menjamin kelancaran proses belajar mengajar dan praktek keterampilan. Pengelola kegiatan akademik harus

mampu mengatur mata kuliah dan mata pelatihan serta bagaimana proses tersebut dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas secara akademik.

c) Pengelola pengasuhan Pada aspek pengelola pengasuhan bertugas untuk

membina, membimbing dan mengawasi serta mengevaluasi karakter yang dibentuk pada peserta didik. Pengelola pengasuhan harus mampu mengatur irama kehidupan peserta didik di asrama. Mulai dari kegiatan pagi hari, siang dan malam hari ketika

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

d) Pengelola sarana prasarana Pengelola sarana prasarana menjamin ketersediaan fasilitas pendukung kegiatan pendidikan. Lembaga

pendidikan berasrama yang memiliki fasilitas yang lengkap tentunya dapat menunjang keberhasilan proses pendidikan peserta didik. Lembaga pendidikan berasrama yang baik biasanya mengelola tersendiri unsur yang penting dan dapat membantu menekan pembiayaan pendidikan. Misalnya mengadakan secara swakelola makanan peserta didik. Sebagian bahan-bahan makanan (lauk pauk, sayuran dan buah) disiapkan dari sarana perkebunan dan peternakan di area lingkungan lembaga pendidikan. Mengelola air bersih untuk peserta didik dari sumber mata air atau sungai yang berlokasi dekat dengan lingkungan asrama. Hal ini terlihat dari banyaknya lembaga pendidikan berasrama yang berlokasi dengan sungai atau mata air.

e) Kurikulum Kurikulum yang baku dan up to date dapat meningkatkan kualitas hasil didik sehingga mampu

bersaing di tempat dimana mereka menerapkan kemampuannya. Kurikulum harus tersusun secara baku mengikuti perkembangan kekinian ilmu pengetahuan,

dan

juga

disusun dengan

memperhatikan kebutuhan riil di tempat bekerja.

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

pelaksanaan pendidikan. Peraturan pendidikan tidak hanya menyangkut masalah pelaksanaan kurikulum, namun secara menyeluruh termasuk managemen pengelolaan dan pengaturan kehidupan peserta didik. Peraturan pendidikan terhadap pengaturan kehidupan peserta didik sebaiknya diformulasikan secara mendetail, karena dapat saja nantinya berhubungan dengan kasus hukum diantara peserta didik, maupun lembaga pendidikan dengan peserta didik.

g) Pengelola pembiayaan Sebesar apapun lembaga pendidikannya bila pengelolaan pembiayaan tidak diatur secara baik

pastinya akan berpengaruh negatif bagi kegiatan pendidikan. Pengelolaan pembiayaan pada lembaga pendidikan berasrama pastinya banyak terbebani pada masalah pembiayaan kehidupan peserta didik yang diluar kegiatan akademik namun harus diberikan perhatian khusus, seperti makan, air, dan listrik.

h) Budaya institusi yang akan dikembangkan Lembaga pendidikan berasrama pada umumnya

memiliki tujuan pendidikan berkarakter. Pada prosesnya

pembentukan karakter melalui pengkondisian-pengkondisian dan pembentukan budaya-budaya yangakan dikembangkan institusi tersebut. Beberapa nilai-nilai sosial yang umumnya

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Institusi pendidikan berasrama menghasilkan praktek budaya dan nilai-nilai yang merupakan refleksi norma yang ada dan hidup dimasyarakat. Budaya sekolah yang baik dapat berbentuk norma-norma, nilai-nilai, simbol dan cerita yang menberikan pengaruh positif dalam kegiatan pembelajaran.

Budaya pendidikan yang dibentuk oleh kegiatan pengkondisian dalam segenap aspek kehidupan dalam asrama merujuk pada suatu tindakan dimana para peserta didik diminta untuk mengikuti suatu peristiwa yang secara terprogram, teratur dan kadang berulang-ulang. Terprogram dimaksudkan agar peristiwa atau kegiatan tersebut dapat menjamin tujuan lembaga pendidikan. Sementara dilakukan secara berulang-ulang agar peserta didik nantinya melakukan peristiwa karena sudah terbiasa.

Contohnya, peserta didik diperintahkan untuk tidak menginjak rumput atau melintas (memotong jalan) di taman menuju asrama atau gedung lainnya dengan peraturan akan diberikan sanksi dan diharapkan untuk berjalan menuju asrama, gedung kuliah atau gedung lainnya. Pengkondisian ini bertujuan agar para peserta didik dilatih secara tidak sadar untuk berprilaku mengikuti

proses ya g harus dite puh, uka hasil yang dapat dicapai dengan cepat tapi melanggar aturan. Contoh

lainnya seperti pengkondisian bangun subuh untuk

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Pengkondisian yang terprogram, teratur dan berulang-ulang ini diharapkan menjadi budaya dalam lingkungan asrama sehingga secara tidak sadar dapat membentuk perilaku yang baik bagi peserta didik. Pengkondisian tersebut juga diupayakan untuk dapat mengekang budaya negatif dari luar yang dapat mempengaruhi peserta didik sehingga berperilaku negatif.

C. Pengaruh Buruk Efek Globalisasi Terhadap Sekolah Berasrama

Perkembangan budaya negatif baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang sangat pesat membawa tantangan serius bagi dunia pendidikan berasrama. Efek globalisasi yang menyebabkan liberalisme moral, etika prilaku dan paham pemikiran yang merubah norma dan kebiasaan baik yang selama ini kita junjung tinggi. Tradisionalisme dan konservatisme malah menjadi hal yang tabu dan memalukan untuk dilakukan. Berbagai tantangan dari efek negatif globalisasi harus dapat diantisipasi oleh berbagai lembaga pendidikan.

Pemerintah pun belum memiliki filter yang jelas mengenai hal-hal mana yang efek globalisasi yang baik untuk diterapkan di kehidupan masyarakat inidonesia. Bahkan kadang terjadi pembiaran, karena lemahnya

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Perubahan itu mutlak terjadi, namun tergantung perubahan kemana kita pilih. Beberapa lembaga pendidikan publik lemah dalam mengantisipasi dan menolak efek globalisasi dalam dunia asrama. Lembaga pendidikan tersebut terjebak dalam birokratik yang mengatasnamakan hak asasi manusia dan kebebasan berpikir. Sementara lembaga pendidikan private seperti pesantren, dan

sekolah pastori masih dapat mempertahankan tradisionalisme dan konsevatisme dalam pendidikan berasrama.

Berbagai efek globalisasi yang susah dibendung dalam sekolah berasrama misalkan penggunaan Handphone, Televisi, Internet, pergaulan bebas dan pornografi. Lembaga pendidikan berasrama idealnya melakukan pengaturan ketat penggunaan Handphone, televisi dan internet untuk membatasi efek negatif yang dapat ditimbulkan nantinya. Pengaturan ketat didasarkan bukan berarti melarang penggunaannya tapi diatur sedemikian rupa sehingga dapat menekan pengaruh negatif yang ditimbulkan.

1. Pengaruh Negatif Tayangan Televisi Tayangan televisi sudah menjadi kebutuhan

keluarga di masyarakat. Tayangan televisi ada yang dapat memberi dampak positif, dan ada juga yang memberi dampak negatif bagi masyarakat. Isi tayangan ada yang bersifat hiburan semata, namun ada juga yang harus

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada “Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Orang yang mempunyai dana yang berlebih, menambah fasilitas untuk program siaran televisi melalui parabola sehingga dapat mengakses pada stasiun televise di luar negeri. Sementara mereka tidak menyadari bagaimana dampak penggunaan televisi bila tidak diatur apa yang layan ditonton apa yang tidak layak.

Program siaran televisi yang isi tayangannya bersifat mendidik jumlahnya terbatas baik oleh televisi lokal maupun luar negeri. Kebanyakan program televisi bersifat hiburan yang banyak cenderung bersifat pornografi dan pornoaksi. Adapun yang bersifat berita, kadang hanya untuk menggiring pendapat pemirsa kepada pembenaran atau pembiasaan suatu keadaan/ kejadian. Penggiringan pendapat pada hal-hal yang selama ini dianggap tabu dapat berubah menjadi layak dan biasa dikalangan masyarakat.

Di kalangan pelajar dan mahasiswa, terutama pada yang menempuh ilmu pada institusi berasrama. Penggunaan televisi idealnya harus diatur sedemikian rupa, selain berguna untuk menghindari efek yang tidak berguna bagi tujuan kegiatan pendidikan juga berguna untuk kelancaran pengaturan jadwal kegiatan. Dapat dibayangkan, bila suatu kegiatan dilaksanakan yang melibatkan seluruh peserta didik, namun beberapa peserta didik tidak mengikuti kegiatan yang berjalan dikarenakan mereka sedang keasyikan menonton televisi.

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Tentunya outcome dari kegiatan yang dilaksanakan tidak dapat mengena pada seluruh peserta didik.

Lain lagi jika peserta didik tersebut menonton tayangan televisi hingga larut malam, dampaknya akan berpengaruh pada keseriusan mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Peserta didik di kelas akan kurang konsentrasi pada pembelajaran, dan bias saja mereka tidur di kelas pada saat dosen/pendidik menyampaikan bahan ajar.

Tidak adanya pengaturan ketat mengenai kapan peserta didik diberikan waktu untuk menonton tayangan televisi dapat membuat peserta didik menjadi malas serta memberikan kesempatan dan godaan untuk tidak mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu juga dapat berpengaruh pada menurunnya kondisi kesehatan akibat kebiasaan begadang dengan menonton televisi.

Inilah dampak negatif tayangan televisi terhadap sikap perilaku dan kesehatan peserta didik. Sehigga idealnya institusi pendidikan berasrama menerapkan pengaturan ketat pada waktu penggunaan televisi.

2. Pengaruh Negatif Penggunaan Handphone Bagi masyarakat luas, penggunaan handphone

merupakan suatu kebutuhan dalam akses informasi dan hiburan. Sehingga masyarakat mulai dari anak SMP sampai dengan yang mempunyai cucu, rata-rata memiliki handphone, bahkan anak-anak SD dan TK di kota besar banyak yang telah memiliki handphone. Kebutuhan penggunaan handphone bagi kalangan siswa dan pelajar sangat penting dikalangan orang tua di kota besar.

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Handphone berguna untuk mengetahui keberadaan anak mereka, karena jarak rumah dengan sekolah berjauhan, selain itu juga untuk alas an keamanan kerena di kota-kota besar banyak terjadi penculikan.

Di institusi pendidikan berasrama, penggunaan handphone banyak diatur oleh pengelola pendidikan tersebut, ada yang membebaskan, ada yang melarang dan ada juga yang membolehkan namun dengan beberapa pengaturan yang ketat. Beberapa pengaturan yang ketat misalkan;

a. handphone yang boleh digunakan tidak menggunakan kamera;

b. handphone yang boleh digu aka ya g jadul ha ya untuk sms dan telpon, internet gak bisa);

c. handphone boleh digunakan, namun dengan bunyi beep atau getar;

d. handphone hanya dapat digunakan di kamar asrama, diruang kelas dan diruang kegiatan pembelajaran tidak dapat digunakan serta dibawa;

e. handphone dapat digunakan hanya pada waktu pesiar;

f. handphone hanya dapat di gunakan pada jam-jam tertentu.

Pengaturan yang ketat diberlakukan dengan tujuan untuk menfokuskan peserta didik pada kegiatan pendidikan. Peserta didik dilatih untuk mengatur waktunya untuk kegiatan pembelajaran dan pembentukan karakter.

“Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada

Beberapa contoh efek negatif penggunaan handphone di dalam lingkungan asrama yaitu:

1) peserta didik dapat tergoda untuk menggunakan handphone sebagai alat untuk mencontek pada saat

ujian sehingga membuat seseorang menjadi berprilaku culas/curang

2) peserta didik kadang bertelponan dengan pacar atau teman dekat berjam-jam sehingga telat istirahat

malam sehingga dapat mengganggu kesehatan dan mengganggu jadwal kegiatan yang akan dihadapi esok harinya.

3) Handphone sering mempermudah peserta didik untuk memesan barang-barang atau jasa terlarang

dari luar asrama untuk diselundupkan ke asrama.

4) Handphone dapat mengganggu konsentrasi peserta didik sewaktu kegiatan pembelajaran, seperti berbunyi ketika mendengarkan kuliah, dan atau

sedang dalam kegiatan luar kelas/pembentukan karakter, dsb.

Berbagai contoh tersebut banyak terjadi pada institusi pendidikan berasrama yang melegalkan penggunaan handphone tanpa ada pengaturan yang jelas. Efek negatif tersebut sudah pasti merepotkan pengelola pendidikan baik yang bersentuhan langsung pada peserta didik, seperti tenaga pengajar, pelatih, dan pengasuh serta pembina lainnya dalam mendidik dan mengatur tata kehidupan peserta didik.