PS4RK Tafsir Ayat Alquran Tentang Distr

Tafsir Ayat
Distribusi Kekayaan
Diajukan Sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah
Tafsir Ayat-Ayat Iqtishadi
Pada Prodi Perbankan Syari‟ah Semester IV NR

Oleh:
Kelompok 4
Nanda Junika
NIM. 16632011
Hengky Ternando
NIM. 15632005
Yayan Mustofa
NIM. 13632028
Kenny Lianita
NIM. 13632035

Dosen:
Hardivizon, M.Ag

Prodi Perbankan Syari‟ah

Jurusan Syari‟ah dan Ekonomi Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
STAIN Curup
2016-2017

1

BAB I
PENDAHULUAN
Islam sebagai system hidup (way of life) dan merupakan agama yang
universal sebab memuat segala aspek kehidupan baik yang terkait dengan aspek
ekonomi, social, politik dan budaya. Seiring dengan maju pesatnya kajian tentang
ekonomi islam dengan menggunakan pendekatan filsafat dan sebagainya
mendorong kepada terbentuknya suatu ekonomi berbasis keislaman yang terfokus
untuk mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh nilainilai islam. Adapun bidang kajian yang terpenting dalam perekonomian adalah
bidang distribusi. Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi mikro baik
dalam ekonomi islam maupun kapitalis sebab pembahasan dalam distribusi ini
tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi belaka. Tetapi juga aspek social dan
politik sehingga menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi islam dan
konvensional sampai saat ini. Salah Satu Pendistribusian kekayaan dalam islam

yaitu zakat, infak dan sedekah.
Menunaikan zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib
dilaksanakan oleh seorang muslim untuk meringankan beban penderitaan kaum
dhu‟afa, fakir miskin, dan untuk mengentaskan orang-orang lemah serta untuk
mejuwudkan apa yang disebut dengan prinsip keperdulian sosial. Zakat
diberlakukan bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas
terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut (satu
tahun bagi harta simpanan dan niaga), atau saat hasil pertanian telah tiba.
Di samping itu pemberian zakat dapat merekat tali kasih sehingga tidak
timbul ketegangan atau gejolak di tengah-tengah masyarakat yang sering terjadi di
antara orang-orang kaya dengan orang-orang miskin. Zakat adalah ibadah yang
memiliki dua dimensi: vertikal (ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah) dan
horizontal (sebagai kewajiban kepada sesama manusia).
Berkenaan dengan zakat, QS. Al-Baqarah Ayat 267, QS. At-Taubah Ayat
60 dan 103 menjelaskan tentang implementasi zakat dalam Islam, Melalui
makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan zakat yang
didasarkan pada ayat al-Qur'an tersebut.
2

BAB II

PEMBAHASAN

Islam merupakan agama yang multi-dimensional. Islam memberikan
pandangan, keyakinan dan jalan hidup bagi umat manusia agar mampu mengatasi
segala masalah di dunia, dan mengantarkanya kepada kehidupan kekal bahagia di
akhirat kelak. Ekonomi Islam tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat bersama.
Maka dari itu harta jangan beredar di antara orang-orang kaya saja seperti firman Allah di
bawah ini:

Artinya: Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada
Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah
untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.

: supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang kaya saja di antara kamu.


Dalam konteks inilah Islam memberikan tekanan pada keseimbangan
kehidupan, yakni memandang kehidupan di dunia sama pentingnya dengan
kehidupan di akhirat kelak. Selain itu, Islam pun memandang kehidupan individu
sama pentingnya dengan pembangunan kehidupan sosial, mencari nafkah untuk
kehidupan dunia sama pentingnya dengan pergi ke masjid untuk beribadah. Islam
tidak melarang penganutnya untuk berusaha mencari harta, hanya saja ketika
3

seseorang sudah berhasil mendapatkan harta maka harus diingat bahwa di dalam
harta itu terdapat hak yang harus diberikan kepada mereka yang kurang beruntung
dan terjerat dalam kemiskinan.1 Seperti dalam firman Allah swt:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami
keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk
lalu kamu nafkahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (QS. Surat Al-Baqarah [2] : 267)


:

Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk
lalu kamu nafkahkan darinya,

Menurut ibnu katsir ayat ini menjelaskan tentang dorongan untuk
menafkahkan harta yang baik-baik di jalan Allah. Yakni janganlah engkau
berpaling dari harta yang halal dan kemudian sengaja mengambil harta yang
haram, lalu kalian berinfak darinya. Allah swt. memerintahkan hamba-hamba-Nya
yang beriman untuk berinfak. Dan yang dimaksud disini adalah shadaqah.
Demikian yang dikatakan oleh Ibnu „Abbas, “Yaitu sebagian dari rizki mereka
yang baik-baik dari apa yang mereka usahakan, dan juga buah-buahan serta
tanaman yang Dia tumbuhkan dari bumi untuk kalian.” 2

1

Hj. Umrotul Khasanah, M.Si., Manajemen Zakat Modern , (Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010),

2


Tim Pustaka Ibnu Katsir, Shahih Ibnu Katsir Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2014) hal. 44

hal 2

4

Allah swt. tidak butuh kepada makhluk-Nya, sedangkan setiap makhluknya adalah furqara’ (membutuhkan-Nya). Karunia-Nya amatlah luas dan apa
yang ada pada-Nya tidak akan pernah habis. Maka barangsiapa yang bershadaqah
dengan hasil dari usaha yang baik, hendaklah ia tahu bahwa Allah SWT. Maha
Kaya yang pemberian-Nya amat luas, Maha Mulia dan Maha Dermawan, dan Dia
akan membalas semua itu serta melipatgandakanya dengan kelipatan yang bnyak
bagi orang yang meminjamkan kepada Rabb yang tidak membutuhkan (Allah
Ta‟ala) dan tidak berbuat zhalim.3
Dengan demikian Islam adalah agama yang menawarkan pandangan hidup
seimbang dan terpadu untuk mengantarkan pada kebahagiaan hidup melalui
akualisasi keadilan sosio-ekonomi dan persaudaraan dalam masyarakat. Di sisi
lain, islam juga mempunyai misi untuk menegakkan keharmonisan antara
kebutuhan moral dan material. Islam pun menyampaikankan ajaran bahwa untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus bekerja keras supaya terhindar
dari kemiskinan dan dapat mencukupi kebutuhan darinya, dan lebih lanjut agar

dapat mengeluarkan zakat serta sedekah.
Dalam prinsip Islam, kekayaan harus menyandang sistem kesejahteraan
yang betumpu pada zakat sebagai bentuk syukur atas segala anugerah dari Tuhan.
Selain sebagai sarana untuk menyucikan jiwa dan harta, zakat juga merupakan tip
bagi jaminan perlindungan, pengembangan dan pengaturan peredaran serta
distribusi kekayaan.4
Pendistribusian kekayaan melalui beberapa instrumen keuangan yang
disyariatkan oleh Islam, diantaranya zakat, sedekah, infak, wakaf, dan hadiah.
Instrumen keuangan ini ada yang bersifat wajib dan ada pula yang sukarela.
Dalam arti seseorang mengeluarkan hartanya untuk diberikan kepada orang lain
tanpa ada timbal balik. Zakat merupakan refleksi kepedulian terhadap sesama
muslim dan menjadi ikatan sosial kemanusiaan, semua itu berpotensi dapat
membangun persatuan di tengah umat. Oleh karena itu bagi setiap orang yang
dikenakan kewajiban untuk mengeluarkan zakat, maka wajib atasnya untuk
membayarkannya. Begitu juga hendaknya ada di antara manusia yang bergerak
3
4

Ibid. Hal 46
Hj. Umrotul Khasanah, M.Si., Manajemen Zakat Modern , (Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010),


hal vii

5

untuk mengumpulkan dan membagikannya sesuai aturan dalam Islam.
Pengumpulan zakat ini juga telah dilaksanakan pada masa Rasululullah SAW.
Beliau melibatkan petugas negara dalam mengumpulkan serta membagikan zakat.
Hal ini lebih populer disebut dengan al-Amil atau amil zakat.5 Adapun yang
bersifat wajib adalah zakat. 6 seperti firman Allah swt.:

Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu
kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdo’alah untuk mereka.

Sesungguhnya do’amu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Surat At-Taubah [9]: 103)

: Ambillah (Wahai Muhammad), zakat dari
sebagian harta mereka
: Dan berdo‟alah untuk mereka

: Sesungguhnya do‟a kamu itu
: (Menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka

Dalam Penafsiran M. Quraish Shihab menjelaskan mereka yang mengakui
dosanya sewajarnya dibersihkan dari noda, dan karena sebab utama ketidakikutan
mereka ke medan juang adalah ingin bersenang-senang dengan harta yang mereka
miliki, atau disebabkan karena hartalah yang menghalangi mereka berangkat,
maka ayat ini memberikan tuntunan tentang cara memberisihkan diri, dan untuk
itu Allah swt. memerintahkan Nabi saw. mengambil harta mereka untuk
disedekahkan kepada yang berhak. Salah satu cara pengampunan-Nya adalah
melalui sedekah dan pembayaran Zakat. Selanjutnya mereka di dorong untuk
5

HENDRIANTO, Hendrianto. Kepuasan Muzakki Terhadap Kualitas Pelayanan Zakat Pada BAZ
(Badan Amil Zakat) Kabupaten Kerinci. AL-FALAH : Journal of Islamic Economics, [S.l.], v. 1, n. 2, p.
163-186, dec. 2016. ISSN 2548-3102. Available at:
. Date accessed: 28 apr. 2017.
6
Hardivizon, M.Ag., Buku Daras Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi, (Rejang Lebong: LP2 STAIN Curup,
2015), hal. 84


6

bertaubat baik setelah meninggalkan amal-amal buruk dan agar selalu
berprasangka baik kepada Allah swt.7
Ayat ini dalam konteks uraian tentang Abu Lubabah dan rekan-rekannya,
namun ia berlaku umum. Demikian juga walau redaksi ayat ini tertuju kepada
Rasul saw. namun ia pun bersifat umum, yakni perintah ini ditujukan kepada siapa
pun yang menjadi penguasa. Karena itu, ketika sekelompok orang pada masa
Sayyidina Abu Bakar ra. enggan membayar zakat dengan dalih bahwa perintah ini
hanya ditujukan kepada Rasul saw., dan bukan kepada selain beliau, Sayyidina
Abu Bakar ra. menolak dalih tersebut dan ketika mereka brkras enggan membayar
zakat, beliau memerangi kelompok pembangkang itu.
Beberapa ulama memahami perintah ayat ini sebagai perintah wajib atas
penguasa untuk memungut zakat. Tetapi, mayoritas ulama memahaminya sebagai
perintah sunnah. Ayat ini juga menjadi alasan bagi ulama untuk menganjurkan
para penerima zakat agar mendoakan setiap yang memberinya zakat dan
menitipkannya untuk disalurkan kepada yang berhak.
Sama halnya dengan penafsiran Ibnu Katsir, ia menjelaskan bawa ayat ini
tentang perintah mengambil zakat serta penjelasan tentang manfaatnya. Allah

memerintahkan Rasul-Nya agar mengambil dari harta benda mereka zakat untuk
membersihkan dan menyucikan mereka denganya. Ini berlaku umum, meskipun
sebagian ahli tafsir mengembalikkan dhamir (kata ganti) kepada orang-orang yang
telah mengakui dosa mereka dan mencampuradukkan amal shalih mereka dengan
amal buruk mereka. 8
Berdasarkan tindakan Abu Bakar ini, para ulama berpendapat bahwa
penguasa seharusnya memungut zakat dari orang-orang juga seharusnya
memberikan hukum ta‟zir kepada orang-orang muslim yang enggan berzakat.9
Pensucian adalah pembersihan total terhadap harta dan penambahan
padanya. Maksudnya, peningkatan dan keberkahan pada harta, yatu Allah SWT.
menjadikan pengurangan yang terjadi lantaran dikeluarkannya sebagian harta

7

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000) hal. 706
Tim Pustaka Ibnu Katsir, Shahih Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2014) hal. 303
9
Dr. Kadar M. Yusuf, M.Ag., Tafsir Ayat Ahkam (Jakarta : AMZAH, 2011), hal. 100

8

7

dengan junlah yang ditetapkan dalam ketentuan zakat sebagai sebab
peningkatan.10
Harta itu wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah memenuhi dua syarat,
yaitu sampai nishab dan sampai haul (telah sampai satu tahun). Syarat pertama
berlaku untuk semua jenis harta yang wajib dizakatkan dan syarat yang terakhir
hanya berlaku bagi seluruh hasil usaha selain pertanian atau hasil bumi.11
Zakat bagi muzakki (orang yang berzakat), berfungsi sebagai tathhir dan
tazkiyah. Sebagai tathhir zakat itu menyucikan muzakki dari dosa dan menyucikan

hartanya dari kepunyaan orang lain, sebab harta yang sudah sampai nishab zakat
di dalamnya ada kepunyaan orang lain. Jika zakatnya dikeluarkan maka harta
menjadi bersih dari kepunyaan orang lain, demikian pula sebaliknya. Zakat
berfungsi sebagai tazkiyah. Sebagai tazkiyah berarti zakat itu ishlah (memberikan
kemaslahatan) seperti yang telah disinggung dlam makna mufradat. Kemaslahatan
yang ditimbulkan oleh zakat tidak hanya akan diterima oleh penerima zakat, tetapi
juga kemaslahatan bagi orang yang berzakat. Kemaslahatan bagi orang yang
menerima zakat adalah harta zakat itu sendiri yang dapat mengurangi beban
hidupnya. Sedangkan kemaslahatan bagi orang yang berzakat adalaah ketentuan
dan kenyamanan lahir dan batin. Secara lahir, dia akan disenangi oleh orang
sekitarnya sehingga harta kekayaannya tidak diganggu dan dijarah, paling tidak
oleh masyarakat yang mendapat pembagian zakat darinya. Sebab, mereka merasa
terbantu dengan kehadiran muzakkir tersebut. Dan secara batin, dia akan merasa
lega telah melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah.
Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk mendo‟akan orang-orang yang
berzakat atau bersedekah agar allah memberikan kebajikan, keberkahan, dan
mengampunkan dosa-dosa mereka. Sebab, doa Rasulullah itu dapat memberikan
ketenangan kepada mereka. Mendo‟akan para muzakki ini tentu saja tidak hanya
diperintahkan kepada Nabi, tetapi juga diperintahkan kepada para penerima zakat
lainnya.
Rasulullah Muhammad membangun lembaga zakat sebagai sebuah sistem
untuk menciptakan keadilan ekonomi dan distribusi kekayaan sosial. Pada masa
10
Prof. Dr. Wahbah Az-zuhaili. Tafsir Al-Wasith (Al-Fatihah – At-Taubah), (Jakarta: Gema Insani,
2012) hal. 806
11
Dr. Kadar M. Yusuf, M.Ag., Tafsir Ayat Ahkam (Jakarta : AMZAH, 2011), hal. 82

8

itu, masyarakat Islam merupakan masyarakat yang hidup dalam jalinan
persaudaraan yang kuat dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi berkat
berfungsinya sistem tersebut. Sistm ini diadakan untuk mentrasformasi
masyarakat dengan ketimpangan sosial-ekonomi menjadi masyarakat adil dan
makmur. Sumber-sumber keuangan masyarakat yang terdiri dari zakat, infak,
sodaqoh, pampasan perang (ghanimah), jizyah, kharaj, rikaz, fai‟, bea cukai, serta
waqaf dikelola lewat Bait al-Mal. Sumber-sumber itu terdapat pada para aghniya
(the have) yang disebut sebagai kelompok muzakki, lalu dana yang terhimpun
didistribusikan kepada kelompok masyarakat yang berhak (mustahiq) yang terdiri
dari delapan kelompok.
Surat Al-Baqarah [2] ayat 267 dan surat At-Taubah [9] ayat 103 menjadi
dasar hukum tentang kewajiban zakat. Dua ayat tersebut di atas menyatakan
secara umum keharusan berzakat terhadap harta apa saja yang dimiliki.12
Implikasi dari pernyataan hukum bahwa zakat adalah wajib menjadikan posisi
zakat disejajarkan dengan posisi hukum shalat dalam rukun Islam. Dengan kata
lain, melakasanakan shalat sama wajibnya dengan mengeluarkan zakat, hanya saja
shalat merupakan kewajiban individual sedangkan zakat merupakan kewajiban
sosial. Di dalam Al-qur‟an penyebutan zakat selalu diparelelkan dengan shalat,
sehingga sering ditafsirkan dalam suatu hubungan hamba dengan Allah (hablum
minallah) sedangkan zakat menyangkut hubungan dengan manusia sekaligus

hubungan dengan Allah (hablum minallah wa hablum minannas). Dengan
demikian, posisi shalat dan zakat dalam pandangan Islam memegang peranana
sentral sebagai pilar penegak ajaran Islam di muka bumi.13
Adapun pengalokasian zakatdengan ketentuan yang cermat dan jelas
ditetapkan dalam Al-Qur‟an, yaitu:

12
13

Drs. Abdul Hamid, M.Pd.I., Fikih Zakat, (Rejang Lebong: Lp2 STAIN Curup, 2012), hal. 113
Hj. Umrotul Khasanah, M.Si., Manajemen Zakat Modern , (Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010),

hal 4-5

9

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ” (QS.

At-Taubah [9] : 60)
: Sadaqah (Zakat dan sedekah)
: Hanyalah untuk orang-orang fakir
: Orang-orang Miskin
: Pengurus-pengurus zakat
: Para Mu‟allaf yang di bujuk hatinya
: untuk (memerdekakan) budak
: Orang-orang yang berhutang
: Untuk jalan Allah
: Untuk mereka yang sedang dalam perjalanan

Menurut Tafsir Al-Wasith pada permulan ayat ini, Allah swt. menegaskan
perbatasan alokasi zakat dengan firman-Nya, “Sesungguhnya zakat itu
hanyalah...” makna ayat; zakat wajib hanya menjadi hak umat Islam yang telah
disebutkan dalam ayat ini bukan yang lain. Ini merupakan sanggahan terhadap
orang-orang munafik yang mencela Nabi saw. terkait pembagian zaka, untuk
menjelaskan alokasinya tanpa ada kritikan dari seorang pun tidak pula ada ruang
bagi sanggahan atau pelecehan terhadap Rasul saw. terkait pembagian zakat
wajib. Yaitu, terbatas pada delapan golongan dari umat islam.
Golongan pertama , orang-orang fakir yang kekurangan dan membutuhkan

yang tidak mendapatkan kecukupan bagi mereka, serta tidak memiliki apa pun
baik harta maupun penghasilan yang dapat untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan
mereka. Golongan Kedua ; orang-orang miskin yang memiliki harta namun kurang
dari kecukupan mereka.14

Prof. Dr. Wahbah Az-zuhaili. Tafsir Al-Wasith (Al-Fatihah – At-Taubah), (Jakarta: Gema Insani,
2012) hal. 772
14

10

Golongan Ketiga ; orang-orang yang bertugas memungut zakat dari orang-

orang yang wajib menunaikan zakat. Mereka adalah petugas administrasi dan
pemungut yang diberi mandar oleh pemimpin yang berwenang untuk menarik dan
tugas yang telah ditetapkan untuk itu. Golongan Keempat; orang-oarang yang
hatinya dapat dipengaruhi dan diarahkan, yaitu non-Muslim yang dapat diarahkan
untuk masuk Islam, atau umat Islam yang menunjukkan diri beragama Islam akan
tetapi niat, keyakinan, tekad, dan kemantapan mereka dalam memeluk agama
Islam masih lemah. Maka, mereka diberi bagian dari zakat untuk mengokohkan
dan menguatkan keislaman dan pendirian mereka. Golongan Kelima ; budakbudak, atau budak-budak muslim yang sedang dalam proses pemedekaan oleh
dirinya sendiri maupun dengan adanya kesepakatan dengan tuannya untuk
dimerdekakan jika dia menyerahkan sejumlah harta dalam kurun waktu tertentu.
Golongan keenam; orang yang berhutang, maksudnya orang-orang yang

dililit hutang dan tidak mampu melunasinya, atau orang-orang yang berhutang
sejumlah harta untuk mendamaikan anatara dua kelompok yang bertikai,
meskipun mereka non muslim. Golongan Ketujuh; Fi sabilillah. dijalan Allah
mereka adalah para pejuang yang tidak berhak mendapatkan gaji dari dana yang
di alokasikan untuk menggaji tentara. Mereka diberi bagian untuk keperluan
pembiayaan dalam peperangan meskipun mereka berkecukupan, sebagai
dorongan untuk mereka dalam berjihad. Golongan Kedelapan; Ibnu Sabil, yaitu
musafir yang membutuhkan dan kehabisan perbekalan ditengah jalan serta tengah
meninggalkan negerinya, atau yang hendak berpergian dalam ketaatan bukan
kemaksiatan. Naman dia tidak mampu mencapai tuiuannya kecuali dengan
bantuan. Taat mencakup ibadah haji, jihad, ziarah yang dianjurkan, bukan mubah,
seperti olahraga dan rekreasi. Itulah delapan golongan yang berhak mendapat
zakat bukan yang lain.15

15

Ibid. Hal 773

11

BAB III
KESIMPULAN

Dalam prinsip Islam, kekayaan harus menyandang sistem kesejahteraan
yang betumpu pada zakat sebagai bentuk syukur atas segala anugerah dari Tuhan.
Selain sebagai sarana untuk menyucikan jiwa dan harta, zakat juga merupakan tip
bagi jaminan perlindungan, pengembangan dan pengaturan peredaran serta
distribusi kekayaan. Distribusi kekayaan tidak saja bertujuan agar harta itu tidak
beredar di antara orang-orang kaya saja, akan tetapi untuk membantu
meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang kekurangan dalam memenuhi
kebutuhnya.
Ekonomi Islam bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat bersama.
Pendistribusian kekayaan melalui beberapa instrumen keuangan yang disyariatkan
oleh Islam, diantaranya zakat, sedekah, infak, wakaf, dan hadiah. Instrumen
keuangan ini ada yang bersifat wajib dan ada pula yang sukarela. Dalam arti
seseorang mengeluarkan hartanya untuk diberikan kepada orang lain tanpa ada
timbal balik. Adapun yang bersifat wajib adalah zakat. Zakat disyariatkan untuk
membersihkan diri dari harta yang mungkin didapat dengan cara yang kurang
wajar, mendorong pemiliknya agar bersyukur kepada Allah atas rezeki yang
diberikan-Nya. Yang berhak menerima zakat dalam ayat ini ada 8 golongan yaitu,
oarang fakir, orang miskin, orang-orang yang menjadi amil zakat, Muallaf, Usaha
untuk membebaskan perbudakan, orang yang berhutang, fi sabilillah, dan ibnu
sabil.

12

DAFTAR PUSTAKA
Az-zuhaili, Prof. Dr. Wahbah. 2012. Tafsir Al-Wasith (Al-Fatihah – At-Taubah).
Gema Insani: Jakarta
Hamid, Drs. Abdul M.Pd.I. 2012. Fikih Zakat. Lp2 STAIN Curup: Rejang Lebong
Hardivizon, M.Ag. 2015. Buku Daras Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi. LP2 STAIN
Curup: Rejang Lebong
HENDRIANTO, Hendrianto. Kepuasan Muzakki Terhadap Kualitas Pelayanan
Zakat Pada BAZ (Badan Amil Zakat) Kabupaten Kerinci. AL-FALAH :
Journal of Islamic Economics, [S.l.], v. 1, n. 2, p. 163-186, dec. 2016.
ISSN 2548-3102. Available at: . Date accessed: 28 apr. 2017.
Khasanah, Hj. Umrotul M.Si. 2010. Manajemen Zakat Modern. UIN-MALIKI
PRESS: Malang
Shihab, M. Quraish. 2000. Tafsir Al-Mishbah. Lentera Hati: Jakarta
Tim Pustaka Ibnu Katsir. 2014. Shahih Ibnu Katsir Jilid 2. Pustaka Ibnu Katsir:
Jakarta
Tim Pustaka Ibnu Katsir. 2014. Shahih Ibnu Katsir Jilid 4. Pustaka Ibnu Katsir:
Jakarta
Yusuf, Dr. Kadar M. M.Ag. 2011. Tafsir Ayat Ahkam. AMZAH: Jakarta

13