Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukajaya Kota Sabang Tahun 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau
hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda pada
laki-laki dan perempuan. Untuk pria anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar
hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100 ml dan pada wanita sebagai hemoglobin
kurang dari 12 gram/100 ml (Proverawati, 2011).
Anemia terjadi karena kurangnya zat besi dan asam folat dalam tubuh.
Perempuan yang menderita anemia pada masa kehamilan berpotensi melahirkan bayi
dengan berat badan rendah. Disamping itu, anemia dapat mengakibatkan kematian
baik ibu maupun bayinya pada waktu proses persalinan (Hasmi, 2005).
Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika kadar
sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan karena sel darah merah mengandung hemoglobin,
yang membawa oksigen kejaringan tubuh. Anemia dapat menyebabkan berbagai
komplikasi termasuk kelelahan dan stres pada organ tubuh. (Proverawati, 2011)
2.2 Jenis - jenis Anemia
Secara umum, ada tiga jenis utama anemia, diklasifikasikan menurut ukuran sel
darah merah :
9
a. Jika sel darah merah lebih kecil dari biasanya, ini disebut anemia mikrositik.
Penyebab utama dari jenis ini defisiensi besi (besi tingkat rendah) anemia dan
thalasemia (kelainan bawaan hemoglobin).
b. Jika ukuran sel darah merah normal dalam ukuran (tetapi rendah dalam jumlah),
ini disebut anemia normositik, seperti anemia yang menyertai penyakit kronis
atau anemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal.
c. Jika sel darah merah lebih besar dari normal, maka disebut anemia makrositik.
Penyebab utama dari jenis ini adalah anemia pernisiosa dan anemia yang
berhubungan dengan alkoholisme (Proverawati, 2011).
2.3 Penyebab Anemia
Anemia dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi tiga mekanisme utama yang
menyebabkan anemia adalah:
a.
Penghancuran sel darah merah yang berlebihan
Sel-sel darah normal yang dihasilkan oleh sumsum tulang akan beredar melalui
darah ke seluruh tubuh. Pada saat sintesis, sel darah yang berlebihan belum matur
(muda) dapat juga disekresi ke dalam darah. Sel darah yang usianya muda
biasanya gampang pecah sehingga terjadi anemia (Proverawati, 2011).
b. Kehilangan darah
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya
jumlah darah dalam tubuh, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan
besar dan dalam waktu singkat ini jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi
pada kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya (Sadikin, 2001).
Pada laki-laki dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses
perdarahan akibat penyakit atau trauma, atau akibat pengobatan suatu penyakit.
Sementara pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika
darah yang keluar selama menstruasi sangat banyak akan terjadi anemia defisiensi
zat besi (Arisman, 2004).
c. Penurunan produksi sel darah merah
Jumlah sel darah yang diproduksi dapat menurun ketika terjadi kerusakan pada
daerah sumsum tulang atau bahan dasar produksi tidak tersedia (Proverawati,
2011).
Beberapa faktor kebiasaan dan sosial budaya turut memperburuk kondisi anemia di
kalangan perempuan yaitu :
a. Kurang mengkonsumsi bahan makanan hewani
b. Kebiasaan diet untuk mengurangi berat badan
c. Budaya atau kebiasaan dikeluarga sering menomorduakan perempuan dalam hal
makanan
d. Pantangan tertentu yang tidak jelas kebenarannya seperti perempuan hamil jangan
makan ikan karena bayinya akan bau amis.
e. Kemiskinan yang menyebabkan mereka tidak mampu mengkonsumsi makanan
yang bergizi (Hasmi, dkk, 2005).
Penyebab anemia sangat penting, karena atas dasar penyebab inilah
pengobatan semestinya diberikan. Pengobatan anemia yang diberikan tidak dengan
pengetahuan yang teliti akan menjadi sangat berbahaya. Pada mereka yang cenderung
melakukan otomedikasi (mengobati diri sendiri), apalagi di bawah pengaruh yang
kuat dari informasi sepihak dan tidak lengkap yang diperoleh dari lingkungan
(Sadikin, 2001).
2.4 Tanda dan Gejala Anemia
Tanda dan gejala anemia biasanya tidak khas dan sering tidak jelas seperti :
pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak nafas. Kepucatan bisa diperiksa
pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva palpebra (Arisman, 2004).
Gejala anemia ringan mungkin termasuk yang berikut:
a. Lemah, lesu, pusing
b. Tampak pucat terutama pada gusi dan kelopak mata atau bawah kuku
c. Jantung berdebar nafas pendek
d. Sariawan mulut dan lidah, bilur-bilur atau perdarahan tidak biasa.
e. Mati rasa atau kesemutan didaerah kaki
f. Mual dan diare
g. Keletihan, mudah lelah bilah berolahraga. (Syamsul,2011)
Beberapa tanda yang mungkin menunjukkan anemia berat pada seseorang dapat
mencakup:
a. Perubahan warna tinja
b. Denyut jantung cepat
c. Tekanan darah rendah
d. Frekuensi pernafasan cepat
e. Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena kerusakan sel darah merah
f. Murmur jantung
g. Pembesaran limpa
h. Nyeri dada
i. Pusing atau kepala terasa ringan (terutama ketika berdiri atau dengan tenaga)
j. Kelelahan atau kekurangan energi
k. Sakit kepala
l. Tidak bisa berkonsentrasi
m. Sesak nafas (khususnya selama latihan)
n. Nyeri dada, angina, serangan jantung
o. Pingsan.(Proverawati, 2011).
2.5 Diagnosis Anemia
Pemeriksaan fisik dan riwayat medis juga memainkan peran penting dalam
mendiagnosispenyebab anemia. Beberapa fitur penting dalam sejarah medis meliputi
pertanyaan tentang sejarah keluarga, sejarah pribadi sebelumnya anemia atau kondisi
kronis lainnya, obat, warna tinja dan urin, perdarahan bermasalah dan pekerjaan serta
kebiasaan social (Proverawati, 2011).
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah penentuan derajat anemia
dan pengujian defisiensi zat besi. Penentuan derajat anemia dapat dilakukan melalui
pemeriksaan darah rutin, seperti pemeriksaan HB, Ht, hitung jumlah RBC, bentuk
RBC, jumlah retikulosit sementara uji defisiensi zat besi melalui pemeriksaan feritin
serum, kejenuhan transferin dan protoporfirin eritrosit (Arisman, 2004).
Tes-tes lain mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi masalah medis yang
dapat menyebabkan anemia. Tes darah digunakan untuk mendiagnosa beberapa jenis
anemia yang dapat mencakup:
a. Darah kadar vitamin B12, asam folat, dan vitamin dan mineral
b. Pemeriksaan sumsum tulang
c. Jumlah darah merah dan kadar hemoglobin
d. Hitung terikulosit
e. Kadar feritin
f. Kadar besi (Proverawati, 2011).
2.6 Pencegahan Anemia
Beberapa bentuk umum dari anemia yang paling mudah dicegah dengan
makan makanan yang sehat dan membatasi penggunaan alkohol. Semua jenis anemia
sebaiknya dihindari dengan memeriksakan diri ke dokter secara teratur dan ketika
masalah itu timbul. Darah para lanjut usia secara rutin diperintahkan oleh dokter
untuk selalu dikontrol, bahkan jika tidak ada gejala, sehingga dapat terdeteksi adanya
anemia dan meminta dokter untuk mencari penyebab yang mendasar (Proverawati,
2011).
Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi.
Keempat pendekatan tersebut adalah
a. Pemberian tablet atau suntikan zat besi
b. Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi
melalui makanan
c. Pengawasan penyakit infeksi
d. Mortifikasi makanan pokok dengan zat besi (Arisman, 2004).
2.7 Penatalaksanaan
Pada tataran praktis klinis, jika penyebab anemia sudah ditemukan dan tempat
pendarahan berlangsung sudah berhasil dieliminasi, pengobatan diarahkan untuk
mengganti defisit zat besi dengan garam besi anorganik. Sesungguhnya, masalah
defisiensi zat besi cukup diterapi dengan memberikan makanan yang cukup
mengandung zat besi. Namun, jika anemia sudah terjadi, tubuh tidak akan mungkin
menyerap zat besi dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat. Karena
itu pengobatan selalu menggunakan suplementasi zat besi, di samping tentu saja
menambah jumlah makanan yang kaya akan zat besi dan yang dapat menambah
penyerapan zat besi (Arisman, 2004).
Pengobatan harus ditujukan pada penyebab anemia dan mungkin termasuk:
a. Transfusi darah
b. Kartikosteroid atau obat-obatan lainnya yang menekan sistem kekebalan tubuh
c. Erythropoietin atau obat yang membantu sumsum tulang membuat sel-sel darah
d. Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin dan mineral lainnya
(Proverawati, 2011).
2.8 Anemia dalam Kehamilan
Masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama
haid terakhir (Sarwono, 2006).
Kehamilan di bagi atas 3 triwulan (Trimester), yaitu :
1. Kehamilan trimester 1, di mulai dari konsepsi sampai 3 bulan atau 0 – 12 minggu.
2. Kehamilan trimester II, dari bulan ke empat sampai 6 bulan atau 12 – 24 minggu.
3. Kehamilan trimester III, dari bulan ke tujuh sampai 9 bulan atau 24 – 36 minggu.
(Saifuddin, 2006).
2.9 Pembagian Anemia dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan terbagi beberapa bagian yaitu :
1) Anemia defisiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat
kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat di sebabkan karena gangguan reabsorbsi,
gangguan penggunaan atau karena terlampau banyknya zat besi ke luar dari badan,
misalnya pada perdarahan.
2) Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan dapat disebabkan karena defisiensi
asam folik, jarang sekali karena defisinesi Vitamin B12.
3) Anemia Hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang belakang
kurang mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam
kehamilan.
4) Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar
menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemia biasanya menjadi lebih berat.
Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada
wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia. (Wiknjosastro,2005)
2.10 Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Anemia pada Kehamilan
Penyebab anemia secara umum adalah:
a.
Kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi, misalnya faktor
kemiskinan.
b.
Penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare.
c.
Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang banyak,
perdarahan akibat luka.
Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekuangan zat besi.
Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb. Pada
keadaan normal, tidak semua zat besi dimakan dan diserap setiap hari dari usus kecil
diperlukan segera. Kelebihan itu biasanya disimpan dalam sumsum tulang sehingga
dalam masa stress fisik dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan pembentukan
hemoglobin guna memenuhi kebutuhan meningkat. Salah satu periode stress fisik
adalah kehamilan. Selama kehamilan pertumbuhan janin dan uterus, serta perubahan
yang lain yang terjadi pada ibu yang menyebabkan peningkatan kebutuhan zat makan
yang banyak, khususnya zat besi dan folat. (Tarwoto, 2007)
Karena banyak wanita memulai kehamilannya dengan cadangan makanan yang
tipis, kebutuhan tambahan mereka lebih tinggi dari biasanya, jika karena kekurangan
gizi, kebutuhan itu tidak terpenuhi, kecepatan pembentukan hemoglobin menurun dan
konsentrasinya dalam peredaran darah juga menurun.
Penyebab anemia dalam kehamilan adalah :
a. Defisiensi zat besi dan perdarahan akut.
Ibu hamil cenderung mengalami anemia pada tiga bulan terakhir
kehamilannya karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan zat besi untuk
diri sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir. Pada awal kehamilan, zat
besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin
yang masih lambat.
b. Pengenceran darah
Tidak sebanding bertambahnya dengan plasma dalam kehamilan jumlah darah
bertambah (hyperemia/hipervolumia) karena terjadi pengenceran darah karena sel sel
darah tidak sebanding bertambahnya dengan plasma. Ketika umur kehamilan 4 bulan
keatas, volume darah dalam tubuh ibu akan meningkat 35%, ini karena ekuivalen
dengan 450 mg zat zat besi untuk memprokdusi sel-sel darah merah. Sel darah merah
harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sel-sel darah bertambah 18 %,
hemoglobin bertambah 19%.
c. Meningkatnya Volume sel darah merah total dan massa hemoglobin
Meningkatnya Volume sel darah merah total dan massa hemoglobin
meningkat sekitar 20-30 %. Dimulai pada bulan ke 6 dan mencapai puncak pada
atrem, kembali normal 6 bulan setelah partus. Stimulasi peningkatan 300-350 ml
massa sal merah ini dapat disebabkan oleh hubungan antara hormonal maternal dan
peningkatan eritropoitin selama kehamilan, dimana peningkatan massa sel darah
merah tidak cukup memadai untuk mengimbangi peningkatan volume plasma
menyebabkan terjadinya hidremia kehamilan atau hemodilusi, yang menyebabkan
terjadinya penurunan hematokrit (20-30%), sehingga hemoglobin dari hemotokrit
lebih rendah secara nyata dari pada keadaan tidak hamil.
d. Perdarahan
Adanya perdarahan pada saat trimester 1 dan trimester III dan saat melahirkan
memerlukan tambahan zat besi 300-350 mg akibat kehilangan darah. Mulai dari
kehamilan hingga persalinan, ibu hamil memerlukan zat besi sekitar 800 mg besi atau
2-3 mg besi per hari atau dua kali lipat kebutuhan tidak hamil (Mochtar, 2010).
2.11 Tanda dan Gejala Anemia pada Kehamilan
Tanda dan gejala anemia pada ibu hamil apabila kadar Hb < 7gr% maka
gejala dan tanda anemia akan jelas. Nilai ambang batas yang digunakan untuk
menentukan status anemia ibu hamil berdasarkan kriteria WHO tahun 1972
ditetapkan 3 kategori yaitu:
a.
Normal > 11gr%
b.
Ringan 8-11gr%
c.
Berat
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau
hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda pada
laki-laki dan perempuan. Untuk pria anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar
hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100 ml dan pada wanita sebagai hemoglobin
kurang dari 12 gram/100 ml (Proverawati, 2011).
Anemia terjadi karena kurangnya zat besi dan asam folat dalam tubuh.
Perempuan yang menderita anemia pada masa kehamilan berpotensi melahirkan bayi
dengan berat badan rendah. Disamping itu, anemia dapat mengakibatkan kematian
baik ibu maupun bayinya pada waktu proses persalinan (Hasmi, 2005).
Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika kadar
sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan karena sel darah merah mengandung hemoglobin,
yang membawa oksigen kejaringan tubuh. Anemia dapat menyebabkan berbagai
komplikasi termasuk kelelahan dan stres pada organ tubuh. (Proverawati, 2011)
2.2 Jenis - jenis Anemia
Secara umum, ada tiga jenis utama anemia, diklasifikasikan menurut ukuran sel
darah merah :
9
a. Jika sel darah merah lebih kecil dari biasanya, ini disebut anemia mikrositik.
Penyebab utama dari jenis ini defisiensi besi (besi tingkat rendah) anemia dan
thalasemia (kelainan bawaan hemoglobin).
b. Jika ukuran sel darah merah normal dalam ukuran (tetapi rendah dalam jumlah),
ini disebut anemia normositik, seperti anemia yang menyertai penyakit kronis
atau anemia yang berhubungan dengan penyakit ginjal.
c. Jika sel darah merah lebih besar dari normal, maka disebut anemia makrositik.
Penyebab utama dari jenis ini adalah anemia pernisiosa dan anemia yang
berhubungan dengan alkoholisme (Proverawati, 2011).
2.3 Penyebab Anemia
Anemia dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi tiga mekanisme utama yang
menyebabkan anemia adalah:
a.
Penghancuran sel darah merah yang berlebihan
Sel-sel darah normal yang dihasilkan oleh sumsum tulang akan beredar melalui
darah ke seluruh tubuh. Pada saat sintesis, sel darah yang berlebihan belum matur
(muda) dapat juga disekresi ke dalam darah. Sel darah yang usianya muda
biasanya gampang pecah sehingga terjadi anemia (Proverawati, 2011).
b. Kehilangan darah
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya
jumlah darah dalam tubuh, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan
besar dan dalam waktu singkat ini jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi
pada kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya (Sadikin, 2001).
Pada laki-laki dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses
perdarahan akibat penyakit atau trauma, atau akibat pengobatan suatu penyakit.
Sementara pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika
darah yang keluar selama menstruasi sangat banyak akan terjadi anemia defisiensi
zat besi (Arisman, 2004).
c. Penurunan produksi sel darah merah
Jumlah sel darah yang diproduksi dapat menurun ketika terjadi kerusakan pada
daerah sumsum tulang atau bahan dasar produksi tidak tersedia (Proverawati,
2011).
Beberapa faktor kebiasaan dan sosial budaya turut memperburuk kondisi anemia di
kalangan perempuan yaitu :
a. Kurang mengkonsumsi bahan makanan hewani
b. Kebiasaan diet untuk mengurangi berat badan
c. Budaya atau kebiasaan dikeluarga sering menomorduakan perempuan dalam hal
makanan
d. Pantangan tertentu yang tidak jelas kebenarannya seperti perempuan hamil jangan
makan ikan karena bayinya akan bau amis.
e. Kemiskinan yang menyebabkan mereka tidak mampu mengkonsumsi makanan
yang bergizi (Hasmi, dkk, 2005).
Penyebab anemia sangat penting, karena atas dasar penyebab inilah
pengobatan semestinya diberikan. Pengobatan anemia yang diberikan tidak dengan
pengetahuan yang teliti akan menjadi sangat berbahaya. Pada mereka yang cenderung
melakukan otomedikasi (mengobati diri sendiri), apalagi di bawah pengaruh yang
kuat dari informasi sepihak dan tidak lengkap yang diperoleh dari lingkungan
(Sadikin, 2001).
2.4 Tanda dan Gejala Anemia
Tanda dan gejala anemia biasanya tidak khas dan sering tidak jelas seperti :
pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak nafas. Kepucatan bisa diperiksa
pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva palpebra (Arisman, 2004).
Gejala anemia ringan mungkin termasuk yang berikut:
a. Lemah, lesu, pusing
b. Tampak pucat terutama pada gusi dan kelopak mata atau bawah kuku
c. Jantung berdebar nafas pendek
d. Sariawan mulut dan lidah, bilur-bilur atau perdarahan tidak biasa.
e. Mati rasa atau kesemutan didaerah kaki
f. Mual dan diare
g. Keletihan, mudah lelah bilah berolahraga. (Syamsul,2011)
Beberapa tanda yang mungkin menunjukkan anemia berat pada seseorang dapat
mencakup:
a. Perubahan warna tinja
b. Denyut jantung cepat
c. Tekanan darah rendah
d. Frekuensi pernafasan cepat
e. Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena kerusakan sel darah merah
f. Murmur jantung
g. Pembesaran limpa
h. Nyeri dada
i. Pusing atau kepala terasa ringan (terutama ketika berdiri atau dengan tenaga)
j. Kelelahan atau kekurangan energi
k. Sakit kepala
l. Tidak bisa berkonsentrasi
m. Sesak nafas (khususnya selama latihan)
n. Nyeri dada, angina, serangan jantung
o. Pingsan.(Proverawati, 2011).
2.5 Diagnosis Anemia
Pemeriksaan fisik dan riwayat medis juga memainkan peran penting dalam
mendiagnosispenyebab anemia. Beberapa fitur penting dalam sejarah medis meliputi
pertanyaan tentang sejarah keluarga, sejarah pribadi sebelumnya anemia atau kondisi
kronis lainnya, obat, warna tinja dan urin, perdarahan bermasalah dan pekerjaan serta
kebiasaan social (Proverawati, 2011).
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah penentuan derajat anemia
dan pengujian defisiensi zat besi. Penentuan derajat anemia dapat dilakukan melalui
pemeriksaan darah rutin, seperti pemeriksaan HB, Ht, hitung jumlah RBC, bentuk
RBC, jumlah retikulosit sementara uji defisiensi zat besi melalui pemeriksaan feritin
serum, kejenuhan transferin dan protoporfirin eritrosit (Arisman, 2004).
Tes-tes lain mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi masalah medis yang
dapat menyebabkan anemia. Tes darah digunakan untuk mendiagnosa beberapa jenis
anemia yang dapat mencakup:
a. Darah kadar vitamin B12, asam folat, dan vitamin dan mineral
b. Pemeriksaan sumsum tulang
c. Jumlah darah merah dan kadar hemoglobin
d. Hitung terikulosit
e. Kadar feritin
f. Kadar besi (Proverawati, 2011).
2.6 Pencegahan Anemia
Beberapa bentuk umum dari anemia yang paling mudah dicegah dengan
makan makanan yang sehat dan membatasi penggunaan alkohol. Semua jenis anemia
sebaiknya dihindari dengan memeriksakan diri ke dokter secara teratur dan ketika
masalah itu timbul. Darah para lanjut usia secara rutin diperintahkan oleh dokter
untuk selalu dikontrol, bahkan jika tidak ada gejala, sehingga dapat terdeteksi adanya
anemia dan meminta dokter untuk mencari penyebab yang mendasar (Proverawati,
2011).
Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi.
Keempat pendekatan tersebut adalah
a. Pemberian tablet atau suntikan zat besi
b. Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi
melalui makanan
c. Pengawasan penyakit infeksi
d. Mortifikasi makanan pokok dengan zat besi (Arisman, 2004).
2.7 Penatalaksanaan
Pada tataran praktis klinis, jika penyebab anemia sudah ditemukan dan tempat
pendarahan berlangsung sudah berhasil dieliminasi, pengobatan diarahkan untuk
mengganti defisit zat besi dengan garam besi anorganik. Sesungguhnya, masalah
defisiensi zat besi cukup diterapi dengan memberikan makanan yang cukup
mengandung zat besi. Namun, jika anemia sudah terjadi, tubuh tidak akan mungkin
menyerap zat besi dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat. Karena
itu pengobatan selalu menggunakan suplementasi zat besi, di samping tentu saja
menambah jumlah makanan yang kaya akan zat besi dan yang dapat menambah
penyerapan zat besi (Arisman, 2004).
Pengobatan harus ditujukan pada penyebab anemia dan mungkin termasuk:
a. Transfusi darah
b. Kartikosteroid atau obat-obatan lainnya yang menekan sistem kekebalan tubuh
c. Erythropoietin atau obat yang membantu sumsum tulang membuat sel-sel darah
d. Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin dan mineral lainnya
(Proverawati, 2011).
2.8 Anemia dalam Kehamilan
Masa kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama
haid terakhir (Sarwono, 2006).
Kehamilan di bagi atas 3 triwulan (Trimester), yaitu :
1. Kehamilan trimester 1, di mulai dari konsepsi sampai 3 bulan atau 0 – 12 minggu.
2. Kehamilan trimester II, dari bulan ke empat sampai 6 bulan atau 12 – 24 minggu.
3. Kehamilan trimester III, dari bulan ke tujuh sampai 9 bulan atau 24 – 36 minggu.
(Saifuddin, 2006).
2.9 Pembagian Anemia dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan terbagi beberapa bagian yaitu :
1) Anemia defisiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat
kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat di sebabkan karena gangguan reabsorbsi,
gangguan penggunaan atau karena terlampau banyknya zat besi ke luar dari badan,
misalnya pada perdarahan.
2) Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan dapat disebabkan karena defisiensi
asam folik, jarang sekali karena defisinesi Vitamin B12.
3) Anemia Hipoplastik
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang belakang
kurang mampu membuat sel-sel darah baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam
kehamilan.
4) Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah
berlangsung lebih cepat dari pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar
menjadi hamil, apabila ia hamil, maka anemia biasanya menjadi lebih berat.
Sebaliknya mungkin pula bahwa kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada
wanita yang sebelumnya tidak menderita anemia. (Wiknjosastro,2005)
2.10 Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Anemia pada Kehamilan
Penyebab anemia secara umum adalah:
a.
Kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi, misalnya faktor
kemiskinan.
b.
Penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare.
c.
Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang banyak,
perdarahan akibat luka.
Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekuangan zat besi.
Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb. Pada
keadaan normal, tidak semua zat besi dimakan dan diserap setiap hari dari usus kecil
diperlukan segera. Kelebihan itu biasanya disimpan dalam sumsum tulang sehingga
dalam masa stress fisik dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan pembentukan
hemoglobin guna memenuhi kebutuhan meningkat. Salah satu periode stress fisik
adalah kehamilan. Selama kehamilan pertumbuhan janin dan uterus, serta perubahan
yang lain yang terjadi pada ibu yang menyebabkan peningkatan kebutuhan zat makan
yang banyak, khususnya zat besi dan folat. (Tarwoto, 2007)
Karena banyak wanita memulai kehamilannya dengan cadangan makanan yang
tipis, kebutuhan tambahan mereka lebih tinggi dari biasanya, jika karena kekurangan
gizi, kebutuhan itu tidak terpenuhi, kecepatan pembentukan hemoglobin menurun dan
konsentrasinya dalam peredaran darah juga menurun.
Penyebab anemia dalam kehamilan adalah :
a. Defisiensi zat besi dan perdarahan akut.
Ibu hamil cenderung mengalami anemia pada tiga bulan terakhir
kehamilannya karena pada masa tersebut janin menimbun cadangan zat besi untuk
diri sendiri sebagai persediaan bulan pertama sesudah lahir. Pada awal kehamilan, zat
besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin
yang masih lambat.
b. Pengenceran darah
Tidak sebanding bertambahnya dengan plasma dalam kehamilan jumlah darah
bertambah (hyperemia/hipervolumia) karena terjadi pengenceran darah karena sel sel
darah tidak sebanding bertambahnya dengan plasma. Ketika umur kehamilan 4 bulan
keatas, volume darah dalam tubuh ibu akan meningkat 35%, ini karena ekuivalen
dengan 450 mg zat zat besi untuk memprokdusi sel-sel darah merah. Sel darah merah
harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sel-sel darah bertambah 18 %,
hemoglobin bertambah 19%.
c. Meningkatnya Volume sel darah merah total dan massa hemoglobin
Meningkatnya Volume sel darah merah total dan massa hemoglobin
meningkat sekitar 20-30 %. Dimulai pada bulan ke 6 dan mencapai puncak pada
atrem, kembali normal 6 bulan setelah partus. Stimulasi peningkatan 300-350 ml
massa sal merah ini dapat disebabkan oleh hubungan antara hormonal maternal dan
peningkatan eritropoitin selama kehamilan, dimana peningkatan massa sel darah
merah tidak cukup memadai untuk mengimbangi peningkatan volume plasma
menyebabkan terjadinya hidremia kehamilan atau hemodilusi, yang menyebabkan
terjadinya penurunan hematokrit (20-30%), sehingga hemoglobin dari hemotokrit
lebih rendah secara nyata dari pada keadaan tidak hamil.
d. Perdarahan
Adanya perdarahan pada saat trimester 1 dan trimester III dan saat melahirkan
memerlukan tambahan zat besi 300-350 mg akibat kehilangan darah. Mulai dari
kehamilan hingga persalinan, ibu hamil memerlukan zat besi sekitar 800 mg besi atau
2-3 mg besi per hari atau dua kali lipat kebutuhan tidak hamil (Mochtar, 2010).
2.11 Tanda dan Gejala Anemia pada Kehamilan
Tanda dan gejala anemia pada ibu hamil apabila kadar Hb < 7gr% maka
gejala dan tanda anemia akan jelas. Nilai ambang batas yang digunakan untuk
menentukan status anemia ibu hamil berdasarkan kriteria WHO tahun 1972
ditetapkan 3 kategori yaitu:
a.
Normal > 11gr%
b.
Ringan 8-11gr%
c.
Berat