Hubungan Hs-Crp Dengan Ketebalan Tunikaintima Media Arteri Karotis Komunis Berdasarkan Pemeriksaan Usg Pada Penderita Angina Pektoris Stabil

6

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. C-Reactive Protein (CRP)
2.1.1.Definisi
C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang
terdapat dalam serum normal dalam jumlah yang sangat sedikit (1ng/L).
Dalam keadaan tertentu dengan reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan baik
yang disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan infeksi, kadar
CRP dapat meningkat sampai100kali.10

2.1.2. Sejarah
Pada tahun 1930 William Tillet dan Thomas Francis di Institut
Rockefeller mengobservasi substansi dalam serum penderita Pneumonia
pneumokokkus. Serum penderita membentuk presipitasi ketika dicampur
dengan Capsular (C) Polisakarida dari dinding sel Pneumococcus. Aktivitas
‘C-reactive’ ini tidak dijumpai pada orang yang sehat. MacLeod dan Avery
kemudian menemukan substansi ini suatu protein dan menambahkan nama
‘acute phase’ di akhir. Lofstrom menemukan respon phase akut yang mirip
pada keadaan inflamasi akut dan kronik, dan kemudian diakui menjadi CRP

yaitu protein phase akut yang nonspesifik.11,12

2.1.3. Struktur dan sintesis

Universitas Sumatera Utara

7

Gen CRP terletak pada pertama kromosom (1q21-Q23A). CRP adalah
protein 224-residu dengan massa molar dari monomer 25.106 Da. Protein ini
merupakan disc pentramericannular dalam bentuk dan anggota kecil family
pentraxins.suatu

protein

pengikat

kalsium

dengan


sifat

pertahanan

imunologis.13
Gambar 2.1. Struktur CRP

Sumber:W. Saunders(2003)

CRP merupakan marker inflamasi yang diproduksi dan dilepas oleh
hati dibawah rangsangan sitokin-sitokin seperti Interleukin 6 (IL-6), Interleukin
1 (IL-1) dan Tumor Necroting Factor α (TNF-α). Hanya colchicine yang dapat
menghambat produksi CRP

sedangkan obat

immunosupresif

seperti


cortikosteroid dan yang lainnya atau obat anti radang (Non Steroid Anti
Inflamation Drug) tidak dapat menghambat sekresinya.14
Sintesa CRP di hati berlangsung sangat cepat setelah ada sedikit
rangsangan, konsentrasi serum meningkat diatas 5mg/L selama 6-8 jam dan
mencapai puncak sekitar 24-48 jam. Waktu paruh dalam plasma adalah 19
jam dan menetap pada semua keadaan sehat dan sakit, sehingga satusatunya penentu konsentrasi CRP di sirkulasi adalah menghitung sintesa

Universitas Sumatera Utara

8

dengan demikian menggambarkan secara langsung intensitas proses patologi
yang merangsang produksi CRP. Kadar CRP akan menurun tajam bila proses
peradangan atau kerusakan jaringan mereda dan dalam waktu sekitar 24-48
jam telah mencapai nilai normal kembali. CRP mempunyai sifat stabil dalam
jangka lama pada waktu penyimpanan, mempunyai half life yang panjang,
tidak dipengaruhi variasi diurnal, tidak dipengaruhi oleh usia dan jenis
kelamin.11,15,18
Untuk penyebab infeksi bakteri/virus, trauma, pembedahan, luka bakar,

penyakit keganasan, kerusakan jaringan maupun penyakit autoimmun, kadar
CRP biasanya mencapai >10 mg/L. Kadar CRP juga meningkat pada
penyakit hipertensi, diabetes, dislipidemia, merokok maupun adanya riwayat
penyakit jantung. CRP sangat berguna untuk menegakkan diagnostik
inflamasi maupun penyakit infeksi.15

2.1.5. Cara Pemeriksaan
Ada banyak cara yang dapat dipakai untuk penentuan CRP. Beberapa
cara yang sering dikerjakan di Indonesia khususnya RSUP H.Adam Malik
Medan adalah:
a. Cara Aglutinasi Latex.
b. Imunoassay,biasanya dipakaiteknik Double Antibody Sandwich ELISA.
c. high sensitivity C-Reactive Protein(hs-CRP).15,16

2.2. high sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP)

Universitas Sumatera Utara

9


hs-CRP merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur konsentrasi
CRP yang sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan range
pengukuran antara 0,1-20 mg/L. Baik untuk memeriksa adanya suatu
inflamasi derajat rendah (low level inflammation).Pemeriksaan hs-CRP yang
sangat sensitif inidapat digunakan untuk memperkirakan risiko PJK dimana
proses aterosklerosissebagai penyebab utama PJK terjadi proses inflamasi
derajat rendah dan tidakmenyebabkan kadar CRP yang tinggi.
Pada dasarnya, tes ini dianjurkan padaorang-orang yang memiliki
tingkat risiko tinggi terhadap penyakit jantung, yaitupernah mengalami
serangan jantung, memiliki keluarga dengan riwayat penyakitjantung,
dislipidemia, diabetes, hipertensi, wanita menopause, perokok danobesitas
serta kurang melakukan aktivitas fisik.17,18,19

AHA/CDC merekomendasikan hs-CRP dengan alasan:
a. hs-CRP adalah indikator global kejadian kardiovaskular di masa depan
pada

orang

dewasa


tanpa

riwayat

penyakit

kardiovaskuler

sebelumnya.
b. hs-CRP meningkatkan penilaian risiko dan hasil terapi dalam
pencegahan penyakit kardiovaskular.
c. hs-CRP

bermanfaat

sebagai

marker


independen

untuk

mengevaluasikemungkinan kejadian kardiovaskular berulang, seperti
infark miokard ataurestenosis, setelah intervensi koroner perkutan.

AHA/CDC membagi nilai cut off kadar hs-CRP berdasarkan risiko kejadian

Universitas Sumatera Utara

10

kardiovaskular yaitu :
a. hs-CRP < 1,0 mg/L

: Risiko terkena PJK rendah.

b. hs-CRP 1,0 - 3,0 mg/L


: Risiko terkena PJK sedang.

c. hs-CRP > 3,0 mg/L (< 10 mg/L)

: Risiko terkena PJK tinggi.20,31

Studi yang mendukung hs-CRP sebagaiprediktor penyakit koroner pada
penderita yang sebelumnya terdiagnosis penyakit coroner:
a. ECAT (European Concerted Action on Throbosis and Disabilities):
pasien stable angina dan unstable angina terjadi kenaikan hs-CRP
dikaitkan dengan kenaikan risiko relatif sebesar 45% pada infark
miokard dan kematian akibat penyakit jantung mendadak 95%.
b. CARE (Cholesterol and Recurrent Events): Konsentrasi hs-CRP pada
kuintil tertinggi dimana 80% kemungkinan untuk terkena penyakit
koroner kurun waktu 5 tahun.21

2.2.1. Pemeriksaan Kadar hs-CRP dengan alat Cobas 6000 C 501
analyzer
a. Prinsip dan Metode Pemeriksaan.
Imunoturbidimetri: Merupakan cara penentuan yang kuantitatif. CRP

dalam

serum

akan mengikat

antibodi spesifik

terhadap CRP

membentuk suatu kompleks immun. Kekeruhan (turbidity) yang terjadi
sebagai akibat ikatan tersebut diukur secara fotometris. Konsentrasi
dariCRPditentukan

secara

kuantitatif

dengan


pengukuran

turbidimetrik.17
Gambar 2.2. Prinsip pemeriksaan hs-CRP dengan metode

Universitas Sumatera Utara

11

Particle Enhanced Immunoturbidimetry

Sumber : Roche Diagnostic GmbH. CRPHS (2011).17

b. Cara Pemeriksaan Imunoturbidimetri.
Konsentrasi dari CRP ditentukan secara kuantitatif dimana dapat
mengukur kadar sampai < 0,2-0,3 mg/L sehingga disebut dengan high
sensitivity C-Reaktive Protein (hs-CRP).Metode berdasarkan reaksi
antara antigen dan antibodi dalam larutan buffer dan diikuti dengan
pengukuran intensitas sinar dari suatu sumber cahaya yang diteruskan
melalui proses imuno presipitasi yang terbentuk dalam fase cair. Dalam

penelitian ini memakai metode imunoturbidimetri menggunakan reagen
Cardiac C-Reactive Protein (latex) High Sensitive-Roche.15,17

c. Prosedur pemeriksaan hs-CRP

Universitas Sumatera Utara

12

Prinsip : Sampel ditambah dengan R1 (buffer) kemudian ditambah
R2(latex antibodi anti CRP) dan dimulai reaksi dimana antibodi anti
CRP yang berikatan dengan mikropartikel latex akan bereaksi dengan
antigen dalam sampel untuk membentuk kompleks Ag-Ab. Presipitasi
dari kompleks Ag-Ab ini diukur secara turbidimetrik.17

2.3.

PENYAKIT JANTUNG KORONER

2.3.1. Definisi
Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit yang disebabkan suatu
kondisi ketidak seimbangan antara penyaluran oksigen ke miokardium dan
kebutuhan oksigen yang sering disebabkan oleh obstruksi penyakit
aterosklerosis dari arteri koroner epikardial.

22,23

2.3.2. Patogenesis
Teori aterosklerosis sebagai respon terhadap jejas merupakan
penjelasan aterogenesis yang paling diterima. Menurut teori ini aterosklerosis
merupakan respon inflamasi kronik dinding pembuluh darah arteri terhadap
jejas endotel.
Penyebab jejas endotel pada aterosklerosis awal yang mungkin
diantaranya LDL yang teroksidasi, agen infeksius, toksin, produk samping
asap rokok, hiperglikemia, dan hiperhomosisteinemia. Sitokin inflamasi
(seperti TumorNecrosis Factor atau TNF) dapat juga memacu ekspresi gen
pro-aterogenik didalam sel endotel. Namun demikian,dua penyebab yang

Universitas Sumatera Utara

13

paling penting dari disfungsi endotel adalah gangguan hemodinamik dan
hiperkolesterolemia.25,26
Tanda awal aterosklerosis adalah fatty streak atau goresan lemak,
sebagai hasil akumulasi fokal lipoprotein serum di dalam tunika intima dinding
pembuluh darah. Fatty streak secara fisiologis ditemukan pada anak-anak
sejak umur 1 tahun, namun tidak semua fatty streak berkembang menjadi lesi
fibrotik. Lesi awal ini jumlahnya semakin banyak pada usia 8-18 tahun dan
berkembang lebih lanjut saat seseorang berumur sekitar25tahun. Selanjutnya
prevalensi komplikasiakan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia.26
Fatty streak dapat berlanjut menjadi plak fibrous atau ateroma pada
lokasi dimana terjadi jejas endotel.27Plak fibrous merupakan penyebab
terjadinya manifestasi klinik aterosklerosis. Plak ini terdiri atas akumulasi
monosit,makrofag, sel busa, limfosit T, jaringan ikat, debrisdan kristal
kolesterol.27
Hiperlipidemia

kronik,

terutama

hiperkolesterolemia,

menyebabkanaktivasi fokal endotel arteri. Kadar kolesterol LDL yang tinggi
menyebabkan semakin banyak LDL yang terakumulasi di dalam subendotel
tunika intima arteri. Sel endotel dapat rusak karena meningkatnya produksi
lokal spesi oksigen reaktif oleh makrofag dan sel-sel endotel sebagai
mekanisme pertahanan.26
Radikal bebas juga mempercepat penguraian nitrit oksida, sehingga
kemampuan vasodilatasi pembuluh darahakan terganggu. Agregasi trombosit

Universitas Sumatera Utara

14

lebih mudah terjadi, daya adherens leukosit meningkat, memicu proliferasi sel
otot polosdan meningkatkan deposisi LDL.26,28
LDL yang terperangkap akan dioksidasi oleh radikal bebas. LDL
teroksidasi kemudian dimakan oleh monosit menjadi makrofag yang nantinya,
bersama otot polos yang terproliferasi, membentuk sel busa atau foam cell.
LDL teroksidasi juga memacu pelepasan faktor-faktor pertumbuhan atau
growthfactors, sitokindan kemokin oleh sel-sel endotel dan makrofag yang
semakin meningkatkan jumlah monosit yang masuk ke tempat lesi.24,26
Sel endotel yang mengalami jejas juga akan menghasilkan molekul
adhesi sel vascular atau vascular cell adhesion molecule 1 (VCAM-1) yang
akan mengikat monosit dan sel T. Oleh pengaruh kemokin lokal yang
dihasilkan, setelah sel-sel ini menempel endotel, mereka berpindah ke tunika
intima.24
Limfosit T berinteraksi dengan makrofag dan menimbulkan inflamasi
kronik. Hal ini akan semakin menstimulasi makrofag, sel-sel endotel dan selsel otot polos (SMC) untuk melepaskan growth factors yang menyebabkan
proliferasi sel otot polos dan sintesis matriks ekstraseluler (ECM). Proliferasi
SMC dan deposisi ECM mengubah garis lemak menjadi ateroma matur dan
berkontribusi terhadap pertumbuhan lesi aterosklerotik yang progresif.24,29
Plak aterosklerotik terdiri atas tutup fibrotik dan inti nekrotik atau
necrotic core. Tutup fibrotik berisi sel otot polos, kolagen, elastin, jaringan
subendoteliumdan tunika media, makrofagdan sel limfositT. Dibawah tutup
fibrotik terdapatinti nekrotik yang mengandung lipid, debris sel yang mati,
foam sel, fibrin danprotein plasma lainnya.24,30

Universitas Sumatera Utara

15

Gambar 2.3.Patogenesis inflamasi pada aterosklerosis

7 Tahapan perkembangan suatu plak aterosklerotik, Pertama LDL bergerak ke
subendothelium dan teroksidasi oleh makrofag dan SMCs (1 dan 2). Pelepasan
faktor pertumbuhan dan sitokin menarik monosit (3 dan 4). Akumulasi sel busa dan
proliferasi SMCs menyebabkan pertumbuhan plak (6,7 dan 8).
47

Sumber : David P Faxon dkk (2004).

2.3.3. Faktor Risiko
Berdasarkanpravalensinya,AmericanHeart

Assocciation

(AHA)mengelompokkan faktor risiko aterosklerosis menjadi faktor risiko
mayor dan faktor risiko minor. Sedangkan faktor risiko mayor sendiri
dikelompokkan lagi menjadi faktor risiko mayor yang dapat dimodifikasi
(modifiable) dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable)
seperti umur, jenis kelamindan genetik.25,27,31
a. Faktor Risiko Mayor Modifiable
1. Hiperkolesterolemia: Plak aterosklerotik mengandung lemak yang
kaya kolesterol dan ester kolesterol. Kolesterol ini terbukti berasal dari
kolesterol darah. Penelitian menunjukkan risiko terkena penyakit
iskemik makin meningkat pada kadar kolesterol yang makin tinggi.

Universitas Sumatera Utara

16

2. Hipertensi:Peningkatan tekanan pembuluh darah,baik sistole maupun
diastole, merangsang peningkatan risiko aterosklerosis. Hipertensi
mempercepat proses aterosklerosis.
3. Merokok: Ditemukan hubungan antara merokok dengan komplikasi
aterosklerosis, yaitu penyakit jantung iskemik. Merokok berkaitan
dengan bertambahnya progresi lesi aterosklerotik 50% lebih cepat
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Radikal bebas asap
rokok dapat menyebabkan jejas endotel.
4. Diabetes Mellitus: Diabetes secara tidak langsung menyebabkan
aterosklerosis melalui proses dislipidemia. Kelainan metabolik ini
menyebabkan aterosklerosis pada usia dini dan mempercepat
progresivitasnya.
5. Kurang aktifitas dan obesitas: Berkaitan dengan meningkatnya kadar
trigliserida dan kolesterol darah.
b. Faktor Risiko Minor :
1. Stress emosional.
2. Diet dan Nutrisi.
3. Alkohol.32,33,34

Universitas Sumatera Utara

17

2.3.4. Klasifikasi
PJK (penyakit jantung koroner) umumnya dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu:
a. Chronic stable angina (Angina Pectoris Stabil ; APS).
b. Acute Coronary Syndrome(ACS) adalah suatu sindrom klinis yang
bervariasi, dan biasanya dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Unstable Angina (Angina Pectoris Tidak Stabil ; APTS).
2. Acute non ST elevasi (Acute Nstemi).
3. Acute ST elevasi (Acute Stemi).24

2.3.5. Angina Pektoris Stabil (APS)
a. Definisi:
Merupakan tipe angina paling umum. Terjadi karena jantung bekerja
lebih keras dari biasanya. Memiliki pola yang teratur. Setelah beberapa
episode, kita dapat mempelajarinya dan kemudian mengenali kapan
angina tersebut akan terjadi. Nyeri biasanya hilang dalam beberapa
menit setelah istirahat atau meminum obat angina. Angina stabil bukan
serangan jantung, tetapi merupakan tanda adanya ancaman serangan
jantung (infark) dimasa yang akan datang.
b. Etiologi:
Aktivitas fisik merupakan penyebab utama nyeri dan ketidaknyamanan
dari angina stabil. Ketika kebutuhan otot jantung terhadap oksigen
rendah (misalnya saat duduk) maka walaupun penyempitan arteri
sudah parah tapi darah yang mengalir masih mampu memenuhi

Universitas Sumatera Utara

18

kebutuhan oksigen. Tapi jika aktivitas meningkat, misalnya saat
berjalan atau menaiki tangga, aktivitas jantung meningkat dan
kebutuhan oksigenpun meningkat, sehingga arteri tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan oksigenasi jantung. Penyebab yang lain meliputi:
Stress emosional, terpapar suhu sangat panas atau sangat dingin,
makan terlalu banyakdan merokok.
c. Tanda dan Gejala
Nyeri dan ketidaknyamanan memiliki karakteristik:
- Terjadi ketika jantung harus bekerja lebih keras, biasanya selama
aktivitas fisik.
- Bisadiperkirakandatangnya,

setiap

episode

nyeri

memiliki

kemiripanatau cenderung sama.
- Biasanya berlangsung singkat (5 menit atau kurang).
- Menurun atau hilang dengan istirahat atau obat angina.
- Terasa seperti kembung atau indigestion.
- Bisa dirasakan seperti nyeri dada yang menyebar ke lengan,
punggung atau tempat lain.
Gejala seperti mual, fatigue, nafas pendek, berkeringat, nyeri
kepala ringan, atau kelemahan bisa juga terjadi.
d. Pemeriksaan Fisik:
Tak ada hal yang spesifik pada pemeriksaan fisik. Kebanyakan normal
pada kebanyakan pasien. Mungkin pemeriksaan fisik yang dilakukan
waktu nyeri dada dapat menemukan adanya aritmia, gallop bahkan
murmur, split S2 paradoksal, ronki basah dibagian basal paru yang

Universitas Sumatera Utara

19

menghilang lagi pada waktu nyeri sudah berhenti. Yang dapat
membantu pada pemeriksaan fisik adalah penemuan adanya tandatanda

aterosklerosis

umumnya

seperti

sklerosis

arteri

carotis,

aneurisma abdominal, nadi dorsum pedis/tibialis posterior tidak teraba,
penyakit valvular karena sklerosis, adanya hipertensi, LVH.
e. Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan

yang

diperlukan

adalah

Hb,

Ht,

trombosit,

dan

pemeriksaan terhadap faktor resiko koroner seperti gula darah, profil
lipid dan penanda inflamasi akut bila diperlukan, yaitu bila nyeri dada
cukup berat dan lama, seperti CK/CKMB, CRP/hs-CRP, Troponin.
f. Diagnostik:
didapati dari anamnese penderita, pemeriksaan laboratorium, EKG
(biasa didapati normal), angiografi koroner untuk melihat penyumbatan
(yang harus dilakukan) dan stress testing.24

Angina Pektoris Stabil menurut ACC/AHA 2002 adalah sindroma klinis
dengan karakteristik adanya rasa tidak nyaman didada, rahang, bahu,
punggung atau lengan yang semakin memberat bila beraktivitas atau adanya
stres emosional dan hilang dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin.

.

Universitas Sumatera Utara

20

2.4. C-Reactive Protein (CRP) pada Aterosklerosis
Menurut Khreiss dkk, CRP berbentuk pentamer mengalami dissosiasi
menjadi monomer sebelum dapat merangsang terjadinya inflamasi.39
C-reactive protein yang ada dalam sirkulasi berbentuk sebagai disc
shaped pentamer dan mengalami dissosiasi (terurai) melalui terpaparnya
terhadap lemak bioaktif membran sel dari platelet-platelet yang diaktifkan dan
sel-sel yang nekrosis dan apoptosis. Sebagai hasilnya yaitu monomer CRP
(mCRP) kemudian memberi efek proinflamasi seperti digambarkan dibawah
ini.41
Gambar 2.4. Peran CRP pada Aterosklerosis

Sumber :Vinayak Hegde and Ishmael Chin (2012).41

Universitas Sumatera Utara

21

CRP memberikan efek proatherogenik dan proinflamatori secara
langsung dan bekerja sebagai mediator langsung pada gangguan fungsi
endotel. CRP pada kadar tertentu sebagai prediktor terjadinya risiko penyakit
kardiovaskular yang secara langsung menurunkan produksi NO sebagai
relaksan di sel endotelial melalui sintesa endothelial NO (eNOS). Dengan
berkurangnya kadar NO, CRP menghambat angiogenesis dan merangsang
apoptosis sel endotel. CRPjuga mengawali pelepasan endothelium-derived
contracting factor endothelin-1 (ET-1) yang juga memberikan responterhadap
CRP untuk menginduksi upregulationadhesion molecule (ICAM-1). CRP juga
meregulasi ulang pelepasan MCP-1. Bukti menunjukkan bahwa CRP juga
meningkatkan upregulasi NF-κB pada atherosklerosis. Dalam proses
atherogenik, CRP secara langsung menaikkan uptake LDL alami ke dalam
makrofag.41
Low Density Lipoprotein (LDL) dapat lewat masuk dan keluar dari
Intima, tetapi ketika dijumpai jumlahnya berlebih, cenderung terperangkap di
dalam matriks melalui ikatan dengan Proteoglycan. Pada saat jumlah
antioksidan terbatas, lemak-lemak dan protein LDL adalah subjek oksidasi
melalui turunan produk-produk oksidatif dari sisa sel-sel dalam dinding
pembuluh darah, protein LDL sebagai subjek juga mengalami proses glikasi.
Sehingga terjadi kenaikan Minimally Modified-LDL (MM-LDL) dimana akan
mengalami oksidasi lanjut menjadi Oxidized-LDL.42
Masuknya sel-sel Monosit dan Limfosit T sebagai respon inflamasi
terhadap Modified-LDL adalah tahap awal pembentukan lesi aterosklerosis.
Adhesion Molecules Spesific seperti Von Willebrand Factor, Selectindan

Universitas Sumatera Utara

22

VCAM-1, ditampilkan di permukaan sel-sel endotel pembuluh darah yang
diaktifkan Mediated Leukocyte Adhesion. Sel-sel mononukleus masuk secara
langsung ke dinding arteri melalui Chemoattractant Chemokine seperti
Monocyte Chemoattractant Protein-1 (MCP-1). Partikel-partikel LDL yang
terperangkap di intima cenderung mengalami oksidasi yang progresif,
membuat mereka dapat dikenal oleh reseptor-reseptor scavenger makrofag
sehingga Modified-LDL menjadi target-target internalisasi oleh sel-sel ini.42
Pada pengambilan ekstensive Modified LDL melalui reseptor-reseptor
scavenger (CD36 dan SR-A), makrofag akhirnya masuk ke dalam sel foam.
Proses differensiasi ini kemungkinan dipercepat oleh MCSF (Macrophage
Colony Stimulating Factor), Lipopolisakarida (LPS) melalui reseptor CD14
dalam hubungannya dengan Toll-Like Receptor 4 (TLR-4) oleh HSP-60 (Heat
Shock Protein)melalui CD14, dan oleh Platelet Activity Factor (PAF) dan
sitokin-sitokin yang di lepas dari makrofag secara autokrin.42
Peroxisome Proliferator-Activated Receptor-γ (PPAR-γ) diaktifkan oleh
LDL, penting untuk upregulasi CD36 dan downregulation pelepasan sitokinsitokin. Dalam proses pembentukan sel foam, sitokin-sitokin dilepaskan dari
makrofag dan sel Limfosit T di dalam sel-sel otot polos dan sel endotel.
Mobilisasi sel Limfosit T dan interferon-γ (IFN-γ) aktivasinya mensekresikan
sitokin-sitokin dimana peran utama makrofag yang membuat mereka lebih
mudah kenal dengan TLR. Sel Limfosit T juga mengekspresikan ligand CD40
dalam makrofag. Chemoattractantyang dilepas dari LDL, makrofag, dan selsel foam. (MCP-1) mempercepat pengambilan monosit lebih banyak lagi ke
tunika intima.42

Universitas Sumatera Utara

23

2.5.Pengukuran Ketebalan Tunika Intima Media arteri karotisdenganUSG
B-Mode
2.5.1. Definisi
Pengukuran ketebalan intima media arteri karotisdengan USG B-Mode
secara tepat mengukur ketebalan gabungan dari lapisan intima dan media
dari dinding arteri karotissecara non invasif, akurat dan dapat direproduksi.
IntimaMedia Thickness(IMT) arteri karotis dianggap sebagai fenotip perantara
untuk penanda awal aterosklerosis. Peningkatan IMT arteri karotis dikaitkan
dengan faktor risiko vaskular dan penyakit jantung koroner. Hal ini digunakan
untuk identifikasi dan kuantifikasi penyakit vaskular subklinis dan untuk
mengevaluasi risiko penyakit kardiovaskular. Plakjuga dapat divisualisasikan
selama pemeriksaan dan tidak melibatkan paparan radiasi pengion.
Penuaan arteri karotis dinilai dengan IMT. Meningkatnya ketebalan
dinding arteri karena penuaan akibat usia menyebabkan perubahan selular
dan biokimia terkait usia yang menyebabkan penebalan progresif lapisan
intima dan media. Studi mengindikasikan bahwa penuaan arteri yang
merefleksikan peningkatan IMT karotis, terkait dengan faktor risiko penyakit
vaskuler aterosklerotikdan bahwa pengaruh genetik dan lingkungan juga
memberi kontribusi. Bahkan pada anak usia 5-12 tahun, IMT arteri karotis
lebih tinggi pada riwayat keluarga dengan infark miokard (MI) dibanding
kontrol.36,40

Gambar 2.5. USG B-Mode arteri karotis komunis

Universitas Sumatera Utara

24

Sumber : Baroncini LA, Oliveira A (2008).40

2.5.2. Pengukuran CIMT
Metode pencitraan CIMT membutuhkan perhatian pada anatomi arteri
karotis, parameter USG dan protokol standar pengukuran yang dibandingkan
dengan populasi umum. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pengukuran
CIMT yang valid dan dapatdireproduksi. Layar plak arteri karotis secara rinci
direkomendasikan dengan perhatian khusus pada arteri karotis komunis dan
arteri karotis interna. Jika plak berpotensi obstruktif diidentifikasi, dilakukan
pemindaian aliran dupleks arteri karotis.37,40
Konsensus Mannheim ketebalan Karotid Intima-Media (2004-20062011) : Konsensus Mannheim membakukan metode yang digunakan dalam
pengukuran CIMT.37

Gambar 2.6. Pengukuran IMT sesuai konsensus Mannheim

Universitas Sumatera Utara

25

Sumber : Touboul PJ dkk (2012).39

Plak aterosklerosis secara signifikan meningkatkan ketebalan dinding
arteri. Konsensus Mannheim ketebalan intima-media mendefinisikan sebagai
sebuah plak CIMT terisolasi ≥ 1,5 mm atau > 50% dari IMT sekitarnya, namun
beberapa dokter mempertimbangkan ketebalan maksimal paling sedikit 1 mm
indikasi plak. Karena CIMT dapat mengidentifikasi aterosklerosis dengan atau
tanpa stenosis, merupakan alat yang sangat baik untuk menentukan non
obstruktif aterosklerosis. Hal ini penting karena telah terbukti bahwa sebagian
besar kejadian kardiovaskuler yang melibatkan plak arteri non stenotik. Jadi
CIMT dapat mendeteksi proses penyakit aterosklerotik dan aterosklerosis
subklinis.38,40
Konsensus Mannheim 2004-2006-2011 merekomendasikan definisi
berikut untuk karateristik USG IMT dan arterosklerosis plak:
a. IMT dengan pola garis ganda divisualisasikan oleh echotomografi pada
kedua dinding arteri karotis komunis pada penampang longitudinal.
Dibentuk oleh dua garis sejajar paralel, yang terdiri dari dua batas
anatomi : permukaan lumen intima dan media-adventitia.

Universitas Sumatera Utara

26

b. Plak adalah struktur yang melebihi dari lumen arteri sekurangnya 0,5
mm atau 50% dari nilai seputarnya IMT, atau ketebalan >1,5 mm
diukur dari permukaan media adventitia sampai permukaan lumen
intima. Definisi ini menunjukkan klasifikasi lesi arteri karotis komunis
yang diamati dengan USG.39,40

2.5.3. Lokasi pengukuran CIMT
Arteri karotis komunis dapat dinilai hampir setiap pasien. Pemeriksaan
arterikarotis interna dan bulbus karotikus tergantung baik pada topografi
anatomi pasien dan pada keahlian sonografer.
a. Pengukuran IMT hanya dilakukan pada daerah bebas plak dimana
pola garis ganda diamati. Keuntungannya adalah pengukuran lebih
mudah, lebih akurat, mudah direproduksi dan dapat distandarisasi
dengan komputerisasi.
b. IMT dapat diukur didalam lumen arteri karotis komunis, bulbus dan
arteri krotis interna.
c. Dalam rancangan penelitian yang meliputi ketebalan dinding, nilai
diperoleh dari tempat yang berbeda dari arteri karotid harus
didokummentasikan secara terpisah.39,40

Universitas Sumatera Utara

27

2.5.4. Analisis CIMT
Akuisisi arteri karotiskomunis dengan USG B-Mode harus dilakukan
sebagaiberikut. Peralatan standar termasuk USG B-Mode resolusi tinggi
sistem operasi dengan transduser linier pada frekuensi >7MHz. Sesuai
kedalaman fokus (misalnya 30-40 mm), frame rate optimal 25 Hz (>15 Hz),
dan

pengaturanT-Gain

(meminimalkanartefak

intra

luminal)

yang

direkomendasikan untuk mendapatkan kualitas gambar yang optimal. Log
gain harus sekitar 60 dB. Harus disesuaikan untuk mendapatkan kecerahan
yang simetris didinding dekat dan jauh, menurun jikaT-Gain digerakkan ke
tengah.
Berikut rekomendasi protokol scanning IMT karotid :
a. Segmen dinding arteri harus dinilai dalam tampilan memanjang, tegak
lurus dengan beam transduser aUSG, dengan kedua dinding jelas
divisualisasikan untuk pengukuran diameter. Probe lateral dianjurkan
untuk pencitraan terbaik dilapangan tengah, dimana resolusi diketahui
lebih besar daripada dilapangan dekat atau jauh. Pencitraan arteri
tampilan horizontal juga dianjurkan untuk memperoleh permukaan
yang optimal antara darah dan struktur vaskular, pada segmen
terpanjang. Lokalisasi diperlukan untuk membantu dalam reposisi
kembali selama follow-up.
b. IMT diukur sebaiknya didinding jauh. Hal ini karena nilai IMT dari
dinding dekat tergantung pada pengaturan T-gain dan kurang dapat
diandalkan. Jika diambil pada dinding dekat, IMT harus diukur secara
terpisah dari IMT dinding jauh.

Universitas Sumatera Utara

28

c. Sepanjang minimal 10 mm dari segmen arteri, akuisisi gambar
berkualitas tinggi diperlukan untuk reproduksi pengukuran serial.
Karena

pembuluh

darah

berliku-liku,

pengukuran

IMT

hanya

dimungkinkan pada segmen pembuluh darah yang pendek, terutama
bifurkasio karotis atau bulbus arteri karotis interna.
d. Sistem deteksi batas IMTmemberikan pengukuran yang akurat.
Metode membaca manual dan semi manual memakan waktu
dibanding dengan sistem otomatis.
e. Setiap

laboratorium

pengawasan

kualitas

vaskular

harus

dilakukan

peralatan,kehandalan

berkala

pemindaian

untuk
dan

pengukuran bagi sonografer dan pembaca.39,40

Universitas Sumatera Utara

29

2.6. Kerangka Konseptual

Penebalan Tunika
Intima Media
Arteri Karotis

Aterosklerosis

PJK

Interleukin 6

Hepar

Inhibitor : gangguan
fungsi hati

Protein fase akut
CRP

hs-CRP

Enhancer : Infeksi,
Inflamasi sistemik
dan merokok aktif

Universitas Sumatera Utara