Subordinasi Perempuan Dalam Adat Batak Toba (Studi Kasus terhadap Perempuan sebagai Orangtua Tunggal dalam Filosofi Dalihan Na Tolu pada Masyarakat Batak Toba)























Lampiran 1 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua
Tunggal RS
Wawancara Pertama
Peneliti
: Halo nantulang, aku kawan “J” yang janji kemarin.
Ibu RS : oh, iyaa masuk nang. Lagi jualan nantulang, cemanalah ya.
Duduk disini nang, ada apa kemarin nang?
Peneliti
: mau tanya-tanya nantulang, mau tanya soal perempuan
sebagai orangtua tunggal dalam adat batak nantulang. Nantulang tahu
dalihan na tolu ?
Ibu RS : tau nang, itu yang somba marhula-hula itu kan nang. Kan orang
batak, tau lah nantulang.
Peneliti
: iya nantulang jadi aku mau wawancara tentang
subordinasi perempuan sebagai orangtua tunggal di adat batak dalihan na
tolu
Ibu RS : oiyaa yaa
Peneliti
: kapan tulang itu pergi menghadap Tuhan nantulang?

Ibu RS : dia bulan 5 tahun 2011, udah 3 tahun lah dia pergi
Peneliti
: berapa jarak umur nantulang ke tulang itu ?
Ibu RS : kami sama umur kami, tahun 1964. Udah kau rekam ? rekam lah
… hehe..
Peneliti
: iya nantulang ini sudah direkam dari tadi nantulang ,
hehe..
Ibu RS : jadi dia itu sudah lama nya sakit jantung, tahun 2008 sudah
pernah dia opname di tembakau deli itu.Cuma sekali itu kambuh lagi,
sempat dia kemarin mau pasang ring tapi takut dia jadi tidak jadi. Tapi
sebenarnya kalau kambuh-kambuh itu sudah sering. Dia kalau kekamar
mandi pun harus sudah minum obat di bawah lidahnya. Mau mandi dan
mau makan juga harus minum itu. Semenjak tahun 2008 itu lah dia
mengkonsumsi obat itu (suara tegas tapi air mata keluar).
Peneliti
: oh begitu ya nantulang, kalau gitu kita bahas tentang
“Dalihan Na Tolu” itu ya nantulang. Tahu nya nantulang tentang “Dalihan
Na Tolu” itu dan bagaimana pandangan nantulang terhadap “Dalihan Na
Tolu” itu ? kental nggak nantulang dengan adat ?

Ibu RS : aku mau nya ngga jualan kalau aku ke pesta, paradatnya aku.
Keluarga dekat, tetangga datangnya aku ke acara-acara adat itu. Tapi kalau
nggak kukenal, ya tidak datanglah. Kumpulan marga sihombing atau
sitanggang pasti datanglah. Kalau “Dalihan Na Tolu” itu pastilah kita
harus seperti itu. Itu nya yang buat kita mengerti adat. Tapi kalau somba
marhula-hula itu kurang sesuai, contohnya hula-hula punya salah samaku,
tapi apapun katanya harus somba aku sama dia. Jadi kayak tahun baru,
harus akulah tetap yang menyalam dia, padahal logikanya dia yang salah.

Universitas Sumatera Utara

















Hula-hula tidak bisa salah. Itulah sebagai contohnya nang. Itulah
kelemahan dari “Dalihan Na Tolu” ini menurut ku ya nang.
Peneliti
: Menurut nantulang bagaimana peran ibu di adat batak ini
?
Ibu RS : yah kalau sudah janda, dalam acara adat mana ada lagi ditanyatanya. Nggak dianggapnya kadang. Kalau pun ada kita paling duduk
dibelakang, dibelakang lah tempat kita. Pendapat kita tidak ditanya,
pokoknya udah diiyakan aja. Tapi itu kalau di adat ya dek, soalnya kalau
dipunguan berbeda dek. Dipunguan pasti ditanya nya pendapat kita
bagaimana karena kalau dipunguan tidak ada hubungan saudara hanya
karena semarga ajanya. Contohnya gimana menurut isteri sihombing
padahal nggak ada lagi suami kita. Tapi kalau di keluarga, misalnya
meninggal mertuaku , tidak mungkin lagi aku dipanggil kedepan pasti aku
didalam rumah tapi kalau suamiku masih ada, pasti dipanggil lagian anak

ku yang dipanggil bukan aku. Gitulah seorang janda, pokoknya semua
janda itu sakitlah..
Peneliti
: ada nggak merasa berat ngejalani semua sendiri nantulang
? kebanyakan janda kan sering mengeluh dengan keadaannya ?
Ibu RS : sebenarnya itu tergantung orangnya, kalau orangnya pintar nggak
akan dibodohi orang. Kalau janda itu pintar, maksudku bukan aku pintar
ya. Kita harus terima kalau posisi kita itu seorang janda. Karena apa? Mau
siapa lagi yang kita harapkan membantu kita ? kayak nantulang sendirilah,
pagi jam 5 bangun, nyuci sendiri, antar anak sekolah, langsung jualan
sendiri. Kita kan nggak bisa mengenlu, itulah kondisi kita. Harus kita
terima. Karena bukan manusi yang mencabut nyawanya, kan Tuhan yang
mengambil kembali. Gitu maksudnya dek.
Peneliti
: apa perbedaan yang paling besar yang nantulang rasakan
sebelum tulang itu pergi dan sesudah tulang itu pergi ?
Ibu RS : perbedaannya sih gininya, kalau ada masalah tidak ada lagi kawan
kita diskusi. Masalah anak, masalah keluargalah pasti ga ada kawan kita
tukar pikiran. Kita simpan dihati aja (Meneteskan air mata).
Peneliti

: Sering tidak teringat tulang itu terus nangis sendiri,
kadang merasaka campur aduk nantulang ?
Ibu RS : yah seringlah… sering kali pun.
Peneliti
: Kadang kan ada rasa ingin berbagi, dulu ke suami, nah
sekarang kemana nantulang ? apakah ke anak sekarang berbaginya
nantulang ?
Ibu RS : iyalah berbagi, tapi itupun tidak semulah. Kalau ke suami kita nya
kita harus semua saling terbuka. Tapi kalau ke anak tidaklah, aku nggak
mau membebani anakku. Aku sifatku kayak gitu. Karena aku seperti
inikan, harus kubahagiakan anakku.

Universitas Sumatera Utara
















Peneliti
: Jadi dengan posisi seperti ini, nantulang sendirilah yang
cari nafkah ya nantulang ? atau dibantu anak pertama ?
Ibu RS : kalau anakku nggak kubebani, misalnya ngepelpun dia, hanya
sekedar itunya karena aku memang gak suka rumah itu kotor. Kubilang
sama anakku, “jangan kalian susahi lagi, mamak udah capek cari duit”.
Untunglah anaknya bisa diatur,tapi kalau ada pikiran kita sikit, itulah kita
nangis sendiri dek,kita kan nggak bisa cerita ke orang. Karena kalau kita
cerita belum tentu orang itu bantu kita, kayak akulah cerita samamu dek,
belum tentu kau bisa bantu aku kan ? segala perjalanan hidup ini, kita nya
yang memegang peranan penting dek. Jadi aku nggak mau cerita sama
orang, tertutup ajalah aku. Jadi aku sendirinya yang cari nafkah, berjuang

aku asal anakku bahagia. Tapi bagaimana pun buruknya anakku, nggak
pernah kuceritakan sama orang, biarpun sama kakakku sendiri nggak mau
aku ceritakan.
Peneliti
: Kalau anak nantulang ada nggak terkadang mengeluh ?
atau rasa ingin sendiri aja, pokoknya merasa minder atau sedih ?
Ibu RS : nggakkkk, kalau misalnyalah kayak ada acara-acara ajalah.
Seperti natal, tahun baru, barulah disitu merasakan rindu, sedih lah. Disitu
lah kita betul-betul terasa tidak ada lagi.
Peneliti
: sering nantulang kunjungi makam suami ?
Ibu RS : dulunya sering, kalau sekarang tidak. Dulunya 2 kali seminggu,
ada setahun gitu terus kami. Kalau sekarang, kan ada yang bilang,
aduuuuh, kau doa ajalah dirumah. Kan Tuhan yang ambil, jadi sama
Tuhan aja kau berdoa. Ngapailah kau selalu kesitu, kayak tidak punya
Tuhan kau, Cuma raganya aja nya disitu. Kan Tuhan yang menjemput
bukan manusia. Dia itu hanya nisannya aja disana. Kayak anakku, kadang
dia rindu bapak, terus aku mimpi bapak katanya, nah barulah dikunjungi
itupun sekedar ajanya. Kalau sekarang terakhir desemberlah. Kalau yang
paling kecil itu untunglah udah dewasa pemikirannya walaupun masih

kecil. Aku sedih lah, sekarangpun aku sering dibecak itu sedih sendiri,
kadang mau nangis kalau ingat. Tapi kusimpan semua dalam hati dek
(menangis).
Peneliti
: Nantulang ajari adat nggak ke anak nantulang atau beradat
?
Ibu RS : pastilah, sering anakku ini kuajak ke pesta. Atau kalau ada acaraacara, semua orang ini pasti kuajak, biar tau mereka. Kalau orang datang
kerumahpun, kukenali nya mereka, ini boruku, inilah boruku walaupun
bukan keluargaku. Kerumah opungnya pun kuajaknya, kalau dalihan na
tolu itu paling penting itu nang.
Peneliti
: kalau dengan keluarga suami bagaimana nantulang ?

Universitas Sumatera Utara











Ibu RS : gak ada, yah biasa ajalah. Kayaknya kayak nggak ada hubungan
sama mereka lagi. Sedangkan bapaknya aja masih hidup, kami agak
kurang karena mereka jauh sama kami. Bukan aku sombong ya, anakanakku nggak ada yang jelek. Tapiitulah sifat mertuaku, nggak tau lah ntah
dimana salahnya. Aku mungkin orang nya kan, aku to the point orangnya.
Misalnya dibilang mertuaku salah aku langsung kulawan, langsung
kubilang mana yang benar. Tapi kalau acara adat, aku datang aku
walaupun aku dibelakang-belakang. Sekarangpun nggak ada suamiku, aku
datang tetap. Aku memang gitu, kemarin mertuaku ulangtahun pun aku
datang. Iyalah,misalnya keluarga suami ada pesta ya datanglah sampai
keporsea atau ketarutungpun, aku pergi kok. Kalau aku berbuat baik itu
nggak ada ruginya. Karena bukan sama manusia aku meminta berkat, tapi
sama Tuhan, jadi mau gimana dia, itu urusannya. Yang penting aku
berbuat baik terus. Aku sering bilang sama anakku ingat patik ke lima nak.
Walaupun jahat orang sama kita, tetap aja kita baik nak, minimal jangan
kau balas nak. Sedangkan kita buat baikpun,lihatlah masih ada yang
merampok. Lihatlah tanganku ini bekas rampokan (Tangan luka-luka).

Tapi Tuhan punya rencana kok apapun itu. Aku cepat tegar waktu aku
janda, seminggu kematiannya aku langsung cepat urus akte kematiannya,
urus surat-surat, seminggu kemudiannya aku udah kerja, orang bilang
cepat bangkitnya. Tapi ada juga yang bilang, “udah jualan kau?” banyak
yang bilang bermaksud kok cepat kali aku jualan, kok nggak dirumah
dulu. Padahal kan, kalau nggak kerja aku, makan apa kami ? gimana
anakku? Apalagi aku sendiri, aku yang mencari nafkah sendiri. Bukan aku
meninggikan hatiku, tapi berdoa aku, banyak janda-janda ini setahun dulu
baru bangkit. Ada juganya yang bilang, “nggak mau kau nikah lagi mak
j?” kujawab lah tidak soalnya kan ngapain aku nikah lagi, anakku udah
tiga, lagian kalau orang batak ini , kita nikah sama marga x misalnya, pasti
keluarga suami kita dipanggil. Buat apa coba ? lagian aku nggak mau
lagilah menikah. Yah biarkan ajalah, inipun udah jalan Tuhannya.
Peneliti
: yaa, yaa nantulang. Kalau acara adat gitu dari keluarga
suami, nantulang masih dipanggilkan sebagai istri suami, atau dari adatnya
dipanggilkah ?
Ibu RS : masih nya tetap dipanggil, namun kayak kubilang tadi ,udah
nggak bisa kita duduk didepan. Duduknya dibelakang-belakanglah, tapi
kalau suamiku masih hidup duduk didepanlah. Yah gitunya bedanya.
Peneliti
: Kalau keluarga tulang itu, seperti opungnya, masih
member perhatian kepada anak-anak nantulang tidak ?
Ibu RS : ah ga ada itu, gaknya ada kayak gitu. Sedangkan suamiku ada pun
gaknya peduli. Aku aja yang suka mendekatkan diri sama mereka.
Sebenarnya panggorannya bapaknya ini, makanya nama opungnya pun,
opung J nya. Nama anakku nya. Mereka bilang biasa aja sama kami,

Universitas Sumatera Utara










kamipun gitu. Tapikan orang bisa lihat perlakuan mereka bagaimana.
Banyak orang bilang, kalau kayak gini kali mertuamu itu ? tapi
yasudahlah, biarlah mereka itu.
Peneliti
: ada nggak sebenarnya tekanan sendiri ?
Ibu RS : awalnya iya, kadangpun kalau dipikiri iyanya tertekan, stress.
Tapi lama kelamaan, yaudahlah sukanya situ. Teserah dialah, aku enjoy
aja lama-kelamaan. Bawa santai ajalah, aku yang penting anakku baik-baik
aja.
Peneliti
: kalau keluarga dari nantulang sendiri bagaimana ?
masihkah peduli ?
Ibu RS : oh,kalau keluargaku masihnya. Kayak kemarin lah dilihat aku
langsung pas aku luka ini, cerita cerita disitu, bukan karena dikasih uang
dia baik, tapi karena perhatiaannya lah walaupun Cuma cerita-cerita aja.
Kawan ngomong aja udah senang kita. Kalau dari keluargaku,
perhatiannya terus. Dari keluarga suamiku pun gitunya, tapi keluarga yang
jauh-jauh bukan keluarga kandung suami ku. Sama nya dulu sama
sekarang dek, nggak ada itu pengaruh nggak ada suami atau masih ada
suami. Tapi memang kayak STM aja pun masih pedulinya, tapi pas
meninggal suami-suami STM agak kurang lah karena kan takut orang
menilai apa padahal nggak nya ada apa-apa. Tapi nantulang kalau naik
becak nggak pernah nantulang bilang nantulang janda. Kalau ditanya kerja
dimana suami, ya nantulang bilang. Tapi nggak mau nantulang bilang
bilang ke orang kalau nantulang janda. Soalnya kita kalau janda ini gak
pernah dihargai, sebagai contohlah, nantulang pernah diajak ke hotel, itu
masih punya suami. Kan gila tukang becak gitu, apalagi janda, oh habislah
nantulang ga dihargai. Karena banyak sekarang janda yang gatal, genit.
Jadi semua orang kira sama janda. Ditanyapun masih hidup, kujawabnya
langsung masih hidup supaya ga dilecehkan aku. Dalam hati sedih nya,
tapi kalau kita bilang dia masih hidup ada perasaan kita kalau dia masih
disamping kita, jadi jernih otak kita ini, jadi ga ada niat kita cari yang lain.
Karena kita harus menjaganya, karena kita berharga. Pokoknya kalau udah
janda jangan mau disepelekan.
Peneliti
: Ada nggak perasaan risih ketika menghadapi seperti ini
atau menjadi orangtua tunggal nantulang ?
Ibu RS : nggak risih aku, Cuma yaaahhh (berjualan sebentar). Waktu
bapaknya meninggal, malunya kita awalnya. Tapi karena aku naik motor,
jadikan pakai helm jadi nggak kelihatan. Tapi itulah pernah kan ditanya,
“yah, mak J udah kerja?” aduh kalau sekali gak masalah, tapi udah sering
kali bertanya kayak gitu aku jadi kesal. Kubilanglah, kalau aku nangis
terus mau kalian kasih makan anakku? Mau makan apa anakku ? senang
kalian lihat orang susah ? duduk-duduk nanti aku diteras, lalap aku
ditanya. Aturan nya kan ngomongnya, syukur ya mak J bisa cepat pulih,

Universitas Sumatera Utara











harusnya gitunya omongan. Ada memang 2 orang tetangga kayak gitu,
lalap merecoki. Kalau jalan ku lurusnya ngapain aku harus gitu. Janda itu
ngeri, kalau ada suami kalian nanti, kalian jagalah, soalnya janda ini ngeri
kali. Bayangi ajalah sendiri menghadapi semua. Makanya aku heran kalau
ada yang bilang sama suaminya, “mati aja kau dijalan itu, biar tau rasa
kau”. Dalam hatiku yah yang nggak ngertinya dia bagaimana jadi janda.
Yang merasa gimana kalinya dia, aku memang dr dulu sampe sekarang
nggak pernah aku ngomong gitu sama suamiku. Kami nggak pernah
berantam dulu, dia pendiam. Kalau aku marah, ngomel, dia langsung
keluar, kalau udah siap aku marah-marah baru dia masuk. Makanya kami
nggak pernah kuat-kuat suara kami, ngomong pun pelannya kami. Tapi
memang nggak ada buruknya kulihat dan kuingat buruknya pun gak ada.
Bayangilah dulu pas hidup, dia mau masak, mau nyuci. Aku yaaah, nggak
pernah aku nyuci selama kami menikah, bayangkan tahun 1993 kami
menikah sampai tahun 2011 nggak ada aku mencuci dibuatnya. Bahkan
buat tehnya pun gak pernah disuruhnya anak-anak. Makanya anakku yang
pertama buat teh pun dia tidak tau. Mengepel nanti suamiku itu, ah kalau
aku ngelihat dia nggaknya ada buruknya dia. Itulah (mau nangis).
(berbicara dengan kawan penjual)
Peneliti
: tanggapan nantulang sama tetangga atau orang sekitar
bagaimana nantulang ?
Ibu RS : aku ya gak peduli aku, teserah mereka situ. Dipikikarnku, yah
berarti kau orang nya memang gitu sifatnya. Karena kalaupun aku sakit
hati pun ga ada gunanya. Kurang mau berkomunikasi, ya kayak kurang
ada harganya. Tapi aku carenya..
Peneliti
: mulai terbiasa nggak dengan kehidupan yang begini ?
Ibu RS : ya udahlah, udah terbiasa aku hidup begini. Soalnya pun pas
bapak nya hidup, aku jarang sama dia, diakan kerja di Belawan,
dilabolatorium. Jadi kadang maunya dia nginap disitu, akulah yang bawa
bajunya kesana. Sama-sama sibuknya kami nang. Tapi kalau dia masuk
jam 8 pagi pulang jam 6 sore, baru kami ketemu. Tapi kalau lembur, ya
tidak ketemulah. Apalagi kalau misalnya salah, kan dia yang kena, itulah
yang buat diayang lembur. Dia itu ga pernah marah , makanya aku udah
mandiri. Cuma namanya suami selalunya dikenang dihati. Selalunya awak
ingat dia tapi kalau terbiasa, ya beginilah biasanya.
Wawancara Kedua
Peneliti : Selamat sore nantulang, maaf ya nantulang kalau kelamaan
datangnya. Macet tadi di juanda nantulang, hehehe.
RS
:Oiya nang, nggak apa-apa nang. Nantulang juga baru saja sampai
di rumah nang. Mau lanjut yang kemarin nang ? (tertawa sambil
merapikan bawaan dari pasar ke dalam rumah)

Universitas Sumatera Utara






















Peneliti: wah, lagi repot ini ya nantulang ? nggak mengganggu aku ini kan
nantulang ? aduh, tidak enak ini..
RS
: Ah, sama sekali nggak lah nang. Nantulang juga nggak
direpotkan loh, tapi maklum lah kau ya nang. Masih berantakan nantulang,
ini juga mau masaknya sebenarnya untuk malam. Tapi cerita aja dulu kita
ya..
Peneliti: tidak usah nantulang, sambil masak aja ngobrolnya nantulang.
Nggak apa-apakan nantulang ?
RS
: (tertawa) tapi gimana rekamannya ntar? Nanti kau rekam pula
suara gorengan ini, tapi nggak apa-apalah ya nang ? maklumlah mamakmamak repot..
Peneliti: ya nantulang, mana tau aku juga bisa bantu nantulang motongmotong, atau apalah nantulang..
RS
: ayoklah, nantulang malah merasa dibantu kali… (sambil berjalan
kedapur dan mempersiapkan seluruh persiapan masakan)
Peneliti: nantulang sering masak ?
RS
: iyalah nang, apalagi yang paling kecil itu. Senang kali kalau
nantulang masak sambel, enak katanya. Taulah kau kan, siapa yang masak
? Cuma aku nya yang masak, kalau si “J” mana bisa masak itu. (tertawa
sambil memotong tempe)
Peneliti: habis pulang jualan langsung masak, wah hebat kali nantulang ya.
Nggak capek begini terus nantulang ? kan nggak ada henti-hentinya dari
pagi nantulang…
RS
: tidaklah nang, aku kan udah terbiasa. Dari bapak masih ada
sampai sekarang masih tetap nya sama kan nang…
Peneliti: wahh, kalau semua nantulang bisa berarti tinggi dong sinamot
nantulang dulu ya. (tertawa sambil tersenyum)
RS
: haduh, nggak juga ah nang. Biasa aja nya sinamot nantulang,
lagian udah berapa tahun lalu, ada kali 21 tahun yang lalu nang. Aduhh,
gitulah nang. Tapi ya sinamot nantulang berapa ya, udah lupa juga
nantulang. Udah lama kali itu nang, tapi tulang mu memang baik kali
orangnya. Kayak yang nantulang certain kemarinlah nang, jadi berapapun
dulu sinamotku, lebih senangnya aku dengan pernikahanku disbanding
mikiri sinamot. (tertawa terbahak)
Peneliti: iya ya nantulang, memang kalau suami ninggali kesan baik pasti
susah kali ingat jahat nya ya nantulang. Apalagi jarang dapat laki-laki
kayak tulang itu, wah sampai sekarang masih terasa semua dong nantulang
?
RS
: iyalah, iya nang. Semua terasa jelas dihati nantulang, nantulang
lagi senang kali hari ini loh makanya kayak centil gitu ya nang. Nantulang
tadi sibuk kali di pusat pasar itu, banyak kali yang beli pakaian, mungkin

Universitas Sumatera Utara









lagi banyak yang lahiran di Medan ini ya. Oh rame kalilah nang, maunya
disitu tadi sekalian kau bantukan. Tapi nggak siap lah wawancara mu ini,
udah gimana rupanya skripsimu ini nang ?
Peneliti: aduuh, masih begini aja skripsinya nantulang. Banyakan
malasnya sih nantulang, tapi gitulah nantulang harus cepat semangatnya
kayak nantulang kan. (tertawa)
RS
: ya lah nang, semangat lah nang. Si “J” juga terus nantulang
motivasi, biar cepat kan. Bisalah dibantunya adeknya ini kan nanti. Oiya,
mau tanya apa nang ? apa yang kurang jelas itu nang ??
Peneliti: oh, iya nantulang mau tanya-tanya tentang kemarin nantulang.
Hehe, menurut nantulang apa aja peminggiran atau penomerduaan di adat
batak ini nantulang ?
RS
: wah, ya kayak yang kubilang kemarinlah. Kau simpulkan lah
nang, kalau udah janda pastilah ada peminggiran nang, sedangakan tidak
jandapun sudahnya ada penomerduaan nang, tapi ingat nang, di
nomerduakan pun kita bukan nggak ada sebab kan nang, baiknya
maksudnya nang. Beginilah contohnya ya nang, kalau kasih keputusan
itukan laki-lakinya kan nang ? karena perempuan itu identik dengan emosi
nang, belum stabil emosinya nang. Perempuan kan banyak pakai perasaan,
maksudnya suara pria mungkin lebih dapat berfikir dan ambil keputusan
secara jernih. Tapi bukan itu aja, di dunia ini kan Adamnya duluan nang
jadi begitulah nang. Adam dulu baru Hawa, iyakan ? dari situ aja
sebenarnya udah ada penomerduaan. Tapi kayak kubilang kemarin, semua
membawa kebaikan, nggak ada adat buruk. Adat itu bagian kebudayaan
kan nang ? soalnya si tengah kami ini belajar itu di sekolah, baru semalam
kami cerita-cerita nang. Ada 7 unsur kebudayaan kan nang ? kepercayaan
dan adat istiadat masuk kan ? itu budaya kan baiknya maksudnya kan ?
terus apalagi ya nang, kalau perempuan itu di dapur namanya juga boru,
itulah nang tapi kan bukan nomer dua itu menurutku karena semua punya
andil nang. Ada semua bagiannya nang, makanya kalau “Dalihan Na
Tolu” itu semua bisa kita rasakan yang tiga-tiga itu. Tapi kembali lagi ke
orangnya nang, kalau nggaknya dia suka sama kita, semua salahnya sama
kita nang. Banyak orang batak ini hanya pas adat aja terasa “Dalihan Na
Tolu” itu. Pas lagi pesta, disitulah terasa ada hula-hula, yang mana boru,
yang mana kawan kita. Kalau pas hari biasa, lingkungan biasa, nggaknya
ada apa-apa nang. Disitu terasa peminggiran kita yang perempuan ini,
selebihnya yang kayak ku ceritakan kemarin lah nang. Kau simpulkan
sendirilah nang yang kemarin itu, karena nggak di adat pun memang
perempuan posisinya nomer dua kurasa nang. Di islam aja, imam itu lakilaki kan ? nah semua agama nya mengajarkan itu kurasa nang, semua umat
nya melihat kalau perempuan ada di posisi nomer dua. Nggak ada yang

Universitas Sumatera Utara















jahat maksudnya, baiknya maksudnya. (menjelaskan serius dan terhenti
sejenak menyiapkan masakan)
Peneliti: iya nantulang, wah enak ini sepertinya nantulang. Terasa
menggebu-gebu ya nantulang, apalagi sambil masak ya nantulang. Padahal
tadi aku itu sempat mikir kecapekan kali nantulang, rupanya semangat kali
bahas adat ini ya nantulang. Wahh, salut kali memang sama nantulang ini.
Oiya nantulang, jadi penomerduaan itu baik menurut nantulang ?
sepertinya pro sekali ini ya nantulang dengan ajaran di adat ini ?
RS
: hahaha, ah bisa aja kau. Nggaknya, pro lah nantulang. Gini ya
elin, sedihnya kita jadi urutan kedua, siapa yang nggak mau jadi yang
pertama? terkadang adanya rasa kesal, kan belum tentu semua laki-laki itu
keputusannya benar. Cuma mungkin sudah itulah jalannya dari zaman
dulu, ya nantulang pun bingungnya kadang. Nggaknya sesuai dengan hati
tapi ya mau gimana nang ? kayak kubilanglah, dulu duduk didepan aku
karena ada suamiku, tapi setelah meninggal dimana coba ? di belakang kan
nang ? itu nomer dua kurasa, karena aku dihargai kalau ada suamiku, kalau
tidak ada suamiku ya tidak dihargai aku. Kenapa duduk dibelakang ?
karena nggak ada suara kita, tapi sebenarnya kalau di adat setauku
tetapnya duduk didepan karena aku kan ditinggal karena meninggalnya
bukan karena orang atau karena cerai. Aku masih istrinya, tapi ya itulah,
mungkin ada nggak enak dihatinya jadi ditunjukkinnya lah mungkin.
Gitulah nang, makanya stresnya kalau dipikiri tapi aku masa bodo ajalah
nang.
Peneliti: oiya nantulang, begitu ya nantulang. Jadi semua pada dasarnya itu
baik ya nantulang. Positif sekali nantulang menanggapinya ya. Ini udah
masak ya nantulang ?
RS
: iya, ini sudah masak. Ya begini ajalah nang, yang penting ada
ikan orang ini. Karena nggak ada bapaknya, jadi ya harus nantulang semua
yang merangkap. Kayak nantulang bilang kalau nantulang harus siap jadi
ayah dan jadi ibu buat anak nantulang.
Peneliti: hem, tapi ini saja sudah sempurna bagi mereka ya nantulang. Kata
“J” saudara dari tulang di Medan semua ya nantulang ? sering mereka
berkunjung atau main kesini nantulang ?
RS
: yah begitulah, di Medannya orang itu semua tinggal. Tapi nggak
pernah nang, sedikit pun tidak. Lihatlah ya, mereka itu sebelum tulang
pergi, nggaknya baik. Apalagi tulang sudah menghadap ke Surga, pastilah
mereka tidak menganggap lagi, karena kayak yang nantulang bilang.
Kalaupun ada pesta nantulang hanya seperti tamu. Mungkin itu semua
karena nantulang tidak begitu dekat dan memang karena ada masalah yang
dipendam. Jadi, ya seperti ini lah keluarga kami nang…
Peneliti: wah, jadi kalau saudara tulang itu bagaimana bersikap dengan
nantulang?

Universitas Sumatera Utara
















RS
: yah, membatasi dirilah nang. Dari awal berumah tanggah sudah
membatasi diri mereka sama kami, nantulang nggak tau kenapa tapi
mungkin karena nantulang bersikap tegas. Kalau nantulang tidak suka ya
tidak suka, itulah nantulang. Kalau nggak enak di hati ya nantulang bilang
daripada nantulang simpan-simpan.
Peneliti: pernah tidak sampai berantam nantulang ?
RS
: oh, nggaklah nang. Gini, mereka kalau tidak senang hanya dalam
hati baru diceritakan ke orang lain. Nantulang mana bisa begitu nang, jadi
kalau di depan orang ya baiknya kami. Cuma di dalam hati ini perangnya
nang. Karena nantulang pun nggak tau kenapa mereka bisa begitu nang.
Seringnya nantulang mikir, kenapa lah bisa gitu ? tapi daripada stres, ya
nantulang buang jauh-jauh pemikiran itu. Apalagi sekarang janda, yah
mana mau nantulang pikiri kali itu. Kasihan anakku, mending mereka
kuperhatikan nang.
Peneliti: jadi dari saudara tulang perlakuannya hanya begitu aja nantulang
? tidak ada menunjukkan rasa tidak sukanya atau hanya sekedar
berpendapat bahkan menyapa aja nggak ada nantulang ?
RS
: ya iya lah nang, Cuma “uda”nya si “J” baik nya sama kami. Si “J”
sering dikasih tas dari “uda”nya itu. Makanya kalau aku, tetap nya sama
ku buat semua kan nang, padahal bapak si “J” kan laki-laki tertua, nah jadi
opung “J” nya namanya. Itupun sebenarnya penomerduaan juga
menurutku, karena anak pertama perempuan, anak ketiganya bapak si “J”
kan ? tapi itulah karena ikut marga bapak kan, karena perempuan ini kan
ikut marga suami kelak. Ya itupun opungnya nggaknya di urusi kami, ya
ibarat kayak saudara, hanya sekedar saudara aja nang. Padahal kan
keluarga dekatnya kami, bahkan cucunya tapi ya begitulah nang. Itulah
tergantung kita nya adat ini, samaku yaudahlah sama nya semua. Capek
loh nang mikiri masalah, kurasa kaupun nggaknya mau punya masalah kan
nang ? hahahah. Ah, ayoklah duduk di depan kita, masak didapur cerita.
(serius bercerita)
Peneliti: hahahah, iya nantulang. (duduk di samping ibu RS)
RS
: itulah ceritaku nang, tanya aja si “J” taunya dia nang. Ini satu
gang ini, keluarganya kami. Keluarga dari ku ya, jadi gang ini saudara
nang. Sitanggang lah nang, kakakku di depan tinggal. Itulah nang,
tetapnya keluarga darah kita yang lebih memperhatikan kita nang. Aku kan
baru dekorasi rumah, di tempat kakakku nya kami tinggal pas lagi di
renovasi, ehe dekorasi pula kubilang tadi ya ? itulah nang, udah tua nang..
Peneliti: oh, begitu ya nantulang. Jadi mereka tidak keberatan nantulang ?
soalnya ada juga nya keluarga sendiri jadi musuh kan nantulang ?
RS
: itulah ku bilang itu nang, semua tergantung ke orangnya nang.
Semua yang kita miliki, yang kita punya bertahan karena kita. Apapun

Universitas Sumatera Utara















yang kita perbuat itukan karena kita, mana ada campur tangan orang lain.
Kan diri kita yang menentukan kita kemana nang,itulah nang nggak nya
mereka keberatan. Tapi tau diri juga lah kita nang, hahaha. Semua
ergantung kita nya bawakkan diri kita nang. Kalau orang lihat mana yakin
hidup sendiri bisa biayai anak, didik anak, bahkan jadi kawan sama anak.
Nggak terpikirkan ku aku bisa begini, tapi apa ? bisa nya kan nang ? kita
nya itu yang bawakkan diri kita bagaimana nang. Jadi mungkin adanya
diluar sana tapi kalau kami, masih bisalah ku atasi dan ku kasih jarak nang.
Peneliti: jadi begitulah ya nantulang. Jadi sewaktu tulang meninggal,
bagaimana sikap mereka nang ?
RS
: itulah nang, sebenarnya kami “hula-hula” mereka kan ? tapi
adakah kami dianggap ? tidakkan, jadi sama aja itu tergantung orangnya.
Waktu meninggal, ya gimana ninggal lah. berbelasungkawa nya mereka,
tapi standar aja. Pastilah sedih, namanya saudara mereka. Tapi setelah
pergi tulang, merekapun pergi. Kalau ada ninggali sepatah dua kata kan
nggak apa-apa, ini sekarang seperti perang dingin kami termasuk
mertuaku. Sikap mereka ya biasa aja, gimana lah keluarga biasa aja nang.
Itulah nggak tertebak kita orang kan ?
Peneliti: oh, ya nantulang. Tadi kan nantulang bilang orang nantulang
hula-hula mereka, seharusnya “somba marhula-hula” kan nantulang ? itu
gimana pandangan nantulang ?
RS
: itu dia nang, harusnya “somba”. Harusnya dihormati tapi
kenyataannya tidak demikian, setelah bapa meninggal kami tidak di
anggap. Itu lah kenapa aku bilang kembali ke orangnya. Seharusnya hulahula itu di hormati, di segani, tapi malah kami yang segan sama kakaknya,
adeknya. Itu yang buat aku, yaudahlah. Jadi seperti tidak peduli lah, karena
ketika aku peduli mungkin aku yang seperti orang gila. Berat jadi janda
karena sendiri aja sekalipun memiliki anak, sedih sekali dek.
Peneliti:iya nantulang, sabar ya nantulang. Tapi kalau begitu, makasih ya
nantulang buat waktunya.
RS
: iya nang, ayoklah makan disini.. (wawancara berakhir)
Wawancara Ketiga Melalui Telepon Seluler
Peneliti : bagaimana menurut nantulang mengenai sinamot di kalangan
batak ?
RS
: sinamot itu bentuk penghargaan ke orangtua perempuan, jadi
perempuan itu akan ikut marga suami sehingga pihak dari suami memberi
tanda penghormatan atau tanda terimakasih. Kalau sinamot tidak di beri ya
tidak ada masalah kalau pihak perempuan menerima. Itu kan kembali ke
kita lagi nya lin.

Universitas Sumatera Utara






















Peneliti
: jadi kalau sinamot tidak ada bagaimana ? apa
mempengaruhi harga diri ?
RS
: tergantung manusianya, pasti lah ada yang mempengaruhi harga
diri tapi ya balik ke orangnya bagaimana menanggapi sinamot. Sinamot itu
bisa juga sekalian uang pestanya atau hanya sekedar untuk baju dan
sebagainya. Tapi sebenarnya aku belum pernah mendengar tidak ada
sinamotnya, karena sinamot itu kan hanya simbol penghargaan. Kalau
masalah banyaknya uang berapa itu tergantung kita, tergantung yang
bersangkutan. Kalau sinamotnya kecil, ada dek, sering aku dengar itu.
Tapi kan karena kemampuan yang kita miliki itu semua.
Peneliti
: hubungan sinamot dengan pendidikan ada nggak
nantulang ? orang sering bilang, makin tinggi pendidikan, sinamot juga
tinggi. Bagaimana maksudnya ya nantulang ?
RS
: maksudnya itu, kan nggak mungkin lah professor tapi gajinya
anak baru tamat SMA. Jadi begininya itu, kalau pendidikan tinggi, kerjaan
juga nggak akan sama dengan yang pendidikannya tidak tinggi, jadi uang
yang dia miliki juga pasti berbeda. Bukan hanya uang tapi pengetahuannya
juga tinggi, jadi nggak akan pernah sama yang pendidikan tinggi dan
pendidikan rendah. Kemampuannya juga akan berbeda, sehingga
dikatakan makin tinggi pendidikan, sinamot juga makin tinggi. Tapi itu
hanya sekedar aja nya nang, tidak begitu ada itu di adat. Intinya besarnya
sinamot tergantung kepada dua belah pihak. Sebenarnya kan sinamot itu
hanya rasa terimakasih aja sudah menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi,
jadi kan mau diambil pihak laki-laki menjadi bagian keluarga sehingga di
beri lah rasa terimakasih.

Lampiran 2 : Transkrip Wawancara Perempuan sebagai Orangtua
Tunggal YS
Wawancara Pertama
Peneliti
: ibu, nama ibu siapa ?
Ibu Y.S
: ibu silalahi nak, kalau nama lengkapnya y****** silalahi
nak. Kalau bapak simamora.
Peneliti
: ibu sama bapak berapa jarak umurnya ?
Ibu Y.S
: Kalau kami 2 tahun nak, kalau bapak tahun 1960 lahir,
ibukan tahun 1962nya nak.

Universitas Sumatera Utara




















Peneliti
: sejak kapan ibu tidak memiliki suami ?
Ibu Y.S
: tanggal 1 mei 2007 yang lalu nak.
Peneliti
: kalau boleh tau kenapa ibu tidak memiliki suami lagi ?
Ibu Y.S
: Bapak punya penyakit jantung nak, itulah yang
kukesalkan nak, nggak pernah bapak cerita nak, selalu diam. Akupun tahu
pas 4 bulan sebelum bapak pergi nak. Sifatnya pendiam kali nak, makanya
yaudahlah mau gimana lagi nak.
Peneliti
: Oiya, Ibu kental tidak dengan adat ? tau nggak “Dalihan
Na Tolu” ibu?
Ibu Y.S
: Semenjak berumahtangga ininya aku belajar tentang adat
nak, namanya sudah jadi istri nak. Ya, sedikit banyaknya aku mengertilah
tentang adat. Tapi aku bukan paradat ya nak.
Peneliti
: oh haha, iya ibu. Ibu tau tidak “Dalihan Na Tolu” ?
Ibu Y.S
: ehe, masak orang batak tidak tau itu. Tahu lah aku , itu
kan apanya orang batak. Kalau kita orang batak ini harus taulah itu,
makanya kita tau beradat, tau menghormati, gitu nak. Elek marboru,
somba marhula-hula, manat mardongan tubu. Udah semua dicakup disitu,
kalau tau kita itu, ya bisalah kita paham tentang batak ini.
Peneliti
: ya yaa ibu, kalau gitu gimana pandangan ibu tentang
“Dalihan Na Tolu” itu ?
Ibu Y.S
: ya, kalau akunya yang kayak kubilang tadilah, itu kan
adat, budaya batak. Jadi harus taunya kita yang ketiga itu , dan itunya
pedoman orang batak. Makanya aku tetap nya menghormati hula-hulaku
sekalipun dia marah-marah atau apalah. Tapi menghormatipun ada batasbatasnya, jahatpun dia contohnya tetap kuhormati tapikan banyak cara
untuk menghormati. Tapi apapun itu gak nya ada yang salah menurutku
dari “Dalihan Na Tolu” itu, itukan hal yang baik, kadang kita bilang
“Dalihan Na Tolu” itu tidak benar, tapikan kembali ke orangnya nya nak.
Positif ajalah hidup ini, soalnya ya gak pun kita jahat, banyaknya yang
jahat sama kita nak. Ah, gitunya hidup.
Peneliti
: iyaa bu, namanya hidup ya bu. Terus gimananya menurut
ibu peran perempuan di adat batak atau di keluarga batak ini ?
Ibu Y.S
: yah, kalau aku kurangnya mengerti adat dan
kenyataannya. (tertawa dan mata berkaca-kaca).
Peneliti
: loh, kenapa gitu ibu ?
Ibu Y.S
: yaa gitu dek. Peran perempuan di batak ini, kalau sudah
nikah, kayak saya istrilah, seharusnya ada tidak adanya suami, saya adalah
bagian mereka, seharusnya saya dilindungi. Kan di “Dalihan Na Tolu” pun
kan diajarkan nya kayak gitu. Namanya saya sudah dikeluarga suami,
sayakan sudah nyonya simamora, harusnya saya bagian lah, tapi
kenyataannya yah beginilah dek. Setelah meninggal , saya malah ditinggal,

Universitas Sumatera Utara












baru saja satu setengah bulan suami saya meninggal, kami sudah
dicekcokin sama harta gono gini, rumah kamipun dikunci mereka. Sedih
kalinya dek, aku dulu dikampung dek sama suamiku, di merek itu nya
kami tinggal, tapi pas meninggal suamiku, anakku pun udah gedek,
makanya aku dimedan ini. Tahun 2009 nya aku dimedan ini, tapi itupun
nggaknya enak hidupku dek. Lalap diganggu sama mereka, makanya
kubilang adat itu tidak salah, orangnya yang salah mengartikan. Suamiku
itu anak bontotnya sebenarnya, tapi pas hidup, dianya abang, dianya yang
dihargai mereka. Banyak suamiku ini bantu keluarganya, hormat kali
keluarganya tapi sekarang tidak lagi. Gitulah dek, mungkin dipertanyaan
adek selanjutnyalah bisa kulanjuti cerita ku ini. (tertawa menghibur diri)
Peneliti
: yaa, ya bu. Saya pun tidak tahu mau ngomong gimana. Ibu
seringnya ikut acara adat gitu ?
Ibu Y.S
: kalau dari keluarga pihak saya, ikutnya aku. Aktifpun aku,
di acara masyrakat gitupun hadirnya saya. Saya senang ikut gitu, karena
buat saya banyak teman, hidup saya pun jadi gak gitu-gitu aja. Kalau anak
saya bilang yang perempuan baru tamat itu, biar gak flat gitu. Tapi ya nak
kalau dikeluarga suami, aduhhh, tidak dianggap saya nak, tapi tetap saya
baik nak. Teserah mereka mau bagaimana, yang penting saya baik aja.
Tapi kalau kayak di punguan simamora, datangnya saya. Saya mau datang
nak, tapi kalau dikeluarga suami, datangpun saya, tidak nya mereka
anggap. Saya dibelakangpun mereka tau itu, dan malah tidak dipedulikan.
Kadang mikirnya saya, sudah kayak sinetron hidup saya in, tapi itulah
kalau tau kita arti serakah dek.
Peneliti
: bagaimananya menurut ibu adat batak toba ini ?
Ibu Y.S
: Adat batak ini kan sifatnya baik. Sebenarnya kan untuk
menjaga kerukunan, semua diatur supaya harmonis kan. Tapi ya pada
kenyataannya yang saya lihat, hanya setengah nya dijalani orang batak ini,
hanya simbol aja nya. Bahkan ya dek, orang zaman sekarang mana pala
mau tahu tentang adat. Coba adek tanya “Dalihan Na Tolu” sama
mahasiswa kedokteran itu, pasti jawaban mereka itukan orang tua-tua dulu
yang tau. Kenapa kubilang gitu, pernah kutanya sama anak abangku yang
dikedokteran, gitu jawabannya. Anakkupun yang ketiga itunya yang Cuma
tau “Dalihan Na Tolu”, itupun karena anak panggoran laki-laki nya
dia.makanya zaman sekarang mulai tercerminnya kalau adat itu hamper
terlewatkan.
Peneliti
: yaa ibu, ibu mengajarkan adat ke anak-anak juga ?
Ibu Y.S
: yaaa, gimananya adek ini. Ya diajarkan loh, saya
bimbing, saya tekankan tentang adat, biar mereka tau jati diri mereka
sebagai orang batak nak ku.
Peneliti
: Gimana ibu sekarang mengurus anak ?

Universitas Sumatera Utara






Ibu Y.S
: yah saya kalau mengrurus anak ya seperti biasalah nak,
tapi ya kalau anak-anak ada masalah, hanya saya sendiri yang berfikir nak.
Kadang saya mengurus anak ini kan nggak bisa hanya sendiri aja, apapun
katanya ya harus ada nya suami, dibiasakanpun gaknya biasa sepenuhnya
nak. Dulu saya mengurus anak kan biasanya saya kasih bontot, suamiku
yang ngasih jajan lagi, ngantar , gitu lah nak. Sekarang saya sendiri
semuanya, apa-apa sendiri. Untunglah anak saya mengerti nak, jadi orang
ini memang saya sekolahkan udah disiantar mulai SMP nak, jadi mereka
pun mandirinya semua. Cuma hanya masalah-masalah sedikit tidak bisa
saya diskusikan lagi. Kalau urus anak, dulu anak saya SMA kelas 1
dikalam kudus siantar, langsung saya pindahkan ke kampong semenjak
suamiku nggak ada lagi. Itulah saya bersyukurnya ke Tuhan nak, mereka
mengerti nak ku. Mereka baik-baik, walaupun mereka nggak ngerti
masalah besar. Menurutku berhasilnya aku mengurus anak ini walaupun
sendiri, soalnya anakku yang pertama udah tamat kuliahnya, udah kerja di
banknya, kalau anakku yang kedua baru tamatnya dari polmed ini,
sekarang cari kerja dia. Baru bulan 10 kalau tidak salah wisudanya , kalau
yang ketiga ini masih kuliahnya di usu ini, kenalnya kau nak, orang satu
kuliahnya kalian. Kalau yang ke empat bentar lagi tamat SMA nya nak,
kalau si pudan kami itu ya itulah perjuangan sekarang, apalagi masih
kecilnya dia suamiku meninggal. Emang susah nak menjalani sendiri,
semua sendiri, tapi anakku tinggal yang bisa kuperjuangkan. Suamiku itu
sayang kali sama semua anaknya, tapi mau gimanalah , kalau kata orang
nak, orang baik ini cepatnya dipanggil Tuhan. Aku sering nya nangis
sendiri, makanya pas anakku yang pertama sarjana, nangis bahagia kali
aku nak. Berhasil aku kuliahkan anakku, dulu aku sempat kuliah nak, tapi
gitulah nak nggak bisa melanjutkan lagi. Makanya aku biasakan begini
karena aku tau anakku mampu untuk jadi orang yang berhasil. Gitu nakku.
Peneliti
: iya ibu, Bagaimananya perasaan ibu saat menjadi orangtua
tunggal ini?
Ibu Y.S
: yah itulah yang ibu bilang barusan tadi. Udah biasa nak
tapi tetapnya ada susahnya.kaulah coba ,kau bayangkan dulu kau didunia
ini sendiri, nggak ada kawanmu hidup untuk berbagi pikiran, untuk
berbagi rasa, capek, dan lainnya lah nak. Kan sakit ? itulah yang kurasakan
nak. Sedihnya tapi harus berjuang, karena kalau udah janda ini, anaknya
tinggal perjuangan. Campur aduknya perasaan itu nak, apalagi dulu
cukupnya hidup kami, semua baiknya nak, semuanya senang dr awal nak.
Tapi tiba-tiba kami merasakan susah nak, tanya lah satu kampong
itu,taunya siapa suami ku ini. Baiknya nak tapi inilah yang diajalani.
Setiap istri mana ada yang mau kehilangan suami nak. Pastinya merasa
tidak mampu, tapi kan dimampukan Tuhannya nak. Banyaknya tantangan
janda ini nak, apalagi maunya kotor otak orang mandang kita nak. Kalau

Universitas Sumatera Utara













janda ini baiknya tapi negative nanti pandangan orang,karena orang
lalapnya lihat negatifnya. Kalau aku suka mu situ, urus urusku sendiri,
ngapain urusi orang.
Peneliti
: perbedaan yang paling ibu rasakan itu apa ?
Ibu Y.S
: yah, dulu apa-apa suaminya walaupun dia pendiam kali.
Sekarang sendiri, apalagi yaa, dulu adanya kawan kita nangis, sekarang
kan nggak mungkin anak kawan nangis kita ? (tertawa). Aku ya nak, gak
nya pala kupikiri kali hidup ini lagi, udah susah kali kurasa kalau kupikiri,
mendingan senang-senanglah aku, tertutupi sedih itu. Memang dulu aku
dekat sama Tuhan nak, sekarangpun dekatnya tapi ada rasa marah kadang,
tapi itu salah yaa nak. Masak Tuhan kita marahi. Haha. Dulukan kami dua
yang kerja nak, sekarang akulah sendiri. Aku nya yang kerja sendiri,
walaupun anakku udah kerja di Jakarta sana, aku nggak mau repoti dia,
apalagi meminta uangnya sepeserpun. Karena biarlah dia disana baik-baik.
Gitu aku nak, aku sekarang ceritanya sama anakku yang laki-laki itulah,
jadi itulah bedanya nak. Hahaha
Peneliti
: berarti ibu saat ini sendiri aja menafkahi anak-anak ibu ?
Ibu Y.S
: ya iyalah nak, jadi siapa lagi. Iya nak saya yang cari
nafkah sendiri,dulu saya ada toko pupuk, tapikan sekarang tinggal di
medan nak, jadi jeruk itu yang dikampung saya olah. Dulu ada kopi juga
nak, tapi karena banyak masalah keluarga, saya juallah nak. Kerja keras
kalilah nak, karena keluarga pihak suami ini nya nak. Kami itu tidaknya
ada kenapa-kenapa. Kami pernah nya gak makan karena tertutup kayaknya
berkat itu dibuat orang itu nak. Taulah dikampung kan nak. Masih
kentalnya dukun-dukunnya, tapi terserahlah nak, Tuhan aja kupercayai,
buktinya bisanya aku hidupi anak-anakku.
Peneliti
: ibu sering tidak menangis ingat zaman dulu, ingat suami ?
Ibu Y.S
: hahahaha, bagaimananya ya.. ya nangislah nak, sering aku
dikuburan itu nangis nak, malampun mau aku nangis,karena kan disebelah
rumah kaminya kuburan nya. Sering aku nangis nak, tapi bangkit lagilah
aku. Aku gak mau terpuruk lama-lama nak. Kalau lagi sedih, aku nonton
aja life channel itu nak. Taukan nak ? tv rohani itu ? aku dulu kalau ingat
dia, mau marah-marah, karena pastinya ada tidak terimanya, karena
pendiamnya itu buat aku jadi bingung nak. Aduh, kalau kuingat dia nanonano nya nak (airmata bercucuran).
Peneliti
: Jadi bagaimananya hubungan ibu dengan keluarga suami ?
Ibu Y.S
: wah, hahahahaha. Aduh nak terkejut badannya aku nak,
dulu memang tidaknya mereka pala senang samaku. Aku memang
pendiam nak, diamnya aku terus tapi kalau nggak pas dihatiku, keras aku
nak. Kan ngga bisa kita luruskan yang bengkok. Jahatnya mereka samaku
sebenarnya nak, tapi nggak boleh kita balas nak. Biarlah Tuhan yang
bertindak nak, mereka dulu menurutku bermuka duanya nak, pas suamiku

Universitas Sumatera Utara













meninggal adanya masalah, mau dibuat kuburannya dikampung lebih
kampung dalam sana tapi aku nggak maulah. Apalagi baru satu setengah
bulannya suamiku meninggal, udah dikunci orang itu rumah kami, mau
diambil alih mereka. Makanya lah tamat SMA anakku, langsung kujualkan
itu, makanya lah aku dimenteng ini. Kalau kuceritakan semua, muak nanti
kau nak. Aku pun agak malasnya bahas mereka. Tapi nak udah adalah satu
dua orang yang berubah mereka, itulah kalau kita baik, adanya nanti
dikasih Tuhan sama kita. Inilah minta maafnya mereka, tapi aku nggak
maulah kayak dulu lagi, pastinya ada jarak, bukan karena apa tapi takut
terulang nak, daripada terulang lagi mendingan jaga jarak biar nyaman aja
yak an nak?
Peneliti
: iyaa ibu yaa, benarnya itu ibu. Kalau dengan keluarga dari
pihak ibu bagaimana ?
Ibu Y.S
: kalau itu tetapnya baik, tapi ada satu itu memang nggak
dekat kami sekarang. Abangku ada disitu, di tanjung balai. Kalau dia
memang gak nak, itulah mau dijodohkan pula anakku sama anaknya, kalau
aku ya terserah anakku aja tapi akupun masih adanya rasa sakit nak. Tapi
semua keluargaku mendukungku nya nak. Kembali keorangnya nak, kalau
jahat awalnya jahatnya terus, pastinya ada jahatnya nak. kalau acara-acara
adat, aku pastinya datang nak, aku nya nanti yang aktif pun.
Peneliti
: Kalau sikap keluarga ke anak bagaimana bu ?
Ibu Y.S
: kalau anak sih sama ajanya perlakuan mereka. Tapi aku
jahat pun mereka kan kembali lagi keanaknya, gimana pandangan mereka ,
karena aku kubebaskannya anak-anakku sama mereka. Tapi sikap mereka
adanya kurang baiknya, karena kulihat keluarga suamiku ini sama aja nya
gimana aku dan gimana anakku. Bayangi aja dulu mereka sempatnya mau
ngapain anakku, tapi aku nggak terimalah, ngerinya keluarga kami nak,
suamiku nya baik kali jadi manusia nak. tapi gitulah nak.
Peneliti
: kalau keluarga pihak ibu bagaimana ?
Ibu Y.S
: yah, keluarga ku ya baiknya sama mereka. Tengoklah
kuliahpun samanya anakku sama anak kakakku. Baik-baik ajanya, tapi
keluarga suami ininya yang buat aku bingung, ntah apa salahku, tapi
begini terus nak. tetanggapun taunya nak bagaimana perlakuan mereka.
Kasihan pun tetangga melihat kami, katanya yang terlalu kuat kali kami
menghadapi mereka. Masak jadi mereka yang menolong aku, harusnya
kan keluargaku sendirilah yakan nak ?
Peneliti
: oh yaa lah bu, jadi tetangga atau orang sekitar gimana
pendapatnya tentang ibu?
Ibu Y.S
: kalau mereka yah kayak kubilang tadi, kasihannya nak.
tapi tetanggaku yang disini hanya sedikitnya tau nya nak, kalau di menteng
ini positifnya tanggapan mereka. Karena kan akupun nggak mungkin
cerita-cerita sama orang kan, aku nya yang tahan ini sendiri semuanya nak.

Universitas Sumatera Utara




















makanya yaudahlah, tapi pasti adanya tanggapan orang negatif, tapi karena
udah kerja anakku, ya udah tualah menurut mereka, kan nggak mungkin
lagi direcoki nak. adanya yang tanya, kok nggak menikah lagi ? tapi
apalah mau kubilang, kalau tadi aku nggak punya anak bisalah nak, ini
anakku pun ada, akupun masihnya selalu sayang dan ingat sama suamiku,
masak kucari orang lain. Aduh kalau tadi mamak-mamak genit itu bisalah
gitu, ini aku urus pula lagi nanti orang lain ? aduh nggak kerjaanku kali
itu nak, lagian buat apa kawin lagi yakan nak ? tapikan mereka nanya
gitupun karena nggak mengertinya nak. memang kalau janda ini
negatifnya pandangan orang terus tapi tergantung kita buat jadi positif nak.
Peneliti
: iyaa ibu, tepat nya itu. Oiya, kalau peninggalan suami
adanya sama keluarga ibu? maksudnya adakah yang tidak ibu terima ?
Ibu Y.S
: iya nak, dulu pas suami ibu meninggal mobilpun ditarik
mereka, dijual mereka. Katanya itu hak mereka, ibu malas sebenarnya
cerita yang beginian nak. tapi yaudahlah nak, mau kata apa lagi dek.
Peneliti
: Ada nggak bu perbedaan sikap ibu terhadap anak sewaktu
masih memiliki suami dan tidak ?
Ibu Y.S
: adalah nak, ibu lebih giat lagi bekerja untuk anak. Lebih
berjuang nak, tapi kalau sikap ibu ya biasalah nak, gimana buat anak-anak
ibu tidak sedih. Karena mereka tertekannya pasti kalau nggak punya bapak
apalagi sikap keluarga suami yang tidak mendukung nak.
Peneliti
: Bagaimana menurut ibu posisi ibu di keluarga ?
Ibu Y.S
: keluarga mana nak ? keluarga ibu yang inti ini ?
Peneliti
: iya ibu, bagaimana posisi ibu sekarang ?
Ibu Y.S
: saya sih nak tentu berbedalah nak, dulu saya sebagai ibu
sekarang sebagai ayah juga. Merangkap lah nak, Cuma sekarang ibu lebih
tegas lah nak, tapi harus seimbang juganya nak, kadang kayak ayah
kadang kayak ibu, gitunya nak.
Wawancara Kedua
Peneliti: Selamat siang ibu, nggak mengganggu kan ibu ?
YS
: ah, nggak lah nak. kemarin kurang ya wawancara nya ? ibu kira
udah semua ibu bilang dengan jelas lah. (senyum sambil mengarahkan
duduk di ruang tamu)
Peneliti: iya ibu, ada yang kurang pertanyaan kemarin ibu. Ada beberapa
yang ingin di tanya lagi ibu, sudah lengkap kok yang ibu kasih, hanya mau
lebih dekat lagi ibu. Saya penasaran dengan kehidupan orangtua yang
mandiri ibu.
YS
: penasaran nak? ah apa yang mau dipenasarin kayak gini hidup.
Tapi nggak apa-apa nak, biar kamu bisa belajar dari kisah ibu. Ambil
positifnya ya nak, kalau negatif yang di ambil nggak akan pernah muat
kantongmu. Hehehe

Universitas Sumatera Utara















Peneliti: loh, kenapa tidak muat ibu ? hahaha, ibu ini bisa aja.
YS
: ya iyalah, soalnya banyak hal negatif yang akan kau dapat,
banyak yang menyakitkan nak jadi maksud ibu kamu ambil saja
hikmahnya nak.
Peneliti: makasih ya ibu, oh ya. Ibu kemarin bilang semenjak berumah
tangga baru tau adat, emang sebelumnya ibu tidak tau ya ?
YS
: oh, ya nak. ibukan di Medan, di Menteng ini nya ibu kecil. Kalau
di Medan, ayah ibu itu juga hanya sekedar tau nak. anaknya juga kan
banyak nak, jadi nggak semua lah bisa diperhatikan. Ibu juga dulu nggak
begitu paham tentang adat, ibu abaikan lah nak karena ibu belum begitu
paham. Setelah menikah sama bapak dan tinggal di kampong, yaudah
sering bapak ajak ibu ke pesta adat, apalagi kalau dikampung kan kita
harus ikut nak. masih dekat sama tetangga kan nak, baru semua itu sama.
Pasti ada aja hubungan keluarganya, semarga aja udah saudara. Ibukan
orang batak, bapak juga orang batak, tinggal di kampong ada lagi yang
semarga nak, kayak ibu kan kalau ke simalungun sipayung, jadi semua
orang sipayung itu saudara ibu. Dekat lah dengan sipayung, kalau ke karo
sembiring kan jadi sembiring juga saudara ibu. Apalagi dulu ibu di Merek
kan, jadi becampur itu toba, simalungun dan karo. Itu sih enaknya beradat
ini, tapi yah pasti adanya gak enaknya nak.
Peneliti: wah, banyak sekali dong keluarga ya ibu. Kalau tersesat hanya
dengan marga aja dong ibu ?
YS
: hahahahahhah, pas yang kamu bilang nak. tinggal jual marga aja
kan nak..
Peneliti: iya iya ibu, oiya anak ibu yang terakhir kalau tidak salah masih
kecil ya ditinggal bapak ? itu gimana perasaan ibu menrawatnya ?
YS
: mirip sekali kan nak mereka ? udah kamu lihat foto bapak dan si
pudan kami itu kan ? jadi setulus hati kali aku merawatnya, ada sosok
suamiku disitu. Itulah yang sering buat aku nangis, apalagi dia cepat
ditinggal. Sedih kali nya nak, dia belum tau apa-apa nak. masih SD atau
SMP dia itu, ibu lupa tapi kasihan lah nak, sangat disayangkan sekali nak.
ibu merawat dia setulus hati kali, ibu memang beda kan dia dari yang lain.
Dia harus di double kan kasih sayangnya nak. dulu memang sering sekali
bapak memberi dia hadiah, tapi itu masih kecil jadi ingatannya juga tidak
akan sekuat orang dewasa kan, maksudnya tidak begitu di ingatnya atau
hanya sekdar. Taulah gimana perasaan anak kan? Masih labilnya nak.
Peneliti: wah, tapi kemarin cerita-cerita kecil sama kakak, katanya sempat
ya si kecil mau diangkat pak tuanya ya ibu ?
YS
:iya nak, itulah pak tua nya mau angkat si kecil kami ini. Tapi
nggak jadi, nggak ku kasih lah. itupun pas masih hidup bapak, dalam hati
ku kan nak hidupnya pun kadang suamiku ya