Implementasi Prinsip Transparansi Oleh Perusahaan Jasa Penilai Terkait Penawaran Saham Perdana

(1)

1

Dewasa ini perkembangan perekonomian dunia yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa internasional, seperti dibentuknya Organisasi Perdagangan Internasioal (World Trade Organization/WTO), blok-blok perdagangan regional seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), maupun Asia Pasific Economy Cooperation (APEC), dan sebagainya.1

Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang aktif melaksanakan pembangunan. Dalam melaksanakan pembangunan sudah barang tentu membutuhkan dana yang cukup besar. Melihat potensi perkembangannya, pemerintah Indonesia bertekad akan mengurangi peranan bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan.2 Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan yang semakin besar ini tidak akan dapat dibiayai oleh pemerintah saja melalui penerimaan pajak dan penerimaan lainnya.3

1

Joni Emirzon, Aspek-Aspek Hukum Perusahaan Jasa Penilai, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 1.

2

Adrian Sutedi, Segi-Segi Hukum Pasar Modal,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hal. 2

3

Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, (Bandung: Alumni, 2007), hal. 1.


(2)

Pada Bab IV dari Ketetapan MPR No. IV/ MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004 ditegaskan mengenai masalah Pembangunan Ekonomi. Dalam Butir A.7 dari Bab IV tersebut disebutkan :

“Mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional”.4

“Mengembangkan kebijakan fiskal dengan memperhatikan prinsip transparansi, disiplin, keadilan, efisiensi, dan efektfitas, untuk menambah penerimaan negara dan menurangi ketergantungan dana dari luar negeri. Sektor swasta akan mengambil peran yang lebih besar melalui penciptaan dan pengembangan berbagai alternatif sumber pembiayaan tidak hanya melalui sistem perbankan tetapi juga melalui sistem lainnya termasuk pasar modal”.

Selanjutnya Butir B.7 dari GBHN Bab IV menyebutkan :

5

Dengan demikian, maka pasar modal sebagai salah satu alternatif pembiayaan pembangunan, harus dapat memfasilitasi perkembangan ekonomi pasar. Dalam hubungan ini swasta akan menjadi motor dalam kegiatan ekonomi (private sector leads growth economy).6 Kesulitan yang menimpa perekonomian Indonesia mungkin tidak terjadi apabila, antara lain, dunia usaha secara sungguh-sungguh melaksanakan prinsip-prinsip manajemen keuangan perusahaan yang sehat yakni dengan menyeimbangkan struktur permodalan sedemikian rupa sehingga keperluan jangka pendek benar-benar dapat dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan jangka panjang.7

4

Bab IV Butir A.7 dari Ketetapan MPR No. IV/ MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 - 2004

5

Butir B.7 Bab IV Garis-garis Besar Haluan Negara

6

Jusuf Anwar, Op.cit., hal. 2.

7

Ibid., hal. 3.


(3)

Pada hakikatnya, yang dimaksud dengan struktur permodalan adalah pencerminan dari pertimbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri dari suatu perusahaan. Perbaikan struktur permodalan dunia usaha merupakan keharusan untuk meningkatkan efisiensi dan memperokoh daya saing perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam terutama dalam era globalisasi. Untuk itu, sumber pembiayaan jangka panjang seperti yang disediakan oleh pasar modal merupakan suatu keharusan bagi pembangunan nasional.8

“ Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum, dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.”

Pasal 1 Ayat 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, berbunyi :

9

8

Ibid.

9

Pasal 1 Ayat 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasar modal (capital market)

adalah pasar yang terorganisir, yakni sarana bertemunya penawar (emiten) dan peminta dana jangka menengah maupun panjang dalam bentuk efek, termasuk bank-bank komersil, lembaga-lembaga, dan semua perantara di bidang keuangan maupun surat berharga suatu perusahaan. Kemudian penawar dan peminta modal jangka panjang tersebut dapat melakukan transaksinya dan mencapai kata sepakat tanpa perlu bertatap muka layaknya pasar konvensional.


(4)

Kalau diamati perkembangan pasar modal di negara-negara maju, ternyata pasar modal mempunyai peran yang sangat penting, baik dari sisi permintaan modal oleh perusahaan, yang biasa disebut emiten atau dalam bahasa Ingggris-nya

issuer, maupun isi penawaran oleh pemilik modal, yaitu masyarakat yang biasa disebut investor. Sepertinya, keduanya sama-sama mendapatkan keuntungan sehingga pasar modal dapat terus berkembang. Bahkan, pasar modal dijadikan tolak ukur kemodernan. Artinya, suatu bangsa atau negara baru berhak menyandang predikat modern kalau pasar modalnya maju.10

Salah satu kelebihan pasar modal adalah kemampuannya menyediakan modal dalam jangka panjang dan tanpa batas. Dengan demikian, untuk membiayai investasi pada proyek-proyek jangka panjang dan memerlukan modal yang besar, sudah selayaknya para pengusaha menggunakan dana-dana dari pasar modal. Sedangkan untuk membiayai investasi jangka pendek, seperti kebutuhan modal kerja, dapat digunakan dana-dana (misalnya kredit) dari perbankan.

11

10

Sarwidji Widoatmodjo, (1) Pasar Modal Indonesia : Pengantar dan Studi Kasus, (Jakarta: Ghalia Indonesia), 2009, hal. 4.

11

Ibid.

Banyak negara yang menyadari bahwa pasar modal merupakan suatu sarana yang bernilai positif dan produktif guna mendorong perekonomian negaranya masing-masing. Negara yang menganut paham sosialispun seperti RRC, dalam kehidupan perekonomiannya sudah mengarah pada praktik yang umum terdapat di negara kapitalis. Di samping itu, pasar modal merupakan alternatif baru bagi para pemodal untuk melakukan investasi. Dengan berbagai alternatif investasi yang


(5)

telah ada seperti perbankan, properti, dan komoditi para pemodal dapat melakukan pilihan investasi secara tepat serta memberikan manfaat terbaik.12

Di samping kelebihan seperti tersebut di atas, pasar modal juga masih memiliki manfaat lain. Pasar modal dapat menjadi sarana pengalihan resiko (risk diversification), dimana pengalihan resiko ini merupakan salah satu strategi investasi untuk menekan resiko, baik dari pihak issuer maupun pihak pemodal tetapi tetap berpotensi menghasilkan keuntungan yang cukup bagi para pihak. Ada pula fungsi lainnya, yakni fungsi pasar modal dalam mekanisme alokasi modal dan pemantauan korporasi, serta sebagai sarana bagi pemerintah untuk melaksanakan ekonomi pasar disamping memanfaatkan baik kebijakan fiskal maupun moneter.13

Hal-hal lain yang sangat penting adalah telah berlaku efektifnya Undang-Undang Pasar Modal, yakni Undang-Undang-Undang-Undang No. 8 Tahun 1995. Di dalam UU No. 8 Tahun 1995 secara tegas mewajibkan setiap perusahaan yang menawarkan efeknya melalui pasar modal atau disebut emiten untuk mengungkapkan seluruh informasi mengenai keadaan usahanya, termasuk keadaan keuangan, aspek hukum, manajemen, dan harta kekayaan perusahaan (full disclosure) kepada masyarakat karena pada prinsipnya membeli suatu barang janganlah seperti ‘membeli kucing dalam karung’. Tetapi barang yang dibeli haruslah jelas wujudnya.14

Namun demikian, untuk yang namanya tindakan membeli efek, maka sektor hukum mensyaratkan untuk keterbukaan (disclosure) lebih dari yang berlaku

12

Jusuf Anwar, Op.cit., hal. 3.

13

Ibid., hal 3-4.

14


(6)

untuk membeli barang biasa. Cukup banyak pemikiran telah dicurahkan dan cukup banyak aturan main yang telah digulirkan hanya untuk menjain agar unsur transparansi tersebut benar-benar muncul ke permukaan. Begitu pentingnya eksistensi dan kedudukan unsur keterbukaan (disclosure) dalam pasar modal sehingga kalau belum bisa menjamin unsur keterbukaan ini, maka hukum pasar modal tersebut dianggap masih belum apa-apa. Dalam hal inilah diperlukannya keterbukaan (disclosure) informasi di pasar modal karena informasi itu harus dijamin kebenarannya sehingga masyarakat pemodal dapat memahami keadaan perusahaan sebelum mengambil keputusan untuk membeli atau tidak membeli efek. 15

Di dalam pengertian keterbukaan (disclosure), Bacelius Ruru menyebutkan bahwa keterbukaan (disclosure) adalah kewajiban perusahaan atau emiten untuk menyampaikan laporan perusahaan, baik dalam bentuk laporan keuangan berkala maupun laporan kejadian penting lainnya. Informasi tersebut harus akurat, tepat waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan.16

“ Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.”

Menurut Pasal 1 ayat 15 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal :

17

15

Ibid.

16

Bacelius Ruru, “Pasar Modal Indonesia Pasca Deregulasi Paket Desember 1990”, Makalah Dalam Seminar Nasional Perkembangan Pasar Modal di Indonesia Pasca Deregulasi Paket Desember 1990, Yogyakarta, 22 Januari 1994, hal. 16.

17


(7)

Dalam proses penawaran umum (go public), emiten harus menyerahkan prospektus perusahaannya. Menurut Pasal 1 ayat 26 UU No. 8 Tahun 1995, yang dimaksud dengan prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek. Artinya, prospektus tersebut merupakan iklan yang berisi tentang pernyataan dan atau informasi yang dicetak dalam bentuk dokumen dan dipergunakan untuk mempengaruhi calon pemodal, sehingga ia tertarik untuk membeli efek tersebut. Prospektus merupakan dokumen yang sangat penting bagi suatu perusahaan yang baru pertama kali go public, dikarenakan masyarakat (calon investor) hanya dapat memperoleh informasi tentang perusahaan go public tersebut dari prospektus yang dikeluarkan oleh emiten.

Karena itulah, prospektus akan dibuat semenarik mungkin, baik desain dan mutu bahan percetakannya maupun substansi isi informasi yang ingin disampaikan kepada investor. Meskipun prospektus tampak sangat menarik, tidak ada yang menjamin kebenaran isi prospektus tersebut. Karena itulah Bapepam-LK (Otoritas Jasa Keuangan) selalu dan perlu menyatakan dalam setiap prospektus yang dikeluarkan emiten bahwa Bapepam-LK (Otoritas Jasa Keuangan) tidak menjamin kebenaran isi prospektus.18 Prospektus harus menyajikan paling tidak hal-hal berikut19

1. Jadwal proses go public

.

2. Sejarah singkat perusahaan

3. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)

18

Sarwidji Widoatmodjo, Op.cit., hal. 62.

19


(8)

4. Para pengelola (komisaris dan direksi) 5. Struktur organisasi

6. Pendapat dari konsultan hukum 7. Pendapat dari penilai

8. Laporan keuangan, yang sudah diaudit akuntan publik : a. Neraca

b. Laporan laba/rugi

c. Laporan perubahan modal 9. Proyeksi, yang dirinci per tahun

10. Kebijaksanaan deviden yang akan diambil emiten

11. Risiko, yaitu kemungkinan-kemungkinan yang menyebabkan perusahaan tidak berhasil mencapai proyeksi sehingga menyebabkan investor akan merugi.

Jika dicermati hal-hal yang harus disajikan dalam prospektus diatas, beberapa informasi yang disajikan dalam dokumen prospektus merupakan hasil kerja dari profesi penunjang dalam pasar modal, khususnya dalam hal penawaran umum perdana (initial public offering). Bagi perusahaan yang hendak go public, profesi penunjang pasar modal menjadi sangat penting karena profesi penunjang pasar modal ini akan membantu emiten dalam proses penawaran umum. Profesi penunjang pasar modal tersebut, yaitu:

1. Akuntan Publik 2. Konsultan Hukum 3. Perusahaan Penilai


(9)

4. Notaris

Informasi yang disajikan oleh institusi dan profesi penunjang pasar modal tentang keadaan perusahaan (emiten/calon emiten) merupakan hal yang sangat fundamental di pasar modal, mengingat informasi tersebut merupakan sarana bagi investor untuk mengambil keputusan bagi investasinya.20

Pada hakikatnya, Usaha Jasa Penilai adalah badan usaha yang berpredikat sebagai lembaga kepercayaan, wajib memberikan penilaian yang independen.

21

Perusahaan Penilai sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal mempunyai kedudukan yang cukup penting, karena lembaga ini berperan dalam menentukan nilai wajar dan harta milik perusahaan. Nilai ini diperlukan sebagai bahan informasi bagi para investor dalam mengambil keputusan investasi. Salah satu tolok ukur yang dipergunakan untuk menilai keadaan perusahaan go public adalah dengan mengetahui seberapa jauh nilai harta tetap perusahaan bersangkutan. Neraca juga mencerminkan harta kekayaan perusahaan baik harta tetap maupun aktiva lancar, tetapi nilainya didasarkan pada nilai buku. Nilai ini kiranya belum mencerminkan nilai harta kekayaan sebagaimana dikehendaki oleh para investor di pasar modal. Umumnya, para investor menginginkan pengetahuan mengenai nilai wajar perusahaan sebagai usaha yang berkelanjutan (going concern).22 Peran penilai antara lain23

20

Jusuf Anwar, Op. cit., hal. 153.

21

Pasal 67 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64.

22

Jusuf Anwar, Op.cit., hal. 151.

23

Sarwidji Widoatmodjo, (2) Jurus Jitu Go Public, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004), hal. 79.


(10)

a. Penilai berperan menilai keberadaan suatu barang/benda secara fisik dan non fisik. Secara fisik berarti menilai berapa nilai barang tersebut jika dirupiahkan.

b. Dalam bentuk fisiknya, harta kekayaan dapat berupa harta tetap, harta tidak tetap maupun yang tidak berwujud. Semua itu menjadi tanggung jawab penilai.

Aset merupakan harta kekayaan dari emiten sehingga perlu diberikan penilaian yang objektif dan terbuka. Sebab bagian inilah yang dibeli dan dibayar oleh pemodal, atau yang dapat dijadikan agunan terhadap pinjaman dari pemodal. Dengan demikian, penilai bisa menentukan seberapa besar nilai kekayaan emiten. Selanjutnya nilai kekayaan ini akan menentukan harga saham atau obligasi. Karena itu emiten sangat erat kaitannya dengan keberadaan penilai.24

Hasil dari penilaian tersebut akan dilampirkan dalam dokumen prospektus emiten, untuk selanjutnya dijadikan bahan informasi oleh calon investor. Oleh karena itulah profesi penilai diharapkan dapat bekerja secara transparan dan memberikan penilaian yang independen. Penilaian yang independen ini diperlukan untuk menghindari tindakan penipuan informasi bagi calon investor oleh perusahaan yang akan go public , karena umumnya dalam mekanisme penawaran umum perdana, emiten ingin menarik minat calon investor melalui nilai harta dan aset perusahaan yang besar. Padahal, pemodal menginginkan suatu penilaian yang independen dan objektif atas aset-aset perusahaan, sehingga mereka merasa yakin bahwa mereka berinvestasi di perusahaan yang potensial.

24


(11)

Karena apabila seorang pemodal berinvestasi di perusahaan yang laporan penilaian asetnya tidak dapat dijamin transparansi dan independensinya, maka hal ini akan menimbulkan kerugian yang besar dikemudian hari bagi pihak investor. Oleh karena itu sangat ditekankan penerapan prinsip transparansi oleh perusahaan jasa penilai dalam melaksanakan tugasnya.

Atas dasar itulah, penulis merasa perlu membahas lebih lanjut mengenai Penerapan Prinsip Transparansi oleh Perusahaan Jasa Penilai Terkait Penawaran Saham Perdana.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian singkat yang telah dikemukakan diatas, penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan prinsip keterbukaan dalam penawaran saham perdana?

2. Bagaimana pelaksanaan pekerjaan profesi penilai dalam kegiatan penawaran saham perdana?

3. Bagaimana tanggung jawab hukum penilai dalam implemetasi prinsip transparansi di penawaran saham perdana?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan


(12)

1. Mengetahui penerapan prinsip keterbukaan dalam penawaran saham perdana berdasarkan peraturan-peraturan pasar modal Indonesia.

2. Mengetahui pelaksanaan pekerjaan profesi penilai dalam kegiatan penawaran saham perdana.

3. Mengetahui bagaimana tanggung jawab hukum penilai dalam implementasi prinsip transparansi di penawaran saham perdana.

Adapun manfaat penulisan skripsi ini antara lain : 1. Secara Teoritis

Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap penerapan prinsip transparansi oleh Profesi Penunjang Pasar Modal, khususnya Perusahaan Jasa Penilai dalam kegiatan Penawaran Saham Perdana oleh perusahaan go public.

2. Secara Praktis

Penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran yuridis mengenai perusahaan jasa penilai, khususnya mengenai penerapan prinsip transparansi dalam melaksanakan tugasnya sehubungan dengan kegiatan penawaran saham perdana di pasar modal kepada Almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bahan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “Implementasi Prinsip Transparansi Oleh Perusahaan Jasa Penilai Terkait Penawaran Saham Perdana”. Di dalam penulisan skripsi ini


(13)

dimulai dari mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan perusahaan jasa penilai, pelaksanaan kegiatan penilaian di penawaran saham perdana, maupun peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan, baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan atau media cetak maupun media elektronik. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi ini, telah dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan melalui internet untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara atau ditempat lainnya.

Namun terdapat tulisan mengenai “Aspek Hukum Kedudukan Penjamin Emisi dalam Rangka Penawaran Umum Penjual Saham Perdana” yang ditulis oleh Poppy Dian Ariany S. dengan mengangkat rumusan permasalahan sebagai berikut:

1. Perbedaan antara pasar perdana dengan pasar sekunder dan bursa pararel 2. Proses penjualan saham di pasar perdana

3. Aspek hukum kedudukan penjamin emisi dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana

4. Pembagian kategori penjamin emisi yang melakukan pelanggaran dalam peroses penawaran saham pada pasar perdana atau IPO.

Dan Merliana Lepita S. menulis tentang “ Transparansi pada Perseroan Terbuka sebagai Implementasi Good Corporate Governance (GCG) di Pasar Modal” dengan mengangkat rumusan permasalahan sebagai berikut:


(14)

1. Penerapan prinsip transparansi pada perseroan terbuka sebagai implementasi

good corporate governance di pasar modal.

2. Ketentuan sanksi atas pelanggaran prinsip transparansi di pasar modal. Dan skripsi ini ditulis dengan permasalahan dan pembahasan yang berbeda sehingga bisa dipandang sebagai tulisan yang asli. Apabila dikemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini dibuat maka hal tersebut dapat diminta pertanggungjawaban dikemudian hari.

E. Tinjauan Kepustakaan

Pasal 64 Ayat 1 Huruf c UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa profesi penunjang pasar modal antara lain terdiri dari penilai. Profesi penilai sesungguhnya memiliki peran sangat strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, baik sektor publik maupun privat.25 Penilai adalah pihak yang menerbitkan dan menandatangani laporan penilaian atas nilai aktiva, yang disusun berdasarkan pemeriksaan menurut keahlian dari penilai.26

25

Doli D. Siregar, Breakthrough Profesionalisme Penilai Indonesia, (Jakarta: Masyarakat Profesi Penilai Indonesia, 2013), hal. 51.

26

Sarwidji Widoatmodjo, (2), Op.cit., hal. 78.

Penilai yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam (Otoritas Jasa Keuangan) untuk mendapatkan Surat Tanda Terdaftar Profesi Penunjang Pasar Modal untuk Penilai. Peranan perusahaan penilai sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal cukup menentukan di pasar modal karena lembaga ini berperan dalam menentukan nilai wajar dari harta milik perusahaan.


(15)

Nilai ini diperlukan sebagai bahan informasi bagi para investor di dalam mengambil keputusan investasi.27

Ditinjau dari berbagai sisi, usaha jasa penilai serta profesi penilai di Indonesia memang masih menyimpan banyak problematikanya sendiri. Pertama, dari segi jumlah saja, misalnya ketersediaan tenaga penilai masih jauh jika dibandingkan dengan kebutuhan dan tuntutan pasar yang cenderung terus meningkat dan berkembang. Ketua umum MAPPI Hamid Yusuf memiliki perkiraan, tahun 2011 jumlah tenaga penilai hanya sekitar 2000 orang, padahal dengan wilayah yang demikian luas dan perkembangan ekonomi yang sangat pesat, Indonesia sedikitnya membutuhkan sekitar 10 ribu tenaga penilai.28 Kondisi tersebut tidak bisa dilepaskan dari permasalahan kedua yang masih melilit industri jasa dan profesi penilai di Indonesia, yaitu soal pendidikan. Dengan intensitas pendidikan dan tingkat kelulusan peserta pendidikan jasa penilai yang tidak melampaui angka 50 persen, sulit untuk bisa memenuhi kebutuhan jasa penilai sesuai permintaan dan tuntutan pasar yang kian besar.29 Pendek kata, dengan kondisi ketersediaan dan penyelenggaraan pendidikan yang masih terbatas, pertumbuhan jumlah penilai, baik dalam pengertian tenaga penilai atau penilai publik, akan terbatas pula.30

Masalah ketiga adalah persoalan kompetensi profesionalitas, dan integritas dari profesi penilai. Diakui atau tidak, masih adanya persoalan tentang kompetensi, profesionalitas, dan integritas dari profesi penilai tersebut terbaca

27

Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 30.

28

Kompas, 30 September 2010.

29

Media Penilai, Edisi Maret/TH.VII/2012, hal. 26.

30


(16)

pada diterbitkannya aturan mengenai standar imbalan jasa (fee) minimum yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat MAPPI. Keluarnya kebijakan ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya praktek persaingan yang tidak sehat di kalangan penilai. Tentu saja, persaingan tidak sehat ini muncul lantaran para penilai telah mempertaruhkan kompetensi, profesionalitas, dan integritas mereka. Artinya, dalam praktek kegiatan penilaian, banyak terjadi pengabaian terhadap Standar Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), yang secara gambling mewujud dalam “perang tarif” guna berebut klien atau pasar. Praktek yang demikian tentu saja semakin menjauhkan peran profesi penilai dari misi awalnya guna turut serta membangun perekonomian nasional yang transparan, efisien, akuntabel, berkeadilan, dan kokoh. Dan, ironisnya, hal itu bukan terjadi belakangan ini. Hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang dosen dari Universitas Jayabaya Jakarta, RA Thajibah KY pada 2007 menunjukkan bahwa praktek penilaian di Indonesia belum mendukung terbangunnya Good Corporate Governance (GCG)31

Salah satu temuan dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa banyak penilai publik yang dengan sadar bertindak tidak independen alias mau disetir oleh klien atau pemberi tugas demi mendapatkan imbalan jasa yang tak sepantasnya. Jika ini terjadi, sudah dapat dipastikan bahwa hasil kegiatan penilaiannya tidak akan sesuai dengan standar profesionalitas dan standar kompetensi. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa, selain karena faktor integritas pribadi-pribadi para penilai, juga disebabkan oleh belum adanya

31


(17)

regulasi yang mampu menjamin terbangunnya sistem dan praktek penilaian yang mengacu pada penerapan prinsip-prinsip GCG. Dan memang itulah salah satu persoalan mendasar yang dihadapi profesi penilai hingga saat ini. Inilah masalah

keempat bagi profesi penilai di Indonesia : belum ada payung hukum setingkat undang-undang (UU) yang secara khusus mengatur usaha jasa penilai dan profesi penilai di Indonesia. Jika dibandingkan dengan profesi penunjang kegiatan ekonomi lainnya, seperti akuntan, notaris, advokat, hanya penilai yang belum memiliki UU sendiri. Sejak pertama kali profesi ini diatur, hingga saat ini regulasi yang mengatur penilai hanyalah produk hukum setingkat peraturan menteri. Karena itu, dalam konteks bernegara, peraturan menteri yang mengatur profesi penilai ini tidak bisa mengikat para pihak di luar kewenangan kementerian yang menerbitkan peraturan tersebut. Lebih jauh lagi, dengan demikian, seluruh hasil kegiatan penilaian yang dilakukan penilai berupa opini nilai sesungguhnya tidak memiliki kekuatan hukum di depan tata peradilan nasional. 32

Seperti dilaporkan Majalah Media Penilai, sebagai Ketua Umum MAPPI, Hamid Yusuf menyadari akan pentingnya payung UU bagi profesi penilai. Sebab, jika belum dipayungi peraturan perundang-undangan setingkat UU, segala upaya dan terobosan yang dilakukan guna mengembangkan profesi penilai di Tanah Air akan lebih sering membentur tembok.33

32

Ibid., hal. 46-47.

33

Media Penilai, Edisi September / TH.VI/2011, hal. 16.

Namun sesungguhnya problematika tersebut tidak bisa dijadikan alasan atau pembenar bagi seorang penilai untuk abai pada masalah profesionalitas, kompetensi, dan integritas sebagai seorang yang


(18)

menyandang profesi penilai. Sebab tugas dan tanggung jawab penilai sebagai profesi melekat pada pribadi.34

F. Metode Penulisan

Dari sekian banyak permasalahan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan penilai tersebut, penerapan prinsip transparansi oleh penilai dalam menjalankan kegiatan penilaian menjadi permasalahan yang cukup penting untuk dijelaskan. Hal ini mengingat, masyarakat sebagai calon investor merupakan salah satu subjek yang terpenting untuk dilindungi dari berbagai macam bentuk kerugian akibat trindakan-tindakan profesi penilai yang tidak transparan. Terlebih apabila suatu perusahaan baru pertama kali go public, maka informasi yang didapatkan oleh calon investor hanya berdasarkan kepada apa yang disajikan oleh emiten dalam prospektus. Sehingga, apabila prospektus tersebut tidak dibuat berdasarkan profesionalitas, kompetensi, dan integritas, maka akibatnya akan sangat merugikan bagi investor.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah merupakan penelitian yang menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan dengan meninjau masalah yang diteliti dari segi ilmu hukum dan melakukan analisis terhadap norma-norma hukum dan peraturan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan berdasarkan bahan primer, sekunder, dan tersier untuk mendapatkan kesimpulan dari data-data yang diperoleh selama penelitian.

34


(19)

2. Sumber Data

Dalam menyusun skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1994-2004, Kitab undang Hukum Perdata, Kitab undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) 2013, Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2013, Peraturan Nomor VIII.C.1 tentang Pendaftaran Penilai yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.2 tentang Independensi Pendaftaran Penilai yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.3 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.4 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.5 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Aset Tak Berwujud di Pasar Modal, dan Peraturan Nomor X.J.4 Tentang Laporan Berkala Kegiatan Penilai.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu serta menganalisis. Misalnya: RUU, jurnal hukum, buku-buku para sarjana, hasil penelitian, makalah hukum, dan sebagainya.

c. Bahan Hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya: Koran dan majalah.


(20)

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara studi pustaka (library Research) atau disebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder, berupa perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, sejumlah buku-buku, artikel-artikel baik dari surat kabar, majalah maupun media elektronik yangs emua itu dimaksudkan untuk memperoleh data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.

4. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang dibahas. Analisis data dilakukan dengan:35

a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

b. Memilih kaidah-kaidah hukum/doktrin yangs esuai dengan penelitian.

c. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau pasal atau doktrin yang ada.

d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif kualitatif.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini meliputi :

35

Amiruddin Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 4.


(21)

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PENAWARAN SAHAM PERDANA

Berisikan tentang Tujuan Prinsip Keterbukaan, Proses Penawaran Saham Perdana, Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan sebelum Pernyataan Pendaftaran menjadi Efektif, Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan pada Perdagangan Saham di Pasar Perdana oleh Profesi Penunjang Pasar Modal, dan Prospektus.

BAB III : PELAKSANAAN PEKERJAAN PROFESI PENILAI DALAM KEGIATAN PENAWARAN SAHAM PERDANA

Berisikan tentang Profesi Penilai, Peraturan Jasa Penilai Berdasarkan Ketentuan Otoritas Jasa Keuangan, dan Ruang Lingkup Pekerjaan Jasa Penilai dalam Kegiatan di Pasar Modal.

BAB IV : IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI OLEH

PERUSAHAAN JASA PENILAI TERKAIT PENAWARAN SAHAM PERDANA

Berisikan tentang Ketentuan Terkait Implementasi Prinsip Transparansi oleh Perusahaan Jasa Penilai, dan Tanggung jawab Hukum Penilai terhadap Pelaksanaan Kegiatannya di Pasar Modal.


(22)

BAB V : PENUTUP


(1)

regulasi yang mampu menjamin terbangunnya sistem dan praktek penilaian yang mengacu pada penerapan prinsip-prinsip GCG. Dan memang itulah salah satu persoalan mendasar yang dihadapi profesi penilai hingga saat ini. Inilah masalah

keempat bagi profesi penilai di Indonesia : belum ada payung hukum setingkat undang-undang (UU) yang secara khusus mengatur usaha jasa penilai dan profesi penilai di Indonesia. Jika dibandingkan dengan profesi penunjang kegiatan ekonomi lainnya, seperti akuntan, notaris, advokat, hanya penilai yang belum memiliki UU sendiri. Sejak pertama kali profesi ini diatur, hingga saat ini regulasi yang mengatur penilai hanyalah produk hukum setingkat peraturan menteri. Karena itu, dalam konteks bernegara, peraturan menteri yang mengatur profesi penilai ini tidak bisa mengikat para pihak di luar kewenangan kementerian yang menerbitkan peraturan tersebut. Lebih jauh lagi, dengan demikian, seluruh hasil kegiatan penilaian yang dilakukan penilai berupa opini nilai sesungguhnya tidak

memiliki kekuatan hukum di depan tata peradilan nasional. 32

Seperti dilaporkan Majalah Media Penilai, sebagai Ketua Umum MAPPI,

Hamid Yusuf menyadari akan pentingnya payung UU bagi profesi penilai. Sebab, jika belum dipayungi peraturan perundang-undangan setingkat UU, segala upaya dan terobosan yang dilakukan guna mengembangkan profesi penilai di Tanah Air

akan lebih sering membentur tembok.33

32

Ibid., hal. 46-47.

33

Media Penilai, Edisi September / TH.VI/2011, hal. 16.

Namun sesungguhnya problematika tersebut tidak bisa dijadikan alasan atau pembenar bagi seorang penilai untuk abai pada masalah profesionalitas, kompetensi, dan integritas sebagai seorang yang


(2)

menyandang profesi penilai. Sebab tugas dan tanggung jawab penilai sebagai

profesi melekat pada pribadi.34

F. Metode Penulisan

Dari sekian banyak permasalahan yang ada dalam pelaksanaan kegiatan penilai tersebut, penerapan prinsip transparansi oleh penilai dalam menjalankan kegiatan penilaian menjadi permasalahan yang cukup penting untuk dijelaskan. Hal ini mengingat, masyarakat sebagai calon investor merupakan salah satu subjek yang terpenting untuk dilindungi dari berbagai macam bentuk kerugian akibat trindakan-tindakan profesi penilai yang tidak transparan. Terlebih apabila

suatu perusahaan baru pertama kali go public, maka informasi yang didapatkan

oleh calon investor hanya berdasarkan kepada apa yang disajikan oleh emiten dalam prospektus. Sehingga, apabila prospektus tersebut tidak dibuat berdasarkan profesionalitas, kompetensi, dan integritas, maka akibatnya akan sangat merugikan bagi investor.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah merupakan penelitian yang menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan dengan meninjau masalah yang diteliti dari segi ilmu hukum dan melakukan analisis terhadap norma-norma hukum dan peraturan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan berdasarkan bahan primer, sekunder, dan tersier untuk mendapatkan kesimpulan dari data-data yang diperoleh selama penelitian.


(3)

2. Sumber Data

Dalam menyusun skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan adalah:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri

dari Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1994-2004, Kitab undang Hukum Perdata, Kitab undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) 2013, Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2013, Peraturan Nomor VIII.C.1 tentang Pendaftaran Penilai yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.2 tentang Independensi Pendaftaran Penilai yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.3 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.4 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti di Pasar Modal, Peraturan Nomor VIII.C.5 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Aset Tak Berwujud di Pasar Modal, dan Peraturan Nomor X.J.4 Tentang Laporan Berkala Kegiatan Penilai.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan

bahan hukum primer dan dapat membantu serta menganalisis. Misalnya: RUU, jurnal hukum, buku-buku para sarjana, hasil penelitian, makalah hukum, dan sebagainya.

c. Bahan Hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi


(4)

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara studi pustaka (library Research) atau

disebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang disebut dengan data sekunder, berupa perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, sejumlah buku-buku, artikel-artikel baik dari surat kabar, majalah maupun media elektronik yangs emua itu dimaksudkan untuk memperoleh data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.

4. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian hukum normatif. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisis terhadap permasalahan yang dibahas. Analisis

data dilakukan dengan:35

a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan

yang diteliti.

b. Memilih kaidah-kaidah hukum/doktrin yangs esuai dengan penelitian.

c. Mensistematisasikan kaidah-kaidah hukum, azas atau pasal atau doktrin

yang ada.

d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif kualitatif.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini meliputi :

35


(5)

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : PRINSIP KETERBUKAAN DALAM PENAWARAN SAHAM

PERDANA

Berisikan tentang Tujuan Prinsip Keterbukaan, Proses Penawaran Saham Perdana, Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan sebelum Pernyataan Pendaftaran menjadi Efektif, Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan pada Perdagangan Saham di Pasar Perdana oleh Profesi Penunjang Pasar Modal, dan Prospektus.

BAB III : PELAKSANAAN PEKERJAAN PROFESI PENILAI DALAM

KEGIATAN PENAWARAN SAHAM PERDANA

Berisikan tentang Profesi Penilai, Peraturan Jasa Penilai Berdasarkan Ketentuan Otoritas Jasa Keuangan, dan Ruang Lingkup Pekerjaan Jasa Penilai dalam Kegiatan di Pasar Modal.

BAB IV : IMPLEMENTASI PRINSIP TRANSPARANSI OLEH

PERUSAHAAN JASA PENILAI TERKAIT PENAWARAN SAHAM PERDANA

Berisikan tentang Ketentuan Terkait Implementasi Prinsip Transparansi oleh Perusahaan Jasa Penilai, dan Tanggung jawab Hukum Penilai terhadap Pelaksanaan Kegiatannya di Pasar Modal.


(6)

BAB V : PENUTUP