Tinjauan Paket Wisata Pada PT. Narasindo Tour & Travel Medan

(1)

6

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1Sejarah Biro Perjalanan Wisata 2.1.1 Di Luar Negeri

Permulaan abad ke-19 ditandai dengan banyaknya kemajuan dalam bidang transportasi baik darat, laut maupun udara. Dengan kemajuan ini maka semakin banyak orang yang melakukan perjalanan dari satu kota ke kota lain, dari negara satu ke negara lain, bahkan dari benua satu ke benua lain.

Dengan lahirnya revolusi industri ini, transportasi darat dan laut semakin berkembang salah satunya adalah kereta api dan kapal laut. Pada abad ke-19 kereta api menjadi mode transportasi yang dominan untuk melakukan perjalanan dan sekaligus merupakan kekuatan penggerak pengembangan pariwisata. Dengan transportasi yang sudah modern ini banyak orang sangat terangsang untuk mengadakan suatu perjalanan. Pertumbuhan transportasi turut menumbuhkan industri-industri jasa lainnya seperti: perhotelan, restoran, tempat rekreasi, dll. Oleh karena itu, dibutuhkan pengaturan perjalanan yang profesional utnutk mempermudah kegiatan perjalanan yang dilakukan.

Keadaan yang diuraikan di atas telah memunculkan nama besar dalam sejarah lahirnya biro perjalanan wisata di dunia yaitu Thomas Cook yang lahir di Inggris pada tanggal 22 November 1818. Pada mulanya Thomas Cook memulai usahanya

dalam bisnis perjalanan dengan membujuk sejumlah perusahaan kereta api dan kapal


(2)

uap untuk membayar sejumlah komisi padanya karena dia menjual tiket perusahaan tersebut. Cook bermaksud untuk memperluas bisnisnya ke seluruh Inggris, Scotlandia, dan daratan Eropa. Maka pada tanggal 5 Juli 1841 Cook mulai mengorganisasi dan merancang sebuah paket perjalanan kelompok-kelompok dengan menggunakan kereta api yang bernama A Round Trip Excursion, dari kota Leicester ke kota Loughborough di Inggris selama satu hari dengan biaya satu shelling / pax. Karena kesuksesan perjalanan ini, Cook di angkat menjadi agen dari salah satu perusahaan kereta api di Inggris yang bernama „Midland Company Railway„.

Thomas Cook mulai mengorganisasi perjalanan singkat dengan gerbong kereta api yang terbuka dengan menyediakan hiburan dan makanan selama perjalanan. Maka pada tahun 1851 Cook memutuskan membuat sebuah package tour yang berpemandu untuk menyaksikan „World Exposition„ di London yang diikuti oleh sekitar150.000 orang. Tour ini merupakan paket wisata pertama karena di dalamnya telah dimasukkan komponen harga hotel, transport, makan, tour guide, entrance fee, dll.Karena kesuksesan package tour yang disusun Cook tersebut, Cook kembali membuat package tour ke luar negeri menuju Perancis untuk menyaksikan keindahan alam Eropa dan tempat-tempat bersejarah.Tour ini di beri nama„Cook‟s Tour To Europe„. Perjalanan ini merupakan Grand Tour pertama dalam sejarah kepariwisataan.

Kesuksesan Thomas Cook dalam mengorganisasi perjalanan telah mendorongnya untuk membuka suatu biro perjalanan yang kemudian diberi nama


(3)

mulai menyusun administrasi perjalanan secara professional dan modern sehingga dia dijuluki Bapak Perintis Biro Perjalanan Modern di dunia.

2.1.2 Di Dalam Negeri

Sejarah perkembangan biro perjalanan wisata di Indonesia dimulai pada tahun 1910 dengan didirikannya Verenidge Touristen Veerker (VTV) di Batavia (Jakarta sekarang) oleh pemerintahan Belanda. Tujuan pemerintah Belanda mendirikan perusahaan ini adalah untuk mengurus kepentingan perjlanan dari para pegawai pemerintah Belanda yang tinggal di Indonesia yang ingin mengadakan tamasya di Indonesia, sehingga para pegawai ini tidak perlu pulang ke Belanda karena perjalanan ke negeri Belanda memerlukan waktu yag lama dan sangat berbahaya disebabkan jarak jauh dan daerah-daerah berbahaya yang harus dilewati.

Sejak didirikannya perusahaan swasta NV.Lisland (Lissonne Lindeman) di Batavia, kegiatan tour mulai berkembang terutama di pulau Jawa dan Sumatera.Perusahaan ini berkembang dengan baik dalam mengurus orang-orang Belanda yang ingin cuti dan berekreasi di Indonesia.Lislind mengorganisasi perjalanan suatu rombongan Weltervreden dalam acara natal ke Jawa Tengah, Bandung, Yogyakarta, dan Garut selama 6 hari. Lislind juga menghasilkan paket- paket perjalanan yang lain seperti :Fourteen Days in Jav Motor Car and Train Combination Tour.

Pada tahun 1936, NV.Lislind dilikuidasi ke dalam NV.Nitour (Nederland Indische Touristen Bureau).Setelah Indonesia merdeka, NV.Nitour diambil alih oleh


(4)

pemerintah R.I pada tahun 1955 dan dijadikan PN.Nitour (Perusahaan Negara National and International Tourist Bureau).Pada tahun 1956, perusahaan ini berada dibawah Departemen Perhubungan.PN.Nitour bertanggung jawab mengurus perjalanan wisatawan mancanegara di Indonesia juga harus bertanggung jawab apabila ada subversi yang membaur dengan wisatawan biasa, serta membuat statistik dan laporan pada menteri perhubungan.Kemudian, pada tahun 1967 PN.Nitour berubah menjadi PT.Nitour dan dijual kepada Sri Sultan Hamengkubowono IX.

2.2 Defenisi Biro Perjalanan Wisata

Perusahaan perjalanan yang disebut juga Biro Perjalanan Wisata, Travel Agent, Travel Bureau, Reisen Buro, Travel Service, Tours and Travel Service, Agen Persiaran, dll merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa pariwisata, dimana perusahaan tersebut mengolah, mereservasi, merencanakan, membuat dan menyelenggarakan perjalanan wisata baik untuk kepentingan bisnis, berlibur, sosial dan budaya, dan sebagainya. Sebuah biro perjalanan wisata menjual rancangan perjalanan secara langsung pada masyarakat. Lebih khusus lagi sebuah biro perjalanan menjual transportasi udara, darat, laut; akomodasi penginapan; pelayaran wisata; paket wisata; asuransi perjalanan; dan produk lainnya yang berhubungan dengan perjalanan.

Di Indonesia defenisi biro perjalanan wisata di tuangkan dalam suatu landasan hukum yang kuat yaitu Surat Keputusan Direktur Jendral Pariwisata No.Kep 16/U/II/88 tanggal 25 Februari 1999. Pada BAB I Penelitian Umum Pasal I, undang-


(5)

undang ini memberi defenisi biro perjalanan wisata dengan batasan-batasan dan pengelompokkan perusahaan sebagai berikut:

1. Usaha Perjalanan adalah perusahaan perjalanan yang kegiatan usaha-usahanya bersifat komersial yang mengatur, menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang, sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan berwisata.

2. Biro Perjalanan Wisata adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan wisata dan jasa lain terkait dengan penyelenggaraan perjalanan wisata baik dari dalam ke luar negeri maupun sebaliknya.

3. Cabang Biro Perjalanan Wisata adalah salah satu unit dari usaha biro perjalanan wisata, yang berkedudukan di wilayah yang sama dengan kantor pusatnya di wilayah lain yang melakukan kegiatan kantor pusat.

4. Agen Perjalanan adalah badan usaha perantara yang bertindak menyediakan jasa pelayanan yang berkaitan dengan penyelengaraan wisata.

5. Perwakilan adalah Biro Perjalanan Wisata, Agen Perjalanan, Badan Usaha atau perseorangan yang di tunjuk oleh suatu perusahaan biro perjalanan wisata yang berkedudukan di wilayah yang sama atau wilayah lain untuk melakukan kegiatan yang diwakilkan baik secara tetap maupun tidak tetap.

Banyak pakar dan pihak terkait yang memberikan pemaparan secara umum biro perjalanan wisata. Pemaparan tersebut antara lain sebagai berikut:


(6)

Usaha jasa biro perjalanan wisata merupakan usaha penyedia jasa pelayanan dan penyelenggaraan wisata.

2. Menurut Oka A.Joeti (YOETI, 1982, hal.222)

Biro perjalanan wisata adalah suatu perusahaan yang usaha dan kegiatannya merencanakan dan menyelenggarakan perjalanan atas inisiatif dan resiko sendiri, dengan tujuan mengabil keuntungan dari penyelenggara perjalanan tersebut.

3. Menurut Nyoman S. Pendit (M.A DESKY, 1999, hal 2)

Travel Bureau atau Travel Agency adalah perusahaan yang mempunyai tujuan menyiapkan suatu perjalanan yang dalam bahasa asing disebut tour atautrip bagi seseorang yang merencanakan untuk melakukan perjalanan.

2.3 Fungsi Pokok Biro Perjalanan Wisata

1. Intermediary (perantara) berlaku untuk APW/BPW

a. Jasa-jasa pelayanan yang berkaitan dengan perjalanan wisata pada umunya. - Berbagai destinasi atau daerah tujuan wisata

- Cara bepergian (mode of travellig)

- Jadwal transportasi: kereta api, bus, feri, kapal laut - Akomodasi

- Dokumen perjalanan yang diperlukan - Acara perjalanan wisata dan atraksi wisata - Acara hiburan/tontonan


(7)

- Harga yang berlaku

b. Jasa-jasa pelayanan yang berkaitan langsung dengan penjualan produk wisata. 2. Organizer berlaku untuk Biro Perjalanan Wisata

Selain menjual produk wisata milik orang lain, juga dapat membuat atau menciptakan paket wisata sendiri dan menjual langsung kepada pelanggan.

Berdasarakan hal tersebut, perbedaan antara biro perjalanan wisata dan agen perjalanan terlihat jelas.Biro perjalanan wisata berperan sebagai perencana, pelaksana, dan perantara dari agen perjalanan. Dengan kata lain, biro perjalanan wisata bisa menjadi agen perjalanan, agen perjalanan tidak bisa menjadi biro perjalanan wisata.

2.4 Defenisi Kebijakan

Konsep kebijakan atau dalam bahasa inggris sering kita dengar dengan istilah policy. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebijakan diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelasanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008:7) mendefenisiskan kebijakan sebagai serangkaian tindakan / kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan – hambatan (kesulitan – kesulitan) dan kesempatan – kesempatan terhadap


(8)

pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukkan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari defenisi kebijakan. Karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukkan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang disulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa Istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2008:40-50) memberikan beberapa pedoman sebagai berikut:

a. Kebijakan harus dibedakan dari keputusan

b. Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administarsi c. Kebijakan mencakup perilaku dan harapan – harapan

d. Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan e. Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai

f. Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun implicit

g. Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu

h. Kebijakan meliputi hubungan – hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang bersifat intra organisasi.

i. Kebijakan public meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga – lembaga pemerintah


(9)

Menurut Budi Winarno (2007:15), istilah kebijakan (policy term) mungkin digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indoneia“, “kebijakan ekonomi jepang“, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Solichin Abdul Wahab maupun Budi Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaannya sering dipertukarkan dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang – undang, ketentuan – ketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno:2009:11).

Irfan Islamy sebagaimana dikutip Suandi (2010:12) kebijakan harus dibedakan dengan kebijaksanaan.Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan.Pengertian kebijaksanan memerlukan pertimbangan – pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan – aturan yang ada didalamnya. James E Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009:17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern“ (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).

Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi Winarno (2007:18) dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy) dengan


(10)

keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada.

Richard Rose sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007:17) juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi – konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri.Pendapat kedua ahli tersebut setidaknya dapat menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan dengan keputusan adalah keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan – tidakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang didalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

2.4.1 Tahapan Penentuan Kebijakan

Ada tujuh tahapan dalam pengambilan kebijakan, yaitu:

1. Tahap satu “Identify the decision to be made“. Tahap mengidentifikasi keputusan yang akan dibuat, yaitu mengkaji dan menganalisa keputusan yang harus dibuat. Kesadaran seorang pengambil keputusan untuk terlebih dahulu merefleksi dasar penentuan kebijakan tersebut. Alasan – alasan yang mungkin muncul : apakah kebijakan tersebut didasari atas kebutuhan yang sebetulnya di masyarakat? Atau


(11)

keputusan yang didasari adanya tekanan dari pihak luar untuk segera membuat keputusan tanpa dasar kebutuhan dan analisis situasi yang nyata. Atau keputusan atas ketidakpuasan terhadap kebijakan yang sedang terjadi dan akan segera diperbaiki dengan kebijakan yang lebih baik. Tahap awal ini merupakan analisis internal yang mencoba mengkaji urgensi kebijakan berdasarkan pertimbangan – pertimbangan internal.

2. Tahap dua “Gather relevant information“. Tahap pengumpulan informasi yang relevan.Pada umunya keputusan memerlukan mengumpulkan informasi yang relevan. Tujuan pokok dari tahap ini adalah mengetahui informasi yang diperlukan, sumber informasi yang terbaik, dan bagaimana cara mendapatkan itu. Informasi penting tersebut dapat diperoleh dari dalam diri penentu kebijakan melalui suatu proses self – analysis, informasi harus dicari dari luar yourself – books, orang – orang, dan sumber informasi yang cukup handal adalah hasil dari riset atau penelitian studi analisis kebutuhan lapangan (need asessment) baik melalui survey, polling, focus group discussion, lokakarya dan lain – lain.

3. Tahap tiga “Identify alternative“. Berdasarkan informasi dari tahap dua di atas, maka diperoleh beberapa alternatif keputusan yang dapat diperoleh.Informasi tersebut diklasifikasi menjadi alternatif yang memungkinkan (feasible), logis, dan dapat diadopsi dengan mudah oleh masyarakat.Selain dari informasi tersebut, bagi seorang penentu kebijakan dapat juga menggunakan nalar dan imajinasi untuk menentukan alternatif yang baru.


(12)

4. Tahap empat “Weigh evidence”. Tahap dimana informasi dan fakta yang sudah dikumpulkan dan menjadi alternatif selanjutnya dipertimbangkan (judging). Seorang penentun kebijakan haruslah melibatkan emosi dan informasi yang dimilikinya untuk membayangkan apa yang akan terjadi apabila masing – masing alternatif tersebut diterapkan. Tahap ini menganalisis kemungkinan dampak – dampak yang ditimbulkan dari keputusan yang diambil baik positif maupun negatif. Pada tahap ini dapat juga menggunakan pendekatan analisis SWOT. Dari pertimbangan – pertimbangan terhadap beberapa alternatif itulah maka akan memunculkan satu alternatif yang lebih memungkinkan untuk ditetapkan.

5. Tahap lima“Choose among alternatives“.Memilih diantara alternatif yang tersedia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan dari semua bukti, informasi yang ada dan sudah yakin akan menggunakan satu alternatif. Dari alternatif yang ada dapat juga dikombinasikan sesuai dengan kebutuhannya.

6. Tahap enam “Take action“. Mulailah mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan dalam bentuk peraturan keputusan, perundangan, ketetapan dan lain – lain. Dalam hal ini dibuat pula strategi implementasi yang efektif dan efesien dengan pola delivery system dan difusi yang tepat.

7. Tahap tujuh “Review decision and consequences“.Tinjauan ulang terhadap keputusan dan konsekuensi yang telah ditetapkan.Pada langkah ini penentu kebijakan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, evaluasi keberhasilannya.Evaluasi meliputi prosesdan hasil. Informasi yang diperoleh dari pengawasan dan evaluasi tersebut sebagai dasar untuk meninjau kembali keputusan


(13)

yang telah dibuat kemungkinan untuk dilanjutkan atau diganti dengan kebijakan yang lain. Tentu saja hal ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu sampai dapat dilihat hasil yang nyata dari sebuah kebijakan.

Pembuat keputusan, dipengaruhi oleh kebijakan yang ada sebelumnya kebijakan yang diambil tergantung pada pengalaman masa lalu, harus membuat keputusan dan mulai bertindak dengan cepat mengubah dunia (changing world) untuk situasi yang terjadi saat ini. Dalam situasi yang perlu peningkatan kualitas ini, diperlukan suatu analisis yang kuat dan tepat tentang situasi yang ada saat ini (current situation), apakah terdapat suatu kebutuhan yang mendesak untuk satu kebijakan, kemampuan utnuk memandang dengan tepat situasi yang sekarang terjadi melalui analisis kesenjangan / gap atau discrepancy. Selain itu perlu mengetahui beberapa hambatan – hambatan yang berasal dari luar (external noise) meliputi sosial, budaya, kultur, organisasi politik dan masalah ekonomi yang mempengaruhi tatanan masyarakat saat ini, termasuk akses budaya global secara universal. Faktor luar tersebut akan mempengaruhi gangguan dari dalam (internal noise) yang berupa kondisi mental individu dalam masyarakat yang berupa sikap, kebiasaan, kedisiplinan, kemandirian tatanan akhlak dan lain – lain. Kondisi masyarakat yang terjadi dengan segala hambatan baik internal dan eksternal akan membangun sebuah pandangan (perception) sebagai paradigma yang diyakini dan dialami masyarakat. Disinilah mulai tampak adanya satu kejelasan apa yang terjadi, kebutuhan apa yan g perlu dipenuhi, termasuk regulasi kebijakan yang harus dikeluarkan, untuk itu dibuat dugaan – dugaan untuk suatu kebijakan yang baik (testing hypotheses). Dugaan


(14)

sementara itu sebagai dasar untuk melahirkan berbagai alternatif tindakan keputusan (decision). Sebuah regulasi kebijakan yang telah ditetapkan perlu diikuti dengan strategi penyampaian kebijakan kepada masyarakat dengan pola komunikasi (communication) yang tepat pada sasaran, sehingga pada gilirannya akan terjadi perubahan – perubahan perilaku yang diharapkan (expected behavior) sebagai dampak dari kebijakan tersebut sebagai indikator keberhasilan keputusan. Dan perlu juga manganalisis perilaku – perilaku yang tidak diharapkan (unexpected behavior) sebagai dampak negatif dari sebuah kebijakan yang diambil untuk segera disusun tindakan untuk mengatasinya.

2.4.2 Proses Menentukan Kebijakan

Selain tahapan pengambilan kebijakan seperti yang diuraikan diatas, perlu juga diperhatikan proses pengambilan keputusan yang tepat . John R. Baker (Lowa State University 1983) menjelaskan bahwa proses pengambilan kebijakan haruslah memperhatikan hal – hal sebagai berikut:

a. Analisis Kondisi

Gambarkan situasi dari dengan melihat berbagai perspektif diantaranya: 1. Kondisi keuangan, sosial, atau perspektif dari undang – undang 2. Kondisi emosional, pribadi, atau perspektif keluarga

3. Religius atau perspektif masyarakat

4. Apakah situasi mempengaruhi pribadi atau tjuan bisnis 5. Apakah situasi mempengaruhi misi bisnis


(15)

6. Adakah implikasi terhadap moral b. Pilihan

Memutuskan sebuah kebijakan pada dasarnya adalah menentukan satu pilihan kebijakan dari beberapa pilihan yang ada.Semakin banyak alternatif pilihan semakin memberikan peluang untuk memperoleh pilihan yang terbaik. Dengan demikian proses menentukan sebuah kebijakan haruslah didasarkan atas pilihan, bukan keputusan tunggal. Disinilah seorang penentu kebijakn dituntut untuk memilki kemampuan untuk menimbang (judgement) dengan memperhatikan banyak aspek yang terkait.

c. Consequences

Setiap kebijakan yang dihasilkan akan menimbulkan dua konsekuensi logis. Konsekuensi tersebut bersifat pro dan kontra. Pro berarti mendukung sepenuhnya terhadap kebijakan yang dikeluarkan, sehingga masyarakat yang pro akan secara aktif melaksanakan kebijakan tersebut. Kontra adalah sebaliknya memberikan respon yang negatif dan depensif terhadap kebijakan yang dikeluarkan. Masyarakat yang kontra akan mengekspresikan ketidak setujuannya melalui berbagai bentuk baik tindakan tidak melaksanakan kebijakan, bersikap acuh, bahkan sampai tindakan demonstrasi menolak kebijakan. Pembuat kebijakan harus menanggapi situasi tersebut sebagai gejala yang alamih, oleh sebab itu perlu dijadikan bahkan masukan untuk menyempurnakan kebijakannya.


(16)

d. Solution

Selanjutnya mengidentifikasi dampak – dampak positif dan negatif dari kebijakan yang akan dikeluarkan. Analisis pilihan kebijakan yang mana yang memiliki dampak positif yang lebih banyak. Dari hasil identifikasi itulah maka akan tergambar suatu solusi yang akan menjadi sebuah kebijakan.

e. Important Considerations

Selanjutnya perlu diperhatikan beberapa yang penting agar keputusan yang diambil tepat. Diantaranya:

a) Timing, haruslah diingat bahwa selalu ada waktu yang tepat untuk mengeluarkan satu keputusan. Artinya tidak setiap keputusan dapat dikeluarkan kapan saja, namun ada masa yang tepat (right time). Menunda suatu keputusan mungkin sama halnya tidak membuat suatu keputusan, namun yang terpenting tidak terburu – buru dalam pembuatan suatu keputusan.

b) Information, dasar dari sebuah keputusan adalah informasi. Dengan demikian

tidak tepat sebuah keputusan dikeluarkan dengan hanya mengandalkan informasi yang terbatas. Eksplorasi informasi menjadi sangat penting untuk sebuah keputusan, terutama alasan – alasan yang mendasari sebuah keputusan. Informasi dapat berupa fakta emprik, teoritik, maupun data spekulatif yang cukup kuat, akurat dan diyakini kebenarannya.

c) Emotions and Experience, proses pengambilan kebijakan harus melibatkan


(17)

dikombinasikan dengan pengalaman yang pernah dialami oleh pihak lain, penentu kebijakan atau kebijakan lain namun yang masih terkait dengan kebijakan yang akan dibuat.

2.5 Defenisi Implementasi

Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi

Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau

pelaksanaan sebagai berikut:

“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan“( Usman,2002:70).

Pengertian implementasi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa implemntasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh – sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.

Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut:

“Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif“(Setiawan,2004:39).


(18)

Pengertian implementasi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.

Menurut Hanifah Harsono dalam bukunya yang berjudul Implementasi Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi attau pelaksana sebagai berikut:

“Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administarsi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program“(Harsono,2006:67).

2.6 Defenisi Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn (Arif Rohman, 2009:134) dimaksudkan sebagai keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh individu – individu / pejabat – pejabat atau kelompok – kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu.

Selanjutnya, M. Grindle menambahkan (Arif Rohman,2009:134), bahwa proses implementasi mencakup tugas – tugas “membentuk suatu ikatan yang memungkinkan arah suatu kebijakan dapat direalisasikan sebagai hasil dari aktivitas pemerintah“. Seperti tugas – tugas dalam hal mengarahkan sasaran atau objek,


(19)

penggunaan dana, ketepatan waktu, memanfaatkan organisasi pelaksana, partisipasi masyarakat, kesesuaian program dengan tujuan kebijakan dan lain – lain.

Dalam menganalisis masalah implementasi kebijakan, seorang ahli yang bernama Charles O. Jones mendasarkan diri pada konsepsi aktivitas – aktivitas fungsional.Menurutnya, implementasi adalah suatu aktivitas yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Ada tiga pilar aktivitas dalam mengoperasikan program tersebut adalah: (1) Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit – unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan; (2) Interpretasi, yaitu aktivitas menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan; (3) Aplikasi, berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program (Arif Rohman,2009:135).

Dari beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses pelaksanaan sebuah kebijakan yang telah dibuat sebelumnya yang didalamnya menyangkut perilaku – perilaku badan administratif, factor – faktor hukum, politik, ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam program. Kesemuanya itu menunjukkan secara spesifik dari proses implementasi yang sangat berbeda dengan formulasi kebijakan pendidikan.

2.7 Defenisi dan Jenis-jenis Paket Wisata 2.7.1 Paket Wisata


(20)

Pengertian paket wisata (package tour) adalah suatu program perjalanan wisata yang telah disusun atau diramu oleh penyelenggara secara tetap, dengan kondisi harga, tempat-tempat kunjungan, penginapan, transportasi, sightseeing, atraksi wisata dalam perjalanan yang tercantum dalam program. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa package tour merupakan rangkuman komponen harga tour menurut itinerary / tour programme menjadi suatu bentuk harga jual dengan persyaratan tertentu yang merupakan suatu kontrak kerja antara buyers dan sellers. Biasanya suatu package tour mempunyai masa berlaku (limited time).

RS. Damardjati mengartikan package tour sebagai sesuatu rencana atau acara perjalanan wisata yang telah tersusun secara tetap, dengan harga tertentu yang telah termasuk pula biaya-biaya untuk transfer atau pengakuan, fasilitas akomodasi / hotel, serta darmawisata / sightseeing di kota – kota, objek – objek wisata dan atraksi – atraksi wisata yang tercantum dalam acara itu.

Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Paket wisata disusun dengan harga tertentu yang lebih murah dibandingkan dengan tour yang direncanakan secara khusus atas permintaan.

2. Harga paket wisata pada umumnya sudah termasuk semua komponen yang terlibat dalam wisata, seperti transportasi, makan, akomodasi, sightseeing, guide, dll.

3. Program paket wisata disusun secara tetap, sehingga jika wisatawan tidak dapat mengikuti seluruh program ia tidak dapat menuntut kompensasi atas program yang tidak diikuti kecuali atas perjanjian teetentu.


(21)

Berdasarkan uraian di atas, maka secara umum paket wisata merupakan suatu bentuk wisata yang diselenggarakan selama lebih dari 24 jam, disusun dengan program dan harga tertentu yang didalamnya sudah termasuk seluruh komponen yang terlihat dalam penyelenggaraan wisata tersebut.

2.7.2 Jenis – jenis Paket Wisata 1. Pleasure Tourism

Berlibur, menikmati udara segar, mengendurkan ketegangan saraf, ingin mengetahui suatu negara, daerah, atau tempat.

2. Recreation Tourism

Pemanfaatan hari libur, beristirahat, memulihkan kesegaran jasmani dan rohani. 3. Cultural Tourism

Khusus mempelajari adat istiadat dan cara hidup suatukaum, peninggalan sejarah, keagamaan, festival musik.

4. Adventure Tourism

Kegiatan tour dilakukan di alam terbuka, memerlukan keahlian khusus dan fisik yang kuat, dengan resiko yang cukup berbahaya.Tour di pandu oleh pemandu wisata yang berpengalaman.Harga paket tour ini lebih mahal.

5. Sport Tourism

Big sport event: Olimpiade, Asian Games, ATF Tour, Pergelaran Tinju Akbar, All England, World Cup, dan lain-lain. Sport Tourism of The Practitioners: berlatih dan


(22)

mempraktikkan mendaki gunung, olahraga berkuda, berburu, memancing, dan lain- lain.

6. Bussiness Tourism

Berkaitan dengan pekerjaan dan jabatan (pemerintah atau swasta) sebagai Incentive Tour sekaligus berbisnis.

7. Convention Tourism

Tour untuk menghadiri suatu konvensi, seminar, muktamar, kongres, dan lain-lain, dalam tingkat nasional ataupun dunia.

8. Special Interest Tourism

Acara perjalanan khusus dengan asumsi peserta terbatas karena paket tour ini tidak umum. Contohnya: pilgrim dan terjun paying.


(1)

dikombinasikan dengan pengalaman yang pernah dialami oleh pihak lain, penentu kebijakan atau kebijakan lain namun yang masih terkait dengan kebijakan yang akan dibuat.

2.5 Defenisi Implementasi

Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi

Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut:

“Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan“( Usman,2002:70).

Pengertian implementasi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa implemntasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan

dilakukan secara sungguh – sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk

mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.

Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut:

“Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif“(Setiawan,2004:39).


(2)

Pengertian implementasi yang dikemukakan diatas, dapat dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.

Menurut Hanifah Harsono dalam bukunya yang berjudul Implementasi

Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi attau pelaksana sebagai berikut:

“Implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administarsi. Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program“(Harsono,2006:67).

2.6 Defenisi Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn (Arif Rohman,

2009:134) dimaksudkan sebagai keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh individu –

individu / pejabat – pejabat atau kelompok – kelompok pemerintah atau swasta yang

diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu. Selanjutnya, M. Grindle menambahkan (Arif Rohman,2009:134), bahwa

proses implementasi mencakup tugas – tugas “membentuk suatu ikatan yang

memungkinkan arah suatu kebijakan dapat direalisasikan sebagai hasil dari aktivitas


(3)

penggunaan dana, ketepatan waktu, memanfaatkan organisasi pelaksana, partisipasi

masyarakat, kesesuaian program dengan tujuan kebijakan dan lain – lain.

Dalam menganalisis masalah implementasi kebijakan, seorang ahli yang

bernama Charles O. Jones mendasarkan diri pada konsepsi aktivitas – aktivitas

fungsional.Menurutnya, implementasi adalah suatu aktivitas yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program. Ada tiga pilar aktivitas dalam mengoperasikan program tersebut adalah: (1) Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali

sumber daya, unit – unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan;

(2) Interpretasi, yaitu aktivitas menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan; (3) Aplikasi, berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program (Arif Rohman,2009:135).

Dari beberapa paparan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses pelaksanaan sebuah kebijakan yang telah dibuat

sebelumnya yang didalamnya menyangkut perilaku – perilaku badan administratif,

factor – faktor hukum, politik, ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung

berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam program. Kesemuanya itu menunjukkan secara spesifik dari proses implementasi yang sangat berbeda dengan formulasi kebijakan pendidikan.

2.7 Defenisi dan Jenis-jenis Paket Wisata 2.7.1 Paket Wisata


(4)

Pengertian paket wisata (package tour) adalah suatu program perjalanan wisata yang telah disusun atau diramu oleh penyelenggara secara tetap, dengan kondisi harga, tempat-tempat kunjungan, penginapan, transportasi, sightseeing, atraksi wisata dalam perjalanan yang tercantum dalam program. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa package tour merupakan rangkuman komponen harga tour

menurut itinerary / tour programme menjadi suatu bentuk harga jual dengan

persyaratan tertentu yang merupakan suatu kontrak kerja antara buyers dan sellers.

Biasanya suatu package tour mempunyai masa berlaku (limited time).

RS. Damardjati mengartikan package tour sebagai sesuatu rencana atau acara

perjalanan wisata yang telah tersusun secara tetap, dengan harga tertentu yang telah termasuk pula biaya-biaya untuk transfer atau pengakuan, fasilitas akomodasi / hotel,

serta darmawisata / sightseeing di kota – kota, objek – objek wisata dan atraksi –

atraksi wisata yang tercantum dalam acara itu.

Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Paket wisata disusun dengan harga tertentu yang lebih murah dibandingkan dengan tour yang direncanakan secara khusus atas permintaan.

2. Harga paket wisata pada umumnya sudah termasuk semua komponen yang terlibat dalam wisata, seperti transportasi, makan, akomodasi, sightseeing, guide, dll.

3. Program paket wisata disusun secara tetap, sehingga jika wisatawan tidak dapat mengikuti seluruh program ia tidak dapat menuntut kompensasi atas program yang tidak diikuti kecuali atas perjanjian teetentu.


(5)

Berdasarkan uraian di atas, maka secara umum paket wisata merupakan suatu bentuk wisata yang diselenggarakan selama lebih dari 24 jam, disusun dengan program dan harga tertentu yang didalamnya sudah termasuk seluruh komponen yang terlihat dalam penyelenggaraan wisata tersebut.

2.7.2 Jenis – jenis Paket Wisata 1. Pleasure Tourism

Berlibur, menikmati udara segar, mengendurkan ketegangan saraf, ingin mengetahui suatu negara, daerah, atau tempat.

2. Recreation Tourism

Pemanfaatan hari libur, beristirahat, memulihkan kesegaran jasmani dan rohani. 3. Cultural Tourism

Khusus mempelajari adat istiadat dan cara hidup suatukaum, peninggalan sejarah, keagamaan, festival musik.

4. Adventure Tourism

Kegiatan tour dilakukan di alam terbuka, memerlukan keahlian khusus dan fisik yang kuat, dengan resiko yang cukup berbahaya.Tour di pandu oleh pemandu wisata yang berpengalaman.Harga paket tour ini lebih mahal.

5. Sport Tourism

Big sport event: Olimpiade, Asian Games, ATF Tour, Pergelaran Tinju Akbar, All England, World Cup, dan lain-lain. Sport Tourism of The Practitioners: berlatih dan


(6)

mempraktikkan mendaki gunung, olahraga berkuda, berburu, memancing, dan lain- lain.

6. Bussiness Tourism

Berkaitan dengan pekerjaan dan jabatan (pemerintah atau swasta) sebagai Incentive Tour sekaligus berbisnis.

7. Convention Tourism

Tour untuk menghadiri suatu konvensi, seminar, muktamar, kongres, dan lain-lain, dalam tingkat nasional ataupun dunia.

8. Special Interest Tourism

Acara perjalanan khusus dengan asumsi peserta terbatas karena paket tour ini tidak umum. Contohnya: pilgrim dan terjun paying.