Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Musik Gamelan sebagai Identitas Jawa dalam Liturgi Ibadah di GKJ Salatiga Selatan T2 752016031 BAB IV

BAB IV
Musik gamelan sebagai bagian dari Liturgi ibadah

Pemahaman Warga Jemaat terhadap musik gamelan dalam liturgi ibadah
Liturgi ibadah sesungguhnya memerlukan kehadiran musik untuk mengiringi
ibadah, sehingga suasana dalam ibadah semakin semangat dan bergairah. Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan, penulis menganalisa pemahaman warga jemaat
mengenai musik gamelan secara khusus, kemudian menganalisa pemahaman warga
jemaat terhadap musik gamelan dalam liturgi. Pada bagian ini penulis membagi antara
pemahaman musik gamelan secara khusus dan pemahaman musik gamelan dalam
liturgi ibadah. Dalam membahas pertanyaan, penulis memulai dengan menganalisa
musik gamelan secara khusus. Menurut penulis setiap orang Kristen memahami
liturgi ibadah berbeda-beda, tetapi dari perbedaan tersebut menghasilkan sebuah
kemiripan dan tujuan yang sama, yaitu perjumpaan umat dengan Allah, sehingga
penulis tidak menganalisa teori liturgi secara khusus melainkan membahas musik
gamelan.
Musik gamelan Jawa merupakan musik yang diteruskan secara generasi ke
generasi, sehingga generasi sekarang melanjutkan budaya yang sudah ada, contohnya:
musik gamelan/karawitan. Selanjutnya kehadiran musik gamelan di Indonesia sudah
cukup lama, terutama dalam upacara tradisi di Keraton. Pada upacara tradisi tersebut,
peran karawitan atau musik gamelan menjadi penting, sehingga upacara tersebut

memerlukan kehadiran musik gamelan. Berdasarkan hal tersebut penulis menganalisa
pemahaman jemaat mengenai musik gamelan.

68

Pada bagian ini, penulis menganalisa pemahaman jemaat mengenai musik
gamelan. Penulis membagi pemahaman warga jemaat menjadi dua yaitu pemahaman
warga muda dewasa dan pemahaman Adiyuswa (lanjut usia).
Awalnya penulis menganalisa bahwa pemahaman antara warga muda dan Adiyuswa
mengenai musik gamelan berbeda-beda sehingga dalam menganalisa pemahaman
tersebut dibagi menjadi dua kategori pemahaman mengenai musik gamelan.
Berdasarkan hasil penelitian penulis dengan beberapa warga muda dan pemuda di
GKJ Salatiga selatan, mereka berpendapat bahwa hampir semua warga muda tidak
mendalami pengertian, maupun sejarah dari musik gamelan tersebut. Dalam
wawancara tersebut, mereka berpendapat bahwa musik gamelan adalah musik
tradisional yang berasal Jawa. Penggunaan gamelan untuk mengiringi upacara dan
acara-acara penting di Keraton.
Menurut penulis dalam memahami musik gamelan dalam Liturgi ibadah, yang
menjadi salah satu ukuran memahami musik gamelan berawal dari pemahaman warga
jemaat mengenai sejarah maupun alat-alat dari musik gamelan, sehingga warga

jemaat benar-benar paham mengenai musik gamelan dalam liturgi. Terutama warga
jemaat yang asli dari daerah Jawa memahami musik gamelan secara mendalam,
walaupun tidak memainkan. Jikalau wamuda mempunyai bakat bermain musik
gamelan, maka orang tersebut akan mencari dengan pasti mengenai musik gamelan,
alat-alat yang digunakan. Dikarenakan musik gamelan Jawa merupakan alat musik
tradisional yang secara turun-temurun dan berasal dari daerah Jawa, penulis
berpendapat bahwa warga muda dapat mempelajari serta memahami dengan baik
mengenai musik gamelan. Dalam memahami musik gamelan dengan tepat dan baik,

69

membutuhkan proses yang lama dan mendalam, sehingga dalam hal ini warga muda
maupun pemuda membutuhkan proses yang lama dalam memahami musik gamelan.

Penulis beranggapan bahwa pemahaman warga muda dan pemuda terhadap
musik gamelan memasuki kategori pendengar maupun penikmat musik gamelan
sehingga dalam wawancara tersebut, hampir semua warga muda dan pemuda tidak
memahami sejarah maupun pengertian musik gamelan, tetapi mereka menikmati
musik gamelan. Hal tersebut terlihat ketika dari sekolah dasar, mereka mengikuti
pertunjukan wayang sehingga mereka menikmati wayang serta permainan musik

gamelan. Jika penulis menggali lebih jauh, hampir semua warga muda mengenal dan
mendengar musik gamelan sejak SD maupun SMP. Dalam hal ini warga muda tidak
menggali atau mendalami musik gamelan, tetapi menikmati permainan musik
gamelan. Sejak pihak GKJ Salatiga Selatan membeli musik gamelan tersebut, anggota
pemuda dan wamuda kembali berlatih bermain gamelan. Beberapa dari mereka
belajar dari awal untuk bermain gamelan, sehingga dapat penulis simpulkan bahwa
wamuda dan pemuda bermain secara otodidak atau berlatih sendiri tanpa mengadakan
kursus bermain musik gamelan. Berdasarkan hal tersebut wajar saja jikalau wamuda
tidak mendalami musik gamelan tersebut. Sangat disayangkan jikalau diantara
wamuda tidak mendalami musik gamelan secara penuh.
Lalu dalam penelitian, beberapa warga wamuda mengatakan bahwa GKJ Salatiga
Selatan masih merintis terhadap kehadiran musik gamelan dalam mengiringi ibadah,
karena sebelumnya hanya menggunakan keyboard dalam mengiringi ibadah. Sampai
saat inipun GKJ Salatiga Selatan masih menggunakan keyboard dalam mengiringi

70

ibadah. Akan tetapi pada minggu I, ibadah diiringi oleh musik gamelan atau
karawitan, sedangkan minggu IV menggunakan formasi band.
Dengan informasi yang diperoleh, penulis menyadari bahwa GKJ Salatiga

Selatan membutuhkan proses yang lama dan mendalam mengenai musik gamelan
dikarenakan masih tergolong muda dalam memainkan musik gamelan dalam ibadah.
Menurut penulis dalam memainkan musik gamelan maupun musik yang lain, kita
harus memahami serta mendalami permainan yang akan kita mainkan. Saat ini zaman
sudah semakin modern, sehingga memudahkan setiap orang untuk menggali lebih
jauh bahkan mendalami alat musik yang dimainkan. Dalam hal ini warga muda
maupun pemuda dapat mendalami dan memahami musik gamelan melalui internet,
sehingga

pemahaman

wamuda

dan

pemuda

dapat

diperlengkapi


melalui

informasi-informasi yang didapatkan.
Menurut penulis salah satu cara bisa dilakukan ialah mendatangkan seseorang
yang mendalami musik gamelan, sehingga jemaat dapat mendengarkan dan
memperoleh informasi mengenai musik gamelan. Ketika wawancara dengan warga
muda dan pemuda, diantaranya merupakan pemain musik gamelan wamuda. Dalam
wawancara tersebut mengatakan bahwa ia hanya bisa bermain musik gamelan secara
sendiri tetapi tidak mendalami musik gamelan secara teori. Ia sangat tertarik dengan
musik gamelan sehingga ia bermain musik gamelan. Dalam hal sejarah musik
gamelan ia tidak mengetahui dengan benar. Berdasarkan hal tersebut, penulis
beranggapan bahwa hampir semua warga muda yang bermain musik gamelan
merupakan praktisi lapangan (bermain otodidak), sehingga mereka hanya mengetahui
bermain musik gamelan. Penulis sangat menyayangkan hal tersebut, karena wamuda
adalah penerus gereja sehingga mereka akan meneruskan budaya ini dan mendalami

71

musik gamelan. Jikalau mereka tidak mendalami musik gamelan secara tepat, maka

generasi selanjutnya akan menghadapi hal yang sama tanpa mengetahui dengan pasti
sejarah masa lalu maupun alat musik gamelan secara utuh. Dalam hal ini dibutuhkan
proses yang panjang dan mendalam sehingga wamuda tersebut dapat mengetahui
dengan pasti mengenai musik gamelan.
Selanjutnya pemahaman Adiyuswa mengenai musik gamelan berbeda dengan
pemahaman wamuda. Pemahaman Adiyuswa mengenai musik gamelan memberikan
informasi kepada penulis. Pemahaman Adiyuswa antara satu dengan yang lain saling
melengkapi mengenai musik gamelan, sehingga penulis dapat memahami musik
gamelan. Pemahaman Adiyuswa akan terus berkembang jikalau diantara mereka
memperdalam informasi dari berbagi sumber terpercaya, sehingga pengetahuan
tersebut dapat dibagikan kepada wamuda maupun pemuda di GKJ Salatiga Selatan.
Pada dasarnya musik gamelan dapat dilepajari melalui teori dan belajar bermain
musik, sehingga keduanya dapat berjalan seiring berjalannya waktu.
Melihat sejarah mula adanya musik gamelan di GKJ Salatiga Selatan berawal
dari kumpulan Adiyuswa yang ingin melestarikan budaya Jawa melalui adanya musik
gamelan dalam ibadah. Pada saat itu beberapa Adiyuswa dan jemaat yang lain
mencari dana untuk membeli musik gamelan. Harus diakui bahwa Adiyuswa
membawa peran yang besar terhadap musik gamelan di GKJ Salatiga Selatan.
Kelompok Adiyuswa ingin melestarikan budaya Jawa dan ingin adanya re-generasi
sehingga anak-anak muda dapat melanjutkan yang telah ada dan yang diusahakan

oleh kaum Adiyuswa. Penulis berpikir bahwa ide tersebut merupakan ide yang baik
dan tepat dalam mempertahankan dan melestarikan budaya Jawa. Semua harus
bermula dari mimpi, kemudian diusahakan dan dipertahankan dengan adanya
re-generasi tersebut.
72

Setiap kebudayaan akan tetap eksis dan bertahan jikalau adanya re-generasi yang
akan meneruskannya. Sebagai kaum Adiyuswa berharap dan berusaha agar warga
muda dapat melestarikan dan mempertahankan identitas Jawa dalam liturgi ibadah.
Selain itu dalam penelitian tersebut, kaum Adiyuswa berharap warga muda dapat
menggunakan bahasa Jawa yang seharusnya, karena antara musik gamelan dan bahasa
Jawa merupakan satu kesatuan, sehingga dalam memainkan musik gamelan,
seseorang harus bisa berbahasa Jawa sehingga dapat menghayati permainan musik
gamelan. Dengan melestarikan dan mempertahankan musik gamelan, secara otomatis
warga muda juga dapat berbahasa Jawa dengan baik dan benar, sehingga identitas
Jawa dapat dipertahankan dan tetap eksis, meskipun zaman sudah semakin modern.
Berdasarkan pengamatan penulis pada minggu pertama menggunakan
gamelan, permainan kelompok Adiyuswa menyatu dibandingkan permainan wamuda.
Dalam hal ini penulis tidak menghakimi melainkan mencoba merasakan permainan
dari keduanya. Itu artinya kelompok Adiyuswa sudah lama berlatih bermain gamelan

dan mempunyai spirit dalam bermain musik gamelan, sehingga menyatu dengan alat
musiknya. Berdasarkan hasil wawancara beberapa wamuda menyadari bahwa dengan
adanya keterbatasan waktu dalam berlatih sehingga wamuda tidak sering berlatih
dibandingkan Adiyuswa. Lalu beberapa wamuda juga menyadari bahwa mereka harus
tetap berlatih sehingga dapat bermain dengan maksimal. Jika penulis melihat satu sisi
lain yaitu wamuda ingin melestarikan dan mempertahankan identitas Jawa dengan
mengiringi musik gamelan. Walaupun ada keterbatasan waktu hal tersebut tidak
menjadi hambatan dan tantangan bagi wamuda, melainkan menjadi motivasi menjadi
lebih baik.
Selanjutnya pemahaman warga jemaat terhadap musik gamelan sebagai
bagian dari Liturgi ibadah dijadikan satu, karena dari pemahaman jemaat berkaitan
73

dengan hal tersebut saling melengkapi dan menguatkan sehingga penulis tidak
membagi kategori melainkan menjadikan satu kesatuan yang menguatkan. Warga
jemaat mengatakan bahwa pada dasarnya liturgi ibadah dan musik ibadah tidak bisa
dilepaskan dan saling berkaitan sehingga menghasilkan liturgi yang indah, khusuk
dan menyentuh, karena sebagaian besar unsur Liturgi ibadah berasal dari musik dan
nyanyian. Jikalau dalam liturgi ibadah tidak ada musik, maka suasana ibadah akan
berbeda dan tidak khusuk.

Musik gamelan dalam liturgi ibadah merupakan saling berkaitan antara satu
dengan yang lain, khususnya dalam Liturgi GKJ sehingga keduanya tidak dapat
dipisahkan melainkan berjalan bersamaan. Sebagai contoh, ketika ibadah belum
dimulai, musik gamelan mengalunkan lagu-lagu rohani Jawa untuk mengantarkan
jemaat dapat beribadah dengan khusuk dan tenang, karena bagi orang Jawa beribadah
merupakan bertemunya dengan sang Ilahi sehingga keadaan harus tenang dan khusuk.
Melihat sejarah dari gamelan atau karawitan, karawitan berasal dari kata rawit yang
berarti halus.1 Jikalau musik gamelan dalam liturgi ibadah akan menghasilkan liturgi
yang mengalun halus seperti musik gamelan. Pada dasarnya musik gamelan
mempunyai musik yang halus, akan tetapi jikalau suatu lagu itu gembira maka musik
gamelan dapat menyesuaikan dengan lagu tersebut. Dalam karawitan atau Musik
gamelan dapat menghasilkan beberapa suasana musik diantaranya musik senang,
musik sedih, musik sukacita dan musik yang lain. Sama halnya dengan liturgi, ada
saatnya mengaku dosa, menyambut Firman, merespon Firman, memberikan
persembahan serta ibadah penutup. Semua hal tersebut dapat dimainkan dan
dilatunkan melalui kehadiran musik gamelan dalam liturgi.

1

Purwadi dan Afendy Widayat Seni Karawitan Jawa Ungkapan keindahan dalam Musik

Gamelan, ( Yogyakarta: Hanan Pustaka, 2006), hal 1.
74

Berdasarkan penelitian tersebut warga jemaat mengatakan bahwa dikarenakan
lagu-lagu Jawa mempunyai nada pentatonik sehingga diperlukan orang yang dapat
meraransemen nada pentatonik menjadi diatonik. Musik gamelan mempunyai nada
diatonik. Sampai saat ini lagu-lagu yang bernada diatonik masih sedikit sehingga
diperlukan orang yang dapat meransemen dari pentatonik menjadi diatonik. GKJ
Salatiga Selatan mempunyai orang yang dapat meransemen nada tersebut, tetapi
masih banyak nada-nada yang belum semua dipindahkan menjadi nada diatonik.
Dalam hal ini penulis mengatakan bahwa setiap minggu pertama menggunakan
gamelan, lagu-lagu yang sudah menjadi nada diatonik dimasukkan dalam liturgi
ibadah sehingga lagu-lagu tersebut dapat diiringi dengan musik gamelan. Penulis
berpendapat bahwa GKJ Salatiga Selatan masih berproses dan berkembang menjadi
lebih baik dalam bemain musik gamelan. Oleh karena itu, penulis menyarankan
diperlukan studi banding ke GKJ yang sudah lebih dahulu menggunakan musik
gamelan dan sudah banyak mengaransemen ke nada diatonik sehingga lagu-lagu yang
ada semakin banyak dan berkembang.
Berdasarkan hal tersebut, dalam buku E.Martasudjita yang berjudul Pengantar
Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi mengatakan bahwa ‘salah satu bentuk

dari liturgi adalah musik. Manusia tidak bisa melepaskan diri dari musik. Musik selalu
menjadi bagian ungkapan dan media komunikasi manusia. Apa yang terkadang tidak
dapat disampaikan melalui kata-kata, dapat diungkapkan melalui musik oleh karena
itu liturgi gereja menggunakan musik sebagai salah satu bentuk ungkapan perayaan
iman. Musik memiliki peranan yang penting dalam liturgi’2.

2

E. Martasudjta, Pr, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, ( JogjaL: Kanisius,
1999), 134-135.
75

Adapun peranan musik dalam liturgi menurut paham Konsili Vatikan II yaitu
‘musik sebagai bagian dari liturgi, musik menggungkapkan partisipasi aktif umat dan
musik memperjelas misteri Kristus’.3

Menurut Penulis, berdasarkan peranan musik

dalam liturgi tersebut merupakan penjelasan bahwa musik tidak bisa dilepaskan dari
Liturgi ibadah begitupun sebaliknya Liturgi tidak bisa dilepaskan dari Musik. Sebagai
contoh yang nyata, bahwa sebelum ibadah maupun sesudah ibadah, musik gamelan
mengambil peranan yang penting dalam sebuah liturgi ibadah yaitu memainkan
melodi yang lembut sesuai dengan khas Jawa yang membuat hati seseorang tersentuh,
mengena

dengan irama atau melodi yang dimainkan sehingga jemaat dapat

merasakan ibadah yang khusuk maupun ibadah yang mengena melalui alunan musik
gamelan. Tanpa sadar atau sadar musik gamelan memainkan peranan yang penting
dalam Liturgi ibadah. Seandainya dalam Liturgi tidak ada musik, maka ibadah
tersebut akan terasa hampa dan tidak bermakna.
Musik mempunyai sesuatu yang tidak bisa digantikan apapun sehingga
kehadiran musik dalam Liturgi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Peranan pertama menurut paham Konsili Vatikan II yaitu musik sebagai bagian dari
liturgi itu sendiri. Menurut penulis, peranan tersebut menjadi penting bagi pelayanan
dalam ibadah, bahwa musik bukan hanya menjadi tempelan dalam ibadah melainkan
musik benar-benar menjadi bagian dari liturgi itu sendiri. Musik gamelan
mendapatkan tempat yang indah dihati setiap jemaat. Musik gamelan melihat suatu
nyanyian yang tepat, sehingga penghayatan terhadap lagu tersebut menyentuh dan
bermanfaat bagi jemaat yang hadir. Sebagai contoh, jika dalam pengakuan dosa,
musik gamelan tersebut harus dimainkan secara lembut dan indah, sehingga jemaat
dapat menghayati bagian dari Liturgi yaitu pengakuan dosa. Selain itu dalam
3

E. Martasudjta, Pr, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 190-196.
76

memberikan persembahan, musik gamelan dimainkan dengan irama bergembira atau
dengan ungkapan syukur, sehingga dalam memberikan persembahan jemaat dapat
memberikan dengan hati yang tulus dan berkenan kepada Tuhan.
Peranan kedua dalam paham Konsili Vatikan II yaitu musik mengungkapkan
pastisipasi aktif umat. Dalam hal ini beberapa lagu dan musik menyesuaikan tema
liturgi dan akan membantu jemaat dalam beribadah. Artinya berdasarkan tema yang
ada disusun sebuah lagu-lagu yang berdasarkan tema sehingga jemaat dapat
menyanyikan dan menghayati nyanyian tersebut berdasarkan tema yang ada dalam
ibadah. Musik gamelan mengambil peranan yang penting dalam hal ini sehingga
jemaat dapat merasakan perasaan yang menyentuh dan mengena dalam mengikuti
ibadah.
Sesuai dengan peranan yang ketiga yaitu musik memperjelas misteri Kristus.
Dalam hal ini, melalui isi syair lagu Jawa dapat memperjelas misteri Kristus, sehingga
jemaat merenungkan dan merefleksikan sesuai dengan melodi maupun syair yang
dilatunkan melalui perjumpaan dengan Allah. Dengan menyanyikan lagu tersebut
maka jemaat akan merasakan perjumpaan yang indah bersama dengan Allah dan
dihayati dengan sungguh-sungguh kehadiran Tuhan dalam ibadah tersebut. Sebagai
contoh, syair Kidung Pasamuwan Kristen 249:1,2,3
Gusti Yesus Sinalib
Gusti Yesus sinalib, sinrahken Allah priyangga, karsa nyangga paukuman myang
laknat, dados lintuning jagad.
Gusti Yesus sinalib,sinami lan tiang dosa, nging yektine dosa duraka kita sinanggi ng
sriranya.
Gusti Yesus sinalib, ngurbanken srira pribadya, mrih manungsa rukun klayan Sang
Rama temah gesang raharja.

77

Terjemahan lagu tersebut sebagai berikut
Tuhan Yesus disalib, serahkan diri pribadi, mau menyangga hukuman dan laknat jadi
ganti dunia.
Tuhan Yesus disalib, disamakan orang berdosa, sesungguhnya dosa kita ditanggumg
olehNya.
Tuhan Yesus disalib, korbankan diri pribadi agar insan rukun dengan Bapa sehingga
hidup sejahtera.

Pada dasarnya setiap lagu Kidung Pasamuwan Kristen dapat memperjelas misteri
Yesus yang dirayakan dalam liturgi. Melalui syair tersebut umat dapat merenungkan
dan menghayati sesuai dengan tema liturgi. Dalam syair lagu dapat merasakan dan
mengalami perjumpaan dengan Allah.
Seorang warga jemaat mengatakan bahwa ‘pada awalnya musik gamelan tidak
difungsikan dalam mengiringi ibadah. Musik gamelan difungsikan untuk mengiringi
upacara di Keraton. Namun dalam perkembangannya gereja menggunakan musik
gamelan sebenarnya memberikan warna sentuhan Jawa. Lalu seniman-seniman yang
bergereja menambah permusikan dengan nuansa Jawa yaitu musik gamelan dalam
mengiringi ibadah. Musik gamelan dalam liturgi merupakan adanya dukungan gereja
kepada kearifan lokal. Ia berpendapat bahwa musik gereja tidak hanya menggunakan
musik dari Barat, yaitu Piano/organ melainkan dapat menggunakan musik gamelan
sebagai pengiring ibadah.4 Dalam hal ini penulis sangat setuju dengan pendapat
tersebut bahwa musik gamelan merupakan sebuah dukungan yang dilakukan GKJ
untuk mendukung kearifan lokal dan mempertahankan identitas sebagai orang Jawa.
GKJ bukan hanya bertempat di wilayah Jawa melainkan sebuah entitas Jawa yang
4

AG , Wawancara Jemaat, Salatiga, 24 Agustus 2017.
78

harus dilestarikan dan dipertahankan oleh umat. Karena itu musik gamelan dalam
Liturgi ibadah merupakan sebuah dukungan terhadap kearifan lokal sehingga dalam
hal ini GKJ mempertahankan identitas Jawa melalui penggunaan musik gamelan
dalam ibadah.
Dalam penelitian, pemahaman beberapa jemaat mengatakan bahwa musik
gamelan merupakan identitas Jawa yang harus dipertahankan dan dimiliki oleh setiap
orang Jawa khususnya. Musik gamelan merupakan sebuah kesenian yang berasal dari
Jawa, sehingga sebagai orang Jawa menjadi sebuah identitas Jawa yang harus
dipertahankan. Sama halnya dengan kesenian yang lain seperti wayang kulit, dan
tarian. Musik gamelan juga merupakan bagian dari wayang kulit dan tarian yang
berasal dari Jawa. Dalam buku Liliweri yang berjudul Makna Budaya dalam
Komunikasi Antarbudaya, identitas budaya merupakan rincian karakteristik atau
ciri-ciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok orang yang diketahui
batas-batasnya dibandingkan kebudayaan yang lain. 5 Menurut Koentjaraningrat,
masyarakat adalah semua kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersiat kontiniu dan yang terikat oleh suatu rasa
identitas bersama.6
Identitas Jawa menurut penulis ialah sebuah jati diri atau ciri dari budaya Jawa
yang membedakan budaya yang satu dengan yang lain, sehingga melalui jati diri Jawa
tersebut daerah yang lain dapat melihat perbedaan yang membedakan Jawa
dibandingkan budaya yang lain. Setiap budaya memiliki ciri khas masing-masing dan
itulah yang memperkaya setiap budaya dengan adanya perbedaan. Dalam hal ini

5

Aldo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
2002), 72.
6

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antrologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 115-118.
79

identitas budaya Jawa mempunyai ciri khas yang berbeda dengan budaya yang lain,
sehingga dinamakan identitas.
Berdasarkan hal tersebut, musik gamelan merupakan sebuah identitas budaya
Jawa dan harus dilestarikan dan dipertahankan sehingga identitas tersebut menjadi
kekuatan bagi budaya Jawa dalam mempertahankan musik gamelan, terutama dalam
mengiringi ibadah Minggu. Menurut penulis, hal tersebut menjadi kekuatan GKJ
Salatiga dalam membangun dan mempertahankan budaya Jawa dalam era sekarang ini.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia semakin modern sehingga alat musik juga
mengikuti zaman yang modern. Oleh karena itu penulis mengambil judul tesis:
Penggunaan Musik Gamelan sebagai identitas Jawa dalam Liturgi ibadah. Menurut
penulis, GKJ Salatiga Selatan mengambil langkah yang baik dan tepat dalam hal
menjaga dan mempertahankan identitas Jawa. Musik gamelan tidak bisa terlepas
dengan bahasa Jawa didalamnya. Bahasa Jawa dan musik gamelan merupakan satu
kesatuan yang tidak bisa dipisahkan melainkan keduanya saling berkaitan. Dalam hal
ini, bahasa Jawa merupakan bagian dari identitas Jawa. Dengan mengambil langkah
yang tepat, GKJ Salatiga Selatan dapat mempertahankan dan menjaga identitas Jawa
yang sudah ada tersebut. Menurut penulis dalam menjaga dan mempertahankan
tersebut

dibutuhkan

tekad

dan

niat

yang

kuat,

karena

tidaklah

mudah

mempertahankan identitas tersebut. Banyak gereja-gereja lain ingin mempertahankan
dan menjaga identitas Jawa yang mungkin selama ini tidak kelihatan oleh orang. Hal
tersebut mungkin tidak didukung oleh berbagai hal sehingga membutuhkan proses
yang panjang, artinya GKJ Salatiga Selatan memilih jalan yang tepat sehingga
kedepannya harus tetap dijaga dan dipertahankan identitas Jawa yang suda ada
sekarang, bahkan harus berkembang dari sebelumnya.

80

‘Dalam melaksanakan liturgi ibadah selalu menggunakan musik. Jika
memperhatikan GKJ, kata Jawa bukan hanya tempat tetapi budaya. Memasukkan
budaya Jawa berupa musik gamelan dalam liturgi artinya ‘menjawakan’ ibadah
sehingga identitas Jawa tetap ada dan tidak hilang. Bukan hanya musik gamelan tetapi
bahasa Jawa. Identitas yang dimaksudkan berupa bahasa Jawa dan musik gamelan.
Musik Gamelan masuk dalam Liturgi ibadah Minggu bertujuan untuk menjaga
kekhusukan dalam ibadah sehingga jemaat dapat beribadah dengan baik’.7 Penulis
bependapat bahwa dengan kehadiran musik gamelan dalam liturgi, dapat dikatakan
bahwa liturgi ‘menjawakan’ ibadah, artinya dari setiap sisi bahasa Jawa dan musik
Jawa mewarnai ibadah tersebut. Dalam liturgi terdapat lagu-lagu Jawa, berkotbah
menggunakan bahasa Jawa, menggunakan iringan musik gamelan, serta diharapkan
jemaat menggunakan batik pada ibadah minggu pertama. Menurut penulis hal tersebut
menunjukan identitas Jawa dalam liturgi ibadah. Jikalau penulis beribadah di GKJ
Salatiga Selatan, penulis merasakan suasana Jawa di dalam liturgi. Liturgi tersebut
dapat dikatakan kontekstual sebab menggunakan ornamen maupun bahasa Jawa
didalamnya. Dalam hal ini GKJ Salatiga Selatan menunjukkan identitas Jawa dalam
hal liturgi ibadah.
‘Kehadiran musik gamelan dalam Liturgi membuat liturgi semakin
kontekstual dan variatif. Ia mengatakan bahwa musik gamelan Jawa memiliki ciri
yang berbeda dengan musik gamelan sunda maupun Bali, sehingga ketika musik
gamelan Jawa mengiringi liturgi maka liturgi semakin hidup, mengena serta
bervariatif’.8 Berdasarkan kalimat tersebut, dapat dikatakan adanya liturgi variatif
dan liturgi kontekstual yang dilakukan GKJ Salatiga Selatan. Liturgi variatif berarti
setiap minggu gereja tersebut memiliki susunan liturgi yang berbeda-beda, tetapi tidak
“P , Wawa cara Je aat, “alatiga, Ju i
7.
AG, Wawancara Jemaat, Salatiga, 24 Agustus 2017.
7

8

81

merubah aspek penting yaitu Votum, Pengakuan dosa, Firman Tuhan, dan Berkat.
Selain dari hal tersebut menjadi variatif dari setiap minggunya sehingga ibadah
semakin menjadi berbeda setiap minggunya. Liturgi kontekstual berarti liturgi yang
menggunakan bahasa dan aturan dari daerah tertentu, dalam hal ini menggunakan
bahasa Jawa dan musik gamelan dalam ibadah.
Jikalau dilihat dari sejarah karawitan, dimana hubungan antara raja, karawitan
dan upacara tradisi memiliki hubungan yang saling berkaitan sehingga menghasilkan
sebuah system.9 Dalam hal ini penulis berhipotesa melihat dari kacamata Kristen,
dimana gereja menggunakan musik gamelan sebagai pengiringi dalam ibadah. Penulis
mengaitkan antara Ilahi, musik gamelan dan liturgi.
Dalam hal ini antara Tuhan, musik gamelan dan liturgi merupakan sebuah sistem
yang tidak bisa dipisahkan, dalam hal ini menggunakan kebudayaan. Jikalau ditarik
secara umum, musik gamelan merupakan sebuah instrumen musik sehingga penulis
dapat mengaplikasikan buku Joko Daryanto mengenai hubungan Tuhan, musik
gamelan dan liturgi.
Alasan GKJ Salatiga Selatan menggunakan musik gamelan dalam ibadah
Minggu
Berdasarkan hasil penelitian, alasan GKJ Salatiga Selatan menggunakan
musik gamelan dalam Liturgi ibadah adalah yang pertama, gereja ini adalah Gereja
Kristen Jawa yang mempertahankan budaya Jawa. Dan hal tersebut diakui oleh
pemerintah, bahwa satu-satunya yang masih mempertahankan budaya Jawa adalah
GKJ. Berdasarkan pemikiran tersebut, sebagai orang Jawa berusaha nguri-uri (
memelihara) budaya Jawa mulai dari penggunaan alat musik Jawa, terutama musik
9

Joko Daryanto, Karawitan Karaton Surakarta, (Surakarta:ISI Press Surakarta, 2016), 45-46.

82

Gamelan.

Itu sebabnya pada awalnya, kita ingin ibadah diiringi dengan budaya

Jawa. Persoalannya adalah tidak semua orang Jawa menguasai budaya Jawa, bahkan
berbahasa Jawa tidak semua tahu”.10
Berdasarkan alasan tersebut terlihat bahwa pada awalnya jemaat GKJ Salatiga
Selatan berpikir bahwa alat musik gamelan merupakan hasil budaya Jawa yang harus
dilestarikan dan dipelihara. Sesuai dengan namanya ‘GKJ’ dimana gereja yang harus
mempertahankan kesukuannya dengan cara melestarikan musik gamelan.
tersebut

juga

diakui

oleh

pemerintah

bahwa

satu-satunya

yang

Dan hal
masih

mempertahankan budaya Jawa adalah GKJ. Menurut penulis, hampir semua
gereja-gereja bernunsa etnis menghilangkan atau tidak menggunakan alat musik
tradisionalnya dalam mengiringi ibadah. Selain terbatasnya sumber daya manusia,
dikarenakan rasa cinta terhadap budaya tersebut belum terpikir untuk memasukkan
unsur budaya dalam mengiringi ibadah. Dalam hal ini memerlukan penelitian yang
mendalam. Akan tetapi berdasarkan pemikiran penulis bahwa musik gamelan harus
dilestarikan dan dipelihara maka kesadaran dan kecintaan jemaat GKJ Salatiga selatan
harus diikuti dan tertanam oleh gereja-gereja lain dalam menerapkan alat musik
gamelan maupun musik dari daerah masing-masing dalam mengiringi ibadah minggu.
Dengan kata lain bahwa warga jemaat GKJ Salatiga Selatan berusaha
nguri-uri ( memelihara) budaya Jawa dimulai dari penggunaan musik gamelan dalam
mengiringi ibadah. Alasan tersebut penulis dapatkan kepada beberapa orang, sehingga
alasan utama mengapa GKJ Salatiga Selatan menggunakan musik gamelan dalam
ibadah dikarenakan nguri-uri ( memelihara) budaya Jawa agar tidak hilang dan punah.
Lalu persoalan selanjutnya berkaitan dengan bahasa Jawa, sehingga dalam
menggunakan musik gamelan harus menggunakan bahasa Jawa. Menurut penelitian,
10

“P , Wawa cara Je aat, “alatiga,

Ju i
83

7.

tidak semua orang Jawa menguasai budaya Jawa bahkan tidak tahu berbahasa Jawa.
Dengan kehadiran musik gamelan, maka jemaat diajak untuk berbahasa Jawa dengan
baik. Hal tersebut yang dibangun warga jemaat GKJ Salatiga Selatan, sehingga bukan
hanya kesenian tetapi bahasa Jawa juga dipelihara.
Alasan yang lainnya adalah adanya re-generasi dengan cara menyiapkan
anak-anak muda bahkan anak-anak sekolah minggu agar bermain musik gamelan
bahkan berbahasa Jawa dengan baik. Berkaitan dengan bahasa Jawa, kaum wamuda
menyelenggarakan kursus bahasa Jawa sehingga minat wamuda dalam mempelajari
bahasa Jawa tetap ada dan menjadi lancar berbasaha Jawa. Jadi yang penting bagi
orangtua yaitu mendorong anak-anak muda agar supaya mempelajari, melestarikan
budaya dan bahasa Jawa”11

Dalam hal ini jika dari generasi muda tidak diajarkan

dan dikenalkan dengan budaya Jawa lambat laun bahasa maupun kesenian akan terus
pudar dan menghilang. Kebudayaan akan tetap eksis dan berkembang jikalau
pengelolaan re-generasi tetap terjadi dalam sebuah organisasi, dalam hal ini GKJ
Salatiga Selatan. Penulis setuju dengan pernyataan tersebut bahwa generasi muda
yang akan mengganti peran Adiyuswa dalam menjaga dan melestarikan budaya Jawa
yang ada dan sudah baik sampai sekarang, khususnya penggunaan musik gamelan dan
bahasa Jawa. Jikalau generasi muda tidak dilibatkan bahkan tidak dikenalkan dengan
budaya Jawa, maka nguri-uri budaya dalam memperjuangkan mengadakan musik
gamelan tersebut menjadi pudar. Dalam hal ini gereja juga ikut berperan dalam
membantu anak-anak muda dalam mempertahankan identitas Jawa di GKJ Salatiga
Selatan.

11

Wawa cara “P , Wawa cara Je aat, “alatiga,
84

Ju i

7.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Gamelan dalam Ibadah di GKJ Purworejo Jawa Tengah

0 1 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Musik dalam Ibadah Pemuda di GKJ Salatiga

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Musik Gamelan sebagai Identitas Jawa dalam Liturgi Ibadah di GKJ Salatiga Selatan

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Musik Gamelan sebagai Identitas Jawa dalam Liturgi Ibadah di GKJ Salatiga Selatan T2 752016031 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Musik Gamelan sebagai Identitas Jawa dalam Liturgi Ibadah di GKJ Salatiga Selatan T2 752016031 BAB II

0 1 42

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Musik Gamelan sebagai Identitas Jawa dalam Liturgi Ibadah di GKJ Salatiga Selatan T2 752016031 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Liturgi Gereja Kristen Jawa:Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ T2 752011044 BAB I

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Liturgi Gereja Kristen Jawa:Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ T2 752011044 BAB II

0 1 80

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Liturgi Gereja Kristen Jawa:Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ T2 752011044 BAB IV

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Liturgi Gereja Kristen Jawa:Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ T2 752011044 BAB V

0 0 8