Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Liturgi Gereja Kristen Jawa:Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ T2 752011044 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
1.1.1. Identifikasi Permasalahan
Sebagai salah satu penerus tradisi Gereja Reformasi, Gereja Kristen
Jawa (GKJ) memiliki ajaran iman yang sangat mendasar sehubungan
dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam PokokPokok Ajaran Gereja Kristen Jawa (PPAGKJ) dinyatakan bahwa keberadaannya merupakan buah penyelamatan Allah. Dengan penyelamatan
Allah itu memungkinkan manusia untuk memiliki kembali hubungan yang
benar dengan Allah. Hubungan dengan Allah ini sering disebut juga dengan
istilah keselamatan.1
Selanjutnya, untuk mengungkapkan apa yang menjadi dasar keberadaannya itu, GKJ melakukan suatu tindakan yang disebut dengan istilah
ibadah. Segala sesuatu yang terdapat di dalam ibadah tersebut dipahami
menjadi gambaran pertemuan dan percakapan timbal balik antara umat
dengan Allah. Dari pihak umat terdapat sembah sujud, pujian, pengakuan
dosa, permohonan ampun, kesanggupan, persembahan, dan pengakuan
iman. Sedangkan dari pihak Allah adalah pengampunan, penyampaian
sabda, berkat, serta perintah-perintah ataupun hukum Tuhan. Karena itu,
1

Sinode GKJ, Pokok-Pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa (Salatiga: Percetakan

Sinode GKJ, 1998), 18, 36.

1

ibadah bagi GKJ dipandang sebagai tindakan dramatis simbolis.2 Adapun
pokok-pokok yang ada di dalam pertemuan dan percakapan di atas pada
akhirnya juga menjadi garis besar dan sekaligus dasar perumusan tata
peribadahan (liturgi) yang tersusun secara urut dan teratur, yaitu adiutorium
(pertolongan Allah, yang terjadi dalam ibadah) atau votum (seruan pengabsahan terjadinya ibadah, oleh karena pertolongan Allah) dan salam,
introitus (pengantar untuk memulai ibadah) dan pujian, pengakuan dan
penyesalan dosa, berita anugerah dan petunjuk hidup baru, kesanggupan,
doa syukur dan syafaat, persembahan, pelayanan sabda, pengakuan iman,
pengutusan, dan berkat.3
Karena liturgi di dalam ibadah GKJ berisikan gambaran pokok-pokok
pertemuan dan percakapan antara umat dengan Allah, maka liturgi di sini
sesungguhnya dapat dipahami pula sebagai gambaran yang menghadirkan
kembali ingatan akan pusat sekaligus sumber ibadah dari GKJ itu sendiri,
yaitu penyelamatan yang telah dilakukan oleh Allah dengan berpuncak pada
pengorbanan Yesus Kristus. Menurut PPAGKJ ada dua makna penting
dalam pengorbanan Yesus Kristus untuk keselamatan umat. Pertama adalah

penebusan umat dari hukuman dosa oleh Allah. Adapun yang kedua adalah
pembasuhan atau pentahiran umat dari dosa. Makna-makna pengorbanan
Yesus Kristus tersebut merupakan satu kesatuan dari karya penyelamatan
Allah bagi umat dengan lambang perjamuan dan baptisan sebagai sakramen.

2
3

Sinode GKJ, Pokok-Pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa, 51-52.
Sinode GKJ, Liturgi Gereja Kristen Jawa (Salatiga: Percetakan Sinode, 1996), 10-

21.

2

Sebagaimana dinyatakan pada PPAGKJ bahwa makna yang terdapat pada
Sakramen Perjamuan dan Sakramen Baptisan sebagai inti dari liturgi menjadi sesuatu yang dikuduskan (Jawa, kang sinengker) untuk dipersembahkan
kepada Allah yang berguna di dalam pekerjaan penyelamatan Allah, khususnya sisi pemeliharaan iman umat.4 Pemahaman itu dipertegas pula dalam
PPAGKJ Edisi 2005 yang menyatakan bahwa sakramen adalah alat
pelayanan yang dikhususkan di dalam pekerjaan penyelamatan Allah, yaitu

sebagai penyataan dan pemeliharaan iman.5
Sebagai lambang dari inti pengungkapan dasar keberadaannya, kedua
sakramen tersebut di atas memperlihatkan adanya makna penting bagi GKJ
yang mengendap dalam tugas panggilan dirinya. Menurut PPAGKJ, tugas
panggilan yang pertama adalah bersaksi atau memberitakan tentang
penyelamatan Allah kepada yang belum mendengar, dan yang kedua adalah
memelihara keselamatan orang-orang yang telah diselamatkan. Dengan kata
lain, kedua tugas panggilan itu memberikan penegasan sekaligus arah
makna liturgi dalam ibadah GKJ yang bersifat ke dalam maupun ke luar
sebagai keutuhan keberadaan diri terkait dengan keterlibannya pada karya
penyelamatan Allah bagi umat di dunia.6
Dengan seluruh pemahaman di atas, maka liturgi dalam ibadah GKJ
dapat dimengerti bukan sekedar tindakan upacara keagamaan (ritual)
belaka. Liturgi di dalam peribadahan sesungguhnya merupakan “jiwa”
4

Sinode GKJ, Pokok-Pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa, 55.
Sinode GKJ, Pokok-Pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa Edisi 2005 (Salatiga: Percetakan Sinode GKJ, 2009), 47.
6
Sinode GKJ, Pokok-Pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa, 37-8, 64-7.

5

3

kepercayaan rohani atau keimanan GKJ yang memiliki hubungan erat dan
tidak terpisahkan dengan karya tanggung jawab agung dari Illahi dalam
kehidupan nyata di dunia ini. Malcolm Brownlee menyatakan bahwa
peribadatan yang terdapat di dalam Alkitab dengan segala unsurnya tidak
terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Hubungan erat tersebut nampak dari
beberapa istilah yang dipakai oleh Alkitab, yaitu “sharath” dan “abodah”
dalam Perjanjian Lama, serta “latreia” dan “leitourgia” dalam Perjanjian
Baru, yang artinya “kebaktian”, “pelayanan”, “kerja”, yang artinya mirip
dengan makna kata “pengabdian”.

7

Brownlee juga menegaskan bahwa

peribadatan orang Kristen tidak terbatas kepada upacara-upacara tertentu,
melainkan dilakukan di dalam semua segi kehidupan. Segenap bentuk

kehidupan perlu dipersembahkan kepada Tuhan sebagai wujud kesediaan
untuk ikut serta di dalam pekerjaanNya yang mengubah dan menyelamatkan dunia di berbagai bidang kehidupan dunia ini.
Selain pengertian dari sisi “jiwa” kepercayaan rohani

atau

spiritualitas, liturgi dalam ibadah GKJ juga mengandung pengertian adanya
sisi karya tugas penting yang diemban umat sebagai pengutusan bagi
kehidupan di tengah dunia ini. Sebagaimana dijelaskan oleh Rasid
Rachman, bahwa berdasarkan liturgi yang ada dalam tradisi gereja kuno
maka ibadah bagi Gereja bukanlah semata-mata tujuan, melainkan juga

7

Malkolm Brownlee, Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan: Dasar Teologis
bagi Pekerjaan Orang Kristen dalam Masyarakat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), 19.

4

sebuah pengutusan.8 Karena itu, sebagaimana dinyatakan oleh PPAGKJ

tentang sisi lain dari keberadaan GKJ, maka liturgi dalam ibadah memiliki
makna yang berguna untuk memampukan Gereja agar dapat menampakkan
tanda-tanda Kerajaan Allah yang hadir di tengah dunia, sebagai wujud
penyelamatanNya secara nyata.9
Dengan kata lain, liturgi dapat dipahami sebagai sarana yang menggerakkan Gereja untuk terlibat secara langsung dalam karya penyelamatan
Allah yang menjadi tugas panggilannya secara utuh di berbagai bidang
kehidupan. Bukan hanya pada diri sendiri ataupun orang luar semata-mata,
tetapi untuk semua kalangan secara serempak. Demikian pula bukan hanya
pekerjaan yang terbatas pada sisi batiniah ataupun rohaniah saja, tetapi juga
pekerjaan yang bersifat jasmaniah.
Berdasarkan pengamatan tersebut di atas, perlu dipertanyakan lebih
lanjut, sejauh manakah praktik liturgi dalam ibadah GKJ dapat terlaksana
secara baik sesuai dengan kegunaannya. Apakah liturgi yang selama ini ada
dan berlaku dalam ibadah GKJ telah dapat menjadi sarana penghayatan
umat untuk beribadah sebagaimana mestinya, meskipun bentuknya
sederhana?

8

Rasid Rachman, Pembimbing ke dalam Sejarah Liturgi (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2010), 5.
9
Sinode GKJ, Pokok-Pokok Ajaran Gereja Kristen Jawa, 37.

5

Sebagaimana yang berlaku di dalam peribadatan sejak tahun 1961 dan
dirumuskan kembali pada tahun 1991 dalam Sidang Kontrakta Sinode
GKJ,10 GKJ selama ini menggunakan liturgi baku atau liturgi awal yang
kemudian dikembangkan menjadi tiga formula.11 Bahkan pada beberapa
tahun terakhir ini, secara sinodal GKJ sedang menambahkan formula liturgi
baru yang terkait dengan penerapan sistem leksionari di dalam pelayanan
peribadahan. Formula leksionari yang selanjutnya disebut dengan Liturgi
Leksionari GKJ12 tersebut memiliki tata susunan yang cukup berbeda
dengan bentuk liturgi ibadah GKJ formula I yang merupakan bentuk awal
dan disebut dengan Liturgi Minggu I, beserta dengan pengembangannya
dalam liturgi ibadah GKJ formula II dan III yang disebut dengan Liturgi
Minggu II dan Liturgi Minggu III. 13
Keberadaan beberapa formula litrugi tersebut di dalam pelaksanaannya tidak mudah. Liturgi ibadah GKJ formula I maupun formula II dan
formula III hingga kini pelaksanaannya belum semuanya dapat diterima

oleh umat. Bahkan, dalam pengantar buku Liturgi GKJ dinyatakan adanya
persoalan bahwa umat pada akhirnya cenderung kembali hanya menggunakan liturgi formula I.14 Karena itu, ketika muncul formula Liturgi
Leksionari dimungkinkan semakin menambah persoalan liturgi dalam
peribadahan GKJ itu sendiri. Persoalan tersebut secara langsung ataupun
10

Sinode GKJ, Liturgi GKJ, i-ii.
Sinode GKJ, Liturgi GKJ, 15-23.
12
Tim Liturgi GKJ, Menuju Pembaruan Liturgi Gereja Kristen Jawa (Salatiga: Percetakan Sinode, 2011), 23-24.
13
Lihat Lampiran Liturgi Ibadah Minggu I, II, III, dan Macam Liturgi Leksionari.
14
Sinode GKJ, Liturgi GKJ, i.
11

6

tidak langsung memiliki hubungan dengan persoalan-persoalan penting
lainnya yang tidak bisa dipisahkan dari tindakan penerimaan di atas, yaitu

menyangkut tata susunan serta pemahaman makna berbagai unsur yang
terdapat pada liturgi dalam ibadah GKJ, maupun penghayatannya sendiri di
dalam dan di luar kehidupan umat. Sebagaimana tersirat jelas pula dalam
pendahuluan yang terdapat pada buku Liturgi GKJ dinyatakan bahwa
keterangan yang dibuat pada bagian awal buku tersebut berguna untuk
memberikan pengetahuan kepada umat akan pengertian ibadah beserta
dengan unsur-unsur yang tersusun dalam liturgi. Liturgi bukan sebuah
tindakan kebiasaan yang diulang-ulang pada kesempatan waktu dan tempat
tertentu, akan tetapi memiliki pengertian penting bagi kehidupan iman umat
di tengah dunia ini.15
Karena itu, dari persoalan di atas dimungkinkan bahwa di dalam
pelaksanaannya, unsur-unsur yang ada di dalam liturgi cenderung masih
banyak dipahami sebagai tata urutan di dalam peribadahan yang tidak lebih
dari sebatas tata perilaku rohani atau ritual umat di tengah ruangan tertentu
yang kurang, atau bahkan tidak memiliki hubungan serta berbeda dengan
kehidupan dunia sehari-hari.
Suasana ini terasa pada ketegangan yang terdapat di dalam
perjumpaan kehidupan kultural umat sehari-hari berdasarkan nilai-nilai yang
berlaku di tengah Gereja sebagai komunitasnya dengan berbagai bentuk tata
nilai masya-rakat maupun adat istiadat yang merupakan gambaran

15

Sinode GKJ, Liturgi GKJ, i.

7

pandangan budaya di mana umat tersebut hidup dan tumbuh di dalamnya.
Peribadahan dengan liturgi yang dijalankan seakan menjadi tidak bersentuhan dan tidak tersentuh sama sekali oleh tata nilai kehidupan
sesungguhnya dari masyarakat yang menjadi kenyataan hidup sehari-hari
umat.

1.1.2. Alasan Pemilihan Judul
Persoalan peribadahan umat di gedung Gereja yang tidak bersentuhan
dengan kehidupan sehari-hari maupun dengan tata kehidupan dan adat
masyarakat di atas menyiratkan arti bahwa anugrah keselamatan umat yang
diterima dari Allah belum mampu diungkapkan dan dinikmati secara penuh.
Sebab untuk mengungkapkan dan menikmati keselamatan yang dilakukan
oleh umat melalui peribadahan yang disusun menggunakan liturgi masih ada
keterbatasan di dalam kecenderungan yang hanya untuk perhimpunan
(komunitas) yang dimilikinya sendiri. Sedangkan untuk mengungkapkan

dan menikmati keselamatan dari umat yang menjangkau atau merambah di
tengah ranah perjumpaan kehidupan sehari-hari belum mampu diwujudnyatakan. Dengan kata lain, bahwa pengungkapan dan menikmati
keselamatan melalui peribadahan yang ditata di dalam liturgi masih menjadi
sesuatu yang asing di ranah kehidupan nyata umat. Bahkan, liturgi yang
dijalankan oleh umat di dalam peribadahannya tersebut dapat dikatakan
“tidak memiliki jiwanya sendiri” sebagai bagian dari pribadi masyarakat
yang hidup dan tumbuh mengakar di dalam budaya Jawa.
8

Persoalan di dalam mengungkapkan dan menikmati anugerah
keselamatan dari Allah di tengah kehidupan umat yang tidak utuh inilah
memungkinkan dan sekaligus dapat diasumsikan bahwa liturgi peribadahan
GKJ kurang menyentuh maupun tersentuh konteks budaya umat. Akhirnya,
Dengan beberapa uraian alasan yang dipaparkan di atas, di dalam penelitian
ini penulis memilih judul:
Liturgi Gereja Kristen Jawa:
Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa
Terhadap Tata Ibadah GKJ

1.2. Batasan Istilah
Ada beberapa pengertian mendasar yang perlu untuk dijelaskan secara
singkat mengenai istilah-istilah yang digunakan di dalam pemilihan judul
tulisan ini.

1.2.1. Liturgi Gereja Kristen Jawa
Yang dimaksud dengan Liturgi Gereja Kristen Jawa adalah tatanan
dalam ibadah yang dimiliki oleh Gereja Kristen Jawa dengan berbagai unsur
pokok beserta dengan susunan dan pengertiannya sebagai suatu rumusan
yang berlaku. Sebagaimana dinyatakan dalam buku Liturgi GKJ, bahwa
liturgi dan ibadah adalah satu kesatuan arti yang tak terpisah. Liturgi adalah
ibadah, dan ibadah adalah liturgi. Namun demikian, tata ibadah timbul dari

9

ibadah, bukan sebaliknya. Karena itu, ibadah ada terlebih dulu kemudian
baru tatanan atau cara peribadahannya.16

1.2.2. Gereja Kristen Jawa
Seperti dinyatakan pada Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ, yang dimaksudkan dengan Gereja Kristen Jawa adalah kehidupan bersama religius
yang berpusat pada penyelamatan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus di
suatu tempat tertentu, yang dipimpin oleh majelis gereja dan yang telah
mampu mengatur diri sendiri, mengembangkan diri sendiri, serta membiayai
diri sendiri berdasarkan Alkitab, Pokok-Pokok Ajaran, serta Tata Gereja
mau-pun Tata Laksana GKJ.17

1.2.3. Teologi Kontekstual
Adapun yang dimaksudkan dengan teologi kontekstual di sini adalah
teologi Kristen yang dipandang ataupun dibangun dari situasi dan kondisi
konteks tertentu. Sebagaimana dinyatakan oleh Huang Po Ho, bahwa teologi
kontekstual atau yang disebutnya juga dengan istilah teologi situasional,
adalah sebuah teologi yang mengambil konteks, situasi dan kondisi suatu
tempat, sejarah, dan budaya umat di tengah masyarakat di mana Gereja ada,
sebagai sumber refleksi teologi dan pengakuan iman, serta untuk mem-

16

Sinode GKJ, Liturgi GKJ, 1-9.
Sinode GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Jawa (Salatiga:
Percetakan Sinode GKJ), 8.
17

10

bangun suatu teologi yang mampu membentuk identitas orang Kristen yang
relevan dengan konteksnya.18

1.2.4. Budaya Jawa
Maksud dari Budaya Jawa adalah seperangkat tindakan atau perilaku
dari masyarakat yang memiliki faham Jawa (Kêjawen), beserta dengan
segala hasil dan bentuknya. Seperti yang dikatakan oleh Moh Yana, bahwa
Kêjawen adalah faham yang didasarkan pada konsep harmonisasi antara
makrokosmos (jagad gêdhe) dengan mikrokosmos (jagad cilìk), sebagai
asas keselamatan dan kehidupan orang Jawa.19

1.3. Rumusan Masalah
Berangkat dari asumsi bahwa liturgi peribadahan GKJ kurang
tersentuh maupun menyentuh konteks budaya umat, maka di dalam tulisan
ini memunculkan rumusan masalah dalam pertanyaan berikut ini:
Apakah dasar pemahaman liturgi peribadahan yang diberlakukan oleh
GKJ sehingga masih terdapat kesulitan bagi umat di dalam mengungkapkan
dan menikmati keselamatannya di dalam perjumpaan dengan kehidupan
sehari-hari berdasarkan konteks budayanya?

18

Huang Po Ho, No Longer a Stranger: Towards the Construction of Contextual
Theo-logies (Kottayam: Wigi Printers, 2007), 13.
19
Moh Yana H., Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa (Yogyakarta:
Absolut, 2010), 18-21.

11

Pertanyaan ini merupakan hal yang penting di dalam tulisan penelitian
untuk menjawab sebab kesulitan yang terjadi di dalam mengungkapkan dan
menikmati keselamatan umat di dalam ranah perjumpaan kehidupan seharihari di tengah konteks budaya yang dimilikinya.

1.4. Tujuan Penulisan
Tujuan utama yang hendak dicapai dari tulisan penelitian ini adalah
untuk melakukan analisa kritis dengan menggunakan pendekatan teologi
kontekstual terhadap tata peribadahan GKJ berbasis budaya Jawa seperti apa
yang ada di dalam dokumen gerejawi secara sinodal terkait dengan liturgi.

1.5. Manfaat Penelitian
Berdasarkan pokok tujuan yang dinyatakan di atas, tulisan ini secara
umum diharapkan dapat menjadi wacana teologi praktika mengenai liturgi
peribadahan terkait dengan konteks budaya umat. Adapun secara khusus,
tulisan ini diharapkan juga dapat menjadi salah satu pandangan alternatif di
dalam upaya menyelesaikan persoalan liturgi peribadahan di GKJ supaya
makin membumi dan mengakar di dalam jiwa kehidupan setiap umat yang
memiliki konteks budayanya yang khas, sehingga GKJ dapat terus-menerus
menjalani kehidupannya di tengah berbagai arus gaya hidup dan persoalan
yang selalu berkembang.

12

1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Upaya untuk menjawab asumsi yang terumuskan di dalam rumusan
masalah maupun tujuan di atas, metode yang dipergunakan di dalam tulisan
ini adalah deskriptif analitis. Artinya, di dalam penelitian diskriptif
dilakukan kajian yang lebih mendalam. Adapun menurut Mohammad Nazir,
penelitian diskriptif sendiri adalah suatu usaha dalam meneliti suatu
kelompok manusia, suatu objek, kondisi, suatu pemikiran ataupun peristiwaperistiwa.20 Menurut-nya, tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistimatis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena
yang diselidiki.
Sehubungan dengan itu, yang akan menjadi objek di dalam penelitian
ini adalah dokumen-dokumen sejarah pandangan dan pemahaman yang
menjadi sumber ataupun yang berhubungan dengan rumusan liturgi yang
dipergunakan di dalam peribadatan umat GKJ. Karena itu pula, jenis
penelitian yang dilakukan di dalam tulisan ini adalah penelitian
kepustakaan. Menurut Nazir, penelitian kepustakaan adalah teknik
pengumpulan data dengan mengadakan penelaahan atau penelitian terhadap
buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan sebagai
objek yang ada hubungannya dengan masalah yang sedang dikaji.21

20
21

Mohammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), 63.
Nazir, Metode Penelitian, 111.

13

1.6.2. Sumber dan Pengumpulan Data Penelitian
Adapun dokumen yang menjadi data analisa di sini dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi
dokumen-dokumen artikel-artikel akta Sidang Sinode GKJ yang pertama
(1931) hingga terakhir (2012), buku-buku liturgi beserta dengan rumusan
teologis yang dimiliki oleh GKJ. Sedangkan data sekunder di dalam
penelitian ini adalah buku-buku kajian sejarah mengenai GKJ, catatancatatan lain seputar sejarah beserta issu-issu penting terkait persidangan
sinode yang dilakukan oleh GKJ. Adapun data sekunder lain sebagai
pendukung atau pelengkap adalah hasil wawancara dari narasumber yang
berhubungan dengan rumusan liturgi GKJ itu sendiri.
Setelah diadakan pemilahan terhadap dokumen-dokumen tersebut, data
yang didapatkan dirangkai dalam bentuk susunan menurut jenis-jenis atau
pokok-pokok permasalahan masing-masing sehingga menjadi kerangka
objek penelitian yang jelas.

1.7. Kerangka Penulisan
Akhirnya, di dalam penyajian tulisan ini akan disusun dengan
kerangka penulisan secara berurutan sebagai berikut:
Pada bagian awal akan disampaikan pendahuluan yang memuat latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta
metode penelitian maupun sistematika penulisan. Bagian ini dipaparkan di
dalam Bab I.
14

Selanjutnya, sebagai dasar pengkajian persoalan yang terumuskan di
dalam rumusan masalah tersebut akan disampaikan di dalam Bab II yang
berisikan tentang kajian teoritis mengenai makna, sejarah, dan dasar-dasar
liturgi peribadatan, serta pemahaman budaya Jawa sebagai faham beserta
dengan pengungkapannya dalam tata upacara kepercayaan yang dimilikinya,
sebagai keberadaannya yang khas atau kontekstual.
Bagian teori tersebut disusul dengan bagian Bab III yang memaparkan
data kajian yang diperoleh dari dokumen-dokumen, buku-buku sejarah dan
kajian, serta hasil wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan
perumusan liturgi peribadatan GKJ beserta dengan pandangan teologisnya.
Untuk mengetahui sejauh mana persoalan yang telah dirumuskan di
dalam bagian awal berdasarkan teori dan data yang ditemukan pada proses
perumusan liturgi peribadatan GKJ, maka di dalam Bab IV akan dilakukan
analisa sesuai dengan metode penelitian yang dipilih di dalam tulisan ini.
Akhirnya, sebagai penutup pada Bab V akan disampaikan
kesimpulan-kesimpulan hasil analisa yang dilakukan di dalam bagian
sebelumnya (Bab IV), beserta dengan usulan-usulan dalam rangka untuk
menjawab persoalan dan memenuhi tujuan maupun manfaat penelitian di
dalam tulisan ini.

15

16

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Musik Gamelan sebagai Identitas Jawa dalam Liturgi Ibadah di GKJ Salatiga Selatan T2 752016031 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Liturgi Gereja Kristen Jawa:Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ T2 752011044 BAB II

0 1 80

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Liturgi Gereja Kristen Jawa:Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ T2 752011044 BAB IV

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Liturgi Gereja Kristen Jawa:Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ T2 752011044 BAB V

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Liturgi Gereja Kristen Jawa:Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Liturgi Gereja Kristen Jawa:Suatu Studi Teologi Kontekstual Berbasis Budaya Jawa Terhadap Tata Ibadah GKJ

0 1 66

T2__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pembelajaran Berbasis Kontekstual Bidang Studi Pendidikan Agama Kristen di SMA Kristen Satya Wacana Salatiga T2 BAB V

0 2 11

T2__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pembelajaran Berbasis Kontekstual Bidang Studi Pendidikan Agama Kristen di SMA Kristen Satya Wacana Salatiga T2 BAB IV

0 1 46

T2__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pembelajaran Berbasis Kontekstual Bidang Studi Pendidikan Agama Kristen di SMA Kristen Satya Wacana Salatiga T2 BAB III

0 0 15

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pembelajaran Berbasis Kontekstual Bidang Studi Pendidikan Agama Kristen di SMA Kristen Satya Wacana Salatiga T2 BAB II

0 1 26