Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda Secara Spektrofotometri Terhadap Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein Dalam Sediaan Tablet

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Bahan
2.1.1 Parasetamol
Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai parasetamol adalah sebagai
berikut:
Rumus struktur

:

Gambar 2.1 Rumus Struktur Parasetamol
Nama Kimia

: 4-hidroksiasetanilida

Rumus Molekul

: C8H9NO2

Berat Molekul


: 151,16

Pemerian

: Serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasa sedikit pahit

Kelarutan

: Larut

dalam

air

mendidih,

larut

dalam


natrium

hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol
Parasetamol merupakan metabolit dari fenasetin, memiliki khasiat analgetik
antipiretik tanpa aktivitas antiradang, memiliki waktu paruh (t1/2) 1-4 jam. Dewasa
ini pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk
pengobatan swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek analgetiknya dapat
diperkuat oleh kafein hingga 50%. Pada dosis tinggi mengakibatkan nekrosis hati
yang tidak reversibel. Dosis yang berlebihan (overdose) dapat menimbulkan mual dan
muntah (Tan dan Rahardja, 2007).

5
Universitas Sumatera Utara

Menurut Moffat, dkk. (2011), pada pelarut asam, parasetamol memiliki
panjang gelombang maksimum sebesar 245 nm (A11 = 668a). Pada pelarut basa,
parasetamol memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 257 nm
(A11 = 715a). Spektrum parasetamol dapat dilihat pada Gambar 2.2.


Gambar 2.2 Spektrum Parasetamol (Moffat, dkk., 2011)
2.1.2 Kafein
Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai kafein adalah sebagai
berikut:
Rumus Struktur :

Gambar 2.3 Rumus Struktur Kafein
Nama Kimia

: 1,3,7–trimetilxantine

Rumus Molekul : C8H10N4O2
Berat Molekul

: 194,19

6
Universitas Sumatera Utara

Pemerian


: Serbuk

putih,

bentuk

jarum

mengkilat,

biasanya

menggumpal, tidak berbau, rasa pahit, larutan bersifat
netral

terhadap

kertas


lakmus,

bentuk

hidratnya

mengembang di udara
Kelarutan

: Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut
dalam kloroform, sukar larut dalam eter

Secara alami, kafein banyak terdapat dalam kopi, kakao dan daun teh.
Kafein memiliki efek menghilangkan rasa letih, lapar dan mengantuk, serta
meningkatkan daya konsentrasi. Kafein memiliki waktu paruh (t1/2) 3-5 jam.
Kafein sering dikombinasi dengan parasetamol guna memperkuat efek
analgetiknya. Penggunaan kafein secara berlebihan dapat menyebabkan
ketergantungan (Tan dan Rahardja, 2007)
Menurut Moffat, dkk. (2011), pada pelarut asam, kafein memiliki
panjang gelombang maksimum sebesar 273 nm (A11 = 504a). Pada pelarut

basa, kafein tidak memberikan serapan. Spektrum kafein dapat dilihat pada
Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Spektrum Kafein (Moffat, dkk., 2011)

7
Universitas Sumatera Utara

2.2 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)
2.2.1 Pengertian spektrofotometri ultraviolet-visibel
Spekrofotometri ultraviolet-visibel merupakan salah satu teknik analisis
spektrofotometri yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik sinar
ultraviolet

dan

sinar

tampak


(visibel)

dengan

memakai

instrumen

spektrofotometer (Gandjar dan Rohman, 2012). Spektrofotometer digunakan
untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,
direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar,
1985). Sinar ultraviolet memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm,
sedangkan sinar tampak memiliki panjang gelombang antara 400-800 nm
(Moffat, dkk., 2011).
2.2.2 Instrumensasi spektrofotometer ultraviolet-visibel
Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer.
Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang
tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan
atau yang diabsorpsi (Khopkar, 1985). Biasanya spektrofotometer telah
mempunyai software untuk mengolah data yang dapat dioperasikan melalui

komputer yang telah terhubung dengan spektrofotometer (Moffat, dkk., 2011).
Diagram spektrofotometer ultraviolet-visibel dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Diagram Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (Gandjar dan Rohman, 2012)

8
Universitas Sumatera Utara

Menurut Rohman (2007) dan Satiadarma, dkk. (2004), komponen
spektrofotometer ultraviolet-visibel adalah sebagai berikut:
a.

Sumber sinar atau lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah
ultraviolet pada panjang gelombang dari 200-400 nm, sementara lampu
halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada
panjang gelombang antara 400-800 nm.

b.

Monokromotor:


digunakan

untuk

memperoleh

sumber

sinar

yang

monokromatis.
c.

Optik-optik: dapat didesain untuk memecah sumber sinar melewati dua
kompartemen.

d.


Detektor: digunakan sebagai alat yang menerima sinyal dalam bentuk
radiasi elektromagnetik, mengubah, dan meneruskannya dalam bentuk
sinyal listrik ke rangkaian sistem penguat elektronika.

2.2.3 Proses penyerapan radiasi pada spektrofotometer ultraviolet-visibel
Radiasi di daerah ultraviolet-visibel diserap melalui eksitasi elektron yang
terlibat dalan ikatan antara atom-atom pembentuk molekul (Gandjar dan Rohman,
2012; Watson, 2005). Jika suatu berkas radiasi dikenakan pada larutan sampel
maka intensitas sinar radiasi yang diteruskan dapat diukur besarnya. Radiasi yang
diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang
diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada zat penyerap
lainnya. Serapan dapat terjadi jika radiasi yang mengenai larutan sampel memiliki
energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan perubahan
energi.

Kekuatan

radiasi


juga

mengalami

penurunan

dengan

adanya

penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan hal ini sangat kecil
dibandingkan dengan proses penyerapan (Gandjar dan Rohman, 2012).

9
Universitas Sumatera Utara

Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk
terjadinya transisi elektron (Rohman, 2007). Elektron yang energinya tertinggi
dalam molekul, berada dalam tingkat energi elektron dasar, terdapat dalam orbital
δ, π, atau n, masing-masing mempunyai keadaan tereksitasi sesuai dengan energi
elektron terendah (Satiadarma, dkk., 2004).
Penyerapan sinar ultraviolet dan sinar tampak dibatasi oleh sejumlah gugus
fungsional (yang disebut dengan kromofor) yang mengandung elektron valensi
dengan tingkat energi eksitasi yang relatif rendah. Elektron yang terlibat pada
penyerapan sinar ultraviolet dan sinar tampak ini ada tiga, yaitu elektron sigma,
elektron phi, dan elektron bukan ikatan (non bonding electron) (Rohman, 2007).
Diagram tingkat energi elektronik dapat dilihat pada Gambar 2.6.
δ*
π*
n
π
δ

anti ikatan sigma
anti ikatan phi
elektron non ikatan
ikatan phi
ikatan sigma

Gambar 2.6 Diagram Tingkat Energi Elektronik (Rohman, 2007)
Menurut Rohman (2007), transisi-transisi elektronik yang terjadi di antara
tingkat-tingkat energi di dalam suatu molekul ada empat yaitu:
1.

Transisi δ→δ*
Energi yang diperlukan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan
energi sinar yang frekuensinya terletak di antara ultraviolet vakum (kurang
dari 180 nm). Jenis transisi ini terjadi pada daerah ultraviolet vakum
sehingga

kurang

begitu

bermanfaat

untuk

analisis

dengan

cara

spektrofotometri ultraviolet-visibel.

10
Universitas Sumatera Utara

2.

Transisi n→δ*
Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang
mengandung atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n).
Energi yang diperlukan untuk transisi jenis ini lebih kecil dibandingkan
transisi δ→δ* sehingga sinar yang diserap pun mempunyai panjang
gelombang lebih panjang, yakni sekitar 150-250 nm. Kebanyakan transisi
ini terjadi pada panjang gelombang kurang dari 200 nm.

3.

Transisi n→π* dan transisi π→π*
Untuk memungkinkan terjadinya transisi ini, maka molekul organik
harus mempunyai gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga ikatan
rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang diperlukan.
Jenis transisi ini merupakan transisi yang paling cocok untuk analisis
dengan panjang gelombang 200-700 nm, dan panjang gelombang ini secara
teknis dapat diaplikasikan pada spektrofotometer ultraviolet-visibel.

2.2.4 Hukum Lambert-Beer
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan
larutan

zat

penyerap

berbanding

lurus

dengan

tebal

dan

oleh

konsentrasi

larutan (Rohman, 2007). Hukum Lambert-Beer umumnya dikenal dengan
persamaan sebagai berikut:
A = a.b.c (g/liter) atau A = ε.b.c (mol/liter) atau A = A11.b.c (g/100 ml)
Keterangan: A = absorbansi

c = konsentrasi

a = absorptivitas

b = tebal kuvet (cm)

ε = absorptivitas molar

A11 = absorptivitas spesifik

11
Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Kegunaan spektrofotometri ultraviolet-visibel
Metode spektrofotometri memiliki beberapa keuntungan antara lain
kepekaan

yang

tinggi,

ketelitian

yang

baik,

mudah

dilakukan,

cepat

pengerjaannya, dan dapat digunakan untuk menentukan senyawa campuran
(Munson, 1984). Data spektrum ultraviolet-visibel secara tersendiri dapat
digunakan untuk identifikasi kualitatif obat, tetapi sangat terbatas karena rentang
daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat menghasilkan sedikit sekali puncak
absorpsi. Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet-visibel adalah dalam
analisis kuantitatif. Apabila dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa
yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang
mencapai detektor (Satiadarma, dkk., 2004; Rohman, 2007).
2.3 Analisis Multikomponen dengan Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel
Analisis

kuantitatif

campuran

dua

komponen

merupakan

teknik

pengembangan analisis kuantitatif komponen tunggal. Prinsip pelaksanaannya
adalah mencari absorban atau beda absorban tiap-tiap komponen yang
memberikan korelasi yang linier terhadap konsentrasi, sehingga akan dapat
dihitung masing-masing kadar campuran zat tersebut secara serentak atau salah
satu komponen komponen dalam campurannya dengan komponen lainnya
(Mulja dan Suharman, 1995).
Menurut Day dan Underwood (1986), terdapat beberapa kemungkinan yang
terjadi pada spektrum absorban dua komponen.
Kemungkinan I
Spektrum tidak tumpang tindih pada dua panjang gelombang yang
digunakan. X dan Y semata-mata diukur masing-masing pada panjang gelombang

12
Universitas Sumatera Utara

λ1 dan λ2. Gambar spektrum absorban senyawa X dan Y dapat dilihat pada
Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Spektrum Absorban Senyawa X dan Y
Kemungkinan II
Terjadi tumpang tindih satu cara dimana Y tidak mengganggu pengukuran X
pada λ1, tetapi X mengganggu pengukuran Y karena X memang menyerap cukup
banyak bersama-sama Y pada λ2. Spektrum absorban senyawa X dan Y, spektrum
X bertumpang tindih pada spektrum Y dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Spektrum Absorban Senyawa X dan Y, Spektrum X Bertumpang
Tindih pada Spektrum Y
Kemungkinan III
Terjadi tumpang tindih dua cara yaitu tidak ada panjang gelombang dimana
salah satu komponen dapat diukur tanpa gangguan oleh yang lain karena spektrum
X dan Y saling tumpang tindih secara keseluruhan. Spektrum absorban senyawa X
dan Y saling tumpang tindih dapat dilihat pada Gambar 2.9.

13
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.9 Spektrum Absorban Senyawa X dan Y Saling Tumpang Tindih
Menurut Andrianto (2009), pada penetapan kadar campuran multikomponen
sulit dilakukan, sehingga untuk mengatasi hal tersebut diperkenalkan analisis
multikomponen menggunakan prinsip persamaan regresi berganda melalui
perhitungan matriks dengan metode pengamatan beberapa panjang gelombang
berganda (multiple wavelength).
2.4 Validasi Metode
Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur
analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Proses validasi
metode untuk prosedur analitik dimulai dengan pengumpulan data validasi oleh
pelaksana guna mendukung prosedur analitiknya (Bliesner, 2006).
Hasil validasi metode dapat digunakan untuk memutuskan kualitas,
reabilitas, dan konsistensi dari hasil analisis (Huber, 2007). Adapun karakteristik
dalam validasi metode menurut USP 30 NF 25 (2007) yaitu akurasi, presisi,
spesifisitas,

batas

deteksi,

batas

kuantitasi,

linieritas,

rentang,

dan

kekasaran/ketahanan.
2.4.1 Akurasi
Akurasi adalah kedekatan nilai hasil uji yang diperoleh melalui metode
analisis dengan nilai yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan dengan persen

14
Universitas Sumatera Utara

perolehan kembali (% recovery). Akurasi merupakan ukuran ketepatan prosedur
analisis (Satiadarma, dkk., 2004).
2.4.2 Presisi
Presisi adalah ukuran keterulangan metode analisis, termasuk di antaranya
kemampuan instrumen dalam melakukan hasil analisis yang reprodusibel. Presisi
dinyatakan sebagai standar deviasi relatif atau koefisien variasi. Keterulangan
dilakukan dengan cara menganalisis sampel yang sama oleh analis yang sama
menggunakan instrumen yang sama dalam periode waktu yang singkat. Syarat
koefisien variasi bernilai kurang dari 2% (Satiadarma, dkk., 2004).
2.4.3 Spesifisitas
Spesifisitas adalah suatu ukuran seberapa mampu metode tersebut
mengukur analit saja dengan adanya senyawa-senyawa lain yang terkandung di
dalam sampel (Watson, 2005). Secara umum, spesifisitas dapat ditunjukkan oleh
minimalnya gangguan oleh senyawa lain terhadap hasil analisis. Pendekatan tidak
langsung adalah lewat pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila
akurasi metode telah dapat diterima maka metode tersebut otomatis telah masuk
kriteria sebagai metode yang spesifik (Ermer dan McB. Miller, 2005).
2.4.4 Batas deteksi dan batas kuantifikasi
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak dapat dikuantifikasi. Batas
deteksi merupakan batas uji yang spesifik menyatakan apakah analit di atas atau
di bawah nilai tertentu (Rohman, 2007). Menurut Harmita (2004), batas deteksi
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Batas deteksi =

15
Universitas Sumatera Utara

Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima
pada kondisi operasional metode yang digunakan (Rohman, 2007). Menurut
Harmita (2004), batas kuantifikasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Batas kuantifikasi =
2.4.5 Linieritas
Linieritas

menunjukkan

kemampuan

suatu

metode

analisis

untuk

memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan kisaran konsentrasi analit
tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari
beberapa set larutan baku yang telah diketahui konsentrasinya. Persamaan garis
yang digunakan pada kurva kalibrasi diperoleh dari persamaan y = ax + b.
Persaman ini akan menghasilkan koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi inilah
yang

digunakan

untuk

mengetahui

linieritas

suatu

metode

analisis

(Satiadarma, dkk., 2004).
2.4.6 Rentang
Rentang adalah interval antara batas konsentrasi tertinggi dan terendah
analit yang terbukti dapat ditentukan menggunakan prosedur analisis, dengan
presisi, akurasi, dan linieritas yang baik. Rentang biasanya dinyatakan dalam
satuan yang sama dengan hasil uji (Satiadarma, dkk., 2004).
2.4.7 Kekasaran dan ketahanan
Kekasaran merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh di bawah
kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi
relatif. Kondisi-kondisi ini meliputi laboratorium, analis, alat, reagen dan waktu
percobaan yang berbeda (Gandjar dan Rohman, 2012).

16
Universitas Sumatera Utara

Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh
adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan
melakukan variasi parameter-parameter metode seperti: persentase pelarut
organik, pH, kekuatan ionik, suhu, dan sebagainya (Gandjar dan Rohman, 2012).

17
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda Secara Spektrofotometri Terhadap Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein Dalam Sediaan Tablet

6 25 103

Penetapan Kadar Campuran Parasetamol Dan Ibuprofen Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

2 33 111

Aplikasi Metode Spektrofotometri Secara Panjang Gelombang Berganda Terhadap Penetapan Kadar Teofilin dan Efedrin Hidroklorida Dalam Sediaan Tablet

11 70 122

Penetapan Kadar Campuran Parasetamol Dan Ibuprofen Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

1 5 18

Penetapan Kadar Campuran Parasetamol Dan Ibuprofen Dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet Dengan Metode Panjang Gelombang Berganda

0 1 2

Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda Secara Spektrofotometri Terhadap Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein Dalam Sediaan Tablet

0 0 17

Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda Secara Spektrofotometri Terhadap Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein Dalam Sediaan Tablet

0 0 2

Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda Secara Spektrofotometri Terhadap Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein Dalam Sediaan Tablet

0 0 4

Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda Secara Spektrofotometri Terhadap Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein Dalam Sediaan Tablet

0 4 2

Aplikasi Metode Panjang Gelombang Berganda Secara Spektrofotometri Terhadap Penetapan Kadar Parasetamol dan Kafein Dalam Sediaan Tablet

0 0 46