Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd+2) Dan Tembaga (Cu+2) Serta Kompetisi Larutan Biner Dengan Menggunakan Adsorben Dari Batang Jagung (Zea Mays.)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Jagung (Zea Mays)
Tanaman jagung dalam bahasa latin disebut Zea mays L, salah satu jenis

tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Gramineae ) yang sudah
populer diseluruh dunia [14] khususnya di Indonesia.
Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung [15 ] sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi


: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledone

Ordo

: Graminae

Family

: Graminaceae

Genus

: Zea

Spesies


: Zea mays L.

Tanaman jagung merupakan tanaman andalan Indonesia karena selain
digunakan sebagai bahan pangan di sebagian wilayah di tanah air ini, juga
menjadi bahan utama untuk pakan ternak [16].
Batang jagung merupakan bagian terbesar dari tanaman jagung. Batang
jagung tegak, beruas-ruas terbungkus pelepah daun, mudah terlihat [16], bulat
silindris, berisi berkas-berkas pembuluh sehingga memperkuat berdirinya batang
[14].
Komponen kimia yang terdapat pada batang jagung [17 ], adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Komponen Kimia Pada Batang Jagung
Komponen

Ukuran

Panjang Serat (mm)
Diameter Serat (micron)
Selulosa (%)
Lignin (%)

Pentosan (%)
Ekstrak dalam Aseton (%)
Debu (%)
7

0,7 – 1,5
11,6 – 12,1
39,9
21,2
21,8
5,2
4,8

Tanaman jagung banyak kegunaannya, hampir seluruh bagian tanaman
dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Batang dan daun tanaman
yang muda digunakan untuk pakan ternak. Batang dan daun tanaman jagung yang
sudah tua (setelah dipanen) dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan kompos.
Di daerah sentra tanaman jagung, batang dan daun jagung yang kering
digunakan untuk kayu bakar. Kegunaan lain jagung adalah sebagai bahan baku
pembuatan ternak dan industri bir, industri farmasi, dextrin termasuk untuk

perekat dan industri tekstil [14].

Gambar 2.1 Permukaan batang jagung dengan 500 perbesaran menggunakan
(Scanning electron microscope) SEM [3]

2.2

Logam Berat
Logam berat terdapat di seluruh lapisan alam, namun dalam konsentrasi

yang sangat rendah. Dalam air laut konsentrasinya berkisar antara 10 -5 – 10-3 ppm.
Pada tingkat kadar yang rendah, beberapa logam berat umumnya dibutuhkan oleh
organisme hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Namun
sebaliknya bila kadarnya meningkat, logam berat berubah sifat menjadi racun
[18]. Telah diketahui bahwa beberapa jenis logam yang beracun mengakibatkan
dampak berbahaya terhadap banyak bentuk kehidupan. Logam yang beracun
terhadap manusia dan lingkungan ekologi termasuk Kromium (Cr), Tembaga
(Cu), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Mangan (Mn), Kadmium (Cd), Nikel (Ni), Zinc
(Zn) dan Besi (Fe) [19].


8

Beberapa logam berat tersebut banyak digunakan dalam berbagai keperluan.
oleh karena itu diproduksi secara rutin dalam skala industri. Penggunaan logamlogam berat tersebut dalam berbagai keperluan sehari-hari secara langsung telah
mencemari lingkungan [20].
2.3

Polutan Logam Berat
Pencemaran lingkungan oleh zat beracun telah meningkat pada akhir- akhir

ini sebagai akibat banyaknya industri [21]. Aktivitas berbagai industri pada
umumnya menghasilkan limbah cair yang sering menjadi permasalahan bagi
lingkungan karena mengandung berbagai macam kontaminan yang berbahaya.
Pencemaran ini berdampak pada penurunan kualitas air dan meningkatnya
padatan tersuspensi pada air.
Salah satu jenis pencemar pada air disebabkan oleh logam berat. Logam
berat tidak seperti polutan organik yang pada beberapa kasus pencemaran dapat
didegradasi [22]. Akibatnya, logam- logam tersebut terakumulasi di lingkungan
terutama membentuk senyawa kompleks dengan zat organik dan anorganik dalam
ekosistem perairan. Logam berat tersebut memiliki potensi merusak sistem

fisiologi dan biologis manusia, jika melewati batas toleransi dapat menimbulkan
berbagai penyakit dan gangguan [21,23]. Logam berat masuk ke dalam jaringan
tubuh makhluk hidup melalui beberapa saluran, yaitu saluran pernapasan,
pencernaan, dan penetrasi melalui kulit [22].
Berdasarkan tingkat toksisitas dan dampak pencemaran bagi lingkungan,
logam berat dapat klasifikasikan dalam beberapa bagian [22], yaitu:
1.

Sangat beracun, yaitu dapat mengakibatkan kematian atau gangguan
kesehatan dalam waktu singkat. Logam- logam tersebut antara lain: Hg, Cd,
Pb, As, Sb, Ti, Co, Be, dan Cu.

2.

Moderat, yaitu mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih
maupun yang tidak dapat pulih dalam waktu yang relatif lama. Logam- logam
tersebut antara lain: Ba, Au, Li, Mn, Se, Te, Va, dan Rb.

3.


Kurang beracun, dalam jumlah besar dapat menimbulkan gangguan
kesehatan. Logam- logam tersebut antara lain: Bi, Fe, Ca, Mg, Ni, K, Zn, dan
Ag.

9

2.4

Teknologi Penyerapan Logam Berat
Logam berat dapat menyebabkan ancaman bagi lingkungan karena dapat

menghasilkan kandungan racun yang tinggi terhadap ekosistem dan manusia
[23,24]. Pada umumnya pencemaran tersebut berada pada sistem perairan dan
tanah. Pemurnian air adalah merupakan salah satu cara terbaik untuk membantu
mengatasi masalah tersebut [6]. Dari beberapa cara pemurnian air dari logam
berat, proses adsorpsi lebih efisien dan lebih murah dibandingkan teknologi
penjerapan logam berat lainnya [25] seperti, koagulasi, presipitasi kimia,
elektroflotasi [26], pertukaran ion, dan pemisahan membran [24]. Berikut adalah
teknologi pemisahan logam berat yang sering digunakan :
2.4.1 Elektroflotasi

Beberapa teknik tradisional yang dilakukan untuk pengolahan air limbah
tidak menunjukkan kinerja yang memuaskan untuk larutan yang sangat encer (≤
50 mg dm-3 ), terutama karena efisiensi operasionalnya rendah dan biaya ekstraksi
yang tinggi. Metode elekroflotasi merupakan alternatif yang dapat diterapkan
dalam berbagai skala, baik skala kecil, menengah maupun besar. Elektroflotasi
adalah proses sederhana yang mengapungkan io n atau partikel padatan, yang
terlarut dalam fasa cair. Pengapungan terjadi akibat adhesi pada gelembung kecil
hidrogen dan oksigen pada katoda dan anoda pada sel flotasi [26].
2.4.2 Pemisahan Membran
Membran dapat didefinisikan sebagai hambatan selektif antara dua fasa
dengan perpindahan massa yang berlangsung dari fasa donor ke fasa akseptor.
Salah satu jenis membran yang digunakan adalah Liquid Membranes (LMs).
Dalam kasus LMs, membran terdiri dari fasa cair memisahkan dua larutan yang
tidak saling bercampur. Penghilangan logam berat dapat juga dilakukan dengan
menggunakan Membrane Bioreaktor (MBR) [24]. Dari penelitian yang dilakukan
MBR, dinilai dapat memisahkan Fe, Cu, dan Cd yang cukup tinggi dari limbah
perkotaan.
2.4.3 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida/substansiterlarut yang ada dalam larutan, terikat pada suatu padatan (adsorben) yang
ditimbulkan oleh gaya kimia- fisika antara sustansi dan penyerapnya. Adsorpsi


10

logam berat mengunakan adsorben umumnya dipelajari dengan menggunakan
sistem batch [3,27,28,29]. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi
adalah pH, suhu, konsentrasi dan waktu kontak [3,23,28,30,31,32]. Jenis larutan
disediakan dalam bentuk larutan satu sistem atau larutan biner. Perbedaan ini
didasarkan pada karakteristik adsorpsi yang ingin dilihat.
2.5

Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses yang terjadi pada permukaan suatu zat padat yang

berkontak dengan suatu larutan dimana terjadi akumulasi molekul- molekul larutan
pada permukaan zat padat tersebut. Zat- zat organik dalam larutan yang memiliki
kelarutan yang rendah di dalam air, makin mudah pula untuk diadsorpsi dari
larutannya. Semakin rendah kepolaran suatu senyawa organik makin baik
teradsorpsi dari larutan yang bersifat polar ke permukaan yang non polar [33].
Substansi yang diserap disebut adsorbat sedangkan material yang berfungsi
sebagai penyerap disebut adsorban [20].

2.5.1 Mekanisme Adsorpsi
Adsorpsi secara umum terjadi akibat proses penggumpalan substansi terlarut
yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi
suatu ikatan kimia- fisika antara substansi terlarut (adsorbat) dengan penyerapnya
(adsorban). Proses interaksi dapat saja terjadi antara cairan dan gas, padatan atau
cairan lain. Adsorpsi fisika terjadi karena adanya ikatan Van der waals, apabila
ikatan tarik antar molekul adsorbat dengan adsorban lebih besar dari ikatan antara
molekul zat terlarut dengan pelarutnya maka zat terlarut akan dapat diadsorpsi
[34]. Sedangkan adsorpsi kimia merupakan hasil dari reaksi kimia antara mo lekul
adsorbat dan adsorban dimana terjadi pertukaran elektron [35].
Adsorpsi terhadap air buangan mempunyai tahapan proses seperti berikut
[34]:
1. Transfer

molekul- molekul

adsorbat

menuju


lapisan

film

yang

mengelilingi adsorban.
2. Difusi adsorbat melalui lapisan film (film diffusion ).
3. Difusi adsorbat melalui kapiler atau pori-pori dalam adsorban (proses
pore diffusion)

4. Adsorbsi adsorbat pada permukaan adsorban.

11

2.5.2 Faktor-faktor yang me mpengaruhi Adsorpsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme adsorpsi adalah agitasi,
karakteristik adsorbat, ukuran molekul adsorbat, pH larutan, temperatur dan waktu
kontak [34].
1. Agitasi
Jika agitasi yang terjadi antara partikel karbon dengan cairan relatif kecil,
permukaan film dari liquid sekitar partikel akan menjadi tebal dan difusi film akan
terbatas.
2. Karakteristik adsorban
Ukuran partikel dan luas permukaan merupakan karakteristik terpenting
dari adsorban. Ukuran partikel adsorban mempengaruhi tingkat adsorpsi yang
terjadi. Tingkat adsorpsi meningkat seiring mengecilnya ukuran partikel. Total
kapasitas adsorpsi tergantung pada total luas permukaan dimana ukuran partikel
adsorban tidak berpengaruh besar pada total luas permukaan adsorban.
3. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul merupakan bagian yang penting dalam adsorpsi karena
molekul harus memasuki micropore dari partikel adsorban untuk diadsorpsi.
Tingkat adsorpsi biasanya meningkat seiring dengan semakin besarnya ukuran
molekul dari adsorbat. Kebanyakan limbah terdiri dari bahan-bahan campuran
sehingga ukuran molekulnya berbeda-beda. Pada situasi ini akan memperburuk
penyaringan molekul karena molekul yang lebih besar akan menutup pori
sehingga mencegah jalan masuknya molekul yang lebih kecil.
4. Waktu Kontak
Waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan setimbang pada proses
penyerapan ion logam oleh adsorban hanya beberapa menit saja [36]. Jumlah zat
yang diadsorpsi pada permukaan adsorban merupakan proses untuk mencapai
kesetimbangan karena laju adsorpsi juga diikuti dengan proses desorpsi. Pada saat
mula- mula reaksi, proses adsorpsi lebih dominan daripada proses desorpsi
sehingga proses adsorpsi berlangsung cepat.
Pada akhir-akhir mencapai keadaan setimbang, peristiwa adsorpsi juga
cenderung mengalami perlambatan proses penyerapan pada keadaan setimbang
namun hal ini tidak terlihat secara makroskopis. Pada setiap jenis adsorban yang

12

digunakan, waktu untuk mencapai saat setimbang berbeda-beda. Perbedaan waktu
untuk mencapai keadaan setimbang dikarenakan jenis interaksi yang terjadi antara
adsorban dan adsorbat. Secara umum, waktu untuk mencapai kesetimbangan
melalui mekanisme secara fisika (physisorption) lebih cepat bila dibandingkan
dengan mekanisme secara kimia (chemisorption ) [37].
Adsorpsi secara fisika, interaksi antara adsorban dan adsorbat terjadi
melalui pembentukan ikatan yang lebih kuat bila dibandingkan dengan
mekanisme secara kimia. Mekanisme secara kimia diawali dahulu dengan
mekanise fisika, yaitu pada partikel-partikel adsorbat mendekat ke permukaan
adsorban melalui gaya Van der waals atau juga melalui ikatan hidrogen,
kemudian diikuti mekanisme secara kimia dengan menimbulkan ikatan yang lebih
kuat yaitu ikatan kovalen dengan energi yang dilepaskan relatif tinggi, sekitar 100
kJ/mol [38].
5. Keasaman (pH)
Tingkat keasaman atau pH mempunyai pengaruh dalam proses adsorpsi.
Untuk mencapai pH optimum dalam proses adsorpsi ditandai dengan jumlah
maksimum yang dapat diserap adsorban adalah ditetapkan melalui uji
laboratorium. Keasaman (pH) akan mempengaruhi sisi aktif biomassa serta
berpengaruh pada mekanisme adsorpsi ion logam. Pada pH yang rendah, proses
adsorpsi ion logam juga semakin rendah atau lambat. Hal ini dikarenakan pada
kondisi asam, gugus fungsi yang terdapat pada adsorban terprotonasi sehingga
terjadi pengikatan ion hidrogen (H+) dan ion hidronium [38]. Sementara itu ionion logam dalam larutan sebelum teradsorpsi oleh adsorban terlebih dahulu
mengalami hidrolisis dan menghasilkan proton [39].
Dalam kondisi pH rendah (7), maka proses adsorpsi relatif tinggi, hal ini dikarenakan komplek
hidrokso logam (MOH+) yang akan terbentuk di dalam larutan lebih banyak,
demikian juga permukaan adsorban akan bermuatan negatif sehingga melepaskan
proton sehingga melalui gaya elektrostatik akan terjadi tarik menarik yang
menyebabkan peningkatan adsorpsi [40].

13

2.6

Kapasitas Adsorpsi
Prinsip proses adsorpsi sangat sesuai dalam menyerap untuk memisahkan

suatu bahan dengan konsentrasi yang rendah dari campuran yang mengandung
bahan dengan konsentrasi tinggi. Dalam proses adsorpsi, konsentrasi dalam
larutan begitu berpengaruh pada pengambilan spesifik ion logam dan dengan
adanya variasi konsentrasi larutan maka dapat ditentukan kapasitas adsorpsi
dengan menggunakan metode isotermal adsorpsi. Proses adsorpsi larutan juga
diikuti pengamatan isotermal adsorpsi yaitu hubungan antara banyaknya zat yang
teradsorpsi persatuan berat adsorden dengan konse ntrasi zat terlarut pada
temperatur tertentu.
Permukaan zat padat dapat mengadsorpsi zat terlarut dari larutannya, hal ini
dikarenakan adanya pengumpulan molekul- molekul suatu zat pada permukaan zat
lain sebagai akibat ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan tersebut.
Kemampuan interaksi antara adsorbat dengan adsorban dipengaruhi dari sifat
masing- masing adsorbat dan adsorbannya. Salah satu cara untuk menentukan
komponen mana yang diadsorpsi lebih kuat adalah dengan menentukan kepolaran
dari adsorbat dan adsorbannya. Apabila adsorbannya bersifat polar, maka
komponen yang memiliki sifat polar akan terikat lebih kuat dibandingkan de ngan
komponen yang kurang polar [37].
Selain itu porositas adsorban juga dapat mempengaruhi. Adsorban dengan
porositas yang besar mempunyai kemampuan menyerap yang lebih tinggi bila
dibandingkan

dengan

adsorban

yang

memiliki porositas

kecil.

Untuk

meningkatkan porositas adsorban bisa dengan cara mengaktivasi secara fisika
seperti mengalirkan uap air panas ke dalam pori-pori adsorban atau dengan
mengaktivasi secara kimia yaitu dengan aktivasi selulosa melalui penggantian
gugus –OH pada selulosa dengan gugus HSO 3 - melalui proses sulfonasi [36].
Pada sistem biner, larutan disediakan dalam pH dan perbandingan
konsentrasi tertentu dengan suhu yang dijaga konstan. Jumlah logam teradsorpsi
per satuan massa adsorben pada kesetimbangan (pers.(1)), Jumlah logam
teradsorpsi per satuan massa adsorben pada waktu t (pers.(2)), dan persentasi
penghapusan pada waktu t (pers.(3)), dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut ini :

14

=

0−



...........................................................................(1)

[5,15,17,23,24]

=
[5]

�% =

0−

0−



............................................................................(2)

.100 %

.................................................................. (3)

0

[5,23]

Keterangan:
qe

= massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan

(mg/g)

qe

= massa logam teradsorpsi pada waktu t

(mg/g)

R% = Persentasi penghapusan logam

(%)

C0

= konsentrasi logam awal

(mg/L)

Ct

= konsentrasi pada waktu t

(mg/L)

Ce

= konsentrasi kesetimbangan

(mg/L)

V

= volume larutan

(L)

mads = massa adsorben

(g)

Persamaan-persamaan di atas mengasumsikan bahwa perubahan volume
fase cair massal diabaikan karena konsentrasi zat terlarut kecil dan volume yang
ditempati oleh adsorben juga kecil. Jumlah logam berat teradsorpsi pada sampel
dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi yang ditentukan berdasarkan hasil
eksperimen.
2.7

Kesetimbangan Isotermal Adsorpsi
Kesetimbangan isotermal adsorpsi adalah salah satu data penting untuk

memahami mekanisme adsorpsi dan menggambarkan bagaimana adsorbat dapat
berinteraksi dengan adsorben sehingga perlu untuk mengoptimalan penggunaan
adsorben [31]. Untuk mengoptimalkan desain sistem adsorpsi, sangat penting
untuk menetapkan hubungan yang paling sesuai dalam kurva keseimbangan [41].
Untuk mendapatkan isotermal adsorpsi, pengaruh konsentrasi pada kapasitas
adsorpsi ion logam dari suatu adsorben, dilakukan dengan memvariasikan
konsentrasi awal larutan ion logam [23]. Beberapa persamaan isotermal yang

15

tersedia untuk menganalisis data eksperimen adalah Langmuir, Freundlich,
Langmuir-Freundlich.
Data adsorpsi logam berat dalam kesetimbangan yang diperoleh secara
eksperimental yang diterapkan dalam persamaan isotermal (Langmuir, Freundlich,
Langmuir-Freundlich ) merupakan model isotermal adsorpsi untuk adsorpsi fasa
cair [31]. Model adsorpsi ini memberikan representasi dari kesetimbangan
adsorpsi antara adsorbat dalam larutan dan permukaan aktif adsorben.
Isotermal Langmuir yang berlaku untuk lapisan adsorpsi monomolekular
dapat diterapkan untuk mendapatkan kapasitas adsorpsi maksimum. Isotermal
Langmuir mengasumsikan bahwa pertukaran ion maksimum tergantung pada
tingkat kejenuhan satu lapisan molekul adsorbat pada permukaan adsorben, bahwa
energi pertukaran ion adalah konstan, dan bahwa tidak ada transmigrasi molekul
adsorbat pada bidang permukaan. Bentuk linear dari isotermal Langmuir dapat
dilihat pada (pers. (4)) [41]. Sedangkan model F reundlich awalnya diusulkan
sebagai persamaan empiris untuk menggambarkan data pada adsorben heterogen
yaitu melalui mekanisme adsorpsi multi lapisan, seperti karbon aktif (pers.(5)
[23,41].
Persamaan Langmuir, Freundlich dan Langmuir-Freundlich isotermal
adsorpsi secara berurutan dapat dinyatakan sebagai berikut:

=

1+

...............................................................................(4)

[23,31,41]
= � 1 ................................................................................(5)
[23,28,31,41]
1

=

1+

1

...........................................................................(6)

[31]
dimana qe (mg/g) adalah jumlah keseimbangan spesifik adsorbat, C e (mg/L)
adalah konsentrasi kesetimbangan adsorbat, qm (mg/g) adalah kapasitas adsorpsi
maksimal dan K (K L dan K F) (L/mg) dan n adalah konstanta empiris yang
menunjukkan tingkat adsorpsi dan efektivitas adsorpsi masing- masing. Konstanta

16

n memberikan gambaran tentang kelas heterogenitas dalam distribusi pusat energi
dan berhubungan dengan besarnya kekuatan pendorong adsorpsi. Oleh karena itu,
nilai n tinggi menunjukkan permukaan adsorben relatif seragam, sedangkan nilai n
yang rendah menunjukkan adsorpsi tinggi pada larutan berkonsentrasi rendah.
Selain itu, nilai n rendah menunjukkan adanya bagian yang besar dari situs aktif
permukaan berenergi tinggi [31].
Namun berbeda untuk larutan biner. Bentuk persamaannya akan berubah
karena pada biner terdapat beberapa logam yang akan mempengaruhi
kesetimbangan adsorpsinya. Sehingga (pers. (4)) di atas dapat diturunkan sebagai
berikut:
,

=

,

1+

,

,

,

, +

,

.........................................................(7)
,

[28]
Dimana a dan b adalah jenis logam yang digunakan dalam larutan. Pada
(pers. (7)) di atas dapat juga dianalogikan dengan (pers. (6)), karena (pers. (6))
digunakan untuk mono-sistem sehingga harus disesuaikan dengan sistem biner.
2.8

Kinetika Adsorpsi
Kinetika adsorpsi merupakan laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben

dalam jangka waktu tertentu. Untuk menyelidiki proses adsorpsi logam berat,
model kinetik yang berbeda digunakan untuk menggambarkan tingkat penyerapan
adsorbat pada adsorben [41]. Pada berbagai penelitian, data kinetika adsorsi
diperoleh secara empiris dengan menggunakan model persamaan orde satu,
persamaan orde dua dan model Elovich [31,41]. Tujuannya untuk mempelajari
kinetika adsorpsi dan menemukan model terbaik yang cocok untuk data
eksperimen. Ketiga model ini telah banyak digunakan untuk menggambarkan
kinetika penyerapan logam maupun senyawa organik pada berbagai jenis
adsorben yang berbeda [23,31,41].
a.

Persamaan Orde Satu
Dalam banyak kasus, model kinetika persamaan orde satu kurang cocok

dengan seluruh rentang waktu kontak, dan umumnya berlaku pada tahap awal
proses adsorpsi [41]. Persamaan persamaan orde satu dinyatakan sebagai
berikut:

17

1

1

=

+

1

1

.................................................................................(8)
1

[23]
Dimana qe dan qt adalah jumlah adsorbat (logam berat) yang diserap
(mg/g) pada keadaan setimbang dan selang waktu tertentu, t (min) dan k1
merupakan tetapan laju adsorpsi persamaan orde satu (min -1 ). Plot antara

1

vs

t akan menghasilkan sebuah garis lurus untuk mendapatkan tingkat

parameter. Parameter tersebut adalah nilai k 1 , kapasitas adsorpsi (qe,cal) dan
koefisien korelasi (R2 ).
b.

Persamaan Orde Dua
Seperti yang dapat diamati, persamaan persamaan orde dua tampaknya

memiliki model yang lebih baik dibandingkan dua persamaan lainnya. Hal ini
dapat dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi (R2 ) yang didapatkannya
cukup besar [31] dan nilai qe teoritis yang dihasilkan sangat dekat dengan
nilai qe eksperimental, hal ini menunjukkan bahwa data adsorpsi sangat cocok
dibuat dengan menggunakan persamaan persamaan orde dua [23]. Persamaan
tersebut dapat dilihat di bawah ini :
=

1
2

+

1

...............................................................................(9)

2

[31,41]
Dimana k2 merupakan tetapan laju adsorpsi persamaan orde dua
(g/mg.min).
2.9

Proses Difusi
Difusi merupakan suatu proses berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari

bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian berkonsentrasi rendah. Dalam proses
adsorpsi dapat dipahami sebagai proses berpindahnya suatu substansi dari pelarut
menembus permukaan adsorben. Menurut Fonseca dkk., [27] proses adsorpsi
terjadi pada permukaan luar dan permukaan pori-pori bagian dalam adsorben,
sehingga untuk dapat teradsorpsi, proses-proses yang terjadi pada padatan dalam
larutan umumnya mengalami :
1.

Perpindahan massa zat terlarut/padatan dari cairan ke permukaan
adsorben.

18

2.

Difusi dari permukaan adsorben ke dalam adsorben melalui pori.

3.

Perpindahan massa zat padat dari cairan dalam pori ke dinding pori
adsorben.

4.

Adsorpsi padatan pada dinding pori adsorben.

Difusi ion pada suatu adsorben dapat dibagi dua, yaitu difusi eksternal dan
difusi internal. Jika difusi dari suatu ion hanya meliputi ba gian luar permukaan
adsorben atau memiliki keterbatasan, maka disebut sebagai difusi eksternal yang
dapat dideskripsikan menggunakan persamaan berikut:

0

[23]

= −�. + .....................................................................(10)

Dengan z :

�=



.......................................................................................(11)

C 0 , C t, dan A/V berturut-turut adalah konsentrasi awal larutan, konsentrasi

pada waktu t, dan perbandingan antara total luas permukaan partikel terhadap
volume larutan. A/V dapat dihitung dengan :


=

[23]

3


..........................................................................................(12)

Dimana m adalah massa adsorben (g), d adalah diameter partikel (µm), dan
ρ adalah densitas adsorben (g/cm3 ). Koefisien difusi eksternal, kf (cm/s), dapat
dideterminasikan dari slop/kemiringan pada garis dari plot antara ln(C t /Co ) versus
t.
Jika difusi ion terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori, maka proses ini
disebut difusi internal. Difusi internal dapat dideskripsikan menggunakan data
percobaan mengikuti persamaan berikut :
=
[42]



+ ............................................................................(13)

Dimana qt adalah kapasitas adsorpsi pada waktu t (mg/g), k id adalah
koefisien difusi (mg/g.min0,5 ) dan t adalah waktu adsorpsi.

19

2.10 Preferensi Adsorpsi (Prefential Adsorption)
Sering pada suatu larutan terdapat dua atau lebih substansi terlarut (ion)
yang akan diadsorpsi [1,23,27]. Jika ditinjau berdasarkan sifat kimia- fisika,
masing- masing ion terlarut memiliki propertis yang berbeda (ukuran partikel,
konfigurasi elektron, keelektronegatifan) [43]. Perbedaan sifat ini dapat
mempengaruhi mekanisme adsorpsi yang terjadi. Sehingga ada substansi yang
lebih disukai (dominan) diadsorpsi dan ada substansi yang kurang disukai.
Peristiwa ini disebut sebagai kecenderungan adsorpsi (prefential adsorption ).
Kecenderungan Adsorpsi suatu adsorben terhadap satu dari dua ion pada
larutan biner, dapat didefinisikan menggunakan faktor separasi ∝ , yaitu :

∝ =

................................................................................(14)

[23]

Jika ion A memiliki interaksi yang lebih baik terhadap adsorben, maka
faktor separasi akan lebih besar dari satu. Jika sebaliknya, ion B interaksi yang
lebih baik, maka faktor separasi akan lebih kecil dari satu. Faktor separasi
dihitung dari data kesetimbangan adsorpsi. Jika faktor separasi mendekati nilai
satu, maka selektivitas adsorben cukup buruk. Namun, jika faktor separasi lebih
besar atau lebih kecil dari satu, maka selektivitas adsorben cukup baik [23].

20

Dokumen yang terkait

Kompetisi Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd2+) dan Tembaga (Cu2+) dalam Larutan Biner Menggunakan Adsorben Batang Jagung (Zea mays)

1 10 73

Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd+2) Dan Tembaga (Cu+2) Serta Kompetisi Larutan Biner Dengan Menggunakan Adsorben Dari Batang Jagung (Zea Mays.)

2 12 100

Kompetisi Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd2+) dan Tembaga (Cu2+) dalam Larutan Biner Menggunakan Adsorben Batang Jagung (Zea mays)

0 0 17

Kompetisi Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd2+) dan Tembaga (Cu2+) dalam Larutan Biner Menggunakan Adsorben Batang Jagung (Zea mays)

0 0 2

Kompetisi Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd2+) dan Tembaga (Cu2+) dalam Larutan Biner Menggunakan Adsorben Batang Jagung (Zea mays)

0 0 4

Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd+2) Dan Tembaga (Cu+2) Serta Kompetisi Larutan Biner Dengan Menggunakan Adsorben Dari Batang Jagung (Zea Mays.)

0 0 19

Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd+2) Dan Tembaga (Cu+2) Serta Kompetisi Larutan Biner Dengan Menggunakan Adsorben Dari Batang Jagung (Zea Mays.)

0 0 2

Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd+2) Dan Tembaga (Cu+2) Serta Kompetisi Larutan Biner Dengan Menggunakan Adsorben Dari Batang Jagung (Zea Mays.)

0 0 6

Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd+2) Dan Tembaga (Cu+2) Serta Kompetisi Larutan Biner Dengan Menggunakan Adsorben Dari Batang Jagung (Zea Mays.)

2 2 7

Kajian Kemampuan Adsorpsi Logam Berat Kadmium (Cd+2) Dan Tembaga (Cu+2) Serta Kompetisi Larutan Biner Dengan Menggunakan Adsorben Dari Batang Jagung (Zea Mays.)

0 0 16