PERUBAHAN PERUBAHAN BUNYI BAHASA JAWA KU

PERUBAHAN-PERUBAHAN BUNYI
BAHASA JAWA KUNA KE BAHASA JAWA BARU
Adi Wisnurutomo
Bondan Ardiansyah
PROGRAM STUDI SASTRA DAERAH UNTUK SASTRA JAWA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
e-mail : adi.kimproeng12@gmail.com

Abstrak
Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu yang digunakan di beberapa wilayah di Indonesia,
terutama di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur. Sedangkan induk dari bahasa Jawa sendiri
adalah bahasa Jawa Kuna. Penelitian ini bertujuan, (1) mendeskripsikan perubahan fonologis
bahasa Jawa Kuna ke bahasa Jawa standar. (2) mendeskripsikan perubahan leksikal bahasa Jawa
Kuna ke bahasa Jawa Standar. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kualitatif. Maksud
dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena yang muncul tanpa
menggunakan hipotesa dan data dianalisis serta hasilnya berbentuk deskriptif. Data yang
digunakan dalam penelitian ini berupa 200 kosakata dasar Swadesh. Pengumpulan data penelitian
ini dilakukan dengan teknik wawancara dan studi pustaka. Setelah data terkumpul selanjutnya
dilakukan klasifikasi perubahan bunyi yang berdasarkan macam-macam perubahan bunyi yaitu
asimilasi, disimilasi dan perubahan berdasarkan tempat. Metode penelitian ini menggunakan

metode padan referensial dan metode padan ortografis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
terdapat perubahan-perubahan yang termasuk dalam asimilasi, disimilasi dan perubahan
berdasarkan tempat.

Keywords: Canged Voice; Old Javanese; Standard Javanese

Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Bahasa Jawa merupakan bahasa ibu yang digunakan di beberapa wilayah
di Indonesia, terutama di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung
dan sebagian di Jawa Barat, bahkan digunakan di luar negeri yaitu Suriname.

Bahasa ini merupakan bahasa peringkat kesebelas dunia yang digunakan di semua
negara dengan jumlah penutur 84.368.500 dengan populasi etnik 95.200.000
berdasarkan sensus pada tahun 2011 (Simons dan Charles, 2017). Selain itu,
bahasa Jawa sebagai bahasa daerah juga dijamin keberadaannya dan
kelestariaannya seperti dijelaskan pada pasal 36 Bab XV UUD 1945. Di dalam
kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Jawa berfungsi sebagai, (1) lambang
kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) sarana penghubung di
dalam keluarga dan masyarakat daerah.

Bahasa daerah, salah satunya bahasa Jawa dalam perkembangannya
memiliki hubungan timbal balik terhadap bahasa Indonesia, keduanya saling
melengkapi. Penelitian ini nantinya juga dapat memberikan sumbangan mengenai
kosa kata bahasa Jawa kepada bahasa Indonesia. Hal ini berarti bahasa daerah
sebagai pendukung bahasa nasional. Berdasarkan periodisasi, bahasa Jawa saat ini
dikenal dengan bahasa Jawa Baru.
Secara historis bahasa Jawa Baru merupakan bahasa yang berkembang
dari bahasa Jawa Kuna dan Tengahan, yang termasuk dalam peninggalan bahasa
dari Proto Austronisia maupun Proto Melayu Javanic. Perpaduan perkembangan
ini dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta yang berasal dari India. Kandungan unsurunsur kebahasaan bahasa Sanskerta memengaruhi bahasa Jawa Kuna sehingga
terserap ke dalam bahasa Jawa Kuna. Penyerapan unsur-unsur asing dibaurkan ke
dalam bahasa Jawa Kuna sedemikian rupa, sehingga susunan dan sifatnya sebagai
bahasa Nusantara tetap utuh (Zoetmulder, 1994: 12).
Periodisasi perkembangan bahasa Jawa Kuna sampai Jawa Baru
mengalami perubahan-perubahan yang mendasar. Adanya perbedaan-perbedaan
itu dipengaruhi oleh: (1) keadaan alam, misalnya mempengaruhi ruang gerak
penduduk setempat, baik mempermudah maupun mengurangi penduduk
berkomunikasi dengan dunia luar, (2) adanya batas-batas politik yang menjadi
jembatan terjadinya pertukaran budaya, yang menjadi salah satu sarana terjadinya
pertukaran bahasa, (3) adanya keunggulan dan hubungan bahasa-bahasa yang

terbawa ketika terjadi perpindahan penduduk, penyebaran atau bahasa yang
bertetangga, sehingga masuklah anasir-anasir kosakata, struktur, dan cara
pengucapan atau lafal. (Guiraud dalam Ayatrohaedi. 1983: 6).

Secara linguistik, banyak ditemukan perubahan-perubahan bahasa Jawa
Kuna ke bahasa Jawa Baru. Misalnya, perubahan fonologi pada kata wwang
[waG] yang berarti ‘manusia’ pada bahasa Jawa Kuna, berubah menjadi wong
[wOG] yang berarti ‘manusia’ pada bahasa Jawa Baru. Perubahan lain juga dapat
diamati pada kata adyus [adyus] pada bahasa Jawa Kuna berubah menjadi
menjadi adus [adUs] pada bahasa Jawa Baru.
Secara leksikal perubahan juga dapat diamati pada kosa kata leksikal
hawan [hawan] pada bahasa Jawa Kuna berubah menjadi dalan [dalan] pada
bahasa Jawa Baru. Perubahan bentuk leksika kedua bahasa tersebut tidak
memengaruhi makna leksikal kedua kosa kata tersebut yaitu, ‘jalan’ dalam bahasa
Indonesia. Perubahan-perubahan ini lah yang nantinya akan dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui proses apa yang terjadi pada perubahan tersebut
secara fonologi dan leksikal.
Penelitian mengenai perbandingan perubahan bahasa Jawa telah banyak
dilakukan diantaranya, “Kajian Ringkas Masalah Valensi Morfologi dalam Bahasa
Jawa Kuna” (Hunter, 1984), Fonem Vokal Bahasa Jawa Kuna dan Alofonalofonnya (Marsono, 1999), Analisis Kontrastif Bahasa Jawa dengan Bahasa

Indonesia (Tiani, 2015), dan “Numeralia Bahasa Jawa Kuna” (Miradayanti, tanpa
tahun). Fokus penelitian ini tentang bentuk numeralia dan ciri-ciri numeralia
bahasa Jawa Kuna. Telah banyak penelitian yang dilakukan dalam hal
membandingkan bahasa, khususnya bahasa Jawa. Namun, belum ada yang
membandingkan antara bahasa Jawa Kuna dengan bahasa Jawa Baru dalam
bidang fonologi dan leksikal. Atas dasar inilah, peneliti memilih topik penelitian
perubahan bahasa Jawa Kuna ke bahasa Jawa Baru khususnya dalam bidang
fonologi dan leksikal.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah perubahan fonologis bahasa Jawa Kuna ke bahasa Jawa
Baru?
2. Bagaimanakah perubahan leksikal bahasa Jawa Kuna ke bahasa Jawa
Baru?
3. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan perubahan fonologis bahasa Jawa Kuna ke bahasa
Jawa standar.
2. Mendeskripsikan perubahan leksikal bahasa Jawa Kuna ke bahasa
Jawa standar.


Tinjauan Teoritis
1. Pendekatan Linguistik Komparatif
Penelitian komparatif dua bahasa atau lebih bertujuan untuk melihat relasi
kekerabatan antara bahasa-bahasa yang dikaji, dan dapat dilakukan dengan kajian
linguistik historis komparatif dan kajian dialektologi. Kajian linguistik historis
komparatif berpijak pada upaya untuk mencari kesamaan dari unsur-unsur
kebahasaan yang terdapat di antara bahasa-bahasa yang diperbandingkan.
Sedangkan kajian dialektologi dilakukan dengan berpijak pada upaya mencari
perbedaan (Mahsun, 2005). Penelitian ini menggunakan salah satu dari kajian
yaitu, kajian linguistik komparatif. Linguistik historis komparatif atau linguistik
diakronis, bahasa yang dikaji adalah bahasa dari satu masa ke masa yang lain.
Kajian linguistik diakronis diterapkan dengan mengamati perubahan-perubahan
yang dialami suatu bahasa. Kajian ini nantinya memberikan penjelasan mengenai
hakikat perubahan bahasa yaitu, bahasa Jawa Kuna ke bahasa Jawa Baru pada
fonologi dan leksikal.
2. Fonologi
Fonologi merupakan bidang mikrolinguistik yang mempelajari tentang
perubahan-perubahan bunyi yang terdapat pada fonem. Hal ini sejalan dengan
yang diutarakan oleh (Chaer, 2003: 102), yaitu fonologi adalah bidang linguistik
yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtutan bunyi-bunyi bahasa,

yang secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu.
Ahli bahasa lain berpendapat sama yaitu, fonologi adalah bidang ilmu
linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya (Kridalaksana,
2011: 45) atau sebagai bidang khusus dalam linguistik yang mengamati bunyi-

bunyi suatu bahasa tertentu menurut fungsinya untuk membedakan makna
leksikal dalam bahasa tersebut (Verhaar, 2001).
Keraf (1984: 85) menjelaskan bahwa macam-macam perubahan bunyi
didasarkan pada hubungan bunyi tertentu dengan fonem-fonem lainnya dalam
sebuah segmen, atau dalam lingkungan yang lebih luas. Istilah perubahan bahasa
dipakai untuk memberi arti bahwa dalam pengertian luas, perubahan-perubahan
bentuk baik segmental maupun suprasegmental diakibatkan oleh proses fonologi.
3. Makna Leksikal
Makna leksikal merupakan makna yang sesuai dengan kamus, atau makna
yang terdapat pada kamus. Istilah “leksikon” dalam ilmu linguistik berarti
perbendaharaan kata-kata itu sendiri sering disebut “leksem” (Verhaar, 2001: 13).
Makna leksikal (lexical meaning) atau makna semantik (semantic meaning), atau
makna eksternal (external meaning) adalah makna kata ketika kata itu berdiri
sendiri, entah dalam bentuk leksem atau dalam bentuk berimbuhan yang
maknanya kurang lebih tetap, seperti yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa

tertentu (Pateda, 2010: 119). “Makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur bahasa
lepas dari penggunaannya atau konteksnya” (Harimurti dalam Pateda, 2010: 119).
4. Sejarah Singkat Bahasa Jawa Kuna
Bahasa Jawa Kuna pertama kali muncul dalam sebuah prasasti Sukabumi
yang memuat tahun 726 Saka atau setara dengan tahun 804 Masehi. Jika dilihat
lebih mendalam, terdapat penanggalan prasasti Sukabumi mengacu pada tanggal
25 Maret. Maka dari itu, tanggal 25 Maret 804 ini merupakan tonggak yang
mengawali sejarah bahasa Jawa Kuna (Zoetmulder, 1994: 3). Dasar ini dipakai
karena tanggal inilah yang merupakan tonggak awal sejarah bahasa Jawa Kuna.
Istilah bahasa Jawa Kuna yang disebut oleh penutur bahasa Jawa sendiri
digunakan karena mempertimbangkan kurun waktu pemakaian bahasa pada waktu
itu (temporal) atau jaman kuna. L. Mardiwarsito dan Kridalaksana (1984: 13)
menyebutkan bahasa Jawa Kuna sebagai salah satu warga bahasa Austronesia
merupakan bahasa kesusastraan yang sangat tua. Salah satu karya tertua
diperkirakan berasal dari abad ke-8 Masehi.

Kerajaan Blambangan dinilai memiliki sejarah akhir dari bahasa Jawa Kuna.
Pasalnya, kerajaan yang berhadapan langsung dengan Bali ini masih
mempertahankan bahasa Jawa Kuna untuk beberapa waktu. Persebaran agama
Islam yang semakin meluas dan menjangkau pedalaman membuat keberadaan

bahasa Jawa Kuna dan kerajaan ini mengalami kemunduran. Akhirnya, pada abad
ke-17 kerajaan itu musnah, maka lengkaplah peralihan Jawa kepada agama Islam.
Ini menandakan tamatnya sastra Jawa Kuna yang selama enam abad mewujudkan
kebudayaan Hindu-Jawa (Zoetmulder, 1994: 25).
5. Sejarah Singkat Bahasa Jawa Baru
Bahasa Jawa atau disebut bahasa Jawa Baru mulai dipakai oleh
masyarakat Jawa sekitar abad 16 sampai sekarang. Bahasa Jawa Baru banyak
mendapat pengaruh kebahasaan dari bahasa Arab atau ditandai dengan beralihnya
kebudayaan Hindu-Budha-Jawa ke kebudayaan Islam Jawa (Wedhawati dkk.,
2006: 1).
Bahasa Jawa Baru memiliki bahasa Jawa standart yang didasarkan pada
bahasa Jawa daerah Solo dan Yogyakarta. Bahasa Jawa Surakarta dan Yogyakarta
merupakan bahasa Jawa baku. Bahasa Jawa baku di Surakarta, terutama yang
digunakan di Kota Surakarta yang berpusat di lingkungan keraton. Masyarakat
menganggap bahwa di samping sebagai pusat kegiatan politik dan pemerintahan,
keraton juga berperan sebagai pelestari dan pengembang kebudayaan (termasuk
bahasa), maka diterimanya bahasa Jawa menjadi bahasa baku (Ayatrohaedi,
1983).
Metode penelitian
1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai untuk mengkaji perbandingan bahasa Jawa
Kuna dengan bahasa Jawa Baru adalah penelitian deskriptif kualitatif. Ditegaskan
oleh Subroto (2007) bahwa penelitian kualitatif terutama yang dipakai untuk
meneliti ilmu-ilmu sosial atau humaniora. Maksud dari penelitian ini adalah
mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang muncul tanpa

menggunakan hipotesa dan data dianalisis serta hasilnya berbentuk deskriptif.
Fenomena-fenomena tersebut tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan
antara variable. Penelitian ini data yang dikumpulkan berbentuk kalimat bukan
angka.
2. Data dan Sumber Data
Sumber data merupakan asal dari mana data tersebut didapatkan untuk
dapat dianalisis lebih lanjut, biasanya didapatkan melalui informan dan dokumendokumen tertentu. Hal ini didasarkan pada pengertian sumber data adalah si
penghasil atau pencipta bahasa yang dimaksud biasanya dinamakan narasumber
(Sudaryanto,

1993: 35). Jenis

sumber data secara


menyeluruh dapat

dikelompokkan menjadi beberapa, yaitu narasumber (informan), peristiwa atau
aktivitas, tempat atau lokasi, benda, beragam gambar, dan rekaman, serta
dokumen atau arsip (Sutopo, 2002: 50--54). Sumber data dalam penelitian ini
mencangkup dua hal yaitu, berasal dari narasumber atau informan dan dokumen
atau arsip.
Sumber data pertama, berasal dari informan sebagai pengguna bahasa
dalam penelitian ini. Informan yang dimaksudkan adalah orang yang memahami
bahasa Jawa baku. Bahasa Jawa baku yaitu, bahasa yang didasarkan pada dialek
Jawa Tengah, terutama dari sekitar Kota Surakarta. Informan di dalam penelitian
ini didasarkan pada dialek Jawa Tengah di Kota Surakarta, karena peneliti berada
di Kota Surakarta sehingga memiliki waktu yang cukup untuk melakukan
penelitian. Sumber data yang kedua yaitu, berasal dari dokumen atau arsip yang
didapatkan dari kamus bahasa Jawa Kuna dan kamus Baoesastra Djawi. Sumber
data kamus bahasa Jawa Kuna ini dinyatakan dapat mewakili bahasa Jawa Kuna
pada masanya yang sekarang ini tidak lagi memiliki penutur.
Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam
(dalam arti luas), yang harus dicari/dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi
Subroto, 2007: 38). Data dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dengan

narasumber atau informan di Kota Surakarta dan hasil rekap pengumpulan data
dari kamus bahasa Jawa Kuna dan Baoesastra Djawi yang sesuai dengan tujuan
penelitian penelitian.

3. Alat Penelitian
Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Alat utama merupakan
paling dominan dalam penelitian, sedangkan alat bantu berguna untuk membantu
jalannya penelitian.
Alat utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Sesuai dengan
pengertian alat utama merupakan peneliti sendiri artinya kelenturan sikap peneliti
mampu menggapai dan menilai makna dari berbagai interaksi (Sutopo, 2002: 35-36). Adapun alat bantu penelitian terdiri dari buku dan bolpoin, sedangkan alat
bantu elektronik berupa alat perekam, komputer dan flashdisk.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan
data, menganilis data, dan memaparkan hasil penelitian. Hal ini diperkuat
berdasarkan pengertian metode merupakan cara mendekati, menganalisis, dan
menjelaskan suatu fenomena (Kridalaksana, 2011: 136). Metode yang digunakan
dalam penelitian ini ialah wawancara. Teknik yang digunakan dalam metode ialah
teknik rekam. Teknik rekam yaitu, teknik yang digunakan untuk memperoleh data
dengan cara menggunakan alat perekam sebagai media untuk merekam tuturan
informan.
Teknik lain yang digunakan dalam metode pengumpulan data ialah teknik
catat. Teknik catat yaitu, melakukan pencatatan terhadap data yang relevan yang
sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Teknik catat ini juga digunakan untuk
melakukan transkripsi data

hasil wawancara yang berbentuk rekaman suara

menjadi tulisan.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh untuk pengumpulan data sebagai
berikut. Pertama, peneliti mencatat kata-kata yang terdapat pada kamus bahasa
Jawa Kuna dan Baoesastra Djawa yang dianngap sesuai dengan sasaran dan
tujuan penelitian. Kemudian, peneliti melakukan wawancara mengenai bahasa
Jawa Baru yang baku atau standart yang terdapat di Kota Surakarta. Kemudian
hasil wawancara ditranskripsi dengan teknik catat menjadi sebuah tulisan.
Wawancara ini juga dimaksudkan untuk validasi data penelitian.

5. Metode Analisis Data
Metode analisis data ini merupakan upaya peneliti menangani langsung
masalah yang terkandung pada data. Analisis data kualitatif menurut Borgan dan
Biklen (dalam Moloeng, 2010) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan
cara mendeskripsikan bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru, kemudian
mencari perubahan-perubahan yang terjadi sesuai tingkat struktur bahasa,
terutama dari bentuk fonologi dan leksikal.
6. Metode Penyajian Data
Metode yang digunakan pada hasil penelitian ini adalah deskriptif,
informal dan formal. Deskriptif menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan
semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada atau fenomenafenomena secara empiris hidup pada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1993: 62).
Metode formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang,
sedangkan metode informal menggunakan kata-kata biasa, maksudnya bahwa
pemaparan hasil analisis data menggunakan kata-kata yang sifatnya sederhana
agar mudah dipahami dan dimengerti (Sudaryanto, 1993: 145)
Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam tiga tahapan strategis dalam
pemahaman penelitian. Pada tahap ini dilakukan pengujian keterandalan atau
validitas hasil temuan. Hasil analisis data dalam penelitian ini adalah perubahan
yang terjadi pada bahasa Jawa Kuna ke bahasa Jawa Baru yang terjadi pada
fonologi dan leksikal.
Hasil penelitian dan pembahasan
1. Daftar Kosakata Dasar Swadesh
No

Kosakata

Jawa Kuna

Jawa

.

Dasar

Baru

1

abu

hawu

awu

101

jatuh

tiba

tiba

2

air

bañu

banyu

102

jauh

adoh

adoh

3

akar

wod

oyod

103

kabut

pĕḍut

pedhut

4

aku

aku

aku

104

kaki

suku

sikil

5

alir (me)

humilī

mili

105

kalau

yen

yen

6

anak

anak

anak

106

kami, kita

kami

awakedhewe

7

angin

aṅin

angin

107

kamu

sira

kowe

8

anjing

añjiṅ

asu

108

kanan

tĕṅĕn

tengen

9

apa

apa

apa

109

karena

apan

amarga

10

api

apuy

geni, api

110

kata (ber)

liṅ

ngomong

11

apung

kambaṅ

kambang

111

kecil

cili

cilik

12

asap

kukus

beluk

kelahi

adu

gelut

13

awan

hima

mega

113

kepala

ĕṇḍas

endhas

14

bagaimana

apa

kepiye

114

kering

kiṅ

garing

15

baik

becik

becik

115

kiri

kiwa

kiwa

16

bakar

bakar

bakar

116

kotor

rĕgĕd

reged

17

balik

wuri

buri

117

kuku

kuku

kuku

18

banyak

kweh

akeh

118

kulit

cerma

kulit

19

bapak

bapa

bapak

119

kuning

jĕnar

kuning

20

baring

maguliṅan

mlumah

120

kutu

krĕmi

tuma

21

baru

hañar

anyar

121

lain

lyan

liya

22

basah

tĕlĕs

teles

122

langit

awaṅ

langit

23

batu

watu

watu

123

laut

samudra

segara,samudr

24

beberapa

sakweh

sakeh

124

lebar

amba

amba

25

belah (me)

bĕlah

nyigar

125

leher

gulū

gulu

26

benar

bĕnĕr

bener

126

lelaki

laki

lanang

112

(ber)

a

27

benih

winih

winih

127

lempar

buñcal

uncal

28

bengkak

abuh

abuh

128

licin

lĕyö

lunyu

29

berenang

ṅlaṅhuy

nglangi

129

lidah

ilat

ilat

30

berjalan

lumaku

mlaku

130

lihat

dölö

delok

31

berat

bot

abot

131

lima

pañca

lima

32

beri

weh

weh

132

ludah

hidu

idu

33

besar

gĕḍe

gedhe

133

lurus

bĕnĕr

kenceng

34

bilamana

yen

yen

134

lutut

dĕkuṅ

dhengkul

35

binatang

iṇwan

kewan

135

main

dolan

dolan

36

bintang

bintaṅ

lintang

136

makan

mangan

mangan

37

buah

wwah

woh

137

malam

ratri

wengi

38

bulan

candra

mbulan

138

mata

mata

mata

39

bulu

warut

wulu

139

matahari

surya

srengenge

40

bunga

kĕmbaṅ

kembang

140

mati

pĕjah

mati

41

bunuh

amati

mateni

141

merah

abang

abang

42

buru (me)

ambĕḍag

mburu

142

mereka

rasika

dheweke

43

buruk

niṣṭa

ala

143

minum

nginum

ngombe

44

burung

kokila

manuk

144

mulut

caṅkĕ
m

cangkem

45

busuk

luḍuh

bosok

145

muntah

mutah

mutah

46

cacing

caciṅ

cacing

146

nama

aran

jeneng

47

cium

ambuṅ

ambung

147

napas

prana

ambegan

48

cuci

umbah

umbah

148

nyanyi

ṅiduṅ

nyanyi

49

daging

bapuh

daging

149

orang

wwang

wong

50

dan

lan

lan

150

panas

panas

panas

51

danau

ranu

tlaga

151

panjang

dawā

dawa

52

darah

getih

getih

152

pasir

wĕni

wedhi

53

datang

tĕka

teka

153

pegang

cĕkĕl

cekel

54

daun

goḍoṅ

godhong

154

pendek

cĕpak

cendhak

55

debu

kĕbu

lebu

155

peras

pulir

peres

wadwan

wadon

perut

udara

weteng

158

pikir

aṅrasa

pikir

ing jero

159

pohon

aṅĕn

wit

ri

ing

160

potong

tugĕl

tugel

di mana

i ĕndi

ing endi

161

punggung

gĕgĕr

geger

62

dingin

tis

adhem

162

pusar

pusĕr

udel

63

diri (ber)

adĕg

ngadeg

163

putih

putih

putih

64

di sini

i kene

ing kene

164

rambut

rambut

rambut

65

di situ

i kana

ing kono

165

rumput

sukĕt

suket

66

dorong

suruṅ

surung

166

satu

siji

siji

67

dua

rwa

loro

167

sayap

ĕlar

swiwi

68

duduk

liṅgih

lungguh

168

sedikit

kĕḍik

sethithik

69

ekor

buntut

buntut

169

siang

rina

awan

70

empat

pat

papat

170

siapa

sapa

sapa

71

kau

sira

kowe

171

sempit

cihut

ciyut

72

gali

ḍuḍuk

dhudhuk

172

semua

kabeh

kabeh

73

garam

garĕm

uyah

173

suami

laki

bojo

74

garuk

kukur

kukur

174

sungai

kali

kali

75

gemuk

lĕmu

lemu

175

tajam

laṇḍĕp

landhep

76

gigi

waja

untu

176

tahu

tahu

tau

77

gigit

cokot

cokot

177

tahun

tahun

taun

78

gosok

inurap

gosok

178

takut

wĕdi

wedi

79

gunung

arga

gunung

179

tali

tali

tali

80

hantam

antĕm

antem

180

tanah

lĕmah

lemah

81

hapus

aṅilagakĕn

busek

181

tangan

taṅan

tangan

82

hati

ati

ati

182

tarik

tarik

tarik

acĕpak

cedhak

56

dekat

156

57

dengan

lan

lan

157

58

dengar

röngö

rungu

59

di dalam

i jro

60

di, pada

61

perempua
n

83

hidung

iruṅ

irung

183

tebal

kandĕl

kandel

84

hidup

hurip

urip

184

telinga

kupiṅ

kuping

85

hijau

ijo

ijo

185

telur

ĕṇḍog

endhog

86

hisap

isĕp

isep

186

terbang

ibĕr

miber

87

hitam

hirĕṅ

ireng

187

tertawa

aguyu

ngguyu

88

hitung

ituṅ

itung

188

tetek

susu

susu

89

hujan

hudan

udan

189

tidak

ora

ora

90

hutan

alas

alas

190

tidur

turū

turu

91

ia

ika

dheweke

191

tiga

tĕlu

telu

92

ibu

babu

ibu

192

tikam

tikam

ngunus

93

ikan

mina

iwak

193

tipis

tipis

tipis

94

ikat

ikĕt

taleni

194

tiup

dĕmu

damu

95

ini

iki

iki

195

tongkat

jĕjĕr

tongkat

96

isteri

strī

setri

196

tua

tuha

tuwa

97

itu

ika

ika

197

tulang

baluṅ

balung

98

jahit

dinom

dondom

198

tumpul

kĕṭul

kethul

99

jalan

dalan

dalan

199

ular

ula

ula

100

jantung

jaja

jantung

200

usus

usus

usus

2. Perubahan-perubahan Bunyi
a. Asimilasi
Asimilasi merupakan suatu proses perubahan bunyi dimana dua fonem
yang berbeda pada bahasa proto mengalami perubahan dalam masa
sekarang menjadi fonem yang sama.
(1) Asimilasi Labial
Merupakan suatu proses yang terjadi pada vokal.
No
.

Kosakata
Dasar

Jawa Kuna

Jawa
Baru

1.

angin

aṅin

angin

21.

kiri

kiwa

kiwa

2.

apa

apa

apa

22.

lebar

amba

amba

3.

baik

becik

becik

23.

leher

gulū

gulu

4.

benih

winih

winih

24.

licin

lĕyö

lunyu

5.

bengkak

abuh

abuh

25.

ludah

hidu

idu

6.

berenang

ṅlaṅhuy

nglangi

26.

mata

mata

mata

7.

cacing

caciṅ

cacing

27.

orang

wwang

wong

8.

cium

ambuṅ

ambung

28.

panjang

dawā

dawa

getih

getih

29.

perempua

wadwan

wadon

9.

darah

10.

datang

tĕka

teka

30.

putih

putih

putih

11.

dengar

röngö

rungu

31.

rambut

rambut

rambut

12.

dorong

suruṅ

surung

32.

siapa

sapa

sapa

13.

duduk

liṅgih

lungguh

33.

tarik

tarik

tarik

14.

ekor

buntut

buntut

34.

telinga

kupiṅ

kuping

15.

gali

ḍuḍuk

dhudhuk

35.

tidur

turū

turu

16.

garuk

kukur

kukur

36.

tiup

dĕmu

damu

17.

hidung

iruṅ

irung

37.

tulang

baluṅ

balung

18.

hitung

ituṅ

itung

38.

tumpul

kĕṭul

kethul

19.

itu

ika

ika

39.

ular

ula

ula

20.

jatuh

tiba

tiba

40.

usus

usus

usus

n

(2) Asimilasi Palatal
Adalah proses perubahan yang terjadi atas konsonan.
No.

Kosakata
Dasar

Jawa Kuna

Jawa Baru

1.

balik

wuri

buri

5.

pasir

wĕni

wedhi

2.

binatang

iṇwan

kewan

6.

pendek

cĕpak

cendhak

bintang

bintaṅ

lintang

7.

sempit

cihut

ciyut

debu

kĕbu

lebu

8.

tua

tuha

tuwa

3.
4.

(3) Asimilasi Fariangilasi

Semacam asimilasi yang dalam tata bahasa, bahasa-bahasa tersebut
dinamakan emfasis.
b. Disimilasi
Perubahan serangkaian fonem yang sama menjadi fonem-fonem yang
berbeda, dengan prinsip kelegaan.

No.

Kosakata
Dasar

Jawa Kuna

Jawa Baru

1.

akar

wod

oyod

7.

ibu

babu

ibu

2.

api

apuy

geni, api

8.

jahit

dinom

dondom

3.

berjalan

lumaku

mlaku

9.

kaki

suku

sikil

4.

bunuh

amati

mateni

10.

lihat

dölö

delok

5.

dekat

acĕpak

cedhak

11.

sedikit

kĕḍik

sethithik

6.

dua

rwa

loro

12.

tertawa

aguyu

ngguyu

c. Perubahan Berdasarkan Tempat
(1) Metatesis
Merupakan suatu proses perubahan bunyi yang berujud pertukaran
tempat dua fonem.
(2) Afresis
Suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat berupa
penghilangan sebuah fonem pada awal sebuah kata.
No.

Kosakata
Dasar

Jawa Kuna

Jawa Baru

1.

Abu

hawu

awu

6.

hitam

hirĕṅ

ireng

2.

alir (me)

humilī

mili

7.

hujan

hudan

udan

3.

Baru

hañar

anyar

8.

lempar

buñcal

uncal

4.

Berat

bot

abot

9.

terbang

ibĕr

miber

5.

Hidup

hurip

urip

(3) Sinkup

Suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat berupa
penghilangan sebuah fonem pada tengah sebuah kata.

No.

Kosakata
Dasar

Jawa Kuna

Jawa Baru

1.

beberapa

sakweh

sakeh

2.

tahu

tahu

Tau

3.

tahun

tahun

taun

(4) Apokop
Suatu proses perubahan bunyi antara bahasa kerabat berupa
penghilangan sebuah fonem pada akhir sebuah kata.

No.
1.

Kosakata
Dasar
lain

Jawa Kuna
lyan

Jawa Baru
liya

(5) Protesis
Suatu proses perubahan kata berupa penambahan sebuah fonem pada
awal kata.
No.

Kosakata
Dasar

Jawa Kuna

Jawa Baru

1.

banyak

kweh

akeh

2.

diri (ber)

adĕg

ngadeg

3.

empat

pat

(6) Epentesis
Suatu proses perubahan kata berupa penambahan sebuah fonem pada
tengah kata.
No.
1.

Kosakata
Dasar
isteri

(7) Paragog

Jawa Kuna
strī

Jawa Baru
setri

Papat

Suatu proses perubahan kata berupa penambahan sebuah fonem pada
akhir kata.
No.

Kosakata
Dasar

Jawa Kuna

Jawa Baru

1.

bapak

bapa

bapak

4.

di mana

i ĕndi

ing endi

2.

kecil

cili

cilik

5.

di sini

i kene

ing kene

3.

di dalam

i jro

ing jero

6.

di situ

i kana

ing kono

Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan atau penjelasan diatas, sesuai dengan judul
”Lelagon Gugur Gunung Sebagai Spirit Jiwa Nasionalis”. Penulis dapat
menyimpulkan bahwa gotong royong adalah suatu budaya yang nasionalis dan
menjadi sebuah identitas yang sesungguhnya dari bangsa Indonesia. Kemudian
budaya gotong royong tersebut dijadikan sebuah lagu yang berjudul Gugur
Gunung yang didalamnya mempunyai kandungan nilai gotong royong. Nilai itu
bertujuan menumbuhkan jiwa Nasionalisme dalam Ke-bhinneka-tunggal-ika-an
yang terkandung disetiap bait lagunya.
Budaya gotong royong sudah sepantasnya direalisasikan dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam bermasyarakat dan berbangsa serta bernegara. Selain itu,
budaya gotong royong harus dilandasi dengan rasa kekeluargaan, kebersamaan,
rela berkorban dan keikhlasan untuk mencapai sebuah kerukunan dan persatuan.
Bercermin pada lirik-lirik lagu Gugur Gunung, kehidupan seperti itulah yang
sebenarnya harus kita laksanakan bersama.

Saran
Guna menumbuhkan jiwa nasionalis dalam kebhinekaan maka perlu
adanya penanaman konsep gotong royong yang terkandung di dalam lagu Gugur
Gunung kepada seluruh elemen masyarakat. Dengan demikian, diharapkan
seluruh elemen masyarakat dapat lebih menjaga kerukunan, kesatuan, dan
keutuhan bangsa dan negara.

Daftar Pustaka
Abdullah, Wakit dan Sri Lestari Handayani. 2012. Bahasa Jawa Kuna: Sejarah,
struktur dan Leksikonnya. Surakarta: Sastra Daerah Fakultas Sastra dan
Seni Rupa.
Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Harimurti, Kridalaksana. 2011. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
HB. Sutopo. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar Teoritis dan
Penerapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Hunter, Thomas M.. 1984. Kajian Ringkas Masalah Valensi Morfologi dalam
Bahasa Jawa Kuna. Makalah sajian Bidang Sasrtra Nusantara, Fakultas
Sastra, Universitas Gadjah Mada.
Keraf. 1984. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT. Gramedia
Kridalaksana, Harimurti. 2011. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Lexy J. Moleong. 2000. Metodologi penelitian Kualitatif. Bandung PT Remaja
Rosdakarya.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan strategi, metode, dan
tekniknya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mardiwarsito, L. dan Harimurti Kridalaksana. 1984. Struktur Bahasa Jawa Kuna.
Ende Flores: Nusa Indah.
Marsono. 1999. Fonem Vokal Bahasa Jawa Kuna dan Alofon-alofonnya. Dalam
Humaniora No. 10 Januari-April 1999.
Miradayanti, Dewa Ayu Carma. Tanpa tahun. Numeralia Bahasa Jawa Kuna.
Sastra Jawa Kuna Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya
Poerwadarminta, W.J.S. 1939. Baoesastra Djawa. Batavia: J.B. Wolters
Uitgevers, Maatschappij.

sealang.net/ojed/ diakses pada Jumat, 09 Maret 2018 pukul 14.00.
Simons, Gary F. Dan Charles D. Fennig (eds.). 2017. Ethnologue: Bahasa Dunia,
edisi ke dua puluh. Dallas, Texas: SIL Internasioanal.
Subroto, Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta:
UNS Press.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Tiani, Riris. 2015. Analisis Kontrastif Bahasa Jawa dengan Bahasa Indonesia.
dalam Humanika Vol.21 No. 1. Tahun 2015.
Verhaar, JWM. 2001. Asas-asas Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Wedhawati, dkk. 2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius.
Zoetmulder, P. J. 1994. Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang.
Jakarta: Djambatan.
Zoetmulder, P. J. dan S. O. Robson. 2000. Kamus Jawa Kuna–Indonesia. Jilid 1
dan 2. Terjemahan Darusuprapta dan Sumarti Suprayitna. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.