PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (23)

01 D ARI R EDAKSI

M akan segera berakhir, diantaranya

emasuki tahun 2009 ini, banyak proyek AMPL di Indonesia yang telah dan

Waspola 2. Setelah melalui satu dekade, akhirnya sebagaimana kata pepatah “Tiada pesta yang tak berakhir”, Waspola 2 per Juni 2009 telah tutup buku. Di ujung proyek, salah satu kewajiban dari pengelola proyek adalah menyusun laporan akhir.

Harapannya, laporan tersebut akan dibaca oleh khalayak. Namun kenyataannya, sebagian besar lapor- an tersebut hanya mengisi pojok berdebu dari rak buku di kantor pemerintah. Menyadari hal tersebut, Percik kemudian bekerjasama de- ngan Waspola mencoba menuangkan

Tim Waspola dan Pokja AMPL berpose bersama usai acara Serah Terima Waspola 2.

laporan akhir tersebut kedalam for-

Foto: Bowo Leksono

mat majalah. Tepatnya menjadi isi dari edisi khusus Percik pada bulan

Sebagai ilustrasi, sekretariat Pokja Juni 2009.

rintah tetapi merupakan hasil kerja-

AMPL telah memiliki beragam bentuk Informasi dan data tentang

sama dengan berbagai pihak. Pada

media kampanye, mulai dari majalah Waspola 2 dikemas dalam berbagai

saat yang bersamaan, Percik

Percik, Percik Yunior yang terbit rubrik seperti laporan utama, wawan-

Yunior pun telah mendapat lampu

setiap 3 bulan; news letter mingguan cara, wawasan, regulasi, praktek ung-

hijau untuk didanai dari sumber non

on-line dan news letter bulanan cetak. gulan, dan info seputar pelaku.

pemerintah, melanjutkan kesepa-

Belum termasuk situs baik situs Produk Waspola 2 pun mendapat

katan tahun-tahun sebelumnya.

AMPL, situs Pokja AMPL daerah, porsi untuk ditampilkan baik yang

Kepercayaan ini menjadi bekal kami

situs AMPL yunior, situs WES Unicef, berupa buku, audio visual, bahkan

untuk menjadi lebih baik lagi ke

digital library (digilib), situs Jejaring situs. Apakah dengan cara ini kemu-

depan.

AMPL, situs Gugus Tugas Pengolahan dian khalayak akan tertarik membaca

Bukan hanya format Percik yang

Sampah. Bahkan juga telah meman- hasil Waspola 2. Hanya waktu yang

berubah. Kantor redaksi Percik pun

faatkan jejaring sosial seperti face bisa menjawab.

telah pindah ke Jl. R.P. Soeroso 50

Menteng, Jakarta Pusat. Kepindahan

book.

Budaya mengkomunikasikan apa khusus kedua, setelah edisi khusus

Edisi kali ini merupakan edisi

ke kantor baru sepertinya menjadi

yang kita kerjakan, apa yang kita pertama dengan tema Pengelolaan

salah satu faktor pendukung timbul-

ketahui, apa yang kita alami mulai Sampah Berbasis Masyarakat (PSBM)

nya semangat dan keberanian kami

menjadi sebuah keniscayaan. Semoga yang sebenarnya merupakan upaya

untuk mencoba terbit dengan format

fenomena ini dapat menyumbang memasyarakatkan PSBM ke tengah

baru.

kepada semakin meningkatnya masyarakat. Ini merupakan terobosan

Jika dicermati, terlihat fenomena

kesadaran semua pihak akan pen- kami agar pembaca tidak merasa

baru di dunia AMPL. Semakin banyak

tingnya AMPL bagi kemaslahatan bosan dengan gaya yang sama dari

proyek dan/atau institusi yang me-

umat manusia. tahun ke tahun. Direncanakan sepan-

nganggap kampanye publik adalah

Akhir kata, upaya kami ini tidak jang tahun 2009, Percik akan terbit

bagian tidak terpisahkan dari upaya

akan berarti tanpa adanya dukungan dalam bentuk edisi khusus sebanyak 5

meningkatkan profil pembangunan

dari seluruh pemangku kepentingan kali.

AMPL di Indonesia. Contohnya,

AMPL. Terima kasih atas dukungan Hal yang membanggakan bahwa

semakin banyak majalah, news letter

Anda semua. Selamat membaca. Kami kesemua edisi khusus tersebut

baik on-line maupun cetak, buku ter-

tunggu kritik dan sarannya. (OM) didanai tidak lagi dari kocek peme-

masuk situs dengan fokus khusus

AMPL.

Percik Juni 2009

02 S UARA A NDA

Percik untuk Daerah

Konsultasi Soal Sanitasi Pamsimas

ma tulisan tentang Pamsimas, baik

pembelajaran maupun praktek ung- gulannya.

Yth. Redaksi Percik Yth. Redaktur Percik

Perkenalkan saya Okta, mahasiswi Senang juga baca-baca majalah

Politeknik Depkes RI Jakarta II Percik, disamping dapat memperoleh

Cara Mendapat Buku-buku

Jurusan Kesehatan Lingkungan. Saya gambaran tentang masalah air minum

AMPL

baru pertama kali membaca majalah dan sanitasi, juga beberapa topik dapat

Percik edisi Agustus 2008 di suatu memicu untuk berbuat lebih banyak

Yth. Redaksi Percik

perpustakaan instansi pemerintah, dan lebih baik lagi bagi perkembangan

Saya sudah dua kali mengikuti

saya langsung tertarik dengan segala AMPL.

pelatihan fasilitator AMPL. Pertama

ilmu yang saya dapatkan dari majalah Kebetulan saya bekerja di CMAC

kali di Yogyakarta, Agustus 2008 yakni

Percik. Hal ini karena perkuliahan Pamsimas sebagai health hygiene spe-

pelatihan fasilitator AMPL mitra pokja.

saya sama dengan bidang sanitasi dan cialist. Saya mau minta bantuan nih:

Dan baru-baru ini pelatihan orientasi

saya calon sanitarian. Dan dalam mata - Apakah kami bisa langganan Percik,

MPA/PHAST di Makassar. Dari pe-

kuliah saya ada tentang Pengolahan berapa biaya langganan?

latihan tersebut saya membuat tulisan

Air Bersih dan Air Limbah. - Ada 15 provinsi dengan sekitar 110

tentang air bersih dan sanitasi dan

Pertanyaan saya: kabupaten daerah Pamsimas. Apakah

telah dimuat pada koran lokal yaitu

1. Apakah saya bisa mendapatkan mungkin Percik disebarluaskan ke

Fajar pada 22 November 2008.

majalah Percik? Jika bisa, mohon daerah tersebut? Bagaimana caranya?

Literatur penulisan saya banyak

dikirimkan ke alamat Jl. A.M.D 10 - Mudah-mudahan suatu saat ada beri-

diperoleh dari Percik serta brosur dan

No. 36 RT 10/RW 01. Petukangan tatentangkeberhasilandesa

buku panduan yang dibagikan sewaktu

Utara. Jakarta Selatan 12260. Pamsimas yang bisa masuk Percik,

pelatihan. Bagaimana cara memper-

2. Bagaimana saya bisa mendapat- tapi tunggu dulu ya.

oleh Percik secara berkala dan buku-

kanmajalahPercikedisi - Saya dengar kantor pindah ya dari Jl.

buku yang berkaitan dengan penye-

sebelumnya? Cianjur ke Jl. RP Suroso, dimana

hatan lingkungan? Dapatkah saya

3. Saya mahasiswi tingkat akhir, posisi tepatnya?

mengirimkan tulisan mengenai kondisi

untuk menyelesaikan perkulihan Nuhun pisan

lingkungan di Makassar?

saya wajib membuat karya tulis Supriyanto Margono

Suriyanti H. Salama

dan saya membuat karya tulis ten- Jl. Melawai Raya No. 7 Kebayoran Baru

Makassar

tang "Pengolahan Air Bersih".

Jakarta

Yth. Ibu Suriyanti,

Pertanyaan saya apakah saya dapat

melakukan konsultasi tentang Yth. Bapak Supriyanto,

Kami senang dan salut mendengar

karya tulis saya kepada redaksi Untuk berlangganan Percik, ter-

bahwa Anda menuliskan pengalaman

Percik. Jika bisa, saya dapat masuk edisi sebelumnya, dan mem-

Anda di salah satu koran, termasuk

menghubungi ke bagian mana peroleh buku-buku terkait AMPL,

juga bahwa Percik menjadi bahan

untuk mendapatkan informasi ten- silahkan menghubungi Gerai AMPL

rujukan. Silahkan Anda mengirimkan

tang "Pengolahan Air Bersih". (http://geraiampl.com). Dapat juga

tulisan ke Percik, dengan senang hati

Okta menghubungi Perpustakaan Pokja

kami akan memuatnya.

Jakarrta AMPL Jl. R.P. Soeroso 50 Menteng,

Cara memperoleh Percik dan

dokumen lainnya silahkan lihat jawab-

Jakarta Pusat telp. (021) 31904113.

Saudari Okta yang baik, Karena keterbatasan dana, sejak Juli

an sebelumnya.

Cara memperoleh Percik terma- 2009, kami mengenakan ongkos kirim

suk edisi terdahulu dan dokumen lain- pada pelanggan pribadi

Majalah Percik Pindah

nya silahkan lihat jawaban sebelum- Pada dasarnya kami senang jika

Kantor

Redaksi Majalah Percik sejak 1 Juni

nya.

Percik dapat disebarluaskan di dae-

Anda juga dapat berkunjung ke rah Pamsimas, tapi tentunya kami

2009 resmi pindah kantor dari Jl.

Perpustakaan Pokja AMPL Jl. R. P. perlu bekerjasama dengan Pamsimas

Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta ke kan-

Soeroso No. 50 Menteng, Jakarta dalam pendanaannya.

tor baru Jl. R.P. Soeroso No. 50

Pusat, Telp. (021) 31904113 Kami dengan senang hati meneri-

Menteng, Jakarta. Demikian pemberi-

tahuan dari kami.

dekatan suplai (supply driven). Dalam pendekatan tanggap kebutuhan, masyarakat merupakan komponen yang utama dalam proses perencanaan pembangunan, karena masyarakat harus menentukan sendiri keputusan- keputusan yang diambil terkait dengan pembangunan sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Pihak luar masyarakat, termasuk pemerintah merupakan pihak yang member- dayakan, harus memberi peluang kepada masyarakat untuk dapat menyampaikan kebutuhannya melalui dampingan pemberdayaan.

Menetapkan Tujuan Pembangun - an AMPL

Tujuan pembangunan AMPL dite- tapkan secara bersama-sama dalam serial lokakarya dan rapat kelompok kerja. Pada awalnya tujuan selalu ter- paku pada peningkatan cakupan pelayanan, karena persoalan tingkat pelayanan dipandang masih menjadi tujuan besar yang harus dicapai.

Melalui diskusi-diskusi baik dalam lokakarya maupun rapat kelompok kerja, penetapan tujuan ini harus dilakukan melalui tinjauan terhadap isu dan persoalan pokok yang harus diatasi. Persoalan yang selalu menge- muka adalah keberlanjutan sarana dan prasarana yang dibangun berbagai proyek pemerintah, yang berakhir de - ngan terbengkalainya sarana yang dibangun. Persoalan inilah yang harus dijawab lebih dulu, karena cakupan merupakan fungsi linier dari keberlan- jutan itu sendiri. Dalam penjabaran- nya, tujuan pembangunan AMPL diba- gi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum meru- pakan tujuan jangka panjang yang diharapkan terjadi sebagai hasil dari pembangunan AMPL, yaitu mencip- takan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan yang berkelan- jutan. Tujuan khusus lebih kepada tujuan langsung dari pembangunan

sarana air minum dan penyehatan lingkungan, yaitu keberlanjutan dan efektivitas penggunaan sarana AMPL yang dibangun. Dengan demikian ma - ka cakupan pelayanan merupakan bagian yang padu di dalam keber - lanjut an dan efektifitas penggunaan.

Karena unsur cakupan sudah inheren di dalam keberlanjutan dan efektivitas penggunaan, maka peneri- maan para pihak terhadap usulan ini menjadi solid. Tanpa keberlanjutan sarana dan atau penggunaan yang efektif dari sarana, maka cakupan juga akan terpengaruh.

Secara konseptual pembangunan AMPL yang berkelanjutan merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berba- gai aspek yang satu dengan lainnya sa - ling berkaitan dan saling mempenga - ruhi. Kelima aspek keberlanjutan itu adalah kelembagaan, teknologi, ke- uangan, sosial budaya, dan lingkung- an.

Dikotomi Perkotaan dan Perde - sa an versus Berbasis Masyarakat dan Berbasis Lembaga

WASPOLA dirancang untuk fokus pada sektor AMPL di perdesaan. Namun demikian, perbedaan perko- taan dan perdesaan dalam konteks sek- tor AMPL sangat tidak jelas. Perkotaan dan perdesaan memiliki konotasi yang

kuat terhadap batasan administratif, sedangkan sektor air minum dan penyehatan lingkungan lebih bersifat sistem, yang adakalanya menafikan batasan administratif tersebut.

Menjadi tugas para pengambil keputusan dan para pelaku pemba - ngunan AMPL untuk melakukan redefinisi tentang peristilahan terse- but, yang perlu mempertimbangkan aspek pengambilan keputusan dan pengelolaan sarana. Pada satu sisi ada masyarakat, baik individu maupun kelompok, sedangkan pada sisi yang lain ada lembaga, seperti PDAM, perusahaan swasta, dinas, koperasi, dan LSM. Tetapi diantara keduanya ada wilayah abu-abu yang merupakan kombinasi atau kerjasama dari masyarakat dengan lembaga.

Pada awal perkembangannya, muncul istilah pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan skala kecil dan menengah, sebagai antitesa terhadap pendekatan perko- taan dan perdesaan. Alasan di belakang istilah ini adalah adanya area pelayanan yang bisa di perkotaan dan juga perdesaan, yang memiliki skala berbeda dengan pengelolaan sarana oleh institusi seperti PDAM, PDAL, Dinas, dan lain-lain. Peristilahan ini terus-menerus ditinjau guna menda - patkan istilah yang lebih cocok, yang

L APORAN U 04 TAMA

Percik Juni 2009

Para fasilitator Waspola dan masyarakat berbaur bersama melakukan pelatihan terkait

AMPL. Foto: Dok. Waspola

Percik Juni 2009

05 L APORAN U TAMA

akhirnya sampai pada peristilahan

WASPOLA (WASPOLA 1)

Berbasis Masyarakat dan Berbasis

Lembaga. penyusun kebijakan, mulai dari tingkat

W penyediaan air bersih dan penyehatan

ASPOLA adalah program berjangka

yang paling tinggi sampai tingkat yang Pada dasarnya ciri yang membe-

waktu 5 tahun (1998-2003). Fokus

pa ling rendah. dakan antara berbasis masyarakat dan

utama diarahkan pada fasilitas

berbasis lembaga adalah pada pengam-

lingkungan permukiman skala kecil dan

Komponen Proyek

bilan keputusan. Pada berbasis

menengah yang dikelola oleh masyarakat

a.Komponen Perubahan Kebijakan.

masyarakat, pengambil keputusan Komponen ini mencakup: (i) lokakarya

pengguna. Dalam pengembangan kebijakan,

tingkat lokal, nasional dan regional mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

WASPOLA melakukan pendekatan kemi-

untuk mengkaji kebijakan-kebijakan dan sistem operasi pemeliharaan bera-

traan, di bawah pimpinan Permerintah

Indonesia dengan bantuan dari AusAID dan

sektoral dan identifikasi isu yang

mungkin membutuhkan perubahan kebi- pada berbasis lembaga sebagai

da pada pihak masyarakat, sedangkan

Bank Dunia, melalui program Water and

Sanitation Program for East Asia and Pacific

jakan, (ii) studi kasus dan studi sektoral

untuk memperjelas gambaran tentang pengambil keputusan adalah pengelola

(WSP-EAP).

masalah dan besaran perubahan yang lembaga tersebut. Pembedaan pe -

sesuai, (iii) strategi sektoral dan ren- ngelolaan AMPL antara berbasis

Tujuan WASPOLA

cana kegiatan yang didasarkan pada masyarakat dengan berbasis lembaga

Tujuan akhir proyek WASPOLA adalah

kebijakan-kebijakan baru yang mungkin dirasa lebih cocok, karena tidak lagi

identifikasi dan kajian ulang pelajaran-pela-

jaran yang didapat dari proyek-proyek air

timbul dalam proses pengkajian.

terkungkung dengan batasan adminis- b. Komponen Peningkatan Pelayanan.

bersih dan penyehatan lingkungan yang lalu,

Proyek ini dirancang untuk memperbesar tratif. Pada kenyataannya, di perko-

baik di Indonesia maupun di negara-negara

manfaat yang dihasilkan oleh investasi taan masih dijumpai pengelolaan oleh

lain, dan ujicoba pendekatan-pendekatan

skala besar untuk perdesaan dan kota kecil masyarakat, sedangkan di perdesaan

baru dan fasilitasi kerangka kebijakan

yang dirancang berdasarkan proses pengelolaan oleh kelompok yang telah

nasional air bersih dan penyehatan ling -

kungan, yang memungkinkan masyarakat

penyusunan kebijakan yang dikembangkan

mapan dapat dikelompokkan sebagai oleh WASPOLA. Komponen ini mencakup

kurang mampu di Indonesia dapat memper-

ujicoba prinsip-prinsip baru terkait kebi- pengelolaan lembaga.

oleh pelayanan air bersih secara

berkesinambungan.

jakan yang dikembangkan. c. Komponen Proses Pembelajaran dan

Membongkar Mitos

Komunikasi. Mitos atau cerita yang dipercaya

Sasaran Proyek

Meningkatkan kemampuan Pemerin tah

Salah satu nilai utama untuk dapat

tetapi tidak berdasarkan pada fakta, menerima pembiayaan hibah dari

Indonesia untuk mengembangkan dan

WASPOLA adalah identifikasi pen- juga terjadi pada sektor pembangunan

menerapkan kebijakan melalui pen-

dekatan yang paling efektif dan efisien air minum dan penyehatan lingkungan

dekatan tanggap kebutuhan dan pelak-

untuk dapat secara berkesinambungan (AMPL). Mitos ini seringkali meng-

sanaan yang partisipatif.

memenuhi kebutuhan akan air bersih ganggu dalam penerapan pendekatan

Menguji pilihan-pilihan kebijakan yang

mendorong inisiatif pemenuhan kebu-

dan penyehatan lingkungan masyarakat

pembangunan AMPL yang berorientasi miskin di Indonesia, sehingga dapat

tuhan masyarakat miskin.

mempengaruhi kebijakan masa yang pada keberlanjutan. Dalam pemba -

Memperkuat dan mengembangkan

akan datang dan pengambilan keputus- ngunan AMPL berbasis masyarakat,

kemampuan Indonesia untuk me ngum -

an yang menyangkut investasi. masyarakat memiliki posisi kunci

pulkan dan menganalisa data sek tor air

Komponen ini mencakup studi-studi dalam seluruh proses pembangunan,

bersih dan penyehatan lingkungan dan

membuat data tersebut dapat diakses

yang mendukung dan diseminasi pembe-

mulai tahap perencanaan, pelak- lajaran dalam bidang yang relevan.

sedemikian rupa sehingga dapat diman-

faatkan oleh konsumen, pemasok dan

sanaan, dan operasi serta pemeli- haraannya. Tetapi mitos yang berkem-

karena faktor sosial budaya, seba- bang pada saat itu sangat bertentangan

ka tidak mengetahui apa yang ter-

gian besar kepentingan perem- dengan prinsip ini, misalnya:

baik bagi mereka. Realita: ma -

puan tidak terpenuhi, kecuali Mitos 1: masyarakat miskin tidak

syarakat miskin memiliki krea ti -

perempuan secara khusus ditar- mau dan tidak mampu membayar

vi tas, mereka mampu membentuk

getkan untuk dilibatkan dan ada pelayanan air minum. Realita:

sistem dan aturan me ngelola

strategi yang disusun untuk mem- masyarakat miskin seringkali

sum berdaya alam.

berdayakan perempuan. membayar air minum lebih mahal

Mitos 3: jika masyarakat sudah

Mitos 4: lembaga teknis dan sek- dari masyarakat yang mampu.

dilibatkan dalam membuat kepu-

toral harus menjadi pelaksana Mitos 2: masyarakat miskin

tusan, maka kepentingan perem-

penyediaan sarana AMPL, karena tidak mampu memecahkan atau

puan sebagai pengelola utama

tugas utamanya adalah memba - mengelola masalah teknis, mere-

penggunaan air minum rumah

tangga sudah terpenuhi. Realita:

ngun sarana dan indikator keber-

hasilannya adalah sarana yang terbangun. Realita: lembaga tek- nis dapat mencapai keberhasilan dengan memonitor dan mem- berikan bantuan teknis kepada pihak lain. Tugas utamanya adalah membangun kemampuan masyarakat dalam mengelola sarana yang terbangun untuk mencapai keberlanjutan. Mitos 5: pengambilan keputusan oleh masyarakat merupakan hal yang penting, namun kendali atas pelaksanaan program harus tetap berada pada manajer proyek. Realita: hakikat proses partisi- patif adalah memberi pilihan dan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi. Partisipasi masyarakat tidak bisa dihidup-hidupkan oleh pihak luar, proses partisipatif adalah memberikan kendali pada masyarakat. Mitos 6: pendekatan partisipatif memerlukan waktu lama. Realita: ketika proyek dilaksanakan de - ngan pendekatan tanggap kebu- tuhan, masyarakat dapat bertin- dak dan mengorganisir diri de - ngan cepat. Mitos 7: pendekatan partisipatif sulit dilaksanakan dalam skala besar karena membutuhkan pemimpin yang karismatik, LSM, dan orang berbakat. Realita: par- tisipasi masyarakat dapat dire - plikasi. Pemimpin karismatik berperan dalam memulai proses. LSM sering berhasil dalam me - nerapkan strategi pemberdayaan masyarakat dan merupakan mediator yang efektif. Kete - rampilan teknis, kemampuan mendesain dan melaksanakan program secara partisipatif meru- pakan proses bekerja sambil bela- jar. Mitos 8: partisipasi merupakan proses yang tidak pasti sehingga sulit ditentukan batasan dan ukur-

annya. Realita: konsep partisipasi dapat dilaksanakan dan diukur dengan mudah. Meng ukur, mem- onitor dan me ng evaluasi partisi- pasi ma syara kat mempermudah lembaga terkait dalam memper- tanggungjawabkan upayanya dalam peningkatan sumber daya manusia.

Dari Air Bersih ke Air Minum

Ketika gagasan awal diluncurkan, terminologi menjadi salah satu bahasan yang menjadi pokok diskusi kelompok kerja. Ketika didiskusikan dalam bahasa Inggris, istilah water supply dapat diterima dan difahami oleh kelompok kerja, namun ketika mulai masuk ke dalam peristilahan bahasa Indonesia, perdebatan mulai muncul. Istilah "air bersih" dan "air minum" tidak begitu saja dipahami dan diterima. Air minum lebih dipa- hami sebagai air yang memiliki kuali- tas tertentu sehingga dapat langsung diminum, sedangkan air bersih dipa- hami sebagai air dengan kualitas ter- tentu yang memerlukan satu tahap pengolahan lagi untuk dapat diminum.

Diskusi terminologi ini tidak berhenti sampai disitu saja, karena ternyata penggunaan istilah tersebut

memberikan konsekuensi kepada aspek lain. Ketika istilah air minum digunakan dalam kebijakan, kon- sekuensinya seluruh penyedia layanan air minum terikat dengan kualitas air yang harus disediakannya. Hal ini akan memberatkan. Pada awalnya disepa- kati bahwa istilah air bersih lebih tepat digunakan.

Baru pada diskusi naskah kebi- jakan ketiga pada awal tahun 2003, terminologi air minum ini diangkat lagi ke permukaan. Pertimbangan uta- manya adalah bahwa kebijakan ini harus menjadi daya dorong dalam upaya perbaikan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan di In - donesia. Konsekuensi dari penerapan istilah tersebut disadari sangat berat, namun sebagai kebijakan, sebagai dokumen acuan yang memiliki jang - kauan rentang waktu yang panjang, perlu menetapkan suatu acuan yang ideal yang perlu dicapai oleh seluruh pelaku pembangunan AMPL di In do - nesia.

Dinamika Perkembangan Kon- sep Kebijakan

Dalam perjalanannya, WASPOLA telah memfasilitasi Kelompok Kerja AMPL Nasional dan telah berhasil

L APORAN U 06 TAMA

Percik Juni 2009

Proses penyusunan kebijakan pembangunan AMPL berbasis masyarakat meli- batkan beragam pemangku kepentingan. Foto: Dok. Waspola

menanamkan gagasan tentang perlu - nya keberadaan suatu kebijakan yang menjadi acuan dalam pembangunan AMPL, khususnya yang berbasis pe - ngelolaan masyarakat. Ketiadaan kebi- jakan ikut andil dalam tidak efektifnya pembangunan AMPL, terbukti dengan rendahnya keberlanjutan sarana yang dibangun oleh proyek pemerintah. Pengulangan-pengulangan kegagalan yang sama dalam hal tidak berfungsinya sarana menjadi daya dorong dalam penyusunan kebijakan AMPL, khususnya yang berbasis pe - ngelolaan masyarakat.

Pada awalnya, Kelompok Kerja AMPL Nasional bersepakat dengan sebuah judul Kebijakan Pembangunan Air Bersih dan Sanitasi Skala Kecil dan Menengah di Indonesia: Dari, Oleh, dan Untuk Masyarakat. Naskah perta- ma kebijakan ini dilahirkan pada April 2000, terdiri atas 5 bab: Pendahuluan, Pengalaman Masa Lalu, Pelajaran Apa yang dapat Kita Petik, Kebijakan Dasar, dan Strategi Pelaksanaan.

Pada Agustus 2001, diterbitkan naskah kedua, dengan judul sama: Kebijakan Pembangunan Air Bersih dan Sanitasi Skala Kecil dan Menengah di Indonesia: Dari, Oleh, dan Untuk Masyarakat. Naskah kedua ini terdiri dari tiga bab: Pendahuluan, Kebijakan Dasar Program, dan Strategi Pelaksanaan.

Pada April 2002, diterbitkan naskah ketiga dengan judul berubah

menjadi: Kebijakan Nasional Pem - bangunan Prasarana dan Sarana Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Pengelolaan Masyarakat. Naskah ketiga ini memuat tiga bab: Pendahuluan, Kebijakan Pembangun - an terdiri dari 11 kebijakan, dan Strategi Pelaksanaan terdiri dari 17 strategi. Naskah ini ditandatangani oleh Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas.

Pada Juni 2003, diterbitkan naskah keempat dengan judul berubah menjadi: Kebijakan Nasional Pemba - ngunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat. Naskah keempat atau final ini memuat empat bab: Pendahuluan, Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat yang terdiri dari 11 kebi- jakan umum, dan Strategi Pelaksanaan yang terdiri dari 16 strategi. Naskah ini ditandatangani oleh enam pejabat eselon 1 yaitu: Deputi Menteri Negara/Kepala Bappenas Bidang Sarana dan Prasarana, Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, Direktur Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Departemen dalam Negeri, Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri,

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah De - partemen Keuangan.

Kebijakan yang Disepakati

Dokumen kebijakan terakhir yang disepakati berjudul: Kebijakan Na - sional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat. Kebijakan ini terdiri dari tujuan umum, dua butir tujuan khusus,

11 butir kebijakan umum dan 16 butir strategi pelaksanaan.

Dari Berbasis Masyarakat ke Ber - basis Lembaga

Keberhasilan Kelompok Kerja AMPL Nasional dalam menyusun Ke - bijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat telah memberi semangat untuk melangkah lebih jauh, yaitu melengkapinya dengan Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Lembaga. Gagasan ini mulai dilontarkan oleh Ketua Pokja AMPL pada waktu itu, yaitu Ir Basah Hernowo. Pada tahun 2004 awal, gagasan ini mulai bergulir terutama dengan dukungan yang kuat dari anggota Pokja AMPL Nasional dari Departemen Pekerjaan Umum. Cita-cita ideal waktu itu adalah menyi- apkan dokumen kebijakan berbasis lembaga, yang kemudian disandingkan dengan kebijakan berbasis masyarakat, yang kemudian dipayungi oleh kebi- jakan menyeluruh tentang AMPL.

Berbeda dengan kebijakan berbasis masyarakat, kebijakan berbasis lemba-

ga memiliki tantangan yang lebih kom- pleks, mengingat telah banyaknya diluncurkan beberapa produk pera- turan sektoral mengenai sektor air mi - num.

Pengalaman keberhasilan dalam penyusunan kebijakan AMPL berbasis masyarakat tidak terjadi pada pengem- bangan kebijakan berbasis lembaga. Pada wilayah berbasis masyarakat memang saat itu terjadi kekosongan atau ketiadaan kebijakan, sehingga semua pelaku dengan aklamasi men-

L APORAN U 07 TAMA

Percik Juni 2009

Dalam pelatihan AMPL perlu menyelipkan permainan-permainan untuk mengurangi kebosanan

peserta. Foto: Dok. Waspola

dukung proses penyusunan kebijakan ini. Pada wilayah berbasis lembaga, hal tersebut tidak sama, sehingga sulit menyamakan persepsi dalam men- dudukkan kebijakan ini dalam konste- lasi produk-produk sejenis.

Sesungguhnya, pemahaman dasar kedua wilayah kebijakan sudah diper- oleh, bahwa baik pada berbasis masyarakat maupun berbasis lembaga diperlukan upaya-upaya perbaikan. Perlu dilakukan pelibatan banyak pihak dalam memperbaiki kinerja pembangunan AMPL bagi keduanya. Dan kalau belajar dari kebijakan berbasis masyarakat, sesungguhnya hal yang penting adalah bukan doku- men kebijakannya, tetapi proses inter- aksi para pelaku dalam pengembangan kebijakannya. Di situ para pelaku dapat saling belajar untuk memper- baiki kekurangan dalam penyeleng- garaan pembangunan AMPL di Indonesia.

Dengan upaya yang keras dari Pokja AMPL Nasional, draf pertama Kebijakan AMPL Berbasis Lembaga dapat tersusun pada Maret 2003. Pada Mei 2003 dilakukan revisi pada konsep pertama, pada Juni 2003 konsep per- tama direvisi untuk kedua kali. Konsep kedua tersusun pada November 2004. Konsep ketiga pada Desember 2004. Konsep ketiga revisi pertama pada Desember 2004 dan revisi kedua pada April 2005. Konsep terakhir dari Kebijakan Pembangunan AMPL Berbasis Lembaga, telah dikonsul- tasikan kepada pejabat eselon 1 di Kementerian Lingkungan Hidup, Ditjen PMD Depdagri, dan Ditjen Bina Bangda Depdagri.

Dengan makin intensifnya kegiatan implementasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di daerah, perhatian Pokja AMPL Nasional ter- hadap kebijakan berbasis lembaga menjadi kurang. Dan sampai saat ini belum ada rencana untuk melanjutkan kegiatan perbaikan atau upaya-upaya lanjutannya.

Adopsi dan Implementasi Kebi - jak an AMPL

Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No.

32 tahun 2004, pembangunan pelayanan dasar termasuk di dalamnya sektor air minum dan penyehatan lingkungan merupakan kewajiban daerah, baik provinsi maupun kabu- paten. Sedangkan kewajiban pemerin- tah pusat dibatasi hanya pada aspek pembinaan, pengawasan, dan bantuan teknis saja.

Hal tersebut sudah diantisipasi oleh pemerintah pusat (kelompok kerja lintas departemen) dengan berusaha meningkatkan kapasitas daerah dalam pengelolaan air minum dan penyehatan lingkungan, khusus- nya yang dikelola berbasis masyarakat. Upaya ini dijabarkan dalam bentuk fasilitasi kebijakan kepada daerah secara bertahap. Asumsinya adalah apabila daerah telah memahami kebi- jakan, kemudian mengadopsinya, diharapkan dapat memiliki kemam- puan dalam pengelolaan sektor AMPL sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri, yaitu yang menekankan pada aspek keberlanjutan baik teknis, pem- biayaan, sosial, institusi, dan ling - kungan.

Dalam perkembangannya, proses adopsi dan implementasi kebijakan berjalan secara evolutif, sejalan dengan teori Gunn yang menyatakan bahwa; implementation as an evolutionary process. Juga sejalan dengan Bardach (1977) yang menyatakan bahwa; imple- mentation as a political game: imple- mentation is a game of "bargaining, persuasion, and maneuvering under conditions of uncertainty.

Ketika mulai diujicobakan, pada saat itu sedang bersamaan dengan proses pelaksanaan UU No. 22 tahun 1999, di mana peranan kabu pa - ten/kota sangat dominan, sedangkan peranan provinsi tidak begitu jelas didefinisikan. Uji coba kebijakan, oleh karena itu langsung ke kabupaten;

yaitu Kabupaten Solok, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Subang dan Kabupaten Sumba Timur.

Pada putaran berikutnya di tahun 2004, ketika UU No. 32 tahun 2004 sebagai revisi UU No. 22 tahun 1999 diberlakukan, implementasi kebijakan mulai melibatkan provinsi, tetapi fokus masih di tingkat kabupaten. Ka bu - paten yang difasilitasi meliputi Kabu - paten Sawahlunto Sijunjung, Bangka Selatan, Lebak, Kebumen, Lombok Barat, Pangkep, dan Gorontalo.

Pada tahun 2005, ketika peranan provinsi sudah lebih jelas, peranan provinsi ditingkatkan untuk men- dampingi kabupaten. Provinsi yang didampingi adalah wilayah kerja sebelumnya, yaitu provinsi-provinsi Sumatera Barat, Bangka Belitung, Banten, Jawa Tengah, NTB, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo yang masing- masing provinsi mendampingi 3 kabu- paten di wilayahnya.

Sampai dengan tahun 2009, telah dilakukan fasilitasi adopsi dan imple- mentasi Kebijakan AMPL Berbasis Masyarakat di 9 provinsi dan 70 kabu- paten/kota, yang langsung dilakukan Pokja AMPL Nasional melalui WAS - POLA. Sedangkan melalui proyek lain, telah mencakup 4 provinsi melalui CWSHP-ADB, 3 provinsi baru mela lui WES-UNICEF.

Leadership dalam Perubahan Kebijakan

Perubahan kebijakan atau refor- masi kebijakan memerlukan pe - ngawalan, yaitu individu yang memili- ki komitmen penuh untuk melakukan perubahan. Persyaratan tersebut diperlukan karena reformasi kebijakan adalah proses yang penuh tantangan, terutama dalam merubah cara pan- dang dan cara pikir yang telah diyakini sebagai kebenaran. Dalam perkem - bangannya, upaya reformasi kebijakan pembangunan AMPL di Indonesia mengalami banyak tantangan, teruta- ma dari pelaku kuncinya sendiri.

L APORAN U 08 TAMA

Percik Juni 2009

Percik Juni 2009

09 L APORAN U TAMA

selanjutnya sepenuhnya berada dalam kendali Pokja AMPL. Kegiatan WASPOLA lebih intensif melakukan pendampingan daerah dalam rangka meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan pemba - ngunan AMPL berbasis masyarakat. Diseminasi kebijakan giat dilakukan, pelatihan-pelatihan dilakukan baik secara nasional maupun regional. Pada kurun ini, lahir majalah Percik yang terbit tiga bulanan dengan fokus mewartakan informasi bagi para

Waspola memancing kepekaan berpikir para peserta pelatihan AMPL.

pelaku AMPL di Indonesia.

Periode ini merupakan periode Hanya dengan upaya yang keras dan

Foto: Dok. Waspola

ekstensifikasi Pokja AMPL, melalui sungguh-sungguh saja, kalau sekarang

pola pikir dan cara pandang baru ter-

media yang dimilikinya berusaha men- telah tersusun Kebijakan Nasional

hadap pembangunan air minum dan

jangkau semua stakeholder pemba - AMPL Berbasis Masyarakat.

penyehatan lingkungan yang berbasis

ngunan AMPL. Patut dicatat sebagai Pada awalnya, kelompok kerja

masyarakat.

capaian penting, selain hasil tersebut WASPOLA - yang kemudian lebih tepat

Ketika Medrilzam mengakhiri

di atas adalah newsletter AMPL, disebut Pokja AMPL - merupakan

tugasnya di Biro Permukiman Perko -

Percik Yunior, publikasi elektronik sekelompok individu yang berasal dari

taan Bappenas, Basah Hernowo seba-

berupa CD/DVD, dan terbentuknya berbagai departemen yang dipimpin

gai atasannya yang selama itu men-

Jejaring AMPL. Jejaring ini meru- oleh Bappenas. Mereka terikat secara

dukung Medrilzam, turun tangan lang-

pakan sebuah wadah bagi para pelaku historis karena terlibat dalam pemba -

sung menangani kegiatan terkait de-

yang peduli AMPL di Indonesia, terdiri ngunan air bersih -istilah ini kemudian

ngan kegiatan pengembangan kebi-

dari lembaga dan individu, yang sepa- menjadi air minum- khususnya Proyek

jakan. Di tangan Basah Hernowo -saat

kat untuk bahu-membahu bersinergi Inpres. Pada tahap awal, figur yang

itu sebagai Kabag Permukiman pada

dalam mengusung keberlanjutan pem- menonjol dan aktif dalam kelompok

Biro Permukiman dan Perkotaan, sam-

bangunan AMPL di Indonesia. kerja adalah Medrilzam, seorang staf

pai akhirnya menjabat Direktur Per -

Ketiga orang di atas merupakan Bappenas yang ditugaskan menjadi

mukiman dan Perumahan Bappenas-

figur kunci dalam proses reformasi koordinator kegiatan-kegiatan WAS -

kegiatan dilanjutkan. Pada periode

pembangunan AMPL khususnya yang POLA.

Basah Hernowo-lah kebijakan disele-

berbasis masyarakat. Tetapi hasil yang Kegiatan yang dilakukan adalah

saikan, dengan langsung me lakukan

dicapai bukan semata-mata jerih rapat-rapat, lokakarya, dan pelatihan

pengeditan akhir secara internal di

payah mereka, karena anggota kelom- bagi anggota kelompok kerja, baik

Bappenas.

pok kerja lain yang berasal dari dilakukan di dalam negeri maupun

Pada awal tahun 2004, pena -

departemen terkait juga sangat berpe - luar negeri. Medrilzam -saat itu staf

nganan kegiatan WASPOLA dan

ran. Beberapa nama perlu dicatat disi- Biro Perkotaan dan Perdesaan- telah

kelompok kerjanya diserahkan kepada

ni, dari Departemen Pekerjaan Umum, berhasil menanamkan fondasi refor-

Oswar Mungkasa yang telah aktif sejak

antara lain Handi B. Legowo, Bambang masi kebijakan sektor air minum (saat

tahun 2003. Oswar Mungkasa adalah

Purwanto, Joko Mursito, Andreas itu air bersih) dan penyehatan ling -

staf Direktorat Permukiman dan

Suhono, Purnama, Endang Setia - kungan. Sampai dengan tahun 2002,

Perumahan Bappenas dengan posisi

ningrum, Essy Assiah, Savitri Rus - WASPOLA dan kelompok kerja yang

terakhir sebagai Kasubdit Drainase

dyan ti, Rina Agustin, Nina Indrasari, didukung WSP-EAP berhasil me laku -

dan Persampahan. Pada periode ini,

Muria Istamtiah, Tamin MZ Amin, dan kan berbagai ujicoba dan melakukan

dilakukan perubahan besar. Kelompok

Susmono. Dari Departemen Kesehatan stu di-studi lapangan untuk mem-

kerja yang tadinya dikenal sebagai

antara lain Abdullah Munthalib, perkaya khasanah kebijakan yang se -

kelompok kerja WASPOLA lebih

Hening Darpito, Hartoyo, Suprapto, dang dikembangkan. Sejalan dengan

didudukkan sebagaimana mestinya,

Sutjipto, Djoko Wartono, Ismail Malik, itu, secara pelan terus membangun

sebagai Kelompok Kerja AMPL.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan

Zainal Nampira, Upi Pimanih, Atje

Percik Juni 2009

10 L APORAN U TAMA

Hayati, dan Wan Alkadri. Dari Departemen Dalam Negeri antara lain

WASPOLA 2

Djohan Susmono, Ivan Rangkuti, Pipip

ASPOLA 2 merupakan kelanjutan dari

Komponen Kegiatan

Rip'ah, Rewang Budiyana, Veronica

Proyek WASPOLA--yang kemudian

Penerapan Kebijakan

Dwi Utari, Frida Ariyanti, Togap

disebut WASPOLA 1-yang telah

Penerapan kebijakan meliputi kegiatan

dalam operasionalisasi kebijakan yang telah Nusi, dan Indar Parawansa. Dari KLH

Siagian, Rheidha Pambudhi, Helda

berhasil dilaksanakan pada kurun waktu 1998-

2003. WASPOLA 1 fokus pada dukungan teknis

dikembangkan pada WASPOLA 1. Kebijakan

diantaranya Wiryono, Chairudin, Nasional AMPL Berbasis Masyarakat perlu

dalam penyusunan kebijakan untuk mengantisi-

diadopsi dan diimplementasikan oleh para pe- Ratna Kartikasari. Dari Bappenas

pasi masalah rendahnya akses dan tingkat

ngelola pembangunan AMPL. dicatat antara lain Sujana Rohyat,

pelayanan, yang menyebabkan buruknya kondisi

kesehatan lingkungan, terutama untuk

Reformasi Kebijakan

Komponen ini merupakan jawaban ter- Pungkas AB, Virgiyanti, Salusra

Arum Atmawikarta, Utin Kiswanti,

masyarakat miskin di Indonesia. WASPOLA 1

fokus pada pengelolaan air minum dan penye-

hadap kebutuhan yang lebih luas dan proses per-

baikan yang menerus, sebagai tanggapan ter- Widya, Maraita Listyasari, dan

hatan lingkungan (AMPL) berbasis masyarakat

hadap pengalaman periode sebelumnya dan Nugroho Tri Utomo.

inovasi pendekatan dan metodologi penerapan

perubahan dalam berbagai aspek. Fokus kompo- Orang-orang tersebut di atas meru-

pendekatan tanggap kebutuhan dan partisipatif.

nen ini adalah perbaikan aspek penyehatan pakan pengawal kegiatan reformasi

Durasi proyek WASPOLA 2 mulai 2004 sampai

lingkungan, baik pada kebijakan berbasis kebijakan. Mereka adalah orang-orang

masyarakat maupun berbasis lembaga, serta

kebijakan air minum berbasis lembaga. yang ditugaskan untuk meluangkan

Tujuan Umum

Untuk meningkatkan akses masyarakat

Manajemen Pengetahuan

waktu, tenaga, dan sumber dayanya

Komponen ini menjawab kebutuhan dalam untuk mengawal kegiatan-kegiatan

Indonesia, terutama masyarakat miskin ter-

hal mendapatkan dan menyebarkan informasi yang berkaitan dengan proses refor-

hadap pelayanan air minum dan penyehatan

untuk memfasilitasi perencanaan dan peman- masi kebijakan pembangunan AMPL

lingkungan yang layak.

tauan sektor AMPL, serta untuk mendukung

di Indonesia. pengembangan kapasitas yang berkelanjutan.

Tujuan Khusus

Kegiatan yang tercakup dalam komponen ini Dukungan orang-orang kunci pada

Untuk meningkatkan kapasitas pemerintah

antara lain keterkaitan dengan stakeholder lain tahap awal merupakan kunci keber-

Indonesia dalam melaksanakan kebijakan dan

termasuk proyek lain, donor, LSM, swasta, dan hasilan adopsi kebijakan pada tingkat

meneruskan proses reformasi kebijakan sektor

perguruan tinggi yang berpotensi dalam per- nasional. Melalui proses konsultasi,

AMPL, dan mendorong penerapan pendekatan

tanggap kebutuhan dan partisipasi.

tukaran pembelajaran. Studi, penerapan pen- dekatan yang inovatif, dan pelatihan-pelatihan

para anggota kelompok kerja mem- terkait juga tercakup dalam komponen ini. berikan masukan kepada Komite

peningkatan kapasitas Pokja AMPL Committe) terdiri dari Direktur

Pengarah Pusat (CPC=Central Project

bat secara aktif dalam berbagai

Daerah. Seiring dengan itu, eksistensi Jenderal Cipta Karya Departemen

kegiatan yang dilakukan dengan

Pokja AMPL Nasional semakin ber - Pekerjaan Umum, Departemen Dalam

difasilitasi oleh satu sekretariat proyek

kibar, dan sekretariat WASPOLA lebih Negeri terdiri dari Direktorat Jenderal

yang dinamai WASPOLA.

memposisikan diri sebagai pendukung Pembangunan Daerah dan Direktorat

dari kegiatan Pokja. Jenderal Pengembangan Masyarakat

Ekstensifikasi Pokja dalam

Setelah sukses dengan ujicoba di dan Desa, Direktorat Jenderal

Implementasi Kebijakan AMPL

empat kabupaten di 4 provinsi pada Pemberantasan Penyakit Menular dan

Ketika proyek WASPOLA mulai

tahun 2002/2003, implementasi kebi- Penyehatan Lingkungan Departemen

digulirkan, kegiatan yang dilakukan

jakan dikembangkan ke 7 provinsi di 7 Kesehatan, Departemen Keuangan,

terbatas pada hal-hal yang sifatnya

kabupaten/kota pada tahun 2004, dan Kementrian Lingkungan Hidup,

introduksi pada pentingnya reformasi

kemudian dikembangkan lagi menjadi yang dipimpin oleh Deputi Sarana dan

kebijakan. Beberapa aktifitas

9 provinsi di 49 kabupaten/kota pada Prasarana Bappenas.

dilakukan dengan frekuensi yang tidak

tahun 2006. Tahun 2005 tidak ada Komite pengarah tersebut memberi

tinggi. Rapat kelompok kerja, seminar,

penambahan provinsi, namun kabu- arahan dalam rapat yang diseleng-

lokakarya dilakukan dengan jadwal

paten/kota bertambah menjadi 24. garakan tiap semester kepada kelom-

yang relatif jarang.

Tidak berhenti disini, daerah lain pun pok kerja antar departemen yang ter-

Inisiatif kegiatan lebih cenderung

disasar melalui kemitraan dengan diri dari pejabat eselon 2 ke bawah.

dilakukan oleh WSP-EAP melalui

proyek AMPL yang sedang maupun Kelompok kerja yang dipimpin oleh

sekretariat WASPOLA. Baru pada

akan berjalan, misalnya WSLIC-2, Direktur Permukiman dan Perumahan

tahun 2003 menjelang peralihan ke

ProAir, CWSHP, WES UNICEF, dan Bappenas inilah yang sehari-hari terli-

WASPOLA 2, kegiatan lebih intensif

dilakukan, khususnya dalam kegiatan

PAMSIMAS.

L APORAN U 11 TAMA

Percik Juni 2009

Ada kesepakatan pada tingkat pengambil keputusan nasional, bahwa daerah harus memiliki kemampuan dalam pengelolaan AMPL, khususnya yang berbasis masyarakat, karena diyakini akan meningkatkan kinerja pembangunan, khususnya keberlan - jutan sarana yang dibangun. Sampai saat ini, daerah-daerah baik mitra langsung maupun melalui proyek lain, telah diperkenalkan kepada substansi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat.

Sebagian besar telah mengikuti pelatihan-pelatihan dalam materi- materi yang dibutuhkan untuk menjadi pengelola AMPL berbasis masyarakat. Pelatihan-pelatihan yang telah diberikan, diantaranya pembentukan kelompok kerja, metodologi partisi- patif, dasar fasilitasi, teknik penyusunan rencana strategis, komu- nikasi dan CLTS. Hasil dari pelatihan tersebut adalah terbentuknya Pokja AMPL Daerah, tersusunnya rencana strategis AMPL daerah dan berlang- sungnya fasilitasi kebijakan pada tingkat daerah.

Sejalan dengan upaya perluasan wilayah dampingan, di tingkat pusat pun kegiatan Pokja AMPL Nasional semakin luas. Kegiatan pengembangan Jejaring AMPL adalah salah satu kegiatan yang mendapat sambutan luas dari stakeholder AMPL nasional. Dalam konteks ini, WASPOLA menem- patkan diri sebagai bagian dari jejaring ini, sekaligus menjadi back up bagi Pokja AMPL nasional dalam melaku - kan kegiatannya.

Jalan Masih Panjang

Luas wilayah menjadi tantangan Mengingat jumlah kabupaten dan provinsi di Indonesia yang demikian besar, sekitar 500 kabupaten/kota dan

33 provinsi, maka yang dilakukan oleh kelompok kerja dan sekretariat WASPOLA baru mencapai 11 persen kabupaten dan 20% provinsi.

Diperlukan upaya-upaya terobosan

yang dapat meningkatkan akselerasi adopsi dan implementasi kebijakan, supaya pencapaian daerah dapat menyeluruh di Indonesia. Walaupun secara nasional seluruh stakeholder telah mengadopsi dan mengimplemen- tasikan kebijakan, ini karena mereka terlibat langsung dalam proses pe - nyusunan, tetapi pada tingkat daerah hal tersebut memerlukan pengujian.

Secara teori, apabila logika kebi- jakan dapat diterima oleh sebagian besar daerah, baik daerah yang sudah mengenal kebijakan cukup lama maupun daerah yang baru, maka pe- luang penerapan kebijakan secara luas cukup tinggi.

Permasalahan kritis berikutnya adalah masalah efisiensi fasilitasi kebi- jakan dalam rangka meningkatkan keberhasilan adopsi dan implementasi kebijakan. Apakah model fasilitasi yang selama ini berlangsung dapat diteruskan setelah proyek WASPOLA berakhir? Apakah sumber daya yang ada dapat mendukung kegiatan seru- pa? Atau perlu dicari model lain yang lebih efisien dari segi biaya tanpa me - ngurangi kualitas hasil yang diperoleh? Persoalan klasik: dana tidak pernah mencukupi.

Pemerintah juga memiliki komit- men untuk mencapai target milenium (MDGs) yang harus dipenuhi pada tahun 2015, yaitu melayani separuh penduduk yang belum memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi. Berdasarkan national action plan bidang air minum dan sanitasi Departemen Pekerjaan Umum 2004, untuk sub sektor air minum diperlukan peningkatan pelayanan sampai dengan 88% dari 74% pada tahun 2015.

Sedangkan untuk sub sektor sani- tasi (air limbah) harus mencapai 75% dari 54% pada tahun 2015. Adapun perkiraan dana yang diperlukan untuk memenuhi target tersebut adalah Rp

42 triliun untuk air minum dan sekitar Rp 43 triliun untuk sanitasi. Artinya diperlukan dana investasi sekitar Rp

8,5 triliun pertahunnya sampai dengan tahun 2015.

Kesenjangan pendanaan ini dapat dipenuhi melalui berbagai skema pen- danaan, seperti pinjaman luar negeri, investasi swasta, dan penggalian potensi masyarakat. Banyak program telah dirancang oleh pemerintah, baik melalui dana sektoral maupun pin - jaman. Namun demikian, investasi baru ini perlu optimalisasi dengan lebih memperhatikan aspek keberlan- jutan sarana yang dibangun. Tanpa itu, investasi baru tidak akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan akses yang berkelanjutan karena investasi yang lama sudah rusak atau tidak dipergunakan. Perhatian terhadap sektor masih perlu dipacu

Besaran belanja pemerintah untuk sektor AMPL merupakan bagian dari komponen perumahan dan fasilitas umum sebesar Rp 2,3 triliun. Ini meru- pakan proporsi yang sangat kecil dari belanja pemerintah pusat, yaitu 0,3% dari Rp 266 triliun. Bila dibandingkan dengan sektor jalan sebesar Rp 10,8 triliun, maka sektor air minum dan air limbah sangat kecil dalam jumlah yang menunjukkan juga kecilnya prioritas sektor ini.

Rendahnya prioritas pembangunan AMPL ini bukan saja pada tingkat pemerintah pusat, tetapi juga pada tingkat pemerintah daerah. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh proyek WASPOLA tahun 2005, tentang Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Pasca Desentralisasi yang dilakukan di 10 kabupaten (Musi Banyuasin, Solok, Subang, Sumba Timur, Lamongan, Bandung, Takalar, Kuningan, Lumajang, dan Sikka), alokasi dana sektor air minum dan sanitasi di sepu- luh daerah studi sepanjang tahun 2003-2005 berkisar antara 0.01% sam- pai 1.37% dari total belanja APBD.

Data tersebut diperkuat dengan temuan studi review pembiayaan sek-

Percik Juni 2009

12 L APORAN U TAMA

tor AMPL di daerah WASPOLA yang

melihat bahwa penempatan prioritas dilakukan oleh WSP-EAP World Bank,

dah sekali, seperti ditampilkan pada

yang rendah oleh pemerintah terhadap yang menyimpulkan bahwa anggaran

tabel di bawah ini. Michel Camdesus

pendanaan sektor air minum dan sani- pemerintah untuk sektor AMPL ren-

dalam catatannya pada World Panel on

Financing Water Infrastructure (2003)

tasi merupakan isu yang utama. Di samping itu, sektor AMPL masih menghadapi isu internal yang masih belum terselesaikan, seperti kebi - ngungan masalah sosial, lingkungan, komersial, masalah politis, kelemahan manajemen dan ketidakjelasan tujuan pengelolaan, ketidakcukupan kerangka kebijakan, kurangnya transparansi, ketiadaan badan regulasi, dan resisten- si terhadap prinsip cost recovery.

*National Project Coordinator

Lokakarya Sinergi Rencana Pelaksanaan Program Waspola Facility (Waspofa) dan Serah Terima Waspola 2

P berakhir Juni 2009. Program yang fasilitasi Waspola diaplikasi di kabu- untuk melanjutkan daerah-daerah

rogram Water Supply and

berbagai pihak mempunyai harapan Sanitation Formulation and

diwadahi melalui Kelompok Kerja Air

besar program Waspola setelah Action Planning (Waspola) 2

Minum dan Penyehatan Lingkungan

(Pokja AMPL) yang kemudian dengan

berakhirnya Waspola 2 terus berlanjut

diinisiasi Pemerintah Indonesia,

yang belum mendapatkan akses air didanai AusAID dan difasilitasi WSP

paten/kota dan provinsi.

minum dan sanitasi secara baik. Bank Dunia telah berlangsung sejak

Sampai saat ini telah terbentuk 63

Menandai keberlanjutan program 1998 dengan fokus penyusunan

Pokja AMPL kabupaten/kota dan 13

Waspola, pada Kamis, 25 Juni 2009 Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat.

Pokja AMPL provinsi. Untuk itulah,

Kegiatan ini berakhir pada tahun 2003 dan disebut sebagai Waspola 1. Kemudian dilanjutkan dengan Waspola

2 hingga tahun 2009 dengan fokus pada implementasi kebijakan dan pe- ningkatan kapasitas.

Waspola merupakan kerja terpadu yang melibatkan Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Kesehatan, Departemen dalam Negeri, Kemeterian Lingkungan Hidup, Departemen Keuangan dibawah koor- dinasi Bappenas. Keterpaduan

Perwakilan Waspola menyerahkan tanda mata kepada pejabat dari Departemen terkait.

Foto: Stela Vendredi

Percik Juni 2009

13 L APORAN U TAMA

Permukiman Bappenas Budi Hidayat memaparkan bagaimana program Waspola Facility sebagai kelanjutan Waspola 2. Waspofa, paparnya, mem- punyai tujuan umum adalah meningkatkan akses masyarakat Indonesia khususnya masyarakat miskin terhadap layanan AMPL yang cukup berkelanjutan.

”Sementara tujuan khususnya, memperkuat kapasitas pemerintah dalam pengelolaan AMPL melalui fasi- litas yang fleksibel yang dapat men- dukung kebutuhan terkait dengan pengembangan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan sektor AMPL,” ungkap Budi.

Budi Hidayat melanjutkan, lokakarya ini mengamanatkan, perlu-

Sebelum acara serah terima Waspola 2, diawali santap malam. Foto: Bowo Leksono nya memelihara momentum kegiatan diselenggarakan Lokakarya Sinergi

agar tidak terjadi stagnasi yang terlalu Rencana Pelaksanaan Program

pengarah (steering committee) yang

lama. Perlu disiapkan rencana kerja 6 Waspola Facility (Waspofa) dan Serah

terdiri dari tiga pihak yaitu Pemerintah,

bulan pertama, diantaranya terpenting Terima Waspola 2, di Jakarta.

AusAID, dan Bank Dunia. Sementara

adalah persiapan administrasi, penilai- Lokakarya diselenggarakan sebagai

kegiatan persiapan yang akan

an kebutuhan, dan penyiapan Rencana upaya mendapatkan masukan bagi

dilakukan adalah penyelesaian persetu-

Kerja tahun pertama. ”Amanat lain penyusunan desain Waspofa atau

juan antara Pemerintah dengan

adalah secepatnya disediakan kantor Waspola 3 yang merupakan kelanjutan

AusAID, penyelesaian persetujuan

untuk kegiatan Waspofa dan segera Waspola 2. Lokakarya kemudian dilan-

hibah antara Bank Dunia dengan

merekrut tim inti untuk menyelesaikan jutkan dengan penyerahan simbolis

Pemerintah Indonesia, dan kesepa-

proses persiapan proyek,” tuturnya. hasil Waspola 2 kepada pemerintah

katan mekanisme penganggaran.

Pada lokakarya itu, peserta ber- Indonesia yang diwakili Deputi Sarana

Deputi Sarana dan Prasarana

kesempatan mendengarkan tanggapan dan Prasarana Bappenas Dedy Supriadi

Bappenas Dedy Supriadi Priatna dalam

dan masukan dari lembaga donor dan Priatna.

sambutannya mengatakan Waspola

departemen terkait. Pelaksana tugas Lokakarya sehari tersebut dihadiri

adalah suatu program yang bagus dan