135065806 Makalah Hubungan Antara Kebiasaan Menonton Acara Informasi Di Televisi Terhadap Perilaku Belajar Siswa

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat
ini sangat cepat. Perkembangan tersebut berpengaruh pada kehidupan masyarakat
termasuk di dalamnya bidang pendidikan. Bidang pendidikan merupakan aspek
utama dalam membangun kualitas sumber daya manusia. Secara filosofis pendidikan
merupakan proses kemanusiaan yang diperlukan untuk memberikan kesempatan
pada setiap orang untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia berbudaya dan
beradab. Pendidikan juga dapat menjadikan manusia memiliki berbagai kemampuan
kemanusiaan untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan kehidupan
(Gaffar, 2001,:14). Pendidikan akan membentuk sebuah budaya masyarakat tertentu.
Budaya adalah dasar terbentuknya kepribadian manusia, dari budaya dapat terbentuk
identitas manusia, identitas suatu masyarakat dan identitas bangsa (Tilaar1998:8).
Budaya itu pula membawa seseorang memasuki budaya global dalam dunia terbuka
dewasa ini. Oleh kerena itu, pemerintah harus menjadikan pendidikan sebagai solusi
pembangunan bangsa. Indonesia baru yang kita cita-citakan adalah suatu negara dan
masyarakat yang mampu bekerjasama, menghargai, bermoral, dan menciptakan

kreasi positif untuk memajukan negara.
Pendidikan merupakan sebuah proses untuk memperbaiki kondisi bangsa.
Bagaimana kondisi pendidikan di Indonesia?

1

Sejarah

membuktikan

bahwa

2

sekitar 1980-an Indonesia adalah negara di Asia yang paling banyak menghasilkan
guru, bahkan banyak pendidik Indonesia yang dikirim ke Malaysia untuk melakukan
pengajaran. Kondisi negara juga sedang berkembang pesat, dengan kualitas sumber
daya alam yang mendukung maka bangsa kita sangat strategis untuk dijadikan
referensi dalam pendidikan. Namun kondisi krisis saat ini sangat berimplikasi bagi
proses pendidikan. Masyarakat merasa pendidikan tidak penting, hal ini dapat dilihat

dengan jumlah peserta didik yang rendah, banyaknya pengagguran usia sekolah, dan
menurunnya moralitas bangsa. Moralitas bangsa merupakan hal yang sangat
substantif dalam membangun sumber daya manusia. Salah satunya proses
pendidikan adalah pembelajaran.
Pembelajaran merupakan proses belajar dan pengajaran yang dilakukan
secara bertahap untuk mengubah perilaku seseorang (Sumadi: 1994:253).
Pembelajaran merupakan suatu system, berarti pengajaran itu terdiri dari sejumlah
komponen yang secara teratur saling berhubungan dan bergantung untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Perbedaan pembelajaraan dengan pengajaran lebih
kepada proses dan siapa yang melakukanannya. Pembelajaran proses belajar
mengajar tetapi pengajaran merupakan proses memberikan pelajaran. Komponenkomponen tersebut adalah Guru, Siswa, kurikulum, sumber belajar, media, dan
fasilitas. Guru merupakan sumber daya manusia yang sangat penting untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Bagaimana guru mempunyai pengetahuan,
penggunaan media, metode, dan lain-lain, yang digunakan guru sangat berpengaruh
bagi perkembangan siswa.

3

Keberhasilan belajar mengajar juga dipengaruhi oleh faktor siswa.
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Clark dalam Nana Sudjana (1995:39)

bahwa 70% hasil belajar siswa disekolah dipengaruhi oleh

kemampuan siswa

dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Keberhasilan dan perilaku belajar siswa
bergantung dari lingkungan. Media pembelajaran, baik yang dua dimensi maupun
tiga dimensi sangat berpengaruh bagi peningkatan prestasi belajar.
Media televisi merupakan media pembelajaran tiga dimensi yang sangat
efektif untuk membantu peningkatan pengetahuan siswa (Mulyono, 1980: 10-12).
Media televisi sangat membantu siswa dalam menampilkan gambar gerak dan
benda-benda yang tidak dapat dilihat secara langsung.
Perkembangan media massa, baik media massa cetak maupun media massa
elektronik juga sangat mempengaruhi moralitas bangsa. Media massa bagi
masyarakat tidak hanya berperan sebagai penyebar informasi dan perstiwa yang
terjadi, tetapi media massa juga berperan sebagai media hiburan, pendidikan, dan
sosialisasi serta propaganda (Hiebert, 1979:56). Fungsi media lainnya sebagai sarana
untuk membujuk orang agar membeli barang-barang baru, membujuk untuk
mengadopsi suatu inovasi, bahkan mengubah selera budaya seseorang (Defluer &
Rokeach, 1982). Media sangat berperan sebagai system control dan membuat publik
opini. Masyarakat menjadikan informasi dari media massa elektronik dan media

massa cetak merupakan sumber utama.
Sejak tahun 1999, Habibie sangat mendukung bahkan memberikan jaminan
kebebasan kepada pers. Kondisi demikian merupakan kemajuan dalam demokrasi.
Setelah

itu

bermunculan

banyak

media

massa

cetak

dan

elektronik


4

baru. Hal ini ditandai pada tahun 2000 mengudara 2 stasiun televisi baru yaitu:
Metro TV dan Trans TV, serta pada tahun berikutnya disusul TV 7 dan LATIVI.
Televisi sebagai salah satu media massa elektronik, memiliki beberapa
kelebihan dalam penyajiannya. Kelebihannya adalah televisis dapat meguasai jarak
dan ruang. Televisi dapat menjangkau massa yang banyak dan informasi yang
disampaikan sangat aktual. Televisi juga mempunyai daya tarik yaitu: informasi atau
berita yang disampaikan lebih singkat, jelas, dan sistematis, sehingga pemirsa tidak
perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi (Kuswandi, 1996).
Perkembangan televisi begitu pesat, dengan banyaknya pilihan tayangan di
berbagai stasiun televisi maka mempengaruhi pola hidup masyarakat. Televisi akan
menimbulkan dampak positif dan negatif bagi penontonnya. Maraknya tayangan
yang bersifat kekerasan pada televisi dikhawatirkan akan menimbulkan tindakan
agresif pada anak-anak. Tayangan-tayangan yang mengandung unsur pornografi
diduga sebagai penyebab meningkatnya kasus perkosaan dan perilaku seks bebas.
Tayangan-tayangan televisi menampilkan trend-trend aktual seperti model pakaian,
model rambut, selera musik, tempat-tempat gaul, dan lainnya yang kemudian ditiru
Selain televisi, faktor pengaruh lingkungan sangat penting dalam mengubah

perilaku siswa. Siswa berinteraksi sosial tidak hanya dengan televisi, tetapi juga
dengan keluarga dan lingkungannya. Keluarga adalah kelompok pertama siswa
berinterkasi dan menjadikan kebiasaan dalam keluarga sebagai pedoman
berperilaku.

5

Tayangan televisi merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam
perubahan perilaku remaja. Tayangan televisi dan kebiasaan menonton acara
informasi merupakan dua faktor yang saling berhubungan untuk mempengaruhi
perilaku remaja. Tayangan televisi dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1.

Acara pendidikan, yaitu : jenis acara yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan pemirsa. Acara pendidikan di televisi dibedakan
menjadi dua, yaitu pendidikan sekolah dan luar Pendidikan sekolah.
Pendidikan

sekolah


meliputi

acara

pengetahuan

pelajaran

sekolah

(Matematika, IPA, dan yang lainnya) dan cerdas cermat. Acara pendidikan
luar sekolah meliputi acara ceramah agama.
2.

Acara Informasi, yaitu : jenis acara yang bertujuan untuk
memberikan informasi kepada pemirsa, contohnya : berita, informasi
mengenai kesehatan, informasi mengenai profil tokoh, dan film dokumenter.

3.


Acara hiburan, yaitu jenis acara yang bertujuan untuk memberikan
hiburan kepada masyarakat, berupa film, sinetron, kuis, drama, komedi,
musik, dan lain-lain.

Sehubungan dengan itu maka pengetahuan penonton akan sangat berbeda-beda,
hal ini dapat berhubungan dengan jenis acara apa yang paling disukai dan paling
banyak ditonton. Pengetahuan seseorang dapat didukung oleh informasi yang
diterimanya melalui televisi. Penelitian ini sangat berpengaruh untuk melakukan
sebuah pengembangan program televisi. Penonton televisi harus mengetahui
manfaat

dari

tayangan - tayangannya.

Penonton televisi

juga

harus


6

mengetahui pengaruh lingkungannya untuk peningkatan pengetahuan. Dewi
(1992) mengatakan bahwa televisi membawa pengaruh positif bagi aspek
pengetahuan pelajar sekolah. Menurut penelitian Hapsari (1995) menunjukkan
bahwa frekuensi menonton film sangat mempengaruhi pengetahuan siswa seperti
siswa menonton film horor dapat mempengaruhi pengetahuan dan persepsi siswa
tentang kenyataan dunia supernatural disekitarnya. Menurut Riana (1995) televisi
berpengaruh positif terhadap peningkatan pengetahuan siswa sekolah. Hal ini dapat
dilihat dengan siswa yang mengetahui banyak di luar pelajaran yang diajarkan di
sekolah.
Kuswandi dalam Wini (1999:11) mengatakan bahwa terdapat beberapa
efek dan dampak yang ditimbulkan oleh media massa khususnya tayangan
televisi terhadap pemirsa, sebagai berikut:
1.

Dampak kognitif, yaitu kemampuan seseorang (pemirsa) untuk
menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan
pengetahuan bagi pemirsanya.


2. Dampak peniruan, yaitu pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang
ditayangkan televisi, contohnya model pakaian, medel rambut, gaya hidup,
dan lain-lain.
3. Dampak Perilaku, yaitu: proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang
telah ditayangkan acara televisi, kemudian deterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.

7

Penelitian ini akan mengetahui hubungan yang positif antara kebiasaan
menonton dengan perilaku belajar siswa, ataukah akan terjadi hubungan yang
negatif, atau juga tidak terdapat hubungan sama sekali.
Perilaku belajar siswa adalah kegiatan belajar siswa yang dilakukan baik di
kelas maupun di luar kelas. Setiap siswa akan berbeda perilakunya satu sama lain.
Berbagai macam aktivitas belajar siswa akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
Menurut Nasution (1982: 136) siswa akan dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal dalam melakukan perilaku belajar. Adapun faktor yang berasal dari dalam
diri siswa adalah:
1.

2.
3.
4.
5.
6.

Kecerdasan
Bakat
Minat dan perhatian
Motif
Kesehatan jasmani
Cara belajar

Sedangkan faktor yang berasal dari luar siswa adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Lingkungan alam
Lingkungan Keluarga
Lingkungan Masyarakat
Sekolah
Peralatan Belajar

8

Keadaan siswa SD Negeri Kersamanah 3 pada umumnya bersetatus sosial
yang cukup.Hampir semua siswa memiliki sarana informasi yang memadai misalnya
televisi, juga sarana belajar seperti buku-buku yang cukup bisa memberikan
motivasi belajar siswa.
Peran orang tua siswa cukup aktif dalam membantu kegiatan belajar
siswa.Sarana dan prasarana serta lingkungan sekitar sekolah SD Negeri Kersamanah
3 cukup kondusif karena lingkungan masyarakat sekitarnya sangat peduli terhadap
dunia pendidikan.Hal tersebut sangat membantu terhadap jalannya proses belajar
siswa.
Keadaan guru-guru yang ada di SD Negeri Kersamanah 3 sudah memenuhi
klasifikasi guru yang professional.Hal ini tentunya sangat berpengaruh terhadap
kemajuan belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas bahwa perilaku belajar siswa akan berbeda-beda,
sesuai dengan karakteristik dan faktor yang mempengaruhinya. Perilaku belajar
merupakan hal terpenting untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Oleh karena itu kebiasaan menonton acara informasi di televisi apakah akan
berpengaruh kepada aktivitas belajar siswa.

1.2 Rumusan Masalah
Kemajuan informasi dan teknologi, salah satunya yaitu televisi memang
menjadi dilema, karena mempunyai dampak positif dan negatif. Berdasarkan latar
belakang masalah yang telah dikemukakan, maka secara umum masalah yang akan
diteliti adalah “Hubungan Kebiasaan Menonton Acara Informasi di Televisi terhadap

9

Perilaku Belajar Siswa”. Secara lebih khusus masalah penelitian dirumuskan pada
masalah-masalah sebagai berikut:
1.

Bagaimanakah kebiasaan siswa SD Negeri Kersamanah 03 dalam
menonton acara informasi di televisi

2.

Bagaimana perilaku belajar siswa SD Negeri Kersamanah 03

3.

Bagaimanakah hubungan antara kebiasaan menonton acara informasi
di televisi dengan perilaku belajar pada mata pelajaran IPS siswa SD Negeri
Kersamanah 03

1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kebiasaan menonton acara informasi di televisi dengan perilaku belajar siswa.
Penelitian ini juga sangat penting untuk mengetahui bagai mana perilaku siswa
dalam kelompoknya, keluarga dan teman sebaya. Bagai mana pola hubungan
antara kebiasaan menonton terhadap perilaku belajar siswa. Siswa yang banyak
menonton acara informasi akan mempengaruhi perilaku belajar siswa. Kebiasaan
meonton acara informasi pada siswa akan berbeda-beda satu sama lain. Hal ini
dapat dilihat dari durasi menonton acara informasi, intensitas, jenis acara
informasi yang ditonton, dan gaya menonton acara informasi. Secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk:
1.

Mengetahui kebiasaan menonton acara informasi di televisi pada
siswa SD Negeri Kersamanah 03.

2.

Mengetahui perilaku belajar siswa SD Negeri Kersamanah 03.

10

3.

Mengkaji hubungan kebiasaan menonton acara informasi di televisi
dengan perilaku siswa.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak
yang langsung maupun tidak langsung yang terkait dalam pengembangan acara
televisi dan pendidikan sehingga dapat menghasilkan sebuah program yang sinergi
dengan pendidikan. Secara lebih khusus penelitian ini sangat berguna untuk
mengetahui seberapa jauh manpaat tayangan televisi terhadap peningkatan
pengetahuan siswa. Hal ini karena siswa terkadang hanya memilih acara hiburan
untuk ditonton, tetapi tidak acara informasi sebagai sumber pengetahuan. Secara
lebih khusus penelitian ini diharapkan dapat tercapai antara lain:
1. Di harapkan penelitian ini dapat di jadikan sebagai salah satu bahan referensi
untuk pengembangan kajian ilmiah yang sistematis dan komprehensif dalam
pengembangan keilmuan pendidikan.
2. Kegunaan praktis, diharapkan peneletian ini dapat dijadikan masukan bagi
pihak sekolah untuk bahan pertimbangan dalam meningkatkan pengetahuan
siswa.

11

1.5 Definisi Operasional
Untuk memperjelas variabel-variabel yang terdapat dalam masalah
penelitian, maka peneliti akan memberikan penjelasan dalam bentuk definisi
operasional, yaitu:
a. Televisi adalah media elektronik yang menggunakan teknik komunikasi
massa dengan audio visual untuk memberikan informasi yang aktual. Televisi
dapat mengatasi keterbatasan ruang, jarak, dan waktu (Kuswandi, 1996).
Ditambahkan lagi menurut Surat Keputusan Menteri Penerangan RI No.
84A/Kep/Menpen/1992 mengenai penyiaran maka ada tiga kategori stasiun
televisi swasta (SPTS), yaitu: SPTS umum, SPTS pendidikan, SPTS khusus.
b. Acara informasi adalah jenis acara yang bertujuan untuk memberikan
informasi kepada pemirsa, contonya: berita, informasi kesehatan, dialog
interaktif, debat, profile, tokoh, film dokumenter, dan lain-lain. (Anggrek,
1999).
c. Kebiasaan berdasarkan hasil penelitian oleh Dr. Leonard Eron dan Dr.
Rowell Husmann dari University of Michigan (2004) adalah suatu yang sering
dilakukan, sedangkan kebiasaan menonton acara televisi dapat dikatakan
sebagai tingkat keseringan dalam menonton televisi, frekuensi, dan lamanya
dalam menonton. Menurut Lickona (1991) kebiasaan atau habit dapat
diartikan sebagai latihan yang dilakukan secara terus menerus sehingga
menjadi karkter. Karakter ini yang akan menjadi suatu budaya dalam
kehidupan sehari-hari.

12

d. Belajar adalah perubaha tingkah laku yang relatif tetap yang diakibatkan oleh
pengalaman dan latihan (Lyle dalam Mustaqim, 2003:33). Belajar juga dapat
diartikan

sebagai

suatu

perubahan

dalam

kepribadian

sebagaimana

dimanifestasikan dalam pengusaan-penguasaan pola respon atau tingkah laku
baru yang mungkin berbentuk keterampilan, sikap, kebiasan, kemampuan dan
pemahaman (Witherington, 1950:165)
e. Perilaku belajar siswa adalah aktivitas pembelajaran yang dilakukan baik di
dalam kelas maupun di luar kelas. Menurut Nasution (1982:136) ada 8 tipe
belajar menurut Gagne, yaitu: Signal learning, Stimulus-Response, Chaining,
Verbal association, Discrimination learning, Concep learning, Rule learning,
Problem solving. Perilaku belajar merupakan kegiatan pembelajaran yang
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal siswa. Pengertian lain dikatakan
oleh Mar’at (1984:9) bahwa perilaku merupakan produk dari proses sosialisasi
dimana seorang bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya.
f. IPS merupakan Program Pendidikan pada tingkat pendidikan Dasar dan
menengah, bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1975 dan dianggap
sebagai suatu yang baru dikarenakan cara pandang yang dianutnya memang
dianggap baru ( Djodjo.S 1993;3 ). Dilapangan pendidikan IPS pada
kenyataannya meliputi berbagai disiplin ilmu. Selain itu, IPS berkaitan dengan
seni dan musik, agama, dan pilsafat serta ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan IPS di
sekolah diberikan atas dasar pemikiran bahwa manusia merupakan makhluk
sosial yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia lainnya, bersama
individu atau manusia mereka mengembangkan hidupnya sebagai kekuatan

13

sosial.pendidikan IPS harus mencerminkan hasil pengorganisasian konsepkonsep

ilmu

sosial

yang

disederhanakan

dan

mempertimbangkan tingkat perkembangan psikologi siswa.

disajikan

dengan

14

BAB 2
LANDASAN TEORIS

2.1 Televisi
2.1.1 Pengertian Televisi
Televisi dilihat dari asal kata, dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu tele
dan vision, yang secara harfiah dapat berarti sebagai visualisasi dari sebuah
objek yang jauh. Paul Nipkov dalam J.B Wahyudi (1983:1) berpendapat bahwa
televisi adalah pengiriman gambar melalui udara dari satu tempat ke tempat lain.
J.B. Wahyudi (1982:2) mengatakan televisi dengan menyebutkan trilogi televisi
yang terdiri dari proses pengiriman oleh studio pemancar, komponen televisi,
dan mekanisme manajemem siaran. Dalam televisi dikenal istilah manajemem
siaran dan jurnalistik, yang merupakan bagian dari publistik televisi.
Televisi dan radio merupakan media massa elektronik. Media elektornik
adalah media massa yang dalam menyampaikan pesan akan sangat bergantung
pada aliran listrik. Pada masa sekarang media massa elektronik juga dapat
ditayangkan melalui bantuan tenaga diesel. Sedangkan A.M. Hoetasoehoet
(1983:3) membedakan media cetak dengan media televisi sebagai berikut:
televisi dan radio menguasai ruang, tetapi tidak menguasai waktu, sementara
media cetak (surat kabar/majalah) menguasai waktu tetapi tidak menguasai
ruang. Wawan Kuswandi (1996:98) mengatakan bahwa televisi sebagai media
massa harus mempunyai unsur-unsur penting, yaitu:

15

a. Adanya sumber informasi
b. Isi pesan
c. Saluran informasi
d. Khalayak sasaran
e. Umpan balik
Menurut Ishadi (1983:4) televisi dapat diartikan sebagai media massa
elektornik yang menyampaikan pesan melalui empat faktor:
1. Komponen teknologi media
2. Sifat media televisi
3. Rumus Easy listening formula, artinya enak didengar pada awalnya. Hal
ini sangat erat hubungannya dalam memilih kata-kata yang mudah
dimengerti dan didengar, serta cara penyampaiannya sesuai karakteristik
penonton.
4. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pengertian televisi menurut Kepres No. 215 tahun 1963 adalah alat
komunikasi massa yang sangat diperlukan dalam revolusi spiritual dan fisik
dalam pembinaan bangsa dan negara. Televisi sudah menjadi media elektronik
yang keberadaannya sudah diatur oleh negara. Menurut peneliti televisi adalah
sebuah media audio visual yang dapat menyampaikan pesan untuk
mempengaruhi penonton agar mencapai tujuan tertentu. Televisi merupakan
media komunikasi yang dapat memberikan informasi tentang sesuatu. Televisi
sebagai media elektronik memiliki jangkauan yang luas.

16

Televisi sebagai media audio visual memiliki kelebihan dan kekurangan.
Berbagai kelebihan yang dimiliki televisi, telah menjadi media massa efektif
yang dapat menyampaikan informasi. Menurut Darwoto Sastro Subroto
(1992:23) mengatakan bahwa :
‘...televisi dinilai sebagai media massa yang paling efektif saat ini, dan
banyak menarik simpati kalangan masyarakat luas, karena perkembangan
teknologinya begitu cepat. Hal ini disebabkan oleh sifat audio visual yang tidak
dimiliki oleh media massa lainnya, sedangkan penayangannya mempunyai
jangkauan yang relatif tidak terbatas”.
Televisi sebagai media audio visual juga memiliki kekurangan, baik itu
dari sifat medianya maupun pengemasannya. Menurut Waldoyo (2000)
kekurangannya antara lain:
a. Komunikasinya bersifat searah, sehingga kecil kemungkinan audience untuk
memberikan respon aktif terhadap informasi yang diterimanya. Padalah
dalam upaya mengoptimalkan kualitas ketika kita menyampaikan pesan,
sebaiknya komunikasi dilakukan secara timbal balik (dua arah).
b. Biaya yang relatif mahal untuk merancang dan mengembangkan paket
program siaran yang akan disajikan bagi pemirsanya.
c. Dipengaruhi oleh faktor cuaca dan kondisi geografis, kondisi cuaca yang
kurang baik kadang-kadang mengganggu kualitas tayangan program siaran
yang ditayangkan. Begitu pula pada daerah-daerah tertentu, acapkali siaran
televisi tidak dapat diterima dengan baik.
d. Sulitnya televisi mengendalikan dan menyeleksi informasi yang diterima.
Tayangan televisi cenderung dapat disaksikan oleh setiap orang tampa

17

mengenal usia maupun status sosial dalam masyarakat. Karena bagaimanapun
suatu jenis informasi belum tentu cocok atau sesuai dengan semua orang.
2.1.2 Fungsi Televisi
Televisi

merupakan

media

elektornik

yang

sangat

efektif

untuk

mempengaruhi penonton. Menurut J.B. Wahyudi (1983:35) mengatakan bahwa
fungsi televisi dibagi menjadi tiga, yaitu:
A.

Sebagai Media Informasi
Menyajikan pengetahuan, pesan, dan nilai-nilai baru yang dapat
diterapkan di masyarakat.

B.

Sebagai Media Sosial
Televisi dapat menyampaikan pesan-pesan sosial yang dapat
mempengaruhi penonton supaya memiliki jiwa sosial. Pesan yang disajikan
mengandung sebuah upaya sosial, interaksi, dan imitasi.

C.

Sebagai Media Pendidikan
Televisi sebagai media pendidikan, karena pesan yang ditayangkan
mengandung nilai-nilai pendidikan. Ajakan kepada penonton untuk
melakukan hal positif, mengajak untuk taat menjalankan ibadah, dan
menyadarkan penonton dari hal-hal yang tidak baik. Walaupun banyak
tayangan televisi yang merusak nilai-nilai positif.

D.

Sebagai Media Hiburan
Televisi dalam menayangkan acaranya banyak yang bersifat menghibur
penonton. Hal tersebut agar mengajak penonton untuk tidak konflik dan

18

stress. Tayangan hiburan mendominasi jam tayang televisi, walaupun banyak
tayangan hiburan yang merusak tetapi pemerintah belum berani untuk
bertindak tegas dalam menyaring acara hiburan televisi.
Pendapat lain dikemukakan Sasa Djuarsa (Kuswita, 1999,38), fungsi
komunikasi media massa ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu social
function dan individual function. Fungsi terhadap masyarakat (social function)
bersifat sosiologis sedangkan terhadap individu (individual function) bersifat
psikologis.
Pada bagian lain Harold D. Rasswell (Darwanto Sasto, 1992:23-24),
menyebutkan tentang fungsi televisi sebagai media massa yaitu:
a.

The surveillance of the environment
Artinya media massa mempunyai

fungsi sebagai pengamat

lingkungan, atau dalam bahasa sederhana, sebagai pemberi informasi tentang
hal-hal yang berada di luar jangkauan penglihatan masyarakat luas.
b.

The correlation of the parts of society in responding to the
environment
Artinya media massa berfungsi untuk melakukan seleksi, evaluasi,
dan interpretasi dari informasi.

c.

The trsnsmission of the social heritagi from one generation to
the next
Artinya media massa sebagai saran untuk menyampaikan nilai dan
warisan sosial budaya dari satu generasi ke generasi lain. Secara sederhana
dapat diartikan sebagai media pendidikan.

19

Televisi sebagai media massa dikemukakan juga oleh Wright (1985:
2-7) bahwa media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak
atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara
serentak dan sesaat. Pengertian dapat di sini menekanakan pada pengertian,
bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada
saat tertentu tidak esensial.Adapun bentuk media massa, secara garis besar, ada
dua jenis, yaitu: media cetak (surat kabar dan majalah, termasuk buku-buku) dan
media elektronik (televisi, radio, dan internet).
Menurut Sasa Duarsa (1993) terdapat lima jenis media massa yang
dikenal sebagai The big five of mass media yaitu televisi, film, radio, majalah
dan koran dengan fungsi komunikasi yang paling melengkapi yaitu Social
function dan Individual function.
1.

Social function
Fungsi komunikasi massa terhadap masyarakat
a.

Pengawasan lingkungan

b.

Korelasi

antar

bagian

di

dalam

lingkungannya.

2.

c.

Sosialisasi atau pewarisan nilai-nilai.

d.

Hiburan (Lasswel dan Wright, 1975)
Individual function
Fungsi komunikasi massa terhadap individu:

a. Pengawasan atau pencarian individu

masyarakat

dengan

20

b. Mengembangkan konsep diri
c. Fasilitasi dalam hubungan sosial
d. Substitusi dalam hubungan sosial
e. Membantu melegakan emosi
f. Sarana pelarian dari ketegangan dan keterasingan
g. Bagian dari kehidupan rutin atau ritualisasi (Samuel L. Becker, 1985)
2.1.3 Sejarah Perkembangan Televisi di Indonesia
Pemerintah Indonesia menjadikan televisi sebagai media informasi yang
mengatasi jarak dan ruang. Televisi menjadi sebuah media yang popular dengan
berbagai pilihan acara. Berdasarkan sejarahnya, stasiun televisi yang pertama
beroperasi di Indonesia adalah stasiun televisi pemerintah yang disebut Televisi
Republik Indonesia (TVRI) pada tahun 1962. Awalnya menurut Sumadi (1981)
TVRI akan dijadikan media massa pemerintah yang menyiarkan dan
mensosialisasikan kebijakan pemerintah. TVRI pada saat itu masih bekerja sama
dengan negara-negara tetangga untuk menggunakan direct broadcasting satellite
(DBS) atau siaran langsung melalui satelit.
Pada tahun 1987, pihak swasta di Indonesia diizinkan oleh pemerintah
untuk mendirikan stasiun televisi swasta. Hal itu disambut baik oleh pihak
swasta yang diawali oleh Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) pada tahun
1989. Kemudian Surya Cipta Televisi (SCTV) yang mengudara pada tahun 1990.

21

Ternyata acara pada stasiun swasta mampu membuka prospek usaha, dan
munculah Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tahun 1991. Stasiun ini pada
awalnya menfokuskan pada pengembangan program pendidikan. Banyak
tayangan acara untuk pembelajaran mata pelajaran maupun program pendidikan
secara umum. Setelah itu, munculah stasiun televisi Andalas Televisi (ANTEVE)
tahun 1993 dan Indosiar Visual Mandiri tahun 1995 (Wahyuni,2000). Saat ini
banyak bermunculan televisi lokal, seperti O TV, Bali TV, dan lain-lain.
Kehadiran televisi lokal sangat berpengaruh bagi perkembangan kehidupan di
daerah.
Menurut

Ishadi

(1983:7)

banyak

faktor

yang

mempengaruhi

perkembangan jurnalistik televisi di Indonesia, yaitu:
Peralatan yang dimiliki oleh stasiun televisi
a.

Kurangnya tenaga ahli

b.

Posisi Indonesia yang masih sebagai negara pembeli
teknologi

c.

Terdapat tiga perbedaan waktu di Indonesia

d.

Terdapat dua kelompok besar penonton televisi, yaitu
penonton di perkotaan dan penonton di pedesaan

e.

Semakin kritisnya penonton televisi

f.

Peranan satelit komunikasi

g.

Kebijakan pemerintah di bidang televisi
Surat

Keputusan

Menteri

Penerangan

Republik

Indonesia

No

84A/Kep/Menpen tanggal 1 Mei 1992 mengenai penyiaran televisi di Indonesia,

22

menyatakan bahwa ada tiga kategori stasiun penyiaran televisi swasta (SPTS),
yaitu SPTS umum, SPTS Pendidikan, dan SPTS Khusus. Hal ini menandakan
bahwa TPI menjadi SPTS Pendidikan, yang seharusnya emmberikan porsi acara
pendidikan yang lebih. SPTS Umum seperti RCTI, SCTV, ANTEVE, LATIVI,
TV 7 selayaknya lebih banyak menyiarkan acara hiburan. SPTS Khusus, seperti
Metro TV, INDOSIAR, Global TV seharusnya memberikan kekhususan dalam
menyiarkan acara. Jenis ini akan mengklasifikasikan stasiun televisi berdasarkan
acaranya.
Berikut ini akan digambarkan persentase isi acara stasiun televisi di
Indonesia, yaitu:
Tabel Hipotesis Penelitian 2.1
Persentase Isi Acara Stasiun Penyiaran Televisi di Indonesia Pada Bulan
Pebruari 2009, Shaliza (2009).
Stasiun
TVRI

RCTI

SCTV

TPI

ANTV

M TV

Jenis Acara
PENDIDIKAN

8.33

5.70

5.19

3.04

3.91

2.07

INFORMASI

50.88

20.25

18.68

21.30

30.08

18.62

HIBURAN
 Musik
 Sinetron dan
Film
 Komedi
 Anak-anak
 Olahraga
 Kuis

40.79
14.91
6.58

74.05
4.75
45.25

76.13
9.34
51.21

75.66
14.07
39.92

66.01
39.45
15.24

79.31
5.17
51.72

2.20
10.08
4.82
2.20

2.53
7.60
10.44
3.48

3.50
9.7
1.69
0.69

3.42
13.31
0.38
4.56

1.95
0.39
7.03
1.95

1.03
10.70
4.48
6.21

TOTAL

100.00

100.00

100.00

100.00

100.00

100.00

23

Acara pendidikan paling banyak disiarkan oleh TVRI, yaitu 8,33 persen.
Jumlah ini lebih besar dibanding stasiun TPI. Hal ini bertentangan dengan sifat
TPI sebagai stasiun penyiaran televisi swasta pendidikan yang seharusnya
memberikan porsi yang lebih besar pada acara pendidikan. Acara informasi
terbanyak disiarkan oleh TVRI yaitu 50,88 persen. Acara informasi ini meliputi
berita dan informasi pembangunan pedesaan. Hal ini sesuai dengan visi TVRI
untuk meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Acara hiburan, paling
banyak disiarkan oleh stasiun televisi Metro TV yaitu sebesar 79,31 persen. Jenis
progran yang ditayangkan berbeda-beda. Dalam hal ini peneliti memberikan
contoh :
a.

Jenis siaran hiburan

: Film Kartun Sinchan

Indonesia Mencari Bakat (2010)
Musik (Inbox)
b.

Jenis siaran pendidikan

: National Geographic (Anteve)
Pembelajaran Fisika (TVRI)
Kontes Bahasa Inggris (TVRI)

c.

Jenis siaran informasi : Seputar Indonesia (RCTI)
Cakrawala (Anteve)
Liputan 6 (SCTV)
Stasiun televisi swasta lainnya juga memberikan porsi yang cukup besar

dalam acara hiburan. Hal ini sesuai dengan orientasi televisi swasta yaitu
komersial. Acara televisi dibagi pada bebarapa jam tayang khusus untuk
klasifikasi pemirsa tertentu.

24

Perubahan status TVRI menjadi perseroan terbatas berdasarkan peraturan
pemerintah No. 9 tahun 2002 menyebabkan acara TVRI juga sudah berubah
komposisinya. Dilihat dari jangkauan siaran TVRI mampu mencapai 42,90%
luar wilayah Indonesia dan ditonton 81,90% (169 juta jiwa) penduduk Indonesia.
Karyawan TVRI mencapai 7.200 orang, stasiun pemancar yang dimiliki
mencapai 402 buah, 14 stasiun penyiaran, dan delapan produksi. Komposisi
acaranya sudah hampir 40% berisi hiburan, yang berdampak pada nilai-nilai
yang berada di masyarakat.
2.1.4 Televisi sebagai Media Pembelajaran
Televisi sebagai media memiliki karakteristik yang berbeda dengan
media lain. Susilo Bambang Yudhoyono (Metro TV, 22 Desember 2004)
mengatakan bahwa media televisi harus dijauhkan dari hal-hal pornografi dan
pornoaksi.

Oemar Hamalik (1982:36)

mengemukakan bahwa media

pembelajaran adalah alat, media, dan teknik yang digunakan dalam rangka
mengefektifan komunikasi dan interaksi guru dengan siswa dalam proses
pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Gagne dan Briggs dalam Latuheru
(1988:14) menyatakan bahwa media pembelajaran adalah alat untuk
menyampaikan isi pesan atau pesan pembelajaran.
Menurut Paul Bosner (1988:60) televisi merupakan aplikasi dari berbagai
metode dan teknologi pertelevisian yang dimanfaatkan untuk kepentingan
pembelajaran. Pesan pembelajaran dapat dikemas melalui media televisi.
Berdasarkan sejarah, kerja sama dilakukan antara Yayasan TVRI dengan
PT. Televisi Pendidikan Indonesia pada tanggal 16 Agustus 1990 untuk

25

menyelenggarakan siaran televisi pendidikan. Pada bulan Januari 1991 sudah
dimulai siaran televisi pendidikan dengan lima acara pendidikan (Yusuf Hadi,
1992:379)
Fahmi Alatas (1994:5) berpendapat bahwa televisi pembelajaran
merupakan program televisi yang berfungsi sebagai penunjang penyelenggaraan
program pendidikan dan sebagai media belajar.

Astrid Susanto (1994:7)

berpendapat bahwa yang penting dalam penyelenggaraan televisi pembelajaran
adalah kemampuannya untuk menyajikan sesuatu pesan sehingga pesan mudah
diserap oleh penonton
Peneliti
berpendapat bahwa televisi merupakan media yang dapat digunakan untuk
pembelajaran baik formal maupun non formal. Sehinga pengemasan pesan
sangat efektif disesuaikan dengan karakteristik siswa. Pesan yang disampaikan
harus jelas dan dapat memotivasi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Gavriel Solmon (1977:55) mengemukakan bahwa salah satu potensi
pembelajaran adalah kemampuannya untuk menunjukkan secara jelas dan nyata
tentang proses dari suatu kejadian atau proses dari suatu perubahan.
Beberapa pertimbangan televisi digunakan sebagai media pembelajaran,
yaitu:
h.

Efektifitas pedagogis
Media televisi dapat membantu pembelajaran tatap muka, dengan memperhatikan
karakteristik anak yang lebih senang apabila penyampaiannya menggunakan gambar
dan suara.

26

i.

Skala Penggunaan
Kebutuhan pendidikan di Indonesia sangat besar, sementara sumber belajar dan dana
sangat terbatas. Penggunaan media televisi dengan biaya yang murah dan dapat
diserap di berbagai daerah. Siaran televisi juga dapat menjangkau daerah yang jauh
dan dapat menampilkan pembelajaran interaktif.

j.

Kesesuaian Waktu
Pendidikan formal dalam melakuan kegiatan pembelajaran terbatas oleh jam
pelajaran di sekolah. Media televisi ini dapat menjadi media pembelajaran yang
tidak terkait pada jam pelajaran sekolah.
Kegunaan televisi sebagai media pembelajaran sangat bermanfaat. Perin
(1997:7) meyatakan bahwa televisi merupakan sumber belajar siswa utama. (a
prime of news) Perin juga menyatakan bahwa televisi memberikan pengaruh
yang begitu besar dalam kehidupan sehari-hari jika dibandingkan mendia massa
lainnya. Televisi mempunyai peran utama dalam kehidupan dan merupakan
sumber informasi dan sumber belajar.
Oemar Hamalik (dalam Darwanto Subroto, 1992:86) mengemukakan
manfaat penggunaan televisi khususnya di sekolah, yaitu:
a.

Televisi bersifat langsung dan nyata

b.

Televisi memperluas tinjauan kelas

c.

Televisi dapat menciptakan kembali semua peristiwa yang lalu

d.

Televisi dapat menunjukkan semua hal dan segi

27

Pengemasan program televisi sebagai media pembelajaran juga harus
membawa misi edukatif. Misi edukatif akan menggambarkan isi peran yang
disampaikan.
Yusuf Hadi Miarso (1993:418) menjabarkan misi tersebut sebagai
berikut:
1.

Program siaran harus diusahakan sesuai dengan kebutuhan para
khalayak yang dituju intended audience

2.

Isi siaran harus diusahakan sesuai dengan nilai-nilai budaya yang
diterima oleh masyarakat Indonesia.

3.

Program siaran diusahakan berkaitan dengan kegiatan yang ada di
masyarakat, paling tidak harus serasi dengan pola tindak yang ada di
masyarakat.

4.

Tiap mata acara diusahakan untuk dikembangkan dalam bentuk
paket yang berkesinambungan.

5.

Tiap program harus dibuat dengan arah dan tujuan tertentu.
Pelaksanaan misi itu harus sesuai dengan Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
Pemanfaatan media televisi sebagai media pembelajaran menurut
Darwanto Sastro Subroto (1992:94) disebabkan karena beberapa alasan, yaitu:
a.

Buku pelajaran yang tidak mencukupi dan penyebarannya sangat
sulit akibat transportasi yang tidak lancar.

b.

Jumlah kelas tempat belajar yang sangat terbatas.

c.

Peralatan laboratorium yang jumlahnya terbatas pula.

28

Pada prinsipnya penggunaan media televisi sebagai media pembelajaran
adalah untuk pendingkatan kualitas pembelajaran dan mencapai tujuan belajar.
Pendidikan sudah saatnya harus menggunakan teknologi pembelajaran agar
mempermudah proses belajar mengajar.

2.1.5 Pengaruh Televisi Terhadap Perilaku
Televisi sebagai sebuah media komunikasi mempunyai pengaruh terhadap
tingkah laku. Menurut Rakhmat (2000:19), pengaruh televisi terhadap perilaku
terjadi bila terdapat perubahan pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang
meliputi pola-pola tindakan, kegiatan atau kebiasaan berperilaku. Menurut Rakhmat
(1985: 216-258), terdapat paling tidak empat buah efek pemanfaatan media massa,
yaitu:
a. Efek kehadiran media massa, yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media
massa secara fisik.
b. Efek kognitif, yaitu mengenai terjadinya perubahan pada apa yang diketahui,
difahami, atau dipersepsi siswa.
c. Efek afektif, yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apa yang
dirasakan, disenangi, atau dibenci siswa.
k. Efek behavior, yaitu berkaitan pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang
mencakup pola-pola tindakan kegiatan, atau kebiasaan berperilaku siswa.
Televisi mempuyai pengaruh yang positif dan negatif bagi perilaku siswa
Johnson dalam fara (2001:19) mengatakan bahwa terdapat perubahan pada
perilaku siswa bebas bermain di dalam, bermain dengan air dan tanah, namun

29

pada saat menonton televisi, anak menjadi tidak perhatian pada orang lain dan
pada apa yang terjadi disekitarnya. Oos M.Asnwas (1998) mengatakan bahwa
kecenderungan meningkatnya tindak kekerasan dan perilaku negatif lainnya
pada siswa diduga sebagai dampak gencarnya tayangan televisi. Setelah televisi
dimatikan, anak akan menjadi gugup, menangis dan tak jarang akan berteriak.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh organisasi psikologis di Amerika
tahun 2001, mengatakan bahwa anak-anak yang menonton film kartun menjadi
lebih agresif dan mudah melakukan tindakan kekerasan. Organisasi tersebut
menjelaskan ada tiga efek dari menonton kekerasan di televisi, yaitu siswa jadi
kurang sensitif terhadap penderitaan orang lain, anak menjadi takut bersosialisasi
dengan dunia luar dan siswa menjadi lebih agresif terhadap orang lain.
Menurut Steven H. Chaffee dalam Sesa Djuarsa (1993) televisi sebagai
media massa dapat memberikan pengaruh terhadap beberapa aspek, yaitu:
1. Aspek Kognitif
2. Aspek Afektif
3. Aspek Konatif
Pengaruh pesan media massa yang berupa pola-pola tindakan, kegiatan
atau perilaku yang dapat diamati, adalah dampak pesan media massa yang telah
sampai pada tahap konatif. Secara teoritis pesan media massa biasanya hanya
sampai pada tahap kognitif dan afektif, tetapi ada beberapa kondisi yang
menyebabkan pesan media massa sampai pada tahap konatif, yaitu:
1. Exposure (Jangkauan pengenaan)
Jika sebagian besar khalayak telah terexpose oleh media massa.

30

2. Kredibilitas
Jika pesan media massa mem-punyai kredibilitas yang tinggi dimata
khalayaknya dalam arti kebenarannya dapat dipercaya
3. Konsonasi
Jika isi informasi yang disam-paikan oleh beberapa media massa,
baik materi, arah serta orientasinya maupun dalam hal waktu, frekuensi dan
cara penyajiannya sama atau serupa.
4. Signifikansi
Jika materi pesan media massa signifikan dalam arti berkaitan secara
langsung dengan kepen-tingan dan kebutuhan khalayak.

5. Sensitif
Jika materi dan penyajian pesan media massa menyentuh hal-hal
yang sensitif
6. Situasi kritis
Jika ada ketidakstabilan struktural yang menyebabkan masyarakat
berada dalam situasi kritis.
7. Dukungan komunikasi antar pribadi
Jika informasi melalui media massa menjadi topik pembica-raan,
karena didukung oleh komunikasi antar pribadi.
Pengaruh televisi terhadap perilaku dapat ditinjau dari beberapa aspek,
yaitu pendidikan, sosial, dan ekonomi. Perubahan perilaku dapat dilihat secara
bertahap dan tidak langsung berubah secara signifikan.

31

Pada tahun 1982 National Institute of Mental Health mengadakan
pengkajian terhadap 2.500 penelitian tentang dampak televisi dengan
kesimpulan:
1.

Ada korelasi langsung antar kekerasan dalam televisi dan perilaku
agresif, meskipun tidak dapat diduga siapa dan mengapa dipengaruhi.

2.

Penonton setia televisi lebih menunjukkan sifat penakut, kurang
percaya diri, dan lebih gelisah.

3.

Anak yang menonton program yang prososial (program yang
konstruktif) akan lebih berkelakuan baik.( Biagi, 1988)

Dilihat dari aspek pendidikan, bahwa pengetahuan tentang nilai-nilai pendidikan
akan lebih jelas dan tergambarkan oleh tayangan media audio visual. Tayangantayangan informasi, seperti acara keagamaan, berita, dan dialog merupakan jenis
tayangan yang bernuansa pendidikan.Penonton akan melakukan hal yang positif dari
tayangan tetsebut, seperti tayangan keagamaam mengajak penonton yang tadinya
tidak menjalankan ibadahnya, maka dengan menonton akan menjalankan ibadahnya.
penonton akan meningkat pengetahuanna, salah satunya melalui tayangan televisi.
Berdasarkan hasil penelitian Starkey dan Swinford dalam Myrna Ratna
M (1991) kebiasaan menonton televisi secara pasti menurunkan kemampuan
anak untuk membaca. Baik buku umum terlebih buku pelajaran. Splaine (Shaver,
1991 :300-309) menyebutkan bahwa media massa sangat berpengaruh dalam
pendidikan IPS. Informasi yang ditayangkan oleh televisi akan menggugah
penonton untuk melakukan sesuatu. Menurut Oemar Hamalik (dalam Darwanto

32

Sastro, 1992:86) mengemukakan Manfaat penggunaan televisi khususnya di
sekolah, yaitu:
a.

Televisi bersifat langsung dan nyata

b.

Televisi memperluas tinjauan kelas

c.

Televisi dapat menciptakan kembali semua peristiwa yang lalu

d.

Televisi dapat menunjukkan semua hal dan segi.
Dilihat dari aspek sosial, penonton akan menjadi mudah untuk

berinteraksi satu sama lain dan Menjadi lebih peduli terhadap lingkungan.
Siregar (2001:23) berpendapat bahwa kandungan nilai-nilai sosial dalam
muatan televisi berperan dalam proses sosialisasi, bersamaan dengan berbagai
institusi sosial lainnya..
Dilihat dari aspek ekonomi, menurut Anggrek dalam Fara (2001:24)
penonton akan mengikuti gaya yang ditayangkan pada televisi, seperti menjadi
lebih konsumtif. Pendapat tersebut ditambahkan oleh Bennet dan Kassarjian
(1987:104) bahwa siaran televisi dalam kategori sosial akan mempengaruhi
penonton untuk membeli produk. Penonton bisa melakukan pemborosan sesuai
dengan isi tayangan acara televisi. Penonton juga dapat diajak untuk hidup lebih
disiplin, hemat, dan dapat mengatur kehidupannya.
Menurut Esther Tjahja, S.Psi (2000) televisi dapat menjadi guru
bertombol, ditambah jika televisi dapat memberikan tampilan acara-acara yang
bersifat edukatif Program televisi yang bersifat pendidikan, misalnya “si
bolang” yang dapat meningkatkan pengetahuan umum, dan “jika aku menjadi”
yang mengandung nilai-nilai sosial. Program tersebut dikemas dengan menarik

33

walaupun nuansa pendidikannya tetap ada. Televisi merupakan sumber belajar
yang sangat efektif untuk meningkatkan perilaku pembelajaran peserta didik.
Televisi juga dapat menyajikan kejadian yang aktual dengan kondisi yang nyata
sehingga dapat memberikan informasi sesuai kejadian, seperti kejadian Aceh,
Solo, Irak, dan lain-lain.
Kejadian gempa bumi dan gelombang tsunami di Aceh dan Sumatra
Utara, dapat divisualisasikan melalui siaran televisi. Televisi dapat menayangkan
betapa besarnya gelombang tsunami yang terjadi di Aceh dari mulai sampai
selesai. Kejadian kecelakaan pesawat “lion air” dapat digambarkan dengan
visuallisasi yang jelas. Televisi dapat menyampaikan kekuatan emosi yang
begitu besar kepada penontonnya. Media televisi merupakan media audio visual
yang sangat efektif mempengaruhi perilaku penonton melalui tayangannya.
Peneliti berpendapat bahwa media televisi sangat efektif untuk
mempengaruhi penonton. Pesan atau informasi yang diberikan oleh media
televisi dapat membuat penonton melakukan sesuatu. Perilaku seseorang
merupakan sebuah respon akibat dorongan yang ada.

2.2 Kebiasaan Anak Untuk Menonton Acara Informasi
2.2.1 Pengertian Kebiasaan
Kebiasaan menurut kamus besar Bahasa Indonesia berasal dari kata
biasa yang artinya lazim, umum, dan sering, sedangkan kebiasaan adalah sesuatu
yang sudah biasa dilakukan. Kebiasaan berdasarkan hasil penelitian oleh Dr.
Leonard Eron dan Dr. Rowell Huesmann dari University of Michigan (2004)

34

adalah sesuatu yang sering dilakukan, sedangkan kebiasaan menonton acara
televisi dapat dikatakan sebagai tingkat keseringan dalam menonton televisi,
frekuensi, dan lamanya dalam menonton.
Menurut Lickona (1991) kebiasaan habit dapat diartikan sebagai latihan
yang dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi karakter. Karakter ini
yang akan menjadi suatu budaya dalam kehidupan sehari-hari. Hasil penelitian
George Boggs (dalam Jefferson Center, 1997) mengatakan bahwa perilaku yang
dilakukan secara terus menerus dan akan membentuk budaya tertentu maka
dapat dikatakan sebagai budaya.
Kebiasaan menonton setiap individu akan berbeda-beda bergantung dari
karakteristik anak. Psikolog Evi Elvianti (2004) mengatakan bahwa tingkat
frekuensi dan lamanya menonton bergantung pada umur dan kondisi keluarga.
Aktivitas sehari-hari anak sangat mempengaruhi pembentukan karakter
kehidupannya.
Perilaku seseorang yang dilakukan secara intensif akan melahirkan
sebuah kebiasaan. Kebiasaan tersebut akan menjadikan budaya yang
berkembang pada individu-individu dan menjadi budaya masyarakat. Ade
Armando (2004) mengatakan bahwa kebiasaan menonton televisi pada anak
bergantung pada peran orang tua dalam mendidik anak. Kebiasaan menonton
akan berpengaruh pada pendewasaan anak. Lamanya waktu menonton televisi
akan menjadikan perilaku rutin yang terbiasa.

35

Kebiasaan itu sendiri terjadi karena adanya paradigma. Pengertian
tentang paradigma adalah sudut pandang atau kerangka yang terbentuk oleh
pengalaman hidup. Terdapat tujuh kebiasaan yang harus dimiliki oleh seseorang,
yaitu:
1.

Jadilah Proaktif (be proactive)

2.

Merujuk pada tujuan akhir (Begin with the end in mind)

3.

Dahulukan yang Utama (Put first thing first)

4.

Berpikir menang-menang (Think win-win)

5.

Berusaha mengerti terlebih dahulu baru dimengerti (Seek first to
understand then to be understood)

6.

Wujudkan Sinergi (Synergize)

7.

Kebiasaan untuk pengembangan diri
Bentuk ketujuh aspek diatas maka akan terlihat bahwa kebiasaan

seseorang akan perilaku seseorang yang dapat dilihat dari keaktifan, pikirannya,
usahanya, dan pengembangan dirinya.

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan Menonton Acara Informasi
Berdasarkan penelitian Guntoro (2003) kebiasaan menonton acara
televisi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya umur, jenis kelamin, gaya
menonton,

frekuensi,

dan

lamanya

menonton.

Perbedaan

umur

akan

mempengaruhi kebiasaan menonton. Piaget mengemukakan tentang fase
perkembangan kognitif, yaitu:

36

a.

Fase sensorik (umur 0-2 tahun)
Pada umur ini dapat dikatakan bahwa anak terikat pada pengalaman
langsung. Interaksi antara panca indera dan lingkungan.

b.

Fase intuituf atau praoperasional (umur 2-7 tahun)
Pada umur ini anak sudah tidak lagi terikat oleh lingkungan, ia mulai
mengembangkan berbagai tanggapan mental yang terbentuk dalam fase
sebelumnya. Fase ini kemampuan menyimpan tanggapan bertambah besar.

c.

Fase operasi konkret (umur 7-11 tahun)
Fase ini menggambarkan bahwa anak sedang mengalami perkembangan
struktur mental. Pada pengajaran maka perkembangan kongnitif siswa harus
dicapai dengan hal yang konkret. Pengajar dapat mengembangkan aktivitas
siswa seperti menghitung, mengelompokkan, membentuk, dan lainnya.

d.

Fase operasi formal (umur 11-16 tahun)
Fase ini merupakan pengembangan pola-pola berfikir formal. Anak pada
umur ini sudah dapat menangkap arti simbolsis, arti kiasan, kesamaan, dan
perbedaan, anak sudah mampu menganalisis sesuatu yang terjadi.
Menurut JB. Wahyudi (1983: 52-53) faktor yang mempengaruhi
kebiasaan anak menonton acara informasi dibagi menjadi Tiga, macam yaitu:
1.

Rasa ingin tahu

2.

Pengaruh lingkungan

3.

Motif atau dorongan tugas
Ishadi (1981) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan anak terbiasa menonton acara televisi, yaitu:

37

1.

Kebutuhan akan informasi

2.

Budaya keluarga

3.

Kejadian atau peristiwa
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Uki (1993) bahwa di

Amerika anak lulusan SMA menghabiskan waktu sekitar 15.000 jam untuk
menonton televisi. Jumlah waktu ini lebih banyak daripada yang digunakan
untuk kegiatan apa pun lainnya, kecuali tidur. Selama 15.000 jam, selain itu anak
SMA juga telah dihadapkan dengan 350.000 iklan dan telah menyaksikan 18.000
pembunuhan.
Penelitian lain

oleh Milton Chen, Ph.D (2002), seorang pakar

pertelevisian acara anak-anak di Amerika, memaparkan banyaknya waktu yang
dilewatkan anak-anak Amerika untuk menonton TV. Rata-rata mereka menonton
selama empat jam dalam sehari, 28 jam seminggu, 1.400 jam setahun, atau
sekitar 18.000 jam ketika seorang siswa lulus sekolah menengah atas. Padahal
waktu yang dibutuhkan siswa untuk menyelesaikan pendidikan mulai TK hingga
tiga SMU adalah 13.000 jam. Kesimpulannya adalah bahwa siswa meluangkan
lebih banyak waktu untuk menonton televisi dibandingkan dengan kegiatan
apapun lainnya, kecuali tidur. Penelitian ini sekalipun dilakukan di Amerika,
harus kita perhatikan. Kenyataan bahwa siswa menonton televisi dan film lebih
banyak dibanding aktivitas lain yang mereka lakukan tidak hanya terjadi di
Amerika, melainkan juga di Indonesia. Bagaimana dengan di Indonesia? Kalau
setiap anak rata-rata menonton televisi selama tiga jam sehari maka dalam
setahun ia sudah menghabiskan waktu sekitar 1.095 jam. Jika ia sudah mulai

38

menonton sejak umur 4 atau 5 tahun, pada waktu ia lulus SMA, sama seperti di
Amerika, ia juga sudah menghabiskan sekitar 15.000 jam untuk menonton
televisi. Kita patut bersyukur bahwa ditinjau dari segi moral dan sadisme,
televisi Indonesia masih relatif jauh lebih baik daripada siaran di Amerika atau di
negeri-negeri lain yang sudah “maju”.
Hasil studi yang dilakukan oleh Maria Fransisca, Rahma Sugiharti, dan
Tandiyoat all, dalam Oos M. Anwas (1998:48), mengatakan bahwa rata-rata
lama waktu yang diluangkan anak-anak untuk menonton televisi pada kelompok
umur 6-12 tahun sekitar 2-3 jam/hari di hari biasa dan 4-5 jam pada hari minggu
dan libur. Pada umur 13 tahun ke atas terdapat perbedaan yang bervariasi
tergantung kesibukannya.
Penelitian Barrie Gunter dan Jill L. MC. Aller (dalam Farah T
Suryaman:2001) mengatakan bahwa waktu menonton televisi telah berpengaruh
secara signifikan menggantikan waktu membaca komik dan buku-buku hiburan
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan televisi telah cukup
berpengaruh terhadap perilaku belajar siswa. Penelitian ini juga telah dikontrol
oleh tingkat intelegensi. Hilde Himmelwit (dalam Farah T. Suryaman, 2001)
mengatakan bahwa tayangan televisi sangat berpengaruh pada siswa dengan
kecerdasan. Menonton televisi dapat menstimulasi siswa untuk membaca buku
yang isi ceritanya berkaitan dengan ta