DAERAH KEPULAUAN SEBAGAI SATUAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG BERSIFAT KHUSUS

DAERAH KEPULAUAN SEBAGAI SATUAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG BERSIFAT KHUSUS

Kot an Y. St efanus

Fakult as Hukum dan Program Pascasarj ana Universit as Nusa Cendana – Kupang E-mail: kot anys@ymail. com

Abst r act

Some r egions (l ocal gover nment ) geogr api cal l y l i e in i sl ands ar ea whi ch get unj ust i ce t r eat ment compar ed wi t h ot her r egi ons. The pr obl em i s because of t he ser vi ce t o publ i c i s br oad and heavy i n some i sl ands, but do not get par t i cul ar t r eat ment f r om cent r al gover nment Sear ch f or and

i nvest i gat ion about t he l aw basi s about ar chi pel ago ar ea expr esses t hat one of t he pr inci pl es of r egi onal gover nment under t aki ng accor di ng t o t he basi c const it ut ion of 1945 i s t hat gi ving space t o advance par t i cul ar r egi ons and speci f i cal l y (i ncl udi ng t o as r egi ons i n i sl ands). However , such pr i nci pl e has not been i mpl i cat ed br oadl y and cl ear l y i n t he r ul e Law Number 32 year s 2004.

Key wor ds: ar chi pel ago ar ea, l ocal gover nment , par t i cul ar r egi ons, Legit imacy.

Abst rak

Sej umlah daerah (pemerint ah daerah) yang berada dalam kawasan kepulauan kurang mendapat kan perlakuan yang adil dan selaras dengan daerah-daerah lainnya. Persoalan yang dihadapi adalah j angkauan pelayanan masyarakat yang demikian luas dan berat t ersebar pada sej umlah pulau, namun t idak mendapat kan perlakuan khusus dari pemerint ah (pusat ). UUD 1945 memuat prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerint ahan daerah, ant ara lain memungkinkan pengembangan daerah-daerah khusus dan ist imewa (t ermasuk daerah kepulauan), namun prinsip dimaksud belum dij abarkan secara t egas dan j elas dalam UU No. 32 Tahun 2004.

Kat a kunci: daerah kepulauan, pemerint ah daerah, daerah khusus, pengakuan.

Pendahuluan

bat asan kewenangan pemerint ah daerah di Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

wilayah laut , j angkauan pelayanan t erhadap t ent ang Pemerint ahan Daerah (selanj ut nya pe-

masyarakat yang demikian luas dan berat t er- nulis singkat menj adi UU No. 32 Tahun 2004)

sebar pada sej umlah pulau, namun t idak men- dan perubahannya masih mengandung sederet -

dapat kan perlakuan khusus dari pemerint ah an masalah dalam mengelola pemerint ahan

(pusat ) Kondisi ini menyebabkan pelayanan daerah, t erut ama relasi ant ara pemerint ah

publik pada daerah-daerah dimaksud t idak da- (pusat ) dengan pemerint ah daerah dan ant ara

pat dilaksanakan secara ef ekt if . Selain it u, dae- pemerint ah daerah. Demikian pula dalam im-

rah-daerah kepulauan dengan berbagai kekha- plement asinya, t erdapat sej umlah ket impangan

sannya membut uhkan penyelenggaraan peme- yang sering mengganggu dinamika pemerin-

rint ahan daerah berdasarkan kekhasannya, na- t ahan daerah.

mun belum mendapat kan pengakuan unt uk it u. Salah sat u wacana yang menguat bela-

Realit as j uga menunj ukkan wilayah Indo- kangan ini adalah sej umlah daerah (pemerint ah

nesia t erdiri dari gugusan pulau-pulau besar daerah) yang secara geograf is berada dalam

dan kecil yang disat ukan oleh hamparan laut kawasan kepulauan mengapresiasikan kepen-

yang luas, t erbent ang dari Sabang sampai ke t ingannya yang kurang mendapat kan perlakuan

Merauke dan dari Miangas sampai ke Rot e. 1 Le- yang adil dan selaras dengan daerah-daerah

lainnya. Persoalan yang dihadapi adalah ket er-

1 Masal ah pengel ol aan ruang l aut dapat meni mbul kan konf l ik ant ar Negara, bahkan memi cu ket egangan

100 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 1 Januari 2011

bih j auh dikat akan M. Agus Sant oso bahwa Kedua, Alinea IV Pembukaan UUD 1945 wilayah Republik Indonesia begit u luas dengan

t erkait dengan t uj uan Negara Kesat uan Repu- bent uk pulau-pulau, namun demikian dapat

blik Indonesia ” . . . melindungi segenap bangsa dipersat ukan dengan bent uk Negara Kesat uan

Indonesia dan seluruh t umpah darah Indonesia Republik Indonesia yang dilandasi secara kons-

dan unt uk memaj ukan kesej aht eraan umum, t it usional dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945. 2 mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut me-

Konsekuensi dari negara Indonesia sebagai Ne- laksanakan ket ert iban dunia yang berdasarkan gara Kesat uan yang bercorak Negara Kepulau-

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan an, seyogyanya berdampak pada legit imasi

sosial . . . ” .

yuridis f ormal pada pengat uran lebih lanj ut Ket i ga, Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, t ent ang Daerah Ot onom yang berbasis kepulau-

Pasal 25A Undang Undang Dasar 1945. Pe- an, namun sampai saat ini belum diikut i dengan

ngat uran perat uran perundang-undangan yang penj abaran lebih lanj ut di t ingkat pemerin-

berlaku sebagai hukum posit if di Indonesia be- t ahan daerah.

lum mencerminkan penj abaran dari pasal-pasal Permasalahan daerah kepulauan j uga

konst it usi di at as, t erut ama berkait an dengan menj adi pent ing unt uk dicermat i dan bahas

prinsip Negara Kepulauan. secara serius t erkait dengan sederet an realit as

Keempat , t erdapat perbedaan paradigma yang mencuat , 3 diant aranya adalah per t ama,

pengalokasian anggaran Negara dalam UU No. secara sosiologis, ket uj uh Provinsi Kepulauan

32 Tahun 2004 t ent ang Perimbangan Keuangan mempunyai perbedaan yang spesif ik dengan

Ant ara Pemerint ah Pusat dan Pemerint ah Dae- provinsi-provinsi lain, yait u karakt erist ik yang

rah. Ada pandangan yang mengabaikan f akt or berbeda sehingga model pembangunannya ha-

luas wilayah perairan (laut an) sebagai sat u rus berbeda dengan model yang umum; mana-

kesat uan wilayah, sehingga berdampak pada j emen administ rasi pemerint ahan haruslah ber-

t erhambat nya proses pembangunan dan pela- basis kepulauan; pelayanan masyarakat harus

yanan kepada masyarakat di daerah kepulauan. diarahkan ke pulau-pulau, karena masyarakat

Oleh karena it u, unt uk menat a kehidupan ber- provinsi kepulauan hidup pada pulau-pulau

masyarakat di wilayah geograf is yang wilayah yang t erisolir; rat a-rat a masyarakat pada pro-

laut annya lebih besar dari darat an, secara po- vinsi kepulauan t erlambat dalam pembangunan

lit is diperlukan adanya legit imasi hukum me- inf rast rukt ur; mempunyai pulau kecil t erluar

ngenai kesat uan wilayah dan perlakuan khusus yang membut uhkan pendekat an pr osper it y dan

pada daerah kepulauan.

secur it y secara bersamaan. Kel i ma, apabila karakt erist ik Daerah Ke- pulauan t idak menj adi perhat ian dalam ke- bij akan Pemerint ah, maka dapat saj a t erj adi

kawasan. Hal i ni masih t erj adi di l aut Chi na Sel at an,

pelanggaran Hak Asasi Manusia, pada warga

t epat nya di Kepul auan Spart l y ant ara RRC, Mal aysia, Viet nam, Fil ipina dan Brunei. Begit upun di Kepul auan

Negara maupun masyarakat yang berada pada

Sipadan dan Ligit an, ant ara Mal aysi a dan Indonesia dan

Daerah Kepulauan. Hal ini pent ing karena Pasal

persoal an per dagangan pasir ant ara Singapur a dan Indonesi a. Cont oh t er sebut dapat member ikan gam-

28H ayat (2) UUD 1945 menegaskan ” Set iap

bar an bahwa konf l ik pemil ikan ruang l aut dapat memi -

orang berhak mendapat kemudahan dan per-

cu ket egangan kawasan. Demiki an hal nya dengan wil a- yah l aut di Indonesia mest inya diat ur pengel ol aan dan

lakuan khusus unt uk memperoleh kesempat an

pemanf aat annya secar a adil , sehingga t idak meni mbul -

dan manf aat yang sama guna mencapai per-

kan ket egangan dal am wil ayah Negar a Kesat uan Re- publ ik Indonesia. Lihat Rukmin Dahur i, “ Kerj asama Ke-

samaan dan keadilan” . Selanj ut nya Pasal 28I

l aut an Dal am Menci pt akan St abil it as Kawasan” ,

Jur nal

ayat (2) menegaskan ” Set iap orang berhak be-

PASKAL, Vol . 1 No. 3, Okt ober 2002, Jakart a: Pusat Ka-

bas dari perlakuan yang bersif at diskriminat if

2 j ian St rat egis Kepent i ngan Nasional , hl m. 5. M. Agus Sant oso, “ Ot onomi Daer ah di Negar a Kesat uan

at as dasar apapun dan berhak mendapat kan

Republ ik Indonesia” , Jur nal Il mu Admi ni st r asi , Vol . 6 No. 4, Desember 2009, hl m. 391.

perlindungan t erhadap perlakuan yang bersif at

3 Badan Kerj asama Propi nsi Kepul auan, 2009,

Naskah

diskriminat if it u” . Perlakuan khusus dan pen-

Akademi k Undang Undang Daer ah Kepul auan, Jakart a, hl m. 7-8.

t ing menj adi perhat ian dalam kebij akan Peme-

Daer ah Kepul auan Sebagai Sat uan Pemerint ah Daerah yang Ber sif at Khusus

rint ah, sehingga t idak t erkesan melakukan per- negaskan bahwa karakt erist ik Provinsi Kepulau- lakuan yang bersif at diskriminat if baik dalam

an yang membedakannya dengan provinsi-pro- penyelenggaraan pemerint ahan, pelaksanaan

vinsi lain dapat t erlihat dari: 6 Luas wilayah pembangunan maupun pelayanan kepada ma-

laut yang lebih besar dari wilayah darat an; Segi syarakat .

persebaran demograf is, penduduk wilayah ke- Beranj ak dari pemikiran yang t elah pa-

pulauan biasanya bersif at relat if sedikit dan parkan, maka t ulisan ini berusaha menggali dan

penyebarannya t idak merat a; Segi sosial bu-

daya, komunit as-komunit as di wilayah kepulau- pulauan, sehingga dapat memberikan kont ribusi

mencari landasan hukum 4 t ent ang Daerah Ke-

an t ersegregasi dalam pemukiman menurut dalam proses revisi UU No. 32 Tahun 2004 yang

t errit orial suat u pulau, sehingga lasim berimpli- sedang berlangsung dan pengat uran lebih lanj ut

kasi pada kuat nya rasa ket erikat an pada t anah sat uan pemerint ahan daerah sebagai konse-

(baca: pulau), pola hidup pada pulau-pulau kuensi dari pengakuan Negara Kesat uan Repu-

kecil selaras dengan alam (lamban menerima blik Indonesia sebagai negara kepulauan. Be-

perubahan); Segi ket ersedian sumber daya berapa but ir pemikiran sengaj a dit awarkan

alam, relat if beragam; Segi sist im kehidupan, unt uk melakukan revisi UU No. 32 Tahun 2004

dit ent ukan oleh t ingkat isolasi geograf is dengan dan pembent ukan Undang Undang Daerah Ke-

keunikan habit at (endemis) dan keanekaragam- pulauan, sehingga st at us dan posisi daerah-dae-

an biot ik (biodiversit as); Segi sosial ekonomi, rah kepulauan (Propinsi Maluku, Maluku Ut ara,

akt ivit as ekonomi, j enis dan deraj at dinamika NTT, NTB, Sulawesi Ut ara, Kepulauan Riau, dan

ekonomi umumnya t erbat as dan berskala kecil, Bangka Belit ung) akan mendapat kan legit imasi

sert a belum didukung oleh j aringan dist ribusi

dan pemasaran secara memadai; Segi lingkung- negara kesat uan Republik Indonesia.

dan j ust if ikasi yang memadai 5 dalam kont eks

an, sumber daya lingkungan kecil, rent an t er- hadap perubahan (ent r ophy), rawan bencana

Pembahasan

alam (gelombang di permukaan laut , didomi-

Karakt eristik dan Permasalahan Daerah Ke-

nasi oleh gelombang gravit asi yang dit imbulkan

pulauan

oleh angin; arus laut disebabkan oleh dua f ak- Daerah Kepulauan, secara umum, memi-

t or yakni angin musim dan pasang surut ); 8) liki karakt erist ik akuat ik t erest rial (wilayah laut

Dari segi biogeograf is, t erdapat pot ensi ke- lebih besar dari wilayah darat ), yang membeda-

anekaragaman hayat i darat dan perairan se- kannya dengan daerah-daerah t erest rial mau-

kit ar pulau-pulau (kecil); 9) Hampir semua Pro- pun t erest rial akuat ik. Dalam kont eks ini, ke-

vinsi Kepulauan berada pada wilayah/ kawasan t uj uh Provinsi Kepulauan yang bergabung dalam

Perbat asan Negara, yang memiliki pulau kecil Badan Kerj asama Provinsi Kepulauan t elah me-

t erluar.

Berdasarkan Perat uran Presiden Nomor

78 Tahun 2005, maka pulau-pulau kecil t erluar

4 Pada masa sekarang perundang-undangan merupakan

sarana at au wadah yang pal i ng banyak digunakan unt uk

yang ada pada Provinsi Kepulauan dapat dirinci,

merumuskan kai dah at au norma hukum di banding dengan sumber hukum l ainnya karena perundang-

Provinsi Kepulauan Riau 20 pulau, Provinsi Ma-

undangan memil iki beber apa kel ebihan yait u l ebi h

luku 18 pulau, Provinsi Sulawesi Ut ara 12 pulau,

menj amin kepast ian perumusan, l ebih bersif at i nst ru- ment al dan ant isi pat if . Li hat Grace Juanit a, “ Pengaruh

Provinsi Nusa Tenggara Timur 5 pulau, Provinsi

Kai dah Bukan Hukum Dal am Proses Pembent ukan

Nusa Tenggara Barat 1 pulau, Provinsi Maluku

Kai dah Hukum” , Jur nal Hukum Pr o Just i t i a, Vol . 25 No. 5 2, April 2007, Bandung: FH Unpar , hl m. 124.

Ut ara 1 pulau dan Provinsi Kepulauan Bangka

Legit i masi l ebi h menekankan pengakuan empirik dar i

Belit ung 0 pulau. Luas wilayah laut pada Dae-

publ ik, sedangkan j ust if ikasi l ebih menekankan aspek l egal it as. Bil amana kit a menel aah secara kr it i s masal ah

rah Provinsi dengan karakt erist ik akuat ik

l egit i masi dan l egal i t as, maka argument asi yang hendak

t erest rial (kepulauan), apabila t idak didukung

di aj ukan adal ah l egal i t as sebaiknya disesuaikan dengan l egit i masi, sit uasi nor mat if hukum perl u mengakomo-

oleh at uran hukum mengenai kewenangan yang

dasi kenyat aan empiri s, dan ket ent uan UU hendaknya mempert i mbangkan f akt a pol it ik ber upa aspirasi r ak-

6 Badan Kerj asama Propinsi kepul auan, op. ci t . , hl m. 15- yat .

102 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 1 Januari 2011

dapat menyat ukan, maka akan menyebabkan

Luas Lingkup dan Sifat Pemerint ahan Daerah

t erj adinya ket impangan dalam pengat uran dan

Menurut UUD 1945 (Amandemen)

pemanf aat an sumberdaya alam di wilayah laut Salah sat u aspek pent ing yang t urut di- maupun ket impangan dalam penyelenggaraan

ref ormasi adalah konst it usi Indonesia. Selama pemerint ahan, pelaksanaan pembangunan mau-

orde baru, UUD 1945 dikeramat kan dan diman- pun pelayanan kepada masyarakat pada daerah

f aat kan secara licik oleh penguasa unt uk mem- kepulauan yang berbeda dengan daerah lain.

pert ahankan dan melanggengkan kekuasaan. Fenomena empirik yang t erlihat secara

Ternyat a dengan t unt ut an ref ormasi unt uk konkrit t erkait dengan karakt erist ik daerah ke-

mewuj udkan civi l societ y dan t ercipt anya good pulauan di at as adalah, t erbat asnya sarana dan

dilakukan amandemen prasarana pelayanan dasar; t erbat asnya ke-

gover nance,

maka

t erhadap UUD 1945. Pada Amandemen yang mampuan keuangan daerah; sarana dan prasa-

kedua, t elah dilakukan perubahan rumusan rana t ranport asi laut dan udara yang sangat

Pasal 18 UUD 1945 dengan rumusan t erdiri dari minim; biaya t ranport asi dalam rangka pela-

Pasal 18, 18A, dan 18B. Bilamana dicermat i pe- yanan pemerint ahan yang sangat mahal; t er-

ngat uran dimaksud, maka dapat dipet ik bebe- bat asnya

rapa prinsip penyelenggaraan pemerint ahan umum; masih adanya isolasi f isik dan sosial;

aksesibilit as

masyarakat

secara

daerah sebagai berikut .

adanya ket ergant ungan f iskal yang sangat t inggi Per t ama, pemerint ahan daerah t erdiri kepada Pemerint ah; belum berkualit asnya ber-

dari dua t ingkat an, yait u Pemerint ahan Propinsi bagai layanan pemerint ahan baik layanan pub-

dan Pemerint ahan Kabupat en, dan Kot a; ke- lik maupun sipil; masih adanya disparit as eko-

dua, penyelenggaraan pemerint ahan daerah nomi ant ar daerah; rendahnya kualit as sumber-

berpij ak pada asas ot onomi dan t ugas pem- daya manusia. 7 bant uan; ket i ga, masing-masing Pemerint ahan

Ident if ikasi permasalahan berdasarkan Propinsi, Kabupat en dan Kot a memiliki DPRD, Pasal 13 UU No. 32 Tahun 2004 memperlihat kan

yang anggot a-anggot anya dipilih melalui Pe- sej umlah ket erbat asan yang memerlukan pena-

milihan Umum, sert a set iap Pemerint ahan nganan khusus pada Daerah Kepulauan, pe-

Propinsi, Kabupat en dan Kot a dipimpin oleh ngendalian dan pengawasan perumusan peren-

Gubernur, Bupat i dan Walikot a yang dipilih canaan dan pelaksanan pembangunan daerah;

secara demokrat is; keempat , set iap Pemerin- perencanaan pelaksanaan pemanf aat an t at a

t ahan Daerah menj alankan ot onomi seluas- ruang; penyelenggaraan ket ert iban umum dan

luasnya, kecuali dit ent ukan lain oleh Undang ket ent eraman masyarakat ; penyediaan sarana

Undang mengenai urusan Pemerint ah Pusat ; dan prasarana umum; penanganan bidang ke-

kel i ma, dalam rangka melaksanakan ot onomi sehat an; penyelenggaraan pendidikan dan alo-

daerah, set iap pemerint ahan daerah berhak kasi sumberdaya manusia; penanggulangan ma-

menet apkan perat uran daerah dan perat uran- salah sosial lint as kabupat en/ kot a; pelayanan

perat uran lainnya; keenam, hubungan wewe- bidang ket enagakerj aan lint as kabupat en/ kot a;

nang ant ara pemerint ah pusat dan pemerint ah- koordinasi dan f asilit asi pengembangan kope-

an daerah propinsi, kabupat en, dan kot a mem- rasi, usaha kecil dan menengah t ermasuk lint as

perhat ikan kekhususan dan keragaman daerah; kabupat en/ kot a; pengendalian lingkungan hi-

ket uj uh, hubungan keuangan, pelayanan um- dup; pelayanan pert anahan t ermasuk lint as

um, pemanf aat an sumber daya alam dan sum- kabupat en/ kot a; pelayanan kependudukan; ad-

ber daya lainnya ant ara pemerint ah pusat dan minist rasi umum pemerint ahan; pelayanan ad-

pemerint ahan daerah diat ur dan dilaksanakan minist rasi penanaman modal t ermasuk lint as

secara adil dan selaras berdasarkan undang- kabupat en/ kot a; pelayanan dasar lainnya. 8 undang; kedelapan, sat uan–sat uan pemerint ah- an daerah yang bersif at khusus at au bersif at ist imewa diakui dan dihormat i. Juga diakui dan

7 Ibi d. 8 Ibi d.

dihormat i kesat uan-kesat uan masyarakat hu-

Daer ah Kepul auan Sebagai Sat uan Pemerint ah Daerah yang Ber sif at Khusus

kum adat besert a hak-hak t radisionalnya sepanj ang masih hidup dan sesuai dengan pekerbangan masyarakat dan prinsip Negara Kesat uan Republik Indonesia, yang diat ur dalam undang-undang.

Pert anyaan yang muncul kemudian ada- lah apakah sat uan-sat uan pemerint ahan daerah yang bersif at khusus dan ist imewa memiliki t ingkat an pemerint ahan yang sej aj ar dengan pemerint ahan Propinsi, Kabupat en dan Kot a at aukah t erlepas dari sat uan pemerint ahan yang ada? Apabila dicermat i prinsip pemerin- t ahan daerah t erdiri dari dua t ingkat an, yait u pemerint ahan propinsi dan pemerint ahan kabu- pat en/ kot a, dihubungkan dengan prinsip sat u- an–sat uan pemerint ahan daerah yang bersif at khusus at au ist imewa diakui dan dihormat , sert a prinsip hubungan wewenang ant ara peme- rint ah pusat dan pemerint ahan daerah propinsi, kabupat en/ kot a memperhat ikan kekhususan dan keragaman daerah, maka dapat dideskrip- sikan st rukt ur pemerint ahan daerah berdasar- kan luas t ingkat an pemerint ahan daerah dan kekhususan at au keist imewaan pemerint ahan daerah sebagai berikut : pemerint ahan t ingkat propinsi yang khusus at au ist iwema; pemerin- t ahan t ingkat kabupat en/ kot a yang khusus at au ist imewa

Konst ruksi pemerint ahan daerah ini t idak diat ur lebih j auh dalam UUD 1945 (amande- men) dan semakin kabur ket ika st at us Penj elas- an UUD 1945 menj adi goyah sebagai akibat amandemen UUD 1945, maka perlu diat ur lebih lanj ut dalam Undang Undang Pemerint ahan Daerah, dengan memperj elas krit eria/ t olok ukur kekhususan at au keist imewaan pemerin- t ahan daerah dan bagaimana bent uk perlakuan t erhadap kekhususan dan keist imewaan peme- rint ahan daerah dimaksud (wuj ud dari prinsip hubungan wewenang ant ara pemerint ah pusat dan pemerint ahan daerah propinsi, kabupat en, dan kot a memperhat ikan kekhususan dan ke- ragaman daerah). Oleh karenanya, salah sat u hal yang perlu dipert imbangkan dalam perubah- an UU No. 32 Tahun 2004 adalah memasukkan Propinsi dan Kabupat en Kepulauan sebagai salah sat u bent uk kekhususan pemerint ahan daerah dan memperj elas bent uk dan luas per-

lakuan pemerint ah t erhadap kekhususan dan keist imewaan pemerint ahan daerah dimaksud.

Perlakuan pemerint ah t erhadap kekhusu- san dan keist imewaan pemerint ahan daerah di- perlukan sej alan dengan eksist ensi Indonesia sebagai Negara Kesat uan. Dalam Negara ke- sat uan, semua kekuasaan pemerint ahan ada di t angan pemerint ah (pusat ). Kekuasaan t erlet ak pada pemerint ah pusat dan t idak ada pada pe- merint ah daerah. Pemerint ah pusat mempunyai wewenang unt uk menyerahkan sebagian ke- kuasaannya kepada daerah berdasarkan hak ot onomi, t et api pada t ahap t erakhir kekuasaan t ert inggi t et ap di t angan pemerint ah pusat .

Pemikiran yang dipaparkan di at as hen- dak menegaskan bahwa prinsip yang dianut dalam Negara kesat uan ialah kewenangan pe- merint ah (pusat ) unt uk campur t angan yang lebih int ensif t erhadap persoalan-persoalan di daerah, t et api kewenangan dimaksud t erdapat dalam suat u pengat uran yang j elas dan t egas. Pada prinsipnya pemerint ah (pusat ) dapat men- campuri urusan apapun j uga sepanj ang me- ngenai kepent ingan umum. Dengan demikian dapat lah dikat akan bahwa ruang int ervensi pe- merint ah (pusat ) t erhadap pemerint ahan dae- rah (Propinsi dan Kabupat en/ Kot a) memiliki legit imasi dalam kont eks Indonesia sebagai negara kesat uan.

Legit imasi int ervensi pemerint ah (pusat ) t ersebut j uga dit uj ukan kepada Propinsi at au kabupat en Kepulauan sebagai wuj ud dari ke- khususan dan keist imewaan pemerint ahan dae- rah. Bent uk dan luas int ervensi pemerint ah (pu- sat ) dimaksud mest inya diat ur dalam Undang- undang Pemerint ahan Daerah. Oleh karena it u, dalam perubahan Undang-undang Pemerit ahan Daerah perlu dipert egas dan diperj elas peng- at uran t ent ang daerah ist imewa dan daerah khusus, dengan merumuskan krit eria daerah khusus dan daerah ist imewa, sert a menent ukan luas perlakuan/ int ervensi pemerint ah t erhadap daerah-daerah dimaksud. Hal yang perlu diper- t imbangkan adalah daerah-daerah yang secara geograf is mengalami hambat an sepert i daerah t erpencil, daerah t ert inggal, daerah pesisir dan kepulauan. Seyogyanya dalam UU Pemerint ahan Daerah diberikan ruang kepada set iap Propinsi

104 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 1 Januari 2011

dan Kabupat en/ Kot a unt uk mengat ur kekhu- pasit as pemerint ah daerah dan administ rasi susan dan keist imewaannya, dengan t it ik berat

pemerint ahan. 11

kepada daerah t ert inggal, daerah t erpencil, Berdasarkan uraian t ersebut di at as, ma- daerah pesisir/ kepulauan, dan daerah yang

ka j elas bahwa pengakuan daerah kepulauan beresiko t erhadap bencana.

sebagai model pemerint ahan daerah yang Pemikiran mengenai pengakuan kekhu-

bersif at khusus j uga memiliki ruj ukan akademik susan daerah kepulauan (at au wacana lain

yait u sebagai wuj ud model desent ralisasi asi- t ent ang pengakuan daerah-daerah yang bersif at

met ris yang berlandaskan pada pol i t i cal r ea- ist imewa) dimaksud sesungguhnya memiliki

sons (keberagaman karakt er regional) dan wacana akademik sebagaimana dikemukakan

ef f i ciency r eason, yakni bert uj uan unt uk pe- Charles D. Tarlt on yang diset ir Robert Endi Ja-

nguat an kapasit as pemerint ah daerah. Oleh weng. 9 Dalam pandangan Tarlt on, model desen-

karenanya, pembent ukan daerah kepulauan t ralisasi t erident if ikasi dalam desent ralisasi

sebagai daerah yang bersif at khusus di Negara simet ris dan desent ralisasi asimet ris. Model

kesat uan Republik Indonesia memiliki landasan desent ralisasi simet ris/ biasa dit andai kesesuai-

konst it usional dan landasan akademik yang t ak an ( conf or mit y) dan keumuman (commonal i t y)

perlu diragukan lagi.

dalam hubungan daerah dengan sist em polit ik Persoalan yang muncul berikut nya adalah nasional, pemerint ah pusat maupun ant ar

dimanakah let ak kekhususan daerah kepulauan daerah. Model desent ralisasi asimet ris dengan

dimaksud?. Sebagaimana dikemukakan dalam ciri sebaliknya, art inya suat u daerah khusus/

ulasan sebelumnya bahwa let ak kekhususan ist imewa memiliki pola hubungan berbeda dan

daerah kepulauan adalah daerah kepulauan di t ak lazim t erj adi di daerah-daerah lain, ut ama-

berikan kewenangan luas t erhadap wilayah laut nya hal ihwal relasi dengan pusat , relasi dengan

yang berada dalam wilayah administ rat if nya. daerah sekit ar, dan pengat uran int ernal daerah

dimaksud merupakan harapan it u sendiri.

Kekhususan

daerah kepulauan karena selama ini (menurut Lebih lanj ut mengenai let ak kekhususan

Pasal 18 UU No. 32 Tahun 2004), daerah diberi- dan keist imewaan suat u daerah, Tarlt on me-

kan wewenang pengelolaan sumberdaya laut di nandaskan bahwa subyek ut amanya adalah soal

wilayah laut paling j auh 12 (dua belas) mil laut kewenangan. Dasar pemberian dan isi kewe-

diukur dari garis pant ai ke arah laut lepas dan/ nangan

at au ke arah perairan kepulauan unt uk propinsi alas an-alasan unik. Subyek kewenangan inilah

khusus/ ist imewa

mempresent asikan

dan 1/ 3 (sepert iga) dari wilayah kewenangan yang nant inya menent ukan bangunan relasi

propinsi unt uk kabupat en/ kot a. daerah khusus/ ist imewa dengan pusat at au

Pengakuan ot onomi khusus bagi daerah daerah lain maupun arah kebij akan int ernal

kepulauan sesungguhnya bermaksud memberi- dan 10 t at a kelola pemerint ahannya. Dasar Alas-

kan peluang bagi daerah-daerah kepulauan an memberlakukan desent ralisasi asimet ris

unt uk dapat mengembangkan dan mengelola pada sebagian Negara adalah bert olak dari

semua pot ensi wilayah laut secara maksimal pol i t i cal r eason sepert i respons at as kebera-

unt uk mendongkrak t ingkat kesej aht eraan ma- gaman karakt er regional at au primordial, bah-

syarakat . Hasil penelit ian Yoseph M. Laynurak kan ket egangan et nis (sepert i kasus Quebeck di

mengungkapkan bahwa kesej aht eraan masyara- Kanada); sebagian lain dilandasi

kat (khususnya nelayan) dit ent ukan j uga oleh r easons, yakni bert uj uan unt uk penguat an ka-

ef f i ciency

f act or pengelolaan pot ensi laut dan laut secara int ensif . 12 Oleh karenanya, pemberian kewena- ngan kepada daerah-daerah kepulauan sebagai

11 Ibi d.

9 Robert Endi Jaweng, “ Anomal i Desent r al i sasi Asime- 12 Yoseph M. Laynurak, “ Anal i si s Model Opt i mal isasi Sum- t ris” ,

Suar a Pembar uan, Sel asa, 21 Desember 2010, ber Daya Pant ai Terhadap Kesej aht eraan Nel ayan di hl m. 5.

Jur nal Li t bang NTT, Fl oba- 10 Ibi d.

Kabupat en Bel u – NTT” ,

mora, Vol . No. 01 Tahun 2009, hl m. 56.

Daer ah Kepul auan Sebagai Sat uan Pemerint ah Daerah yang Ber sif at Khusus

wuj ud ot onomi khusus merupakan alt ernat ive sesuai dengan perat uran perundang-undangan; unt uk memberikan kesempat an kepada Peme-

Kewenangan daerah kepulauan unt uk melaku- rint ah daerah unt uk peningkat an kesej aht eraan

kan pengelolaan dan pemanf aat an sumberdaya rakyat . Kewenangan dimaksud dapat dij elaskan

alam di laut meliput i: eksplorasi, eksploit asi, di bawah ini.

konservasi, pengelolaan dan pemanf aat an ke- Per t ama, wilayah laut daerah kepulauan,

kayaan laut ; pengat uran administ rat if ; peng- mempunyai kewenangan yait u bat as daerah

at uran t at a ruang; penegakan hukum t erhadap kepulauan di wilayah laut merupakan ruang

perat uran yang dikeluarkan oleh daerah at au pelaksanaan kewenangan daerah kepulauan da-

yang dilimpahkan kewenangannya oleh Peme- lam rangka pengelolaan dan pemanf aat an sum-

rint ah; ikut sert a dalam pemeliharaan keaman- berdaya alam di laut ; bat as kewenangan daerah

an; dan ikut sert a dalam pert ahanan dan provinsi kepulauan di wilayah laut sej auh 12

keamanan Negara; selain it u, Pemerint ah dan (dua belas) mi laut diukur dari garis yang meng-

pemerint ahan daerah melakukan kadast erisasi hubungkan t it ik-t it ik t erluar dari pulau-pulau

wilayah laut unt uk mewuj udkan kepast ian hu- at au karang t erluar suat u daerah kepulauan ke

kum dalam pengelolaan dan pemanf aat an arah laut lepas at au perairan kepulauan; apa-

sumberdaya alam di laut .

bila wilayah laut ant ara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat ) mil laut , kewenang-

Hubungan

keuangan,

pelayanan umum,

an unt uk mengelola dan memanf aat kan sum-

pemanfaat an sumber daya alam dan sumber

berdaya alam di wilayah laut dibagi sama

daya lainnya ant ara pemerint ah pusat dan

j araknya at au diukur sesuai prinsip garis t engah

pemerint ah daerah

dari wilayah ant ar dua provinsi t ersebut . Bat as Prinsip penyelenggaraan pemerint ahan kewenangan daerah kabupat en/ kot a kepulauan

daerah lainnya yang dit arik dari pengat uran di wilayah laut sej auh maksimal 6 (enam) mil

UUD 1945 (amandemen) adalah hubungan ke- laut diukur dari garis yang menghubungkan

uangan, pelayanan umum, pemanf aat an sum- t it ik-t it ik t erluar dari pulau dan/ at au karang

ber daya alam dan sumber daya lainnya ant ara t erluar dari daerah kabupat en/ kot a kepulauan,

pemerint ah pusat dan pemerint ahan daerah yang dit et apkan dalam Perat uran Daerah Pro-

diat ur dan dilaksanakan secara adil dan selaras vinsi; Dalam wilayah kewenangan daerah kabu-

berdasarkan Undang Undang. Prinsip ini semes- pat en/ kot a kepulauan di laut , dapat dit et apkan

t inya diwuj udkan dalam pengat uran Undang wilayah kewenangan kesat uan

Undang Pemerint ahan Daerah, t erut ama ber- hukum adat yang t idak boleh kurang dari 1, 5

masyarakat

kait an dengan pengat uran hubungan Pemerin- (sat u koma lima) mil laut diukur dari garis air

t ah dan Pemerint ah Daerah, namun j ust ru rendah kearah laut lepas at au perairan kepu-

pengat uran t ent ang hal t ersebut belum di- lauan dan diat ur dalam Perat uran Daerah Kabu-

rumuskan secara j elas. UU No. 32 Tahun 2004 pat en/ Kot a; Penet apan bat as kewenangan dae-

memberikan perhat ian dalam pengat uran t en- rah di wilayah laut , t et ap menghormat i hak-hak

t ang hubungan kewenangan pemerint ah (pusat ) penangkapan ikan yang secara t radisional t elah

dengan pemerint ah daerah. berlangsung.

Konst ruksi hubungan pemerint ah dengan Kedua, Kewenangan Daerah Kepulauan di

pemerint ah daerah, dikemukakan Mohammad laut yang t erdiri dari daerah kepulauan diberi-

Fauzan sebagai berikut : Per t ama, suat u pem- kan kewenangan unt uk mengelola dan meman-

bagian kekuasaan yang rasional di ant ara t ing-

f aat kan sumberdaya alam di wilayah laut , baik kat -t ingkat pemerint ahan dalam memungut dan di bawah dasar dan at au di dasar laut dan at au

membelanj akan sumber dana pemerint ah, yait u perairan di at asnya; daerah Kepulauan men-

suat u pembagian yang sesuai dengan pola dapat kan bagi hasil at as pengelolaan sumber-

umum desent ralisasi; kedua, suat u bagian dari daya alam di laut , baik di bawah dasar dan at au

sumber-sumber dana secara keseluruhan unt uk di dasar laut dan at au perairan di at asnya

membiayai f ungsi, penyediaan pelayanan, dan

106 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 1 Januari 2011

pembangunan yang diselenggarakan oleh peme- nya Negara berhak mengat ur perekonomian. rint ah daerah; ket i ga, pembagian yang adil di

At as dasar it u, Mahkamah Konst it usi berpen- ant ara daerah-daerah at as pengeluaran peme-

dapat bahwa penguasaan Negara diart ikan dari rint ah, at au sekurang-kurangnya ada perkem-

konsepsi kedaulat an rakyat Indonesia at as bangan yang memang diusahakan ke arah it u;

segala sumber kekayaan “ bumi dan air dan keempat , suat u upaya perpaj akan (f i scal ef -

kekayaan alam yang t erkandung di dalamnya” ,

f or t ) dalam memungut paj ak dan ret ribusi oleh sebagai pemilikan publik oleh kolekt ivit as rak- pemerint ah daerah yang sesuai dengan pem-

yat at as sumber-sumber kekayaan, dan kemu- bagian yang adil at as beban keseluruhan dari

dian rakyat t ersebut secara kolekt ivit as dikons- pengeluaran pemerint ah dalam masyarakat . 13 t ruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat e

Berdasarkan pemahaman t ent ang kons- kepada Negara unt uk mengadakan kebij akan t ruksi hubungan pemerint ah dan pemerint ah

( bel ei d), t indakan pengurusan (best uur sdaad), daerah, maka hubungan keuangan, pelayanan

pengat uran ( r egelendaad), pengelolaan (bes- umum, pemanf aat an sumber daya alam dan

t uur sdaad) dengan kewenangannya unt uk me- sumber daya lainnya ant ara pemerint ah pusat

ngeluarkan dan mencabut f asilit as ij in, lisensi, dan pemerint ah daerah harus diat ur secara adil

dan konsesi. 14 Lebih lanj ut Abrar Saleng 15 me- dan selaras. Pengat uran yang adil dan selaras

ngemukakan bahwa penggunaan Pasal 33 ayat t ent unya mempert imbangkan berbagai aspek

(3) UUD 1945 dilakukan dengan pendekat an t erkait , t ermasuk aspek kondisi geograf is dan

bahwa sumberdaya alam dikuasai oleh negara realit as masyarakat yang hidup dalam sat u

dan merupakan milik bersama ( common pr o- t at anan pemerint ahan daerah, namun berada di

per t y) bangsa-bangsa (nat ion) yang ada di pulau-pulau yang t ersebar at au sering disebut

Indonesia dan digunakan unt uk kesej aht eraan sebagai daerah (propinsi at au kabupat en ke-

dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dari pulauan). Penegasan ini harus mendapat per-

sat u generasi ke generasi selanj ut nya (i nt er - hat ian khusus dalam pengat uran hubungan pe-

gener at ion) secara berkelanj ut an (subst ai n- merint ah dan pemerint ah daerah seiring de-

abl i l i t y).

ngan gagasan unt uk merevisi UU No. 32 Tahun Era ot onomi daerah t elah membawa pe- 2004.

rubahan yang mendasar dalam sist em dan prak- Berkait an dengan hubungan pemerint ah

t ik pengelolaan sumberdaya alam. Perubahan dan pemerint ah daerah dalam hal pemanf aat -

dimaksud t erlihat dalam kewenangan pemerin- an sumber daya alam dan sumber daya lainnya,

t ah daerah yang besar dalam pengelolaan t ent unya meruj uk pada ket ent uan Pasal 33 ayat

sumberdaya alam. Sej alan dengan it u, Kusnaka (3) UUD 1945, yait u “ bumi air dan kekayaan

Adimihardj a menandaskan bahwa st rat egi pe- alam yang t erkandung di dalamnya dikuasai

ngelolaan sumber daya alam yang bersif at mak- oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besar

ro selama ini seyogyanya beralih ke model kemakmuran rakyat ” . Pengert ian dikuasai Ne-

pengelolaan yang bersif at mikro dengan mem- gara menurut pendapat Mahkamah Konst it usi

pert imbangkan keragaman budaya masyara- bahwa t idak dapat diart ikan hanya sebat as hak

kat . 16 It u berart i, ruang pengelolaan sumber unt uk mengat ur dan mengawasi, karena hal

daya alam mest inya diberikan lebih besar t ersebut dengan sendirinya melekat dalam

kepada pemerint ah daerah karena pemerint ah

f ungsi-f ungsi Negara t anpa harus menyebut secara khusus dalam UUD 1945, dan sekiranya 14

Maruarar Si ahaan, “ Rel evansi Penguasaan Negara at as Cabang Produksi St r at egi s Menurut UUD 1945” ,

Jur nal

pun t idak dicant umkan dalam konst it usi seba-

Konst i t usi , Vol . 4 No. 3, Sept ember 2007, Jakart a:

gaimana lazim di banyak Negara yang menganut

MKRI, hl m. 21-22.

15 Abr ar Sal eng, “ Impl ement asi Bent uk Negar a Kesat uan

paham ekonomi liberal, sudah dengan sendiri-

Dal am Pengel ol aan Sumber Daya Al am Dan Kekayaan Negara Dar i Perspekt if Ot onomi Daerah” ,

Jur nal Hukum

Yur i spr udensi a, Vol . 6 No. 1, Januari 2007, hl m. 52.

16 Kusnaka Adimihardj a, “ Kear if an Lokal kumuni t as Adat r ah, Kaj i an t ent ang Hubungan Keuangan Ant ar a Pusat

13 Muhammad Fauzan, 2006,

Hukum Pemer i nt ahan Dae-

Jur nal Anal i si s Sosi al , Vol . dan Daer ah, Yogyakart a: UII Press, hl m. 34.

Mengel ol a Sumber Agrari a” ,

6 No. 2, Jul i 2001, hl m. 85.

Daer ah Kepul auan Sebagai Sat uan Pemerint ah Daerah yang Ber sif at Khusus

daerah lebih menguasai realit as kehidupan berlaku lagi adanya ot onomi seluas-luasnya masyarakat dan keragaman budaya di daerah-

sebagaimana diat ur UU No. 22 Tahun 1999. nya dan lebih t erbuka ruang unt uk pengelolaan

Pembagian urusan pemerint ahan t erdiri sumber daya alam secara demokrat is. 17 UU No.

dari dua j enis urusan pemerint ahan, yait u:

32 Tahun 2004 t ent ang Pemerint ahan Daerah per t ama, urusan pemerint ahan yang merupa- menent ukan bahwa “ Daerah berwenang menge-

kan wewenang sepenuhnya pemerint ah (pusat ); lola sumberdaya nasional yang t ersedia di

dan kedua, urusan pemerint ahan yang bersif at wilayahnya dan bert anggungj awab memelihara

concurrent , yait u penanganannya dalam bagian kelest arian lingkungan sesuai dengan perat uran

at au bidang t ert ent u dapat dilaksanakan perundang-undangan” (Pasal 17). 18 bersama ant ara pemerint ah (pusat ) dan pe-

Pemaknaan t erhadap hak penguasaan Ne- merint ah daerah. Dengan demikian, set iap gara ini dapat j uga dit erapkan pada t ingkat

urusan yang bersif at concurent senant iasa ada daerah dalam Negara Kesat uan Republik Indo-

bagian urusan yang menj adi kewenangan peme- nesia sepanj ang didelegasikan kepada daerah

rint ah pusat dan ada bagian yang diserahkan dengan pemberlakuan asas desent ralisasi. Oleh

kepada propinsi dan ada j uga urusan pemerin- karenanya, dalam era ot onomi daerah yang an-

t ahan yang diserahkan kepada kabupat en/ kot a. t ara lain dit andai dengan t unt ut an unt uk

Pembagian kewenangan yang concur r ent pengakuan daerah kepulauan sebagai salah sat u

secara proporsional ant ara pemerint ah (pusat ), bent uk ot onomi khusus, kewenangan pengelola-

pemerint ah propinsi, dan pemerint ah kabupa- an sumberdaya laut dan kepulauan secara luas

t en/ kot a, diwuj udkan dengan menggunakan j uga merupakan sesuat u hal yang melekat

t iga krit eria, yait u ekst ernalit as, akunt abilit as, dengan ot onomi khusus dimaksud.

dan ef isiensi. Pelaksanaan krit eria t ersebut j uga harus memperhat ikan keserasian hubungan

Asas Penyelenggaraan Urusan Pemerint ahan

ant ar susunan pemerint ahan.

Berdasarkan Asas ekst ernalit as

Kaj ian ini perlu dicermat i secara krit is UU No. 32 Tahun 2004 menegaskan bah-

mengenai krit eria ekst ernalit as. Krit eria eks- wa pemerint ah daerah menyelenggarakan urus-

t ernalit as adalah penyelenggaraan suat u urusan an pemerint ahan yang menj adi kewenangan-

pemerint ahan yang dit ent ukan berdasarkan nya, kecuali urusan pemerint ahan yang oleh

luas, besaran, dan j angkauan dampak yang Undang Undang ini dit ent ukan menj adi urusan

t imbul akibat penyelenggaraan suat u urusan pemerint ah. Dengan ket ent uan t ersebut , peme-

pemerint ahan (Penj elasan Terhadap Pasal 11 rint ah daerah kabupat en at au kot a t idak men-

UU No. 32 Tahun 2004). It u berart i bahwa urus- cakup kewenangan dalam seluruh bidang peme-

an pemerint ahan daerah t idak mut lak dilaksa- rint ahan, t et api t erbat as pada urusan yang

nakan oleh t ingkat an pemerint ahan t ert ent u menj adi wewenangnya. Hal inilah yang menj adi

saj a, t et api harus mempert imbangkan luas,

f enomena adanya pengurangan kewenangan j angkauan dan dampak yang dit imbulkan akibat at au pengambilalihan kewenangan pemerint ah-

penyelenggaraan suat u urusan pemerint ahan an daerah kabupat en/ kot a yang sebelumnya

daerah.

begit u luas. Dengan kat a lain, sekarang t idak Penyelenggaraan pemerint ahan di dae- rah-daerah (Propinsi dan Kabupat en) Kepulauan akan memiliki karakt er yang berbeda dengan

17 Kot an Y. St ef anus, “ Mengembangkan Demokrasi Dal am Era Ot onomi Daer ah” ,

daerah-daerah lainnya, t erut ama berkait an

Jur nal Konst i t usi , Vol . 2 No. 2,

Nopember 2009, Jakart a: MKRI, hl m. 19. Spir it ref or-

dengan luas, j angkauan dan dampak yang di-

masi yang t el ah bergul ir sepul uh t ahun l ebih bel um me- rasuki sendi-sendi syst em pol it ik dan bel um menegas-

t imbulkan. Masalah-masalah yang muncul da-

kan demokrasi sebagai prinsi p ket at anegaraan di Indo-

lam penyelenggaraan pemerint ahan di daerah-

nesi a. 18 Penj el asan Terhadap Pasal 17 Undang Undang Nomor 32

daerah yang berkarakt er kepulauan t ent unya

Tahun 2004, yang di maksud dengan sumberdaya nasio-

t idak mest i menj adi t anggungj awab daerah

nal adal am sumberdaya al am, sumber daya buat an dan sumber daya manusia.

(Propinsi dan Kabupat en) it u semat a, t et api

108 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 1 Januari 2011

j uga dapat menj adi t anggungj awab pemerin- keragaman daerah. ” Kekhususan dan keragam- t ah. Int ervensi pemerint ah t erhadap penye-

an daerah sebagaimana dimaksudkan di at as lenggaraan pemerint ahan di daerah-daerah

seyogyanya j uga mengandung pengert ian t en- kepulauan mest inya mendapat perhat ian khu-

t ang kekhususan dan keragaman Daerah Kepu- sus, sehingga dapat menyelesaikan masalah-

lauan; (2) Pasal 18A ayat (2) menent ukan bah- masalah yang mencuat dan mempercepat pro-

wa, ” hubungan keuangan, pelayanan umum, ses menuj u t erwuj udnya kesej aht eraan rakyat .

pemanf aat an sumber daya alam dan sumber Oleh karenanya, perlu penegasan pengat uran

daya lainnya ant ara pemerint ah pusat dan pe- dalam perubahan UU No. 32 Tahun 2004 me-

merint ahan daerah diat ur dan dilaksanakan ngenai kewaj iban pemerint ah unt uk memf asili-

secara adil dan selaras berdasarkan undang- t asi penyelenggaraan pemerint ahan di daerah-

undang” . Salah sat u hubungan pemerint ah pu- daerah kepulauan, namun j uga t et ap memberi-

sat dan pemerint ah daerah yang harus diper- kan ruang unt uk pengembangan demokrasi lokal

hat ikan adalah pemanf aat an sumberdaya alam sesuai dengan karakt erist ik daerah kepulauan

laut pada daerah-daerah kepulauan. Pengakuan t ersebut . 19 Hal ini pent ing karena menurut Hj .

pemerint ah pusat t erhadap kewenangan dan Ellydar Chaidir 20 bahwa proses pembangunan

pemanf aat an sumberdaya dimaksud diarahkan hukum dapat dimulai dari penggalian nilai dan

pada upaya mensej aht erakan rakyat di kawasan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat

t ersebut dengan t et ap mempert imbangkan oleh penyelenggara pemerint ah yang ber-

aspek keadilan dan keselarasan. Hal ini berkon- wenang merumuskan kebij akan.

sekuensi j uga pada pengakuan ot onomi khusus Daerah Kepulauan; (3) Pasal 18 B ayat (1)

Landasan Hukum Daerah Khusus Kepulauan

Undang Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa, Beranj ak dari paparan sebelumnya, maka

“ Negara mengakui dan menghormat i sat uan- dapat lah dit egaskan bahwa salah sat u wuj ud

sat uan pemerint ahan daerah yang bersif at khu- dari ot onomi khusus dalam Negara Kesat uan

sus at au bersif at ist imewa yang diat ur dengan Republik Indonesia adalah Daerah Kepulauan.

Undang Undang” . Pengakuan t ent ang bersif at Eksist ensi Daerah Kepulauan dimaksud sesung-

khusus at au bersif at ist imewa t ersebut belum guhnya t elah memiliki beberapa landasan yuri-

dij abarkan lebih rinci sebagai acuan unt uk dis dalam sist em hukum Indonesia. 21 pembent ukan daerah yang bersif at ist imewa

Per t ama, UUD 1945. Ada sej umlah pasal dan khusus; (4), Pasal 25A Undang Undang Da- dalam Undang Undang Dasar 1945 yang dapat

sar 1945 menegaskan bahwa, “ Negara Kesat uan dij adikan sebagai landasan yuridis Provinsi Ke-

Republik Indonesia adalah sebuah Negara Ke- pulauan, yait u (1) Pasal 18 A ayat (1) UUD 1945

pulauan yang berciri Nusant ara dengan wilayah bahwa, ” hubungan wewenang ant ara pemerin-

dan bat as-bat as dan hak-haknya dit et apkan t ah pusat dan pemerint ah daerah provinsi,

dengan undang undang. ” Ket ent uan ini menun- kabupat en, dan kot a, at au ant ara provinsi dan

j ukkan realit as bahwa, wilayah Indonesia t er- kabupat en dan kot a, diat ur dengan undang un-

diri dari gugusan pulau-pulau besar dan gugusan dang dengan memperhat ikan kekhususan dan

pulau-pulau kecil yang disat ukan oleh hampar- an laut yang sangat luas, yang t erbent ang dari

19 Juni Thamrin, “ Menci pt akan Ruang Bar u Bagi Demokr asi Part isipat if : Dinamika dan Tant angan” ,

Sabang sampai ke Merauku dan dari Miangas

Jur nal Anal i si s

Sosi al , Vol . 9 No. 3, Desember 2004, hl m. 20. Part i si -

sampai ke Rot e. Konsekwensi dari legit imasi

pasi mendorong sel uruh masyar akat si pil unt uk mencip- t akan sinerj i dan kemit raan dengan pemerint ah. Part i si -

negara Indonesia sebagai Negara Kepulauan

pasi masyar akat sebenarnya membawa sert a pr insip hak

seyogyanya mendampak j uga kepada legit imasi

asasi manusia unt uk mendapat kan kesempat an mel aku-

yuridis f ormal kepada daerah Kepulauan seba-

20 kan ekspresi diri . El l yadar Chai dir, “ Manaj emen Pembangunan Hukum di

gai daerah yang memiliki ot onomi khusus; (5),

Daer ah” , Jur nal Mahkamah, Vol . 19 No. 2, Okt ober 2007, hl m. 165.

Pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar 1945

21 H. M. Lai ca Marzuki , “ Membangun Undang Undang Yang

menegaskan bahwa, “ Bumi dan air dan kekaya-

Ideal ” , Jur nal Legi sl asi Indonesi a, Vol . 4 No. 2, Juni 2007, Jakart a: Dirj en Hukum dan HAM, hl m. 4;

an alam yang t erkandung di dalamnya dikuasai

Daer ah Kepul auan Sebagai Sat uan Pemerint ah Daerah yang Ber sif at Khusus

Dokumen yang terkait

POTENSI BAKTERI ASAM LAKTAT DALAM MENGHASILKAN BAKTERIOSIN SEBAGAI ANTIMIKROBA DAN PENGUKURAN BERAT MOLEKULNYA DENGAN SDS-PAGE DARI ISOLAT FERMENTASI KAKAO Urnemi1 , Sumaryati Syukur

1 1 7

FORMULASI MIKROPARTIKEL BERPORI DALAM POLI (D,L-Laktida) SEBAGAI SCAFFOLDDENGAN TEKNIK EMULSIFIKASI PENGUAPAN PELARUT Lili Fitriani1 , Tri Suciati2

0 0 8

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI MEDIA PENDUKUNG AMOBILISASI ENZIM α-AMILASE Upita Septiani dan Agrina Lisma Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas ABSTRACT - PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI MEDIA PENDUKUNG AMOBILI

0 0 10

MANUAL PENGGUNA SISTEM PERTUKARAN GURU SECARA ONLINE eG-Tukar MODUL PENDAFTARAN MODUL PERMOHONAN PERTUKARAN ANTARA DAERAH

0 0 28

FUNGSI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SEBAGAI TEMPAT UNTUK MELAKSANAKAN PEMBINAAN DAN PELAYANAN TERPIDANA MATI SEBELUM DIEKSEKUSI

0 0 8

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PRODUK PANGAN OLAHAN YANG MENGANDUNG BAHAN REKAYASA GENETIK

0 0 6

PENERAPAN ASAS PACTA TERTIIS NEC NOCENT NEC PROSUNT BERKAITAN DENGAN STATUS HUKUM DAERAH DASAR LAUT SAMUDERA DALAM (SEA BED)

0 0 8

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI INSTRUMEN HUKUM EKONOMI DI ERA GLOBALISASI

0 0 12

TUGAS DAN FUNGSI KEUCHIK, TUHA PEUET DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN GAMPONG LAMPISANG KECAMATAN PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR BERDASARKAN QANUN NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN GAMPONG

0 0 14

IMPLIKASI KEBIJAKAN “PENDAERAHAN” PENGELOLAAN PBB SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

0 0 15