Pasar Uang Antar Bank. doc
I.
Pendahuluan
Bank pada hakikatnya adalah lembaga intermediasi
antara para penabung dan investor. Tabungan hanya akan
berguna apabila diinvestasikan, sementara para penabung
tidak dapat diharapkan untuk sanggup melakukannya sendiri
dengan terampil dan sukses. Nasabah mau menyimpan
dananya di bank karena ia percaya bahwa bank dapat memilih
alternatif investasi yang menarik. Proses pemilihan investasi
itu harus dilakukan dengan seksama, karena kesalahan dalam
pemilihan bentuk investasi akan membawa akibat bank tidak
bisa memenuhi kewajibannya kepada para nasabahnya. Pada
umumnya bank mengkoordinasikan fungsi tersebut melalui
apa yang disebut assets/liabilities management committee
atau disingkat ALCO. Tugas utama manajemen aset/liabilitas
adalah
memaksimalkan
laba,
meminimalkan
risiko,
dan
menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Potensi risiko
yang dihadapi oleh bank konvensional juga dihadapi oleh bank
syariah, kecuali risiko tingkat bunga, karena prinsip profit and
loss sharing yang menjadi landasan sistem operasionalnya.
Untuk itu, bank yang kelebihan cadangan uang akan
menyalurkan pada objek-objek yang dianggap save dan
mampu membawa keuntungan serta dalam jangka pendek. Hal
ini untuk terus menjaga likuiditas perbankan jika nasabah
hendak menarik uangnya. Adapun perusahaan non lembaga
keuangan jelas berbeda dengan lembaga keuangan. Terutama
masalah keuangan perusahaan yang selalu berputar karena
hasil usaha sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi
likuiditas
jangka
pendek,
terutama
untuk
operasional
perusahaan seperti gaji karyawan, pembelian bahan baku dll .
Maka
untuk
menutupi
tersebut
perusahaan
menerbitkan
instrumen di pasar uang guna mendapatkan uang tunai secara
cepat.
Adapun perbankan yang mengalami likuiditas jangka
pendek akan lebih mudah mendapatkan suntikan dana melalui
Pasar Uang melalui transaksi pinjaman antar bank atau
lembaga keuangan lain yang sebagian besar berjangka waktu
pendek (harian/overnight).
Jika dalam perbankan konvensional terdapat Pasar Uang
Antar Bank (PUAB) sebagai alternatif pilihan utama perbankan
dalam menjaga likuiditas harian yang dikontrol oleh bank
central turut melalui pengendalian suku bunga (Wahyu Dewati
et,all, 2004). Begitu pula dengan perbankan berbasis syariah,
lembaga keuangan syariah memiliki pasar khusus syariah
dengan sebutan pasar uang antar bank syariah (PUAS) sebagai
salah satu instrumen yang penting dalam menjaga kestabilan
likuiditas.
Penulis
yang
tergabung
dalam
kelompok
ini
mencoba merangkum dan menganalisis seputar pasar uang
yang disajikan secara ilmiah oleh Heiko Hesse, Andreas A. Jobst
& Juan Solé yang berjudul "Trends and Challenges in Islamic
Finance" atau Tren dan Tantangan dalam Keuangan Islam yang
dimuat dalam jurnal World Economics, vol. 9, no. 2, april–june
2008 halaman 175-193.
I.
Pasar Uang dan Tantangan Moneter
Fenomena yang harus kita banggakan adalah industri
keuangan syariah yang terus meningkat meski dibilang
belum
lama
berdiri.
Pertumbuhan
keuangan
syariah
menunjukkan tingkat rata-rata tumbuh sekitar 15 persen
pertahun,
terutama
dalam
beberapa
tahun
terakhir.
Pertumbuhan cepat telah didorong tidak hanya oleh
lonjakan permintaan untuk produk yang sesuai syari'at,
tapi juga adanya para pemodal dari Timur Tengah dan
negara-negara Muslim lainnya, selain itu juga investor di
seluruh dunia, sehingga menjadikan rendering ekspansi
keuangan Islam merupakan fenomena global.
Laju pertumbuhan yang signifikan tersebut didukung
oleh beberapa faktor, pertama, selain ruang lingkup
geografis yang luas, perluasan yang cepat dari keuangan
syariah juga terjadi di seluruh produk kegiatan keuangan,
mulai dari perbankan ritel untuk asuransi dan investasi
pasar modal, juga mungkin yang menjadi pertumbuhan
cepat adalah sukuk atau obligasi syariah, bentuk yang
paling populer dari pembiayaan kredit sekuritas dalam
keuangan Islam.
Permasalahan muncul ketika pasar uang syariah bebas
bergerak tanpa ada pengendali sistem syariah. Tentu ini akan
memberikan suatu sikap yang kurang menyenangkan jika
harus berpihak terhadap salah satu. Pertama, berpihak pada
tradisi yang sekuler. Kedua, bertindak mengikuti peraturan
sistem yang ditetapkan komite syariah ( AAOIFI ) demi
tercapainya pelaksanaan prinsip syariah. Pada Februari 2008,
komite syariah mengeluarkan rekomendasi baru mengenai
peran kepemilikan aset, jaminan investasi, dan penasihat
syariah
dan
perdagangan.
proses
persetujuan
Aturan-aturan
yang
dalam
sukuk
diusulkan
dan
menarik
perhatian yang signifikan sebelum pembebasan mereka,
setelah pernyataan oleh ketua komite syari'ah pada bulan
November 2007 menunjukkan bahwa 85 persen masalah
sukuk di GCC tidak setuju dengan prinsip-prinsip syari'ah.
Sebagian besar sukuk yang diterbitkan di GCC memiliki
perjanjian pembelian kembali eksplisit yang menjamin
pembayaran pokok namun melanggar pembagian labarugi (PLS) sesuai fitur hukum Islam.
Melihat
kenyataan
yang
demikian,
pasar
uang
syariah berpotensi mengalami gejolak sebagaimana pasar
uang konvensional.
Resiko terjadi hal-hal yang lazim
dalam
memang
pasar
uang
tidak
menutup
sebuah
kemungkinan, seperti terjadinya risiko pasar yang mana
terjadi karena turunnya harga suatu instrumen pasar uang
yang dikarenakan tingkat suku bunga naik sehinnga
investor mengalami kerugian. Risiko gagal bayar yang
terjadi karena debitur tidak dapat memenuhi kewajiban
bayar kepada kreditur.
Risiko inflasi terjadi karena
naiknya harga barang / jasa sehingga daya beli menurun
atas pendapatan yang diterima dari pinjaman yang
diberikan dan risiko nilai tukar terjadi karena adanya
perubahan tidak menguntungkan terhadap kurs mata
uang asing. Risiko-resiko tersebut pun berpotensi pada
pasar uang syariah jika tidak menjalankan sistem
Jika mengacu pada sistem pasar uang syariah serta
fungsinya, adanya risiko sebagaimana yang terjadi dalam
sistem pasar uang konvensional dapat dihindari atau
kalaupun terjadi resiko dapat ditekan serendah mungkin
karena pada prinsipnya operasional pasar uang syariah
mengacu pada skema akad syariah, tergantung akad apa
yang digunakan.
Tantangan muncul dalam pasar uang syariah adalah
adanya pengaruh pasar konvensional yang dikontrol oleh
bank central dalam penentuan suku bunga, maka pasar
uang syariah berpotensi menetapkan standar keuntungan
sebagaimana bunga yang ditetapkan, hal ini menjadi
sebuah tantangan apakah bisa pasar uang syariah lepas
dari bayang-bayang bank konvensional dan menerapkan
mekanisme yang sepenuhnya sesuai dengan syariah.
II.
Syariah Compliant sebagai Perangkat Kehatihatian
Dari
perspektif
kehati-hatian,
dalam
artikel
ilmiah
tersebut menyoroti tentang syariah complient, mengingat
belum diterapkannya syariah compliant pada pasar uang
jangka pendek (kurang dari seminggu). Permasalahan muncul
ketika
terjadi gejolak risiko sehingga berpengaruh pada
penyelesaian hukum.
Fungsi syariah syariah compliant atau pelaksananya yaitu
dewan pengawas syariah adalah harus menentukan kontrol
rinci untuk model masing-masing bank dalam menggunakan
jenis
transaksi terutama dalam hal model yang
umum
digunakan seperti Murabahah dan Ijarah yang rentan untuk
digunakan sebagai back-door (celah) untuk bunga. Murabahah
dalam berbagai barang mungkin melibatkan aspek yang
berbeda yang mungkin perlu pengawasan yang ketat. Dewan
pengawas
syariah
memberikan
pengendalian
internal
sehubungan dengan beberapa model produk yang beredar
dipasar uang yang menggunakan akad sebagai di bawah ini:
a. Murabahah
1. Dewan Syariah harus memastikan bahwa akuntansi
dalam Murabahah dibuat mirip dengan transaksi
perdagangan bukan transaksi keuangan. Dalam hal
ini
sesuai
dengan
standar
akuntansi
AAOIFI.
Beberapa bank merekam hanya pencairan dari
jumlah total termasuk mark-up. Ini bertentangan
dengan substansi syariah compliant Murabahah.
2. Untuk memastikan bahwa bank tidak terlibat dalam
transaksi Murabahah Rollover, kontrol internal yang
ketat diterapkan. Harga barang tidak dapat diubah
jika
pelanggan
tidak
membayar
tepat
waktu.
Dengan demikian, tidak ada kesempatan untuk
rollover transaksi murabahah.
3. Klien
yang membayar untuk pembelian jumlah
komoditi atas nama bank tidak dapat membeli
komoditas
untuk
waktu
yang
lama
dan
menggunakannya untuk aset lain yang mungkin
tidak
diperbolehkan
berbasis
misalnya
kepentingan
untuk
sekuritas
pembelian
atau
saham
perusahaan berbasis bunga. Oleh karena itu, harus
ada kontrol yang efektif bahwa klien membeli
komoditas tersebut dalam waktu minimum yang
diberikan dan memberikan pernyataan ke bank
diikuti oleh penerimaan oleh bank dan penjualan
kepada klien. Untuk kontrol yang efektif, dewan
pengawas syari’ah juga dapat menyarankan bank
untuk
melakukan
pembayaran
langsung
ke
pemasok.
4. Dewan pengawas syariah harus memastikan bahwa
semua persyaratan dokumentasi khususnya dalam
kasus klien juga agen dari bank sudah terpenuhi
dengan
benar.
perubahan
Bank
dalam
tidak
Master
berhak
melakukan
Agreement
tanpa
persetujuan nya.
5. Mark-up harus dibebankan bank waktu menjual
komoditas pada kredit untuk klien. Dewan syariah
harus
memastikan
bahwa
tidak
dibebankan
terhadap klien (sebagai agen).
6. Bai al Inah / pembelian kembali. Pengaturan ini
tidak diperbolehkan dalam Syariah. Dewan Syariah
harus dimasukkan ke dalam kontrol tempat yang
efektif bahwa bank tidak mencari celah (back door)
untuk
teknik
pembelian
kembali
dalam
kasus
transaksi Murabahah.
b. Ijarah
Perangkat utama lainnya adalah menggunakan
ijarah. berikut mungkin beberapa kontrol nya:
1. Dewan
Syariah
harus
memastikan
bahwa
kepemilikan aset yang disewakan ditransfer ke
lessor yaitu bank. Dalam kasus itu melibatkan
impor,
bank
harus
mengimpor
langsung
atau
melalui agen.
2. Ijarah
dan Bai' adalah jenis yang sama sekali
berbeda dari transaksi dalam hal implikasinya bagi
pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dua transaksi
tidak boleh dicampur sedemikian rupa sehingga
masing-masing
syariah
penting
tidak
dipenuhi.
Perpindahan kepemilikan kepada penyewa tidak
harus menjadi kondisi yang tidak terpisahkan dari
Perjanjian Sewa. Ini bisa menjadi janji sepihak, tidak
mengikat pihak lain.
3. Dewan Syariah harus memastikan bahwa biaya
yang berkaitan dengan pembelian dan kepemilikan
aset ditanggung oleh bank. Dengan demikian, biaya
yang
diperlukan
untuk
mempertahankan
keseluruhan aset adalah tanggung jawab lessor
4. Sesuai standar akuntansi AAOIFI untuk Ijarah, Ijarah
akuntansi untuk pembiayaan berbasis harus serupa
dengan yang dari sewa operasi dan bukan dari
sewa pembiayaan.
Demikian pula untuk semua model transaksi lain yang
dilakukan bank syariah serta fungsi dewan pengawas syariah
harus
benar-benar
bisa
mengidentifikasi
dan
melakukan
kontrol produk syariah sehingga bisa dipastikan dapat menjaga
ketaatan hukum terhadap produk bisnis yang sesuai dengan
syariat Islam.
III.
Expansi Bisnis Syariah ke Konvensional
Pada
bahasan
selanjutnya,
Bank-bank
syariahpun
memperluas kehadiran mereka di sistem konvensional. hal ini
jauh dari perkiraan kita. Ironisnya, hal ini dianggap relevan
untuk mengetahui apakah bank-bank syariah lebih stabil
dibandingkan bank konvensional. Sebagaimana disebutkan
dalam jurnal dimaksud, beberapa penulis berpendapat bahwa
risiko yang ditimbulkan ke sistem keuangan oleh bank-bank
syariah berbeda dalam banyak hal dengan bank konvensional.
Risiko
unik
untuk
bank syariah
mungkin
timbul
secara
langsung dari fitur khusus akibat akad serta tidak langsung
akibat
hukum
pemerintahan,
dan
likuiditas
manajemen
infrastruktur yang tersedia untuk lembaga-lembaga perbankan
syariah. Sebagai contoh, pembiayaan pembiayaan syariah
menggeser risiko kredit langsung dari bank konvensional yang
memiliki tujuan investasi. Selain itu, perbankan syariah juga
meningkatkan tingkat risiko pada sisi aset neraca bank, karena
itu membuat bank-bank Islam rentan terhadap risiko yang
biasanya ditanggung oleh investor ekuitas daripada pemegang
utang.
Selain itu, ketidak layakan pasar uang syariah dapat
memperburuk
terhadap
risiko
likuiditas.
penggunaan
derivatif
Demikian
pula,
konvensional
larangan
membatasi
kemampuan bank-bank syariah untuk melindungi nilai risiko
tertentu. Selain itu, kebanyakan bank –bank syariah beroperasi
di lingkungan dengan pasar antar bank dan uang kurang
berkembang atau tidak ada sekuritas pemerintah, dan dengan
terbatasnya ketersediaan dan akses kepada pemberi pinjaman.
Perbedaan-perbedaan ini telah dikurangi sedikit karena
perkembangan terakhir di instrumen pasar uang syariah dan
pemberi
pinjaman
menyatakan
komitmen
implisit
dan
pemerintah
yang
paling
berperan
untuk
memberikan
dukungan likuiditas kepada semua bank selama keadaan diluar
rencana. Di sisi lain, ada fitur bank-bank syariah yang bisa
membuat mereka kurang rentan dibanding bank konvensional.
Sebagai contoh, bank-bank Islam mampu melewati guncangan
negatif dari sisi aset. Maka, untuk menutupi kekurangan aset
tersebut dibentuklah
PUAS
sebagai solusi. Namun yang
terpenting adalah stabilitas ekonomi akan berdampak pada
kekuatan moneter.
IV.
Kesimpulan
Membaca jurnal sebagaimana tersebut diatas serta
ringkasan
pada
permasalahan
pasar
uang
sebagaimana
disinggung dalam jurnal tersebut, maka dapat kami simpulkan
beberapa hal yang sekiranya dapat menjadi bahan perhatian
terhadap kemajuan sistem ekonomi islam kita. Beberapa
kesimpulan tersebut yang dapat kami sampaikan:
1. Perlu adanya sistem dan manajemen teliti terhadap
setiap emiten yang tergabung dalam pasar uang,
khususnya pasar uang syariah.
2. Optimalisasi
peran
dewan
pengawas
syariah,
khususnya perbankan yang turut serta dalam pasar
uang syariah
3. Dewan pengawas syariah harus benar-benar orang
yang kompeten dalam hal hukum, manajemen dan
akutansi
perbankan
syariah
mengerti sistem yang berlaku.
supaya
paham
dan
4. Tindak
lanjut
bermain
terhadap
sistem
perbankan
konvensional.
Hal
syariah
ini
yang
diperlukan
supaya tidak tercampur dengan harta haram.
5. Perlu adanya peningkatan pelayanan dan kuwalitas
pasar uang syariah, serta emiten-emiten yang bermain
didalamnya.
V.
Penutup
Pasar uang sebagai instrumen penting dalam stabilisasi
perekonomian bangsa diharapkan bisa memerankan perannya
dengan sempurna, sebab dengan begitu masyarakat secara
umum akan merasa nyaman dan tentram ketika ekonomi
nasional kokoh. Pasar uang syariah sebagai solusi pasar uang
yang
bersih
dari
riba
harus
memerankan
peran
yang
maksimal, sehingga terwujud sebuah cita-cita negara yang
bersih dan kuat.
Bahan Bacaan
Heiko Hesse, Andreas A. Jobst & Juan Solé, Trends and
Challenges in Islamic Finance, Journal World Economics,
vol. 9, no. 2, april–june 2008 (rujukan utama)
Wahyu Dewati, Iss Savitri Hafid, Dadal Angkoro Ibrahim,
Zainuddin, Mikrostruktur Pasar Uang Antar Bank Rupiah
Pembentukan Dan Perilaku Harga. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan, Maret 2004
Lasmiatun, Perbankan Syariah, Semarang: Kartini Press, 2010
Setiaji, Bambang, Islamic Bank Development in Indonesia,
Makalah presentasi seminar di Darwin Australia 2011
Pendahuluan
Bank pada hakikatnya adalah lembaga intermediasi
antara para penabung dan investor. Tabungan hanya akan
berguna apabila diinvestasikan, sementara para penabung
tidak dapat diharapkan untuk sanggup melakukannya sendiri
dengan terampil dan sukses. Nasabah mau menyimpan
dananya di bank karena ia percaya bahwa bank dapat memilih
alternatif investasi yang menarik. Proses pemilihan investasi
itu harus dilakukan dengan seksama, karena kesalahan dalam
pemilihan bentuk investasi akan membawa akibat bank tidak
bisa memenuhi kewajibannya kepada para nasabahnya. Pada
umumnya bank mengkoordinasikan fungsi tersebut melalui
apa yang disebut assets/liabilities management committee
atau disingkat ALCO. Tugas utama manajemen aset/liabilitas
adalah
memaksimalkan
laba,
meminimalkan
risiko,
dan
menjamin tersedianya likuiditas yang cukup. Potensi risiko
yang dihadapi oleh bank konvensional juga dihadapi oleh bank
syariah, kecuali risiko tingkat bunga, karena prinsip profit and
loss sharing yang menjadi landasan sistem operasionalnya.
Untuk itu, bank yang kelebihan cadangan uang akan
menyalurkan pada objek-objek yang dianggap save dan
mampu membawa keuntungan serta dalam jangka pendek. Hal
ini untuk terus menjaga likuiditas perbankan jika nasabah
hendak menarik uangnya. Adapun perusahaan non lembaga
keuangan jelas berbeda dengan lembaga keuangan. Terutama
masalah keuangan perusahaan yang selalu berputar karena
hasil usaha sehingga tidak menutup kemungkinan terjadi
likuiditas
jangka
pendek,
terutama
untuk
operasional
perusahaan seperti gaji karyawan, pembelian bahan baku dll .
Maka
untuk
menutupi
tersebut
perusahaan
menerbitkan
instrumen di pasar uang guna mendapatkan uang tunai secara
cepat.
Adapun perbankan yang mengalami likuiditas jangka
pendek akan lebih mudah mendapatkan suntikan dana melalui
Pasar Uang melalui transaksi pinjaman antar bank atau
lembaga keuangan lain yang sebagian besar berjangka waktu
pendek (harian/overnight).
Jika dalam perbankan konvensional terdapat Pasar Uang
Antar Bank (PUAB) sebagai alternatif pilihan utama perbankan
dalam menjaga likuiditas harian yang dikontrol oleh bank
central turut melalui pengendalian suku bunga (Wahyu Dewati
et,all, 2004). Begitu pula dengan perbankan berbasis syariah,
lembaga keuangan syariah memiliki pasar khusus syariah
dengan sebutan pasar uang antar bank syariah (PUAS) sebagai
salah satu instrumen yang penting dalam menjaga kestabilan
likuiditas.
Penulis
yang
tergabung
dalam
kelompok
ini
mencoba merangkum dan menganalisis seputar pasar uang
yang disajikan secara ilmiah oleh Heiko Hesse, Andreas A. Jobst
& Juan Solé yang berjudul "Trends and Challenges in Islamic
Finance" atau Tren dan Tantangan dalam Keuangan Islam yang
dimuat dalam jurnal World Economics, vol. 9, no. 2, april–june
2008 halaman 175-193.
I.
Pasar Uang dan Tantangan Moneter
Fenomena yang harus kita banggakan adalah industri
keuangan syariah yang terus meningkat meski dibilang
belum
lama
berdiri.
Pertumbuhan
keuangan
syariah
menunjukkan tingkat rata-rata tumbuh sekitar 15 persen
pertahun,
terutama
dalam
beberapa
tahun
terakhir.
Pertumbuhan cepat telah didorong tidak hanya oleh
lonjakan permintaan untuk produk yang sesuai syari'at,
tapi juga adanya para pemodal dari Timur Tengah dan
negara-negara Muslim lainnya, selain itu juga investor di
seluruh dunia, sehingga menjadikan rendering ekspansi
keuangan Islam merupakan fenomena global.
Laju pertumbuhan yang signifikan tersebut didukung
oleh beberapa faktor, pertama, selain ruang lingkup
geografis yang luas, perluasan yang cepat dari keuangan
syariah juga terjadi di seluruh produk kegiatan keuangan,
mulai dari perbankan ritel untuk asuransi dan investasi
pasar modal, juga mungkin yang menjadi pertumbuhan
cepat adalah sukuk atau obligasi syariah, bentuk yang
paling populer dari pembiayaan kredit sekuritas dalam
keuangan Islam.
Permasalahan muncul ketika pasar uang syariah bebas
bergerak tanpa ada pengendali sistem syariah. Tentu ini akan
memberikan suatu sikap yang kurang menyenangkan jika
harus berpihak terhadap salah satu. Pertama, berpihak pada
tradisi yang sekuler. Kedua, bertindak mengikuti peraturan
sistem yang ditetapkan komite syariah ( AAOIFI ) demi
tercapainya pelaksanaan prinsip syariah. Pada Februari 2008,
komite syariah mengeluarkan rekomendasi baru mengenai
peran kepemilikan aset, jaminan investasi, dan penasihat
syariah
dan
perdagangan.
proses
persetujuan
Aturan-aturan
yang
dalam
sukuk
diusulkan
dan
menarik
perhatian yang signifikan sebelum pembebasan mereka,
setelah pernyataan oleh ketua komite syari'ah pada bulan
November 2007 menunjukkan bahwa 85 persen masalah
sukuk di GCC tidak setuju dengan prinsip-prinsip syari'ah.
Sebagian besar sukuk yang diterbitkan di GCC memiliki
perjanjian pembelian kembali eksplisit yang menjamin
pembayaran pokok namun melanggar pembagian labarugi (PLS) sesuai fitur hukum Islam.
Melihat
kenyataan
yang
demikian,
pasar
uang
syariah berpotensi mengalami gejolak sebagaimana pasar
uang konvensional.
Resiko terjadi hal-hal yang lazim
dalam
memang
pasar
uang
tidak
menutup
sebuah
kemungkinan, seperti terjadinya risiko pasar yang mana
terjadi karena turunnya harga suatu instrumen pasar uang
yang dikarenakan tingkat suku bunga naik sehinnga
investor mengalami kerugian. Risiko gagal bayar yang
terjadi karena debitur tidak dapat memenuhi kewajiban
bayar kepada kreditur.
Risiko inflasi terjadi karena
naiknya harga barang / jasa sehingga daya beli menurun
atas pendapatan yang diterima dari pinjaman yang
diberikan dan risiko nilai tukar terjadi karena adanya
perubahan tidak menguntungkan terhadap kurs mata
uang asing. Risiko-resiko tersebut pun berpotensi pada
pasar uang syariah jika tidak menjalankan sistem
Jika mengacu pada sistem pasar uang syariah serta
fungsinya, adanya risiko sebagaimana yang terjadi dalam
sistem pasar uang konvensional dapat dihindari atau
kalaupun terjadi resiko dapat ditekan serendah mungkin
karena pada prinsipnya operasional pasar uang syariah
mengacu pada skema akad syariah, tergantung akad apa
yang digunakan.
Tantangan muncul dalam pasar uang syariah adalah
adanya pengaruh pasar konvensional yang dikontrol oleh
bank central dalam penentuan suku bunga, maka pasar
uang syariah berpotensi menetapkan standar keuntungan
sebagaimana bunga yang ditetapkan, hal ini menjadi
sebuah tantangan apakah bisa pasar uang syariah lepas
dari bayang-bayang bank konvensional dan menerapkan
mekanisme yang sepenuhnya sesuai dengan syariah.
II.
Syariah Compliant sebagai Perangkat Kehatihatian
Dari
perspektif
kehati-hatian,
dalam
artikel
ilmiah
tersebut menyoroti tentang syariah complient, mengingat
belum diterapkannya syariah compliant pada pasar uang
jangka pendek (kurang dari seminggu). Permasalahan muncul
ketika
terjadi gejolak risiko sehingga berpengaruh pada
penyelesaian hukum.
Fungsi syariah syariah compliant atau pelaksananya yaitu
dewan pengawas syariah adalah harus menentukan kontrol
rinci untuk model masing-masing bank dalam menggunakan
jenis
transaksi terutama dalam hal model yang
umum
digunakan seperti Murabahah dan Ijarah yang rentan untuk
digunakan sebagai back-door (celah) untuk bunga. Murabahah
dalam berbagai barang mungkin melibatkan aspek yang
berbeda yang mungkin perlu pengawasan yang ketat. Dewan
pengawas
syariah
memberikan
pengendalian
internal
sehubungan dengan beberapa model produk yang beredar
dipasar uang yang menggunakan akad sebagai di bawah ini:
a. Murabahah
1. Dewan Syariah harus memastikan bahwa akuntansi
dalam Murabahah dibuat mirip dengan transaksi
perdagangan bukan transaksi keuangan. Dalam hal
ini
sesuai
dengan
standar
akuntansi
AAOIFI.
Beberapa bank merekam hanya pencairan dari
jumlah total termasuk mark-up. Ini bertentangan
dengan substansi syariah compliant Murabahah.
2. Untuk memastikan bahwa bank tidak terlibat dalam
transaksi Murabahah Rollover, kontrol internal yang
ketat diterapkan. Harga barang tidak dapat diubah
jika
pelanggan
tidak
membayar
tepat
waktu.
Dengan demikian, tidak ada kesempatan untuk
rollover transaksi murabahah.
3. Klien
yang membayar untuk pembelian jumlah
komoditi atas nama bank tidak dapat membeli
komoditas
untuk
waktu
yang
lama
dan
menggunakannya untuk aset lain yang mungkin
tidak
diperbolehkan
berbasis
misalnya
kepentingan
untuk
sekuritas
pembelian
atau
saham
perusahaan berbasis bunga. Oleh karena itu, harus
ada kontrol yang efektif bahwa klien membeli
komoditas tersebut dalam waktu minimum yang
diberikan dan memberikan pernyataan ke bank
diikuti oleh penerimaan oleh bank dan penjualan
kepada klien. Untuk kontrol yang efektif, dewan
pengawas syari’ah juga dapat menyarankan bank
untuk
melakukan
pembayaran
langsung
ke
pemasok.
4. Dewan pengawas syariah harus memastikan bahwa
semua persyaratan dokumentasi khususnya dalam
kasus klien juga agen dari bank sudah terpenuhi
dengan
benar.
perubahan
Bank
dalam
tidak
Master
berhak
melakukan
Agreement
tanpa
persetujuan nya.
5. Mark-up harus dibebankan bank waktu menjual
komoditas pada kredit untuk klien. Dewan syariah
harus
memastikan
bahwa
tidak
dibebankan
terhadap klien (sebagai agen).
6. Bai al Inah / pembelian kembali. Pengaturan ini
tidak diperbolehkan dalam Syariah. Dewan Syariah
harus dimasukkan ke dalam kontrol tempat yang
efektif bahwa bank tidak mencari celah (back door)
untuk
teknik
pembelian
kembali
dalam
kasus
transaksi Murabahah.
b. Ijarah
Perangkat utama lainnya adalah menggunakan
ijarah. berikut mungkin beberapa kontrol nya:
1. Dewan
Syariah
harus
memastikan
bahwa
kepemilikan aset yang disewakan ditransfer ke
lessor yaitu bank. Dalam kasus itu melibatkan
impor,
bank
harus
mengimpor
langsung
atau
melalui agen.
2. Ijarah
dan Bai' adalah jenis yang sama sekali
berbeda dari transaksi dalam hal implikasinya bagi
pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dua transaksi
tidak boleh dicampur sedemikian rupa sehingga
masing-masing
syariah
penting
tidak
dipenuhi.
Perpindahan kepemilikan kepada penyewa tidak
harus menjadi kondisi yang tidak terpisahkan dari
Perjanjian Sewa. Ini bisa menjadi janji sepihak, tidak
mengikat pihak lain.
3. Dewan Syariah harus memastikan bahwa biaya
yang berkaitan dengan pembelian dan kepemilikan
aset ditanggung oleh bank. Dengan demikian, biaya
yang
diperlukan
untuk
mempertahankan
keseluruhan aset adalah tanggung jawab lessor
4. Sesuai standar akuntansi AAOIFI untuk Ijarah, Ijarah
akuntansi untuk pembiayaan berbasis harus serupa
dengan yang dari sewa operasi dan bukan dari
sewa pembiayaan.
Demikian pula untuk semua model transaksi lain yang
dilakukan bank syariah serta fungsi dewan pengawas syariah
harus
benar-benar
bisa
mengidentifikasi
dan
melakukan
kontrol produk syariah sehingga bisa dipastikan dapat menjaga
ketaatan hukum terhadap produk bisnis yang sesuai dengan
syariat Islam.
III.
Expansi Bisnis Syariah ke Konvensional
Pada
bahasan
selanjutnya,
Bank-bank
syariahpun
memperluas kehadiran mereka di sistem konvensional. hal ini
jauh dari perkiraan kita. Ironisnya, hal ini dianggap relevan
untuk mengetahui apakah bank-bank syariah lebih stabil
dibandingkan bank konvensional. Sebagaimana disebutkan
dalam jurnal dimaksud, beberapa penulis berpendapat bahwa
risiko yang ditimbulkan ke sistem keuangan oleh bank-bank
syariah berbeda dalam banyak hal dengan bank konvensional.
Risiko
unik
untuk
bank syariah
mungkin
timbul
secara
langsung dari fitur khusus akibat akad serta tidak langsung
akibat
hukum
pemerintahan,
dan
likuiditas
manajemen
infrastruktur yang tersedia untuk lembaga-lembaga perbankan
syariah. Sebagai contoh, pembiayaan pembiayaan syariah
menggeser risiko kredit langsung dari bank konvensional yang
memiliki tujuan investasi. Selain itu, perbankan syariah juga
meningkatkan tingkat risiko pada sisi aset neraca bank, karena
itu membuat bank-bank Islam rentan terhadap risiko yang
biasanya ditanggung oleh investor ekuitas daripada pemegang
utang.
Selain itu, ketidak layakan pasar uang syariah dapat
memperburuk
terhadap
risiko
likuiditas.
penggunaan
derivatif
Demikian
pula,
konvensional
larangan
membatasi
kemampuan bank-bank syariah untuk melindungi nilai risiko
tertentu. Selain itu, kebanyakan bank –bank syariah beroperasi
di lingkungan dengan pasar antar bank dan uang kurang
berkembang atau tidak ada sekuritas pemerintah, dan dengan
terbatasnya ketersediaan dan akses kepada pemberi pinjaman.
Perbedaan-perbedaan ini telah dikurangi sedikit karena
perkembangan terakhir di instrumen pasar uang syariah dan
pemberi
pinjaman
menyatakan
komitmen
implisit
dan
pemerintah
yang
paling
berperan
untuk
memberikan
dukungan likuiditas kepada semua bank selama keadaan diluar
rencana. Di sisi lain, ada fitur bank-bank syariah yang bisa
membuat mereka kurang rentan dibanding bank konvensional.
Sebagai contoh, bank-bank Islam mampu melewati guncangan
negatif dari sisi aset. Maka, untuk menutupi kekurangan aset
tersebut dibentuklah
PUAS
sebagai solusi. Namun yang
terpenting adalah stabilitas ekonomi akan berdampak pada
kekuatan moneter.
IV.
Kesimpulan
Membaca jurnal sebagaimana tersebut diatas serta
ringkasan
pada
permasalahan
pasar
uang
sebagaimana
disinggung dalam jurnal tersebut, maka dapat kami simpulkan
beberapa hal yang sekiranya dapat menjadi bahan perhatian
terhadap kemajuan sistem ekonomi islam kita. Beberapa
kesimpulan tersebut yang dapat kami sampaikan:
1. Perlu adanya sistem dan manajemen teliti terhadap
setiap emiten yang tergabung dalam pasar uang,
khususnya pasar uang syariah.
2. Optimalisasi
peran
dewan
pengawas
syariah,
khususnya perbankan yang turut serta dalam pasar
uang syariah
3. Dewan pengawas syariah harus benar-benar orang
yang kompeten dalam hal hukum, manajemen dan
akutansi
perbankan
syariah
mengerti sistem yang berlaku.
supaya
paham
dan
4. Tindak
lanjut
bermain
terhadap
sistem
perbankan
konvensional.
Hal
syariah
ini
yang
diperlukan
supaya tidak tercampur dengan harta haram.
5. Perlu adanya peningkatan pelayanan dan kuwalitas
pasar uang syariah, serta emiten-emiten yang bermain
didalamnya.
V.
Penutup
Pasar uang sebagai instrumen penting dalam stabilisasi
perekonomian bangsa diharapkan bisa memerankan perannya
dengan sempurna, sebab dengan begitu masyarakat secara
umum akan merasa nyaman dan tentram ketika ekonomi
nasional kokoh. Pasar uang syariah sebagai solusi pasar uang
yang
bersih
dari
riba
harus
memerankan
peran
yang
maksimal, sehingga terwujud sebuah cita-cita negara yang
bersih dan kuat.
Bahan Bacaan
Heiko Hesse, Andreas A. Jobst & Juan Solé, Trends and
Challenges in Islamic Finance, Journal World Economics,
vol. 9, no. 2, april–june 2008 (rujukan utama)
Wahyu Dewati, Iss Savitri Hafid, Dadal Angkoro Ibrahim,
Zainuddin, Mikrostruktur Pasar Uang Antar Bank Rupiah
Pembentukan Dan Perilaku Harga. Buletin Ekonomi
Moneter dan Perbankan, Maret 2004
Lasmiatun, Perbankan Syariah, Semarang: Kartini Press, 2010
Setiaji, Bambang, Islamic Bank Development in Indonesia,
Makalah presentasi seminar di Darwin Australia 2011