UEU Undergraduate 7141 BABI pdf

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu hal yang paling utama

dalam melakukan aktivitas pekerjaan. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka
para pihak diharapkan dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat pekerja
maupun pengusaha sebagai upaya mencegah timbulnya kecelakaan akibat kerja dan
penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila terjadi
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Tujuannya adalah untuk menciptakan tempat
kerja yang nyaman, dan sehat sehingga dapat menekan serendah mungkin risiko
kecelakaan dan penyakit (Friend & Khon, 2007).
Perkembangan dunia konstruksi pada saat ini mengalami kemajuan yang sangat
pesat bila ditinjau dari segi manajemen dan teknologi konstruksi bangunan. Dengan
semakin rumitnya konstruksi banguan, maka perlu adanya pengendalian dalam
manajemen


konstruksi

khususnya

manajemen

risiko

bidang

K3.

Adanya

kemungkinan kecelakaan yang terjadi pada proyek konstruksi akan menjadi salah
satu penyebab terganggunya atau terhentinya aktivitas pekerjaan proyek. Oleh karena
itu, pada saat pelaksanaan pekerjaan konstruksi diwajibkan untuk menerapkan sistem
manajemen K3 di lokasi kerja dimana masalah keselamatan dan kesehatan kerja ini
juga merupakan bagian dari perencanaan dan pengendalian proyek.


Masalah K3 secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini
ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Pekerja konstruksi
menghadapi bahaya 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja-pekerja lain
pada umumnya. Ketua Umum Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Konstruksi (A2K4) Indonesia Anas Zaini Z. Iksan mengatakan, “setiap tahun terjadi
96.000 kasus kecelakaan kerja”. Jumlah ini, sebagian besar kecelakaan kerja terjadi
pada proyek jasa konstruksi dan sisanya terjadi di sektor Industri manufaktur (Suara
Karya, 2010).
Mengatasi masalah tersebut pemerintah selama 30 tahun lebih telah mengeluarkan
undang-undang mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, dalam UU No. 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja, ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja yang
harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan yang menjalankan usaha, baik formal
maupun informal, dimanapun berada dalam upaya memberikan perlindungan
keselamatan dan kesehatan semua orang yang berada di lingkungan usahanya
(Tarwaka, 2008).
Pada program K3, hirarki pengendalian (hierarchy of control) merupakan salah
satu hal yang sangat diperhatikan. Pemilihan hirarki pengendalian memberikan
manfaat secara efektifitas dan efesiensi sehingga risiko menurun dan menjadi risiko
yang bisa diterima (acceptable risk) bagi suatu organisasi. Hirarki pengendalian

dalam sistem manajemen K3 antara lain yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya,
substitusi, engineering control, administratif control dan penggunaan alat pelindung
diri. Bidang jasa konstruksi merupakan salah satu dari sekian banyak bidang usaha
yang tergolong memiliki risiko yang tinggi dan sangat rentan terhadap kecelakaan,
2

maka pengendalian risiko menjadi sangat penting. Adapun faktor penyebab terjadinya
kecelakaan kerja dalam suatu proyek konstruksi antara lain perubahan tempat kerja,
peralatan dan bahan yang digunakan berbahaya, pemilihan metode kerja yang kurang
tepat, faktor perilaku pekerja konstruksi yang cenderung kurang mengindahkan
ketentuan standar keselamatan kerja,dan faktor kurang disiplinnya para tenaga kerja
di dalam mematuhi ketentuan mengenai K3 yang antara lain mengatur tentang
pemakaian alat pelindung diri ( Wulfram I. Ervianto, 2005 ).
Berbagai kegiatan pengendalian risiko telah dilakukan dalam rangka mengurangi
angka kecelakaan kerja di sektor konstruksi. Adapun pekerjaan-pekerjaan yang paling
berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian.
Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius
bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh dari ketinggian
adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang melaksanakan
kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan mengakibat

kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh para pelaku
konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan pelindung
(personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman K3
konstruksi.
Dari faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja sebagaimana disebutkan,
menunjukkan bahwa kecelakaan kerja terjadi umumnya lebih disebabkan oleh
kesalahan manusia (human error ), baik dari aspek kompetensi para pelaksana
konstruksi maupun pemahaman arti pentingnya penyelenggaraan K3, hal ini
didukung juga dengan masih banyak pekerja konstruksi yang tidak mengindahkan
3

ketentuan seperti tidak memakai helm keselamatan, sepatu keselamatan, sarung
tangan,

masker,

rompi

keselamatan


dan

lain

sebagainya

disaat

bekerja

(www.iosh.gw.tw).
Hal tersebut didukung oleh pendapat Strauss (dalam Saydam, 2005) bahwa salah
satu yang menyebabkan bahaya dari suatu pekerjaan adalah sikap pekerja dalam
berperilaku dan kemampuan mencermati bahaya yang ada di tempat kerja. Dan salah
satu kepatuhan yang sering dilanggar oleh para pekerja adalah kepatuhan penggunaan
APD. Padahal kepatuhan penggunaan APD merupakan salah satu faktor penting
dalam meminimalisir kejadian kecelakaan kerja yang dapat terjadi di tempat kerja.
Oleh karena itu setiap perusahaan yang memiliki risiko, baik risiko rendah maupun
risiko tinggi membuat peraturan tentang penggunaan APD bagi para pekerjanya. Hal
ini sangat diperhatikan oleh perusahaan dikarenakan, perusahaan tidak ingin aset

mereka yaitu para pekerja mengalami kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan
kerugian besar bagi perusahaan.
Salah satu program K3 dalam pengendalian risiko di perusahaan adalah dengan
pengadaan Alat Pelindung Diri (APD). Berdasarkan pasal 14 (c) UU No. 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja, pengurus atau pengusaha wajib menyediakan APD
secara cuma-cuma untuk pekerjanya maupun orang lain yang memasuki tempat kerja.
Berdasarkan Undang-undang tersebut semua perusahaan, tidak terkecuali perusahaan
konstruksi yang memilik risiko tinggi membuat peraturan tentang penggunaan APD.
Dalam peraturan perusahaan tentang APD disebutkan ketentuan perusahaan wajib
menyediakan APD yang dibutuhkan pekerja, ketentuan hak dan kewajiban pekerja
atau setiap orang yang memasuki tempat kerja untuk menggunakan APD, jenis APD
4

yang wajib digunakan saat melakukan pekerjaan, cara penggunaan APD tersebut, tata
cara pemeliharaan APD bagi para pekerja dan hukuman bagi pekerja yang melanggar
peraturan penggunaan APD.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
NO.PER.08/MEN/VII/2010, Alat Pelindung Diri atau yang disingkat APD adalah
sesuatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang
fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dan potensi bahaya ditempat

kerja. Penggunaan APD adalah suatu kegiatan atau tindakan memakai, mengenakan
atau menggunakan alat pelindung diri, untuk melindungi diri dari segala macam
bahaya yang dapat terjadi setiap saat tanpa diduga, juga untuk mencegah terjadinya
cacat tubuh karena kecelakaan serta penyakit akibat kerja.
Menurut Hasibuan (2005), kepatuhan merupakan kesadaran dan kesediaan
seseorang mentaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Kepatuhan yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang
terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. kepatuhan penggunaan alat
pelindung diri adalah kesediaan pekerja untuk mentaati peraturan yang berlaku dalam
hal ini penggunaan alat pelindung diri yang harus digunakan saat sedang melakukan
pekerjaan maupun saat berada di area tempat kerja untuk melindungi diri mereka dari
risiko yang ada.
Dalam kaitannya dengan penggunaan APD, beberapa hasil

penelitian

menunjukkan bahwa faktor manusia memegang peranan penting timbulnya
kecelakaan kerja. Menurut penelitian yang dilakukan Patrick Sherry dalam Yani
(2013), 80-90% penyebab kecelakaan kerja berkaitan dengan faktor perilaku pekerja
5


yaitu dengan mengabaikan keselamatan dalam melaksanakan tugas seperti tidak
mengikuti Standard Operating Procedur (SOP) salah satunya tidak patuh terhadap
program K3 yaitu penggunaan APD di tempat kerja. Hal ini diperkuat oleh Palin
(2012) dalam penelitiannya menemukan 87,5% kecelakaan kerja terjadi akibat tidak
menggunakan APD saat bekerja. Sekretaris Ditjen Bina Konstruksi Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyatakan bahwa sektor konstruksi dan
manufaktur merupakan penyumbang terbesar bagi kecelakaan kerja di Indonesia.
yakni sebesar 32%. Selanjutnya disusul sektor transportasi 9%, kehutanan 4%, dan
pertambangan 2% (www.republika.co.id). Direktur pelayanan dan pengaduan BPJS
Ketenagakerjaan Achmad Riadi mengatakan di tahun 2014 sebanyak 34,4%
penyebab kecelakaan kerja dikarenakan posisi tidak aman/ergonomis dan sebanyak
32,12% pekerja tidak memakai peralatan safety (APD) (www. ekbis.sindonews.com).
Berdasarkan data identifikasi perusahaan yang menangani proyek pembangunan
U-Residence tower 2, bahaya atau risiko pada proyek ini meliputi 30 kegiatan dengan
110 potensi bahaya

kecelakaan kerja. Sedangkan untuk penilaian risiko

dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu risiko rendah, risiko sedang dan risiko

tinggi. Penggunaan APD merupakan hal terakhir yang dilakukan dalam pengendalian
risiko, namun dalam sektor konstruksi APD menjadi sangat diperlukan untuk
mengurangi kecelakaan kerja. Hal tersebut dikarenakan dampak yang ditimbulkan
apabila pekerja tidak menggunakan APD dengan lengkap dan benar adalah terjadinya
kecelakaan kerja berat seperti cacat ringan sampai cacat permanen dan kecelakaan
kerja fatal (kematian). Adapun pekerjaan sektor konstruksi yang tak bisa dihindari
dari berbagai risiko tinggi seperti bekerja di ketinggian, pekerjaan galian, pekerjaan
6

dengan alat berat, pekerjaan dengan menggunakan peralatan listrik dan bahan-bahan
kimia berbahaya. Untuk mengurangi dampak tersebut kepatuhan/kedisiplinan pekerja
konstruksi dalam menggunakan APD dengan tepat sangat diperlukan.
Kepatuhan penggunaan alat pelindung diri para pekerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan penggunaan alat
pelindung diri para pekerja konstruksi adalah faktor internal yaitu pengetahuan
mengenai risiko pekerjaan konstruksi. dan sikap pekerja terhadap penggunaan APD
itu sendiri, selain itu ada faktor eksternal yang juga dapat mempengaruhi kepatuhan
penggunaan APD yaitu pelatihan, ketersediaan APD, pengawasan dan hukuman. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Rundmo (1997) bahwa perilaku pekerja terhadap
keamanan berkaitan erat dengan pengetahuan personal tentang risiko. Penelitian

yang dilakukan oleh Sevie Ratnaningsih (2010) juga menunjukkan adanya hubungan
pengetahuan dan sikap pekerja sektor usaha bangunan dengan perilaku pemakaian
APD dan penelitian Muharni Eka Putri (2004) yang menunjukkan ada hubungan
antara sikap pekerja dengan pemakaian APD. Setiap individu memiliki perbedaan
pengetahuan terhadap risiko begitu juga dengan sikap terhadap penggunaan APD
yang dihasilkan setiap individu dan hal tersebut berpengaruh pada kemauan dalam
menghadapi risiko dengan penggunaan APD yang tepat. Dengan kata lain bahwa
pengetahuan pekerja mengenai risiko pekerjaan konstruksi dan sikap pekerja terhadap
penggunaan APD berkaitan erat dengan perilaku kepatuhan terhadap penggunaan
APD sebagai pengaman mereka dalam menghadapi risiko pekerjaan yang mereka
lakukan. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki pekerja tentang risiko pekerjaan
dan sikap positif terhadap penggunaan APD, maka akan meningkatkan kesadaran
7

bahwa betapa penting bagi mereka untuk melindung diri mereka agar terhindar dari
kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang ditimbulkan oleh risiko tersebut.
Dengan demikian akan semakin patuh terhadap peraturan penggunaan APD yang
telah dibuat oleh perusahaan. dan sikap positif terhadap penggunaan APD di tempat
kerja dalam meminimalisir kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada setiap proyek
pembangunan.

Menurut Notoadmojo (2003), Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Dan ini
terjadi

setelah

orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yaitu

indra penglihatan, indra

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Dimana sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Banyaknya risiko pekerjaan konstruksi menjadi
masalah penting yang harus diminimalisir oleh perusahaan menyebabkan perusahaan
harus memberikan pengetahuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja di
industri konstruksi pada para pekerjaannya. Risiko adalah peluang atau sesuatu hal
yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan dan sakit yang dihasilkan
karena bahaya. Pengetahuan tentang risiko pekerjaan konstruksi adalah hasil dari tahu
informasi mengenai berbagai hal buruk yang terjadi saat melakukan pekerjaan
konstruksi yang mengakibatkan kematian, kerusakan dan sakit yang dihasilkan oleh
bahaya.
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Dapat disimpulkan bahwa
manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu. Sikap mempunyai 3 komponen yaitu (1) kepercayaan, ide dan konsep
8

terhadap suatu objek. (2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, (3)
kecenderungan untuk bertindak. Penentuan sikap seperti pengetahuan, pemikiran,
keyakinan dan emosi memiliki peranan penting. Sikap yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah sikap pekerja konstruksi terhadap penggunaan APD di tempat
kerja. Dengan pekerja memiliki sikap positif terhadap penggunaan APD, maka
diharapkan sesuai perilaku mereka dengan selalu menggunakan APD di tempat kerja.
Dan sebaliknya jika mereka memiliki sikap negatif, maka kesadaran mereka masih
rendah sehingga kepatuhan mereka untuk selalu menggunakan APD di tempat kerja
juga tidak akan terealisasi.
PT. Tata Mulia Nusantara Indah (TATA) didirikan sejak tahun 1984. Merupakan
perusahaan dengan bisnis usaha jasa konstruksi yang telah memiliki pengalaman
kerja mulai dari pembangunan pabrik sederhana untuk sebuah pabrik kimia high-tech
hingga pembangunan gedung perkantoran, perhotelan, pendidikan, rumah sakit
sampai pusat perbelanjaan.
Berdasarkan data dan informasi yang didapat dari petugas keselamatan dan
kesehatan kerja K3 (Safety Officer ) dalam proyek pembangunan Apartemen UResidence Tower 2 Tangerang yang dilaksanakan oleh PT. Tata Mulia Nusantara
Indah, ditemukan bahwa kasus kecelakaan kerja yang terjadi sejak bulan Maret 2011
sampai dengan bulan Januari 2015 sebanyak 39 kasus. Kecelakaan kerja yang terjadi
30 kasus masih tergolong kategori kecelakaan ringan dan hanya 9 kasus ditemukan
kecelakaan berat namun tidak terdapat kecelakaan fatal (kematian). Menurut petugas
K3 (Safety Officer ) PT. Tata Mulia Nusantara Indah yang ditugaskan dalam proyek
tersebut, 23 kasus kecelakaan yang terjadi dikarenakan perilaku tidak aman yaitu
9

ketidakpatuhan pekerja dalam menggunakan APD dengan benar saat melakukan
pekerjaan maupun saat masih berada di area proyek. Berdasarkan observasi dan
wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada bulan 28 Maret 2015, dari 20 orang
pekerja yang sedang melakukan pekerjaan terlihat 9 orang tidak menggunakan salah
satu atau lebih APD yang seharusnya digunakan saat bekerja. Beberapa pekerja juga
ditanyakan pendapat mereka tentang sikap mereka tentang perlunya penggunaan APD
untuk menghadapi risiko bahaya yang ada di tempat kerja, kebanyakan dari mereka
menjawab setuju akan penggunaan APD di tempat kerja untuk mengurangi risiko
kecelakaan yang dapat terjadi pada diri mereka, dengan risiko pekerjaan mereka yang
tergolong risiko tinggi.
Selain pemberian fasilitas alat pelindung diri wajib bagi para pekerja, perusahaan
juga telah melakukan pemberian informasi-informasi mengenai K3 kepada para
pekerja konstruksi. Hal tersebut selalu dilakukan dalam program kegiatan safety
induction sebelum memulai pekerjaan pembangunan proyek, dan kegiatan safety
morning yang dilakukan 2 kali dalam satu minggu yaitu pada hari selasa dan hari

sabtu pagi. Dalam program safety induction perusahaan telah memuat peraturan
tentang penggunaan APD saat bekerja mulai dari kewajiban penggunaannya, cara
penggunaannya dan manfaat dari penggunaan APD saat bekerja maupun saat berada
di area kerja. Dalam program safety morning penanggung jawab K3 selalu
mengingatkan pekerja akan risiko yang dapat terjadi sebagai salah satu upaya
pencegahan kecelakaan kerja, namun perilaku ketidakpatuhan pekerja dalam
penggunaan APD masih terjadi bahkan menimbulkan kecelakaan kerja. Tingginya
kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada proyek konstruksi bisa menyebabkan
10

dampak secara langsung terhadap perusahaan, bisa dalam bentuk materi maupun
reputasi dan hal ini tidak terkecuali terjadi juga pada PT. Tata Mulia Nusantara Indah
selaku kontraktor dalam proyek pembangunan Apartemen U-Residence Tower 2 yang
berlokasi di area Supermall Karawaci Tangerang.
Berdasarkan keterangan di atas, penulis menyimpulkan bahwa terdapat masalah
atau kesenjangan yang terjadi pada pekerja konstruksi proyek Apartemen UResidence Tower 2 yaitu masih adanya pekerja yang tidak mematuhi penggunaan alat
pelindung diri walaupun para pekerja telah mengetahui Risiko pekerjan konstruksi
dari pemberian informasi K3 industri konstruksi yang dilakukan oleh penanggung
jawab K3 di proyek. Dengan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan Pengetahuan Risiko dan Sikap Penggunaan Alat
Pelindung Diri dengan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri Pekerja Proyek
U-Residence Tahun 2015”.

1.2.

Identifikasi Masalah
Kepatuhan penggunaan APD memiliki peranan penting dalam menciptakan

keselamatan ditempat kerja. Kepatuhan (compliance) merupakan salah satu bentuk
perilaku yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Begitu juga
dengan kepatuhan penggunaan APD. Adapun faktor internal yang mempengaruhi
kepatuhan penggunaan APD diantaranya adalah:
a. Pengetahuan akan menimbulkan kesadaran dan akhirnya akan menyebabkan
orang akan berperilaku. Peningkatan pengetahuan dan wawasan akan
menyadarkan tentang pentingnya penggunaan APD (Budiono, 2003).
11

Semakin banyak pengetahuan pekerja mengenai risiko pekerjaan konstruksi
maka semakin patuh pekerja terhadap peraturan penggunaan APD
dikarenakan mereka sadar akan pentingnya melindungi diri mereka dari
bahaya yang mengancam di tempat kerja.

Pada Proyek pembangunan

Apartemen U-Residence Tower 2, para pekerja telah diberikan safety
induction dan safety morning yaitu berupa informasi K3 dan peraturan K3

termasuk pengetahuan tentang risiko pekerjaan konstruksi bagi pekerja oleh
penanggung jawab K3 PT. TATA, namun beberapa pekerja masih ada yang
tidak menggunakan APD.
b. Sikap menurut Dayakisni dan Hudaniah (2003) merupakan awal dari
terwujudnya tindakan atau perilaku individu. Hal ini dikuatkan dengan hasil
penelitian yang dilakukan Muharni Eka Putri (2004) yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara sikap pekerja dengan pemakaian APD. Para
pekerja konstruksi di proyek Apartemen U-Residence telah menyetujui dan
bersedia untuk mematuhi peraturan yang ada seperti yang tertulis dalam
kontrak kerja mereka, termasuk peraturan penggunaan APD, namun yang
terjadi di lapangan beberapa pekerja masih ada yang tidak menggunakannya.
Selain kedua faktor internal yang telah disebutkan di atas, terdapat juga faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi kepatuhan penggunaan APD yang diantaranya :
a. Pelatihan menurut Hamalik (2007) adalah suatu proses yang meliputi
serangkaian tindak yang dilaksanakan dalam bentuk pemberian bantuan
kepada

tenaga

kerja

untuk

meningkatkan

kemampuan

kerja

guna

meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi. Menurut
12

Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2005) pelatihan atau penyuluhan tentang
APD merupakan salah satu faktor yang mendorong terbentuknya perilaku
penggunaan APD saat bekerja. Dengan demikian semakin baik pelatihan
penggunaan APD diberikan kepada pekerja semakin baik, maka pekerja akan
semakin mengetahui kegunaan APD dan mematuhi peraturan penggunaanya.
Pada proyek pembangunan Apartemen U-Residence Tower 2, perusahaan
kontraktor PT. TATA telah memberikan pelatihan K3 salah satunya adalah
tentang penggunaan APD yang diwajibkan dalam melakukan pekerjaan
konstruksi. Pelatihan yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan pekerja tentang pentingnya dan cara
penggunaan APD yang benar, sehingga mempermudah pekerja dalam
melaksanakan pekerjaannya. Walaupun pelatihan telah diberikan kepada para
pekerja bahkan sebelum memulai pekerjaannya, namun masih ada beberapa
pekerja yang tidak menggunakannya dengan alasan lupa dan sebagainya.
b. Ketersediaan alat pelindung diri dari perusahaan sangat penting. Menurut
Ridley (2008) ketersediaan fasilitas APD dapat berpengaruh positif dan
negative terhadap penggunaannya, dapat dipengaruhi oleh jumlah, ukuran,
jenis dan kondisi APD yang disediakan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa semakin baik perusahaan menyediakan APD yang dibutuhkan pekerja
maka semakin patuh pekerja dalam menggunakannya. Pada Proyek
Apartement U-Residence Tower 2, Perusahaan kontraktor PT. TATA telah
menyediakan APD yang akan digunakan oleh para pekerja. Dari observasi
yang dilakukan walaupun APD telah disediakan oleh perusahaan namun
13

masih ada pekerja yang tidak menggunakannya dengan baik ketika bekerja
atau saat berada di area proyek, sehingga masih ada yang mengalami
kecelakaan kerja.
c. Pengawasan

menurut

Admosudirdjo

(dalam

Febriani,

2005)

adalah

keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang
sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau
rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan pada
diarahkan untuk menghindari adanya kemungkinan penyimpangan tujuan
yang akan dicapai, dan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan
yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang direncanakan secara efektif
dan efisien. Dengan demikian adanya pengawasan dari petugas membuat
pekerja takut untuk melanggar peraturan dengan diberikannya sanksi.
Semakin sering pengawasan dilakukan akan meningkatkan kepatuhan pekerja
untuk mematuhi peraturan yang ada. Pada proyek pembangunan Apartemen
U-Residence Tower 2, Penanggung Jawab K3 dan supervisor melakukan
pengawasan kepada para pekerja konstruksi mengenai kemajuan pekerjaan
mereka maupun kelengkapan pekerja dalam penggunaan APD, sudahkah
dilakukan sesuai peraturan yang diterapkan atau belum. Beberapa pekerja
masih tidak menggunakan APD sesuai dengan aturan, seperti hanya
menggunakannya saat ada pengawasan dan kadang mencopot APD bila
mereka sudah tidak diawasi lagi.
d. Hukuman atas pelanggaran atau biasa disebut sanksi adalah suatu langkah
hukuman yang dijatuhkan oleh kelompok tertentu karena pelanggaran yang
14

dilakukan seseorang atau kelompok. Keberadaan sanksi diharapkan bisa
membuat seseorang atau kelompok menjadi jera dan tidak mengulangi
kesalahan mereka baik kesalahan yang sama maupun kesalahan yang berbeda,
semakin berat kesalahan maka semakin berat sanksi yang diterima. Dengan
demikian semakin berat sanksi terhadap pelanggaran tentang penggunaan
APD maka semakin patuh pekerja dalam penggunaannya. Pada proyek
pembangunan Apartemen U-Residence Tower 2, perusahaan kontraktor PT.
TATA telah membuat peraturan tentang penggunaan APD serta keterangan
mengenai sanksi yang diberikan kepada pekerja. Walaupun peraturan
pemberian sanksi terhadap pelanggaran penggunaan APD telah dibuat, namun
beberapa pekerja tidak mengindahkannya dan masih tidak menggunakan APD
dengan baik saat melakukan pekerjaan maupun saat di area proyek.
Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui hubungan
pengetahuan risiko dan sikap penggunaan alat pelindung diri dengan kepatuhan
penggunaan alat pelindung diri pekerja konstruksi proyek U-Residence Tower 2
Tangerang oleh PT. Tata Mulia Nusantara Indah.

1.3.

Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, penulis hanya membatasi
masalah pokok yaitu mengkaji kepatuhan penggunan alat pelindung diri para pekerja
konstruksi yang bekerja di proyek U-Residence Tower 2. Dikarenakan pemilihan
pengendaliaan risiko dengan penggunaan APD menjadi sangat penting di sektor
15

konstruksi yang memiliki berbagai pekerjaan berbahaya seperti bekerja diketinggian,
penggalian, bekerja dengan alat berat, bekerja dengan mesin dan bahan kimia
berbahaya yang tak cukup diatasi dengan pengendalian risiko lainnya. Penulis
mengkaji kaitannya dengan faktor internal pengetahuan pekerja tentang risiko
pekerjaan konstruksi dan sikap pekerja terhadap penggunaan APD yang setiap
harinya harus menghadapi risiko tinggi dengan latar belakang atau karakteristik para
pekerja yang berbeda-beda. Hal ini dilakukan agar penelitian lebih fokus pada
pembahasan yang dimaksud, maka penulis memilih judul “Hubungan Pengetahuan
Risiko dan Sikap Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kepatuhan Penggunaan
Alat Pelindung Diri Pekerja Proyek U-Residence Tahun 2015”.

1.4.

Perumusan Masalah
Pelaksanaan K3 disektor konstruksi belum sepenuhnya berjalan dengan baik, hal

tersebut dapat dilihat dari masih adanya kecelakaan kerja yang terjadi. Salah satu
penyebabnya adalah perilaku tidak aman khususnya pada ketidakpatuhan pekerja
dalam penggunaan Alat Pelindung Diri. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian
tentang :
1.4.1. Adakah Hubungan Pengetahuan Risiko dengan Kepatuhan Penggunaan
Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Proyek U-Residence tahun 2015?
1.4.2. Adakah Hubungan Sikap penggunaan Alat Pelindung Diri dengan
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Proyek
U-Residence tahun 2015?

16

1.5.

Tujuan Penelitian

1.5.1. Tujuan Umum
1. Mengetahui hubungan pengetahuan risiko konstruksi dengan kepatuhan
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja proyek U-Residence
tahun 2015.
2. Mengetahui hubungan sikap penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja
proyek U-Residence tahun 2015.

1.5.2. Tujuan Khusus
1.

Menggambarkan univariat karateristik yaitu umur, pendidikan dan
masa kerja responden pekerja proyek U-Residence tahun 2015.

2.

Mengukur tingkat pengetahuan risiko pekerjaan konstruksi para
pekerja proyek U-Residence tahun 2015.

3.

Mengidentifikasi sikap penggunaan Alat Pelindung Diri para pekerja
proyek U-Residence oleh tahun 2015.

4.

Mengukur tingkat kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
para pekerja proyek U-Residence tahun 2015.

5.

Menganalisis hubungan pengetahuan risiko konstruksi dengan
kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja
proyek U-Residence tahun 2015.

17

6.

Menganalisis hubungan sikap penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) dengan kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
pada pekerja proyek U-Residence tahun 2015.

1.5.3. Manfaat Penelitian
1.

Manfaat Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan melatih penulis

dalam menganalisa masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
khususnya kepatuhan pekerja konstruksi dalam penggunaan APD.
2.

Manfaat Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam mengembangkan

program K3 di perusahaan dalam meningkatkan kepatuhan penggunaan Alat
Pelindung Diri pada para pekerja, sehingga mengurangi akibat kecelakaan
kerja yang dapat terjadi pada proyek konstruksi.
3.

Manfaat Bagi Fakultas
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan konstruksi dan dapat dijadikan bahan
penelitian lanjutan bagi para peneliti lain yang berminat pada bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya tentang kepatuhan pekerja
dalam penggunaan APD.
4.

Manfaat Bagi Pekerja
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran (risk awareness)

terhadap keamanan dan keselamatan kerja pekerja khususnya berkaitan
18

dengan risiko pekerjaan konstruksi sehingga pekerja selalu menggunakan alat
pelindung diri dengan baik dan benar di tempat kerja sesuai aturan yang
berlaku.

19