Komunikasi Politik dan Sistem Politik In

Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia : Pemilu dan Demokrasi
Oleh : Azmi I. Firdhausi | Ilmu Komunikasi UI
2016

Sistem politik dilihat melalui pendekatan perilaku adalah sebuah subsistem dari sistem
sosial. Masyarakat merupakan sistem sosial dan di dalamnya terdapat negara sebagai sebuah sistem
politik. Seperti sebuah sistem yang lain, sistem politik memiliki struktur yang didalamnya terdapat
berbagai institusi. Institusi atau lembaga ini berperan untuk menyelanggarakan fungsi-fungsi
tertentu. Gabriel Almond menyatakan sistem politik menyelenggarakan dua fungsi utama yaitu
fungsi input dan fungsi output. Fungsi input terdiri dari fungsi kapasitas, fungsi konversi, dan fungsi
adapsi. Sedangkan fungsi output terdiri dari rule-making, rule-application, dan rule-adjudication.
Fungsi input dan output ini menciptakan flow yang mengalir secara terus menerus dari input ke
output. Aliran sistem ini melibatkan diantaranya adalah pihak-pihak pembuat keputusan dan aktoraktor politik yang lain. Posisi komunikasi politik adalah sebagai satu-satunya cara untuk
menyelenggarakan sistem politik. Baik fungsi input, fungsi output maupun sebagai media
penyaluran informasi yang dibawa input menuju ke output. Komunikasi politik menjaga agar sistem
politik tetap dinamis untuk mencapai keseimbangan (equilibrium) sehingga sistem tersebut dapat
bertahan (persist). (Budiarjo, 2008, hlm. 78)
Konsep komunikasi politik sendiri pertama kali dicetuskan oleh salah satu Bapak
Komunikasi, Harold Lasswell yang berasal dari background ilmu politik. Lasswell mengatakan
tentang apa itu komunikasi politik, yang terus diamini oleh para ilmuwan disiplin komunikasi
politik generasi selanjutnya. Menurutnya, komunikasi politik adalah sebuah disiplin ilmu atau

berupa pisau analisa yang berfokus untuk memecahkan masalah sosial yang berkaitan dengan
politik melalui kacamata komunikasi. Aksiomanya yang terkenal adalah komunikasi politik
dimaksudkan untuk mengetahui “siapa, mengatakan apa, melalui saluran apa, kepada siapa, dan
dapat mengakibatkan apa.” Jika melihat pada term terakhir yaitu “dapat mengakibatkan apa” berarti
salah satu kaitan komunikasi politik dan sistem politik adalah komunikasi politik memengaruhi
sistem politik. Bentuk-bentuk komunikasi politik yang digunakan atau dilakukan dapat
mengakibatkan terciptanya sebuah sistem politik. Hal ini dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung. Pendapat mengenai keterkaitan ini diperkuat dengan argumen yang dikemukakan
oleh Sumarno yakni komunikasi politik merupakan sebuah proses, prosedur maupun kegiatan
membentuk sikap dan perilaku politik, yang terintegrasi dan saling berkaitan dalam sebuah sistem
bernama sistem politik. (Sumarno, 1993, hlm. 3).
Komunikasi Politik sebagai Pencipta Tatanan Sistem Politik

Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk komunikasi politik yang nyata dalam sebuah
sistem negara. Seluruh pihak melakukan atau setidak-tidaknya memiliki kewenangan untuk
berperan aktif dan mengambil bagian. Rakyat melakukan komunikasi politik melalui penyaluran
suara. Parpol (Partai Politik) melakukan komunikasi politik dengan cara kampanye politik,
rekruitmen dan kaderasisasi anggota partai, pendidikan politik dan sebagainya. Media massa juga
memiliki peran yang nyata dalam komunikasi politik saat pemilu, media massa dengan framing
tertentu dilakukan untuk menciptakan opini publik tentang baik buruk calon tertentu, media massa

sebagai penyambung lidah rakyat juga berpartisipasi dalam melakukan evaluasi kinerja pemerintah
terdahulu serta menyampaikan aspirasi dan harapan masyarakat terhadap calon terpilih. Pemerintah,
dengan melakukan perpanjangan tangan kekuasaan melalui beberapa lembaga formal, seperti KPR
membuat peraturan yang harus ditaati oleh seluruh peserta pemilu. Misalnya, terkait aturan
penyelenggaraan pemilu, pada tahun 1999, saat pertama kali diadakannya pemilu diterapkanlah
aturan untuk menggunakan sistem proporsional dengan daftar calon tertutup. Sementara pada tahun
2004, pemilu dilaksanakan tidak hanya untuk memilih anggota legislatif tetapi juga calon presiden.
Pemilu ini dilakukan sengan sistem proporsional daftar calon terbuka (anggota DPR) dan sistem
pemilihan langsung (anggota DPD). Semua perilaku komunikasi politik dalam kegiatan pemilu
sebagaimana yang disebutkan diatas memiliki sumbangsih terhadap seperti apa wajah sistem politik
pada era tersebut. Maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa seluruh kegiatan komunikasi
politik yang dilakukan pasti berdampak pada terciptanya sebuah sistem politik dalam suatu negara.
Pada awal periode setelah kemerdekaan, Indonesia sempat mengalami sistem politik
demokrasi terpimpin ketika masa pemerintahan Presiden Soekarno. Hal ini diakibatkan salah
satunya karena gaya komunikasi politik Presiden Soekarno yang cenderung satu arah. Baik dalam
hal pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, dan sebagainya. Sikap politiknya kebanyakan
bersifat top-down. Lain lagi ketika masa Pemerintahan Presiden Soeharto yang mengklaim sebagai
pemerintahan dengan sistem demokrasi pancasila namun justru lebih cocok disebut otoriter. Gaya
komunikasi politik Soeharto yang tampak kalem, terlihat melalui caranya menyampaikan pidato
kepresidenan, namun dibaliknya Presiden Soeharto memiliki sikap politik yang semena-mena,

bahkan bisa dikatakan otoriter. Hal ini terbukti melalui beberapa kebijakan yang diambil ketika
masa pemerintahan Presiden Soeharto, diantaranya pada tahun 1972 adanya depolotisasi dimana
pemerintah melalukakan fusi partai politik dari 10 partai politik menjadi 3 partai saja. Ketiga partai
politik yang terdiri dari PPP, Golkar dan PDI-P yang hanya diizinkan mengikuti pemilihan umum
dari tahun 1977-1997. Bukti kesewenang-wenangan yang lain adalah adanya genosida terhadap
anggota PKI, keturunannya dan siapapun yang berhubungan dengannya, juga otoritas presiden
dalam mengelola keuangan negara telah membuat Indoensia terperangkap dalam sebuah sistem
politik yang sangat korup. Pada masa itu, kebebasan politik rakyat sangat dibatasi, bahkan media

massa sengaja dilarang untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah. Barang siapa melanggar,
media tersebut akan kena pembredelan. Internalisasi tentang nilai-nilai bahwa pemerintah telah
melaksanakan Pancasila secara murni dan konsekuen terus didengungkan. Salah satu komunikasi
politik yang dilakukan pemerintah adalah melakukan siaran pemerintah oleh Departemen
Penerangan dalam durasi tertentu setiap malam hari. Seluruh media televisi wajib melakukan siaran
tersebut tanpa terkecuali. Masyarakat dibuat memiliki pikiran dan pandangan yang sama melalui
siaran tersebut. Hegemoni tersebut pada akhirnya menciptakan kondisi status quo dan pelanggengan
kekuasaan pemerintah selama 32 tahun.

Demokrasi dan Perubahan Bentuk Komunikasi Politik Parpol di Indonesia
Pasca masa pemerintahan Presiden Soeharto, muncullah reformasi yang melahirkan sebuah

sistem politik yang baru yaitu sistem demokrasi. Sistem politik yang baru ini tentu saja mengubah
tatanan komunikasi politik yang konvensional harus melakukan adpatasi dan modifikasi. Hal ini
sekaligus menjelaskan keterkaitan antara komunikasi politik dan sistem politik Pemerintah dituntut
untuk lebih transparan kepada masyarakat terkait kebijakan yang diambil dan berbagai keputusan.
Terlebih lagi, berkat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terus meningkat,
menyebabkan adanya pergeseran sistem politik yang mengarah pada demokrasi elektronik. Konsep
demokrasi elektronik telah dikenal sejak 1970. Saat itu para teoritisi demokrasi menggunakan
media digital baru sebagai alat untuk reformasi demokrasi. Thomas Zittel (2000) mengungkapkan
bahwa konsep dari demokrasi elektronik adalah telah berasosiasi dengan berbagai fenomena seperti
situs web partai politik, pemilihan umum via media elektronik, mengirim surat digital kepada
anggota perwakilan rakyat, diskusi politik, dan bahkan pelayanan administratif menggunakan media
internet.
Pergeseran sistem politik Indonesia menuju demokrasi elektronik telah mendorong partai
politik di Indonesia untuk menyusun strategi kampanye yang “berbeda.” Melihat pentingnya
dampak komunikasi politik, partai politik berbondong-bondong segera melibatkan para ahli
komunikasi dan pakar konsultan komunikasi professional sebagai bagian dari tim kampanye. Proses
ini disebut dengan americanization of political campaign . Fenomena amerikanisasi kampanye
politik ini berakibat pada timbulnya beberapa kecenderungan: (1) Media massa dan media digital
menjadi key role dari kampanye politik. Kampanye melalui media massa menggantikan jenis
kampanye konvensional seperti pertemuan terbuka dan dialog bersama pemilih. Pengemasan brand

image partai politik dan tokohnya sangat efektif dalam memengaruhi kongnisi dan pandangan para
pemilih. Media massa dan media digital secara drastis telah berubah menjadi arena kompetisi bagi
para petarung politik untuk menciptakan gelombang opini publik menyakut soal brand image partai

politik. Pada pemilu tahun 2014 lalu, partai politik menggunakan tokoh public media sosial sebagai
opinion leader untuk menggiring pada calon tertentu. Cara ini terbukti ampuh, sebab pesan-pesan
kebanyakan disampaikan dengan bahasa yang implisit. (2) Peran kosultan professional dari luar
patai seolah menggeser para kader partai. Disebabkan karena adanya kesan amatir terhadap kader
internal, partai plitik lebih banyak mengandalkan konsultan professional dari luar partai. Peluang ini
dimanfaatkan dengan baik oleh para konsultan kampanye professional dari Amerika untuk
melakukan ekspansi global ke berbagai negara demokrasi baru. Di Indonesia, sejak menjelang
Pemilu 2004, mulai berkembang pesat bisnis The Selling of The President (Holik, 2005, hlm. 65).
Kcenderungan nomor (3) adalah kampanye politik seolah bukan kompetisi antarpartai melainkan
antarindividu. Kebanyakan kampanye terfokus pada figur individu.
Lebih lanjut dibahas, wacana amerikanisasi ini juga mencakup pembahasan mengenai
perkembangan komunikasi politik yang sering disebut dengan demokrasi media. Istilah demokrasi
media memiliki cakupan analisa bahwa komunikasi politik sebuah negara telah tunduk kepada
aturan yang telah ditetapkan media massa menyangkut penyeleksian perhatian pemirsa. Meski
besgitu, media massa tidak lantas menjadi satu-satunya sarana untuk menarik perhatian. Bagi
sasaran target yang masuk dalam kelompok pengguna aktif media sosial, exposure secara

terselubung dan terus menerus dapat menjadi alternatif komunikasi politik. Namun bagaimanapun,
komunikasi politik yang berbasis media ini telah melahirkan tokoh yang dikenal dengan
selebritasisasi politik. Selebritasisasi politik memiliki dua kategori. Pertama adalah selebritas yang
memasuki dunia politik dan politisi yang diberikan kesempatan muncul di media dalam jumlah
yang banyak, khususnya televisi. Mantan presiden SBY dan Presiden Jokowi merupakan dua
contoh keberhasilan selebritasisasi politik. Keberhasilan keduanya menjadi presiden tidak terlepas
dari media massa yang telah menjadikan mereka sebagai selebritas politik atau juga dikenal dengan
media darling.
Sistem politik demokrasi elektronik sekali lagi berpengaruh pada komunikasi politik di
Indonesia. Melalui media internet, demokrasi elektronik mampu meningkatkan partisipasi politik
berbagai lapisan masyarakat. Media digital menciptakan sebuah ruang komunikasi politik yang
tidak memiliki batas. Dalam sistem demokrasi, media memiliki peranan yang sangat penting dalam
menciptakan public sphere. Herman dan McChensey (1997) berpendapat public sphere adalah
sbeuah tempat dimana segala isu memiliki makna penting untuk didiskusikan dan diperdebatkan
oleh komunitas politik, dan tempat dimana arus informasi esensial disajikan bagi partisipasi warga.
Ade Armando (2002) mengatakan public sphere merupakan representasi dari partisipasi politik
rakyat, public sphere menjadi tempat yang vital bagi demokrasi yang mengasumsikan setiap warga
negara terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan. Demokrasi elektronik menjadi modal

yang besar bagi Indonesia untuk menciptakan ruang komunikasi poltik dua arah dan tidak bejarak

serta mempermudah mekanisme check and balance oleh rakyat. Hal ini perlu terus ditingkatkan
demi terwujudnya good and clean governce.
Kesimpulan
Komunikasi politik dan sistem politik adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya
memiliki keterkaitan satu sama lain membentuk sebuah hubungan variabel dependent dan
independent yang saling memengaruhi dan dipengaruhi. Sistem politik menjadi variabel dependent
manakala pemilu sebagai salah satu bentuk komunikasi politik memiliki dampak signifikan
terhadap dinamika sistem politk. Baik proses terciptanya, sampai dengan proses adaptasi dan
modifikasi. Pada kasus kedua dijelaskan bagaimana sistem politik yang diterapkan justru menajdi
variabel dependet yang berdampak pada cara komunikasi politik. Perkembangan teknologi dan
digitalisasi juga menjadi variabel penting dalam perkembangan komunikasi politik, terutama yang
berkaitan dengan kampanye dan partisipasi politik.

*Tulisan ini merupakan review dari Tulisan Idham Holik yang berjudul Komunikasi Politik
dan Demokratisasi di Indonesia.

Sumber Referensi ;
Holik, Idham. Komunikasi Politik dan Demokratisasi di Indonesia : Dari Konsolidasi
Menuju Pematangan. Jurnal Madani Edisi II/November 2005.


Referensi Tambahan :
AP, Sumarno. 1993. Dimensi-dimensi Komunikasi Politik. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Miriam Budiarjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT. Ikrar Mandiriabadi.
Ruben, Brent D dan Lea P. Stewart. 1984. Communication and Human Behavior 5th Edition.
USA: Pearson Education Inc.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2