DOSIS JUS BUAH NANAS (Ananas comosus Merr.) SEBAGAI DIURESIS PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran DEBBY ANDINA LANDIASARI G0008076 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari herbal sering dikenal sebagai rempah-rempah. Herbal meliputi berbagai jenis bahan dari tumbuh- tumbuhan yang umumnya memiliki fungsi dan khasiat tertentu. Saat ini herbal makin populer di masyarakat, difungsikan sebagai pengobatan (Yuliarti, 2009).

Keunggulan pengobatan herbal terletak pada bahan dasarnya yang bersifat alami sehingga efek sampingnya dapat ditekan seminimal mungkin. Tidak dipungkiri bahwa obat-obatan medik, berdasarkan bukti, sering menimbulkan efek samping yang menyebabkan timbulnya penyakit lain, misalnya penggunaan obat-obatan yang bersifat analgesik dan antipiretik dalam jangka panjang serta dosis yang berlebihan dapat merusak fungsi ginjal dan liver (Agromedia, 2008).

Banyak orang menganggap bahwa herbal dan obat tradisional lain tidak akan berbahaya digunakan dalam jumlah berapa pun karena herbal adalah bahan alami. Hal tersebut sama sekali tidak tepat karena jika dikonsumsi secara sembarangan maka herbal dan obat tradisional lain juga berbahaya bagi tubuh manusia, sebagaimana obat-obatan medis. Yang perlu digarisbawahi adalah obat-obatan medis sudah banyak diteliti hingga fase postmarketing sehingga dosis tepatnya sudah dapat ditentukan dan

commit to user commit to user

Menjaga pengeluaran air seni atau air kencing adalah tindakan yang dianjurkan dalam dunia kesehatan. Apabila pengeluaran air seni terhambat maka akan menimbulkan banyak masalah di dalam tubuh. Contoh akibat pengeluaran air yang tidak lancar adalah pengkristalan zat- zat yang akan dibuang dikarenakan genangan air seni di ginjal atau di kandung kemih yang cukup lama. Di antara zat tersebut adalah kalsium karbonat, kalsium urat, kalsium oksalat, dan kalsium lemak (Permadi, 2006).

Diuresis adalah sifat meluruhkan air seni. Pengertian lainnya yaitu sifat mengurangi jumlah air dan senyawa lainnya dalam plasma darah dengan cara dibuang sebagai urin. Mekanisme diuresis berhubungan dengan mempertahankan keseimbangan kimia serta elektrolit yang benar serta mempertahankan pH normal tubuh (Permadi, 2006). Diuretik digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung (Tjay dan Rahardja, 2007).

Hipertensi didefinisikan sebagai keadaan tekanan darah yang abnormal di mana tekanan sistole ≥ 140 mmHg atau diastole ≥ 90 mmHg (Shankie, 2001). Prevalensi terjadinya hipertensi meningkat di antara orang dewasa di Amerika Serikat, dari sekitar 50.000.000 pada tahun 1988

commit to user

2004. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan meningkat dari sekitar 1.000.000.000 pada tahun 2000 menjadi 1.500.000.000 di tahun 2025 (Chobanian, 2009).

Di Indonesia, hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit-penyakit kardiovaskular dan prevalensinya cenderung meningkat seiring dengan pergeseran gaya hidup yang jauh dari perilaku bersih dan sehat. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7 % (Dinkes, 2010).

Penanganan hipertensi dengan terapi obat modern banyak macamnya dan beberapa di antaranya tidak murah. Salah satunya dengan pemberian obat diuretik yang dapat meningkatkan laju volume urin dan ekskresi natrium untuk mengatur keseimbangan cairan sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

Hidroklorotiazid merupakan diuretik golongan tiazid, diturunkan dari klortiazid yang dikembangkan dari sulfanilamida. Hidroklorotiazid bekerja di bagian muka tubuli distal. Karena daya hipotensifnya lebih kuat pada jangka panjang, maka hidroklorotiazid banyak digunakan sebagai obat pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang (Tjay dan Rahardja, 2007).

Meskipun pemerintah sudah mengupayakan ketersediaan obat-obat generik, masih banyak obat-obat bermerek yang belum habis masa

commit to user commit to user

Buah nanas merupakan buah yang disukai masyarakat karena rasanya yang manis, ternyata di samping itu buah nanas juga dapat berkhasiat sebagai obat (Ratnasari, 2008). Buah nanas masak sifatnya dingin. Nanas dilaporkan bersifat diuresis dan merupakan pembersih alami karena dapat mengeluarkan racun dari tubuh (Ning, 2007). Daun, buah, dan akar Ananas comosus mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol (Syamsuhidayat, 2001). Tanaman yang mengandung flavonoid mempunyai efek sebagai diuretik, antispasmodik, antitumor, antibakteri, dan antijamur (Evans, 2009).

Pada penelitian sebelumnya, telah diketahui bahwa akar nanas mempunyai efek diuresis (Anshori, 2007). Peneliti akan melakukan penelitian terhadap buah nanas karena masyarakat mengkonsumsi buahnya, bukan akarnya. Salah satu kandungan kimia yang terdapat pada buah nanas dan juga terdapat pada akar nanas adalah flavonoid (Syamsuhidayat, 2001). Selain itu, pada penelitian ini peneliti akan menggunakan hidroklorotiazid sebagai kontrol positif karena hidroklorotiazid mempunyai persamaan mekanisme kerja dengan

commit to user commit to user

B. Perumusan Masalah

1. Apakah jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan efek diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus)?

2. Apakah dengan peningkatan dosis dari jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan efek diuresis?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan efek diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus ).

2. Untuk mengetahui apakah dengan peningkatan dosis dari jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan efek diuresis.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Untuk memberikan informasi ilmiah tentang efek dan dosis optimal jus buah nanas pada tikus putih jantan.

2. Aspek Aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk tahap penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih baik serta hewan uji yang tingkatannya lebih tinggi.

commit to user

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

a. Struktur Makroskopik Ginjal

Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 sampai 175 gram pada laki-laki dan 115 sampai 155 gram pada perempuan (Sloane, 2004).

Ginjal terletak di area yang tinggi yaitu pada dinding abdomen posterior yang berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini merupakan organ retroperitonial yang terletak di antara otot-otot punggung dan peritonium rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal memiliki kelenjar adrenal di atasnya (Sloane, 2004).

Ginjal kanan terletak agak di bawah dibandingkan ginjal kiri karena ada hati pada sisi kanan. Menurut Sloane (2004), setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan ikat:

1) Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal pada struktur di sekitarnya dan mempertahankan posisi organ.

commit to user commit to user

3) Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membran halus transparan yang langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas.

b. Struktur Mikroskopik Ginjal

Unit kerja fungsional ginjal disebut nefron. Dalam setiap ginjal terdapat sekitar 1 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi sama (Price dan Wilson, 2005). Menurut Guyton dan Hall (2007), setiap nefron terdiri dari:

1) Glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang dilalui sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosis. Kapiler glomerulus dilapisi sel-sel epitel, dan keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula Bowman.

2) Tubulus yang panjang tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal.

c. Fungsi Ginjal Terdapat beberapa fungsi ginjal (Sloane, 2004), yaitu:

1) Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk pengeluaran hemoglobin dan hormon.

commit to user commit to user

3) Pengaturan keseimbangan asam basa di dalam tubuh. Ginjal mengendalikan ekskresi dari ion hidrogen (H + ), bikarbonat

(HCO 3 - ), dan amonium (NH 4 + ) serta memproduksi urin asam atau basa, tergantung dengan kebutuhan tubuh.

4) Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin yang mengatur sel darah merah dalam sumsum tulang.

5) Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam mekanisme renin-angiotensin-aldosteron yang meningkatkan tekanan darah dan retensi air.

6) Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih, bertanggung jawab atas konsentrasi nutrien dalam darah.

7) Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan, atau zat asing lain dari dalam tubuh.

commit to user

Menurut Sloane (2004), ginjal mempunyai sistem peredaran darah tersendiri yaitu:

1) Arteri renalis adalah percabangan aorta abdomen yang mensuplai masing-masing dan masuk ke hilus melalui cabang anterior dan posterior.

2) Cabang anterior dan posterior arteri renalis membentuk arteri- arteri interlobaris yang mengalir di antara piramida-piramida ginjal.

3) Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris pada area pertemuan antara korteks dan medula.

4) Arteri interlobularis merupakan percabangan arteri arkuata di sudut kanan dan melewati korteks.

5) Arteri aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen membentuk sekitar 50 kapiler yang membentuk glomelurus.

6) Arteriol eferen meninggalkan setiap glomelurus dan membentuk jaringan kapiler lain. Kapiler peritubular mengelilingi tubulus proksimal dan distal untuk memberi nutrien pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang direabsorbsi.

7) Kapiler peritubular mengalir ke dalam vena korteks yang kemudian menyatu dan membentuk vena interlobularis.

commit to user commit to user

e. Pembentukan Urin

Gambar 2.1. Mekanisme Pembentukan Urin

Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman. Seperti kebanyakan kapiler, kapiler glomerulus juga relatif impermeabel terhadap protein, sehingga cairan hasil filtrasi (disebut filtrat glomerulus) pada dasarnya bersifat bebas protein dan tidak mengandung elemen selular, termasuk sel darah merah (Guyton dan Hall, 2007).

commit to user

reabsorpsi selektif zat-zat yang sudah difiltrasi dan sekresi beberapa zat dari pembuluh darah peritubulus ke dalam tubulus. Proses reabsorpsi dan sekresi ini berlangsung melalui mekanisme transpor aktif dan pasif. Suatu mekanisme dikatakan aktif apabila zat berpindah melawan perbedaan elektrokimia (yaitu melawan perbedaan potensial listrik, potensial kimia, atau keduanya) dan menggunakan energi. Sedangkan pada transpor pasif, zat yang direabsorpsi atau disekresi bergerak mengikuti perbedaan elektrokimia yang ada, dan selama proses ini tidak diperlukan energi (Price dan Wilson, 2005).

Hal utama yang berkaitan dengan sebagian besar proses reabsorpsi adalah reabsorpsi aktif natrium (Sherwood, 2001). Sedikitnya dua pertiga dari jumlah natrium yang difiltrasi akan direabsorpsi secara aktif dalam tubulus proksimal (Price dan Wilson, 2005). Selain natrium, sebagian besar elektrolit dan nutrien organik, misalnya glukosa dan asam amino, juga direabsorpsi secara aktif. Sedangkan dalam reabsorpsi pasif zat terpenting yang direabsorpsi adalah klorida, air, dan urea (Sherwood, 2001). Proses sekresi dan reabsorpsi selektif diselesaikan dalam tubulus distal dan duktus pengumpul (Price dan Wilson, 2005).

commit to user commit to user

f. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeluarkan urin asam atau basa. Mekanisme pengeluaran urin asam dan basa sesungguhnya merupakan mekanisme pengontrolan

ginjal terhadap ekskresi dan reabsorbsi ion bikarbonat (HCO 3 - ). Reabsorbsi ion bikarbonat dan ekskresi ion hidrogen dicapai melalui proses sekresi ion hidrogen oleh tubulus sebab ion bikarbonat harus bereaksi dengan satu ion hidrogen agar dapat direabsorbsi. Jika kondisi keasaman tubuh meningkat (pH menurun), proses reabsorbsi bikarbonat akan ditingkatkan untuk mempertahankan pH tubuh. Selain itu tubuh juga akan memproduksi ion bikarbonat baru yang akan ditambahkan ke dalam cairan ekstraseluler sehingga urin yang dikeluarkan menjadi asam. Sebaliknya bila pH meningkat karena kekurangan ion hidrogen dalam cairan ekstraseluler (alkalosis), ginjal tidak akan mereabsorbsi ion bikarbonat yang disaring sehingga akan meningkatkan ekskresi ion bikarbonat. Karena ion bikarbonat

commit to user commit to user

1) Sekresi ion hidrogen.

2) Reabsorbsi ion bikarbonat yang difiltrasi.

3) Produksi ion bikarbonat baru.

2. Diuretik

a. Definisi

Menurut definisi, diuretik adalah obat-obatan yang meningkatkan laju aliran urin. Namun secara klinis diuretik juga bermanfaat untuk meningkatkan laju ekskresi Na + (natriuresis) dan anion yang menyertainya, biasanya Cl - (Hardman, 2008).

Pengaruh diuretik terhadap ekskresi zat terlarut penting artinya untuk menentukan tempat kerja diuretik dan sekaligus untuk meramalkan akibat penggunaan suatu diuretik (Gunawan, 2007).

Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu penghambat mekanisme transpor elektrolit di dalam tubuli ginjal dan diuretik osmotik. Obat yang dapat menghambat transpor elektrolit di tubuli ginjal adalah benzotiadiazid, diuretik

commit to user

(Gunawan, 2007).

b. Klasifikasi Menurut Gunawan (2007), diuretik dibagi menjadi lima jenis yaitu sebagai berikut:

1) Diuretik kuat Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat dibanding dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya di bagian epitel tebal ansa Henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretic. Termasuk dalam kelompok ini adalah furosemid, torsemid, asam etakrinat, dan bumetanid.

2) Benzotiadiazid Benzotiadiazid berefek langsung terhadap transpor Na + dan Cl - di tubulus ginjal. Prototipe golongan benzotiadiazid ialah klorotiazid yang merupakan obat tandingan pertama golongan Hg-organik. Beberapa diuretik sulfonamid yang strukturnya sama sekali berbeda dengan tiazid, menunjukkan efek farmakologi yang sama seperti tiazid seperti klortalidon, kuinetazon, metolazon, dan indapamid.

3) Diuretik hemat kalium Antagonis aldosteron, triamteren, dan amilorid tergolong dalam kelompok ini. Peranan aldosteron ialah memperbesar

commit to user commit to user

4) Diuretik osmotik Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila difiltrasi secara bebas oleh glomelurus, tidak atau hanya sedikit difiltrasi tubulus ginjal, secara farmakologis merupakan zat inert, dan umumnya resisten terhadap perubahan metabolik. Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, dan isosorbid. Adanya zat tersebut dalam lumen tubulus meningkatkan tekanan osmotik sehingga jumlah air dan elektrolit yang diekskresi bertambah besar.

5) Penghambat karbonik anhidrase Karbonik anhidrase adalah suatu enzim yang mengkatalisis

reaksi CO 2 +H 2 O ↔H 2 CO 3 . Enzim ini terdapat salah satunya di korteks renalis yang penting dalam sistem bufer darah. Ion- ion tersebut juga penting dalam proses reabsorbsi ion tetap di tubulus ginjal. karbonik anhidrase dapat dihambat aktivitasnya oleh sianida, azida, dan sulfida.

c. Indikasi

Menurut Tjay dan Raharja (2007), diuretik digunakan pada semua keadaan di mana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung:

commit to user commit to user

2) Gagal jantung (decompensatio cordis), yang bercirikan peredaran tak sempurna lagi dan terdapat cairan berlebihan di jaringan. Akibatnya air tertimbun dan terjadi edema, misalnya dalam paru-paru (edema paru). Untuk indikasi ini terutama digunakan diuretik lengkungan, yang dalam keadaan parah akut secara intravena (asma kardial, edema paru).

3. Hidroklorotiazid (HCT)

a. Farmakodinamik

HCT merupakan diuretik golongan tiazid. Mekanisme aksinya adalah dengan menghambat reabsorbsi natrium di tubulus ginjal yang menyebabkan naiknya ekskresi natrium dan air, juga ion kalium dan hidrogen (Arini, 2005).

b. Farmakokinetik

Absorbsi tiazid melalui saluran cerna sangat baik. Umumnya efek obat tampak setelah satu jam. Klorotiazid didistribusikan ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal saja.

commit to user commit to user

c. Indikasi

Tiazid digunakan untuk hipertensi, gagal jantung kongestif, nefrolitiasis yang disebabkan hiperkalsuria idiopatik, serta diabetes insipidus nefrogen. Pemberian tiazid pada penderita gagal jantung dan hipertensi yang disertai gangguan fungsi ginjal harus hati-hati karena dapat memperparah gangguan fungsi ginjal akibat penurunan kecepatan filtrasi glomelurus dan hilangnya natrium (Katzung, 2005).

d. Toksisitas Katzung (2005) menjelaskan beberapa efek toksik HCT, yaitu:

1) Alkalosis metabolik hipokalemia Tiazid dapat meningkatkan ekskresi dari ion kalium sehingga hal tersebut dapat menyebabkan hipokalemi.

2) Toleransi gangguan karbohidrat Dapat terjadi hiperglikemia baik pada pasien diabetes atau bahkan pada uji toleransi glukosa tidak normal ringan. Efek tersebut berkaitan dengan hambatan rilis insulin pankreatik dan penurunan penggunaan glukosa oleh jaringan.

commit to user

Tiazid menyebabkan peningkatan 5 - 15 % kolesterol serum dan menurunkan lipoprotein dengan kepadatan rendah {Low Density Lipoprotein (LDL)}.

4) Hiponatremia Disebabkan karena kombinasi peningkatan ADH yang menginduksi hipovolemia, penurunan kapasitas pelarutan ginjal, dan menyebabkan haus.

5) Reaksi alergi Tiazid adalah sulfonamid dan mempunyai reaktivitas silang dengan anggota lain dari kelompoknya.

6) Toksisitas lain Kelemahan, kelelahan, dan parestesia dapat menyerupai penghambat karbon anhidrase lain.

e. Kontraindikasi

HCT dikontraindikasikan pada anuria, hipersensitivitas terhadap HCT, hipokalemia yang refraktur, hiperkalsemia, hiperurikemia, hiponatremia, gangguan hati yang berat, penyakit Addison (Arini, 2005).

f. Dosis

Hidroklorotiazid tersedia dalam sediaan tablet 25 dan 50 mg. Dosis yang diperlukan untuk hipertensi yaitu 12,5 - 25 mg/hari sedangkan untuk gagal jantung kongestif 25 - 100 mg/hari dengan

commit to user commit to user

4. Nanas

a. Klasifikasi Tanaman Menurut Plantamor (2010), klasifikasi nanas adalah sebagai berikut:

Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi

: Ananas comosus Merr.

Sinonim

: A. sativus Schult., Ananassa sativa Lindl.,

Bromelia comosa L.

b. Nama Lain Nanas mempunyai beberapa nama lain (IPTEK, 2011), yaitu:

1) Nama Lokal

Sumatera

: anes, henas, kenas, honas, hanas, gona, nasit, enas, kanas, nanas, naneh

commit to user commit to user

Jawa

: danas, ganas, nanas, lanas, nanas.

Kalimantan

: kanas, samblaka, malaka, uro usan, kayu

usan,kayu ujan, belasan.

Nusa Tenggara

: manas, nanas, aruma, fanda, pandal, panda, nana, peda, anana, pedang, parangena, nanasi.

Sulawesi

: tuis mangandow, na'asi, nanasi, tuis, tuis ne walanda, busa, pinang, nanati, lalato, nanasi, pandang, edan, ekam, hedan, ai nasi, than baba-ba, kai nasi, bangkalo, kampora, anasu, banggala, bangkala, kai nasu, kambala, kampala (Seram selatan), arnasinu, kanasi, kurnasin, mangala, nanasi, nanasu, anasul.

Irian Jaya

: manilmap, miniap.

2) Nama Asing Pineapple , ananas, pinya

c. Deskripsi Tanaman

Ananas comosus Merr. adalah sejenis tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan ini termasuk dalam familia nanas-nanasan (Famili Bromeliaceae). Perawakan

commit to user commit to user

Nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia sepanjang tahun (herba tahunan atau dua tahunan), tinggi 50 - 150 cm, terdapat tunas merayap pada bagian pangkalnya. Daun berkumpul dalam roset akar dan pada bagian pangkalnya melebar menjadi pelepah. Helaian daun bentuk pedang, tebal, liat, panjang

80 - 120 cm, lebar 2 - 6 cm, ujung lancip menyerupai duri, tepi berduri tempel yang membengkok ke atas, sisi bawah bersisik putih, berwarna hijau atau hijau kemerahan. Bunga majemuk tersusun dalam bulir yang sangat rapat, letaknya terminal dan bertangkai panjang. Buahnya buah majemuk, bulat panjang, berdaging, berwarna hijau, jika masak warnanya menjadi kuning. Buah nanas rasanya enak, asam sampai manis. Bijinya kecil, seringkali tidak jadi. Tanaman buah nanas dapat diperbanyak dengan mahkota, tunas batang, stek atau tunas ketiak daunnya (Mastani, 2009).

d. Kandungan Kimia

Daun, buah, dan akar Ananas comosus mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol (Syamsuhidayat, 2001).

commit to user

Nanas mengandung beberapa zat gizi penting yang dirangkum dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Kandungan Gizi Dalam 100 Gram Nanas Matang

Sumber: Agoes (2010)

f. Sifat dan Khasiat

Buah nanas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, yaitu sebagai obat penyembuh sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir, kurang darah, gatal-gatal, ekzema, dan kudis (Agromedia, 2008).

5. Nanas sebagai Diuretik

Pada tanaman tinggi, senyawa flavonoid terdistribusi hampir ke seluruh bagian tanaman, di antaranya seperti pada daun, kulit batang, bunga, buah, akar, dan daun (Sutjipto dan Katno, 2006). Tanaman

Zat gizi

Berat (mg)

Air

81300 - 91200

Ekstrak eter

30 - 290

Serat kasar

0,003 - 0,055 B1 0,048 - 0,138

Vitamin C

27,0 - 165,2

commit to user

antispasmodik, antitumor, antibakteri, dan antijamur (Evans, 2009). Flavonoid merupakan senyawa alam golongan polifenol dengan 15 atom karbon dalam inti dasarnya dan tersusun dalam konfigurasi C6 - C3 - C6. Struktur flavonoid terdiri dari 2 inti benzen yang dibedakan atas cincin A dan B, dihubungkan oleh 3 atom karbon yang membentuk inti piron dan selanjutnya disebut cincin C (Gambar 2.2). Perbedaan senyawa flavonoid terletak pada jumlah, jenis, dan posisi gugus substituen. Substituen yang umum antara lain gugus hidroksi, metoksi, metil, dan gula yang terdistribusi pada cincin A atau B (Sutjipto dan Katno, 2006).

Gambar 2.2. Struktur Dasar Flavonoid

Flavonoid menyebabkan peningkatan ekskresi elektrolit, seperti ion Na + dan Cl - bersama urin (Carola, 1991). Natriuresis yang terjadi akan menimbulkan diuresis yang pada sebagian besar kasus timbul secara sekunder akibat penghambatan reabsorbsi ion Na + tubulus sehingga ion Na + yang tersisa di tubulus bekerja secara osmotik menurunkan reabsorbsi air (Guyton dan Hall, 2007).

commit to user commit to user

Salah satu senyawa kimia yang terdapat pada buah nanas dan juga terdapat pada akar nanas adalah flavonoid (Syamsuhidayat, 2001), sehingga diamsusikan buah nanas juga mempunyai efek diuresis.

6. Tikus Putih

Pada penelitian ini digunakan tikus putih jantan sebagai binatang percobaan. Tikus putih jantan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih stabil karena tidak dipengaruhi oleh adanya siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus putih betina. Tikus jantan juga mempunyai kecepatan metabolisme obat yang lebih cepat dan kondisi biologis tubuh yang lebih stabil dibandingkan tikus betina (Sugiyanto, 1995). Konsumsi pakan tikus putih per hari sebanyak 5 gr/100 gr BB, konsumsi air minum per hari sebanyak 8 - 11 ml/100 gr BB, dan ekskresi urin per hari sebanyak 5,5 ml/100 gr BB (Geocities, 2010).

commit to user

Menurut Sugiyanto (1995), sistematika tikus putih adalah sebagai berikut:

: Rattus norvegicus

b. Karakteristik Utama

Tikus putih sebagai hewan uji relatif resisten terhadap infeksi, sangat cerdas, tidak begitu fotofobik seperti mencit, dan kecenderungan untuk berkumpul dengan sesamanya tidak begitu besar. Aktivitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia di sekitarnya. Sifat yang membedakan tikus putih dari hewan uji yang lain yaitu tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus yang bermuara ke dalam lambung dan tikus putih tidak mempunyai kandung empedu. Tikus putih jantan jarang berkelahi seperti halnya mencit jantan dan hewan ini lebih besar dibandingkan dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium tikus putih lebih menguntungkan daripada mencit (Sianawati, 2004).

commit to user

B. Kerangka Pikir

Gambar 2.3. Kerangka Pikir

Keadaan ginjal, stres,

dehidrasi, minum

Ekskresi Na + dan Cl -

meningkat

Hambat reabsorbsi Na +

di tubulus ginjal

Ekskresi Na + dan Cl - meningkat

Ginjal tikus putih jantan

Hipertonis lumen

Ekskresi air meningkat

Volume urin meningkat

Hambat reabsorbsi Na + di tubulus ginjal

commit to user

C. Hipotesis

1. Jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) dapat meningkatkan efek diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).

2. Efek diuresis jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) sebanding dengan peningkatan dosis pemberiannya.

commit to user

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan posttest only control group design karena pengukuran hanya dilakukan pada waktu tertentu setelah pemberian dosis pada hewan uji. Model rancangan ini paling sering digunakan karena selain ekonomis, secara teknik lebih mudah dilakukan (Arief, 2004).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM).

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar yang diperoleh dari LPPT UGM berumur 2 - 3 bulan dengan berat badan 150 - 200 gram. Tikus akan dibagi menjadi 5 kelompok. Dipilih tikus dan bukan mencit karena tikus tenang, mudah ditangani, tidak begitu fotofobik seperti halnya mencit. Aktivitasnya tidak demikian terganggu dengan adanya manusia (Harmita dan Radji, 2005).

Besar sampel tiap kelompok dihitung dengan rumus Federer (Arkeman dan David, 2006):

commit to user commit to user

Tiap kelompok perlakuan terdiri dari 6 ekor tikus, sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 30 ekor tikus

D. Teknik Sampling Hewan Uji

Tikus putih jantan dipilih secara purposive sampling sesuai kriteria hewan uji. Subjek dibagi menjadi 5 kelompok secara acak menggunakan teknik randomisasi.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : jus buah nanas

2. Variabel Terikat : volume urin

3. Variabel Luar

a. Terkendali

: genetik, jenis kelamin, berat badan dan umur tikus, makanan dan minuman, adanya stres terhadap adaptasi lingkungan tempat percobaan.

b. Tak terkendali : variasi kepekaan tikus putih terhadap zat dan obat

yang digunakan.

commit to user

1. Jus Buah Nanas (Ananas comosus Merr.) Jus buah nanas adalah nanas segar masak berumur 12 - 24 bulan yang didapatkan dari LPPT UGM yang dihaluskan menggunakan blender . Jus buah nanas yang dihasilkan kemudian akan dibagi tiga yang digunakan sebagai dosis I, dosis II, dan dosis III. Pemberian dosis jus buah nanas diukur dengan menggunakan spuit pencekok. Skala pengukuran variabel jus buah nanas adalah ordinal.

2. Hidroklorotiazid Hidroklorotiazid yang dipakai dalam percobaan berupa tablet sediaan HCT generik 25 mg. Dosis yang diberikan pada hewan uji adalah 0.32 mg dalam 2 ml aquades/200 gr BB tikus putih dan diberikan secara peroral dengan spuit pencekok. Sebelumnya tablet HCT diukur menggunakan timbangan digital dengan satuan miligram. Skala pengukuran variabel HCT adalah nominal.

3. Volume Urin Tikus Putih Jantan Volume urin tikus putih jantan adalah banyaknya urin yang dikeluarkan oleh tikus putih jantan setelah pemberian jus buah nanas dengan menampung urin selama 6 jam. Pengukuran dilakukan selama

24 jam, dengan interval waktu 6 jam menggunakan injection spuit dalam satuan cc. Skala pengukuran variabel volume urin tikus adalah rasio.

commit to user

Dalam penelitian ini digunakan tikus putih galur Wistar untuk mengendalikan faktor genetis.

5. Umur Dalam penelitian ini digunakan tikus putih berumur 2 - 3 bulan untuk membuat sampel homogen.

6. Jenis Kelamin Dalam penelitian ini digunakan tikus putih jantan supaya sampel bersifat homogen serta menghindari adanya pengaruh hormon estrogen.

7. Berat Badan Tikus dalam percobaan ini dipilih berat badan sekitar 150 - 200 gram dengan toleransi 10 %.

8. Suhu Udara Ruangan yang digunakan untuk mengandangkan tikus putih jantan

dikondisikan pada suhu kamar sekitar 25 ⁰ C.

9. Makanan dan Minuman Semua tikus yang digunakan untuk percobaan mendapat makanan dan minuman yang cukup dengan jumlah kurang lebih sama. Semua tikus mendapat minum awal sebanyak 100 ml selama 24 jam yang diberikan waktu tikus dipuasakan. Banyaknya air yang diminum dapat diketahui dengan pengukuran air sebelum diberikan dan setelah diberikan kepada tikus.

commit to user

Stres pada hewan uji dapat dipengaruhi akibat perlakuan yang berulang kali. Hal tersebut dapat diminimalisasi dengan adaptasi sebelum percobaan, diberikan pada kandang yang terpisah, makanan dan minuman yang cukup, serta pencahayaan yang baik.

commit to user

Purposive sampling

Randomisasi

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian

Populasi tikus putih jantan

30 sampel tikus putih jantan

Diadaptasikan selama 7 hari

Kelompok I Kelompok II

Kelompok IV

Kelompok III Kelompok V

Pada hari ke-8 dipuasakan selama 24 jam, tetap diberi air minum ad libitum

Jus nanas 2 ml konsentrasi 25 %/200 gr BB

Jus nanas 2

ml konsentrasi

50 %/200 gr

BB

Jus nanas 2

ml konsentrasi

100 %/200 gr

BB

HCT 0,32 mg

dalam 2 ml aquades/200

gr BB

Aquades 2 ml/200 gr BB

Penampungan urin selama 6 jam

Pengukuran volume urin setiap 6 jam, selama 24 jam

Analisis data dengan uji statistik

commit to user

1. Alat Penelitian

a. Kandang tikus putih: untuk mengadaptasikan tikus putih jantan

b. Timbangan hewan: untuk menghitung berat badan tikus putih jantan

c. Spuit pencekok: untuk memasukkan sampel uji ke tikus putih per oral

d. Metabolic cage complete sets for rats: kandang uji diuretik untuk tikus putih jantan

e. Kantong plastik: untuk menampung urin hasil penelitian

f. Injection spuit: untuk mengukur volume urin uji diuretik

2. Bahan Penelitian

a. Aquades sebagai kontrol negatif

b. Hidroklorotiazid (HCT) sebagai kontrol positif

c. Jus buah nanas

I. Penentuan Dosis

1. Perhitungan Dosis Kontrol Negatif Berdasarkan tabel volume maksimal larutan yang dapat diberikan pada berbagai hewan (Lampiran 10), tikus dengan berat badan 100 gr hanya dapat menerima dosis larutan peroral sebanyak 5.0 ml. Imuno dan Nurlaila (1986) menyarankan penentuan dosis juga harus selalu dikaitkan dengan volume maksimal yang boleh diberikan pada hewan

commit to user commit to user

2. Perhitungan Dosis Hidroklorotiazid Faktor konversi manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus putih dengan berat badan 200 gr adalah 0.018 (Lampiran 11). Pada orang Indonesia rata-rata berat badannya 50 kg.

Dosis hidroklorotiazid yang digunakan sebagai diuretik adalah 25 mg (Gunawan, 2007) maka perhitungan dosis pada kelompok kontrol positif adalah sebagai berikut: Dosis untuk tikus putih = 50/70 x 25 mg x 0.018

= 0.320 mg/200 gr BB tikus putih Selanjutnya dibuat larutan baku HCT. Dosisnya yaitu 1 tablet HCT

25 mg dipuyerkan, ditimbang dan diambil 16 mg kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquades. Maka 100 ml aquades mengandung 16 mg HCT, sehingga 1 ml = 0.16 mg dan 2 ml = 0.32 mg.

Untuk itu dosis HCT yang diberikan sebagai kontrol positif yaitu

0.32 mg dalam 2 ml aquades.

3. Perhitungan Dosis Jus Buah Nanas Buah nanas masak berumur 12 - 24 bulan dihaluskan dengan blender kemudian disaring menggunakan penyaring untuk

commit to user commit to user

a. Dosis I: 2 ml jus buah nanas dengan konsentrasi 100 %.

b. Dosis II: 2 ml jus buah nanas dengan konsentrasi 50 %.

c. Dosis III: 2 ml jus buah nanas dengan konsentrasi 25 %.

J. Cara Kerja

1. Membuat jus buah nanas.

2. Persiapan bahan uji:

a. Kontrol negatif dengan aquades.

b. Kontrol positif dengan HCT.

c. Jus buah nanas dosis I.

d. Jus buah nanas dosis II.

e. Jus buah nanas dosis III.

3. Persiapan hewan uji:

a. Hewan uji diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium tempat penelitian selama kurang lebih 1 minggu.

b. Hewan uji dipuasakan 24 jam sebelum perlakuan namun pemberian minum tetap dilakukan. Air minum awal yang diberikan

commit to user commit to user

c. Volume air minum diukur pada awal dan akhir pengamatan untuk mengetahui pemasukan cairan ke dalam tubuh hewan uji apakah homogen atau tidak.

d. Pengelompokkan hewan uji, masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 6 ekor tikus putih jantan galur Wistar. Masing-masing tikus ditempatkan pada satu kandang metabolik yang saling terpisah.

4. Pemberian perlakuan pada hewan uji menggunakan spuit pencekok:

a. Kelompok 1 : tikus putih diberi aquades 2 ml.

b. Kelompok 2 : tikus putih diberi hidroklorotiazid dosis 0.32 mg/200 gr BB tikus putih dalam 2 ml aquades.

c. Kelompok 3 : tikus putih diberi 2 ml jus buah nanas dosis I.

d. Kelompok 4 : tikus putih diberi 2 ml jus buah nanas dosis II.

e. Kelompok 5 : tikus putih diberi 2 ml jus buah nanas dosis III.

f. Masukkan hewan uji dalam metabolic cage for rats.

g. Ukur volume urin masing-masing tikus yang ditampung setiap 6 jam sekali.

K. Analisis Data

Data volume urin yang diperoleh ditabulasi dalam tabel dan grafik. Data dites normalitas dan homogenitas variansnya apakah memenuhi

commit to user

Homogenitas varians antar kelompok diuji dengan uji Levene.

Bila asumsi parametrik terpenuhi (distribusi data normal dan varians antar kelompok homogen) maka data dianalisis dengan uji oneway Anova untuk tiap titik waktu (per 6 jam). Bila didapatkan perbedaan yang signifikan dengan uji Anova, dilanjutkan dengan uji post hoc.

Bila asumsi parametrik tidak terpenuhi, data dianalisis dengan uji alternatif nonparametrik yang sebanding dengan uji Anova, yaitu uji Kruskal-Wallis. Bila didapatkan perbedaan yang signifikan, dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui letak perbedaan tersebut. Tingkat signifikasi yang dipakai adalah p < 0.05. Analisis data dilakukan dengan SPSS versi 17.0.

commit to user

BAB IV HASIL PENELITIAN

Penelitian tentang dosis jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) sebagai diuresis pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM) pada tanggal 14 - 15 Juni 2011. Sampel yang digunakan yaitu

30 ekor tikus putih jantan galur Wistar yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu kontrol negatif (aquades), kontrol positif (hidroklorotiazid

0.32 mg), jus buah nanas dosis I (konsentrasi 100 %), jus buah nanas dosis II (konsentrasi 50 %), dan jus buah nanas dosis III (konsentrasi 25 %).

A. Hasil Uji Diuretik Jus Buah Nanas

Hasil pengamatan pada penelitian efek diuresis jus buah nanas (Ananas comosus Merr.) pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dengan aquades sebagai kontrol negatif dan hidroklorotiazid sebagai kontrol positif dirangkum dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Pengukuran Total Volume Urin Tikus Selama 24 Jam

Kelompok

Rerata ± simpang baku volume urin (ml) Kontrol Negatif

Kontrol Positif

Dosis I

Dosis II

Dosis III

commit to user commit to user

Kelompok Rerata ± simpang baku volume urin (ml)

6 Jam I 6 Jam II 6 Jam III 6 Jam IV Kontrol Negatif

3.1 ± 2.4 7.0 ± 5.7 5.9 ± 1.3 3.5 ± 2.2 Kontrol Positif

5.4 ± 1.7 9.9 ± 3.8 7.9 ± 3.3 3.9 ± 2.4 Dosis I

5.3 ± 2.6 12.4 ± 7.6 8.0 ± 4.4 1.9 ± 1.0 Dosis II

1.9 ± 1.7 6.5 ± 5.7 6.1 ± 3.4 2.9 ± 1.2 Dosis III

1.6 ± 0.9 4.9 ± 4.3 2.9 ± 1.8 2.3 ± 2.0 Hasil pengukuran volume urin tampung tiap 6 jam lebih jelas disajikan dalam Gambar 4.1 berikut ini:

Titik waktu

Kontrol Negatif

Kontrol Positif

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Gambar 4.1. Grafik Volume Urin Tampung Tiap 6 Jam

Dari Gambar 4.1 tampak kelompok jus nanas dosis I mempunyai rerata volume urin yang sebanding dengan kontrol positif pada 6 jam pertama dan ketiga. Sedangkan pada 6 jam kedua, rerata volume urin

commit to user

Sebaliknya, rerata volume urin kelompok dosis I tampak jauh lebih sedikit pada akhir pengamatan.

Secara umum, kelompok jus nanas dosis II dan III mempunyai rerata volume urin tampung yang lebih sedikit dibandingkan kontrol positif dan kontrol negatif kecuali pada 6 jam ketiga di mana rerata volume urin kelompok dosis II lebih banyak dari kontrol negatif.

B. Analisis Data

Analisis statistik terhadap data hasil penelitian di atas dilakukan dengan uji Kruskal-Wallis dan uji Oneway Analysis of Variance (Anova) dengan tingkat kemaknaan 0.05. Pengujian ini menggunakan program SPSS for Windows Release 17.0 Evaluation Version.

Uji Kruskal-Wallis digunakan karena terdapat lebih dari 2 kelompok yang dibandingkan tetapi dengan adanya distribusi data yang tidak normal atau varians data antar kelompok yang tidak homogen. Uji Anova digunakan karena distribusi data normal dan varians antar kelompok homogen. Normalitas data dianalisis menggunakan uji Shapiro- Wilk karena jumlah sampel < 50. Varians data dianalisis menggunakan uji homogenitas Levene. Bila pada uji Kruskal-Wallis didapatkan perbedaan yang signifikan antar kelompok maka dilanjutkan dengan uji Mann- Whitney. Apabila pada uji Anova didapatkan perbedaan yang signifikan antar kelompok maka dilanjutkan dengan uji post hoc.

commit to user

1. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap data penelitian disajikan dalam Tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3. Rangkuman Hasil Uji Normalitas

Kelompok

Nilai p

6 Jam I 6 Jam II 6 Jam III 6 Jam IV

Kontrol Negatif 0.704 0.022 0.630 0.511 Kontrol Positif

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Interpretasi hasil uji Shapiro-Wilk adalah jika p > 0.05 berarti distribusi data normal. Dari Tabel 4.3 tampak data volume urin 6 jam ketiga dan keempat mempunyai distribusi normal. Volume urin 6 jam pertama dan kedua distribusi datanya tidak normal.

2. Uji Homogenitas Varians

Hasil uji dengan uji homogenitas Levene terhadap data penelitian dirangkum dalam Tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Varians

Nilai p

Volume Urin 6 Jam I

Volume Urin 6 Jam II

Volume Urin 6 Jam III

Volume Urin 6 Jam IV

0.447 Interpretasi uji homogenitas Levene adalah jika p > 0.05 berarti varians data antar kelompok homogen. Dari Tabel 4.4 tampak

volume urin 6 jam I, II, dan IV mempunyai varians data yang

commit to user commit to user

Data volume urin 6 jam keempat mempunyai distribusi data yang normal dan varians antar kelompok yang homogen sehingga memungkinkan untuk dilakukannya uji Anova.

3. Uji Kruskal-Wallis

Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan volume urin pada 6 jam pertama, kedua, dan ketiga setelah perlakuan pada tiap titik waktu. Hasil uji Kruskal-Wallis dirangkum dalam tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5. Rangkuman Hasil Uji Kruskal-Wallis

Nilai p

Volume urin 6 jam I

Volume urin 6 jam II

Volume urin 6 jam III

Dari Tabel 4.5 diketahui nilai p untuk volume urin 6 jam pertama adalah < 0.05. Interpretasi uji Kruskal-Wallis tersebut adalah terdapat perbedaan antar kelompok yang signifikan untuk volume urin

commit to user

6 jam kedua dan ketiga didapatkan nilai p > 0.05 sehingga dapat diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan volume urin yang signifikan pada titik waktu tersebut.

Selanjutnya pada data untuk volume urin 6 jam pertama dilakukan uji Mann-Whitney. Uji ini digunakan untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan yang signifikan.

4. Uji Mann-Whitney

Hasil dari uji Mann-Whitney untuk volume urin 6 jam pertama selama penelitian dirangkum dalam Tabel 4.6 berikut ini. Tabel 4.6. Rangkuman Hasil Uji Mann-Whitney

Perbandingan

Nilai p

Kontrol Negatif vs Kontrol Positif

Kontrol Negatif vs Dosis I

Kontrol Negatif vs Dosis II

Kontrol Negatif vs Dosis III

Kontrol Positif vs Dosis I

Kontrol Positif vs Dosis II

Kontrol Positif vs Dosis III

Dosis I vs Dosis II

Dosis I vs Dosis III

Dosis II vs Dosis III

Hasil uji Mann-Whitney untuk volume urin 6 jam pertama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol positif dengan jus nanas dosis II dan III, juga antara jus nanas dosis I dengan jus nanas dosis II dan III.

commit to user

5. Uji Anova

Uji Anova digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan volume urin pada 6 jam keempat setelah perlakuan pada tiap titik waktu. Hasil uji Anova dirangkum dalam Tabel 4.7 berikut ini. Tabel 4.7. Rangkuman Hasil Uji Anova

F Nilai p

Volume Urin 6 Jam IV

Dari Tabel 4.7 didapatkan nilai p > 0.05 sehingga dapat diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan volume urin yang signifikan pada titik waktu 6 jam keempat.

C. Volume Air Minum Tikus Putih

Pada penelitian tentang diuretik diperlukan pengukuran volume air minum masing-masing tikus putih jantan untuk melihat apakah terdapat pengaruh pemasukan cairan dengan produksi urin yang dikeluarkan. Pengukuran tersebut dilakukan pada akhir pengamatan (24 jam setelah perlakuan). Air minum awal yang diberikan untuk tiap tikus adalah sebanyak 200 ml. Rerata air minum disajikan dalam Tabel 4.8 dan hasil pengukuran selengkapnya terdapat di Lampiran 2. Tabel 4.8. Volume Air Minum Tikus Putih pada Akhir Pengamatan

Kelompok

Rerata ± simpang baku volume air minum (ml) Kontrol Negatif

Kontrol Positif

Dosis I

Dosis II

Dosis III

commit to user

1. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk terhadap air minum yang dikonsumsi tikus putih disajikan dalam Tabel 4.9 berikut ini. Tabel 4.9. Uji Normalitas Air Minum Tikus Putih

Kelompok

Nilai p Intake cairan

Kontrol Negatif

Kontrol Positif

Dosis I

Dosis II

Dosis III

Interpretasi hasil uji Shapiro-Wilk adalah jika p > 0.05 berarti distribusi data normal. Dari Tabel 4.9 tampak data air minum tikus putih mempunyai distribusi data yang normal.

2. Uji Homogenitas

Hasil uji dengan uji homogenitas Levene terhadap air minum yang dikonsumsi tikus putih dirangkum dalam Tabel 4.10 berikut ini. Tabel 4.10. Uji Homogenitas Varians Air Minum Tikus Putih

Nilai p

Intake cairan

Interpretasi uji homogenitas Levene adalah jika p > 0.05 berarti varians data antar kelompok homogen. Dari Tabel 4.10 tampak air minum mempunyai varians data yang homogen, dengan kata lain tidak terdapat perbedaan varians yang signifikan antar kelompok perlakuan. Selanjutnya dilakukan uji Anova mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan pada air minum tikus putih.

commit to user

3. Uji Anova

Hasil uji Anova untuk air minum yang dikonsumsi tikus putih selama penelitian dirangkum dalam Tabel 4.11 berikut ini. Tabel 4.11. Uji Anova Air Minum Tikus Putih

F Nilai p

Intake cairan

3.580

0.019

Dari Tabel 4.11 didapatkan nilai p < 0.05 sehingga dapat diinterpretasikan terdapat perbedaan konsumsi air minum yang signifikan pada tikus putih selama penelitian berlangsung.

4. Uji post hoc

Hasil uji post hoc untuk air minum tikus selama penelitian dirangkum dalam Tabel 4.12 berikut ini. Tabel 4.12. Uji Post Hoc Air Minum Tikus Putih

Perbandingan

Beda rerata (ml) Nilai p IK 95 % Kontrol Negatif vs Kontrol Positif -12.5

0.166 (-30.56, 5.56) Kontrol Negatif vs Dosis I

17.5 0.057 (-0.56, 35.56) Kontrol Negatif vs Dosis II

10.8 0.228 (-7.23, 28.89) Kontrol Negatif vs Dosis III

-2.5

0.778 (-20.56, 15.56) Kontrol Positif vs Dosis I

30.0 0.002 (11.94, 48.06) Kontrol Positif vs Dosis II

23.3 0.013 (5.27, 41.39) Kontrol Positif vs Dosis III

10.0 0.265 (-8.06, 28.06) Dosis I vs Dosis II

-6.7

0.454 (-24.73, 11.39) Dosis I vs Dosis III

-20.0

0.031 (-38.06, -1.94) Dosis II vs Dosis III

-13.3

0.141 (-31.39, 4.73)

Hasil uji post hoc menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol positif dengan jus nanas dosis I dan jus nanas dosis II serta jus nanas dosis I dengan jus nanas dosis III.

commit to user

PEMBAHASAN

Penelitian efek diuresis yang dihasilkan dari jus buah nanas ini dilakukan dengan memberi perlakuan kontrol negatif dengan aquades, kontrol positif dengan HCT, serta 3 macam dosis yang bertingkat dari jus buah nanas yaitu jus buah nanas konsentrasi 100 %, 50 %, dan 25 %. Penelitian efek diuresis ini juga memperhatikan pengendalian variabilitas biologis, di mana variabilitas antar hewan uji yang tidak dapat dihilangkan secara mutlak dapat dikurangi seminimal mungkin dengan cara mengusahakan keseragaman sampel yaitu dengan memilih hewan uji yang berasal dari galur Wistar berumur 2 - 3 bulan dengan berat badan antara 150 - 200 gram dan dalam kondisi sehat.

Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan adanya efek diuresis pada 6 jam pertama setelah pemberian jus buah nanas konsentrasi 100 % dalam 2 ml/200 gr BB terhadap tikus putih jantan. Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa pada 6 jam pertama dari kelompok jus buah nanas dosis I (konsentrasi 100 %) mempunyai rerata volume urin yang sebanding dengan kontrol positif. Sedangkan pada 6 jam kedua, rerata volume urin kelompok tikus yang diberi jus buah nanas dosis I lebih banyak dibandingkan kontrol positif. Kesetaraan efek diuresis jus buah nanas konsentrasi 100 % dengan 0.32 mg hidroklorotiazid dibuktikan dengan uji statistik yang menunjukkan tidak adanya perbedaan volume urin yang

commit to user commit to user

Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata volume urin tampung kelompok yang diberi jus buah nanas dosis II (konsentrasi 50 %) dan dosis

III (konsentrasi 25 %) tampak lebih sedikit dibandingkan kontrol positif dan kontrol negatif, kecuali pada 6 jam ketiga di mana rerata volume urin kelompok yang diberi jus buah nanas konsentrasi 50 % terlihat lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol negatif yang diberi aquades (Gambar 4.1). Hasil analisis statistik uji Mann-Whitney lebih lanjut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara jus buah nanas konsentrasi 50 % dan 25 % dengan kontrol positif (hidroklorotiazid) pada

6 jam pertama pasca perlakuan. Perbandingan efek diuresis antara jus buah nanas dosis II dan III menunjukkan tidak adanya perbedaan dengan kontrol negatif. Selain itu, efek diuresis jus buah nanas dosis II secara statistik juga tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan dosis III. Dengan demikian, jus buah nanas konsentrasi 50 % dan 25 % tidak adekuat untuk menyamai efek diuresis hidroklorotiazid.

Perbedaan efek diuresis jus buah nanas pada ketiga kelompok perlakuan pemberian jus buah nanas disebabkan karena perbedaan dosis yang diberikan ketiga kelompok tersebut. Pada jus buah nanas dosis I

commit to user commit to user