Pendekatan tradisional (indirect control system))

PENEGAKAN HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
Pendekatan tradisional (indirect control
system))
 Int. crime ditentukan oleh konvensi
multilateral
 Penegakan dan sanksi diserahkan
kepada hukum pidana nasional dari
negara peserta
 Negara ybsk wajib mengusut/
menuntutnya atau
mengekstradisikannya
Pendekatan Modern (direct control
system)
 Pembentukan mahkamah Pidana
Internasional / ICC

Pengadilan Nuremberg


Piagam London (London Charter of the International Military
Tribunal), yang juga dikenal sebagai Piagam Nuremberg




Inggris, Amerika Serikat, Perancis dan Uni Soviet yang
menandatangani Piagam London sebagai dasar dari
pembentukan Pengadilan Militer Internasional



Australia, Belgia, Czechoslovakia, Denmark, Ethiopia, Yunani,
Haiti, Honduras, India, Luxembourg, Belanda, Selandia Baru,
Norwegia, Panama, Paraguay, Polandia, Serbia, Uruguay dan
Venezuela



dua jalur pengadilan:
 Pengadilan Militer Internasional, untuk mengadili para
penjahat perang yang berperan sebagai “arsitek” kejahatan,
dan

 pengadilan domestik, untuk mengadili para penjahat perang
yang merupakan kaki tangan.



24 terdakwa terpilih untuk diadili. hanya 21 orang yang hadir di
persidangan.



Putusan 1 Oktober 1946: 12 hukuman mati, 3 penjara seumur

Pengadilan Tokyo
 Pengadilan Tokyo membuat klasifkasi tiga jenis

kejahatan: “Kelas A” (kejahatan terhadap
perdamaian),
 “Kelas B” (kejahatan perang) dan
 “Kelas C” (kejahatan terhadap kemanusiaan) –


yang dilakukan selama berlangsungnya Perang
Dunia II.
 28 orang pemimpin militer dan politik Jepang

saat itu dituntut telah melakukan kejahatan
“Kelas A”
 lebih dari 300.000 orang Jepang dituntut telah

melakukan kejahatan “Kelas B” dan “Kelas C”.
 Jenis kejahatan “Kelas C” meliputi kekejaman

yang terjadi selama berlangsungnya perang.
www.themegallery.com

Kejahatan Internasional dalam London Charter
 CRIMES AGAINST PEACE: namely,

planning, preparation, initiation or waging
of a war of aggression, or a war in
violation of international treaties,

agreements or assurances, or
participation in a common plan or
conspiracy for the accomplishment of any
of the foregoing;
 WAR CRIMES: namely, violations of the

laws or customs of war. Such violations
shall include, but not be limited to,
murder, ill-treatment or deportation to
slave labor or for any other purpose of
civilian population of or in occupied
territory, murder or ill-treatment of
prisoners of war or persons on the seas,
killing of hostages, plunder of public or
private property, wanton destruction of
cities, towns or villages, or devastation
not justifed by military necessity;
 CRIMES AGAINST HUMANITY: namely,

murder, extermination, enslavement,

deportation, and other inhumane acts
committed against any civilian
population, before or during the war; or

perencanaan, persiapan, inisiasi atau penggajian
perang agresi, atau perang yang melanggar
perjanjian internasional, perjanjian atau jaminan,
atau partisipasi dalam rencana bersama atau
konspirasi untuk pemenuhan hal di atas
pelanggaran hukum atau kebiasaan perang.
Pelanggaran tersebut termasuk, namun tidak terbatas
pada, pembunuhan, perlakuan buruk atau deportasi
untuk kerja paksa atau untuk tujuan lain dari penduduk
sipil atau di wilayah yang diduduki, pembunuhan atau
penganiayaan terhadap tawanan perang atau orangorang di laut, pembunuhan sandera, penjarahan harta
benda publik atau swasta, penghancuran semena-mena
kota, kota atau desa, atau kerusakan tidak dibenarkan
oleh kepentingan militer;

pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, deportasi,

dan tindakan tidak manusiawi lainnya yang dilakukan
terhadap penduduk sipil, sebelum atau selama
perang; atau penganiayaan atas dasar politik, ras
atau agama dalam pelaksanaan atau sehubungan
dengan kejahatan di dalam yurisdiksi Pengadilan,
apakah atau tidak melanggar hukum domestik dari
negara di mana dilakukan.

Lembaga

Ratione Marteriae

R. Per
sonae

Nuremberg

1.
2.
3.


Crimes Against Peace
War Crimes
CAH

1.
2.
Special
Proclamation 16-1- 3.
1.
2.

London
Agreement 45

Tokyo
46

ICTY
SC. Res. 808/1991

& 827/1993

3.
4.

ICTR
SCRes. 955/1994

1.
2.
3.

R. Loci

R. Tempus

Individu or
members of
organizations


Europe

1945

Crimes Against Peace
War Crimes
CAH

Individu

Far East

1946

Grave Breaches of GC
Violations of the laws
or customs of war
Genocide
CAH


individu

Former
Yugoslavia

Since 1991

Rwanda &
Neg
Tetangga

1-1-94 sd
31-12-94

All

2000

Genocide
WN Rwanda/

Crimes Against
individu
Humanity
Violation of art. 2 GC &
AddProt II

1. Genocide, -- 2. CAH
Rome Statute 1998 3. War crimes – 4. The
Crime of Agression

ICC

individu

Statuta Roma
 Statuta Roma ditandatangani pada

tanggal 17 Juli 1998, oleh negara-negara
peserta yang menggagas sebuah
mahkamah pidana internasional yang
permanen. Dari 120 negara yang hadir,
20 negara abstain, dan 7 negara
menentang termasuk Amerika Serikat,
Cina, Israel dan India.1 Mahkamah
Pidana Internasional (International
Criminal Court - dikenal dengan
singkatan ICC) berdiri pada tanggal 1 Juli
2002 ketika 60 negara telah
meratifkasinya.
www.themegallery.com

Yurisdiksi ICC


Yurisdiksi Material: (Pasal 5-8) ICC dapat mengadili kejahatan
genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan
perang, dan kejahatan agresi. [Tetapi, kejahatan agresi baru
akan didefnisikan pada tahun 2008].3



Yurisdiksi Temporal: (Pasal 11) ICC hanya memiliki yurisdiksi
terhadap kejahatan yang terjadi setelah Statuta Roma
berlaku, sesudah 1 Juli 2002.



Yurisdiksi Teritorial: (Pasal 12) ICC memiliki yurisdiksi
terhadap kejahatan yang dilakukan di dalam wilayah negara
peserta, tanpa melihat kewarga-negaraan dari pelaku.
Termasuk, negara-negara yang mengakui yurisdiksi ICC atas
dasar deklarasi ad hoc (misalnya ada negara di mana terjadi
kejahatan internasional dan pemerintahan negara itu
mendeklarasikan bahwa negaranya mengakui yurisdiksi ICC,
walaupun belum menandatangani Statuta Roma) dan dalam
wilayah yang ditentukan, secara sepihak, oleh Dewan
Keamanan.



Yurisdiksi Personal: (Pasal 25-26) ICC memiliki yurisdiksi
terhadap orang, dan bukan terhadap entitas yang abstrak.5

Asas-Asas ICC
Complementary Principle
Unwilling – tidak mau (Pasal 17 (2))


Suatu negara dinyatakan tidak mempunyai kesungguhan dalam
menjalankan pengadilan apabila:
• Pengadilan nasional dijalankan dalam rangka melindungi pelaku
dari tanggung jawab pidana atas kejahatan berat tersebut
• Terjadi penundaan yang tidak konsisten dengan niat untuk
mendapat keadilan
• Pengadilan dilakukan secara tidak independen dan memihak,
serta tidak konsisten dengan niat untuk mendapatkan keadilan

Unable - tidak mampu (Pasal 17 (3))


Pengadilan suatu negara dinyatakan tidak mampu apabila
 terjadi kegagalan sistem pengadilan nasional, secara
menyeluruh ataupun sebagian. Sehingga negara tersebut tidak
mampu menghadirkan tertuduh atau bukti dan kesaksian yang
dianggap perlu untuk menjalankan proses hukum.
www.themegallery.com

Lanjutan
 • Ne bis in idem (Pasal 20): Tidak ada seseorang

pun dapat dipidana untuk kedua kali dalam
perkara yang sama. Akan tetapi ada
pengecualian terhadap prinsip ini apabila dapat
dibuktikan pengadilan yang digelar dilakukan
untuk melindungi pelaku atau tidak dilakukan
sesuai standar hukum internasional.
 • Nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege

(Pasal 22 & 23): Seseorang hanya dapat dituntut
berdasarkan kejahatan yang diakui dalam
Statuta Roma. Dan seseorang yang dinyatakan
bersalah oleh pengadilan hanya boleh dihukum
sesuai dengan ketentuan berdasarkan Statuta
ini.
 • Nonretroaktif (Pasal 24): Tidak seorangpun

dapat dituntut melakukan kejahatanwww.themegallery.com
berdasarkan

Lanjutan
 • Pertanggungjawaban pidana individu (Pasal

25): ICC mempunyai yurisdiksi terhadap orang
(bukan institusi, perusahaan atau negara) yang
melakukan kejahatan yang tertera dalam
Statuta, ataupun yang memerintahkan, atau
memfasilitasi terjadinya kejahatan tersebut,
termasuk mereka yang menghasut, secara
terbuka, untuk dilakukannya genosida.
 • Mengecualikan yurisdiksi terhadap pelaku

berumur di bawah 18 tahun (Pasal 26): ICC
menggunakan standar Konvensi Anak, dan tidak
akan mengadili pelaku anak-anak.
 • Tidak mengenal imunitas (Pasal 27): Tidak ada

kekebalan hukum dengan alasan menjalankan
tugas resmi, khususnya tidak ada kekebalan
www.themegallery.com
sebagai kepala ataupun aparat negara.

Lanjutan
 Pertanggungjawaban komandan dan atasan (Pasal 28): Seorang

komandan militer atau atasan (sipil) mempunyai tanggung jawab pidana
terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang di bawah komandonya,
apabila ia mengetahui, atau seharusnya mengetahui, bahwa orang di
bawah komandonya melakukan kejahatan, dan ia gagal mencegah atau
menghukum.
 • Tidak mengenal adanya kedaluwarsa atau batas waktu (Pasal 29):

Artinya, sampai kapan pun ICC mempunyai kewajiban mengadili pelaku
kejahatan berat sesuai Statuta Roma.
 • Dengan niat dan mengetahui (Pasal 30): Untuk membuktikan tanggung

jawab pidana, maka niat pelaku untuk melakukan kejahatan tersebut
harus bisa dibuktikan. Pelaku juga mengetahui bahwa ada situasi
tertentu atau konsekuensi tertentu akan terjadi akibat dari sebuah
tindakan.
 Asas pembelaan (Pasal 31): Tanggung jawab pidana dihapuskan pada

orang yang, ketika melakukan kejahatan, mengalami gangguan jiwa,
mabuk, melakukan bela diri, dilakukan di bawah ancaman terhadap jiwa
seseorang.

EKSTRADISI
Ekstradisi (UU No. 1/1979): Penyerahan oleh suatu negara
kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang
disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan
diluar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam
yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan
tersebut karena berwenang untuk mengadili dan
memidananya.
Dasar pelaksanaan ekstradisi
- Perjanjian
- Hubungan baik
- kepentingan Negara

Extradition an be defined as 'the legal process on a treaty, reciprocity,
comity,or national law, whereby one state delivers to another, a person
charged 'or convicted of a criminal offense against the |aws of the requesting
sfafe or in violation of international criminal law in order to be tried or
punished in the requesting state with respect to the crime stated in the
request.
Ekstradisi: proses hukum berdasarkan perjanjian, azas timbal balik,
penghormatan atau hukum nasional, dimana suastu negara menyerahkan
seseorang kepada negara lain karena dia melakukan kejahatan yang
bertentangan dengan hukum negara peminta atau melakukan pelanggaran
terhadap hukum pidana internasional dalam rangka mengadilinya di negara
peminta sehubungan dengan kejahatan yang tercantum dalam
permintaannya

Azas-azas ekstradisi
1. Azas Kejahatan ganda (double criminality)
kjahatan yg dijadikan dasar utk minta
pnyerahan adalah kjahatan mnurut sist.
Hukum kedua belah pihak
– Eliminative system – kejahatan yg diekstradisi adalah
kejahatanyang menurut sist hukum neg ybs
mempunyai batas minimum ancaman sanksi pidana,
mis. 2 tahun
– Plus
– minus
– Enumerative system – Jenis kejahatan yg dijadikan
dasar pelaksanaan ekstradisi disebutkan secara jelas
dalam perjanjian ekstradisi antara para pihak.
- plus
- minus

2. Azas Kekhususan (speciality)
Seseorang yg diekstradisi haruslah diadili oleh
negara peminta atas kejahatan yang memang
disebutkan dalam surat permohonan ekstradisi.
Pengecualian azas kekhususan
- Persetujuan negara diminta
- persetujuan tersangka
- Selesai masa hukuman dia hrs meninggalkan
neg ybs, bila dlm jangka waktu yg ditentukan
msh disana – dpt diadili.


3. Tidak ada ekstradisi bagi penjahat
politik (no extradi-tion of political
offender)
- Kejahatn politik ?
- Klausula attentat (kejahatan thd
kepala negara meskipun terlihat
muatan politiknya, namun pelaku
tetap bisa diekstradisi. Jadi unsur
politiknya dihilangkan)
4. Tidak menyerahkan warga negara
sendiri (no extradition of its
nationals)... Hrs mengadilinya
5. Ne bis in idem

• Prosedur Permintaan
• Surat
permohonan – Saluran
Exstradisi

Diplomatik
- Bila terhukum – salinan putusan
hakim
- Bila tersangka – kejahatannya, locus
delicti, salinan aturan hukum
- barang bukti – anglo saxon (hrs
dengan alat bukti) dan eropa
kontinental (cukup uraian saja)
• Neg diminta harus memberitahukan
apakah permintaan diterima atau
ditolak – melalui saluran diplomatik
• Diterima – penentuan tgl penyerahan.

• Permintaan Oleh Lebih Dari 1 Negara
• Dwikewarganegaraan
• Penahanan Sementara
• Mampir Di Negara Ketiga

Interpol
• Interpol pada awalnya merupakan inisiatif individu yg
kemudian berkembang menjadi suatu organisasi
internasional dengan nama ICPO

Tujuan
• To ensure and promote the widest possible mutual
assistance between all criminal police authorities within
the limits of the laws existing in the different countries
and in the spirit of the "Universal Declaration of Human
Rights"; (Untuk memastikan dan meningkatkan
kemungkinan kerjasama yg luas di antara semua
otoritas polisi kriminal dalam batas-batas hukum yang
berlaku di negara-negara yang berbeda dan dalam
semangat "Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia)
• To establish and develop all institutions likely to
contribute effectively to the prevention and suppression
of ordinary law crimes. (Untuk membangun dan
mengembangkan semua lembaga dan berkontribusi

Core functions
INTERPOL has identified four core functions on which to concentrate its
efforts and resources:
1. Secure global police communications services - Mengamankan
layanan komunikasi polisi global – dengan cara bekerja 24 jam
perhari dan 7 hari seminggu n memungkinkan semua polisi bisa
meminta, memasukkan dan mengakses data penting dg cepat.
2. Operational data services and databases for police - Layanan
operasional data dan database untuk polis = INTERPOL mengelola
berbagai database dg informasi ttg nama-nama dan foto-foto
penjahat yang dikenal, orang-orang yg dicari, sidik jari, profil DNA,
dokumen perjalanan yang hilang atau dicuri , kendaraan bermotor
curian, pelecehan seks anak, gambar dan karya seni dicuri .
INTERPOL juga menyebarkan data-kejahatan terkait kritis melalui
sistem pemberitahuan internasional. Ada tujuh macam
pemberitahuan, yang paling terkenal adalah Red Notice, permintaan
internasional untuk penahanan sementara dari seorang individu.

3. Operational police support services - Layanan dukungan
operasional polisi - INTERPOL has priority crime areas; corruption,
drugs and organized crime, financial and high-tech crime, fugitives, public
safety and terrorism, cubercrime, environment, and trafficking in human
beings. INTERPOL mengoperasi kan Command and Co-ordination Centre
selama 24 jam utk membantu setiap negara anggota menghadapi situasi
krisis, mengkoordinasikan pertukaran informasi dan menganggap peran
manajemen krisis selama insiden serius.
4. Police training and development – Pelatihan dan pengembangan
polisi - INTERPOL provides focused police training initiatives bagi polisi
nasional dan atas dasar permintaan jg memberikan bimbingan dan
dukungan dalam membangun komponen yang didedikasikan utk memerangi
kejahatan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kapasitas negara-negara
anggota untuk secara efektif memerangi kejahatan transnasional yang
serius dan terorisme. Ini termasuk berbagi pengetahuan, keterampilan dan
praktik terbaik dalam kepolisian dan pembentukan standar global untuk
memerangi kejahatan tertentu.

Azas-azas
• Prinsip
• Prinsip
• Prinsip
• Prinsip

kedaulatan negara
fexibilitas
universal
Pidana Umum

Mekanisme kerja Interpol
• Kerjasama
• Kerjasama
• Kerjasama
• Kerjasama

antar NCB
NCB dg Sekjen
NCB dg OI lainnya
NCB dg institusi lokal