BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah meskipun belum secara penuh dilaksanakan, pada

hakekatnya merupakan langkah reformasi yang sangat mendasar dalam sistem

administrasi negara Republik Indonesia. Inti dari reformasi tersebut adalah

pemberian otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah.

Rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian serta pemberian wewenang

ataupun tugas dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk menjalankan

rumah tangga sendiri.

  Tujuan kebijakan desentralisasi otonomi daerah adalah untuk membuat

pemerintah dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat

dilakukan dengan efektif, efisien dan responsif, hal ini berdasarkan asumsi bahwa

pemerintah kabupaten dan kota memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai

kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dalam konteks desentralisasi, daerah propinsi

memiliki wewenang sebagaimana pemerintah pusat. Wewenang tersebut antara

lain adalah melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah kabupaten/kota dan

keputusan kepala daerah.

  

Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah merupakan kebijakan

yang dipandang secara demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi

  

pemerintah daerah memiliki wewenang dan harus kemampuan menggali sumber

keuangan sendiri, serta didukung oleh perimbangan keuangan pemerintah pusat

dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan persyaratan

dalam sistem pemerintahan daerah. Otonomi daerah merupakan cara untuk

melaksanakan pembangunan dengan sungguh - sungguh sebagai sarana untuk

mewujudkan cita - cita bangsa (Abdulkarim, 2007)

  Dalam pelaksanaan otonomi tersebut pemerintah daerah bertanggung

jawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan,

pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta didukung oleh

perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah serta antara provinsi dan

kabupaten/kota. Dalam konteks desentralisasi, daerah provinsi memiliki

wewenang sebagaimana pemerintah pusat. Wewenang tersebut antara lain adalah

melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah kabupaten/kota dan keputusan

kepala daerah.

  Pelaksanaan otonomi daerah didukung dengan adanya Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah dan Undang-undang Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Kedua Undang-undang ini sebagai pengganti dari Undang-undang Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun

1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

  Menurut UU No.32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004 pemberian

otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

  

masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah berdasarkan potensi yang

dimiliki oleh suatu daerah. Jika pada saat sebelum diberlakukannya otonomi

daerah program-program pemberdayaan ekonomi rakyat didesain dari pusat, tanpa

daerah memiliki kewenangan untuk berkreasi, maka sekarang sudah saatnya

pemerintah daerah kabupaten dan kota menunjukkan kemampuannya. Ini

merupakan tantangan bahwa daerah harus mampu mendesain dan melaksanakan

program yang sesuai dengan kondisi lokal yang disikapi dengan kepercayaan diri

dan tanggung jawab penuh. Otonomi daerah yang diberikan kepada daerah

merupakan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab (Soekarwo,

2003:93).

  Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah memerlukan sumber

pendanaan yang besar sehingga penyelenggaraan fungsi pemerintahan akan

terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti

dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Selain

dana perimbangan tersebut, pemerintah daerah mempunyai sumber pendanaan

sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah

bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan

Daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Pajak dan retribusi daerah

merupakan komponen utama PAD.

  Pendapatan Asli Daerah (PAD) dijadikan salah satu tolok ukur dalam

pelaksanaan otonomi daerah karena PAD sekaligus dapat meningkatkan

kemandirian daerah. Kemandirian daerah menunjukkan kemampuan pemerintah pelayanan kepada masyarakat. Kemandirian daerah juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, semakin mandiri suatu daerah, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah. Dalam meningkatkan akuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan APBD, sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal di dalam koridor peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

  Dalam pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat akan mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian dari Dana Bagi Hasil (DBH). Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antar pemerintah pusat dan daerah, adanya konsekuensi penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah yang secara leluasa dapat menggunakan dana ini untuk memberikan pelayanan lebih baik kepada masyarakat. Kebutuhan DAU oleh suatu daerah ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal gap dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena

  

konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU tidak akan sama besarnya kepada

setiap daerah. Daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah rendah maka akan

mendapatkan dana alokasi umum yang tinggi, dan sebaliknya daerah yang

mempunyai pendapatan asli daerah tinggi maka akan mendapatkan alokasi umum

yang rendah. Dengan konsep ini beberapa daerah, khususnya daerah yang kaya

sumber daya alam dapat memperoleh DAU yang negatif. Proporsi DAU untuk

daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan

kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU bersifat block grant yang

berarti penggunaanya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan

kebutuhan daerah untuk peningkatan pembangunan kepada masyarakat dalam

rangka pelaksanaan otonomi daerah. Hasil perhitungan DAU per provinsi,

kabupaten, dan kota ditetapkan dengan keputusan presiden (Kepres).

  Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu

mendanai kegiatan khusus yang merupakan urutan daerah dan sesuai dengan

prioritas nasional. Dana ini diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan

kemampuan keuangan dibawah rata-rata nasional, dalam rangka meningkatkan

pelayanan publik seperti pembangunan rumah sakit, jalan, irigasi, dan air bersih.

  

DAK digunakan sepenuhnya sebagai belanja modal oleh pemerintah daerah.

Belanja modal kemudian digunakan untuk menyediakan aset tetap. Dana Bagi

Hasil merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan

kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah

  Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada pemerintah

daerah. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam

mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber

pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi

kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah yang cukup sering terjadi.

Pemerintah terus berupaya melakukan reformulasi kebijakan dana perimbangan

setiap tahun sehingga diharapkan dapat mendukung kebutuhan pendanaan

pembangunan, terutama bagi daerah-daerah marjinal.

  Seluruh sumber pendapatan daerah yang diperoleh akan dipergunakan

untuk membiayai seluruh penyelenggaran urusan Pemerintah Daerah. Belanja

daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah

yang menjadi kewenangan Provinsi atau Kabupaten/Kota yang terdiri dari urusan

wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bidang tertentu yang

dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

  

Belanja penyelenggaran urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban

daerah.

  Desentralisasi fiskal di satu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar

dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru karena

tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda. Selain itu daerah juga sangat

bergantung pada pemerintah pusat. Besarnya nilai transfer yang diberikan oleh

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam bentuk dana perimbangan

  

dengan PAD. Kondisi ini ditunjukkan dengan besarnya dana perimbangan yang

diterima pemerintah daerah tidak sebanding dengan nilai pendapatan asli daerah

(PAD) yang mampu dikumpulkan oleh daerah.

  Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara

langsung dengan pelaksanaan program. Belanja langsung terdiri dari belanja

pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal untuk melaksanakan

program dan kegiatan pemerintah daerah yang telah dianggarkan oleh pemerintah

daerah. Dari sisi belanja langsung, setiap daerah memiliki persentase belanja

langsung berbeda setiap tahunnya.

  Provinsi Sumatera Utara yang terdiri atas 33 kabupaten/kota merupakan

salah satu provinsi dengan tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi

terhadap pemerintah pusat. Hal ini juga disertai dengan belanja langsung yang

semakin meningkat dari tahun ke tahun yang terjadi pada mayoritas

kabupaten/kota di provinsi tersebut. Hal ini jika tidak diikuti dengan penerimaan

yang cukup dikhawatirkan akan membuat pelaksanaan program dan kegiatan

pemerintah daerah tidak berjalan dengan baik yang dianggarkan pemerintah

daerah malalui pembiayaan belanja langsung. Berikut ini adalah beberapa daftar

PAD dan Dana Perimbangan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara terhadap

belanja langsung.

Tabel 1.1 Data Keuangan Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara (000 rupiah)

  35.62 3.800

  176 241.10 6.688

  151 9.881.

  12.528 .138 8.216.

  Padang Lawas

  176.76 8.278

  219.53 2.753

  176.92 7.203

  21.542 .248

  15.653 .056

  17.876 .677

  27.84 4.598

  38.96 9.700

  331.75 4.392

  331.41 2.601

  282.98 8.294

  243.04 1.606

  17.459 .630

  14.201 .579

  Samosir 26.112 .156

  482.06 0.380

  288.21 1.641

  253.74 0.171

  65.185 .896

  58.432 .376

  249.49 6.791

  42.76 7.600

  90.86 8.630

  232.99 0.274

  29.99

  Labuhanba 8.371. 17.081 18.976 249.09 266.92 266.92

  156.89 0.420

  192.79 9.625

  114.54 0.977

  23.937 .864

  23.950 .836

  24.717 .204

  25.46 0.900

  28.83 1.400

  24.61 0.700

  198.23 9.174

  40.01 6.700

  112 167.78 0.345

  029 6.353.

  364 6.306.

  Pakpak Barat 4.533.

  220.44 7.996

  230.76 7.005

  227.64 8.050

  36.519 .005

  26.608 .460

  33.176 .146

  42.52 0.850

  62.942 .551

  73.94 5.400

  Kabupaten PAD DAU DAK DBH Belanja Langsung 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012

  225.26 7.938

  50.22 0.620

  56.79 1.600

  48.01 8.500

  487.34 5.532

  405.82 2.524

  369.27 5.117

  20.974 .585

  009 23.104 .104

  Tapanuli Utara 15.33.

  407.64 1.443

  333.44 9.317

  57.731 .318

  25.788 .562

  54.953 .826

  61.444 .329

  65.20 6.660

  50.62 6.400

  48.28 8.300

  628.97 9.980

  523.56 1.849

  479.29 9.307

  37.894 .588

  31.844 .328

  Asahan 26.067 .056

  28.011 .295

  28.063 .865

  62.05 3.050

  39.988 .057

  865.40 5.855

  696.22 5.292

  644.61 0.865

  61.246 .499

  42.543 .354

  Simalungun 45.255 .180

  278.50 4.854

  225.51 5.754

  226.37 1.087

  42.074 .614

  35.665 .219

  41.55 5.830

  210.56 7.684

  48.45 1.600

  58.13 1.400

  541.10 6.638

  455.39 3.393

  394.48 2.296

  21.274 .113

  27.525 .847

  11.825 .858

  Mandailing Natal

  315.05 3.777

  337.62 7.373

  35.43 25.66 51.794 48.172 53.049 166.60 245.73 244.99 tu Selatan 926 .272 .643 1.013 2.749 2.749 3.000 3.200 3.500 .132 .886 .624 9.761 9.502 7.016

  

Kota PAD DAU DAK DBH Belanja Langsung

2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012

  Pematang Siantar

  188.33 5.350

  182.09 8.899

  36.446 .552

  26.289 .467

  27.006 .468

  28.44 7.080

  24.78 3.200

  39.22 8.000

  429.63 2.177

  352.52 5.649

  307.52 3.437

  49.915 .366

  44.792 .749

  20.458 .428

  226.36 0.243

  Tebing Tinggi

  208.06 0.438

  108.14 5.197

  24.897 .504

  19.998 .086

  25.179 .050

  25.32 3.480

  22.08 6.200

  17.80 4.400

  307.63 5.669

  261.94 8.729

  228.05 7.807

  47.330 .984

  33.665 .264

  26.272 .469

  220.81 7.943 Lestari (2010) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

apakah PAD, DAU dan DBH mempunyai pengaruh terhadap pengalokasian

Belanja Langsung dengan sampel pemerintahan kab/kota di Provinsi Jambi. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga variabel independen berpengaruh positif

terhadap belanja langsung secara bersama-sama dan secara parsial hanya Dana

Alokasi Umum yang berpengaruh terhadap Belanja Langsung, sedangkan

Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil masing-masing tidak berpengaruh

signifikan positif terhadap Belanja Langsung. Indraningrum (2011) juga

melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah PAD dan DAU

mempunyai pengaruh terhadap pengalokasian Belanja Langsung dengan sampel

pemerintahan kab/kota di Provinsi Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum

(DAU) mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Langsung.

Hal tersebut berarti Pemerintah Daerah dapat memprediksi anggaran Belanja

Langsung didasarkan pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi

Umum (DAU).

  Mengacu pada hasil-hasil penelitian empiris yang telah dilakukan, terdapat

ketidakkonsistenan antara hasil penelitian yang satu dengan hasil penelitian yang

lainnya. Hal ini mungkin dikarenakan penggunaan sampel penelitian yang

berbeda dimana Lestari (2010) menggunakan sampel 7 kab/kota di Provinsi Jambi

sedangkan Indraningrum (2011) menggunakan sampel 35 kab/kota yang ada di

Provinsi Jawa Tengah dimana kedua daerah tersebut memiliki kemampuan

  

dengan lainnya. Selain itu, periode penelitian yang digunakan juga berbeda

dimana Lestari (2010) menggunakan periode 2004 sampai 2008 sedangkan

Indraningrum (2011) menggunakan periode 2007 sampai 2009.

  Berdasarkan uraian latar berlakang masalah tersebut, peneliti merasa

tertarik untuk menguji bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana

Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Langsung di Provinsi Sumatera Utara dalam skripsi yang berjudul : “Pengaruh

Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi

Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Belanja Langsung

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013”.

  1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat perumusan masalah yaitu “Apakah terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah

  

(PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana

Bagi Hasil (DBH) terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara baik secara parsial maupun secara simultan?”

  1.3 Batasan Penelitian Batasan dalam penelitian ini bertujuan untuk membatasi cakupan penelitian, yaitu :

a. Hanya mencakup Akuntansi Keuangan Daerah saja dengan melihat PAD,

  

satu kriteria kesiapan pemerintahkabupaten/kota Provinsi Sumatera Utara

dalam melaksanakan otonomi daerah.

  

b. Kab/kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan

APBD di Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

  

c. Batasan waktu penelitian ini adalah hanya meliputi tahun 2010-2013.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah : untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.

1.4.2 Manfaat Penelitian

  Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a.

  Bagi peneliti Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana bagi hasil terhadap belanja langsung pada Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010-2013.

  b. Bagi peneliti lainnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi akademisi dalam melakukan dan mengembangkan penelitian c. Bagi Pemerintah Daerah Penelitian ini diharapakan menjadi informasi serta bahan

pertimbangan bagi manajemen Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

untuk memberikan masukan terhadap penggunaan belanja

langsung yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD),

Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan

Dana Bagi Hasil (DBH) dapat menjadi acuan dalam pembuatan

kebijakan di masa yang akan datang sehingga dapat meningkatkan

kesejahteraan rakyat.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

3 91 94

Pengaruh Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau

12 97 86

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah di Provinsi Aceh

1 50 99

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah pada Pemda di Provinsi Sumatera Utara

1 43 73

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Jambi

1 37 98

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 35 106

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Kabupaten/Kota Di Sumatera Barat

3 56 90

Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

4 59 87

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 20