Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Jambi

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

SKRIPSI

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD),

DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA BAGI HASIL (DBH) TERHADAP BELANJA LANGSUNG PADA PEMERINTAHAN

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAMBI

OLEH:

NAMA

:

TRI

LESTARI

NIM

:

060503059

DEPARTEMEN

: AKUNTANSI S1

GUNA MEMENUHI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI

MEDAN 2010


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul: “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Belanja Langsung pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi” adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks skripsi Program Reguler S1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan, Maret 2010

Yang Membuat Pernyataan,

Tri Lestari


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan tak lupa pula shalawat beriring salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan semangat, nasehat dan bantuan selama proses penyusunan skripsi ini yaitu :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak, selaku Ketua Departemen Akuntansi S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekertaris Departemen Akuntansi S-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, arahan, bimbingan dan bantuan dari awal hingga selesainya skripsi ini.


(4)

5. Ibu Dra. Naleni Indra, MM, Ak dan Bapak Firman Syarif, SE, MSi, Ak, selaku dosen pembanding dan penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis, Bapak Subandi S. Ag dan Ibu Maryana Ama Pd, terima kasih untuk kasih sayang dan dukungan yang telah kalian berikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan yang disebabkan keterbatasan penulis dalam pengetahuan dan pengulasan skripsi. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan karya-karya ilmiah selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini menjadi bahan bacaan yang bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Maret 2010 Penulis,

Tri Lestari


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Langsung pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi.

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 7 kabupaten/kota setiap tahunnya dari 11 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jambi. Penelitian ini dilakukan untuk periode tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Jambi. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t dan uji F.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga variabel independen berpengaruh positif terhadap belanja langsung secara bersama-sama, dan secara parsial hanya Dana Alokasi Umum yang berpengaruh terhadap Belanja Langsung, sedangkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil masing-masing tidak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Langsung.

Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Belanja Langsung.


(6)

ABSTRACT

This study analyzed the influence Local Own Revenue, General Allocation Fund, and Product Shared Fund to Direct Expense in Regency/City Government at Jambi Province.

The research method that used in this research is causal research design, and with 7 regency/city as a sample for every year from 11 regency/city at Jambi Province. This research is done for 2004, 2005, 2006, 2007, and 2008 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from Government Statistic Center of Jambi. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense. Analyzed method that used in this research is quantitative method, the data which have already collected are processed with classic assumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use multiple linier regression with t test and F test.

This research concludes that all of independent variables have positive significant influence toward Direct Expense in simultan, and in partial only General Allocation Fund that have positive significant influence toward Direct Expense although Local Own Revenue and Product Shared Fund aren’t influences toward Direct Expense.

Keyword: Local Own Revenue, General Allocation Fund, Product Shared Fund, Direct Expense.


(7)

DAFTAR ISI SKRIPSI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Otonomi Daerah a. Pengertian Otonomi Daerah ... 7

b. Dasar Hukum Otonomi Daerah ... 7

c. Perkembangan Otonomi Daerah ... 8

d. Otonomi Daerah Di Provinsi Jambi ... 9

2. Dana Perimbangan a. Pengertian Dana Perimbangan ... 11


(8)

b. Dasar Hukum Dana Perimbangan ... 11

c. Klasifikasi Dana Perimbangan ... 11

3. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah ... 12

b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah ... 13

4. Dana Alokasi Umum a. Pengertian Dana Alokasi Umum ... 16

b. Dasar Hukum Dana Alokasi Umum ... 17

c. Alokasi Dana Alokasi Umum ... 17

d. Tujuan dan Fungsi Dana Alokasi Umum ... 18

5. Dana Bagi Hasil a. Pengertian Dana Bagi Hasil ... 19

b. Klasifikasi Dana Bagi Hasil ... 19

6. Belanja Langsung a. Pengertian Belanja Langsung ... 25

b. Klasifikasi Belanja Langsung ... 26

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 27

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 33

B. Jenis Data dan Sumber Data ... 33

C. Metode Pengumpulan Data ... 33


(9)

E. Teknik Pengambilan Sampel ... 34

F. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 35

G. Metode Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Data Penelitian ... 44

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif ... 45

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas ... 46

b. Uji Multikolonieritas ... 49

c. Uji Heteroskedastisitas ... 51

d. Uji Autokorelasi ... 53

3. Analisis Regresi a. Persamaan Regresi ... 55

b. Analisis Koefisien dan Koefisien Determinasi .... 56

c. Pengujian Hipotesis ... 57

C. Pembahasan Hasil penelitian ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 64

B. Keterbatasan Penelitian ... 65

C. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 31

Gambar 4.1 Histogram ... 47

Gambar 4.2 Grafik Normal P-P Plot ... 48


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu ... 30

Tabel 3.1 Populasi, Sampel Kabupaten Dan Kota ... 35

Tabel 3.2 Defenisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 36

Tabel 4.1 Daftar Sampel Kabupaten Dan Kota ... 44

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Selama Tahun 2004 sampai tahun 2008 ... 45

Tabel 4.3 Uji Normalitas ... 47

Tabel 4.4 Coefficients untuk BL = f(PAD, DAU, DBH) ... 49

Tabel 4.5 Coefficients Correlations untuk BL = f(PAD, DAU, DBH) ... 49

Tabel 4.6 Collinearity Diagnostics untuk BL = f(PAD, DAU, DBH) ... 50

Tabel 4.7 Uji Glejser ... 52

Tabel 4.8 Hasil Uji Durbin Watson ... 54

Tabel 4.9 Hasil Runs Test ... 54

Tabel 4.10 Analisis Hasil Regresi ... 55

Tabel 4.11 Hasil Analisis Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi ... 57

Tabel 4.12 Variables Entered/Removed... 58

Tabel 4.17 Hasil Uji t ... 59


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1 Data Variabel Penelitian Tahun 2004 ... 69

Lampiran 2 Data Variabel Penelitian Tahun 2005 ………...70

Lampiran 3 Data Variabel Penelitian Tahun 2006 ………...71

Lampiran 4 Data Variabel Penelitian Tahun 2007 ………...72

Lampiran 5 Data Variabel Penelitian Tahun 2008 ………...73

Lampiran 6 Jadwal Penelitian ….……….………...74

Lampiran 7 Statistik Deskriptif ... 75

Lampiran 8 Hasil Uji Normalitas ... 76

Histogram ... 76

Grafik Normal P-P Plot ... 77

Lampiran 9 Hasil Uji Multikolinearitas ... 78

Lampiran 10 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 79

Lampiran 11 Hasil Uji Autokorelasi ... 81

Lampiran 12 Hasil Uji Hipotesis (Uji t) ... 82

Hasil Uji Hipotesis (Uji F) ... 82

Lampiran 13 Tabel t dengan signifikansi 5% ... 83


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil berpengaruh terhadap Belanja Langsung pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi.

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 7 kabupaten/kota setiap tahunnya dari 11 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jambi. Penelitian ini dilakukan untuk periode tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi Jambi. Data yang dianalisis dalam penelitian ini diolah dari Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda dengan uji t dan uji F.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga variabel independen berpengaruh positif terhadap belanja langsung secara bersama-sama, dan secara parsial hanya Dana Alokasi Umum yang berpengaruh terhadap Belanja Langsung, sedangkan Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil masing-masing tidak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Langsung.

Kata Kunci : Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Belanja Langsung.


(14)

ABSTRACT

This study analyzed the influence Local Own Revenue, General Allocation Fund, and Product Shared Fund to Direct Expense in Regency/City Government at Jambi Province.

The research method that used in this research is causal research design, and with 7 regency/city as a sample for every year from 11 regency/city at Jambi Province. This research is done for 2004, 2005, 2006, 2007, and 2008 period. This research utilizes secondary data. The data are taken from Government Statistic Center of Jambi. The data which is analyzed in this research are collected through the region budget of Revenue and Expense. Analyzed method that used in this research is quantitative method, the data which have already collected are processed with classic assumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use multiple linier regression with t test and F test.

This research concludes that all of independent variables have positive significant influence toward Direct Expense in simultan, and in partial only General Allocation Fund that have positive significant influence toward Direct Expense although Local Own Revenue and Product Shared Fund aren’t influences toward Direct Expense.

Keyword: Local Own Revenue, General Allocation Fund, Product Shared Fund, Direct Expense.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum yang diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004.

Pelaksanaan kebijakan pemerintahan Indonesia tentang otonomi daerah yang dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001 merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi yang sesungguhnya. Desentralisasi sendiri mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan terhadap masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut,


(16)

Pemerintahan Daerah juga mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan dapat digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula dilakukan secara transparan dan akuntabel.

PAD merupakan sumber pembiayaan yang paling penting dalam mendukung kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Oleh karena itu, suatu daerah harus memiliki sumber-sumber pendapatan sendiri, karena salah satu indikator untuk melihat keadaan otonomi suatu daerah terletak pada besar kecilnya kontribusi daerah tersebut dalam PAD. Besar kecilnya hasil PAD paling tidak dapat mengurangi tingkat ketergatungan pada pemerintah pusat dan pada gilirannya akan membawa dampak pada peningkatan kadar otonomi daerah tersebut.

Hampir semua provinsi dan kabupaten dan kota di Indonesia memiliki masalah ketimpangan fiskal. Provinsi Jambi yang terdiri atas 11 Kabupaten dan Kota (2010) merupakan salah satu propinsi yang memiliki masalah ketimpangan fiskal dalam sumber pendanaan dari PAD. Hampir disemua daerah persentase PAD relatif kecil. Ketimpangan fiskal dalam hal ini berarti daerah tidak mampu mencukupi belanja dan biaya daerah melalui sumber PAD secara murni sehingga tingkat ketergantungan pemerintah daerah cukup tinggi terhadap pemerintah pusat.


(17)

Pemerintah dalam perkembangannya memberikan dana perimbangan untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar. Salah satu komponen dana perimbangan tersebut adalah DAU. DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sampai saat ini, APBD Provinsi Jambi sebagian besar hanya bergantung pada DAU yang berasal dari pemerintah pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah sangat tergantung pada pemerintah pusat sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki dalam rangka mewujudkan otonomi daerah yang sesungguhnya menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jambi harus lebih kreatif dalam mencari dan meningkatkan PAD dengan menggali sumber-sumber pendapatan seperti memperlancar pungutan pajak dan retribusi daerah. Selain itu melalui upaya peningkatan laba dan jumlah BUMD yang ada di Provinsi Jambi. Masih banyak sektor usaha di Provinsi Jambi yang perlu di garap dan dikembangkan keberadaannya menjadi BUMD seperti industri karet dan kelapa sawit. Hal ini mengingat karena sebagian besar daerah di Provinsi Jambi merupakan daerah perkebunan karet dan kelapa sawit yang perlu terus dikembangkan potensi usahanya.

Selain DAU, pemerintah pusat juga memberikan dana perimbangan dalam bentuk DBH. DBH merupakan dana yang diberikan pemerintah yang bersumber dari penerimaan pajak negara dan penerimaan pengelolaan sumber daya daerah oleh pemerintah. Besar kecilnya jumlah dana yang diberikan ditentukan oleh


(18)

pemerintah didasarkan pada persentase yang telah ditetapkan kepada kabupaten dan kota.

Masyarakat mengharapkan adanya peningkatan pelayanan di berbagai sektor terutama sektor publik dalam era desentralisasi fiskal. Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya serius dari pemerintah untuk memberikan berbagai fasilitas pendukung. Konsekuensinya, pemerintah perlu untuk memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini yang dalam hal ini erat kaitannya dengan Belanja Langsung. Desentralisasi fiskal disatu sisi memberikan kewenangan yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda.

Fenomena utama dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar kontribusi PAD, DAU, dan DBH terhadap Belanja Langsung. Terkait dengan hal ini, Sihite (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah DBH, DAK, dan PAD mempunyai pengaruh terhadap pengalokasian Belanja Langsung dengan sampel Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara terpisah dan atau bersama-sama DBH, DAK, dan PAD berpengaruh secara signifikan terhadap belanja langsung. Sari (2009) juga melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah PAD dan DAU mempunyai pengaruh terhadap pengalokasian Belanja Langsung dengan sampel pemerintahan kab/kota di Provinsi Riau. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial, hanya DAU yang berpengaruh signifikan


(19)

positif terhadap Belanja Langsung sedangkan PAD menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan terhadap Belanja Langsung.

Mengacu pada hasil-hasil penelitian empiris yang telah dilakukan, terdapat ketidakkonsistenan antara hasil penelitian yang satu dengan hasil penelitian yang lainnya. Hal ini mungkin dikarenakan penggunaan sampel penelitian yang berbeda dimana Sihite (2009) menggunakan sampel 25 kab/kota di Sumatera Utara sedangkan Sari menggunakan sampel 8 kab/kota yang ada di Provinsi Riau dimana kedua daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan dan karakteristik ekonomi serta geografis yang berbeda antara satu dengan lainnya. Selain itu, periode penelitian yang digunakan juga berbeda dimana Sihite (2009) menggunakan periode 2006 sampai 2007 sedangkan Sari (2009) menggunakan periode 2005 sampai 2008.

Berdasarkan uraian latar berlakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk menguji bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Langsung di Provinsi Jambi dalam skripsi yang berjudul : “Pengaruh Pendapatan Asli daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Belanja Langsung pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Jambi”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan topik yang penulis pilih untuk diteliti, maka penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut, apakah terdapat pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU),


(20)

dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Belanja Langsung pada kabupaten dan kota di Provinsi Jambi baik secara parsial maupun simultan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk menguji dan memberikan bukti empiris pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Belanja Langsung pada kabupaten dan kota di Provinsi Jambi baik secara parsial maupun secara simultan.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yaitu:

1. Bagi Penulis, untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dari informasi yang diperoleh, serta menambah pengalaman peneliti dalam bidang penelitian khususnya mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Belanja Langsung pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi.

2. Bagi Pemerintahan Daerah, sebagai masukan dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang.

3. Bagi Dunia Pendidikan, sebagai sumbangan terhadap ilmu pengetahuan untuk dijadikan bahan pembelajaran dan untuk kemajuan pendidikan serta sebagai bahan referensi dan data tambahan bagi peneliti-peneliti lainnya yang tertarik pada bidang kajian ini.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Otonomi Daerah

a. Pengertian Otonomi Daerah

Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah" atau "lingkungan pemerintah", dengan demikian pengertian secara istilah otonomi daerah adalah wewenang/kekuasaan pada suatu wilayah/daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah/daerah masyarakat itu sendiri. Hakekat otonomi daerah adalah wewenang, hak dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

b. Dasar Hukum Otonomi Daerah 1) UUD 1945 pasal 18A.

Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.

2) TAP MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah

Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


(22)

3) UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No 32 tahun 2004 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.

c. Perkembangan Otonomi Daerah

Pada tahun 2001, Indonesia telah memasuki era Otonomi Daerah. Sejak periode tersebut, Kabupaten/Kota terus meningkat jumlahnya dan hingga tahun 2010, terbentuk 205 daerah otonom baru, yaitu 6 provinsi dan 199 kabupaten/kota (Kupang Pos, 2010).

Dengan adanya Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah bukan lagi berperan sebagai administrator pelaksana misi Pemerintah Pusat tetapi justru menjadi ujung tombak dalam penyelenggaraan persoalan publik lokal. Di satu sisi, pemekaran ini mempunyai tujuan mulia yakni dari sisi ekonomi agar tercapainya efisiensi, keadilan, dan kemandirian sedangkan dari sisi politik, untuk meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia dan mencegah munculnya tuntutan separatisme. Namun, dibalik tujuan mulia tersebut, pemekaran ini juga menyebabkan munculnya tantangan-tantangan baru bagi pemerintah maupun masyarakat. Dari sudut politik,


(23)

dan dari sudut pandang ekonomi, terjadinya inefisiensi dalam produksi dan alokasi sumber daya ekonomi lokal.

Dengan banyaknya pemekaran yang tidak dapat terkontrol dan banyak pemekaran wilayah yang tidak sesuai dengan tujuan efisiensi, keadilan dan kemandirian daerah, maka pada bulan Maret 2010, Pemerintah Indonesia berencana untuk melakukan merger sebanyak 40 daerah agar kembali ke kabupaten induk karena ketergantungan daerah-daerah tersebut yang cukup tinggi terhadap pemerintah pusat. Dari 205 daerah otonom yang ada, hanya 5 daerah yang kinerjanya tinggi, 160 berkinerja sedang sedangkan 40 lainnya berkinerja rendah (Kupang Pos, 2010).

d. Otonomi Daerah Di Provinsi Jambi

Provinsi Jambi sebagai salah satu daerah otonomi yang terdiri atas 11 kabupaten dan kota (2010) juga merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terus berupaya untuk menjadi provinsi yang berhasil dalam menjalankan otonomi daerahnya. Hingga tahun 2010, Provinsi Jambi melakukan pengembangan wilayah dari 5 Kabupaten dan 1 Kota menjadi 9 Kabupaten dan 2 Kota. Di samping itu, berdasarkan data BPS, angka pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi tahun 2009 adalah sebesar 6,37 persen. Angka ini berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,50 persen dan sekaligus merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Sumatera (Kabar Indonesia, 2010).

Meskipun masih sangat tergantung dengan dana transfer dari Pemerintah Pusat terutama Dana Alokasi Umum, Provinsi Jambi terus


(24)

berupaya meningkatkan pendapatan daerahnya. Hal ini ditandai dengan meningkatnya PAD Provinsi Jambi pada tahun 2009 sebesar 3,48 persen yang ditargetkan sebesar 423,80 miliar rupiah, terealisir sebesar 438,53 miliar rupiah (Kabar Indonesia, 2010).

Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pembangunan yang dapat dipertanggungjawabkan, visi pembangunan Provinsi Jambi tahun 2006-2010 adalah “Jambi Mampu Maju dan Mandiri”, dan untuk mewujudkan visi tersebut agar arah dan tujuan dari pembangunan dapat terealisasi dengan baik, maka misi pembangunan Provinsi Jambi adalah “peningkatan kesejahteraan dan kualitas kehidupan masyarakat, peningkatan daya saing dan kemandirian daerah, peningkatan pembangunan sarana dan prasarana dasar, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan peningkatan perlindungan masyarakat (Metro Jambi, 2010).

Untuk melaksanakan rencana pembangunan lima tahu 2006-2010, maka ditetapkan prioritas program yang akan dilaksanakan, adapun prioritas pembangunan tersebut terdiri dari revitalisasi pertanian dan UKM, pembangunan infrastruktur wilayah, peningkatan Sumber Daya Manusia, pengelolaan Sumber Daya Alam dan pariwisata.

Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan secara bertahap Pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan, yaitu Program ekonomi kerakyatan, pembangunan infrastruktur wilayah, peningkatan pendidikan dan kesehatan serta program lainnya yang tentunya selalu berpihak kepada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat Jambi.


(25)

2. Dana Perimbangan

a. Pengertian Dana Perimbangan

Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi. Selain untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, dana perimbangan juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan antara pemerintah pusat dan daerah serta antar pemerintah daerah. Dana perimbangan merupakan sistem transfer dana dari pemerintah yang merupakan satu kesatuan yang utuh.

b. Dasar Hukum Dana Perimbangan

1) UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

2) Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

3) Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

c. Klasifikasi Dana Perimbangan

Berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 pasal 27, dana perimbangan terdiri dari :

dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak. Jenis dana alokasi umum hanya terdiri atas objek pendapatan dana alokasi umum. Jenis dana


(26)

alokasi khusus dirinci menurut objek pendapatan menurut kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

3. Pendapatan Asli Daerah

a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah

PAD menurut UU Nomor 33 tahun 2004 adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan perundang-undangan. Salah satu wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensi masing-masing.

Dalam upaya meningkatkan PAD, Daerah dilarang menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor. Salah satu contoh peraturan tersebut adalah peraturan daerah yang mengatur pengenaan pajak dan retribusi oleh daerah terhadap objek-objek yang telah dikenakan pajak oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi sehingga menyebabkan menurunnya daya saing daerah.

Pemerintah daerah dalam melaksanakan rumah tangganya memerlukan sumber pendapatan yang berasal dari PAD. Tanpa adanya dana yang cukup, maka ciri pokok dari otonomi daerah menjadi hilang. PAD mempunyai peranan yang strategis di dalam keuangan bagi suatu daerah karena sumber pendapatan daerah merupakan tiang utama penyangga kehidupan daerah. Oleh


(27)

karena itu, para ahli sering memakai PAD sebagai alat analisis dalam menilai tingkat otonomi suatu daerah.

b. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah 

Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 Pasal 26 terdiri dari :

1) Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah adalah

kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

 

Jenis Pajak Provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Pasal 2 antara lain :

a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d) Pajak Air Permukaan; dan

e) Pajak Rokok.

Jenis Pajak Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Pasal 2 antara lain :


(28)

b) Pajak Restoran; c) Pajak Hiburan; d) Pajak Reklame;

e) Pajak Penerangan Jalan;

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g) Pajak Parkir;

h) Pajak Air Tanah;

i) Pajak Sarang Burung Walet;

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2) Retribusi Daerah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, yang dimaksud dengan retribusi daerah adalah “pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.

Pengelompokan retribusi berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Pasal 108 antara lain :

a) Retribusi Jasa Umum; b) Retribusi Jasa Usaha;


(29)

3) Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan hasil yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan yang terpisah dari pengelolaan APBD. Jika atas pengelolaan tersebut memperoleh laba, maka laba tersebut dapat dimasukkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah.

Berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan mencakup :

a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN;

c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

4) Lain-lain PAD yang sah.

Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Klasifikasi PAD yang sah berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah sebagai berikut :

a) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b) jasa giro;


(30)

d) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;

e) penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;

f) penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

g) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; h) pendapatan denda pajak;

i) pendapatan denda retribusi;

j) pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; k) pendapatan dari pengembalian;

l) fasilitas sosial dan fasilitas umum;

m) pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan n) pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

4. Dana Alokasi Umum (DAU)

a. Pengertian Dana Alokasi Umum (DAU)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, Dana Alokasi Umum merupakan “salah satu transfer dana Pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.


(31)

b. Dasar Hukum Dana Alokasi Umum (DAU)

1) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; dan

2) PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

c. Alokasi Dana Alokasi Umum (DAU)

DAU dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten/kota. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 Pasal 27, jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.

DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Kebutuhan fiskal diukur dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. Kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Data yang digunakan dalam penghitungan DAU diperoleh dari lembaga statistik Pemerintah dan/atau lembaga Pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal data sebagaimana tidak tersedia, data yang digunakan adalah data dasar


(32)

penghitungan DAU tahun sebelumnya. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh provinsi. Bobot provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh provinsi.

Daerah yang memiliki nilai celah fiskal lebih besar dari 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0 (nol), menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar, menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak menerima DAU.

DAU untuk suatu daerah otonom baru dialokasikan setelah undang-undang pembentukan disahkan. Penghitungan DAU untuk daerah otonom baru dilakukan setelah tersedia data. Dalam hal data tidak tersedia, penghitungan DAU dilakukan dengan membagi secara proporsional dengan daerah induk. Penghitungan menggunakan data jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai.

d. Tujuan dan Fungsi Dana Alokasi Umum (DAU)

Menurut Yani (2008 : 142), “DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi


(33)

ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.

5. Dana Bagi Hasil (DBH)

a. Pengertian Dana Bagi Hasil

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 Pasal 1, Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin (daerah penghasil) dan penyaluran bedasarkan realisasi penerimaan.

b. Klasifikasi Dana Bagi Hasil

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 Pasal 11, DBH bersumber dari:

1) Pajak;

DBH yang berasal dari pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan, Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21. Penetapan Alokasi DBH Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan. DBH Pajak s e n di r i disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.


(34)

a) DBH PBB

Penerimaan Negara dari PBB dibagi dengan imbangan 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah dan 90% (sembilan puluh persen) untuk daerah. DBH PBB untuk daerah sebesar 90% (sembilan puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut: 16,2% (enam belas dua persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan, 64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk kabupaten/kota yang bersangkutan, dan 9% (sembilan persen) untuk biaya pemungutan.

Bagian Pemerintah sebesar 10% (sepuluh persen) dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota. Alokasi untuk kabupaten dan kota sebagaimana dimaksud dibagi dengan rincian sebagai berikut: 6,5% (enam lima persepuluh persen) dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota, dan 3,5% (tiga lima persepuluh persen) dibagikan sebagai insentif kepada kabupaten dan/kota yang realisasi penerimaan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan pada tahun anggaran sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

b) DBH BPHTB

Penerimaan Negara dari BPHTB dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah Pusat dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80%


(35)

(enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota yang bersangkutan. Bagian Pemerintah sebesar 20% (dua puluh persen) dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.

Penyaluran DBH BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan. Penyaluran DBH BPHTB dilaksanakan secara mingguan. Penyaluran DBH BPHTB dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.07/2009.

c) DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21

Penerimaan Negara dari PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20% (dua puluh persen). DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagi dengan rincian sebagai berikut: 8% (delapan persen) untuk provinsi yang bersangkutan; dan 12% (dua belas persen) untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21 dibagi dengan rincian berikut: 8,4% (delapan empat persepuluh persen) untuk kabupaten/kota tempat wajib pajak terdaftar; dan 3,6% (tiga enam persepuluh persen) untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan dengan bagian yang sama besar.


(36)

2) Sumber Daya Alam.

DBH Sumber Daya Alam berasal dari: a) Kehutanan

DBH Sumber Daya Alam Kehutanan dari: Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). DBH Kehutanan yang berasal dari IIUPH untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dibagi dengan rincian: 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan dan 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil. DBH Kehutanan yang berasal dari PSDH untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dibagi dengan rincian: 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan, 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Kehutanan yang berasal dari PSDH dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Kehutanan yang berasal dari DR sebesar 40% (empat puluh persen) dibagi kepada kabupaten/kota penghasil untuk mendanai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

b) Pertambangan Umum

DBH Pertambangan Umum berasal dari : Iuran Tetap ( Land-rent), Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalty). DBH


(37)

Pertambangan Umum dari Iuran Tetap sebesar 80% (delapan puluh persen) yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dibagi dengan rincian 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan dan 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota penghasil.

DBH Pertambangan Umum dari Iuran Eksplorasi sebesar 80% (delapan puluh persen) yang berasal dari wilayah kabupaten/kota dibagi dengan rincian: 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan, 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Pertambangan Umum, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

DBH Pertambangan Umum dari Iuran Eksploitasi yang berasal dari wilayah provinsi adalah sebesar 80% (delapan puluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan DBH pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh persen) yang berasal dari wilayah propinsi di bagi dengan rincian: 26% (dua puluh enam persen) untuk provinsi yang bersangkutan dan 54% (lima puluh empat persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Pertambangan Umum dibagikan dengan porsi


(38)

yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.

c) Perikanan

DBH Perikanan berasal dari: Pungutan Pengusahaan Perikanan dan Pungutan Hasil Perikanan. DBH Perikanan untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota.

d) Pertambangan Minyak Bumi

Sesuai amanat Undang-undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, untuk Minyak Bumi dibagi dengan imbangan 84,5% untuk Pemerintah Pusat dan 15,5% untuk Pemerintah Daerah. Pada Pasal 19 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 dijelaskan secara terperinci terkait Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima Pemerintah Daerah. DBH Minyak Bumi sebesar 15,5% dibagi dengan rincian, 3% dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 6% Kabupaten/Kota penghasil, 6% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

e) Pertambangan Gas Bumi

Sesuai amanat Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, untukGas Bumi dibagi dengan imbangan 69,5% untuk


(39)

Pemerintah Pusat dan 30,5% untuk Pemerintah Daerah. Untuk DBH Gas Bumi sebesar 30,5% dibagi dengan rincian, 6% Kabupaten/Kota yang bersangkutan, 12% untuk Kabupaten/Kota penghasil, 12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.

f) Pertambangan Panas Bumi

DBH Pertambangan Panas Bumi berasal dari: Setoran Bagian Pemerintah, Iuran Tetap dan Iuran Produksi. DBH Pertambangan Panas Bumi untuk daerah sebesar 80% (delapan puluh persen) dan dibagi dengan rincian: 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan, 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil dan 32% (tiga puluh dua persen) untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Pertambangan Panas Bumi dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

6. Belanja Langsung

a. Pengertian Belanja Langsung

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri 13/2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan


(40)

belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program kegiatan.

b. Klasifikasi Belanja Langsung

Berdasarkan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 Pasal 50, Belanja Langsung dikelompokkan menjadi :

1) Belanja Modal

Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

Belanja Modal dapat diaktegorikan dalam 5 (lima) kategori utama: i. Belanja Modal Tanah

ii. Belanja Modal Peralatan dan Mesin iii. Belanja Modal Gedung dan Bangunan iv. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

v. Belanja Modal Fisik Lainnya

2) Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12


(41)

(dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.

Pembelian/pengadaan barang dan /atau pemakaian jasa mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi,perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.

3) Belanja pegawai

Belanja pegawai dalam hal ini untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Sihite (2009) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh DBH, DAK, dan PAD terhadap Belanja Langsung pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 25 Kabupaten dan Kota dengan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi berganda dengan menggunakan uji t dan uji F. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa baik secara parsial maupun simultan, DBH,


(42)

DAK, dan PAD berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya t hitung untuk variabel DAK sebesar 7,423 dengan nilai signifikan 0,000, sedangkan t tabel adalah 2,012896 sehingga thitung > ttabel

(9,522 > 2,012896), DAK secara individual mempengaruhi Belanja Langsung. Signifikansi penelitian juga menunjukkan angka <0,05 (0,000 < 0,05), maka H0

ditolak dan Ha diterima, artinya DAK berpengaruh signifikan positif terhadap

Belanja Langsung. T hitung untuk variabel PAD sebesar 6,026 sedangkan t tabel adalah 2,012896, sehingga t hitung > t tabel (6,026 > 2,012896), maka PAD

berpengaruh terhadap Belanja Langsung secara individual. Signifikansi 0,000 menyimpulkan bahwa sig penelitian < 0,05 (0,000 < 0,05), maka H0 ditolak dan

Ha diterima, artinya PAD berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja

Langsung. Besarnya t hitung untuk variabel DBH sebesar 4,432 sedangkan t tabel

adalah 2,012896, sehingga t hitung > t tabel (4,432 > 2,012896), maka DBH

berpengaruh terhadap Belanja Langsung secara individual. Signifikansi 0,000 menyimpulkan bahwa sig penelitian < 0,05 (0,000 < 0,05), maka H0 ditolak dan

Ha diterima, artinya DBH berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja

Langsung. Berdasarkan uji ANOVA atau F test, diperoleh Fhitung sebesar 150,467

dengan tingkat signifikansi 0,000, sedangkan Ftabel sebesar 2,806845 dengan

signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa DBH, DAK dan PAD berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap Belanja Langsung karena Fhitung > Ftabel (150,467 > 2,806845) dan sig penelitian <0,05


(43)

Sari (2009) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Langsung pada Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. Populasi dalam penelitian ini adalah Pemerintahan Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 Kabupaten dan Kota dengan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji regresi berganda dengan menggunakan uji t dan uji F. Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa secara parsial, hanya DAU yang berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung, dan secara simultan DAU, dan PAD berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikan untuk DAU sebesar 0,045 yang menunjukkan angka <0,05 (0,045 < 0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya DAU berpengaruh signifikan positif terhadap

Belanja Langsung. Signifikansi untuk variabel PAD sebesar 0,374 yang menyimpulkan bahwa sig penelitian > 0,05 (0,374 > 0,05), maka H0 diterima dan

Ha ditolak, artinya PAD tidak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja

Langsung. Berdasarkan uji ANOVA atau F test, diperoleh tingkat signifikansi 0,025. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa DAU dan PAD berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap Belanja Langsung karena sig penelitian <0,05 (0,000 < 0,05).

Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Belanja Langsung dapat dilihat pada tabel dibawah ini.


(44)

Tabel 2.1

Hasil Penelitian terdahulu

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual

Penelitian ini menggunakan tiga variabel independen yaitu PAD (X1), DAU (X2), dan DBH (X3) serta satu variabel dependen yaitu Belanja Langsung (Y). Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan

Peneliti (Tahun Penelitian) Sampel Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian Sihite (2009) Pengaruh DBH, DAK, dan PAD terhadap Belanja Langsung pada Kab/Kota di Sumut 25 Kab/Kota di Sumut periode 2006 sampai 2007 DBH (X1) DAK (X2) PAD (X3) BL (Y) Analisis regresi berganda

DBH, DAK dan PAD baik secara parsial maupun simultan berpengaruh positif terhadap belanja langsung. Sari (2009) Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Langsung pada Kab/Kota di Provinsi Riau 8 Kab/Kota di Provinsi Riau periode 2005 sampai 2008 DAU (X1) PAD (X2) Belanja Langsung (Y) Analisis regresi berganda Secara parsial, hanya DAU yang berpengaruh signifikan positif terhadap belanja langsung, sedangkan PAD tidak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Langsung Secara simultan, PAD dan DAU mempunyai

pengaruh signifikan positif terhadap Belanja Langsung.


(45)

kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri DAU, DAK, dan bagian daerah dari DBH yang terdiri dari pajak dan Sumber Daya Alam. Selain dana perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah juga mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa PAD, pembiayaan, dan lain-lain pendapatan.

PAD memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktifitas pemerintahan dan program-program pembangunan. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Dana perimbangan yang diberikan Pemerintah Pusat dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai tujuan dari desentralisasi yaitu untuk mempercepat pembangunan selain tetap memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Berdasarkan keterangan di atas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa hubungan PAD, DAU, dan DBH terhadap belanja langsung adalah berpengaruh positif baik secara simultan maupun parsial.

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dibuat suatu kerangka konseptual sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pendapatan Asli Daerah

(X1)

Dana Alokasi Umum (X2)

Belanja

Langsung

(Y)


(46)

2. Hipotesis

PAD, DAU dan DBH berpengaruh positif terhadap Belanja Langsung pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi baik secara parsial maupun secara simultan.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kausal. Desain ini berguna untuk menganalis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya (Umar, 2003:30). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: PAD (X1), DAU (X2), dan DBH (X3) sebagai variabel independen dan Belanja Langsung (Y) sebagai variabel dependen.

B. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2004:13), dan data tersebut juga merupakan data sekunder yaitu data/informasi yang telah diolah yang diperoleh dari Laporan Keuangan Tahunan Pemerintah Kabupaten dan kota di Provinsi Jambi periode 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2008 yang telah dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jambi melalui situs www.bpk.go.id.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mendokumetasi data sekunder yang diperlukan berupa laporan keuangan yang dipublikasikan.


(48)

D. Populasi dan Sampel Penelitian

“Populasi adalah sekelompok orang, kejadian, suatu yang mempunyai karakteristik tertentu” (Erlina, 2008:74). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemerintahan Kabupaten dan Kota di propinsi Jambi , dalam hal ini seluruh Kabupaten/Kota yang telah membuat dan mempublikasikan laporan APBDnya. Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 9 Kabupaten dan 2 Kota. Sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi (Erlina, 2008 : 75).

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2004:78). Sampel tersebut adalah data dari 6 Kabupaten dan 1 Kota.

Adapun pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti dalam pengambilan sampel antara lain :

1. Kab/kota di Provinsi Jambi yang mempublikasikan laporan APBD di Badan Pusat Statistik selama periode tahun 2004 sampai tahun 2008.

2. Kab/kota di Provinsi Jambi yang bukan merupakan daerah pemekaran selama periode tahun 2004 sampai tahun 2008.

Dengan kriteria di atas diperoleh 6 kabupaten dan 1 kota sebagai sampel. Tabel 3.1

Populasi, Sampel Kabupaten Dan Kota

No Kab/Kota

Kriteria Sampel

Ket

1 2


(49)

2 Kabupaten Merangin X √

3 Kabupaten Sarolangun √ √ Sampel 1

4 Kabupaten Batanghari √ √ Sampel 2

5 Kabupaten Muaro Jambi √ √ Sampel 3

6 Tanjung Jabung Timur X √

7 Kabupaten Tanjung Jabung Barat √ √ Sampel 4

8 Kabupaten Tebo √ √ Sampel 5

9 Kabupaten Bungo √ √ Sampel 6

10 Kota Jambi √ √ Sampel 7

11 Kota Sungai Penuh X X

Sumber: Penulis, 2010.

F. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional memberikan pengertian terhadap konstruk atau memberikan variabel dengan menspesifikasikan kegiatan atau tindakan yang diperlukan peneliti untuk mengukur. Dilihat dari sudut pandang hubungannya variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen.

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2006:3). Dalam penelitian ini variabel independen terdiri dari PAD disimbolkan dengan “X1”,

DAU disimbolkan dengan “X2” dan DBH disimbolkan dengan “X3”.

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006:3). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Belanja Langsung disimbolkan dengan “Y”.


(50)

Tabel 3.2

Defenisi Operasional Dan Pengukuran Variabel

Variabel Definisi operasional Pengukuran Skala

Independen

PAD (X1) PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah

Besarnya PAD dapat dilihat dalam laporan APBD pada bagian pendapatan

Rasio

DAU (X2) DAU merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk

membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka

pelaksanaan desentralisasi

Besarnya DAU dapat dilihat dalam laporan APBD pada bagian dana perimbangan.

Rasio

DBH (X3) DBH merupakan Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

Besarnya DBH dapat dilihat dalam laporan APBD pada bagian dana perimbangan. Rasio Dependen Belanja Langsung (Y)

Semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurangan kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan

Besarnya Belanja Langsung dapat dilihat dalam laporan APBD pada bagian belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan public

Rasio

G. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis statistik dengan menggunakan software SPSS 16. Peneliti melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu sebelum melakukan pengujian hipotesis.


(51)

1. Uji Asumsi Klasik

Penggunaan analisis regresi dalam pengujian hipotesis, harus di uji terlebih dahulu apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak. Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji normalitas data, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau nilai residual tidak mengikuti distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali, 2005:110). Menurut Ghozali (2005:110), ”cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak ada dua, yaitu analisis grafik dan analisis statistik. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dan grafik dengan melihat histogram dari residualnya”. Dasar pengambilan keputusannya adalah:

1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas,

2) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan data berdistribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

”Uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S)”, yang dijelaskan oleh Ghozali (2005:115). Uji K-S dibuat dengan membuat hipotesis:


(52)

H0 : Data residual berdistribusi normal

Ha : Data residual tidak berdistribusi normal

Bila signifikansi >0,05 dengan α = 5% berarti distribusi data normal dan H0

diterima, sebaliknya bila nilai signifikan <0,05 berarti distribusi data tidak normal dan Ha diterima.

b. Uji Multikolonieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi diantara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya menunjukkan tidak terjadinya korelasi diantara variabel independen. Menurut Erlina (2008:105),

multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya, dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas tidak ortogonal. Variabel-variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Model regresi yang baik seharusnya tidak ada korelasi antar variabel independen.

Ada tidaknya multikolonieritas dapat dideteksi dengan melihat: 1) Melihat nilai tolerance,

Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance > 0,10.

2) Melihat nilai variance inflation factor (VIF),

Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai VIF < 10.


(53)

Menurut Ghozali (2005: 93) untuk matrik korelasi adanya indikasi multikolonieritas dapat dilihat jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi umumnya diatas 0,95.

4) Melihat nilai Condition Index (CI),

Jika nilai CI antara 10 dan 30 terdapat multikolinearitas moderat ke kuat, sedangkan jika nilai CI > 30 artinya terdapat multikolinearitas sangat kuat.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Menurut Erlina (2007:108) “jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut homoskedastisitas. Sebaliknya jika varians berbeda, maka disebut heterokedasitas”. Ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scaterplot antar nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya. Dasar analisis yang dapat digunakan untuk menentukan heteroskedastisitas, antara lain:

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas,

2) Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas.


(54)

Menurut Gozali (2005: 107) ”analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Semakin sedikit jumlah pengamatan semakin sulit menginterpretasikan hasil grafik plot. Oleh sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih dapat menjamin keakuratan hasil”. Adapun uji statistik yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah Uji Glejser.

d Uji Autokorelasi

Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada

time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson dengan ketentuan dari Prof. Singgih sebagai berikut:

1) Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif,

2) Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, 3) Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

Run test sebagai bagian dari statistik non parametrik dapat pula digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random yaitu dengan melihat nilai probabilitasnya. Menurut Ghozali


(55)

diterima, sebaliknya bila nilai signifikan <0,05 berarti residual tidak random dan H0 ditolak.

2. Pengujian hipotesis

Penelitian ini dianalisis dengan model regresi berganda untuk melihat seberapa besar pengaruh Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Langsungdengan model dasar sebagai berikut:

Y= +β1X1+β2X2 + β3X3+ε

Keterangan :

Y = Variabel dependen, dalam hal ini Belanja Langsung

 = Konstanta.

β1,β2,β3 = Koefisien regresi X1,X2,X3.

X1 = Variabel independen pertama yaitu Pendapatan Asli Daerah

X2 = Variabel independen kedua yaitu Dana Alokasi Umum

X3 = Variabel independen kedua yaitu Dana Bagi Hasil

ε = Tingkat kesalahan pengganggu.

a. Uji t ( t Test )

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil secara parsial terhadap Belanja Langsung. Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi t hitung dengan ketentuan sebagai berikut:


(56)

H0 diterima jika t hitung < t tabel (α = 5%)

Ha diterima jika t hitung > t tabel (α = 5%)

Selain itu dapat pula dilihat dari nilai signifikansinya. Jika nilai signifikansi penelitian < 0,05 maka Ha diterima.

Hipotesis Penelitian

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh terhadap belanja langsung secara parsial.

Hipotesis Statistik

Ho: bi = 0 (Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan

Dana Bagi Hasil (DBH) tidak berpengaruh terhadap belanja langsung secara parsial.)

Ha: bi ≠ 0 (Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan

Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh terhadap belanja langsung secara parsial).

b. Uji F ( F Test )

Uji F statistik digunakan untuk menguji keberartian pengaruh dari seluruh variabel bebas secara bersama-sama (serentak) terhadap variabel tidak bebas. Uji F dimaksudkan untuk melihat kemampuan menyeluruh dari variabel bebas yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap belanja langsung. Uji ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:


(57)

Pada tingkat kepercayaan 95 %.

Selain itu dapat pula dilihat dari nilai signifikansinya. Jika nilai signifikansi penelitian < 0,05 maka Ha diterima.

Hipotesis Penelitian

Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh terhadap belanja langsung secara simultan.

Hipotesis Statistik

H0:b1=b2=b3= 0 (Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU),

dan Dana Bagi Hasil (DBH) tidak berpengaruh terhadap belanja langsung secara simultan).

Ha: b1≠b2≠b3≠ 0 (Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU),

dan Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh terhadap belanja langsung secara simultan).


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Penelitian

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik yang menggunakan persamaan regresi berganda. Analisis data dimulai dengan mengolah data dengan menggunakan Microsoft excel, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik dan pengujian menggunakan regresi berganda. Pengujian asumsi klasik dan regresi berganda dilakukan dengan menggunakan

software SPSS versi 16. Prosedur dimulai dengan memasukkan variabel-variabel penelitian ke program SPSS tersebut dan menghasilkan output-output sesuai metode analisis data yang telah ditentukan. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, didapat 7 kabupaten dan kota yang memenuhi kriteria dan dijadikan sampel dalam penelitian ini dan diamati selama periode 2004-2008.

Tabel 4.1

Daftar Sampel Kabupaten dan Kota No. Kabupaten/Kota

1. Kab. Sarolangun 2. Kab. Batanghari 3. Kab. Muaro Jambi 4. Kab. Tanjabbar 5. Kab. Tebo 6. Kab. Bungo 7. Kota Jambi


(59)

B. Analisis Hasil Penelitian 1. Analisis Statistik Deskriptif

Informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari www.bpk.go.id dan BPS Provinsi Jambi berupa Laporan Keuangan Daerah yang dijabarkan dalam bentuk statistik.

Variabel dari penelitian ini terdiri dari PAD, DAU dan DBH sebagai variabel bebas (independent variable) dan Belanja Langsung sebagai variabel terikat (dependent variable). Statistik deskriptif dari variabel tersebut dari sampel kabupaten dan kota selama periode 2004 sampai dengan tahun 2008 disajikan dalam tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2

Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Selama Tahun 2004 sampai Tahun 2008

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PAD 35 6.26 129.15 23.3793 21.80109

DAU 35 119.27 370.32 214.7914 68.51201

DBH 35 13.64 229.41 75.0981 46.52590

BL 35 61.72 417.99 194.0037 99.33121

Valid N (listwise) 35

Sumber: Data yang diolah penulis, 2010.

Tabel di atas menunjukkan bahwa variabel PAD, DAU, DBH, dan BL memiliki nilai minimum positif. Untuk nilai maksimum, semua variabel juga memiliki nilai yang positif.


(60)

a. Variabel PAD memiliki nilai minimum 6,26 dan maksimum 129,15 dengan rata-rata PAD sebesar 23,3793 dengan jumlah sampel sebanyak 35 kabupaten dan kota.

b. Variabel DAU memiliki nilai minimum 119,27 dan maksimum 370,32 dengan rata-rata DAU sebesar 214,7914 dengan jumlah sampel sebanyak 35 kabupaten dan kota.

c. Variabel DBH memiliki nilai minimum 13,64 dan maksimum 229,41 dengan rata-rata DBH sebesar 75,0981 dengan jumlah sampel sebanyak 35 kabupaten dan kota.

d. Variabel BL memiliki nilai minimum 61,72 dan maksimum 417,99 dengan rata-rata BL sebesar 194,0037 dengan jumlah sampel sebanyak 35 kabupaten dan kota.

2. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas

Pengujian normalitas data dalam penelitian ini mengunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan membuat hipotesis:

H0 : Data residual berdistribusi normal

Ha : Data residual tidak berdistribusi normal

Apabila nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima, sedangkan jika nilai signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak.


(61)

Tabel 4.3 Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 35

Normal Parameters(a,b) Mean ,0000

Std. Deviation 79,53606

Most Extreme Differences Absolute ,198

Positive ,198

Negative -,151

Kolmogorov-Smirnov Z 1,171

Asymp. Sig. (2-tailed) ,129

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Sumber: Data yang diolah penulis, 2010.

Dari hasil pengolahan data tersebut, besarnya nilai Kolmogorov-Smirnov

adalah 1,171 dan signifikansi pada 0,129 maka disimpulkan data terdistribusi secara normal karena p = 0,129 > 0,05. Dengan demikian, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai observasi data telah terdistribusi secara normal dan dapat dilanjutkan dengan uji asumsi klasik lainnya. Untuk lebih jelas, berikut ini turut dilampirkan grafik histogram dan plot data yang terdistribusi normal.

Gambar 4.1 Uji Normalitas (1)

Regression Standardized Residual

3 2 1 0 -1 -2 -3 Fr eque nc y 20 15 10 5 0 Histogram

Dependent Variable: BL

Mean =-3.05E-16 Std. Dev. =0.955

N =35


(62)

Gambar 4.2 Grafik Normal P-P Plot

Observed Cum Prob

1.0 0.8

0.6 0.4

0.2 0.0

Ex

pec

ted

Cu

m

Pr

ob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: BL

Sumber: Data yang diolah penulis, 2010.

Berdasarkan gambar 4-1 di atas, dengan cara membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal, dapat disimpulkan bahwa distribusi data normal karena grafik histogram menunjukkan distribusi data mengikuti garis diagonal yang tidak menceng (skewness) ke kiri maupun ke kanan atau normal.

Demikian pula dengan hasil uji normalitas dengan menggunakan grafik plot. Pada gambar 4-2, terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal serta


(63)

penyebarannya agak mendekati dengan garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa data dalam model regresi terdistribusi secara normal.

b. Uji Multikolonieritas

Uji multikolonieritas dalam penelitian ini digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolonieritas dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF), menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen, melihat nilai Condition Index (CI). Besarnya tingkat kolinearitas yang masih dapat ditolerir, yaitu: Tolerance > 0.10, Variance Inflation Factor (VIF) < 10,

Condition Index < 10. Berikut disajikan tabel hasil pengujian:

Tabel 4.4

Coefficients untuk BL = f(PAD, DAU, DBH)

Sumber: Data yang diolah penulis, 2010 Tabel 4.5

Cofficients Correlations untuk BL = f(PAD, DAU, DBH)

Model DBH PAD DAU

1 Correlations DBH 1,000 ,218 -,313

PAD ,218 1,000 -,505

DAU -,313 -,505 1,000

Covariances DBH ,105 ,054 -,025

PAD ,054 ,580 -,096

DAU -,025 -,096 ,062

Sumber: Data yang diolah penulis, 2010

,741 1,350

,702 1,425

,897 1,115

PAD DAU DBH Model 1

Tolerance VIF


(64)

Tabel 4.6

Collinearity Diagnostics untuk BL = f(PAD, DAU, DBH)

Sumber: Data yang diolah penulis, 2010

Hasil perhitungan nilai tolerance menunjukkan variabel independen memiliki nilai tolerance > 0.10 yaitu 0,741 untuk variabel Pendapatan Asli Daerah, 0,702 untuk variabel Dana Alokasi Umum, dan 0,897 untuk variabel Dana Bagi Hasil yang berarti tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan hal yang sama dimana variabel independen memiliki nilai VIF kurang dari 10 yaitu 1,350 untuk variabel Pendapatan Asli Daerah, 1,425 untuk variabel Dana Alokasi Umum, 1,115 untuk variabel Dana Bagi Hasil.

Melihat hasil besaran korelasi antar variabel independen tampak bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah mempunyai korelasi sebesar 0,218 atau sekitar 21,8% dengan variabel Dana Bagi Hasil. Variabel Dana Alokasi Umum mempunyai korelasi sebesar -0,313 atau sekitar 31,3% dengan variabel Dana Bagi Hasil. Pendapatan Asli Daerah mempunyai korelasi sebesar -0,505 atau sekitar 50,5% dengan variabel Dana Bagi Hasil. Hasil dari coefficient correlations

tersebut menunjukkan tidak ada korelasi yang tinggi (umumnya diatas 0,95). Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel independen dalam model ini.

3,409 1,000 ,01 ,02 ,01 ,02

,412 2,876 ,01 ,54 ,00 ,19

,139 4,957 ,19 ,28 ,06 ,78

,040 9,226 ,80 ,16 ,94 ,01

Dimension 1 2 3 4 Model 1

Eigenvalue

Condition

Index (Constant) PAD DAU DBH


(65)

Hasil perhitungan nilai CI menunjukkan variabel independen memiliki nilai CI < 10 yaitu 2,876 untuk variabel PAD, 4,957 untuk variabel DAU,dan 9,226 untuk variabel DBH. Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model ini.

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas yaitu dengan melihat plot grafik yang dihasilkan dari pengolahan data dengan menggunakan program SPSS. Dasar pengambilan keputusannya adalah:

1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas,

2) Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas.

Analisis dengan grafik plots memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh karena jumlah pengamatan mempengaruhi hasil ploting. Oleh sebab itu diperlukan uji statistik yang lebih dapat menjamin keakuratan hasil. Adapun uji statistik yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dalam penelitian ini adalah Uji Glejser. Menurut Ghozali (2005: 109) indikasi tidak terjadinya heteroskedastisitas terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 0,05.


(66)

Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalisis apakah terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas dengan mengamati penyebaran titik-titik pada gambar.

Gambar 4.3 Scatterplot

Regression Standardized Predicted Value

3 2 1 0 -1 -2 Reg res si on S tand a rdi ze d Re si dual 3 2 1 0 -1 -2 -3 Scatterplot

Dependent Variable: BL

Sumber: Data yang diolah penulis, 2010 Tabel 4.7 Uji Glejser Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients T Sig.

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -2,520 31,666 -,080 ,937

PAD ,067 ,494 ,027 ,135 ,893

DAU ,258 ,162 ,322 1,596 ,121

DBH ,030 ,210 ,025 ,142 ,888


(67)

Berdasarkan grafik scatterplot pada Gambar 4-3 di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Adanya titik-titik yang menyebar menjauh dari titik-titik yang lain dikarenakan adanya data observasi yang sangat berbeda dengan data observasi yang lain .

Tabel 4-7 untuk uji glejser dengan jelas menunjukkan tidak ada indikasi terjadi heteroskedastisitas. Dari hasil regresi variabel independen terhadap variabel dependen nilai absolut unstandardized residual (Abs_Ut) tampak bahwa variabel variabel PAD memiliki signifikansi 0,893, DAU memiliki signifikansi 0,121 dan variabel DBH memiliki signifikansi 0,888 dimana nilai signifikansi masing-masing variabel independen di atas tingkat kepercayaan 0,05 yang berarti tidak terjadi gejala multikolinearitas. Hal ini konsisten dengan hasil uji

scatterplots.

d. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Hal ini sering ditemukan pada time series. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah dengan menggunakan nilai uji Durbin Watson

dengan ketentuan sebagai berikut:


(1)

Lampiran 10

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Regression Standardized Predicted Value

3 2

1 0

-1 -2

Regression Standa

rdized Residual

3

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot

Dependent Variable: BL

Coefficients

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients T Sig.

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -2,520 31,666 -,080 ,937

PAD ,067 ,494 ,027 ,135 ,893

DAU ,258 ,162 ,322 1,596 ,121

DBH ,030 ,210 ,025 ,142 ,888


(2)

Coefficients

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients T Sig.

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 6.241 .915 6.820 .000

DAK .006 .023 .041 .275 .785

PAD -.007 .011 -.178 -.578 .566


(3)

Lampiran 11

Hasil Uji Autokorelasi

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate Durbin-Watson

1 ,599(a) ,359 ,297 83,29572 1,709

a Predictors: (Constant), DBH, PAD, DAU b Dependent Variable: BL

Runs Test

Unstandardized Residual

Test Value(a) -25,22488

Cases < Test Value 17

Cases >= Test Value 18

Total Cases 35

Number of Runs 15

Z -1,025

Asymp. Sig. (2-tailed) ,305

a Median

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 6,047 48,776 ,124 ,902

PAD ,380 ,761 ,083 ,499 ,621

DAU ,627 ,249 ,433 2,521 ,017

DBH ,590 ,324 ,276 1,820 ,078


(4)

Lampiran 12

Hasil Uji Hipotesis

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 DBH, PAD,

DAU(a) . Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: BL

(Uji t) Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 6,047 48,776 ,124 ,902

PAD ,380 ,761 ,083 ,499 ,621

DAU ,627 ,249 ,433 2,521 ,017

DBH ,590 ,324 ,276 1,820 ,078

a Dependent Variable: BL

Hasil Uji Hipotesis (Uji F)

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 120383,965 3 40127,988 5,784 ,003(a)

Residual 215083,476 31 6938,177


(5)

Lampiran 13

TABEL t dengan signifikansi 5%

Df Tabel t one tail Tabel t two tail

1 6.3138 12.7062

2 2.9200 4.3027

3 2.3534 3.1824

4 2.1318 2.7764

5 2.0150 2.5706

6 1.9432 2.4469

7 1.8946 2.3646

8 1.8595 2.3060

9 1.8331 2.2622

10 1.8125 2.2281

11 1.7959 2.2010

12 1.7823 2.1788

13 1.7709 2.1604

14 1.7613 2.1448

15 1.7531 2.1314

16 1.7459 2.1199

17 1.7396 2.1098

18 1.7341 2.1009

19 1.7291 2.0930

20 1.7247 2.0860

30 1.6973 2.0423

31 1.6955 2,0395

32 1.6939 2,0369

33 1.6924 2,0345

34 1.6909 2,0322

35 1.6896 2,0301

40 1.6839 2.0211

45 1.6794 2.0141

50 1.6759 2.0086

55 1.6730 2.0040

60 1.6706 2.0003

65 1.6686 1.9971

70 1.6669 1.9944

75 1.6654 1.9921

80 1.6641 1.9901

85 1.6630 1.9883

90 1.6620 1.9867

95 1.6611 1.9853

100 1.6602 1.9840


(6)

Lampiran 14

Tabel F dengan signifikansi 5 %

n = 1 2 3

df = 1 161.4476387 199.5 215.7073453 2 18.51282051 19 19.16429213 3 10.12796448 9.552094496 9.276628154 4 7.708647421 6.94427191 6.591382117 5 6.607890969 5.786135043 5.409451318 6 5.987377584 5.14325285 4.757062664 7 5.591447848 4.737414128 4.346831402 8 5.317655063 4.458970108 4.066180557 9 5.117355008 4.256494729 3.862548358 10 4.964602701 4.102821015 3.708264819 11 4.844335669 3.982297957 3.587433703 12 4.747225336 3.885293835 3.490294821 13 4.667192714 3.805565253 3.410533646 14 4.600109908 3.738891832 3.343888681 15 4.543077123 3.682320344 3.287382108 20 4.351243478 3.492828477 3.098391224 25 4.24169898 3.385189962 2.991240911 30 4.170876757 3.315829501 2.922277194 31 4,159615066 3,304817252 2,911334018 32 4,149097409 3,294536817 2,901119588 33 4,139252454 3,284917651 2,891563522 34 4,130017699 3,275897991 2,882604209 35 4.121338148 3.267423525 2.874187489 40 4.084745651 3.231726993 2.838745406 45 4.056612342 3.204317292 2.811543517 50 4.034309546 3.182609852 2.79000842 55 4.016195438 3.164993396 2.772536925 60 4.001191306 3.150411311 2.758078316 65 3.988559738 3.138141935 2.745915295 70 3.977779289 3.127675601 2.735541477 75 3.968470872 3.118642128 2.726589185 80 3.960352283 3.110766166 2.718785013 85 3.953209117 3.103838661 2.711921434 90 3.946875558 3.097698035 2.705838087 95 3.941221357 3.092217439 2.700409069 100 3.936142779 3.087295893 2.695534261


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

3 91 94

Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) Dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dengan Belanja Pelayanan Dasar Sebagai Moderating Variabel (Stud

5 68 181

Pengaruh Rasio Efektifitas Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Dan Dana Bagi Hasil Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Riau

12 97 86

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah Pada Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jambi

6 89 104

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Belanja Langsung Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Jambi

1 37 98

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara

0 35 106

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 20

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad), Dana Alokasi Umum (Dau), Dana Alokasi Khusus (Dak), Dan Dana Bagi Hasil (Dbh) Terhadap Belanja Langsung Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara Pada Tahun 2010-2013

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH) Dan Bantuan Keuangan Provinsi (BKP) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Dengan Belanja Pelayanan Dasar Sebagai Moder

0 0 15