BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan - Analisis Perbandingan Sistem Microwave Base Transceiver Station dengan Macro Outdoor Fiber Optics Base Transceiver Station di Daerah Batam

   

BAB II DASAR TEORI

2.1 Pendahuluan

  BTS merupakan hal yang penting pada jaringan telekomunikasi, karena menghubungkan jaringan antara operator telekomunikasi seluler baik dengan BTS, atau BSC lainnya. BTS memiliki daerah cakupan yang

  mobile station,

  cakupan tergantung dari kuat lemahnya pancaran daya dari sinyal yang dikirimkan ke penerima. Selain itu faktor lingkungan dan interferensi dari BTS operator lain juga mempengaruhi kemampuan BTS dalam mengcover daerahnya. Dewasa ini BTS terhubung dengan jaringan BTS lainnya menggunakan radiolink, yang menggunakan gelombang mikro. Untuk kedepannya para vendor sudah mulai mengadaptasikan teknologi macro outdoor fiber optic sebagai pengganti radiolink dengan gelombang mikro tersebut, yang tentunya memiliki kecepatan, kualitas, serta blocking yang lebih baik daripada teknologi pendahulunya.

  Satu cakupan pancaran BTS dapat disebut Cell. Komunikasi seluler adalah komunikasi modern yang mendukung mobilitas yang tinggi. Dari beberapa BTS kemudian dikontrol oleh satu Base Station Controller (BSC) yang terhubungkan dengan koneksi microwave. Dan dari beberapa BSC tersebut dikontrol oleh satu mobile switching center (MSC).

  BTS bekerja tentunya dengan menggunakan beberapa jenis antena, mulai dari antena sektoral dan juga antena radiolink oleh karena itu akan dijelaskan beberapa teori dasar antena pada umumnya.

2.2 Pengertian Antena

  Dalam sejarah komunikasi, perkembangan teknik informasi tanpa menggunakan kabel ditetapkan dengan nama antena. Antena berasal dari bahasa latin antena yang berarti tiang kapal layar. Dalam pengertian sederhana kata latin ini berarti juga “penyentuh atau peraba” sehingga kalau dihubungkan dengan teknik komunikasi berarti bahwa antena mempunyai tugas menyelusuri jejak gelombang elektromagnetik, hal ini jika antena berfungsi sebagai penerima.

  Sedangkan jika sebagai pemancar maka tugas antena tersebut adalah menghasilkan sinyal gelombang elektromagnetik.

  Antena dapat juga didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok konduktor yang digunakan untuk memancarkan atau meneruskan gelombang elektromagnetik menuju ruang bebas atau menangkap gelombang elektromegnetik dari ruang bebas. Energi listrik dari pemancar dikonversi menjadi gelombang elektromagnetik dan oleh sebuah antena yang kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara bebas. Pada penerima akhir gelombang elektromagnetik dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan antena.

Gambar 2.1 menunjukkan antena sebagai pengirim dan penerima Gambar 2.1 Antena Sebagai Tx dan Rx.Gambar 2.1 Antena dengan Transceiver dan Receiver[1]

2.3 Parameter Antena

  Ada beberapa parameter antena yang digunakan untuk menguji atau mengukur performa antena yang akan digunakan. Antara lain direktivitas antena, antena, pola radiasi antena, polarisasi antena, beamwidth antena dan

  gain bandwidth antena.

2.3.1 Direktivitas Antena

  Directivity dari sebuah antena atau deretan antena diukur pada kemampuan

  yang dimiliki antena untuk memusatkan energi dalam satu atau lebih ke arah khusus. Antena dapat juga ditentukan pengarahanya tergantung dari pola radiasinya. Dalam sebuah array propagasi akan diberikan jumlah energi, gelombang radiasi akan dibawa ketempat dalam suatu arah. Elemen dalam array dapat diatur sehingga akan mengakibatkan perubahan pola atau distribusi energi lebih yang memungkinkan ke semua arah (omnidirectional). Suatu hal yang tidak sesuai juga memungkinkan. Elemen dapat diatur sehingga radiasi energi dapat dipusatkan dalam satu arah (unidirectional). Direktivitas antena merupakan perbandingan kerapatan daya maksimum dengan kerapatan daya rata-rata. Maka dapat dituliskan pada persamaan [2]:

  (2.1) = intensitas radiasi (daya tiap unit sudut ruang) pada arah tertentu.

    P = intensitas radiasi rata-rata dari seluruh permukaan.

2.3.2 Gain Antena

  Gain (directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan

  kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti watt, ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk gain adalah desibel.

  

Gain dari sebuah antena adalah kualitas nyala yang besarnya lebih kecil

  daripada penguatan antena tersebut yang dapat dinyatakan dengan [3] : (2.2)

  Dimana :

  k = efisiensi antena, 0

  ≤ k ≤1 antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan

  Gain

  membandingkan powernya dengan power pada antena referensi. Gain antena diukur dalam desibel, bisa dalam dBi ataupun dBd. Jika antena referensi adalah sebuah dipole, antena diukur dalam dBd. “d” di sini mewakili dipole, jadi gain antena diukur relatif terhadap sebuah antena dipole. Jika antena referensi adalah sebuah isotropic, jadi gain antena diukur relatif terhadap sebuah antena isotropic.

  Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum

  antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya. Maka dapat dituliskan pada persamaan (2.3) [3] : (2.3)

  (dB) merupakan satuan gain antena. Decibel adalah perbandingan

  Decibel

  dua hal. Decibel ditetapkan dengan dua cara [3] : a.

  Ketika mengacu pada pengukuran daya (2.4) b.

   Ketika mengacu pada pengukuran tegangan.

  (2.5)

2.3.3 Pola Radiasi Antena

  Pola radiasi antena atau pola antena didefinisikan sebagai fungsi matematik atau representasi grafik dari sifat radiasi antena sebagai fungsi dari koordinat. Di sebagian besar kasus, pola radiasi ditentukan di luasan wilayah dan direpresentasikan sebagai fungsi dari koordinat directional. Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena, atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan sinyal yang diterima oleh sebuah antena. Pola radiasi antena menjelaskan bagaimana antena meradiasikan energi ke ruang bebas atau bagaimana antena menerima energi.

  a. Pola Radiasi Antena Unidirectional Antena unidirectional mempunyai pola radiasi yang terarah dan dapat menjangkau jarak yang relatif jauh. Gambar 2.2 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena unidirectional.

Gambar 2.2 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional[1]

  b. Pola Radiasi Antena Omnidirectional Antena omnidirectional mempunyai pola radiasi yang digambarkan seperti bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat berimpit. Antena Omnidirectional pada umumnya mempunyai pola radiasi 360° jika dilihat pada bidang medan magnetnya. Gambar 2.3 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh antena omnidirectional.

Gambar 2.3 Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectional[1]

2.3.4 Polarisasi Antena

  Polarisasi antena merupakan orientasi perambatan radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena dimana arah elemen antena terhadap permukaan bumi sebagai referensi lain. Energi yang berasal dari antena yang dipancarkan dalam bentuk sphere, dimana bagian kecil dari sphere disebut dengan wave front. Pada umumnya semua titik pada gelombang depan sama dengan jarak antara antena. Selanjutnya dari antena tersebut, gelombang akan membentuk kurva yang kecil atau mendekati. Dengan mempertimbangkan jarak,

  right angle ke arah dimana gelombang tersebut dipancarkan, maka polarisasi dapat digambarkan sebagaimana Gambar 2.4. z   x   y  

Gambar 2.4 Polarisasi Antena[1]

2.3.5 Beamwidth Antena

  Beamwidth Adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi

  radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe utama. Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut [4] : (2.6)

  Dimana : B = 3 dB beamwidth (derajat) f= frekuensi (GHz) d = diameter antena (m) Apabila beamwidth mengacu kepada perolehan pola radiasi, maka beamwidth dapat dirumuskan sebagai [4] :

  (2.7)

Gambar 2.5 menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main

  lobe, nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor dua), dan lobe sisi belakang

  (back lobe, nomor 3). Half Power Beamwidth ( HPBW) adalah daerah sudut yang dibatasi oleh titiktitik ½ daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum pada lobe utama. First Null Beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang diantara dua arah pada main lobe yang intensitas radiasinya nol.

Gambar 2.5 Beamwidth Antena[1]

2.3.6 Bandwidth Antena

  Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan gelombang pada band frekuensi tertentu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Bandwidth Antena[1]

  Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik dinamakan bandwidth antena . Misalnya sebuah antena bekerja pada frekuensi tengah sebesar fC, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi f1 (di bawah fC) sampai dengan f2 (di atas fC), maka bandwidth antena tersebut adalah [5] :

  (2.7)

  Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band).

  Sedangkan untuk band yang lebar (broad band) biasanya digunakan definisi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.

  2.4 Antena Isotropis

  Antena isotropis merupakan sumber titik yang memancarkan daya ke segala arah dengan intensitas yang sama, seperti permukaan bola. Karena itu dikatakan pola radiasi antena isotropis berbentuk bola. Antena ini tidak ada dalam dunia nyata dan hanya digunakan sebagai dasar untuk merancang dan menganalisa stuktur antena yang lebih kompleks. Gambar menunjukkan Gambar

  2.7 antena isotropis.

  z  

  y   x  

Gambar 2.7 Antena Isotropis[1]

  2.5 Antena Directional

  Berdasarkan direktivitasnya, antena unidirectional dibagi menjadi antena

  unidirectional dan antena omnidirectional. Antena unidirectional adalah antena yang memancarkan dan menerima sinyal hanya dari satu arah. Sedangkan antena

  omnidirectional adalah antena yang memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah.

2.5.1 Antena Unidirectional Antena unidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari satu arah.

  Hal ini ditunjukkan dengan bentuk pola radisinya yang terarah. Antena

  unidirectional mempunyai kemampuan direktivitasnya yang lebih dibandingkan

  jenis – jenis antena lainnya. Kemampuan direktivitas ini membuat antena ini lebih banyak digunakan untuk koneksi jarak jauh. Dengan kemampuan direktivitas ini membuat antena mampu mendapatan sinyal yang relatif kecil dan mengirimkan sinyal lebih jauh. Umumnya antena unidirectional mempunyai spesifikasi gain tinggi tetapi beamwidth kecil. Hal ini menguntungkan karena kecilnya beamwidth menyebabkan berkurangnya derau yang masuk ke dalam antena. Semakin kecil bidang tangkapan (aperture), semakin naik selektivitas antena terhadap sinyal wireless yang berarti semakin sedikit derau yang ditangkap oleh antena tersebut.

  Beberapa macam antena unidirectional antara lain antena Yagi-Uda, antena parabola, antena helix, antena log-periodic, dan lain – lain. Gambar 2.8 memperlihatkan beberapa contoh antena unidirectional.

Gambar 2.8 Contoh Antena Unidirectional[6]

2.5.2 Antena Omnidirectional

  Antena omnidirectional memancarkan dan menerima sinyal dari segala arah dengan daya pancar yang sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang luas, gain antena omnidirectional harus memfokuskan dayanya secara horizontal, dengan mengabaikan pola pancaran ke atas dan ke bawah. Dengan demikian, keuntungan dari antena jenis ini adalah dapat melayani jumlah pengguna yang lebih banyak dan biasanya digunakan untuk posisi pengguna yang melebar.

  Kesulitannya adalah pada pengalokasian frekuensi untuk setiap sel agar tidak terjadi interferensi. Antena jenis ini biasanya digunakan untuk posisi penglanggan yang melebar. Direktivitas antena omnidirectional berada dalam arah vertikal. Bentuk pola radiasi antena omnidirectional digambarkan seperti bentuk kue donal dengan pusat berimpit. Kebanyakan antena ini mempunyai polarisasi vertikal, meskipun tersedia juga polarisasi horizontal. Antena omnidirectional dalam pengukuran sering digunakan sebagai pembanding terhadap antena yang lebih kompleks.

2.6 Prinsip Dasar Komunikasi Serat Optik

  Serat optik bekerja berdasarkan hukum snellius tentang pemantulan sempurna. Pemantulan cahaya atau pembiasaan cahaya yang terjadi sangat bergantung pada saat cahaya menyentuh permukaan atau masuk ke inti serat fiber

  optic . Salah satu contoh tentang adanya pembiasaan cahaya ini, misalnya pada

  saat kita sedang berada di tepi kolam renang dan melihat ke dalam dasar kolam renang tersebut. Sekilas akan terlihat bahwa kolam renang tersebut sepertinya dangkal dan air tenang, namun apa yang kita lihat tentang kedalaman air danau tersebut berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Begitu juga tentang keberadaan tangga pada saat kita melihat, belum tentu tangga tersebut berada pada posisi sebenarnya. Hal ini terjadi karena adanya pembiasaan cahaya, dimana menurut ilmu fisika tentang cahaya, jika cahaya jatuh pada medium yang berbeda indeks biasnya, cahaya tersebut akan dibiaskan dan sudut datang dari sinar laser yang dikirimkan pada serat optik dapat memungkinkan untuk mengatur seberapa efisiensi sinar laser tersebut sampai pada tujuan. Gelombang cahaya di arahkan melalui inti dari fiber optic tersebut, sama seperti gelombang radio yang diarahkan melalui kabel koaksial. Sinar laser pada serat optik di arahkan hingga ke ujung dari fiber optic tersebut dengan memanfaatkan prinsip dari pemantulan cahaya di dalam inti serat optik.

  Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana telekomunikasi dalam biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat, aman, dan juga kapasitas besar dalam menyalurkan informasi. Seiring dengan perkembangan telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan teknologi serat optik semakin dikembangkan, sehingga dapat menggeser penggunaan sistem transmisi konvensional dimasa mendatang, terutama untuk transmisi jarak jauh. Dampak dari perkembangan teknologi ini adalah perubahan jaringan analog menjadi jaringan digital baik dalam sistem

  switching maupun dalam sistem transmisinya. Hal ini akan meningkatkan kualitas

  dan kuantitas informasi yang dikirim, serta biaya operasi dan pemeliharaan lebih ekonomis. Sebagai sarana transmisi dalam jaringan digital, serat optik berperan sebagai pemandu gelombang cahaya. Serat optik dari bahan gelas atau silika dengan ukuran kecil dan sangat ringan dapat mengirimkan informasi dalam jumlah besar dengan rugi-rugi relatif rendah. Dalam sistem komunikasi serat optik, informasi diubah menjadi sinyal optik (cahaya) dengan menggunakan sumber cahaya LED atau Diode Laser. Kemudian dengan dasar hukum pemantulan

  sempurna, sinyal optik yang berisi informasi dilewatkan sepanjang serat sampai pada penerima, selanjutnya detektor optik akan mengubah sinyal optik tersebut menjadi sinyal listrik kembali.

2.6.1 Pemantulan Sempurna

  Pematulan dalam sistem komunikasi serat optik yang digunakan adalah pemantulan sempurna. Perambatan cahaya dalam serat optik dapat merambat dalam medium dengan tiga cara yaitu :

  a. Merambat Lurus

  b. Dibiaskan

  c. Pemantulan Pemantulan cahaya dalam serat optik ditunjukkan pada Gambar 2.9, yaitu pada saat refraksi, sudut kritis dan pemantulan sempurna [7].

Gambar 2.9 Pemantulan dan Pembiasan Cahaya[7] Pemantulan (refraksi) secara umumnya dapat ditunjukkan pada Gambar

  2.10. Pada refraksi ini medium yang digunakan adalah cermin. Cahaya yang dipantulkan melalui cermin dapat dilihat pada sudut datang dan sudut refraksi.

Gambar 2.10 Pemantulan (Refleksi) Pada Cermin[7]

  Cahaya yang bergerak dari materi dengan indeks bias lebih besar (padat) ke materi dengan indeks bias lebih kecil (tipis) maka akan bergerak menjauhi sumbu tegak lurus (garis normal). Sudut datang lebih kecil daripada sudut bias. Cahaya yang bergerak dari materi dengan indeks bias lebih kecil (tipis) ke materi dengan indeks bias lebih besar (padat) maka akan bergerak mendekati sumbu tegak lurus (garis normal). Sudut datang lebih besar daripada sudut bias. Pembiasan pada cahaya ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Pembiasan (Refraksi) [7]

  

Refractive Index (Indeks bias) Bila gelombang cahaya merambat melalui

material, tidak dalam vacum, maka kecepatannya lebih kecil dibandingkan dalam vacum [8].

  (2.8) atau

  (2.9) Dimana: 8 c = kecepatan cahaya dalam vacum (3 x 10 m/s). n = refractive index (index of refraction) atau indeks bias. V = kecepatan rambat cahaya dalam material.

2.6.2 Hukum Snellius

  Hukum Snelius digunakan sebagai hukum dasar dari prinsip pembiasaan cahaya atau optik. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2.12. Pada gambar ini tampak bahwa nilai-nilai dari indeks. Pada hukun Snellius ini dapat disampaikan tiga bagian penting dari pengertian hukum Snellius yaitu [8]: a.

  Cahaya merambat lurus dalam suatu medium.

  b.

  Cahaya dapat dirubah arahnya dengan menggunakan kaca atau permukaan licin.

  c.

  Cahaya yang dipantulkan ke cermin membentuk sudut datang yang sama dengan sudut pantul.

  Gambar  2.12 Hukum Snellius[9]

  n1 Sin = n2 Sin r (2.10) n1>n2 I1<r1 I2<r2 I3<r3 = 90° = sudut kritis I4=r4 Dimana : n : Indeks bias v : Kecepatan perambatan cahaya di medium c : Kecepatan perambatan cahaya diruang hampa Ada dua kondisi dalam pembiasan yaitu : 1.

  Bila sinar datang dari medium tipis kemedium lebih padat, maka sinar akan di biaskan mendekati garis normal. Dalam hal ini sudut bias lebih kecil dari sudut datang.

  2. Bila sinar datang dari medium padat kemedium lebih tipis, maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal. Dalam hal ini sudut bias lebih besar dari sudut datang. Sudut kritis dalam pembiasaan adalah sudut datang cahaya dengan kondisi dimana harga diperbesar samapai suatu nilai tertentu sehingga seluruh cahaya datang dipantulkan secara total, hal demikian merupakan kondisi ideal untuk mentransmisikan cahaya dalam serat optik [9].

2.6.3. Perambatan Cahaya

  Perambatan cahaya terdiri dari beberapa mode dalam medium yang sama yaitu [8] ; a.

  Cahaya dapat merambat dalam serat optik melalui sejumlah lintasan yang berbeda.

  b.

  Lintasan cahaya yang berbeda-beda ini disebut mode dari suatu serat optik.

  c.

  Ukuran diameter core menentukan jumlah mode yang ada dalam suatu serat optik.

  d.

  Serat optik yang memiliki lebih dari satu mode disebut serat optik

  multimode e.

  Serat optik yang mempunyai hanya satu mode saja diesbut serat optik single mode. Serat optik single mode memiliki ukuran core lebih kecil.

Gambar 2.13 Propagasi Cahaya Pada Serat Optik[9] Gambar diatas dapat dirumuskan dengan persamaan [9].

  (2.11) Dimana    NA=

   Numerical Aperture  n1=  Indeks bias core  n2=  Indeks bias cladding  n0=  Indeks bias pelepasan 

  Perambatan cahaya pada komunikasi serat optik ditunjukkan pada

   

Gambar 2.13. Perambatan cahaya atau propagasi cahaya dapat dilakukan dalam beberapa bentuk bagian, dapat dilihat bahwa propagasi cahaya dibiasakan dan

  dipantulkan pada sebuah bentuk kerucut.

2.7 Struktur dan Jenis Serat Optik

  Struktur dasar serat optik terdiri dari beberapa bagian yaitu, core, dan coating atau buffer. Setiap bagian memiliki fungsinya masing-

  cladding masing.

  1. Core

Core merupakan inti dari serat optik yang terbuat dari bahan kuarsa

  dengan kualitas sangat tinggi. Merupakan bagian utama dari serat optik karena perambatan cahaya sebenarnya terjadi pada bagian ini. Memiliki diameter 10 mm-50 mm, dan ukuran core sangat mempengaruhi karateristik serat optik [10].

2. Cladding

  Cladding ini terbuat dari bahan gelas dengan indeks bias lebih kecil dari

  dan merupakan selubung dari core. Hubungan indeks bias cladding

  core dan core akan mempengaruhi perambatan cahaya pada core (mempengaruhi besarnya sudut kritis)[10].

3. Coating

  

Coating terbuat dari bahan plastik dan berfungsi untuk melindungi serat

  optik dari kerusakan. Struktur dasar serat optic dapat ditunjukkan pada Gambar 2.14 [10].

Gambar 2.14 Struktur Dasar Serat Optik[10]

  Jenis-jenis serat optik dapat dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, diantaranya adalah [10]:

  a.

   Step Index Multimode 1.

   Index core konstan.

  2. Ukuran core besar dan dilapisi cladding yang sangat tipis.

  3. Penyabungan kabel lebih mudah karena memiliki core yang besar.

  4. Terjadi disperse.

  5. Hanya digunakan untuk jarak pendek dan transmisi data bit rate rendah.

  Pada gambar di bawah ini dapat dilihat bahwa index core yang digunakan adalah tetap atau konstan dengan ukuran core besar, kemudian penyambungan untuk jenis optik ini terbilang mudah. Jenis Serat optik step index dapat ditunjukkan pada Gambar 2.14 [10].

Gambar 2.15 Serat Optik Step Indeks[11] b.

  Graded Indxs Multimode Cahaya merambat karena difraksi yang terajdi pada core sehingga rambatan cahaya sejajar dengan sumbu serat optik. Jenis serat optik dapat ditunjukkan pada Gambar 2.15 [10].

  graded index multimode

Gambar 2.16 Jenis Serat Optik Graded Index Multimode[11]

  Core terdiri dari sejumlah lapisan gelas yang memiliki indeks bias

  yang berbeda, indeks bias tertinggi terdapat pada pusat core dan berangsur-angsur turun sampai kebatas core cladding dan dispersi dalam jenis serat optik ini minimum.

  c.

  Step Indeks Multimode Serat optik SI Singlemode memiliki diameter core yang sangat kecil dibandingkan ukuran claddingnya. Cahaya hanya merambat dalam satu mode saja yaitu sejajar dengan sumbu serat optik. Digunakan untuk transmisi data dengan bit rate tinggi. Jenis serat optik Step Indeks Multimode ditunjukkan pada Gambar 2.16 [10].

Dokumen yang terkait

Besar Frekuensi Gelombang Elektromagnetik Dari Base Transceiver Station (Bts) Dan Gejala Hipersensitifitas Di Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2012

3 61 87

Analisis Perbandingan Sistem Microwave Base Transceiver Station dengan Macro Outdoor Fiber Optics Base Transceiver Station di Daerah Batam

11 80 105

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Lokasi Pembangunan Tower Base Transceiver Station (BST) Pada PT. XL Axiata Tbk-Medan Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

10 80 127

Sistem Akuntansi Konstruksi Sebuah Base Transceiver Station (BTS) Studi Kasus pada PT.Isindo Interbuana Kantor Area Medan

2 51 110

Optimasi Perencanaan Jumlah Base Transceiver Station (BTS) dan Kapasitas Trafik BTS Menggunakan Pendekatan Goal Programming pada Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis GSM

0 1 6

Optimasi Peletakan Base Transceiver Station Di Kabupaten Mojokerto Menggunakan Algoritma Differential Evolution

0 0 6

Optimasi Penempatan Lokasi Based Transceiver Station Menggunakan Flower Pollination Algorithm

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemetaan Jaringan Telekomunikasi Base Transceiver Station (BTS) Berbasis Andorid di Kota Salatiga

0 0 23

BAB II JARINGAN WIRELESS 2.1 Konsep Wireless - Analisis Handoff Jaringan Umts Dengan Model Penyisipan Wlan Pada Perbatasan Dua Base Station Umts

0 0 20

Besar Frekuensi Gelombang Elektromagnetik Dari Base Transceiver Station (Bts) Dan Gejala Hipersensitifitas Di Kelurahan Padang Bulan Medan Tahun 2012

0 0 18