Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Lokasi Pembangunan Tower Base Transceiver Station (BST) Pada PT. XL Axiata Tbk-Medan Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

(1)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN LOKASI

PEMBANGUNAN TOWER BASE TRANSCEIVER STATION

(BTS) PADA PT. XL AXIATA TBK-MEDAN DENGAN

METODE ANALYTIC HIERARCHY

PROCESS (AHP)

SKRIPSI

MIKA INDIKA

051401076

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN LOKASI PEMBANGUNAN TOWER BASE TRANSCEIVER STATION

(BTS) PADA PT.EXCELCOMINDO PRATAMA-MEDAN DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY

PROCESS (AHP)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Komputer

MIKA INDIKA 0 5 1 4 0 1 0 7 6

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN

PENENTUAN LOKASI PEMBANGUNAN TOWER BASE TRANSCEIVER STATION (BST) PADA PT. XL AXIATA TBK-MEDAN DENGAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

Kategori : SKRIPSI

Nama : MIKA INDIKA

Nomor Induk Mahasiswa : 051401076

Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER

Departemen : ILMU KOMPUTER

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juli 2010 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Sawaluddin, MIT Prof. Dr. Muhammad Zarlis

NIP 195912311998021001 NIP 195707011986011003

Diketahui/Disetujui oleh

Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,

Prof. Dr. Muhammad Zarlis


(4)

PERNYATAAN

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN LOKASI PEMBANGUNAN TOWER BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) PADA PT. XL AXIATA

TBK-MEDAN DENGAN METODE ANALYIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

MIKA INDIKA 051401076


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan Bapak Drs. Sawaluddin, MIT selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini, yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada penulis untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas, padat dan profesional telah diberikan kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Suyanto, M.Kom dan Bapak Drs. Partano siagian, M.Sc selaku pembanding dan kepada Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc., M.Sc. selaku pembimbing akademik. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer, Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan Bapak Syahriol Sitorus, S.Si., MIT, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen di Program Studi S1 Ilmu Komputer FMIPA USU dan para pegawai di FMIPA USU.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Azzemi selaku Manager Network Optimization PT. XL Axiata Tbk- Medan, Bapak Paulus Cahyo Sumarno selaku pembimbing penulis dalam melakukan penelitian, dan seluruh engineer bagian optimasi serta Bapak Edward Tambunan staf ahli Construction and Instalation, yang sudah banyak membantu penulis.

Tidak terlupakan kepada kedua orangtua, Ayahanda Suardi, SH dan Ibunda Israkiah, Abang ,Kakak dan Adik ( Mas Miko, Kak Ida dan Adik Thaya ) yang selalu sabar dalam mendidik serta memotivasi penulis. Kepada teman- teman terbaik, Nita, Vera, Cahaya, Novi, Fikri, Rafika, serta kekasih hati, Darwin Siregar, penulis menyampaikan rasa terima kasih atas motivasi, semangat, waktu dan kelapangan hati menjadi tempat bertanya. Terima kasih juga kepada rekan-rekan kuliah, Adik- adik serta Kakak- kakak senior yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis. Semoga Allah SWT akan membalasnya.


(6)

ABSTRAK

Persaingan ketat yang terjadi sekarang ini dalam pemenuhan kebutuhan telekomunikasi membuat pihak operator penyedia jaringan komunikasi berupaya memenuhi kebutuhan pelanggan. Masalah yang sering dihadapi adalah penentuan lokasi untuk membangun sebuah tower base transceiver station (bts) baru yang potensial agar sinyal dari tower tersebut dapat menjangkau wilayah pelanggan. Untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut dibutuhkan suatu sistem pendukung keputusan yang mempunyai kemampuan analisa pemilihan calon lokasi yang tepat dengan menggunkana metode Analytic Hierarchy Process (AHP), dimana masing-masing kriteria dalam hal ini merupakan faktor-faktor penilaian dalam membandingkan satu calon lokasi dengan calon lokasi yang lainnya. Sistem pendukung keputusan untuk proses AHP ini dibuat berdasarkan data dan norma-norma faktor pemilihan lokasi pembangunan tower bts yang ada pada Divisi Network Optimization PT. XL Axiata Tbk-Medan. Hasil dari proses ini berupa nilai prioritas yang akan menjadi pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk memilih lokasi yang tepat sebagai lokasi pembangunan tower bts yang baru.


(7)

DECISION SUPPORT SYSTEM DEVELOPMENT LOCATION DETERMINATION TOWER BASE TRANSCEIVER STATION

(BTS) IN XL AXIATA TBK-MEDAN WITH ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) METHOD

ABSTRACT

Fierce competition that's happening right now in telecomunication needs to make the service providers attempt to meet the needs of the communication network customers. The problem often faced is the determination of the location to build a base transceiver station towers new potential signals from the tower so that it can reach the customer. To help solve the problem required a decision support system that has the ability to analyze the appropriate selection of candidate sites by using method of Analytic Hierarchy Process (AHP), wherein each of the criteria in this regard is the assessment factors in comparing one candidate with the candidate location others. Decision support system for the AHP process is based on the data and the norms of factors of choosing the locations of BTS tower development that existed at the Division Network Optimization PT. XL Axiata, Medan. The result of this process is the value that would be considered a priority for decision makers to choose an appropriate location as the location for the new BTS development.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Batasan Masalah 2

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian 3

1.7. Metode Penelitian 3

1.8. Sistematika Penulisan 4

Bab 2 Landasan Teori 6

2.1. Sistem 6

2.1.1. Definisi Sistem 6

2.1.2. Karakteristik Sistem 8

2.2. Sistem Pendukung Keputusan 9

2.2.1. Definisi Sistem Pendukung Keputusan 9 2.2.2. Konsep Sistem Pendukung Keputusan 10 2.2.3. Tujuan Sistem Pendukung Keputusan 10 2.2.4. Karakteristik dan Kemampuan Sistem Pendukung Keputusan11 2.2.5. Komponen Sistem Pendukung Keputusan 12

2.2.5.1 Subsistem Manajemen Basis Data 12

2.2.5.2 Subsistem Manajemen Model 13

2.2.5.3 Subsistem Dialog 13

2.3. Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) 15 2.3.1. Dasar-Dasar Analytic Hierarchy Process 19 2.3.2. Prosedur Analytic Hierarchy Process 19 2.4. Pengertian Tower Base Transceiver Station (BTS) 25


(9)

3.1. Analisis Permasalahan dengan Metode Analytic Hierarchy Process 27

3.2. Hasil dan Pembahasan 30

3.3 Model Analisis Perangkat Lunak 43

3.3.1. Pemodelan Fungsional 44

3.3.2 Kamus Data 55

3.3.3 Flowchart 57

3.4 Perancangan Antarmuka Pemakai 61

Bab 4 Implementasi Dan Pengujian 69

4.1 Implementasi 69

4.2 Pengujian Sistem 74

4.2.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak yang

Digunakan 74

4.2.2 Pengujian 75

Bab 5 Penutup

5.1. Kesimpulan 87 5.2. Saran 88

Daftar Pustaka 89

Lampiran A : Listing Program 91


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Skala Nilai Perbandingan berpasangan 22

Tabel 2.2 Nilai Indeks Random 25

Tabel 3.1 Indeks Random 29

Tabel 3.2 Data Tiap Tower Berdasarkan Kriteria yang Ada 31 Tabel 3.3 Bentuk Matriks Berpasangan untuk Kriteria Penentuan Lokasi

Pembangunan Tower BTS 31

Tabel 3.4 Bentuk Matriks Berpasangan 3 Calon Lokasi Tower 32 Tabel 3.5 Masukan Hasil Perhitungan Kriteria Lokasi 33 Tabel 3.6 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Kriteria Penentuan Lokasi 33

Tabel 3.7 Nilai Prioritas Kriteria 34

Tabel 3.8.1 Kepadatan Penduduk 34

Tabel 3.8.2 Nilai Prioritas Kriteria Kepadatan Penduduk 35 Tabel 3.8.3 Nilai Prioritas Kriteria Kepadatan Penduduk 35

Tabel 3.8.4 Nilai Lamda (λ) dan λ max 35

Tabel 3.8.5 Biaya 36

Tabel 3.8.6 Nilai Prioritas Kriteria Biaya 36

Tabel 3.8.7 Nilai Prioritas Kriteria Biaya 37

Tabel 3.8.8 Nilai Lamda (λ) dan λ max 37

Tabel 3.8.9 Jarak 38

Tabel 3.8.10 Nilai Prioritas Kriteria Jarak 38

Tabel 3.8.11 Nilai Prioritas Kriteria Jarak 38

Tabel 3.8.12 Nilai Lamda (λ) dan λ max 39

Tabel 3.8.13 Akses 39

Tabel 3.8.14 Nilai Prioritas Kriteria Akses 39

Tabel 3.8.15 Nilai Prioritas Kriteria Akses 40

Tabel 3.8.16 Nilai Lamda (λ) dan λ max 40

Tabel 3.9 Prioritas Tujuan Masing-Masing Calon Lokasi Tower 41

Tabel 3.10 Matriks Hasil Perkalian 41

Tabel 3.11 Nilai Lamda untuk Masing-Masing Kriteria 42 Tabel 3.12 Prioritas Global Masing-Masing Calon Lokasi Tower 43 Tabel 3.13 Spesifikasi Proses Diagram Konteks Level 0 45

Tabel 3.14 Spesifikasi Proses DFD Level 1 P.0 47

Tabel 3.15 Spesifikasi Proses DFD Level 2 Proses 1 49 Tabel 3.16 Spesifikasi Proses DFD Level 2 Proses 2 50 Tabel 3.17 Spesifikasi Proses DFD Level 2 Proses 3 51 Tabel 3.18 Spesifikasi Proses DFD Level 2 Proses 4 52 Tabel 3.19 Spesifikasi Proses DFD Level 2 Proses 5 54


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Model AHP 21

Gambar 2.2 Struktur Hirarki AHP 21

Gambar 2.3 Matriks Perbandingan Berpasangan 23

Gambar 3.1 Denah Calon Lokasi Tower 30

Gambar 3.2 Diagram Konteks Sistem Pendukung Keputusan dengan Metode

Analytical Hierarchy Process 44

Gambar 3.3 DFD Level 1 Proses 0 46

Gambar 3.4 DFD Level 2 Proses 1 48

Gambar 3.5 DFD Level 2 Proses 2 49

Gambar 3.6 DFD Level 2 Proses 3 50

Gambar 3.7 DFD Level 2 Proses 4 51

Gambar 3.8 DFD Level 2 Proses 5 53

Gambar 3.9 Flowchart Prioritas Kriteria dan Prioritas Lokasi 59

Gambar 3.10 Flowchart Prioritas Global 60

Gambar 3.11 Form Tampilan Menu Login 62

Gambar 3.12 Form Tampilan Menu Utama 62

Gambar 3.13 Form Tampilan Prioritas Kriteria 63

Gambar 3.14 Form Tampilan hasil Perhitungan Prioritas Kriteria 63

Gambar 3.15 Form Tampilan Data Lokasi 65

Gambar 3.16 Form Tampilan Data Tower 66

Gambar 3.17 Form Tampilan Data Lokasi dengan Kriteria yang Ada 67 Gambar 3.18 Form Tampilan Lokasi dengan Kriteria yang Ada 67

Gambar 4.1 Form Login 69

Gambar 4.2 Form Menu Utama 70

Gambar 4.3 Form Prioritas Kriteria 71

Gambar 4.4 Form Data Lokasi 72

Gambar 4.5 Form Data Tower 73

Gambar 4.6 Form Data Lokasi dengan Kriteria yang Ada 74

Gambar 4.7 Menu Login Sistem 75

Gambar 4.8 Tampilan Kesalahan pada saat Login 76

Gambar 4.9 Menu Utama Sistem 76

Gambar 4.10 Tampilan Data Lokasi apabila Nama Lokasi Kosong 77

Gambar 4.11 Tampilan Penambahan Data 78

Gambar 4.12 Tampilan Tabel Data Lokasi 78

Gambar 4.13 Tampilan Edit Tabel Data Lokasi 79

Gambar 4.14 Tampilan Update Data 80

Gambar 4.15 Tampilan Tabel Data Lokasi setelah Update 80

Gambar 4.16 Tampilan Matriks Kriteria 81


(12)

Gambar 4.18 Tampilan Form Data Tower 83 Gambar 4.19 Tampilan Matriks Lokasi dengan Kriteria yang Ada 84 Gambar 4.20 Tampilan input Matriks untuk Kriteria Kepadatan Penduduk 84 Gambar 4.21 Tampilan input Matriks untuk Kriteria Biaya 85 Gambar 4.22 Tampilan input Matriks untuk Kriteria Jarak 85 Gambar 4.23 Tampilan input Matriks untuk Kriteria Akses 85 Gambar 4.24 Tampilan Matriks Global dan Grafik Keputusan 86


(13)

ABSTRAK

Persaingan ketat yang terjadi sekarang ini dalam pemenuhan kebutuhan telekomunikasi membuat pihak operator penyedia jaringan komunikasi berupaya memenuhi kebutuhan pelanggan. Masalah yang sering dihadapi adalah penentuan lokasi untuk membangun sebuah tower base transceiver station (bts) baru yang potensial agar sinyal dari tower tersebut dapat menjangkau wilayah pelanggan. Untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut dibutuhkan suatu sistem pendukung keputusan yang mempunyai kemampuan analisa pemilihan calon lokasi yang tepat dengan menggunkana metode Analytic Hierarchy Process (AHP), dimana masing-masing kriteria dalam hal ini merupakan faktor-faktor penilaian dalam membandingkan satu calon lokasi dengan calon lokasi yang lainnya. Sistem pendukung keputusan untuk proses AHP ini dibuat berdasarkan data dan norma-norma faktor pemilihan lokasi pembangunan tower bts yang ada pada Divisi Network Optimization PT. XL Axiata Tbk-Medan. Hasil dari proses ini berupa nilai prioritas yang akan menjadi pertimbangan bagi pengambil keputusan untuk memilih lokasi yang tepat sebagai lokasi pembangunan tower bts yang baru.


(14)

DECISION SUPPORT SYSTEM DEVELOPMENT LOCATION DETERMINATION TOWER BASE TRANSCEIVER STATION

(BTS) IN XL AXIATA TBK-MEDAN WITH ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) METHOD

ABSTRACT

Fierce competition that's happening right now in telecomunication needs to make the service providers attempt to meet the needs of the communication network customers. The problem often faced is the determination of the location to build a base transceiver station towers new potential signals from the tower so that it can reach the customer. To help solve the problem required a decision support system that has the ability to analyze the appropriate selection of candidate sites by using method of Analytic Hierarchy Process (AHP), wherein each of the criteria in this regard is the assessment factors in comparing one candidate with the candidate location others. Decision support system for the AHP process is based on the data and the norms of factors of choosing the locations of BTS tower development that existed at the Division Network Optimization PT. XL Axiata, Medan. The result of this process is the value that would be considered a priority for decision makers to choose an appropriate location as the location for the new BTS development.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan kebutuhan telekomunikasi yang semakin cepat dewasa ini, telah mendorong manusia untuk selalu berkreasi dengan menciptakan teknologi baru. Sebagai contoh adalah teknologi telekomunikasi GSM atau Global System for Mobile Comunication, yaitu sistem multiservice yang memungkinkan komunikasi antar pengguna tanpa melihat tempat dan waktu untuk melakukan berbagai layanan, diantaranya adalah komunikasi langsung dan layanan SMS (Short Message Service). Penentuan lokasi tower BTS (Base Transceiver Station) untuk jaringan telepon selular menjadi masalah yang sering dihadapi oleh pihak operator penyedia jaringan komunikasi selular. Operator dituntut untuk dapat menentukan lokasi tower BTS yang potensial agar semua wilayah dapat terjangkau sinyalnya. (Madalina, 2007: 1).

Salah satu solusi untuk penentuan lokasi pembangunan tower dilakukan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan salah satu metode dalam pengambilan keputusan. (Wikipedia, 2009: 1).

Metode AHP merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang menggunakan faktor-faktor logika, intuisi, pengalaman, pengetahuan, emosi dan rasa untuk dioptimasi dalam suatu proses yang sistematis, serta mampu membandingkan secara berpasangan hal-hal yang tidak dapat diraba maupun yang dapat diraba, data kuantitatif maupun yang kualitatif. Metode AHP ini mulai dikembangkan oleh Thomas L.


(16)

Saaty, seorang ahli matematika yang bekerja pada University of Pittsburgh di Amerika Serikat, pada awal tahun 1970-an. (Iryanto, 2008: 12).

Pada kasus ini akan dilakukan penelitian di PT. XL Axiata Tbk - Medan. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan empat kriteria untuk perhitungan dalam metode AHP yaitu kepadatan penduduk, biaya, jarak dan akses.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah yang diangkat yaitu bagaimana membangun suatu sistem yang berbasiskan teknologi untuk membantu pemilihan lokasi pembangunan tower dengan menggunakan metode AHP.

1.3 Batasan Masalah

Agar pembahasan penelitian ini tidak menyimpang dari apa yang telah dirumuskan, maka diperlukan batasan-batasan. Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah:

1. Membahas kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam mementukan lokasi pembangunan tower base transceiver station.

2. Tower yang dibangun merupakan tower baru berdasarkan permintaan dengan faktor expansi.

3. Metode AHP yang digunakan hanya dalam menentukan lokasi pembangunan tower dengan memerhatikan empat batasan kriteria, yaitu kepadatan penduduk, biaya, jarak, dan akses, sebagai parameter untuk pengambil keputusan.

4. Sistem yang dibangun menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7.

5. Sistem yang akan dibangun hanya dapat dijalankan pada sistem operasi Microsoft Windows XP.


(17)

1.4 Tujuan Penelitian

Memberikan solusi berbasiskan teknologi informasi berupa sistem pendukung keputusan yang akan memberikan output berupa nilai prioritas yang akan menjadi pertimbangan bagian penentuan lokasi pembangunan tower Base Transceiver Station (BTS) untuk membuat suatu keputusan menentukan lokasi pembangunan tower Base Transceiver Station (BTS).

1.5 Manfaat penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Mempermudah pemilihan lokasi pembangunan tower BTS.

2. Membantu bagian Teknologi Informasi (IT) dalam menentukan lokasi pembangunan tower.

3. Menghemat waktu dan biaya dalam penentuan lokasi pembangunan tower.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dimulai pada tanggal 18 Februari 2010 sampai dengan 09 Maret 2010 yang bertempat di kantor PT. XL Axiata Tbk Medan, Network Optimizion, Jalan Diponegoro no.5 Medan 20121 Sumatera Utara.

1.7 Metode Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini penulis melakukan beberapa penerapan metode penelitian untuk menyelesaikan permasalahan. Adapun metode penelitian yang dilakukan adalah dengan cara:


(18)

Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan, mempelajari serta menyeleksi bahan-bahan yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini.

2. Analisa data dengan penelitian kelapangan (field research)

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data secara langsung dari instansi melalui riset lapangan dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:

a. Pengumpulan sampel dokumentasi, laporan ataupun berkas-berkas yang berhubungan dengan data lokasi tower yang telah ada.

b. Mewawancarai kembali pihak-pihak yang berkompeten untuk lebih menguatkan output.

3. Analisis dan Perancangan Sistem

Merancang Sistem Pendukung Penentuan Lokasi Pembangunan Tower Base Transceiver Station (BTS) pada PT. XL Axiata Tbk-Medan mulai dari tahap perencanaan yang akan digunakan sebagai sarana untuk membantu penentuan lokasi pembangunan tower Base Transceiver Station di PT. XL Axiata Tbk-Medan.

4. Pembuatan Program Pendukung (Coding)

Menyusun kode program untuk sistem yang akan digunakan untuk memproses data dan informasi mengenai lokasi-lokasi tower yang sudah ada untuk pertimbangan membangun tower yang baru.

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri dari beberapa bagian utama sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian serta sistematika penulisan skripsi.


(19)

Dalam bab ini diuraikan landasan teori yang digunakan dalam memecahkan masalah dan membahas masalah yang ada. Bab ini membahas teori-teori yang berkaitan dengan sistem, Sistem Pendukung Keputusan, dan metode Analtytic Hierarchy Process.

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Dalam bab ini diuraikan tentang analisis kebutuhan perangkat lunak yang akan dikembangkan, beserta perancangan pengembangannya.

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Dalam bab ini diuraikan tentang implementasi dan pengujian dari perangkat lunak yang dibangun berdasarkan hasil analisis dan perancangan pada bab sebelumnya.

BAB 5 PENUTUP

Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan yang didapat setelah pelaksanaan skripsi ini, beserta saran-saran untuk perbaikan dan pengembangan di masa yang akan datang.


(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem

Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu.

2.1.1 Definisi Sistem

Ada beberapa definisi sistem, antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Irwanto (2006), sistem yang lebih menekankan pada komponen atau elemen yang digunakan, didefinisikan sebagai berikut:

“ Sistem adalah sekumpulan komponen yang mengimplementasikan model dan fungsionalitas yang dibutuhkan. Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi di dalam sistem untuk mentransformasikan input yang diberikan pada sistem tersebut menjadi output yang berguna bagi aktornya.”

2. Murdick dan Ross (1993) mendefinisikan sistem yang lebih menekankan pada elemen atau komponennya sebagai berikut:

“Sistem merupakan seperangkat elemen yang digabungkan satu dengan yang lainnya untuk suatu tujuan bersama.”

3. Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada prosedur mendefinisikan sistem sebagai suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan,


(21)

berkumpul bersama untuk melakukan suatu kegiatan dan mencapai suatu sasaran tertentu.

4. Schronderberg (dalam Suridinata, 1996) secara ringkas menjelaskan bahwa sistem adalah :

a. Komponen-komponen yang saling berhubungan satu sama lain. b. Suatu keseluruhan tanpa memisahkan komponen pembentuknya. c. Bersama-sama dalam mencapai tujuan.

d. Memiliki input dan output yang dibutuhkan oleh sistem lainnya. e. Terdapat proses yang mengubah input menjadi output.

f. Menunjukkan adanya entropi. g. Memiliki aturan.

h. Memiliki subsistem yang lebih kecil. i. Memiliki diferensiasi antar subsistem.

j. Memiliki tujuan yang sama meskipun mulainya berbeda.

Berdasarkan definisi sistem di atas, maka dapat disimpulkan konsep dasar sistem mempunyai 2 pendekatan, yaitu penekanan pada prosedurnya dan penekanan pada komponennya.

1. Sistem yang lebih menekankan pada prosedur.

Definisi sistem yang lebih menekankan pada prosedur adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Suatu prosedur adalah suatu urutan operasi klerikal (tulis-menulis), biasanya melibatkan beberapa orang di dalam satu atau lebih departemen, yang diterapkan untuk menjamin penanganan yang seragam dari transaksi-transaksi bisnis yang terjadi. Definisi lain dari prosedur adalah urutan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan apa yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakannya, kapan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.


(22)

Definisi sistem yang lebih menekankan pada komponen/elemen adalah sekelompok elemen yang terintegrasi dan berinteraksi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

2.1.2 Karakteristik Sistem

Untuk memahami atau mengembangkan suatu sistem, maka perlu membedakan unsur-unsur dari sistem yang membentuknya. Berikut adalah karakteristik sistem yang dapat membedakan suatu sistem dengan sistem lainnya:

1. Batasan (boundary): merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan sistem yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya. Batas sistem ini memungkinkan suatu sistem dipandang sebagai satu kesatuan. Batas suatu sistem menunjukkan ruang lingkup (scope) dari sistem tersebut.

2. Lingkungan luar sistem (environment): Lingkungan luar dari suatu sistem adalah apapun diluar batas dari sistem yang mempengaruhi operasi sistem. Lingkungan luar sistem dapat bersifat menguntungkan dan dapat juga bersifat merugikan sistem tersebut. Lingkungan luar yang menguntungkan merupakan energi dari sistem dan dengan demikian harus tetap dijaga dan dipelihara. Sedang lingkungan luar yang merugikan harus ditahan dan dikendalikan, kalau tidak maka akan mengganggu kelangsungan hidup dari sistem.

3. Penghubung (interface) sistem: Penghubung sistem merupakan media penghubung antara satu subsistem dengan subsistem lainnya. Melalui penghubung ini memungkinkan sumber-sumber daya mengalir dari satu subsistem ke yang lainnya. Keluaran (output) dari satu subsistem akan menjadi masukan (input) untuk subsistem lainnya dengan melalui penghubung. Dengan penghubung satu subsistem dapat berintegrasi dengan subsistem yang lainnya membentuk satu kesatuan.


(23)

4. Masukan (input) sistem: Masukan sistem adalah energi yang dimasukkan ke dalam sistem. Masukan dapat berupa masukan perawatan (maintenance input) dan masukan sinyal (signal input). Maintenance input adalah energi yang dimasukkan supaya sistem tersebut dapat beroperasi. Signal input adalah energi yang diproses untuk didapatkan keluaran. Sebagai contoh didalam sistem komputer, program adalah maintenance input yang digunakan untuk mengoperasikan komputernya dan data adalah signal input untuk diolah menjadi informasi.

5. Keluaran (output) sistem: Keluaran sistem adalah hasil dari energi yang diolah dan diklasifikasikan menjadi keluaran yang berguna dan sisa pembuangan. Keluaran dapat merupakan masukan untuk subsistem yang lain atau kepada supersistem. Misalnya untuk sistem komputer, panas yang dihasilkan adalah keluaran yang tidak berguna dan merupakan hasil sisa pembuangan, sedang informasi adalah keluaran yang dibutuhkan.

6. Pengolah (process) sistem: Suatu sistem dapat mempunyai satu bagian pengolah yang akan merubah masukan menjadi keluaran. Suatu sistem produksi akan mengolah masukan berupa bahan baku dan bahan-bahan yang lain menjadi keluaran berupa barang jadi. Sistem akutansi akan mengolah data transaksi menjadi laporan keuangan dan laporan lain yang dibutuhkan oleh manajemen.

7. Penyimpanan (storage): Area yang dikuasai dan digunakan untuk penyimpanan sementara dan tetap dari informasi, energi, bahan baku, dan sebagainya.

2.2 Sistem Pendukung Keputusan

Sistem pendukung keputusan adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer (termasuk sistem berbasis pengetahuan) yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dapat juga dikatakan sebagai sistem


(24)

komputer yang mengolah data menjadi informasi untuk mengambil keputusan dari masalah semi-terstruktur yang spesifik.

2.2.1 Definisi Sistem Pendukung Keputusan

Menurut Moore and Chang, SPK dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan mendukung analisis ad hoc data, dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan, orientasi perencanaan masa depan, dan digunakan pada saat-saat yang tidak biasa, sehingga sistem pendukung keputusan dapat didefinisikan sebagai suatu program komputer yang menyediakan informasi dalam domain aplikasi yang diberikan oleh suatu model analisis keputusan dan akses database. Hal ini ditujukan untuk mendukung pembuatan keputusan (decision maker) dalam mengambil keputusan secara efektif baik dalam kondisi kompleks dan tidak teratur. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Micheal M. Scott Morton pada awal tahun 1970-an dengan istilah Management Decision System (Sprague, 1982).

2.2.2 Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan

Pada awalnya Turban dan Aronson (1998), mendefinisikan sistem pendukung keputusan (DSS) sebagai sistem yang digunakan untuk mendukung dan membantu pihak manajemen melakukan pembuatan keputusan pada kondisi semi terstruktur dan tidak terstruktur. Pada dasarnya konsep DSS hanyalah sebatas pada kegiatan membantu para manajer melakukan penilaian serta menggantikan posisi dan peran manajer.

Konsep DSS ditandai dengan sistem interaktif berbasis komputer yang membantu mengambil keputusan memanfaatkan data dan model keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang tidak terstruktur dan semi terstruktur. DSS dirancang untuk menunjang seluruh tahapan pembuatan keputusan, yang dimulai dari tahapan mengidentifikasi masalah,memilih data yg relevan, menentukan pendekatan yang


(25)

digunakan dalam proses pembuatan keputusan sampai pada kegiatan mengevaluasi pemilihan alternatif.

2.2.3 Tujuan Sistem Pendukung Keputusan

Perintis SPK di MIT yaitu Peter G.W.Keen bekerjasama dengan Scott Morton untuk mendefinisika tiga tujuan yang harus dicapai SPK sebagai berikut:

1. Membantu manajer membuat keputusan untuk memecahkan masalah semi-terstruktur. 2. Mendukung penilaian manajer, tetapi bukan untuk menggantikannya.

3. Meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan manajer daripada efisiennya.

2.2.4 Karakterisitik dan Kemampuan Sisitem Pendukung Keputusan

Turban (1999) menjelaskan terdapat sejumlah karakteristik dari sistem pendukung keputusan yaitu:

1. Mendukung proses pengambilan keputusan suatu organisasi atau perusahaan 2. Adanya interface manusia / mesin dimana manusia (user) tetap memegang kontrol

proses pengambilan keputusan

3. Mendukung pengambilan keputusan untuk membahas masalah terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur serta mendukung beberapa keputusan yang saling berinteraksi

4. Memiliki kapasitas dialog untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhan 5. Memiliki subsistem – subsistem yang terintegrasi sedemikian rupa sehingga dapat

berfungsi sebagai kesatuan sistem

6. Memiliki dua komponen utama, yaitu data dan model

Sistem pendukung keputusan memiliki kemampuan (Kosasi, 2002) sebagai berikut:


(26)

1. Sistem pendukung keputusan dapat menunjang pembuatan keputusan manajemen dalam menangani masalah semi terstruktur dan tidak terstruktur.

2. Sistem pendukung keputusan dapat membantu manajer pada berbagai tingkatan manajemen, mulai dari manajemen tingkat atas sampai manajemen tingkat bawah. 3. Sistem pendukung keputusan memiliki kemampuan pemodelan dan analisis

pembuatan keputusan.

4. Sistem pendukung keputusan dapat menunjang pembuatan keputusan yang saling bergantungan dan berurutan baik secara kelompok maupun perorangan.

5. Sistem pendukung keputusan menunjang berbagai bentuk proses pembuatan keputusan dan jenis keputusan.

6. Sistem pendukung keputusan dapat melakukan adaptasi setiap saat dan bersifat fleksibel.

7. Sistem pendukung keputusan mudah melakukan interaksi sistem dan mudah dikembangkan oleh pemakai akhir.

8. Sistem pendukung keputusan dapat meningkatkan efektivitas dalam pembuatan keputusan daripada efisiensi.

9. Sistem pendukung keputusan mudah melakukan pengaksesan berbagai sumber dan format data.

Secara implisit, sistem pendukung keputusan berlandaskan pada kemampuan dari sebuah sistem berbasis komputer dan dapat melayani penyelesaian masalah.

2.2.5 Komponen Sistem Pendukung Keputusan

Suatu Sistem Pendukung Keputusan (SPK) memiliki tiga subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis sistem pendukung keputusan, antara lain :

1. Subsistem Manajemen Basis data 2. Subsistem Manajemen Basis Model


(27)

3. Subsistem Dialog

2.2.5.1 Susbsistem Manajemen Basis Data

Subsistem manajemen basis data merupakan bagian yang menyelediakan data – data yang dibutuhkan oleh Base management Subsystem (DBMS). DBMS sendiri merupakan susbsistem data yang terorganisasi dalam suatu basis data. Data – data yang merupakan dalam suatu Sistem Pendukung Keputusan dapat berasal dari luar lingkungan. Keputusan pada manajemen level atas seringkali harus memanfaatkan data dan informasi yang bersumber dari luar perusahaan.

Adapun kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen database adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai data melalui pengambilan ekstraksi data.

2. Kemampuan untuk menambahkan sumber data secara cepat dan mudah.

3. Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logikal sesuai dengan pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan.

4. Kemampuan untuk menangani data secara personil sehingga pemakai dapat mencoba berbagai alternatif pertimbangan personil.

5. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.

2.2.5.2Subsistem Manejemen Model

Subsistem model dalam Sistem Pendukung Keputusan memungkinkan pengambil keputusan menganalisa secara utuh dengan mengembangkan dan membandingkan alternative solusi. Intergrasi model-model dalam Sistem Informasi Manajemen yang


(28)

berdasarkan integrasi data-data dari lapangan menjadi suatu Sistem Pendukung Keputusan.

Kemampuan subsistem manajemen model dalam Sistem Pendukung Keputusan anatara lain:

1. Kemampuan untuk menciptakan model-model baru secara cepat dan mudah.

2. Kemampuan mengkatalogkan dan mengelola model untuk mendukung semua tingkat pemakai.

3. Kemampuan menghubungkan model-model dengan basis data melalui hubungan yang sesuai.

4. Kemampuan untuk mengakses dan mengintegrasikan model-model keputusan.

5. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dan manajemen database (seperti mekanisme untuk menyimpan, membuat dialog, menghubungkan, dan mengakses model).

2.2.5.3Subsistem Dialog

Subsistem dialog merupakan bagian dari Sistem Pendukung Keputusan yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan representasi dan mekanisme control selama proses analisa dalam Sistem Pendukung Keputusan ditentukan dari kemampuan berinteraksi anatara sistem yang terpasang dengan user. Pemakai terminal dan sistem perangkat lunak merupakan komponen-komponen yang terlibat dalam susbsistem dialog yang mewujudkan komunikasi anatara user dengan sistem tersebut. Komponen dialog menampilkan keluaran sistem bagi pemakai dan menerima masukkan dari pemakai ke dalam Sistem Pendukung Keputusan. Adapun subsistem dialog dibagi menjadi tiga, antara lain:

1. Bahasa Aksi ( The Action Language) merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan user dalam usaha untuk membangun komunikasi dengan sistem.Tindakan yang dilakukan oleh user untuk menjalankan dan mengontrol sistem tersebut tergantung


(29)

rancangan sistem yang ada. Hal ini meliputi pemilihan-pemilihan seperti papan ketik (key board), panel-panel sentuh, joystick perintah suara dan sebagainya.

2. Bahasa Tampilan ( The Display of Presentation Language) merupakan keluaran yang dihasilakn oleh suatu Sistem Pendukung Keputusan dalam bentuk tampilan tampilan akan memudahkan user untuk mengetahui keluaran sistem terhadap masukan-masukan yang telah dilakukan. Bahasa tampilan meliputi pilihan seperti printer, layar tampilan, grafik, warna, plotter, keluaran suara dan sebagainya.

3. Bahasa Pengetahuan (Knowledge Base Language) meliputi pengetahuan yang harus dimiliki user tentang keputusan dan tentang prosedur pemakaian Sistem Pendukung Keputusan agar sistem dapat digunakan secara efektif. Pemahaman user terhadap permasalahan yang dihadapi dilaukan diluar sistem, sebelum user menggunakan sistem untuk mengambil keputusan. Basis pengetahuan dapat berada dalam pikiran pemakai, pada kartu referensi atau petunjuk, dalam buku manual dan sebagainya.

Kemampuan yang dimiliki sistem pendukung keputusan untuk mendukung dialog pemakai sistem meliputi:

1. Kemampuan untuk menangani berbagai dialog, bahkan jika mungkin untuk mengkombinasikan berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai.

2. Kemampuan untuk mengakomodasikan tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan.

3. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai format dan peralatan keluaran.

4. Kemampuan untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui basis pengetahuan pemakai.

2.3 Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)

Metode analitic hierarchy process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika pada tahun 1970-an. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang sangat kompleks dengan


(30)

menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keptusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya setiap variabel dan mensitensis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.

Selanjutnya Mulyono (1996), menjelaskan bahwa pada dasarnya metode AHP merupakan suatu teori umum tentang suatu konsep pengukuran. Metode ini digunakan untuk menemukan suatu skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang bersifat diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan prefensi relatif. Metode AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi pengukuran dan unsur kebergantungan di dalam dan di antara kelompok elemen strukturnya. Kemudian Pernadi (1996), menjelaskan peralatan utama metode AHP merupakan sebuah hirarki yang bersifat fungsional dengan masukan (input) utamanya menggunakan persepsi masnusia.

Suatu tujuan yang bersifat umum dapat dijabarkan dalam beberapa sub tujuan yang lebih terperinci dan dapat menjelaskan maksud tujuan umum. Penjabaran ini dapat dilakukan terus hingga akhirnya diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Pada hirarki terendah inilah dilakukan proses evaluasi atas alternatif-alternatif yang merupakan ukuran dari pencapaian tujuan utama dan hirarki terendah ini dapat ditetapkan dalam satuan apa suatu kriteria diukur.


(31)

Dalam melakukan penjabaran atau dekomposisi hirarki sebuah tujuan tidak ada suatu pedoman yang pasti mengenai seberapa jauh pembuat keputusan menjabarkan atau mendekomposisikan tujuan menjadi sub-tujuan yang lebih rendah atau yang lebih rinci. Dalam hal ini seorang pembuat keputusan harus menetukan saat penjabaran tujuan ini berhenti yang dapat dilakukan dengan cara mempehatikan keuntungan atau kekurangan yang diperoleh bila tujuan tersebut diperinci lebih lanjut dan lebih rinci.

Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan di dalam melakukan proses penjabaran hirarki tujuan yaitu (Suryadi & Ramdhani, 1998):

1. Penjabaran tujuan ke dalam subtujuan yang lebih rinci harus selalu memperhatikan apakah setiap tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam subtujuan tersebut.

2. Meskipun hal tersebut dapat dipenuhi, juga perlu menghindari terjadinnya pembagian yang terlampau banyak baik dalam arah horisontal maupun vertikal.

3. Sebelum menetapkan tujuan harus dapat menjabarkan hirarki tersebut sampai dengan tujuan yang paling lebih rendah dengan cara melakukan tes kepentingan.

Metode AHP yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty dapat memecahkan masalah kompleks, dimana kriteria yang diambil cukup banyak, struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian persepsi pembuat keputusan serta ketidakpastian tersedianya data statistik yang akurat. Adakalanya timbul masalah keputusan yang sulit untuk diukur secara kuantitatif dan perlu diputuskan secepatnya dan sering disertai dengan variasi yang beragam dan rumit sehingga data tersebut tidak mungkin dapat dicatat secara numerik karena data kualitatif saja yang dapat diukur yaitu berdasarkan pada persepsi, preferensi, pengalaman, dan intuisi. Adapun yang menjadi kelebihan dengan menggunakan metode AHP adalah (Suryadi dan Ramdhani, 1998) yaitu:

1. Struktur yang berbentuk hierarki sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipillih sampai pada subkriteria yang paling dalam.

2. Memperhatikan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.

3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan keluaran analisis sensitivitas pembuat keputusan.


(32)

Selain itu metode AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multiobjektif dan multikriteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hierarki. Jadi metode AHP merupakan suatu bentuk pemodelan pembuatan keputusan yang sangat komprehensif. Pada dasarnya terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan menggunakan metode AHP, antara lain (Suryadi & Ramdhani, 1998):

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur yang diawali dengan tujuan umum dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah.

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh nilai judgement seluruhnya

yaitu sebanyak n x [ (n-1)/2 ] buah dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

5. Menghitung niali eigen dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.

6. Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai vektor eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgement dalam pemuatan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Memeriksa konsistensi hirarki. Pengujian bertujuan untuk menguji kekonsistensian perbandingan antara kriteria yang dilakukan untuk seluruh hirarki. Total CI dari suatu hirarki diperoleh dengan jalan melakukan pembobotan tiap CI dengan prioritas elemen yang berkaitan dengan faktor-faktor yang diperbandingkan, dan kemudian menjumlahkan seluruh hasilnya. Dasar dalam membagi konsistensi dari suatu level


(33)

matriks hirarki adalah mengetahui konsistensi indeks (CI) dan vektor eigen dari suatu matriks perbandingan berpasangan.

dimana,

CR Hij = Rasio konsistensi hirarki dari matriks perbandingan berpasangan matriks i hirarki pada tingkat j yang dikatakan konsistensi jika nilainya <10%.

CI Hij = Indeks konsistensi hirarki dari matriks perbandingan i pada tingkat j.

RI Hij = Indeks random hirarki dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j.

CIi,j = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j.

EVi,j = Vektor eigen dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki tingkat j yang berupa vektor garis.

CIi,j + 1 = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan yang dibawahi matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom.

RIi,j = Indeks random dari matriks perbandingan berpasangan i hirarki pada tingkat j. RIi,j + 1 = Indeks rasio dari orde matriks perbandingan berpasangan yang dibawahi matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom.

Jika nilainya lebih dari 10% (persen) atau 0,1 maka penilaian data harus diperbaiki. 2.3.1 Dasar-Dasar Analytic Hierarchy Process

Skala ukuran panjang seperti meter, temperatur seperti derajat, waktu sperti detik dan uang seperti rupiah telah digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengukur bermacam-macam kejadian yang sifatnya fisik. Variabel-variabel sosial, ekonomi, dan politik tidak jarang yang sulit diukur seperti mengukur produk berupa rasa aman karena tidak adanya serangan dari negara lain, bagaimana caranya mengukur dan


(34)

mengkuantifikasikan suatu kesenangan karena dapat menikmati waktu senggang dan sebagainya. Jelas bukan merupakan suatu jawaban yang mudah dengan menggunakan ukuran panjang, temperatur, waktu dan uang. Hal ini dikarenakan ruang lingkup permasalahan sangat kompleks dan dengan unsur ketidakpastian yang sangat tinggi.

Di samping itu sering ditemui tindakan yang dilakukan perusahaan, seringkali memberikan bermacam-macam pegaruh pada banyak segi kehidupan. Kemudian pertanyaannya adalah bagaimana mengatakan suatu tindakan adalah lebih baik dibanding tindakan lain? Kesulitan dalam menjawab pertanyaan ini disebabkan dua alasan utama. Pertama, pengaruh yang terjadi kadang tidak dapat dibandingkan karena satuan ukuran atau bidang yang berbeda. Kedua, pengaruh tersebut terkadang saling bentrok artinya perbaikan pengaruh yang satu hanya dapat dicapai dengan pemburukan pengaruh yang lainnya. Alasan-alasan ini akan menyulitkan dalam membuat ekuivalensi antar pengaruh. Untuk itu diperlukan suatu skala yang luwes yang disebut prioritas yaitu suatu ukuran abstrak yang berlaku untuk semua skala. Penentuan prioritas inilah yang merupakan unsur penting dan merupakan bagian penting dari penggunaan metode AHP(Mulyono, 1996).

2.3.2 Prosedur Analytic Hierarchy Process

AHP merupakan salah satu metode untuk membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan berbagai kriteria. Karena sifatnya yang multikriteria, AHP cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas. Sebagai contoh untuk menyusun prioritas penelitian, pihak manajemen lembaga penelitian sering menggunakan beberapa kriteria seperti dampak penelitian, biaya, kemampuan SDM, dan waktu pelaksanaan (Susila, 2007).

Disamping bersifat multikriteria, AHP juga didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis. Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstuktur. Kegiatan tersebut dilakukan oleh ahli-ahli yang representatif berkaitan dengan alternatif-alternatif yang disusun prioritasnya.


(35)

Metode AHP dipilih karena konsepnya yang mudah dipahami dan mampu memodelkan fungsi suatu subjektif yang tidak jelas dan tidak konsisten (Kuazril, 2005).

Struktur sebuah model AHP adalah model dari sebuah pohon terbalik. Ada suatu tujuan tunggal di puncak pohon yang mewakili tujuan dari masalah pengambilan keputusan. Seratus persen bobot keputusan ada di titik ini. Tepat dibawah tujuan adalah titik daun yang menunjukkan kriteria, baik kualitatif maupun kuantitatif. Bobot tujuan harus dibagi di antara titik-titik kriteria berdasarkan rating. Dalam proses mennetukan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria berikut: 1. Lengkap

Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian keputusan.

2. Operasional

Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi.

3. Tidak berlebihan

Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.

4. Minimum

Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah pemahaman terhadap persoalan, serta menyederhanakan persoalan dalam analisis.

Tujuan(Bobot 100%)


(36)

Gambar 2.1 Struktur Model AHP

Bobot dari tiap-tiap kriteria adalah 100% dibagi dengan bobot titik-titik kriteria berdasarkan rating. Setiap alternatif dibandingkan dengan masing-masing kriteria. Prinsip-prinsip AHP adalah (Mulyono, 1996):

1. Decompostion

Decomposition dilakukan setelah persoalan didefenisikan. Decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya, seperti Gambar 2.2

Gambar 2.2 Struktur Hirarki AHP

Jika ingin mendapakan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang ada. Terdapat dua jenis hirarki yaitu lengkap dan tidak lengkap. Pada hirarki lengkap, semua elemen yang ada pada statu tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya dan jika yang terjadi adalah sebaliknya maka merupakan hirarki tidak lengkap.

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif n

Penentuan Lokasi Pembanguna Tower BTS

Kepadatan Penduduk

Biaya Jarak Akses

Calon Lokasi Tower 1

Calon Lokasi Tower 2

Calon Lokasi Tower 3


(37)

2. Comparative judgement

Prinsip ini memberikan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen, pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari penggunaan metode AHP, karena AHP akan berpengaruh terhadap penentuan elemen-elemen yang dibandingkan. Hasil dari penilaian ini akan disajikan dalam bentuk matriks yang selanjutnya dinamakan matriks pairwise comparison. Pertanyaan yang biasa diajukan dalam menyusun skala kepentingan adalah:

a. Elemen mana yang lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya) b. Berapa kali lebih (penting/disukai/berpengaruh/lainnya)

Agar diperoleh skala yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, seseorang yang kaan memberikan jawaban perlu memiliki pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang dibandingkan dan relevansinya terhadapa kriteria atau tujuan yang dipelajari. Menurut Saaty (2001), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala yang terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel

2.1

Tabel 2.1 Skala Nilai Perbandingan Berpasangan

Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari tingkat hierarki paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Susunan dari elemen-elemen yang dibandingkan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3

A1 A2 ... A3

A1 A11 A12 ... A1n

A2 A21 A12 ... A2n

Nilai Keterangan

1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B


(38)

: : : : : : : : : : An An1 An2 ... Ann

Gambar 2.3 Matriks Perbandingan Berpasangan

Sumber: Saaty, 2001

Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antarelemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 seperti pada Tabel 8.1. Penilaian ini dilak ukan oleh seorang pembuat keputusan yang ahli dalam bidang persoalan yang sedang dianalisa dan mempunyai kepentingan terhadapnya. Dalam penilaian kepentingan relative dua elemen berlaku aksioma reciprocal,artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 1/3 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika terdapat m elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran m x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah n(n-1)/2 karena matriks reciprocal dan elemen-elemen diagonalnya sama dengan 1.

3. Synthesis of priority

Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigenvectornya untuk mendapatkan local priority. Hal ini karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur melakukan sintesa berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemennya menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting.

4. Logical consistency

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten dengan suatu kriteria yang logis. Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut, harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal, sebagai berikut.


(39)

Hubungan Kardinal : aij . ajk = aik.

Hubungan Ordinal : Ai > Aj > Al > Ak, maka Ai > Ak. Hubungan tersebut dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut:

a. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya bila anggur lebih enak 4 kali dari mangga, dan mangga lebih enak 2 kali dari pisang, maka anggur lebih enak 8 kali dari pisang.

b. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari mangga dan mangga lebih enak dari pisang, maka anggur lebih enak dari pisang.

Konsistensi memiliki dua makna. Pertama, pada objek-objek serupa yang dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Pengertian kedua, terletak pada tingkat hubungan objek-objek yang didasarkan menurut kriteria tertentu. Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsistensi sempurna. Hal ini terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang.

Penghitungan konsistensi logis dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengalikan matriks dengan prioritas bersesuaian. b. Menjumlahkan hasil kali per baris.

c. Hasil penjumlahan tiap baris dibagi prioritas bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan.

d. Hasil poin 3 dibagi jumlah elemen, akan didapatkan λmaks. e. Indeks Konsistensi

1

−− =

n n CI λmaks . Dimana: λmaks = eigenvalue maksimum,

n = ukuran matriks.

Eigenvalue merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen-elemenpada tingkat hierarki terendah sampai pencapaian tujuan (Sandy, 2002).


(40)

f. Rasio Konsistensi

RI CI

CR= , dimana RI adalah indeks random konsistensi. Jika rasio konsistensi ≤ 0.1, hasil perhitungan data dapat dibenarkan. Nilai indeks random konsitensi dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Nilai Indeks Random

Ukuran Matriks Nilai RI

1,2 0,00

3 0,58

4 0,90

5 1,12

6 1,24

7 1,32

8 1,41

9 1,45

10 1,49

11 1,51

12 1,48

13 1,56

14 1,57

15 1,59

Sumber: Saaty, 2001

2.4Pengertian Tower Base Transceiver Station (BTS)

Tower adalah menara yang terbuat dari rangkaian besi, baik itu besi siku, plat, pipa, H-beam, dan lainnya, berbentuk segi tiga, segi empat atau hanya berupa pipa panjang (tongkat) menjulang ke langit, yang bertujuan untuk menempatkan antena dan radio pemancar maupun penerima gelombang telekomunikasi dan informasi.

Tower BTS (Base Transceiver Station) adalah menara yang berfungsi sebagai sarana komunikasi dan informatika yang menjembatani perangkat komunikasi pengguna dengan jaringan menuju jaringan lain.. Tower BTS komunikasi dan informatika memiliki


(41)

derajat keamanan tinggi terhadap manusia dan mahluk hidup di bawahnya, karena memiliki radiasi yang sangat kecil sehingga sangat aman bagi masyarakat di bawah maupun disekitarnya.

Tower BTS memiliki 3 (tiga) jenis pada umumnya, yaitu: 1. Tower 4 (empat) kaki

Tower tipe ini mampu menampung banyak antena dan radio. Tipe tower ini banyak dipakai oleh perusahaan-perusahaan bisnis komunikasi dan informatika yang bonafid karena tower tipe ini sangat jarang dijumpai roboh, karena memiliki kekuatan tiang pancang serta sudah dipertimbangkan konstruksinya.

2. Tower 3 (tiga) kaki

Tipe tower ini dibagi menjadi 2 (dua) macam.

a. Tower tiga kaki diameter besi pipa 9 cm keatas, atau yang lebih dikenal dengan nama Triangle. Tower ini juga mampu menampung banyak antena dan radio. b. Tower tiga kaki diameter 2 cm ke atas. Beberapa kejadian robohnya tower jenis

ini karena memakai besi dengan diameter di bawah 2 cm. Ketinggian maksimal tower jenis ini yang direkomendasi adalah 60 meter. Ketinggian rata-rata adalah 40 meter. Tower jenis ini disusun atas beberapa stage (potongan). 1 stage ada yang 4 meter namun ada yang 5 meter. Makin pendek stage maka makin kokoh, namun biaya pembuatannya makin tinggi, karena setiap stage membutuhkan tali pancang/spanner. Jarak patok spanner dengan tower minimal 8 meter. Makin panjang makin baik, karena ikatannya makin kokoh, sehingga tali penguat tersebut tidak makin meruncing di tower bagian atas.

3. Tower 1 (satu) kaki

Tower 1 (satu) kaki dibagi menjadi 2 (dua) macam,yaitu

a. Tower yang terbuat dari pipa atau plat baja tanpa spanner, diameter antara 40 cm s/d 50 cm, tinggi mencapai 42 meter, yang dikenal dengan nama monopole. b. Tower yang lebih cenderung untuk dipakai secara personal. Tinggi tower pipa


(42)

BAB III

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1. Analisis Permasalahan dengan Metode Analytical Hierarchy Process Pemilihan lokasi pembangunan tower sangat menentukan terjangkaunya semua pelanggan. Pemilihan lokasi pembangunan tower muncul karena adanya permintaan untuk mendirikan sebuah tower baru. Ada 3 (tiga) faktor yang menyertai munculnya permintaan tersebut, yaitu Kapasitas, Coverage dan Revenue. Pada penelitian ini,

permasalahan pemilihan lokasi pembangunan tower akan dibatasi. Maka faktor yang akan dijadikan kriteria dalam menentukan lokasi pembangunan tower yaitu faktor coverage. Arti coverage yaitu jangkauan/cakupan. Pengertian coverage pada kasus ini yakni cakupan sinyal di suatu daerah. Faktor expansi merupakan salah satu faktor yang

memunculkan adanya permintaan tower baru dimana faktor ini menitikberatkan terhadap perluasan jangkauan dengan membangun tower-tower yang baru di daerah yang

potensial. Hal ini dilakukan pada daerah yang belum memiliki tower atau memiliki tower dalam jumlah yang sedikit.

Pada faktor expansi memiliki beberapa kriteria yang diurutkan berdasarkan prioritas kepentingannya yakni kepadatan penduduk, biaya, jarak dan akses. Kepadatan penduduk menempati urutan pertama pada prioritas kriteria. Hal ini disebabkan karena

pembangunan sebuah tower baru untuk memperluas jaringan sekaligus ingin menambah jumlah pelanggan. Kepadatan penduduk di suatu daerah ditentukan oleh jarak antara daerah tersebut dengan jalan utama/besar. Kriteria biaya pada kasus ini merupakan biaya yang diperlukan untuk pembangunan sebuah tower baru. Kriteria jarak yang dimaksud pada kasus ini merupakan jarak antara calon lokasi tower baru dengan lokasi tower terdekat yang sudah ada. Kriteria akses yang dimaksud pada kasus ini merupakan kemudahan mengakses calon lokasi pembangunan tower baru. Nilai kriteria akses berbanding lurus dengan nilai kepadatan penduduk. Karena dipengaruhi oleh letak calon lokasi tower dengan jalan utama/besar. Oleh karena itu setiap calon lokasi pembangunan tower yang ada harus memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Maka dalam maslah ini daerah yang akan dijadikan study kasus yaitu daerah di luar kota medan, yaitu daerah Binjai-Stabat. Penilaian setiap calon lokasi pembangunan tower terhadap kriteria-kriteria yang ada dilakukan dengan model penilaian yang bersifat kuantitatif. Salah satu metode perhitungan kuantitatif tersebut adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

Metode AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berfikir manusia. Metode ini mula-mula dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70-an Dasar berfikir AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada


(43)

bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan (Sudaryo, 2007).

Adapun langkah-langkah metode AHP adalah:

1. Menentukan jenis-jenis kriteria untuk mengidentifikasi lokasi pembangunan. 2. Menyusun kriteria-kriteria tersebut dalam bentuk matriks berpasangan. 3. Menjumlah matriks kolom.

4. Menghitung nilai elemen kolom kriteria dengan rumus masing-masing elemen kolom dibagi dengan jumlah matriks kolom.

5. Menghitung nilai prioritas kriteria dengan rumus menjumlah matriks baris hasil langkah 4 dan hasilnya langkah 5 dibagi dengan jumlah kriteria.

6. Menentukan alternatif-alternatif yang akan menjadi pilihan.

7. Menyusun alternatif-alternatif yang telah ditentukan dalam bentuk matriks berpasangan untuk masing-masing kriteria. Sehingga akan ada sebanyak n buah matriks berpasangan antaralternatif.

8. Masing-masing matriks berpasangan antaralternatif sebanyak n buah matriks, masing-masing matriksnya dijumlah perkolomnya.

9. Menghitung nilai prioritas alternatif masing-masing matriks berpasangan antaralternatif dengan rumus seperti langkah 4 dan langkah 5.

10. Menguji konsistensi setiap matriks berpasangan antaralternatif dengan rumus masing-masing elemen matriks berpasangan pada langkah 2 dikalikan dengan nilai prioritas kriteria. Hasilnya masing-masing baris dijumlah, kemudian hasilnya dibagi dengan masing-masing nilai prioritas kriteria sebanyak λ1, λ2, λ3, ..., λn.

11. Menghitung nilai lamda maksimum dengan rumus:

n maks =

λ λ

12. Menghitung nilai Indeks Konsisten, dengan rumus

1

−− =

n n CI λmaks 13. Menghitung Rasio Konsistensi, dengan rumus

RI CI CR=

Dimana: RI adalah nilai indeks random yang berasal dari tabel random seperti Tabel 31.


(44)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 Jika CR<0,1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR≥ 0,1, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Sehingga jika tidak konsisten, maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.

14. Menyusun matriks baris antaralternatif versus kriteria yang isinya hasil perhitungan proses langkah 7 , langkah 8, dan langkah 9.

15. Hasil akhir berupa prioritas global sebagai nilai yang digunakan oleh pengambil keputusan berdasarkan nilai yang tertinggi.

3.2 Penyelesaian Masalah dengan Metode Analytical Hierarchy Process Sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini langkah-langkah penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan jenis-jenis kriteria untuk mengidentifikasi masalah pemilihan tower. Dalam penelitian ini, kriteria-kriteria yang dibutuhkan dalam mengidentifikasi pemilihan tower adalah kepadatan penduduk, biaya, jarak dan akses.

Tabel 3.2 Data Tiap Tower Berdasarkan Kriteria yang Ada Kriteria Calon Lokasi

Tower

Tower A Tower B Tower C Kepadatan Penduduk

(Urutan)

II III I

Biaya 1,1 M 1,3 M 1,5 M

Jarak 1,84 mil 2,73 mil 4,41 mil

Akses II III I

2. Menyusun kriteria-kriteria penentuan lokasi pembangunan tower BTS dalam matriks berpasangan seperti Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Bentuk Matriks Berpasangan untuk Kriteria Penentuan Lokasi Pembangunan Tower BTS


(45)

Kriteria Kepadatan Penduduk Biaya Jarak Akses Kepadatan Penduduk

Biaya Jarak Akses

Cara pengisian elemen-elemen matriks pada Tabel 3.2, adalah sebagai berikut: a. Elemen a[i,j] = 1, dimana i = 1,2,3,...n. Untuk penelitian ini, n = 4. b. Elemen matriks segitiga atas sebagai input.

c. Elemen matriks segitiga bawah mempunyai rumus

[ ] [ ]

j i a i j a , [ 1

, = Untuk i ≠ j. 3. Menjumlah setiap kolom pada Tabel 3.2.

4. Menentukan nilai elemen kolom kriteria dengan rumus tiap-tiap sel pada Tabel 3.2 dibagi dengan masing-masing jumlah kolom pada langkah 3.

5. Menentukan prioritas kriteria pada masing-masing baris pada Tabel 3.2 dengan rumus jumlah baris dibagi dengan banyak kriteria.

6. Memasukkan data-data lokasi dalam bentuk matriks berpasangan, seperti Tabel 3.4. Tabel 3.4 Bentuk Matriks Berpasangan 3 Calon Lokasi Tower

Lokasi A B C

A B C

7. Menjumlah setiap kolom pada Tabel 3.4.

8. Menentukan nilai elemen kolom lokasi dengan rumus tiap-tiap sel pada Tabel 3.4 dibagi dengan jumlah kolom pada langkah 7.

9. Menentukan prioritas lokasi pada masing-masing baris pada Tabel 3.4 dengan rumus jumlah baris dibagi dengan banyak calon lokasi (dalam penelitian ini ada 3).

10. Menguji konsistensi matriks berpasangan. 11. Menghitung lamda maksimum, CI dan CR. 12. Menghitung nilai prioritas global.


(46)

3.2.1 Hasil dan Pembahasan

Sesuai dengan langkah-langkah Analytical Hierarchy Process, pada subbab ini akan dibahas tentang masukan data yang sebenarnya, proses perhitungan dan keluaran yang diharapkan untuk studi kasus mengidentifikasi penentuan lokasi pembangunan tower. Masukan awal adalah menentukan nilai kriteria, dimisalkan seperti Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Masukan Hasil Perhitungan Kriteria Lokasi Kriteria Kepadatan

Penduduk

Biaya Jarak Akses Kepadatan

Penduduk

1 2 3 4

Biaya 0,5 1 5 2

Jarak 0,333 0,2 1 0,5

Akses 0,25 0,5 2 1

Setelah masukan data Tabel 3.5 di atas, dihasilkan nilai pembagian jumlah kolom dengan rumus masing sel pada Tabel 3.5 dibagi dengan jumlah kolom masing-masing. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Nilai Pembagian Jumlah Kolom Kriteria Penetuan Lokasi

Sedangkan untuk menghitung prioritas kriteria digunakan rumus jumlah baris pada Tabel 3.6 dibagi dengan banyak kriteria (4). Hasilnya ditampilkan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Nilai Prioritas Kriteria Kriteria Prioritas Kriteria Kepadatan

Penduduk

0,456

Biaya 0,307

Jarak 0,092

Akses 0,142

Kriteria Kepadatan Penduduk

Biaya Jarak Akses Prioritas Kriteria Kepadatan

Penduduk

0,480 0,540 0,272 0,533 0,456 Biaya 0,240 0,270 0,454 0,267 0,307 Jarak 0,159 0,054 0,090 0,067 0,092 Akses 0,120 0,135 0,181 0,133 0,142


(47)

Setelah dihasilkan prioritas kriteria, langkah berikutnya menghitung prioritas masing-masing calon lokasi tower dengan memasukkan nilai pada masing-masing calon lokasi tower untuk tiap kriteria. Masukan tersebut merupakan pemisalan yang

ditampilkan pada Tabel 3.8.1, 3.8.2, ..., & 3.8.15.

Tabel 3.8.1 Kepadatan Penduduk Kepadatan

Penduduk

A B C

A 1 0,5 0,25

B 2 1 0,5

C 4 2 1

Jumlah 7 3,5 1,75

Tabel 3.8.2 Nilai Prioritas Kriteria Kepadatan Penduduk Kepadatan

Penduduk

A B C Prioritas

Kriteria

A 0,143 0,143 0,143 0,143

B 0,286 0,286 0,286 0,286

C 0,571 0,571 0,571 0,571

Jumlah 1 1 1 1

Matriks pada kolom dimasukkan kemudian dikalikan dengan Nilai Prioritas Tabel 3.8.3 Nilai Prioritas Kriteria Kepadatan Penduduk Kepadatan

Penduduk

A B C Total

A 0,143 0,143 0,143 0,429

B 0,286 0,286 0,286 0,858

C 0,572 0,572 0,571 1,715

Hasil yang diperoleh dibagi dengan Nilai Prioritas

Tabel 3.8.4 Nilai Lamda (λ) dan λ max


(48)

B 3

C 3,004

Total Kolom (λ) 9,004

λ max 3,001 CI = (λ max – n)/(n – 1)

= (3,001 – 3) / (3 – 1) = 0,0005

CR = CI / RI ( RI = 0,90) = 0,0005 / 0,90

= 0,000555

Karena CR < 0,1, maka matriks konsisten

Tabel 3.8.5 Biaya

Biaya A B C

A 1 0,5 0,25

B 2 1 0,5

C 4 2 1

Jumlah 7 3,5 1,75

Tabel 3.8.6 Nilai Prioritas Kriteria Biaya

Biaya A B C Prioritas

Kriteria

A 0,143 0,143 0,143 0,143

B 0,286 0,286 0,286 0,286

C 0,571 0,571 0,571 0,571

Jumlah 1

Matriks pada kolom dimasukkan kemudian dikalikan dengan Nilai Prioritas Tabel 3.8.7 Nilai Prioritas Kriteria Biaya

Biaya A B C Total

A 0,143 0,143 0,143 0,429

B 0,286 0,286 0,286 0,858

C 0,572 0,572 0,571 1,715

Hasil yang diperoleh dibagi dengan Nilai Prioritas


(49)

A 3

B 3

C 3,004

Total Kolom (λ) 9,004

λ max 3,001 CI = (λ max – n)/(n – 1)

= (3,001 – 3) / (3 – 1) = 0,0005

CR = CI / RI ( RI = 0,90) = 0,0005 / 0,90

= 0,000555

Karena CR < 0,1, maka matriks konsisten

Tabel 3.8.9 Jarak

Jarak A B C

A 1 2 0,667

B 0,5 1 0,333

C 1,5 3 1

Jumlah 3 6 2

Tabel 3.8.10 Nilai Prioritas Kriteria Jarak

Jarak A B C Total

A 0,333 0.333 0,333 0,333

B 0,167 0,167 0,167 0,167

C 0,5 0,5 0,5 0,5

Jumlah 1

Matriks pada kolom dimasukkan kemudian dikalikan dengan Nilai Prioritas Tabel 3.8.11 Nilai Prioritas Kriteria Jarak

Jarak A B C Total

A 0,333 0.334 0,333 1


(50)

C 0,5 0,5 0,5 1,5 Hasil yang diperoleh dibagi dengan Nilai Prioritas

Tabel 3.8.12 Nilai Lamda (λ) dan λ max

A 3,003

B 3

C 3

Total Kolom (λ) 9,003

λ max 3,001

CI = (λ max – n)/(n – 1) = (3,001 – 3) / (3 – 1) = 0,0005

CR = CI / RI ( RI = 0,90) = 0,0005 / 0,90

= 0,000555

Karena CR < 0,1, maka matriks konsisten

Tabel 3.8.13 Akses

Akses A B C

A 1 0,5 0,25

B 2 1 0,5

C 4 2 1

Jumlah 7 3,5 1,75

Tabel 3.8.14 Nilai Prioritas Kriteria Akses

Akses A B C Prioritas

Kriteria

A 0,143 0,143 0,143 0,143

B 0,286 0,286 0,286 0,286

C 0,571 0,571 0,571 0,571

Jumlah 1

Matriks pada kolom dimasukkan kemudian dikalikan dengan Nilai Prioritas Tabel 3.8.15 Nilai Prioritas Kriteria Akses

Akses A B C Total

A 0,143 0,143 0,143 0,429


(51)

C 0,572 0,572 0,571 1,715 Hasil yang diperoleh dibagi dengan Nilai Prioritas

Tabel 3.8.16 Nilai Lamda (λ) dan λ max

A 3

B 3

C 3,004

Total Kolom (λ) 9,004

λ max 3,001 CI = (λ max – n)/(n – 1)

= (3,001 – 3) / (3 – 1) = 0,0005

CR = CI / RI ( RI = 0,90) = 0,0005 / 0,90

= 0,000555

Karena CR < 0,1, maka matriks konsisten

Dari hasil yang diperoleh, nilai CR< 0,1, maka nilai perbandingan berpasangan matriks kriteria yang diberikan konsisten. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai kriteria tiap calon lokasi tower untuk masing-masing kriteria. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9 Prioritas Tujuan Masing-Masing Calon Lokasi Tower Tower Kepadatan

Penduduk

Biaya Jarak Akses

A 0,143 0,143 0,333 0,143

B 0,286 0,286 0,167 0,286

C 0,571 0,571 0,5 0,571

Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai lamda dengan cara menjumlah baris pada Tabel 3.10, yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 3.11.


(52)

Tabel 3.11 Nilai Lamda untuk Masing-Masing Kriteria

Dari Tabel 3.11 dapat dihitung nilai lamda maksimum, Cl dan CR, yang hasilnya adalah:

1. Hasil perhitungan lamda maksimum pada matriks kriteria

n maks =

λ λ

4

1582

.

4

=

maks

λ

0395 . 1 = maks λ

2. Hasil perhitungan Indeks Konsistensi pada matriks kriteria

1

−− =

n n CI λmaks

Kriteria Kepadatan Penduduk

Biaya Jarak Akses Jumlah Kepadatan

Penduduk

0,456 0,614 0,275 0,568 1,914 Biaya 0,228 0,307 0,46 0,284 1,279 Jarak 0,152 0,0614 0,092 0,071 0,326 Akses 0,114 0,1535 0,184 0,142 0,593

Kriteria Jumlah Baris Prioritas Kriteria Lamda Kepadatan Penduduk

0.4785 0,456 1.049

Biaya 0.3197 0,307 1.0415

Jarak 0.0941 0,092 1.0228

Akses 0.1483 0,142 1.0449


(53)

1 4 4 0395 . 1 − − = CI 480225 . 1 − = CI

3. Hasil perhitungan Rasio Konsistensi, dengan nilai RI = 0,90 untuk matriks berukuran 4 x 4.

RI CI CR= 90 . 0 480225 . 1 − = CR 6447 . 1 − = CR

Dari hasil yang diperoleh, nilai CR< 0,1, maka nilai perbandingan berpasangan matriks kriteria yang diberikan konsisten. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai kriteria tiap calon lokasi tower untuk masing-masing kriteria dengan rumus matriks pada Tabel 3.9 dikalikan dengan matriks pada Tabel 3.7. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 3.11.

Tabel 3.12 Prioritas Global Masing-Masing Calon Lokasi Tower Tower Kepadatan

Penduduk

Biaya Jarak Akses Pilihan

A 0,065 0,044 0,031 0,020 0.160

B 0,130 0,088 0,015 0,041 0.274

C 0,260 0,176 0,046 0,081 0,563

Tabel 3.11, menghasilkan nilai untuk masing-masing calon lokasi tower dan nilai tertinggi merupakan nilai keputusan. Jadi, berdasarkan simulasi melalui metode AHP diperoleh informasi bahwa dari ketiga calon lokasi tower, maka calon lokasi Tower C adalah yang layak . Hal ini dikarenakan memiliki nilai yang paling tinggi dari ketiga calon lokasi tower yang diberikan, yaitu 0,563.

3.3. Model Analisis Perangkat Lunak

Pemodelan dalam suatu rekayasa perangkat lunak merupakan suatu hal yang dilakukan di tahap awal. Pemodelan ini akan mempengaruhi pekerjaan-pekerjaan dalam rekayasa perangkat lunak. Pada tugas akhir ini menggunakan salah satu model perangkat lunak yaitu Pemodelan Fungsional dan Kamus Data.


(54)

Nilai_Keputusan

Hasil yang diharapkan dari tahapan membangun suatu sistem adalah bagaimana caranya agar sistem yang dibangun memiliki fungsi yang berdaya guna maksimal.

Oleh karena itu, maka fungsi-fungsi yang ada pada sistem tersebut perlu dianalisis. Pemodelan fungsional menggambarkan aspek dari sistem yang berhubungan dengan transformasi dari nilai, seperti fungsi, pemetaan, batasan, dan ketergantungan fungsional. Pemodelan fungsional menangkap sesuatu yang dikerjakan oleh sistem tanpa

memperhatikan bagaimana dan kapan hal itu dikerjakan.

3.3.1.1 Data Flow Diagram ( DFD ) dan Spesifikasi Proses

DFD adalah suatu model logika data atau proses yang dibuat untuk menggambarkan darimana asal data dan kemana tujuan data yang keluar dari sistem, dimana data disimpan, proses apa yang menghasilkan data tersebut dan interaksi antaradata yang tesimpan dan proses yang dikenakan pada data tersebut. DFD menunjukan hubungan antar data pada sistem dan proses pada sistem.

Untuk diagram konteks sistem pendukung keputusan untuk mengidentifikasi pemilihan lokasi pembangunan tower dengan metode Analytical Hierarchy Process dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Diagram Konteks Sistem Pendukung Keputusan dengan Metode

Analytical Hierarchy Process

Diagram Konteks di atas menggambarkan sistem secara garis besar yang memperlihatkan masukan, proses, dan keluaran dari sistem yang akan dirancang. Proses yang terjadi pada diagram konteks di atas dapat dijelaskan dengan menggunakan spesifikasi proses pada Tabel 3.12.

Tabel 3.12 Spesifikasi Proses Diagram Konteks Level 0 No/Nama

Proses

Input Keterangan

Proses Output Username, Password, Data_Lokasi, Nilai_Matriks_Kriteria, Nilai_Matriks_Kepadatan_Penduduk, Nilai_Matriks_Biaya, Nilai_Matriks_Jarak, Nilai_Matriks_Akses, SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN LOKASI PEMBANGUNAN TOWER BTS DENGAN

METODE AHP


(55)

0/Sistem Pendukung Keputusan dengan Metode Analytical Hierarchy Process identitas_lokasi, nilai_matriks_kr iteria, nilai_matriks_kepadatan_penduduk, nilai_matriks_tower_biaya, nilai_matriks_tower_jarak, nilai_matriks_tower_akses, Gambaran proses secara keseluruhan nilai_keputusan

Dari Diagram Konteks diatas, Proses 0 dapat dijabarkan menjadi proses yang lebih kecil. Proses 0 dibagi lagi ke dalam 3 proses. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar 3.2 DFD Level 1.

1

Proses Login User

Username, Password Hak akses sistem

2 Proses Perhitungan Matriks Kriteria Nilai_Matriks_Kriteria Data_Lokasi Nilai_Matriks_Kepadatan_Penduduk Username, Password Tabel_Login Tabel_Prioritas Nilai_Prioritas_Kriteria Tabel_Data_Lokasi Data_Lokasi Nilai_Prioritas_Kriteria Jumlah_Lokasi Nilai_Matriks_Biaya Nilai_Matriks_Jarak Nilai_Matriks_Akses Nilai_Keputusan 3 Proses Merekam Data Lokasi 4 Proses Merekam Data Tower 5 Proses Perhitungan Matriks Lokasi Dengan Kriteria Tabel_Data_Tower Data_Tower Data_Tower

Gambar 3.2 DFD Level 1 Proses 0

Dari DFD Level 1 Proses 0 terdapat 5 proses utama. Kelima proses ini merupakan proses yang sangat penting karena merupakan inti dari proses penentuan lokasi tower dengan metode AHP. Proses tersebut dapat diuraikan pada Tabel 3.13.


(56)

Tabel 3.13 Spesifikasi Proses DFD Level 1 P.0 No/Nama

Proses

Input Keterangan

Proses

Output

1/Proses Login

Username, password Pada proses ini

dilakukan akses masuk ke dalam sistem dengan memasukkan username dan password Hak akses sistem 2/Proses Perhitungan Matriks Kriteria

Nilai_Matriks_Kriteria Pada proses ini dilakukan perhitungan terhadap matriks kriteria untuk menghasilkan prioritas kriteria Nilai_prioritas_ Kriteria 3/Merekam Data Lokasi

Data_lokasi Proses ini

dilakukan untuk merekam seluruh data lokasi yang dibutuhkan

Data_Lokasi

4/Merekam Data Tower

Data_Tower Proses ini

dilakukan untuk merekam seluruh data tower yang dibutuhkan


(1)

begin

normalisasi1[i - 1,j - 1]:=strtofloat(stringgrid1.Cells[i,j]) / hasilpenjumlahan1[i - 1];

normalisasi2[i - 1,j - 1]:=strtofloat(stringgrid2.Cells[i,j]) / hasilpenjumlahan2[i - 1];

normalisasi3[i - 1,j - 1]:=strtofloat(stringgrid3.Cells[i,j]) / hasilpenjumlahan3[i - 1];

normalisasi4[i - 1,j - 1]:=strtofloat(stringgrid4.Cells[i,j]) / hasilpenjumlahan4[i - 1];

end;

//menentukan prioritas kriteria hasilnya dalam matrik prioritas jumlah11:=0;

jumlah22:=0; jumlah33:=0; jumlah44:=0; for i:=1 to n do begin

for j:=1 to n do begin

jumlah11:=jumlah11 + normalisasi1[j - 1,i - 1]; jumlah22:=jumlah22 + normalisasi2[j - 1,i - 1]; jumlah33:=jumlah33 + normalisasi3[j - 1,i - 1]; jumlah44:=jumlah44 + normalisasi4[j - 1,i - 1]; end;

jumlah11:=jumlah11 / n; jumlah22:=jumlah22 / n; jumlah33:=jumlah33 / n; jumlah44:=jumlah44 / n; prioritas1[i - 1]:=jumlah11; prioritas2[i - 1]:=jumlah22; prioritas3[i - 1]:=jumlah33; prioritas4[i - 1]:=jumlah44; jumlah11:=0;

jumlah22:=0; jumlah33:=0; jumlah44:=0; end;

//cek apakah matriks input sudah konsisten

//matriks input dikalikan dengan matriks prioritas[] for i:=1 to n do

for j:=1 to n do begin

stringgrid1.Cells[i,j] :=

floattostr(strtofloat(stringgrid1.Cells[i,j]) * prioritas1[i-1]); stringgrid2.Cells[i,j] :=

floattostr(strtofloat(stringgrid2.Cells[i,j]) * prioritas2[i-1]); stringgrid3.Cells[i,j] :=

floattostr(strtofloat(stringgrid3.Cells[i,j]) * prioritas3[i-1]); stringgrid4.Cells[i,j] :=


(2)

end;

//jumlahkan setiap baris lalu hasilnya dibagi //dengan setiap elemen pada matrik prioritas //dan simpan hasilnya pada matrik lamda[] jumlah1:=0;

jumlah2:=0; jumlah3:=0; jumlah4:=0; for i:=1 to n do begin

for j:=1 to n do begin

jumlah1 := jumlah1 + strtofloat(stringgrid1.Cells[j,i]); jumlah2 := jumlah2 + strtofloat(stringgrid2.Cells[j,i]); jumlah3 := jumlah3 + strtofloat(stringgrid3.Cells[j,i]); jumlah4 := jumlah4 + strtofloat(stringgrid4.Cells[j,i]); end;

jumlah1:=jumlah1 / prioritas1[i-1]; jumlah2:=jumlah2 / prioritas2[i-1]; jumlah3:=jumlah3 / prioritas3[i-1]; jumlah4:=jumlah4 / prioritas4[i-1]; lamda1[i-1]:=jumlah1;

lamda2[i-1]:=jumlah2; lamda3[i-1]:=jumlah3; lamda4[i-1]:=jumlah4; jumlah1:=0;

jumlah2:=0; jumlah3:=0; jumlah4:=0; end;

//jumlahkan setiap elemen matrik lamda dan cari nilai lmax //lmax = hasil penjumlahan setiap elemen matrik lamda / n for i:=1 to n do

begin

jumlah11 := jumlah11 + lamda1[i-1]; jumlah22 := jumlah22 + lamda2[i-1]; jumlah33 := jumlah33 + lamda3[i-1]; jumlah44 := jumlah44 + lamda4[i-1]; end;

lmax1 := jumlah11 / n; lmax2 := jumlah22 / n; lmax3 := jumlah33 / n; lmax4 := jumlah44 / n;

//cari ci = (lmax - n) / (n - 1); ci1 := (lmax1 - n) / (n - 1); ci2 := (lmax2 - n) / (n - 1); ci3 := (lmax3 - n) / (n - 1); ci4 := (lmax4 - n) / (n - 1); //cari cr = ci / ri;


(3)

cr1 := ci1 / ri; cr2 := ci2 / ri; cr3 := ci3 / ri; cr4 := ci4 / ri; //cek apakah cr < 0,1 if cr1 >= 0.1 then begin

application.MessageBox('Matriks kepadatan penduduk belum konsisten !','Informasi',MB_OK+MB_ICONINFORMATION);

bersihkan;

pagecontrol1.ActivePageIndex := 0; end

else if cr2 >= 0.1 then begin

application.MessageBox('Matriks biaya belum konsisten !','Informasi',MB_OK+MB_ICONINFORMATION);

bersihkan;

pagecontrol1.ActivePageIndex := 0; end

else if cr3 >= 0.1 then begin

application.MessageBox('Matriks jarak belum konsisten !','Informasi',MB_OK+MB_ICONINFORMATION);

bersihkan;

pagecontrol1.ActivePageIndex := 0; end

else if cr4 >= 0.1 then begin

application.MessageBox('Matriks akses belum konsisten !','Informasi',MB_OK+MB_ICONINFORMATION);

bersihkan;

pagecontrol1.ActivePageIndex := 0; end

else begin

//tampilkan hasil akhir bitbtn2.Enabled := true; bitbtn1.Enabled := false; stringgrid7.Visible := true; chart1.Visible := true;

pagecontrol1.Visible := false;

//perhitungan untuk kolom kepadatan penduduk stringgrid7.Cells[0,1] := 'A';

for i := 1 to n do

stringgrid7.Cells[1,i] :=

floattostr(strtofloat(listbox2.Items.ValueFromIndex[0]) * prioritas1[i - 1]);

//perhitungan untuk kolom biaya stringgrid7.Cells[0,2] := 'B'; for i := 1 to n do

stringgrid7.Cells[2,i] :=

floattostr(strtofloat(listbox2.Items.ValueFromIndex[1]) * prioritas2[i - 1]);

//perhitungan untuk kolom jarak stringgrid7.Cells[0,3] := 'C';


(4)

for i := 1 to n do

stringgrid7.Cells[3,i] :=

floattostr(strtofloat(listbox2.Items.ValueFromIndex[2]) * prioritas3[i - 1]);

//perhitungan untuk kolom akses for i := 1 to n do

stringgrid7.Cells[4,i] :=

floattostr(strtofloat(listbox2.Items.ValueFromIndex[3]) * prioritas4[i - 1]);

//perhitungan untuk hasil akhir hasilakhir := 0;

for i := 1 to n do begin

for j := 1 to 4 do begin

hasilakhir := hasilakhir + strtofloat(stringgrid7.Cells[j,i]); end;

stringgrid7.Cells[5,i] := floattostr(hasilakhir); hasilakhir := 0;

end;

//gambar hasil kedalam chart Series1.Clear;

for i := 1 to n do

Series1.Add( strtofloat(stringgrid7.Cells[5,i]) , stringgrid7.Cells[0,i] , clTeeColor );

//--- flokasidankriteria.Height := 530; bitbtn1.Top := 459;

bitbtn2.Top := 459; bitbtn3.Top := 459; end;

end;

procedure TFLokasiDanKriteria.BitBtn2Click(Sender: TObject); begin

bitbtn2.Enabled := false; bitbtn1.Enabled := true; stringgrid7.Visible := false; chart1.Visible := false; pagecontrol1.Visible := true; pagecontrol1.ActivePageIndex := 0; bersihkan;

flokasidankriteria.Height := 322; bitbtn1.Top := 252;

bitbtn2.Top := 252; bitbtn3.Top := 252; end;

procedure TFLokasiDanKriteria.BitBtn3Click(Sender: TObject); begin

flokasidankriteria.Close; end;


(5)

procedure TFLokasiDanKriteria.FormClose(Sender: TObject; var Action: TCloseAction);

begin

action := caHide; futama.Show; end;

procedure TFLokasiDanKriteria.StringGrid1SetEditText(Sender: TObject; ACol,

ARow: Integer; const Value: String); begin

if acol = arow then

stringgrid1.Cells[acol,arow] := '1'; if stringgrid1.Cells[acol,arow] <> '' then stringgrid1.Cells[arow,acol] :=

floattostr(1/strtofloat(stringgrid1.Cells[acol,arow])); end;

procedure TFLokasiDanKriteria.StringGrid2SetEditText(Sender: TObject; ACol,

ARow: Integer; const Value: String); begin

if acol = arow then

stringgrid2.Cells[acol,arow] := '1'; if stringgrid2.Cells[acol,arow] <> '' then stringgrid2.Cells[arow,acol] :=

floattostr(1/strtofloat(stringgrid2.Cells[acol,arow])); end;

procedure TFLokasiDanKriteria.StringGrid3SetEditText(Sender: TObject; ACol,

ARow: Integer; const Value: String); begin

if acol = arow then

stringgrid3.Cells[acol,arow] := '1'; if stringgrid3.Cells[acol,arow] <> '' then stringgrid3.Cells[arow,acol] :=

floattostr(1/strtofloat(stringgrid3.Cells[acol,arow])); end;

procedure TFLokasiDanKriteria.StringGrid4SetEditText(Sender: TObject; ACol,

ARow: Integer; const Value: String); begin

if acol = arow then

stringgrid4.Cells[acol,arow] := '1'; if stringgrid4.Cells[acol,arow] <> '' then stringgrid4.Cells[arow,acol] :=


(6)

end;

procedure TFLokasiDanKriteria.StringGrid4KeyPress(Sender: TObject; var Key: Char);

begin

if not(key in ['1'..'9','.',#8]) then key := #0;

end;

procedure TFLokasiDanKriteria.StringGrid3KeyPress(Sender: TObject; var Key: Char);

begin

if not(key in ['1'..'9','.',#8]) then key := #0;

end;

procedure TFLokasiDanKriteria.StringGrid2KeyPress(Sender: TObject; var Key: Char);

begin

if not(key in ['1'..'9','.',#8]) then key := #0;

end;

procedure TFLokasiDanKriteria.StringGrid1KeyPress(Sender: TObject; var Key: Char);

begin

if not(key in ['1'..'9','.',#8]) then key := #0;

end; end.