BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Werda Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik,

  sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada Pejabat umum lainnya. Notaris sebagai pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik dari Negara, khususnya dibidang hukum perdata. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum.

  Menurut GHS Lumban Tobing, dalam bukunya Peraturan Jabatan Notaris, lembaga notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya

  Vereenigde Oost Ind. Compagnie

  (VOC) di Indonesia. Sejak kehadiran VOC di Indonesia lalu lintas hukum perdagangan dilakukan dengan akta notariil, hal ini berdasarkan pendapat Notodisoerjo menyatakan bahwa ”Lembaga Notariat telah dikenal di negara Indonesia, yaitu sejak Indonesia dijajah oleh Belanda, semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa terutama dalam bidang hukum perdata, yaitu Burgelijk Wetboek”. Berdasarkan hal tersebut, lembaga notariat yang sebenarnya hanya diperuntukkan bagi kalangan golongan Eropa dalam lapangan hukum perdata, namun dalam perkembangan selanjutnya masyarakat Indonesia

  1 secara umum dapat membuat suatu perjanjian yang dilakukan di hadapan Notaris. 1 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992, hlm. 3.

  

1 Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris bukan saja karena diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan tetapi juga dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apayang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak parapihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi AktaNotaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak

  2

  menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya Akta otentik merupakan perjanjian-perjanjian tertulis yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris, dengan tujuan agar akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi perselisihan antara para pihak atau ada gugatandari pihak lain. Dengan demikian akta notaris begitu penting fungsinya, sehingga untuk menghindari tidak sahnya dari suatu akta, maka lembaga Notaris diatur didalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN). Sebagai pejabat umum seorang Notaris dalam melaksanakan tugas, dilindungi oleh Undang-undang.

  Berdasarkan pengertian notaris tersebut terlihat bahwa tugas seorang notaris adalah menjadi pejabat umum, sedangkan wewenangnya adalah membuat akta 2 Penjelasan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. otentik. Akta notaris sebagai akta otentik dibuatmenurut bentuk dan tata cara yang

  3

  ditetapkan dalam Pasal 38 s/d Pasal 65 UUJN. Suatu akta otentik mempunyai 3

  4

  (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya yaitu: 1. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu; 2. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak; 3. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak. Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan. Fungsi Notaris di luar pembuatan akta otentik diatur untuk pertama kalinya secara komprehensif dalam Undang-Undang ini. Demikian pula ketentuan tentang pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan dengan mengikut sertakan pihak ahli/akademisi, di samping Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidangkenotariatan serta Organisasi Notaris.Ketentuan ini

  3 Abdhul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, UII Press Yogyakarta, hlm. 16. 4 Salim HS, Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, Hal. 43. dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum yang lebih

  5 baik bagimasyarakat.

  Suatu akta menjadi otentik jika memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang, oleh karena itu seorang notaris dalam melaksanakan tugasnya tersebut wajib: … melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggung jawab notaris adalah ungkapan yang mencerminkan

  6

  keadaan yang sebenar-benarnya pada saat pembuatan akta. Hal ini dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 65 UUJN: “Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris”.

  7 Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 65 UUJN menilai bahwa :

  1. Mereka yang diangkat sebagai notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara notaris dianggap sebagai menjalankan tugas pribadi dan seumur hidup sehingga tanpa ada batas waktu pertanggungjawaban.

  2. Pertanggungjawaban notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara notaris dianggap melekat, kemanapun dan dimanapun mantan

  5 6 Penjelasan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

  Tan Thong Kie, Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000, hal. 166. 7 Habieb Adjie, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm. 43. notaris, mantan notaris pengganti, mantan notaris pengganti khusus, dan mantan pejabat sementara notaris berada.

  Begitu pentingnya peranan Notaris yang diberikan oleh Negara, dimana Notaris sebagai pejabat umum dituntut bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya.Seorang Notaris haruslah tunduk kepada peraturan yang berlaku yaitu Undang-undang Jabatan Notaris dan taat kepada kode etik profesi hukum, yaitu kode etik Notaris. Apabila akta yang dibuat ternyata dibelakang hari mengandung sengketa maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan notaris dengan sengaja untuk menguntungkan salah satu pihak penghadap atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen yang sebenarnya. Apabila akta yang dibuat/diterbitkan notaris mengandung cacat hukum karena kesalahan notaris baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri maka notaris harus memberikan pertanggungjawaban secara moral dan secara hukum, dan tentunya hal

  8 ini harus terlebih dahulu dapat dibuktikan.

  Menurut Abdul Ghofur, tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yangberhubungan dengan kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya,

  9

  dibedakan menjadi empat poin, yakni :

  1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;

  8 Andi Ahmad Suhar Mansyur, Analisis Yuridis Normatif Terhadap Pemalsuan Akta Otentik yang Dilakukan oleh Notaris . Jurnal Karya Ilmiah, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2013, hlm. 3. 9 Abdul Ghofur, op.cit, hlm. 34.

  2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

  3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (UUJN) terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

  4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannyaberdasarkan kode etik notaris.

  Memperhatikan ketentuan Pasal

  65 UUJN tersebut bahwa notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan sampai kapan batas waktu tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya. Selanjutnya notaris adalah suatu jabatan, yang berarti ada batas waktunya, sehingga suatu saat seorang notaris tidak akan menjabat lagi sebagai notaris. Dalam hal ini juga timbul pertanyaan, apakah notaris yang telah berakhir masa jabatannya masih bertanggungjawab terhadap akta yang dibuatnya selama menjadi notaris. Apabila notaris yang telah berakhir masa jabatannya diminta pertanggungjawaban terhadap akta yang telah dibuatnya, bagaimana bentuk perlindungan hukum yang dapat diperoleh notaris yang telah berakhir masa jabatannya tersebut.

  Berdasarkan uraian tersebut terdapat permasalahan dalam hal batas tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya. Sehubungan dengan hal tersebut, dilakukan suatu kajian dalam bentuk penelitian tentang tanggung jawab notaris setelah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang dibuatnya.

  B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

  1. Bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya?

  2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap notaris setelah berakhir masa jabatannya dalam hubungannya dengan akta yang dibuatnya ?

  3. Bagaimana kedudukan hukum protokol notaris setelah berakhirnya jabatan notaris ?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya.

  2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap notaris setelah berakhir masa jabatannya dalam hubungannya dengan akta yang dibuatnya.

  3. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan hukum protokol notaris setelah berakhirnya jabatan notaris.

  D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

  1. Secara Teoritis Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberi manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan hukum khususnya bidang keperdataan terutama yang berhubungan dengan tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya.

  2. Secara Praktis Diharapkan akan bermanfaat sebagai masukan bagi praktisi hukum dan masyarakat terutama pengetahuan tentang batas waktu tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya.

  E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang membahas mengenai tanggung jawab notaris setelah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang dibuatnya.

  F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan penulis dibidang hukum. Kata lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam

  10

  penelitian. Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan 11 menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu. Teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena

  12 menjadi penjelasan yang sifatnya umum.

  Terdapat empat ciri kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum, yaitu: teori hukum, asas-asas hukum, doktrin hukum, dan ulasan pakar hukum

  13

  berdasarkan dalam pembidangan kekhususannya. Berkaitan dengan pendapat tersebut, maka teori adalah serangkaian konsep, definisi dan proposisi yang berkaitan

  14 dan bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang suatu gejala.

  Sehubungan dengan hal tersebut dengan meneliti tentang tanggung jawab notaris setelah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang dibuatnya menggunakan teori untuk menjelaskan permasalahan yang ada yaitu teori pertanggungjawaban. Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu

  liability

  dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang 10 11 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994, hlm. 27. 12 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta Jakarta, 1998, hlm. 23.

  Mukti Fajar Nurdewata et al, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 134. 13 14 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 79.

  Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 141. menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility

  15 menunjuk pada pertanggungjawaban politik.

  Notaris sebagai pejabat professional mempunyai tugas dan wewenang, dimana dalam pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut juga harus bertanggungjawab.

  Definisi notaris yang diberikan oleh Pasal 1 UUJN merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan oleh notaris. Oleh karena itu notaris menertibkan diri sesuai dengan fungsi, kewenangan dan kewajiban sebagaimana ditentukan di dalam undang-undang jabatan notaris. Pasal 1 angka (1) UUJN menentukan bahwa: Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

  Berdasarkan ketentuan UUJN tersebut berarti bahwa notaris adalah satu- satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak 15 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 335-337. juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.Dalam menjalankan profesinya, notaris mempunyai wewenang yang meliputi empat hal, yaitu :

  1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang harus dibuat itu;

  2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat;

  3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

  Pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum tidak hanya pada notaris saja, tetapi juga diberikan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Pasal 1 angka (4) UU Nomor 4 Tahun 1996, dan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998)., Pejabat Lelang (Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 338/KMK.01/2000), dengan demikian notaris sudah pasti pejabat umum, tapi tidak setiap pejabat umum pasti notaris, karena pejabat umum bisa juga PPAT atau Pejabat lelang.

  16 Pengertian dari jabatan atau pejabat berkaitan dengan wewenang , dengan

  mengkaji aturan hukum yang berlaku yang mengatur jabatan dan pejabat diatas, dapat diketahui wewenangnya. Menurut arti dalam kamus besar Indonesia, bahwa jabatan berarti pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi. Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk

16 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Adminstrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,PT Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 16.

  membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum.

  Arti pentingnya profesi notaris dinyatakan dalam penjelasan UUJN yakni terkait dengan pembuatan akta otentik.Pembuatan akta otentik yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka kepastian, ketertiban atau perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

  Kewenangan notaris sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 UUJN adalah sebagai berikut: (1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. (2) Notaris berwenang pula:

  a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c. Membuat kopi dari asli surat dibawa tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

  d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

  e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

  f. Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan; atau g. Membuat akta risalah lelang.

  (3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayata (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang- undangan.

  Selanjutnya di dalam Pasal 51 UUJN juga ditentukan sebagai berikut: (1) Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangani; (2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan;

  (3) Salinan akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada para pihak.

  Mengenai batas waktu tanggungjawab seorang notaris terhadap akta yang dibuatnya, menurut Habied Adjie harus dikaitkan dengan konsep notaris sebagai 17 jabatan (ambt). Setiap orang yang mengemban atau memangku jabatan tertentu dalam bidang apapun sebagai pelaksanaan dari suatu struktur Negara, pemerintah atau organisasi mempunyai batasan. Ada batasan dari segi wewenang dan ada juga batasan dari segi waktu, artinya sampai kapan jabatan yang diemban atau dipangku oleh seseorang harus berakhir. Khusus untuk notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara notaris pertanggungjawabannya mempunyai batas sesuai dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan dan juga dari segi wewenangnya.

  Jabatan dan profesi merupakan dua hal yang bebeda dari segi substansi. Menurut Izenic dalam Habieb Adjie, notaris dapat dibagi menjadi dua kelompok

  18

  utama, yaitu:

  Notariat Functionnel 1.

  Dalam mana wewenang pemerintah didelegasikan (gedelegeerd) dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal, dan mempunyai daya/kekuatan eksekusi. Di negara-negara yang menganut macam/bentuk notariat seperti ini terdapat pemisahan yang keras antara

  “wettelijke”

  dan “niet wettelijke” werkzaamheden, yaitu pekerjaan-pekerjaan

  17 18 Habieb Adjie (2009), Op.Cit, hlm. 44.

  Ibid , hlm. 1. yang berdasarkan ketentuan undang-undang/hukum dan yang tidak/bukan dalam notariat,

  Notariat Professionel 2.

  Dalam kelompok ini walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya, akta- akta notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat khusus tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya.

  Ciri yang tegas untuk menentukan apakah notaris di Indonesia, notaris

  

19

  fungsional atau notaris professional, yaitu :

  1. Bahwa akta yang dibuat dihadapan/oleh notaris fungsonal mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sempurna dan mempunyai daya eksekusi.

  2. Bahwa notaris fungsional menerima tugasnya dalam bentuk delegasi dari Negara.

  Oleh karena menerima tugas dari Negara, kepada mereka yang diangkat sebagai notaris diberikan dalam bentuk sebagai jabatan dari Negara.

  3. Bahwa notaris di Indonesia diatur oleh Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op

  het Notarisambt)

  , Stb. 1860-3. Dalam teks asli disebutkan bahwa “ambt” adalah “jabatan”.

  Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta tersebut.Ruang lingkup pertanggung jawaban notaris meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai 19 Ibid , hlm.2. tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran

  20

  materiil, dibedakan menjadi empat poin, yakni:

  1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;

  2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

  3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (UUJN) terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

  4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris.

  Dalam hal pertanggungjawaban pejabat, menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu: 1) Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

  2) Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah 20 kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan Abdul Ghofur, Op.Cit, hlm. 3. ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada

  21 tanggung jawab yang harus ditanggung.

  Dalam penelitian ini digunakan teori pertanggungjawaban hukum perdata yaitu teori fautes personalles dari Kranenburg dan Vegtig.Secara umum prinsip- prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:

  1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

  2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

  3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab

  4. Prinsip tanggung jawab mutlak

  22 5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan.

  Dihubungankan dengan profesi notaris, maka menurut konsep pertanggungjawaban ini, notaris dapat dipertanggung jawabkan atas kesalahan dan kelalaiannya dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya. Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat di hadapannya, melainkan notaris hanya bertanggung jawab terhadap bentuk formal akta otentik sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-undang.

  Menurut Komar Kantaatmaja sebagaimana dikutip oleh Shidarta bahwa tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Tanggung jawab profesional ini dapat timbul karena mereka (para penyedia jasa profesional) tidak 21 22 Ridwan H.R, Op.Cit, hlm. 365.

  Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 73-79. memenuhi perjanjian yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akibat dari kelalaian penyedia jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan

  23 hukum.

  Tanggung jawab (responsibility) merupakan suatu refleksi tingkah laku manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya, merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau mentalnya. Bilamana suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian dari tanggung jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh kesadaran

  24

  intelektualnya. Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak disadari akibatnya.

  Dalam menjalankan jabatannya Notaris mempunyai tanggung jawab moral terhadap profesinya. Menurut Paul F. Camanisch sebagaimana dikutip oleh K.

  Bertens menyatakan bahwa profesi adalah suatu masyarakat moral (moral

  community

  ) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kelompok profesi memiliki kekuasaan sendiri dan tanggung jawab khusus. Sebagai profesi, kelompok

  25 ini mempunyai acuan yang disebut Kode Etik Profesi.

  23 24 Shidarta, op.cit., hlm. 82 Masyhur Efendi, Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan , Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 121

  Internasional 25 E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Kanisivs, Yogyakarta, 1995, hlm. 147

  Sebagai pejabat publik, jabatan notaris ada batas waktunya, sehingga timbul pertanyaan, apakah notaris yang telah berakhir masa jabatannya masih bertanggungjawab terhadap akta yang dibuatnya selama menjadi notaris, serta bagaimana bentuk pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang telah dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya.

2. Konsepsi

  Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.Jika masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. Oleh karena itu konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep

  26 menentukan adanya hubungan empiris diantara variable-variable yang diteliti.

  Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia, adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

  Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) UUJN, notaris didefinisikan sebagai pejabatumum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan 26 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hlm. 21. perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang, dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN.

  Akta notaris yang dibahas dalam penelitian ini adalah akta otentik.Akta otentik adalah suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.

  

27

Jabatan dalam arti sebagai Ambt merupakan fungsi, tugas, wilayah kerja

  pemerintah pada umumnya atau badan perlengkapan pada khususnya. Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu dan bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. Jabatan merupakan suatu subjek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban. Agar suatu jabatan dapat berjalan maka harus disandang dan dijalankan oleh subjek hukum lainnya yaitu orang yang disebut pejabat.

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

  Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalah deskriptif yuridis, yaitu suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum

27 Habib Adjie, Op.Cit, 2008, hlm. 16.

  yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang

  28 lain.

  Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis empiris yaitu suatu metode pendekatan yang dipergunakan untuk memecahkan objek penelitian dengan meneliti data sekunder terhadap data primer di lapangan, karena hukum yang pada kenyataannya dibuat dan ditetapkan oleh manusia yang hidup dalam

  29

  masyarakat. Dalam penelitian ilmu hukum empiris merupakan penelitian atau pengkajian yang sistematis, terkontrol, kritis dan empiris terhadap dugaan-dugaan dan pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku hukum masyarakat yang merupakan fakta sosial. Penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif, tetapi bukan mengkaji mengenai sistem norma dalam peraturan perundangan, namun mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. Penelitian ini juga sering disebut sebagai penelitian bekerjanya hukum (law in

  30 action ).

2. Jenis dan Sumber Data

  Pada penelitian hukum, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh

31 Pemerintah.

  28 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 38. 29 30 Mukti Fajar Nurdewata, et.al, Op.Cit., hlm. 43.

  , hlm. 47. 31 Ibid Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 23. Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan, yaitu:

  a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu berhubungan dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Peraturan- peraturan yang berkaitan dengan jabatan notaris.

  b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian, artikel, buku-buku referensi, media informasi lainnya.

  c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi pentunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, kamus umum, dan jurnal.

  3. Alat Pengumpul Data

  Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpul data dengan cara sebagai berikut:

  a. Studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

  b. Wawancara dengan nara sumber, yaitu pejabat notaris di Kota Medan.

  Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu.

  4. Analisis Data

  Setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik, kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni berpikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.