Tanggung Jawab Werda Notaris Terhadap Akta Yang Dibuatnya

(1)

TESIS

Oleh

HERIANTO SINAGA

117011158/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

HERIANTO SINAGA

117011158/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)(Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum

2. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum


(5)

Nama : HERIANTO SINAGA

Nim : 117011158

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TANGGUNG JAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP

AKTA YANG DIBUATNYA

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :HERIANTO SINAGA


(6)

sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya. Sebagai suatu jabatan, berarti ada batas waktu, sehingga suatu saat seorang notaris tidak akan menjabat lagi seorang notaris. Notaris sebagai pejabat umum dituntut bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya, meskipun protokol notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpanan protokol notaris. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pertanggungjawaban werda notaris terhadap akta yang dibuatnya, bagaimana perlindungan hukum terhadap werda notaris dalam hubungannya dengan akta yang dibuatnya, dan bagaimana kedudukan hukum protokol notaris setelah berakhirnya jabatan notaris.

Untuk mengkaji hal tersebut dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif yuridis dengan pendekatan yuridis empiris. Data hasil penilitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif dengan menggunakan perangkat normatif.

Berdasarkan hasil penilitian menunjukkan bahwa: pertanggungjawaban werda notaris terhadap akta yang dibuatnya masih tetap dipikul sesuai dengan ketentuan pasal 65 UUJN, bahwa notaris bertanggungjawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol notaris telah diserahkan dan dipindahkan kepada pihak penyimpanan protokol notaris. Oleh karena itu werda notaris masih dapat diminta lagi pertanggungjawaban atas setiap akta yang dibuatnya. Bahwa setelah berakhir masa jabatan, tidak ada ketentuan di dalam UUJN yang menjelaskan tentang perlindungan hukum terhadap notaris yang telah berakhir masa jabatannya, karena UUJN hanya mengatur hal-hal yang berhubungan dengan notaris yang masih aktif. Sesuai dengan ketentuan UUJN, maka setelah masa jabatan notaris berakhir, protokol notaris diserahkan kepada notaris lain yang ditunjuk oleh menteri atas usul majelis pengawas daerah. Dengan demikian kedudukan hukum protokol notaris beralih ke notaris yang menggantikan notaris yang telah berakhir masa jabatannya, atau kepada majelis pengawas daerah, sebagaimana ketentuan pasal 63 ayat (5) UUJN.


(7)

as the issuance of the authentic deed is especiallay for the other public officials. As a position, notary has a limited term, that one day a notary will not have the position of notary anymore. As a public officials, a notary is required to be responsible for the deed he/she has made/issued, even though the protocol of notary. The problems focused in this study were how a werda notary was responsible for the deed he/she made/issued, what legal protection that could be given to the werda notary in relation to the deed he/she made/issued, and what was legal position of notary after his/her position as a notary ended.

To answer the quesdtion mentioned above, this descriptive empirical juridicalstudy was conducted. The data obtained were processed and analyzed by using qualitative analysis method and then the conclusion was drawn through deductive method by using normative method.

The result of this study showed that the responsibility of the werda notary for the deed he/she mada/issued is still borne in accordance with article 65 of law of notary position stating that a notary is responsible for every deed he/she made/issued even thouigh the protocol of notary has been handed over and transferred to the party maintaining the protocol of notary. Therefore, the responsibility of werda notary for every deed he/she made/issued can still be asked. That after his/her position ends, there is no provision in the law of notary position clearly explained about the legal protection for the notary whose position has ended (werda), because the law of notary position only regulates the matters related to the still active notaries. According to the provision of law of notary position, so after the position of a notary ends, the protocol of notary is handed over to the other notary appoionted by the minister upon the recommendation of local supervisory assembly. So the legal position of the protocol of notary is transfered to the notary replacing the notary whose position has ended, or to the local supervisory assembly as stated in the provisions of article 63 paragraph (5) of law of notary position.


(8)

dan anugrahNya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul:

“TANGGUNGJAWAB WERDA NOTARIS TERHADAP AKTA YANG

DIBUATNYA”. Penulis tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan, bimbingan, petunjuk, nasehat dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih setulus hati kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Univeritas Sumatera Utara, Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, dan Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, M.Kn, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

5. Ibu Dr. Kezerina Devi Azwar, SH, CN, M.HumdanBapak Syafnil Gani, SH, M.Hum, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan yang telah banyak


(9)

Sumatera Utara angkatan 2012 yang telah memberikan semangat dan dukungan selama studi dan dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada almarhum ayahanda Namin Sinaga, SH dan almarhumah ibunda tercinta Rosi br Tarigan. Semoga Allah menempatkan mereka dalam rumahNya disurga. Istriku tercinta Rut Pita br Simbolon yang telah memberikan kasih sayang, keikhlasan, doa, kesabaran dan dukungan yang tidak terhingga selama menyelesaikan tesis ini. Juga kepada anak-anakku tersayang, putra Steven Juan Emanuel Sinaga serta putri Jeslyn Aldea Margaretha br Sinaga yang memberikan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan di program studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas sumatera utara.

Tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Medan, Agustus 2014 Penulis,


(10)

Nama : Herianto Sinaga

Tempat Tanggal Lahir : Kabanjahe, 25 April 1972

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Bunga Mawar III No. 30 Padang Bulan

Medan

II. DATA KELUARGA

1. Nama Ayah : Namin Sinaga, SH (alm)

2. Nama Ibu : Rosi Br. Tarigan (almh)

3. Nama Istri : Rut Pita Br Simbolon

4. Nama Anak : 1. Steven Juan Emanuel Sinaga

2. Jeslyn Aldea Margaretha Br Sinaga

III. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 030405 Sidikalang : Lulus Tahun 1985

2. SMP Negeri 2 Lubuk Pakam : Lulus Tahun 1988

3. SMA Negeri 1 Lubuk Pakam : Lulus Tahun 1991

4. SI Fakultas Hukum Universitas Katholik St. Thomas : Lulus Tahun 2001 5. S2 Program Studi Magister Kenotariatan


(11)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR SINGKATAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Keaslian Penelitian ... 8

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 8

1. Kerangka Teori ... 8

2. Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian ... 20

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA ... 24

A. Jabatan Notaris ... 24

B. Akta Notaris ... 27

C. Pertanggungjawaban Notaris ... 33

D. Pertanggungjawaban Werda Notaris terhadap Akta yang Dibuatnya ... 50

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WERDA NOTARIS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA ... 62


(12)

BAB IV KEDUDUKAN HUKUM PROTOKOL NOTARIS SETELAH

BERAKHIRNYA JABATAN NOTARIS ... 81

A. Protokol Notaris ... 81

B. Kedudukan Protokol Notaris Setelah Berakhirnya Jabatan Notaris ... 84

C. Kewenangan Penyimpanan Protokol Notaris Setelah Berakhirnya Jabatan Notaris ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91


(13)

VOC : Vereenigde Oost Ind. Compagnie

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

PJN : Peraturan Jabatan Notaris

KUHPPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

MPD : Majelis Pengawas Daerah


(14)

sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya. Sebagai suatu jabatan, berarti ada batas waktu, sehingga suatu saat seorang notaris tidak akan menjabat lagi seorang notaris. Notaris sebagai pejabat umum dituntut bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya, meskipun protokol notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpanan protokol notaris. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pertanggungjawaban werda notaris terhadap akta yang dibuatnya, bagaimana perlindungan hukum terhadap werda notaris dalam hubungannya dengan akta yang dibuatnya, dan bagaimana kedudukan hukum protokol notaris setelah berakhirnya jabatan notaris.

Untuk mengkaji hal tersebut dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif yuridis dengan pendekatan yuridis empiris. Data hasil penilitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif dengan menggunakan perangkat normatif.

Berdasarkan hasil penilitian menunjukkan bahwa: pertanggungjawaban werda notaris terhadap akta yang dibuatnya masih tetap dipikul sesuai dengan ketentuan pasal 65 UUJN, bahwa notaris bertanggungjawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol notaris telah diserahkan dan dipindahkan kepada pihak penyimpanan protokol notaris. Oleh karena itu werda notaris masih dapat diminta lagi pertanggungjawaban atas setiap akta yang dibuatnya. Bahwa setelah berakhir masa jabatan, tidak ada ketentuan di dalam UUJN yang menjelaskan tentang perlindungan hukum terhadap notaris yang telah berakhir masa jabatannya, karena UUJN hanya mengatur hal-hal yang berhubungan dengan notaris yang masih aktif. Sesuai dengan ketentuan UUJN, maka setelah masa jabatan notaris berakhir, protokol notaris diserahkan kepada notaris lain yang ditunjuk oleh menteri atas usul majelis pengawas daerah. Dengan demikian kedudukan hukum protokol notaris beralih ke notaris yang menggantikan notaris yang telah berakhir masa jabatannya, atau kepada majelis pengawas daerah, sebagaimana ketentuan pasal 63 ayat (5) UUJN.


(15)

as the issuance of the authentic deed is especiallay for the other public officials. As a position, notary has a limited term, that one day a notary will not have the position of notary anymore. As a public officials, a notary is required to be responsible for the deed he/she has made/issued, even though the protocol of notary. The problems focused in this study were how a werda notary was responsible for the deed he/she made/issued, what legal protection that could be given to the werda notary in relation to the deed he/she made/issued, and what was legal position of notary after his/her position as a notary ended.

To answer the quesdtion mentioned above, this descriptive empirical juridicalstudy was conducted. The data obtained were processed and analyzed by using qualitative analysis method and then the conclusion was drawn through deductive method by using normative method.

The result of this study showed that the responsibility of the werda notary for the deed he/she mada/issued is still borne in accordance with article 65 of law of notary position stating that a notary is responsible for every deed he/she made/issued even thouigh the protocol of notary has been handed over and transferred to the party maintaining the protocol of notary. Therefore, the responsibility of werda notary for every deed he/she made/issued can still be asked. That after his/her position ends, there is no provision in the law of notary position clearly explained about the legal protection for the notary whose position has ended (werda), because the law of notary position only regulates the matters related to the still active notaries. According to the provision of law of notary position, so after the position of a notary ends, the protocol of notary is handed over to the other notary appoionted by the minister upon the recommendation of local supervisory assembly. So the legal position of the protocol of notary is transfered to the notary replacing the notary whose position has ended, or to the local supervisory assembly as stated in the provisions of article 63 paragraph (5) of law of notary position.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada Pejabat umum lainnya. Notaris sebagai pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik dari Negara, khususnya dibidang hukum perdata. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum.

Menurut GHS Lumban Tobing, dalam bukunya Peraturan Jabatan Notaris, lembaga notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia. Sejak kehadiran VOC di Indonesia lalu lintas hukum perdagangan dilakukan dengan akta notariil, hal ini berdasarkan pendapat Notodisoerjo menyatakan bahwa ”Lembaga Notariat telah dikenal di negara Indonesia, yaitu sejak Indonesia dijajah oleh Belanda, semula lembaga ini diperuntukkan bagi golongan Eropa terutama dalam bidang hukum perdata, yaitu Burgelijk Wetboek”. Berdasarkan hal tersebut, lembaga notariat yang sebenarnya hanya diperuntukkan bagi kalangan golongan Eropa dalam lapangan hukum perdata, namun dalam perkembangan selanjutnya masyarakat Indonesia secara umum dapat membuat suatu perjanjian yang dilakukan di hadapan Notaris.1


(17)

Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris bukan saja karena diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan tetapi juga dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apayang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak parapihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi AktaNotaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya2

Akta otentik merupakan perjanjian-perjanjian tertulis yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris, dengan tujuan agar akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi perselisihan antara para pihak atau ada gugatandari pihak lain. Dengan demikian akta notaris begitu penting fungsinya, sehingga untuk menghindari tidak sahnya dari suatu akta, maka lembaga Notaris diatur didalam Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN). Sebagai pejabat umum seorang Notaris dalam melaksanakan tugas, dilindungi oleh Undang-undang.

Berdasarkan pengertian notaris tersebut terlihat bahwa tugas seorang notaris adalah menjadi pejabat umum, sedangkan wewenangnya adalah membuat akta


(18)

otentik. Akta notaris sebagai akta otentik dibuatmenurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Pasal 38 s/d Pasal 65 UUJN.3Suatu akta otentik mempunyai 3 (tiga) fungsi terhadap para pihak yang membuatnya yaitu:4

1. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;

2. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

3. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.

Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan. Fungsi Notaris di luar pembuatan akta otentik diatur untuk pertama kalinya secara komprehensif dalam Undang-Undang ini. Demikian pula ketentuan tentang pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan dengan mengikut sertakan pihak ahli/akademisi, di samping Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidangkenotariatan serta Organisasi Notaris.Ketentuan ini

3Abdhul Ghofur,Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, UII Press

Yogyakarta, hlm. 16.

4Salim HS,Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta,


(19)

dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum yang lebih baik bagimasyarakat.5

Suatu akta menjadi otentik jika memenuhi syarat yang telah ditentukan undang-undang, oleh karena itu seorang notaris dalam melaksanakan tugasnya tersebut wajib: … melaksanakan tugasnya dengan penuh disiplin, professional dan integritas moralnya tidak boleh diragukan. Apa yang tertuang dalam awal dan akhir akta yang menjadi tanggung jawab notaris adalah ungkapan yang mencerminkan keadaan yang sebenar-benarnya pada saat pembuatan akta.6 Hal ini dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 65 UUJN: “Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris”.

Sehubungan dengan hal tersebut, Pasal 65 UUJN menilai bahwa :7

1. Mereka yang diangkat sebagai notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara notaris dianggap sebagai menjalankan tugas pribadi dan seumur hidup sehingga tanpa ada batas waktu pertanggungjawaban. 2. Pertanggungjawaban notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus, dan

pejabat sementara notaris dianggap melekat, kemanapun dan dimanapun mantan

5Penjelasan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004Tentang Jabatan Notaris.

6Tan Thong Kie, Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve,

Jakarta, 2000, hal. 166.

7Habieb Adjie,Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,


(20)

notaris, mantan notaris pengganti, mantan notaris pengganti khusus, dan mantan pejabat sementara notaris berada.

Begitu pentingnya peranan Notaris yang diberikan oleh Negara, dimana Notaris sebagai pejabat umum dituntut bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya.Seorang Notaris haruslah tunduk kepada peraturan yang berlaku yaitu Undang-undang Jabatan Notaris dan taat kepada kode etik profesi hukum, yaitu kode etik Notaris. Apabila akta yang dibuat ternyata dibelakang hari mengandung sengketa maka hal ini perlu dipertanyakan, apakah akta ini merupakan kesalahan notaris dengan sengaja untuk menguntungkan salah satu pihak penghadap atau kesalahan para pihak yang tidak memberikan dokumen yang sebenarnya. Apabila akta yang dibuat/diterbitkan notaris mengandung cacat hukum karena kesalahan notaris baik karena kelalaian maupun karena kesengajaan notaris itu sendiri maka notaris harus memberikan pertanggungjawaban secara moral dan secara hukum, dan tentunya hal ini harus terlebih dahulu dapat dibuktikan.8

Menurut Abdul Ghofur, tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yangberhubungan dengan kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya, dibedakan menjadi empat poin, yakni :9

1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;

8

Andi Ahmad Suhar Mansyur, Analisis Yuridis Normatif Terhadap Pemalsuan Akta Otentik yang Dilakukan oleh Notaris. Jurnal Karya Ilmiah, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2013, hlm. 3.


(21)

2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (UUJN) terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannyaberdasarkan kode etik notaris.

Memperhatikan ketentuan Pasal 65 UUJN tersebut bahwa notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan sampai kapan batas waktu tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya. Selanjutnya notaris adalah suatu jabatan, yang berarti ada batas waktunya, sehingga suatu saat seorang notaris tidak akan menjabat lagi sebagai notaris. Dalam hal ini juga timbul pertanyaan, apakah notaris yang telah berakhir masa jabatannya masih bertanggungjawab terhadap akta yang dibuatnya selama menjadi notaris. Apabila notaris yang telah berakhir masa jabatannya diminta pertanggungjawaban terhadap akta yang telah dibuatnya, bagaimana bentuk perlindungan hukum yang dapat diperoleh notaris yang telah berakhir masa jabatannya tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut terdapat permasalahan dalam hal batas tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya. Sehubungan dengan hal tersebut, dilakukan suatu kajian dalam bentuk penelitian tentang tanggung jawab notaris setelah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang dibuatnya.


(22)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap notaris setelah berakhir masa jabatannya dalam hubungannya dengan akta yang dibuatnya ?

3. Bagaimana kedudukan hukum protokol notaris setelah berakhirnya jabatan notaris ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum terhadap notaris setelah berakhir masa jabatannya dalam hubungannya dengan akta yang dibuatnya.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan hukum protokol notaris setelah berakhirnya jabatan notaris.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :


(23)

1. Secara Teoritis

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberi manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan hukum khususnya bidang keperdataan terutama yang berhubungan dengan tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya.

2. Secara Praktis

Diharapkan akan bermanfaat sebagai masukan bagi praktisi hukum dan masyarakat terutama pengetahuan tentang batas waktu tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang membahas mengenai tanggung jawab notaris setelah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang dibuatnya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan penulis dibidang hukum. Kata lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam


(24)

penelitian.10 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk

mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.11 Teori adalah suatu

penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi penjelasan yang sifatnya umum.12

Terdapat empat ciri kerangka teoritis dalam penulisan karya ilmiah hukum, yaitu: teori hukum, asas-asas hukum, doktrin hukum, dan ulasan pakar hukum berdasarkan dalam pembidangan kekhususannya. 13 Berkaitan dengan pendapat tersebut, maka teori adalah serangkaian konsep, definisi dan proposisi yang berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang suatu gejala.14

Sehubungan dengan hal tersebut dengan meneliti tentang tanggung jawab notaris setelah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang dibuatnya menggunakan teori untuk menjelaskan permasalahan yang ada yaitu teori pertanggungjawaban. Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang

10M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994, hlm. 27. 11Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta Jakarta, 1998, hlm. 23.

12Mukti Fajar Nurdewata et al, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2010, hlm. 134.

13H. Zainuddin Ali,Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 79.


(25)

menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilahresponsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.15

Notaris sebagai pejabat professional mempunyai tugas dan wewenang, dimana dalam pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut juga harus bertanggungjawab. Definisi notaris yang diberikan oleh Pasal 1 UUJN merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan oleh notaris. Oleh karena itu notaris menertibkan diri sesuai dengan fungsi, kewenangan dan kewajiban sebagaimana ditentukan di dalam undang-undang jabatan notaris. Pasal 1 angka (1) UUJN menentukan bahwa: Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Berdasarkan ketentuan UUJN tersebut berarti bahwa notaris adalah satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak

15


(26)

juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.Dalam menjalankan profesinya, notaris mempunyai wewenang yang meliputi empat hal, yaitu :

1. Notaris harus berwenang sepanjang menyangkut akta yang harus dibuat itu; 2. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang (-orang) untuk kepentingan

siapa akta itu dibuat;

3. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat; 4. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.

Pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum tidak hanya pada notaris saja, tetapi juga diberikan pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (Pasal 1 angka (4) UU Nomor 4 Tahun 1996, dan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998)., Pejabat Lelang (Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 338/KMK.01/2000), dengan demikian notaris sudah pasti pejabat umum, tapi tidak setiap pejabat umum pasti notaris, karena pejabat umum bisa juga PPAT atau Pejabat lelang.

Pengertian dari jabatan atau pejabat berkaitan dengan wewenang16, dengan mengkaji aturan hukum yang berlaku yang mengatur jabatan dan pejabat diatas, dapat diketahui wewenangnya. Menurut arti dalam kamus besar Indonesia, bahwa jabatan berarti pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi. Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk

16Habib Adjie,Sanksi Perdata dan Adminstrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,PT


(27)

membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum.

Arti pentingnya profesi notaris dinyatakan dalam penjelasan UUJN yakni terkait dengan pembuatan akta otentik.Pembuatan akta otentik yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka kepastian, ketertiban atau perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Kewenangan notaris sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 UUJN adalah sebagai berikut:

(1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

(2) Notaris berwenang pula:

a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;


(28)

b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c. Membuat kopi dari asli surat dibawa tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f. Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan; atau

g. Membuat akta risalah lelang.

(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayata (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya di dalam Pasal 51 UUJN juga ditentukan sebagai berikut:

(1) Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangani; (2) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada minuta akta asli yang menyebutkan tanggal dan nomor akta berita acara pembetulan;

(3) Salinan akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada para pihak.


(29)

Mengenai batas waktu tanggungjawab seorang notaris terhadap akta yang dibuatnya, menurut Habied Adjie harus dikaitkan dengan konsep notaris sebagai jabatan (ambt).17

Setiap orang yang mengemban atau memangku jabatan tertentu dalam bidang apapun sebagai pelaksanaan dari suatu struktur Negara, pemerintah atau organisasi mempunyai batasan. Ada batasan dari segi wewenang dan ada juga batasan dari segi waktu, artinya sampai kapan jabatan yang diemban atau dipangku oleh seseorang harus berakhir. Khusus untuk notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus, dan pejabat sementara notaris pertanggungjawabannya mempunyai batas sesuai dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan dan juga dari segi wewenangnya.

Jabatan dan profesi merupakan dua hal yang bebeda dari segi substansi. Menurut Izenic dalam Habieb Adjie, notaris dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu:18

1. Notariat Functionnel

Dalam mana wewenang pemerintah didelegasikan (gedelegeerd) dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal, dan mempunyai daya/kekuatan eksekusi. Di negara-negara yang menganut macam/bentuk notariat seperti ini terdapat pemisahan yang keras antara “wettelijke” dan “niet wettelijke” werkzaamheden, yaitu pekerjaan-pekerjaan

17Habieb Adjie (2009),Op.Cit, hlm. 44. 18Ibid, hlm. 1.


(30)

yang berdasarkan ketentuan undang-undang/hukum dan yang tidak/bukan dalam notariat,

2. Notariat Professionel

Dalam kelompok ini walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya, akta-akta notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat khusus tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya.

Ciri yang tegas untuk menentukan apakah notaris di Indonesia, notaris fungsional atau notaris professional, yaitu :19

1. Bahwa akta yang dibuat dihadapan/oleh notaris fungsonal mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sempurna dan mempunyai daya eksekusi.

2. Bahwa notaris fungsional menerima tugasnya dalam bentuk delegasi dari Negara. Oleh karena menerima tugas dari Negara, kepada mereka yang diangkat sebagai notaris diberikan dalam bentuk sebagai jabatan dari Negara.

3. Bahwa notaris di Indonesia diatur oleh Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op het Notarisambt), Stb. 1860-3. Dalam teks asli disebutkan bahwa“ambt”adalah “jabatan”.

Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang berwenang membuat akta otentik dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan pekerjaannya dalam membuat akta tersebut.Ruang lingkup pertanggung jawaban notaris meliputi kebenaran materiil atas akta yang dibuatnya. Mengenai


(31)

tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, dibedakan menjadi empat poin, yakni:20

1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;

2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris (UUJN) terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

4. Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris.

Dalam hal pertanggungjawaban pejabat, menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:

1) Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

2) Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan


(32)

ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung.21

Dalam penelitian ini digunakan teori pertanggungjawaban hukum perdata yaitu teori fautes personalles dari Kranenburg dan Vegtig.Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan 2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab 3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab 4. Prinsip tanggung jawab mutlak

5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan.22

Dihubungankan dengan profesi notaris, maka menurut konsep pertanggungjawaban ini, notaris dapat dipertanggung jawabkan atas kesalahan dan kelalaiannya dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya. Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat di hadapannya, melainkan notaris hanya bertanggung jawab terhadap bentuk formal akta otentik sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-undang.

Menurut Komar Kantaatmaja sebagaimana dikutip oleh Shidarta bahwa tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Tanggung jawab profesional ini dapat timbul karena mereka (para penyedia jasa profesional) tidak

21Ridwan H.R,Op.Cit, hlm. 365.

22Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Gramedia Widiasarana


(33)

memenuhi perjanjian yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akibat dari kelalaian penyedia jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum.23

Tanggung jawab (responsibility) merupakan suatu refleksi tingkah laku manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya, merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau mentalnya. Bilamana suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian dari tanggung jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh kesadaran intelektualnya.24Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak disadari akibatnya.

Dalam menjalankan jabatannya Notaris mempunyai tanggung jawab moral terhadap profesinya. Menurut Paul F. Camanisch sebagaimana dikutip oleh K. Bertens menyatakan bahwa profesi adalah suatu masyarakat moral (moral community) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kelompok profesi memiliki kekuasaan sendiri dan tanggung jawab khusus. Sebagai profesi, kelompok ini mempunyai acuan yang disebut Kode Etik Profesi.25

23Shidarta,op.cit., hlm. 82

24Masyhur Efendi, Dimensi/Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan

Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 121

25 E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Kanisivs,


(34)

Sebagai pejabat publik, jabatan notaris ada batas waktunya, sehingga timbul pertanyaan, apakah notaris yang telah berakhir masa jabatannya masih bertanggungjawab terhadap akta yang dibuatnya selama menjadi notaris, serta bagaimana bentuk pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang telah dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya.

2. Konsepsi

Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian.Jika masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. Oleh karena itu konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan adanya hubungan empiris diantara variable-variable yang diteliti.26

Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia, adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) UUJN, notaris didefinisikan sebagai pejabatumum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan

26Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka


(35)

perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang, dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN.

Akta notaris yang dibahas dalam penelitian ini adalah akta otentik.Akta otentik adalah suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.

Jabatan dalam arti sebagai Ambt27merupakan fungsi, tugas, wilayah kerja pemerintah pada umumnya atau badan perlengkapan pada khususnya. Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu dan bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan pekerjaan tetap. Jabatan merupakan suatu subjek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban. Agar suatu jabatan dapat berjalan maka harus disandang dan dijalankan oleh subjek hukum lainnya yaitu orang yang disebut pejabat.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalah deskriptif yuridis, yaitu suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum


(36)

yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.28

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah yuridis empiris yaitu suatu metode pendekatan yang dipergunakan untuk memecahkan objek penelitian dengan meneliti data sekunder terhadap data primer di lapangan, karena hukum yang pada kenyataannya dibuat dan ditetapkan oleh manusia yang hidup dalam masyarakat.29 Dalam penelitian ilmu hukum empiris merupakan penelitian atau pengkajian yang sistematis, terkontrol, kritis dan empiris terhadap dugaan-dugaan dan pertanyaan-pertanyaan mengenai perilaku hukum masyarakat yang merupakan fakta sosial. Penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif, tetapi bukan mengkaji mengenai sistem norma dalam peraturan perundangan, namun mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. Penelitian ini juga sering disebut sebagai penelitian bekerjanya hukum (law in action).30

2. Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian hukum, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, buku-buku sampai dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah.31

28Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001,

hlm. 38.

29Mukti Fajar Nurdewata,et.al,Op.Cit., hlm. 43. 30Ibid, hlm. 47.

31Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,


(37)

Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan, yaitu:

a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu berhubungan dengan Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan jabatan notaris.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa hasil penelitian, artikel, buku-buku referensi, media informasi lainnya.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi pentunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, berupa kamus hukum, kamus umum, dan jurnal.

3. Alat Pengumpul Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpul data dengan cara sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

b. Wawancara dengan nara sumber, yaitu pejabat notaris di Kota Medan. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu.

4. Analisis Data

Setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tertier, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik, kemudian


(38)

diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni berpikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.


(39)

BAB II

PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA

A. Jabatan Notaris

Jabatan merupakan subyek hukum, yakni pendukung hak dan kewajiban. Oleh Hukum Tatanegara kekuasaan tidak diberikan kepada pejabat, tetapi diberikan kepada jabatan (lingkungan pekerjaan). Sebagai subyek hukum yaitu badan hukum, maka jabatan itu dapat menjamin kontinuitet hak dan kewajiban. Pejabat (yang menduduki jabatan) selalu berganti-ganti, sedangkan jabatan terus menerus.

Jabatan notaris lahir karena masyarakat membutuhkannya, bukan jabatan yang sengaja diciptakan kemudian baru disosialisaikan kepada khlayak. Jabatan notaris ini tidak ditempatkan di lembaga yudikatif, eksekutif ataupun yudikatif karena notaris diharapkan memiliki posisi netral. Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum.Pengertian notaris menurut Pasal 1 angka (1) UUJN adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Kedudukan notaris sebagai pejabat umum, dalam arti kewenangan yang ada pada notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat lainnya, selama sepanjang kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pejabat-pejabat lain. Sesuai dengan ketentuan tersebut, maka notaris adalah satu-satunya pejabat yang berwenang untuk


(40)

membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Pejabat lain yang diberikan kewenangan membuat akta otentik selain Notaris, antara lain:32

1) Consul (berdasarkanConculair Wet)

2) Bupati Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman (Pasal 2 PJN S1860-3)

3) Notaris Pengganti

4) Juru Sita pada Pengadilan Negeri. 5) Pegawai Kantor Catatan Sipil.

Meskipun pejabat ini hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum akan tetapi mereka itu bukan Pejabat Umum. Mengenai otentisitas suatu akta Notaris, lebih lanjut Soegondo Notodisoerjo, menyatakan: bahwa untuk dapat membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai “penjabat umum”. Di Indonesia, seorang advokat, meskipun ia seorang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta otentik, karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai “penjabat umum”. Sebaliknya seorang “Pegawai Catatan Sipil” (Ambtenaar


(41)

van de Burgerlijke Stand) meskipun ia bukan ahli hukum, ia berhak membuat akta-akta otentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta-akta kelahiran, akta-akta perkawinan, akta kematian. Demikian itu karena ia oleh Undang-undang ditetapkan sebagai “pejabat umum” dan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu.33

Penjelasan UUJN menerangkan bahwa akta otentik sebagai bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Akta otentik menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Selanjutnya dijelaskan, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik adayang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka kepastian, ketertiban atau perlindungan hukum. Selain akta otentik yangdibuat oleh atau dihadapan notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihakdemi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya dibatasi oleh umur, sehingga Notaris memiliki batas waktu dalam menjalankan tugas jabatannya. Hal ini sesuai dengan Pasal 8 UUJN yang berbunyi:

(1) Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:

33 Kartini Soedjendro, Perjanjian Peraihan Hak atas Tanah yang Berpotensi Konflik,


(42)

a. meninggal dunia; b. telah berumur 65 tahun; c. permintaan sendiri;

d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus-menerus lebih dari 3 tahun;

e. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.

(2) Ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai berumur 67 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang bersangkutan.

B. Akta Notaris

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 UUJN, bahwa salah satu kewenangan notaris adalah membuat akta autentik. Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan lainnya yang diatur oleh UUJN.34

Pasal 1 UUJN tidak memberikan uraian yang lengkap mengenai tugas notaris. Menurut Lumban Tobing, bahwa selain untuk membuat akta-akta autentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat atau akta-akta yang dibuat di bawah tangan. Notaris juga memberikan nasihat hukum dan

34Abdul Ghofur Anshori,Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, UII


(43)

penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.35 Menurut Setiawan, inti dari tugas notaris selaku pejabat umum ialah mengatur secara tertulis dan autentik hubungan hukum antara pihak yang secara manfaat meminta jasa notaris yang pada dasarnya adalah sama dengan tugas hakim yang memberikan keadilan diantara para pihak yang bersengketa.36

Istilah akta berasal dari bahasa Belanda yaitu Acte. Dalam mengartikan akta ini ada dua pendapat yaitu. Pendapat pertama mengartikan akta sebagai surat dan pendapat kedua mengartikan akta sebagai perbuatan hukum. Pitlo mengartikan akta sebagai: surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipahami sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.37

Subekti mengartikan akta sebagai perbuatan hukum, yang mengartikan Pasal 108 KUHPerdata bukanlah berarti surat melainkan harus diartikan perbuatan hukum.38Selanjutnya Sudarsono menguatkan pendapat yang menyatakan Acte atau akta dalam arti luas merupakan perbuatan hukum (recht handeling), suatu tulisan yang dibuat untuk dipahami sebagai bukti perbuatan hukum.39

Akta adalah surat yang disengaja dibuat sebagai alat bukti, berkenaan dengan perbuatan-perbuatan hukum di bidang keperdataan yang dilakukan oleh pihak-pihak. Akta-akta yang dibuat menurut ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata Jo ketentuan UU

35G.H.S. Lumban Tobing,Op.Cit,hlm. 37

36Setiawan Wawwan, Hak Ingkar dari Notaris dan Hubungannya dengan KUHAP (suatu

kajian uraian yang disajikan dalam konggress INI di Jakarta, 1995), hlm. 2.

37Pitlo,Pembuktian dan Daluwarsa, Internusa, Jakarta, 1986, hlm. 52 38Subekti ,Hukum Pembuktian, PT Pradnya Paramitra, Jakarta, 1980, hlm. 29 39Sudarsono, Kamus Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm. 25


(44)

No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.Akta itu disebut sebagai otentik bila memenuhi unsur sebagai berikut :

1) Dibuat dalam bentuk menurut ketentuan Undang-undang; 2) Dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum;

3) Pejabat Umum itu harus berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.

Berdasarkan pihak yang membuatnya, untuk akta otentik dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

a) Akta para pihak (partij akte), adalah akta yang berisi keterangan yang dikehendaki oleh para pihak untuk dimuatkan dalam akta bersangkutan. Termasuk kedalam akta ini misalnya ; akta jual beli, akta perjanjian pinjam pakai, akta perjanjian kridit, akta perjanjian sewa menyewa, dan lain-lain. Dengan demikianpartij akteadalah :

1) Inisiatif ada pada pihak-pihak yang bersangkutan 2) Berisi keterangan para pihak.

b) Akta Pejabat(Ambtelijk Akte atau Relaas Akte)

Akta yang memuat keterangan resmi dari pejabat berwenang, tentang apa yang dia lihat dan saksikan dihadapannya. Jadi akta ini hanya memuat keterangan dari satu pihak saja, yakni pihak pejabat yang membuatnya. Yang termasuk kedalam akta diantaranya; Berita acara rapat pemegang saham perseroan terbatas; Berita acara lelang; Berita acara penarikan undian; Berita acara rapat direksi perseroan terbatas; Akta kelahiran, Akta kematian, Kartu tanda penduduk, Surat izin


(45)

mengemudi; Ijazah; Daftar inventaris harta peninggalan dan lain-lain. Jadi Ambetelijk AkteatauRelaas Aktemerupakan :

1) Inisiatif ada pada pejabat;

2) Berisi keterangan tertulis dari pejabat(ambetenaar)pembuat akta.

Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa, perbedaan antara akta otentik dengan akta dibawah-tangan adalah :

1) Akta Otentik dibuat dengan bantuan Notaris atau pejabat umum yang berwenang untuk itu dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang. 2) Akta dibawah tangan dibuat oleh para pihak yang berkepentingan untuk itu

tanpa campur tangan dari Notaris atau Pejabat umum, sehingga bentuknyapun bervariasi (berbeda-beda).

Akta Otentikitu merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KUH Perdata. Ia memberikan diantara para pihak termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu buktiyang sempurna tentang apa yang diperbuat/dinyatakan dalamakta ini. Ini berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupakarena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi Hakim itu merupakan “BuktiWajib/Keharusan”.

Kekuatan pembuktian akta otentik (akta Notaris) adalah akibat langsung yang merupakan keharusan dari ketentuan perundang-undangan, bahwa harus ada akta-akta


(46)

otentik sebagai alat pembuktian dan dari tugas yang dibebankan oleh undang-undang kepada pejabat-pejabat atau orang-orang tertentu.40

Menurut G.H.S. Lumban Tobing, akta otentik dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1) Akta yang dibuat oleh notaris atau yang biasa disebut dengan istilah Akta Relaasatau Berita Acara,

2)Akta yang dibuat dihadapan notaris, biasa disebut dengan istilah Akta Pihak atauAkta Partij.41

Notaris tidak dapat membuat akta atas kemauan sendiri, tetapi akta-akta tersebut dibuat atas dasar permintaan para pihak/penghadap, tanpa adanya permintaan para pihak. Akta Relaas merupakan akta yang dibuat oleh Notaris atas permintaan para pihak. Dalam hal ini para pihak meminta agar Notaris mencatat atau menuliskan segala sesuatu hal yang dibicarakan oleh pihak berkaitan dengan tindakan hukum atau tindakan lainnya yang dilakukan oleh para pihak, agar tindakan tersebut dibuat atau dituangkan dalam suatu akta Notaris. Oleh karena itu, para pihak tersebut harus menghadap notaris.Dalam Akta Relaas ini Notaris menulis atau mencatatkan semua hal yang dilihat atau didengar sendiri secara langsung oleh Notaris yang dilakukan para pihak.

40G.H.S. Lumban Tobing,Op.Cit,hlm. 54. 41Ibid.


(47)

Akta Pihak adalah akta yang dibuat dihadapan Notaris atas permintaan para pihak, Notaris berkewajiban untuk mendengarkan pernyataan atau keterangan para pihak yang dinyatakan atau diterangkan sendiri oleh para pihak dihadapan Notaris. Pernyataan atau keterangan para pihak tersebut oleh Notaris dituangkan dalam akta Notaris.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN, bahwa dalam membuat akta-akta tersebut Notaris berwenang untuk memberikan penyuluhan ataupun saran-saran hukum kepada para pihak tersebut. Ketika saran-saran tersebut diterima dan disetujui oleh para pihak kemudian dituangkan kedalam akta, maka saran-saran tersebut harus dinilai sebagai pernyataan atau keterangan para pihak sendiri. Selanjutnya berdasarkan Pasal 38 UUJN, akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris tersebut harus menurut bentuk yang sudah ditetapkan. Prosedur atau tata cara penyusunan akta-akta tersebut sudah ditentukan berdasarkan Pasal 39-53 UUJN. Berdasarkan ketentuan bentuk dan prosedur pembuatan akta tersebut, maka unsur dan syarat-syarat atau ciri-ciri yang harus dipenuhi, agar lahir, tercipta atau mewujud adanya suatu akta otentik adalah:

a) Bentuk akta otentik itu harus ditentukan oleh undang-undang, artinya jika bentuk tidak ditentukan oleh undang-undang, maka salah satu unsur akta otentik itu tidak terpenuhi, dan jika tidak terpenuhi unsur dari padanya, maka tidak akan pernah ada yang disebut dengan akta otentik;


(48)

b) Dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Adapun yang dimaksud dengan pejabat umum adalah organ Negara, yang dilengkapi dengan kekuasaan umum, berwenang menjalankan sebagian dari kekuasaan Negara untuk membuat alat bukti tertulis dan otentik dalam bidang hukum perdata;

c) Pembuatan akta itu harus dalam wilayah kewenangan dari pejabat umum yang membuat akta itu, artinya tidak boleh dibuat oleh pejabat yang tidak mempunyai kewenangan untuk itu dan ditempat itu.

C. Pertanggungjawaban Notaris

Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang lain, sedang diantara mereka itu tidak terdapat sesuatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka berdasarkan undang undang juga timbul atau terjadi hubungan hukum antara orang tersebut yang menimbulkan kerugian itu.42 Hal tersebut diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata, sebagai berikut : Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Menurut pasal 1365 KUHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu sebagai berikut:43

42AZ Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen,cet.2, Diapit Media, Jakarta, 2002, hlm.77. 43Munir Fuady,Perbuatan Melawan Hukum,cet.1, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm.3.


(49)

1. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan

2. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian)

3. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian

Menurut Hans Kelsen, terdapat empat macam pertanggungjawaban, yaitu:44 a. Pertanggung jawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab

terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

b. Pertanggung jawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

c. Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

d. Pertanggung jawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.

Selanjutnya Shidarta menjelaskan bahwa secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:45

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan

44Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa & Nusamedia

Bandung, 2006, hlm. 140.


(50)

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atauliability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUH Perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.

Pasal 1365 KUH Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:

a. adanya perbuatan; b. adanya unsur kesalahan; c. adanya kerugian yang diderita;

d. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum.Pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.

Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum dapat disengaja dan tidak disengaja atau karena lalai. Hal tersebut diatur dalam pasal 1366 KUHPerdata, sebagai berikut : “Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya”.


(51)

Tanggung jawab atas perbuatan melawan hukum diatas merupakan tanggung jawab perbuatan melawan hukum secara langsung, dikenal juga dikenal perbuatan melawan hukum secara tidak langsung menurut Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata : Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Tanggung jawab tersebut berakhir, jika seseorang itu membuktikan bahwa dia tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya bertanggung jawab (Pasal 136 ayat (5) KUHPerdata).

2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab

Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah. Menurut E. Suherman sebagaimana dikutip Sonny Pungus46, kata “dianggap” pada prinsip “presumption of liability” adalah penting, karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah “mengambil” semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan terjadinya kerugian.

46Sonny Pungus, Teori Pertanggungjawaban,


(52)

Dalam prinsip ini, beban pembuktiannya ada pada si tergugat. Dalam hal ini tampak beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslast). Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Namun jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada pada pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat harus menghadirkan bukti-bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan tergugat.

3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab

Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip yang kedua, prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin atau bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada konsumen.

4. Prinsip tanggung jawab mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian ada pula


(53)

para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. Ada pendapat yang menyatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya pada keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.

Menurut E. Suherman,strict liabilitydisamakan denganabsolute liability, dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab, kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yang dirugikan sendiri. Tanggung jawab adalah mutlak.47

5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan.

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability principle) ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.

Konsep pertanggungjawaban ini apabila dikaitkan dengan profesi notaris, maka notaris dapat dipertanggung jawabkan atas kesalahan dan kelalaiannya dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya. Notaris tidak bertanggung jawab atas isi akta yang dibuat di hadapannya, melainkan notaris hanya bertanggung jawab terhadap bentuk formal akta otentik sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-undang.48

47Ibid.

48Ima Erlie Yuana, Tanggungjawab Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya terhadap Akta


(54)

Tanggung jawab notaris bila dilihat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris adalah sangat erat kaitannya dengan tugas dan pekerjaan notaris. Dikatakan demikian oleh karena selain untuk membuat akta otentik, notaris juga ditugaskan dan bertanggung jawab untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan (waarmerken dan legalisasi) surat-surat/akta-akta yang dibuat di bawahtangan.

Pasal 1 UUJN dan Pasal 15 UUJN telah menegaskan, bahwa tugas pokok dari Notaris adalah membuat akta otentik dan akta otentik itu akan memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang sempurna. Hal ini dapat dilihat sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1870 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada mereka, suatu bukti yangsempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Disinilah letaknya arti yang penting dari profesi Notaris ialah bahwa ia karena undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang sempurna, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam otentik itu pada pokoknya dianggap benar.49

Notaris tidak hanya berwenang untuk membuat akta otentik dalam arti Verlijden, yaitu menyusun, membacakan dan menandatangani dan Verlijkden dalam

Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, hlm. 42.

49Rahmad Hendra, Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik yang Penghadapnya


(55)

arti membuat akta dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 1868 KUHPerdata, tetapi juga berdasarkan ketentuan terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN, yaitu adanya kewajiban terhadap Notaris untuk memberi pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Notaris juga memberikan nasehat hukum dan penjelasan mengenai ketentuan undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

Pertanggungjawaban Notaris sebagai pejabat umum meliputi bidang: hukum privat, hukum pajak, dan hukum pidana. Ada kemungkinan bahwa pertanggungjawaban disatu bidang hukum tidak menyangkut bidang hukum yang lain. Sebaliknya, tindakan yang menimbulkan tuntutan berdasarkan perbuatan melawan hukum (Pasal1365 KUHPerdata) dapat menimbulkan pengambilan tindakan dibidang hukum pidana. Pertanggungjawaban Notaris terutama terletak dibidang hukum privat.

Abdul Ghofur Anshori menyebutkan bahwa dalam hubungannya dengan kebenaran materil, maka tanggung jawab notaris selaku pejabat umum dibedakan menjadi empat, yaitu :50

1. Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materil terhadap akta yang dibuatnya,


(56)

Tanggung jawabperdata terhadap kebenaran materil terhadap akta yang dibuatoleh notaris dilihat dari perbuatan melawan hukum, yang dapat dibedakan berdasarkan sifat aktif maupun pasif. Perbuatan melawan hukum yang bersifat aktif adalah melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Perbuatan melawan hukum yang bersifat pasif dalam arti tidak melakukan perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian. Oleh karena itu, dalam hal ini unsur dari perbuatan melawan hukum adalah adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan.

Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas, yaitu suatu pebuatan tidak saja melanggar undang-undang, tetapi juga melanggar kepatutan, kesusilaan atau hak orang lain dan menimbulkan kerugian. Suatu perbuatan dikategorikan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut:

a. Melanggar hak orang lain;

b. Bertentangan dengan aturan hukum; c. Bertentangan dengan kesusilaan;

d. Bertentangan dengan kepatutan dalam memperhatikan kepentingan diri dan harta orang lain dalam pergaulan hidup sehari-hari.51

Menurut Ima Erlie Yuana, penjelasan UUJN menunjukan bahwa notaris hanya sekedar bertanggung jawab terhadap formalitas dari suatu akta otentik dan


(57)

tidak terhadap materi akta otentik tersebut. Hal ini mewajibkan notaris untuk bersikap netral dan tidak memihak serta memberikan semacam nasihat hukum bagi klien yang meminta petunjuk hukum pada notaris yang bersangkutan. Sejalan dengan hal tersebut maka notaris dapat dipertanggungjawabkan atas kebenaran materiil suatu akta bila nasihat hukum yang diberikannya ternyata dikemudian hari merupakan suatu yang keliru. Melalui konstruksi penjelasan UUJN tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa notaris dapat dimintai pertanggungjawaban atas kebenaran materiil suatu akta yang dibuatnya bila ternyata notaris tersebut tidak memberikan akses mengenai suatu hukum tertentu yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya sehingga salah satu pihak merasa tertipu atas ketidaktahuannya.Untuk itulah disarankan bagi notaris untuk memberikan informasi hukum yang penting yang selayaknya diketahui klien sepanjang yang berurusan dengan masalah hukum. Lebih lanjut dijelaskan juga bahwa ada hal lain yang juga harus diperhatikan oleh notaris, yaitu yang berkaitan dengan perlindungan hukum notaris itu sendiri, dengan adanya ketidak hati-hatian dan kesungguhan yang dilakukan notaris, sebenarnya notaris telah membawa dirinya pada suatu perbuatan yang oleh undang-undang harus dipertanggungjawabkan. Jika suatu kesalahan yang dilakukan oleh notaris dapat dibuktikan, maka notaris dapat dikenakan sanksi berupa ancaman sebagaimana yang telah ditentukan oleh undang-undang.52


(58)

2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya.

Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tidak luput dari kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.Kesalahan-kesalahan yang dilakukan notaris tersebut memungkinkan notaris berurusan dengan pertanggungjawaban secara hukum baik secara perdata, administratif. Maupun pidana. Jika ternyata bahwa dalam akta tersebut ada unsur memasukkan keterangan palsu, maka akta tersebut batal demi hukum, artinya hukum memandang tidak pernah terjadi perjanjian atau batal dengan sendirinya tanpa harus ada gugatan. Keadaan dikembalikan seperti keadaan semula sebelum ada perjanjian. Dalam hal ini berarti harus dibuktikan dulu apakah ada unsur tindak pidana dalam pembuatannya, berarti setelah tersangka diputus pidana.53 Ketentuan pidana tidak diatur di dalam UUJN namun tanggung jawab notaris secara pidana dapat dikenakan apabila notaris melakukan perbuatan pidana.UUJN hanya mengatur sanksi atas pelanggaran yang dilakukan notaris terhadap UUJN sebagaimana ditentukan dalam Pasal 84 dan Pasal 85.Sanksi tersebut dapat berupa akta yang dibuat oleh notaris tidak memiliki kekuatan otentik atau hanya mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan (Pasal 84).Terhadap notarisnya sendiri dapat diberikan sanksi yang berupa

53Putri A.R., Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-tugas Jabatan Notaris


(59)

teguranlisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat (Pasal 85).

Menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut.54Selanjutnya Ilhami Bisri menyatakan bahwa suatu perbuatan yang tidak boleh dilakukan (dilarang) karena bertentangan dengan:55

a. Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia;

b. Kepentingan masyarakat umum atau kepentingan sosial, yaitu kepentingan yang lazim terjadi dalam perspektif pergaulan hidup antar manusia sebagai insane yang merdeka dan dilindungi oleh norma-normamoral, agama, social (norma etika) serta hukum;

c. Kepentingan pemerintah dan Negara, yaitu kepentingan yang muncul dan berkembang dalam rangka penyelenggaraan kehidupan pemerintahan serta kehidupan bernegara demi tegak dan berwibawanya Negara Indonesia, baik bagi rakyat Indonesia adupun dalam pergaulan dunia.

54Moeljanto,Asas-asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 59


(60)

Suatu peristiwa agar supaya dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan pidana harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut:56

a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.

b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam UU. Pelakunya harus sudah melakukan sesuatu kesalahan dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.

d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.

Pembagian perbuatan pidana dalam KUHP terdiri dari “kejahatan” dan “pelanggaran”. Pembentukan Undang-undang membedakan perbuatan atau tindak pidana atas “kejahatan” dan “pelanggaran”, berdasarkan kualifikasi tindak pidana yang sungguh dan tindak pidana kurang sungguh-sungguh.

3. Tanggung jawab notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya. Tanggung jawab notaris

56Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta, 2007,


(61)

disebutkan dalam Pasal 65 UUJNyang menyatakan bahwa notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya, meskipun protokol notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris. Menurut Ima Erlie Yuana57, tanggung jawab materiil terhadap akta yang dibuat dihadapan notaris perlu ditegaskan bahwa dengan kewenangan notaris dalam pembuatan akta otentik bukan berarti notaris dapat secara bebas sesuai kehendakya membuat akta otentik tanpa adanya para pihak yang meminta dibuatkan akta. Akta notaris dengan demikian sesungguhnya adalah aktanya para pihak-pihak yang berkepentingan, bukan aktanya notaris yang bersangkutan, karena itulah dalam hal terjadinya sengketa dari perjanjian yang termuat dalam akta notaris yang dibuat bagi mereka dan dihadapan notaris maka yang terikat adalah mereka yang mengadakan perjanjian itu sendiri, sedangkan notaris tidak terikat untuk memenuhi janji atau kewajiban apapun seperti yang tertuang dalam akta notaris yang dibuat dihadapannya dan notaris sama sekali diluar mereka yang menjadi pihak-pihak.

Secara formil notaris bertanggungjawab atas keabsahan akta otentik yang dibuatnya sebagaimana ditentukan dalam Pasal 84 UUJN. Notaris tidak bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahan isi akta yang dibuat di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab bentuk formal akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-undang. Tanggungjawab


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya tentang tanggungjawab notaris setelah berakhir masa jabatannya terhadap akta yang dibuatnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya masih tetap dipikul sesuai dengan ketentuan Pasal 65 UUJN, bahwa Notaris bertanggungjawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan dan dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris. Sehingga yang sesuai dengan batasan waktu pertanggungjawaban, jika Notaris sudah tidak menjabat lagi meskipun yang Notaris tersebut masih hidup tidak dapat dimintai lagi pertanggungjawaban dalam bentuk apapun.

2. Setelah berakhir masa jabatannya, tidak ada ketentuan di dalam UUJN yang menjelaskan tentang perlindungan hokum terhadap notaris yang telah berakhir masa jabatannya.

3. Sesuai dengan ketentuan UUJN, maka setelah masa jabatan notaris berakhir, protocol notaris diserahkan kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Daerah.


(2)

Dengan demikian kedudukan hokum protocol notaris beralih kenotaris yang menggantikan notaris yang telah berakhir masa jabatannya, atau kepada Majelis Pengawas Daerah, sebagaimana ketentuan Pasal 63 ayat (5) UUJN.

B. Saran

Sesuai dengan kesimpulan tersebut, maka diberikan beberapa saran, sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan pengaturan tentang pertanggungjawaban notaris terhadap akta yang dibuatnya setelah berakhir masa jabatannya dengan mempertimbangkan ketentuan peraturan dan perundang-undangan lainnya, sehingga memberikan kepastian hokum bagi notaris yang sudah berakhir masa jabatannya.

2. Dalam hal masih berlaku ketentuan tanggungjawab notaris terhadap akta yang dibuatnya, maka perlu dibuat ketentuan khusus tentang perlindungan hokum kepada notaris yang telah berakhir masa jabatannya dalam hal pertanggungjawab akta yang dibuatnya sewaktu masih memegang jabatan notaris.

3. Sehubungan dengan ketentuan Pasal 63 ayat (5) UUJN bahwa protocol notaris yang telah berusia 25 tahun atau lebih diserahkan kepada Majelis Pengawas Daerah (MPD), maka tanggungjawab notaris terhadap akte yang telah diserahkan kepada MPD seharusnya dibawah perlindungan MPD. Dalam hal ini MDP memberikan perlindungan terhadap notaris, terutama setelah berakhir masa jabatannya, karena akta yang telah dibuatnya sudah diserahkan kepada MPD. Oleh karena itu masih perlu dikaji secara mendalam, karena menyangkut berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, Habieb, Sanksi Perdatadan Adminstrasi Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,PT Refika Aditama, Bandung, 2008.

________, Hukum Notariat di Indonesia-Tafsiran Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008. ________, MeneropongKhasanahNotarisdan PPAT Indonesia, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2009.

___________,Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2009.

__________,Hukum Notaris Indonesia,Refika Aditama, Bandung, 2009

Ali, H. Zainuddin,MetodePenelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Anshori, Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009.

A.R. Putri, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris Yang Berimplikasi Perbuatan Pidana, Softmedia, Medan, 2011. Ashshofa, Burhan,Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta Jakarta, 1998.

Bisri, Ilhami, Sistem Hukum Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Budiono, Herlien, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra

Aditya, Bandung, 2008.

________, Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.

________, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan Citra Aditya, Bandung, 2011

Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita, Jakarta, 2007.


(4)

Efendi, Masyhur, Dimensi / Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994.

Fuady, Munir, Perbuatan Melawan Hukum, cet.1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Hendra, Rahmad, Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik yang Penghadapnya Mempergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru, Jurnal IlmuHukumVolume 3 No. 1, 2012.

H.R, Ridwan,Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006 HS, Salim, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Sinar Grafika,

Jakarta, 2006.

Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa & Nusamedia, Bandung, 2006.

Kie, Tan Thong, Studi Notariat-Serba Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000.

Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997.

Lubis, M. Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju Bandung, 1994. Lumbantobing, G.H.S,Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999.

Mansyur, Andi Ahmad Suhar, Analisis Yuridis Normatif Terhadap Pemalsuan Akta Otentik yang Dilakukan oleh Notaris. Jurnal KaryaIlmiah, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2013.

Muriel Cattleya Maramis, Tata Cara Pemanggilan Notaris untuk Kepentingan Proses Peradilan Pidana Berkaitan dengan Akta yang Dibuatnya. Lex Crimen Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2012.

Moeljanto,Asas-asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

Muhammad, Abdulkadir,Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006. Nasution, A.Z. Hukum Perlindungan Konsumen,cet.2, Diapit Media, Jakarta, 2002. Nasution, Bahder Johan,Metode Penelitian Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008.


(5)

Nico. 2003. Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Center for Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta.

Nisa, Khoirun, Tanggungjawab Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Perkara Pidana Mengenai Akta yang Diterbitkan. Naskah Publikasi Jurnal, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, 2013.

Notodisoerjo, R. Soegondo, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.

Nurdewata, Mukti Fajar, et. al, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

Nugraha, Agri Fermentia, Pertanggungjawaban Notaris yang Berhenti dengan Hormat (Setelah Berumur 65 Tahun) Terhadap Akta yang Dibuat (Analisis Pasal 65 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Naskah Publikasi Jurnal. Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2013.

Pitlo,Pembuktian dan Daluwarsa, Internusa, Jakarta, 1986.

Pungus, Sonny, Teori Pertanggungjawaban, http://sonny-tobelo.blogspot.com/ 2010/12/teori-pertanggungjawaban.html, diakses 28 Maret 2014.

Setiawan., Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006.

Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Cetakan I, Mandar Maju, Bandung, 2011.

Soedjendro, Kartini, Perjanjian Peraihan Hakatas Tanah yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta, 2001.

Soekanto, Soerjonodan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995


(6)

Sudarsono, Kamus Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2007.

Sumaryono, E,Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Kanisius, Yogyakarta, 1995.

Sunggono, Bambang,Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Sutantio, Retno wulan dan Oerip karta winata, Iskandar, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2005.

Tedjosaputro, Liliana, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana, PT. Bayu Indra Grafika, Yogyakarta, 1995.

Untung, H. Budi,Visi Global Notaris,Andi, Yogyakarta, 2002.

Wahid, Abdul & Moh. Muhibin,Etika Profesi Hukum Rekontruksi Citra Peradilan di Indonesia, Bayumedia, Malang, 2009.

Wawan, Setiawan, Hak Ingkar dari Notaris dan Hubungannya dengan KUHAP (suatu kajian uraian yang disajikan dalam konggress INI di Jakarta, 1995. Yuana, Ima Erlie, Tanggungjawab Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya

terhadap Akta yang Dibuatnya Ditinjau dari Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2010.

Yudara, N.G. 2006. Pokok-pokok Pemikiran Diseputar Kedudukan dan Fungsi Notaris serta Akta Notaris Menurut Sistim Hukum Indonesia“, Renvoi, Nomor 10.34.III, tanggal 3 Maret 2006