BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tugas utama, kewenangan atau kekuasaan dari Negara memberikan

  pelayanan kepada masyarakat umum. Pelayanan Negara kepada masyarakat umum itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu : Pertama, pelayanan Negara kepada masyarakat umum dalam bidang hukum public, dilakukan oleh organ Negara yang disebut dengan pemerintah atau eksekutif, juga dikenal dengan istilah Pejabat Tata Usaha Negara atau Pejabat Administrasi Negara atau dalam arti khusus pegawai negeri. Organ Negara yang disebut pemerintah atau eksekutif juga dikenal sebagai Pejabat Tata Usaha Negara mempunyai kewenangan, hak dan kewajiban serta kekuasaan untuk memberikan pelayanan kepada dan untuk kepentingan masyarakat umum akan tetapi terbatas hanya dalam bidang hukum publik saja.

  Kedua, pelayanan Negara kepada masyarakat umum dalam bidang hukum perdata atas suatu Negara dilakukan oleh organ Negara yang disebut pejabat umum, baik eksekutif / pemerintah atau Pejabat Tata Usaha Negara maupun pejabat umum, sama-sama organ Negara dan juga keduanya sama-sama menjalankan tugas publik akan tetapi Pejabat Tata Usaha Negara mempunyai kewenangan memberikan pelayanan kepada masyarakat umum hanya dalam bidang hukum publik saja, sedangkan Pejabat Umum yang juga organ Negara mempunyai kewenangan

  1 memberikan pelayanan kepada masyarakat umum hanya dalam bidang perdata saja. Karena pejabat umum bukan Pejabat Tata Usaha Negara dan sebaliknya Pejabat Tata Usaha Negara bukan pejabat umum. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya yuresprudensi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:62/K/TUN/1998, tanggal 27 Juli 2001, yang menyatakan bahwa akta-akta in casu akta perusahaan dan pembagian dan akta jual beli adalah bukan keputusann Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 sub 3 undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 sehingga tidak dapat dijadikan objek sengketa Tata Usaha Negara karena meskipun dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat tata Usaha Negara namun dalam hal ini pejabat tersebut bertindak sebagai pejabat umum dalam bidang perdata.

  Oleh karena itu, di era reformasi sekarang, berkenaan diperlukannya akta Notaris sebagai alat bukti keperdataan yang terkuat menurut tatanan hukum yang berlaku, maka diperlukan adanya pejabat umum yang ditugaskan oleh undang-undang untuk melaksanakan pembuatan akta otentik itu, perwujudan tentang perlunya kehadiran pejabat umum untuk lahirnya akta otentik, maka keberadaan Notaris sebagai pejabat publik tidak dapat dihindarkan.

  Karena Notaris dapat dipandang sebagai figur yang sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat karena keterangan-keterangan yang tertuang dalam akta Notaris harus dapat dipercaya, diandalkan, dapat memberikan jaminan sebagai alat bukti yang kuat, dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.

  Notaris merupakan pilar utama dalam starting bussines di Indonesia, karena dalam berbagai hubungan bisnis, baik diperbankan, pertanahan, maupun kegiatan sosial.

  Agar suatu tulisan mempunyai nilai bobot akta otentik yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang membawa konsekuensi logis, bahwa pejabat umum yang melaksanakan pembuatan akta otentik itupun harus pula diatur dalam undang-

  1 undang .

  Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat tentang pengguna jasa Notaris dalam proses pembangunan semakin meningkat, karena Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.

  Undang-Undang Jabatan Notaris diundangkan dengan maksud menggantikan

  Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesie

  (Stb.1860 No. 3) tentang Peraturan Jabatan Notaris yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat.

  Dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta 1 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, aspek pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan

  Akta, surabaya, juni 2011 hal.55 itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

  Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya.

  Seorang Notaris di dalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap professional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesinya

  2

  yaitu Kode Etik Notaris. Berdasarkan Pasal 16 huruf (a) UUJN, seorang Notaris diharapkan dapat bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Kemandirian Notaris harus sesuai asas legalitas hukum yang berlaku, sehingga Notaris dalam melaksanakan tugas tidak terpengaruh oleh pihak lain.

  Kemandirian yang dimaksud adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak, artinya berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut dan bukan sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum itu. Dalam fungsinya yang demikian dapat 2 Putri A.R. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang berimplikasi Perbuatan Pidana), Sofmedia, Jakarta 2011, hal. 5. dikatakan bahwa Notaris adalah aparat hukum, tetapi dia bukanlah penegak hukum. Maka Notaris harus bersikap mandiri dan independen, perkataan independen dalam hal ini terkandung banyak pengertian, diantaranya ialah : independensi structural

  (institusional structural or institusional independence),

  independensi funsional

  (fungsional independence), (financial

  independensi financial

  independence),

  independensi administratif (administratif independence). Notaris dikatakan independen secara structural, apabila organ jabatannya secara kelembagaan berdiri sendiri diluar struktur organisasi Negara atau pemerintah tertentu. Misalnya, sejauh mana organ jabatan Notaris berada didalam atau diluar structural Departemen Hukum dan hak Asasi Manusia republik Indonesia. Namun Notaris dapat juga dikatakan independen secara fungsional apabila misalnya, meskipun secara kelembagaan berada dibawah atau didalam organisasi pemerintah, tetapi dalam menjalankan fungsinya ia bebas dan merdeka serta tidak dapat diintervensi bahkan oleh para pejabat pemerintah yang terkait sekalipun. Elemen lain yang dapat dijadikan ukuran independensi itu adalah keuangan. Sejauh mana organ jabatan Notaris dapat mengatur dan mengurus sendiri keuangan mereka, maka hal itu dapat pula disebut independensi. Demikian pula dengan administrasi kepegawaian dan sebagainya, apabila organ yang bersangkutan sama sekali tidak terkait dengan system administratif pemerintah, termasuk dalam sosial pengangkatan dan pemberhentian pegawainya, maka organ jabatan yang bersangkutan serta tidak terpengaruh terhadap keinginan pihak-pihak tertentu. Apabila Notaris memenuhi keempat ciri independensi tersebut, maka tentunya dapat dikatakan bahwa Notaris memang sudah independensi penuh. Oleh karena itu, Notaris tidak mempunyai kehendak (wilsvorming) untuk membuat akta untuk orang lain, dan Notaris tidak akan membuat akta apapun jika tidak ada permintaan atau

  3 kehendak dari para pihak, dan Notaris bukan pihak dalam akta .

  Akta Otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam masyarakat. Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya.

  Tugas Notaris selain memberikan bantuan dengan membuat akta otentik, akan tetapi juga konsultasi hukum kepada masyarakat. Dengan demikian penting bagi Notaris untuk dapat memahami ketentuan yang diatur oleh undang-undang supaya masyarakat umum yang tidak tahu atau kurang memahami aturan hukum, dapat memahami dengan benar serta tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum.

3 Habid Adjie, bernas-bernas pemikiran di bidang Notaris dan PPAT, Bandung 2012.hal.51

  Notaris mempunyai tugas utama yang berat, selain harus memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya, juga harus mempertanggunjawabkan perbuatan hukum yang dilakukannya baik selama menjabat sebagai Notaris maupun sesudah pensiun jadi Notaris. Karena akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris adalah akta otentik dan keotentikannya bertahan terus, bahkan sampai sesudah Notaris itu meninggal dunia, tanda tangannya pada akta itu tetap mempunyai kekuatan hukum, walaupun Notaris tersebut tidak dapat lagi menyampaikan keterangannya mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta itu. Notaris melalui akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, terkandung suatu beban dan tanggung jawab untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Untuk itu diperlukan suatu tanggung jawab baik individual maupun sosial, terutama ketaatan terhadap norma-norma hukum positif dan kesediaan untuk tunduk pada Kode Etik Profesi, sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada. Seorang Notaris harus menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya dengan tepat dan jujur, yang berarti bertindak menurut kebenaran sesuai dengan sumpah jabatan Notaris. Seorang Notaris dalam memberikan pelayanan, harus mempertahankan cita-

  4 cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nurani.

  Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam bentuk akta atau tidak. Notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris, meneliti semua bukti 4 Ibid yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak. Keputusann tersebut harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak. Pertimbangan tersebut harus memperhatikan semua aspek hukum

  5 termasuk masalah hukum yang akan timbul dikemudian hari.

  Setiap pembuatan akta Notaris dapat dijadikan sebagai alat pembuktian, apabila terjadi sengketa diantara para pihak, persengketaan tersebut tidak menutup kemungkinan melibatkan Notaris, dan atas keterlibatan itu Notaris harus ikut bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban selain berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juga berdasarkan Kode Etik Notaris. Menurut Pasal 4 ayat (1) yakni : sebelum Notaris melaksanakan jabatannya, terlebih dahulu wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Antara lain sumpah tersebut berbunyi seperti yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) yakni : Saya bersumpah/berjanji : Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.

  Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak. 5 Ibid

  Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan Kode Etik Profesi, Kehormatan Martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris. Bahwa saya akan merahasikan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.

  Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.

  Jabatan yang diemban oleh Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi kode etik Notaris.

  Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah:

  1. Bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik ?

  2. Bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik?

  3. Bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik ? 2. untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik? 3. untuk mengetahui bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris?

  D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

  1. Secara Teoritis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya mengenai perbuatan Notaris dalam jabatannya

  2. Secara Praktis Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti.

  E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan judul mengenai Prinsip Kemandirian Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik. memang pernah ada penelitian yang pernah dilakukan oleh Mohandas Sherividya (067011056) tahun 2008, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul Pengawasan Terhadap Notaris dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Hukum Bagi Kepentingan Umum, dengan permasalahan sebagai berikut:

  1. Sejauh mana kewenangan Notaris sebagai pejabat umum pembuat akta?

  2. Bagaimana kedudukan majelis pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris dibandingkan dengan tugas Dewan kehormatan Notaris?

  3. Apakah pengawasan terhadap Notaris dan tugas jabatannya telah menjadi perlindungan hukum bagi kepentingan umum?

  F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi dari pada suatu penelitian. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti

  6 “perenungan”yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.

6 Soetandyo Wignjosoebroto dalam Susanto Anton dan Salman Otje, Teori Hukum,

  Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali (Bandung :PT. Refika Aditama,2004), halman 21,menyebutkan bahwa teori adalah suatu konstruksi di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman.

  Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh sutau variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.

  7 Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan

  penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori ini merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.

  Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen tentang tanggung jawab hukum.

  Hans Kelsen mengemukakan : “Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Bisanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.”

  8 7 Maria S.W. Sumardjono, Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal 12-13, bandingkan dengan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT.

  Gramedia, Jakarta, 1989, hal.19 8 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli General Theori of Law and State, Alih Bahasa Somardi, Rimdi Press, Jakarta, hal.65

  Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Keberadaan Notaris senantiasa diperlukan masyarakat yang memerlukan jasanya di bidang hukum. Notaris sebagai pejabat umum harus dapat selalu mengikuti perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat, Notaris dapat membantu memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya.

  Profesi Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas Notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakta meminta jasa Notaris.

  Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik maka dapat dikaji dari teori tujuan hukum. Dimana teori tujuan hukum dilandaskan kepada Negara Indonesia yang menganut system rechtstaat (Negara hukum), konsep Negara hukum lebih condong kepada kepastian hukum. Sehingga dalam teori tujuan hukum dapat dilihat sejauh mana Notaris dalam menciptakan tercapainya tujuan hukum. Sebab, akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai peranan penting dalam menciptakan kepastian hukum di dalam setiap hubungan hukum, sebab akta Notaris bersifat otentik, dan merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh dalam setiap perkara yang terkait dengan akta Notaris tersebut. Oleh karena itu hukum menjadi pengarah manusia pada nilai-nilai moral yang rasional, maka ia harus adil. Keadilan hukum identik dengan keadilan umum.

  Keadilan ditandai oleh hubungan yang baik antara satu dengan yang lain, tidak mengutamakan diri sendiri, tapi juga tidak mengutamakan pihak lain serta adanya kesamaan.

2. Konsepsi

  Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi

  9

  dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.

  Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

  Konsep merupakan “alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang

  10

  berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis. Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan

  11 dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. 9 Herlin Budiono (II), Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2007, hal.364 10 11 Satuujipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

  Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Pustaka Singkat , PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1995, hal.7. Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisi-

  12 definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian.

  Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, bisanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan

  13 empiris.

  Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan bebrapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat menjawab permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :

  Kerangka konsepsi sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

  a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal

  12 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.hal.133 Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal.21 pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan

  14 akta.

  b. Jabatan adalah kedudukan seseorang didalam menjalankan suatu profesi yang sesuai dengan keahliannya. Dalam tesis ini jabatan dimaksudkan dalam kedudukan seorang Notaris yang memiliki wewenang dan keahliannya dalam membuat akta otentik c. Akta Otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang

  15 berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.

  d. Kemandirian adalah kedudukan yang netral dan tidak memihak, yang dalam hal ini Notaris berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut

  16 dan bukan salah satu pihak dalam hubungan hukum itu.

  17 e. Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan) atau tingkah laku.

  Perbuatan dalam tesis ini diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh Notaris yang menyalahgunakan kemandiriannya dalam pembuatan akta otentik.

  f. Penyalahgunaan adalah cara atau perbuatan menyalahgunakan.

  g. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.

  14 15 Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Nasional, Pasal 1 16 Undang-Undang KUHPerdata Pasal 1868 17 Sjaifurrachman danHabib Adjie,Op.cit.,hal.59 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3, Jakarta, Balai Pustaka, 2001, hal.430

G. Metode Penelitian

  1. Jenis Penelitian

  Untuk mendapatkan suatu karya ilmiah yang baik dan diinginkan sudah tentu akan memerlukan persyaratan yang cukup kompleks dalam penyusunannya, serta membutuhkan informasi yang cukup untuk melengkapi terciptanya karya ilmiah tersebut.

  Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Dimana metode penelitian yuridis normatif adalah metode meneliti pasal-pasal yang ada ataupun meneliti segala hal-hal yang berhubungan tentang norma-norma yang ada dalam peraturan perundang-undangan.

  Alasan penelitian yuridis normatif ini digunakan, karena hendak meneliti norma- norma hukum tentang “Prinsip kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik”.

  2. Sifat Penelitian

  Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan- ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undanganyang berkaitan dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.

  3. Pengumpulan Data

  Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka (library research ) atau dengan kata lain dengan pengumpulan data-data sekunder (data-data yang sudah diolah) dan dapat diperoleh melalui: buku-buku, jurnal,majalah dan surat kabar, maupun internet.

  Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan preskriptif dengan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik dimulai dari analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan diatas, dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada peraturan-peraturan dan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek. Dan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

  a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sudah mengikat dan yang sudah terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam yuresprudensi dan Putusan Pengadilan Negeri Medan No.2601/pid.B/2003/PN.Medan

  b. Bahan Hukum Skunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang belum mengikat seperti yang termuat dalam beberapa artikel.

  c. Bahan Hukum Tersier Berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum serta laporan ilmiah dan internet.

4. Analisis Data

  Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara

  18

  kualitatif. yakni dengan mengadakan pengamatan dan interpretasi data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab permasalahan dalam penelitian ini.