BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Perekonomian Wilayah Bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur Dan Kabupaten Aceh Tamiang)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang antara lain diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah, baik Tingkat I maupun Tingkat II. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi. Budiono (1992) menyatakan bahwa Pertumbuhan ekonomi menurutnya adalah suatu sumber kenaikan output.

  PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

  Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah. Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan produktifitas

  1 masyarakat itu sendiri. Keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatakan kesejahteraan masyarakat di daerah.

  Salah satu komponen yang mempengaruhi kenaikan output tersebut adalah pengeluaran pemerintah. Adi (2006) menyatakan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki oleh propinsi (daerah) yang bersangkutan, mengingat potensi masing-masing daerah bervariasi maka sebaiknya masing-masing daerah harus menentukan kegiatan sektor ungulan.

  Peran pemerintah dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi mulai di pandang sebagai suatu hal yang penting ketika mekanisme pasar sebagai motor pergerakan mengalami kegagalan. Mangkoesoebroto (1999) menyatakan dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan besar, yaitu; 1) peranan alokasi, yaitu peranan pemerintah dalam alokasi sumber-sumber ekonomi; 2) peranan distribusi, dan; 3) peranan

  

stabilisasi . Pada kebanyakan negara berkembang pelaksanaan 3 peran pemerintah

  ini banyak menghadapi kendala dan permasalahan dalam rangka akselerasi pertumbuhan ekonomi, terutama apabila dihadapkan pada masalah pembangunan daerah. Salah satu indikator dari pertumbuhan ekonomi regional tercermin pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

  Menyadari keterbatasan anggaran yang bersumber dari dana pemerintah guna memacu peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, maka selain ekstensifikasi upaya pengajuan program kepada pemerintah pusat yang lebih penting lagi adalah intensifikasi dan ekstesifikasi penggalian potensi dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  Otonomi daerah yang mulai dilaksanakan secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan sangat demokratis dalam rangka memenuhi semua aspek desentralisasi pemerintahan yang sesungguhnya. Perubahan paradigma pemerintahan ditandai dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor

  22 Tahun 1999, selanjutnya direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, disamping beberapa peraturan lainnya. Konsekuensi logis perubahan tersebut berdampak positif atau telah membawa suatu perubahan sangat mendasar dalam hubungan tatanan pemerintahan dan pengelolaan keuangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah, baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.

  Kewenangan yang luas sebagai konsekuensi otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk mendayagunakan berbagai potensi sumberdaya ekonomi secara optimal dan berkelanjutan. Daerah harus kreatif dan inovatif menggali peluang-peluang ekonomi dan sumberdaya keuangan guna membiayai kegiatan pembangunan dan penye-lenggaraan pemerintahan sekaligus meningkatkan pelayanan publik berkualitas, ekonomis, efektif, dan efisien. Hal ini cukup beralasan mengingat Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan, tidak hanya pendanaan dari pemerintah pusat sesuai urusan pemerintahan yang diserahkan, namun jauh lebih penting diberi hak mengoptimalkan sumber-sumber keuangan sendiri yang dipungut berdasarkan aturan dan perundangan yang berlaku, hak untuk mengelola kekayaan daerah, mendapatkan samber pendapatan lain yang sah, dan sumber-sumber pembiayaan.

  Sebagaimana tersirat dalam UU No-32 tahun 2004, sumber pendapatan daerah terdiri atas, pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Meskipun diakui pemerintah pusat setiap tahunnya mengalokasikan dana perimbangan sebagai wujud hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, namun PAD tetap merupakan unsur terpenting sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah. PAD merupakan akumulasi dana yang berhasil dihimpun daerah sesuai dengan kewenangan yang diserahkan pemerintah pusat. Atau, dengan kata lain, besar kecilnya PAD dapat mencerminkan tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.

  Pajak daerah dan retribusi daerah selama ini merupakan sumber pendapatan daerah yang dominan di tiga kabupaten Aceh wilayah timur, oleh karena itu perlu ditingkatkan penerimaannya. Berdasarkan alur pikir teori keuangan daerah, penerimaan pajak pada umumnya digunakan untuk membiayai jasa layanan yang bersifat murni publik (publik goods), sedangkan penerimaan retribusi umumnya digunakan untuk membiayai jasa pelayanan yang bersifat semi publik (semi public goods) di mana komponen manfaat individunya relatif lebih besar.

  Demikian pula halnya dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang yang telah berupaya terus menerus meningkatkan pendapatan asli daerahnya dengan berbagai cara seperti memperluas cakupan pungutan pajak dan retribusi kota, efisiensi biaya pemungutan dan penyempurnaan mekanisme pengelolaan keuangan daerah.

  Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembagunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah.

  Perkembangan PAD Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang selama 9 tahun terakhir (2003-2011) cendrung berfluktuatif. Pada Tahun 2003, 2004, 2005, dan 2006 jumlah pendapatan asli daerah secara bertahap melonjak, walaupun tidak begitu drastis. Tahun 2007, PAD Kota Langsa mencapai Rp. 10,88 milyar. Tahun berikutnya, dengan upaya keras dari Pemerintah Kota Langsa dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah, kontribusi PAD melonjak drastis pada tahun 2008 hingga mencapai Rp. 17,13 milyar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2009 dan 2010 tercatat, PAD Kota Langsa mengalami penurunan Rp. 12,84 milyar dan Rp. 14,45 milyar. Memasuki tahun 2011, PAD Kota Langsa telah mencapai Rp. 21,61 milyar, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selama tahun 2007-2011, pertumbuhan rata-rata PAD tergolong tinggi, yaitu hampir 13,37 persen setiap tahunnya. Dilihat dari sumbernya, lebih dari setengah atau hampir 67,03 persen (paling kurang Rp.

  14,48 milyar) disumbangkan dari retribusi daerah. Itu artinya, objek-objek retribusi daerah masih menjadi andalan utama dalam upaya peningkatan PAD di

  Kota Langsa. Selebihnya berasal dari pos pajak daerah, lain-lain PAD yang sah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah/BUMD.

  Perkembangan PAD Aceh Timur apabila dilihat dari data yang ada maka dapat diketahui jumlah perkembangannya masih relatif lamban dan tidak stabil dibandingkan dengan Kota Langsa. Pada tahun 2003 PAD yang terealisasi sebasar Rp. 6,23 milyar, tahun 2004 turun menjadi Rp. 3,82 milyar, tahun 2005 jauh merosot hingga 1.957.088.167 milyar, tahun 2006 pemerintah daerah Aceh Timur berusaha mengupayakan semaksimal mungkin pendapatan asli daerah yang ada hingga mencapai Rp. 7,15 milyar. Pada tahun 2007 PAD yang terealisasi Rp. 7,15 milyar, pada tahun 2008 PAD Aceh Timur meningkat dengan drastis hingga mencapai Rp. 14.41 milyar, sedangkan pada tahun 2009 dan 2010 kembali terjadi penurunan pendapatan yaitu Rp. 8,50 milyar dan Rp. 8.93 milyar. Memasuki tahun 2011 akhirnya Kabupaten Aceh Timur berhasil menaikkan Pendapatan Asli Daerah menjadi Rp. 13,66 milyar.

  Tidak Jauh berbeda dengan Kota Langsa dan Aceh Timur, dari tahun 2003-2011 jumlah pendapatan asli daerah Aceh Tamiang juga mengalami perubahan, ada yang mengalami penurunan pendapatan dan ada pula yang melonjak drastis seperti yang terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 20,81 milyar, hal ini terjadi karena upaya keras dari Pemerintah Aceh Tamiang dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah, serta menggali potensi-potensi pendapatan daerah yang bisa untuk dikembangkan.

Tabel 1.1. Data Target Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

  

Tahun Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang

  2003 1.372.950.300 4.952.380.201 5.607.654.100 2004 3.721.469.250 6.604.062.629 7.166.810.800 2005 6.319.577.643 2.592.113.880 10.852.700.654 2006 9.474.561.450 5.888.686.993 14.424.505.186 2007 16.610.316.787 13.115.396.105 29.484.511.029 2008 22.219.100.000 27.369.898.164 26.045.117.936 2009 27.441.900.000 45.647.552.884 21.574.603.228 2010 24.969.857.280 46.780.572.647 34.129.135.887 2011 36.310.437.019 58.609.231.264 28.624.412.135

  Sumber : BPS Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang, 2011 70.000.000.000 60.000.000.000 50.000.000.000 40.000.000.000 30.000.000.000 20.000.000.000 10.000.000.000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

  

Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang

Gambar 1.1. Target Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011Tabel 1.2. Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

  

Tahun Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang

  2003 1.808.467.310 6.233.649.347 2.583.405.400 2004 3.947.116.831 3.828.431.764 4.212.117.016 2005 6.074.372.454 1.957.088.167 7.075.397.560 2006 9.742.984.665 7.157.361.669 12.906.535.216 2007 10.887.025.267 7.151.859.577 15.220.314.101 2008 17.134.694.644 14.411.181.053 12.099.716.686 2009 12.848.795.460 8.508.371.906 9.670.172.925 2010 14.457.507.970 8.935.449.601 20.813.147.511 2011 21.612.909.830 13.667.862.972 14.923.079.308

  Sumber : BPS Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang, 2011 25.000.000.000 20.000.000.000 15.000.000.000 10.000.000.000

  5.000.000.000 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang

Gambar 1.2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

  Hubungan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan ekonomi seyogyanya dapat memperlihatkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun.

  Melihat pertumbuhan ekonomi sebagaimana tergambar dalam PDRB Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang periode 2003- 2011 mengalami perkembangan yang berfluktuasi dan cenderung mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Berikut adalah ini adalah data perkembangannya :

Tabel 1.3. Data Produk Domestik Regional Bruto Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

  

Tahun Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang

  2003 821.026,50 1.548.447,58 1.326.980,08 2004 914.703,23 1.707.295,07 1.438.688,89 2005 1.001.539,66 1.890.553,96 1.553.982,73 2006 1.105.664,01 2.076.375,51 1.895.181,58 2007 1.222.245,17 2.120.662,91 1.899.823,09 2008 1.429.001,87 2.439.129,61 2.083.685,07 2009 1.640.923,03 2.370.619,33 2.133.531,06 2010 1.838.075,40 2.426.644,00 2.331.418,35 2011 1.998.214,87 2.483.120,70 2.502.786,62

  Sumber : BPS Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang, 2011

  3.000.000,00 2.500.000,00 2.000.000,00 1.500.000,00 1.000.000,00 500.000,00

  0,00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang

Gambar 1.3. Data Produk Domestik Regional Bruto Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

  Indikator PDRB lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi dibandingkan indikator yang lain seperti jumlah ekspor ataupun tingkat inflasi dikarenakan PDRB lebih menekankan pada kemampuan daerah untuk meningkatkan PDB/PDRB agar dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk.

  Indikator ini secara simultan menunjukkan apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan laju pertambahan penduduk.

  Penggunaan variabel Pendapatan Asli Daerah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dengan alasan PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinesiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

  Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per Kapita.

  Namun berdasarkan data yang ada, misalkan pada tahun 2011 : Realisai PAD Kabupaten Aceh Tamiang mengalami penurunan pendapatan, padahal pendapatan dari PDRB Aceh Tamiang pada tahun tersebut meningkat. Hal ini tentu menjadi sebuah masalah karena hubungan antara PDRB dengan PAD merupakan hubungan secara fungsional, karena pajak daerah merupakan fungsi dari PDRB, yaitu dengan meningkatnya PDRB akan menambah penerimaan pemerintah dari pajak daerah. Selanjutnya dengan bertambahnya penerimaan pemerintah akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kembali. Begitu juga sebaliknya dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita masyarakat, maka akan mendorong kemampuan masyarakat untuk membayar pajak dan pungutan lainnya.

  Berdasarkan fenomena di atas, penelitian ini akan mencoba menganalisis “Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Perekonomian Wilayah

  

Bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten

Aceh Tamiang)”, dengan melihat besaran koefisien detirminasinya sehingga dapat diukur nilai potensi pendapatan asli daerah yang mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDRB atau pertumbuhan ekonomi daerah.

1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka ada rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang akan dilakukan.

  Hal ini untuk mempermudah dalam penulisan tesis ini. Selain itu, rumusan masalah ini diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan pada akhir penulisan tesis, antara lain : 1.

  Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap Perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

2. Apakah ada perbedaan Perekonomian dari wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

  3. Apakah Potensi Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

1.3. Tujuan Penelitian

  Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi

  Hasil terhadap Perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

2. Untuk menganalisis perbedaan Perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

  3. Untuk menganalisis pengaruh Potensi Pendapatan Asli Daerah terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

1.4. Manfaat Penelitian

  Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan acuan untuk digunakan sebagai berikut:

  1. Secara akademis hasil peneliatian ini diharapkan berguna sebagai suatu penelitian yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi peneliti maupaun pihak lain yang tertarik dalam bidang penelitian yang sama.

  2. Secara praktis hasil penelitian ini diharap dapat bermanfaat dalam memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang dalam pelaksanaan perekonomiaan daerah terutama dalam upaya meningkatkan dan menggali potensi pendapatan asli daerah yang ada di Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang.

  3. Bagi penulis, sebagai bahan informasi ilmiah dan wawasan ilmu pengetahuan mengenai potensi pendapatan asli daerah terhadap perekonomian daerah, selain itu menambah pengetahuan penulis mengenai metode analisis regresi panel dalam eviews dan Least Dummy Variabel dalam spss. Sehingga dari pengetahuan-pengetahuan yang penulis peroleh dalam penelitian ini diharapkan dapat di aplikasikan dalam kegiatan penulis selanjutnya.

Dokumen yang terkait

Analisis Pendapatan Pengusaha Perikanan Tangkap pada Pelabuhan Perikanan Idi Kabupaten Aceh Timur

7 132 200

Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Perekonomian Wilayah Bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur Dan Kabupaten Aceh Tamiang)

2 99 129

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Pendapatan Usahatani Kopi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Kabupaten Aceh Tengah Dan Kabupaten Bener Meriah)

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Potensi Ekonomi dan Jumlah Penduduk Miskin Terhadap Pendapatan Perkapita Kabupaten Samosir

0 0 11

Analisis Pendapatan Pengusaha Perikanan Tangkap pada Pelabuhan Perikanan Idi Kabupaten Aceh Timur

0 2 48

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Pendapatan Pengusaha Perikanan Tangkap pada Pelabuhan Perikanan Idi Kabupaten Aceh Timur

0 1 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Perilaku Masyarakat dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Efektivitas Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Jumlah Penduduk Sebagai Variabel Moderating di Kabupaten Aceh Barat Daya

0 0 9

Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Perekonomian Wilayah Bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur Dan Kabupaten Aceh Tamiang)

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah - Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Perekonomian Wilayah Bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur Dan Kabupaten Aceh Tamiang)

0 0 28