Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Perekonomian Wilayah Bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur Dan Kabupaten Aceh Tamiang)

(1)

S E K

O L

A

H P

A

S C

A S A R JA N

A

ANALISIS POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP

PEREKONOMIAN WILAYAH BAGIAN ACEH TIMUR

(KOTA LANGSA, KABUPATEN ACEH TIMUR

DAN KABUPATEN ACEH TAMIANG)

TESIS

Oleh

PUTRI FARADILA

117018027/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

ANALISIS POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP

PEREKONOMIAN WILAYAH BAGIAN ACEH TIMUR

(KOTA LANGSA, KABUPATEN ACEH TIMUR

DAN KABUPATEN ACEH TAMIANG)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Magister Sains dalam Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

PUTRI FARADILA

117018027/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : ANALISIS POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH BAGIAN ACEH TIMUR (KOTA LANGSA, KABUPATEN ACEH TIMUR DAN KABUPATEN ACEH TAMIANG).

Nama Mahasiswa : Putri Faradila Nomor Pokok : 117018027

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr.Ramli, MS)

Ketua Anggota (Dr. Tarmizi, SU)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec) (Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 12 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ramli, SE Anggota : 1. Dr. HB. Tarmizi, SU

2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec 3. Dr. Murni Daulay, SE, M.Si 4. Dr. Rahmanta, M. Si


(5)

ANALISIS POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH BAGIAN ACEH TIMUR

(KOTA LANGSA, KABUPATEN ACEH TIMUR DAN KABUPATEN ACEH TAMIANG)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “ANALISIS POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH BAGIAN ACEH TIMUR (KOTA LANGSA, KABUPATEN ACEH TIMUR DAN KABUPATEN ACEH TAMIANG)” adalah benar hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Agustus 2013

PUTRI FARADILA 117018027/MEP


(6)

ANALISIS POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH BAGIAN ACEH TIMUR

(KOTA LANGSA, KABUPATEN ACEH TIMUR DAN KABUPATEN ACEH TAMIANG)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah dan dana bagi hasil terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur, menganalisis perbedaan perekonomian wilayah bagian Aceh Timur, dan menganalisis pengaruh potensi pendapatan asli daerah terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dengan menggunakan runtun waktu periode tahun 2003 sampai dengan 2011 berupa cross section. Model analisis data dalam penelitian ini adalah model panel, least squares dummy variabel dan regresi sederhana. Hasil penelitian analisis panel menunjukkan variabel pajak daerah dan variabel retribusi daerah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur, sedangkan variabel dana bagi hasil menunjukkan kearah yang negatif dan tidak signifikan terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur. Hasil analisis persamaan least squares dummy variabel menunjukkan ada perbedaan yang signifikan diantara Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang terhadap perekonomian wilayah Aceh bagian Timur. Hasil analisis persamaan Regresi Sederhana menunjukkan variabel potensi pendapatan asli daerah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur.

Kata kunci : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Bagi Hasil, Potensi Pendapatan Asli Daerah, dan Perekonomian Daerah.


(7)

THE ANALYSIS OF THE POTENTIAL OF ORIGINALLY-GENERATED LOCAL REVENUE ON THE ECONOMY OF ACEH TIMUR AREA

(THE CITY OF LANGSA, ACEH TIMUR DISTRICT, AND ACEH TAMIANG DISTRICT)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the influence of local tax, local retribution and revenue-sharing on the economy of Aceh Timur area, the economic disparity economy of Aceh Timur area, and the influence of the potential of originally-generated local revenue on the economy of Aceh Timur area. This study used the secondary data from 2003 to 2011 obtained from the Central Bureau of Statistics and the Office of Local Asset and Financial Management Service in the form of cross-section. The data obtained were analyzed through panel regression model, least squares dummy variable, and simple regression. The result of panel analysis showed that local tax and local retribution had a positive and significant influence on the economy of Aceh Timur area, while revenue-sharing had a negative and insignificant disparity between Langsa, Aceh Timur District and Aceh Tamiang District in the economy of Aceh Timur area. The result of least squares dummy variable analysis showed that there was significant disparity in the economy of Aceh Timur area. The result of the simple equation regression analysis showed that the variable of originally-generated local revenue had positive and significant influence on the economy of Aceh Timur area.

Keywords: Local Tax, Local Retribution, Revenue-Sharing, Potential of Originally-Generated Revenue, Local Economy


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. Berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, mengenai isi maupun dalam pemakaian bahasa, sehingga penulis memohon kritikan yang membangun untuk penulisan lebih lanjut.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada semua pihak baik yang langsung atau tidak terkait dalam penyelesaian tesis ini, berkat semua pihak yang telah memberi dorongan terhadap penulis sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang antara lain :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Study Magister Ilmu Ekonomi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli, MS, selaku Sekretaris Program Study Magister Ilmu Ekonomi, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Prof. Dr. Ramli, MS dan Bapak Dr. HB. Tarmizi, SU, selaku Komisi Pembimbing, yang telah banyak meluangkan waktu dan fikiran untuk memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam penulisan tesis ini hingga selesainya tesis ini.

6. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, Ibu Dr. Murni Daulay, SE, M.Si dan Bapak Dr. Rahmanta, M.Si, selaku Komisi Pembanding, yang telah banyak memberikan saran-saran dan kritik membangun demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar dan staf Administrasi di Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

8. Ayahanda tercinta Zainal Abidin dan Ibunda tercinta Farida Aryani yang sangat berjasa dalam kehidupan penulis. Kakanda Deni Prihatini, Sri Maida Sari, Wulan Tri Desiyanti serta Adinda tersayang Indah Puji Lestari dan Ridho Fadhlullah yang selalu memberikan do’a restu dan dukungan moril, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini.

9. Sahabat tersayang Safrita Fonna, Rini Maulida, Intan Bahagiana, Syafrida Hanum Siregar, Ade Novalina, Diwayana Putri, Nur Khoiriyah, Senia Dafmi, Ade Rahmah Ayu, T. Henny Harumi and special to my sista Rachmi Badriah (Kak Nona). I love you so much friends... *

10.Seluruh keluarga besar yang ada di Langsa dan seluruh keluarga besar yang ada di Medan, terutama Prof. Ramli Family’s.

11.Seluruh teman-teman seperkuliahan di Program Magister Ekonomi Pembangunan Angkatan 21, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Terimakasih atas kebersamaan yang selama ini terjalin dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca serta menambah pengetahuan bagi penulis sendiri. Semoga kiranya Allah SWT memberikan berkah dan rahmat-Nya kepada kita semua, Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Agustus 2013 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : PUTRI FARADILA Tempat dan Tanggal Lahir : Langsa, 17 Februari 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Nama Ayah : Zainal Abidin Nama Ibu : Farida Aryani

Alamat Rumah : Jl. Kuburan No.DG 78 Gp. Sidodadi Kecamatan Langsa Lama

Kota Langsa Pendidikan

1.Tahun 1994-2000 : SD Negeri Sidorejo

2.Tahun 2000-2003 : Madrasah Tsanawiyah Negeri Langsa 3.Tahun 2003-2006 : Madrasah Aliyah 2 Langsa

4.Tahun 2006-2011 : Universitas Samudera Langsa Program Studi Teknik Industri

5.Tahun 2011-2013 : Sekolah Pascasarjana Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan USU – Medan.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB. I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 13

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Landasan Teori ... 14

2.1.1 Pendapatan Asli Daerah ... 14

2.1.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah ... 16

2.1.3 Potensi Pendapatan Daerah ... 24

2.1.4 Pengelolaan Keuangan Daerah ... 27

2.1.5 Penilaian Potensi Pendapatan Asli Daerah ... 29

2.1.6 Pengukuran/Penilaian Pendapatan Asli Daerah ... 32

2.1.7 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 33

2.1.8 Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 33

2.1.9 Hubungan anatara Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi ... 35

2.2 Penelitian Terhadulu ... 36

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 40

2.3.1 Kerangka Konseptual ... 40

2.4.2 Hipotesis ... 41

BAB. III METODE PENELITIAN ... 42

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 42

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 42

3.3 Metode Analisis ... 42

3.4 Model Analisis ... 43

3.5 Pengujian Model ... 45

3.5.1 Model Efek Tetap (Fixed Efect Model) ... 47


(12)

3.5.3 Uji Chow (Chow Test) ... 47

3.5.4 Uji Hausman (Hausman Test) ... 48

3.6 Uji kesesuaian (Test Goodness of Fit) ... 50

3.7 Definisi Operasional ... 51

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1. Gambaran Umum Wilayah Bagian Aceh Timur ... 52

4.1.1 Gambaran Umum Kota Langsa ... 53

4.1.2 Gambaran Umum Aceh Timur ... 57

4.1.3 Gambaran Umum Aceh Tamiang ... 59

4.2. Pertumbuhan Perekonomian ... 62

4.2.1 Pertumbuhan Perekonomian Kota Langsa ... 62

4.2.2 Pertumbuhan Perekonomian Aceh Timur ... 64

4.2.3 Pertumbuhan Perekonomian Aceh Tamiang ... 65

4.3. Pertumbuhan Pajak Daerah ... 66

4.4. Pertumbuhan Retribusi Daerah ... 70

4.5. Pertumbuhan Bagi Hasil ... 73

4.6. Analisis Hasil Estimasi ... 76

1. Hasil Persamaan Regresi Panel ... 76

2. Hasil Persamaan Least Square Dummy Variabel ... 87

3. Hasil Persamaan Regresi Sederhana ... 89

BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

5.1 Kesimpulan ... 91

5.2 Saran ... 91


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Target Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur

dan Aceh Tamiang ... 7

1.2 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang ... 8

1.3 Data Produk Domestik Regional Bruto Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang ... 9

2.1 Jenis Pajak Derah Untuk Kabupaten/Kota Menurut Undang-undang Nomor 34/2009 dan Undang-undang Nomor 28/2009 ... 18

4.1. Pertumbuhan Pajak Daerah Kota Langsa ... 67

4.2. Pertumbuhan Pajak Daerah Aceh Timur ... 68

4.3. Pertumbuhan Pajak Daerah Aceh Tamiang ... 69

4.4. Pertumbuhan Retribusi Daerah Kota Langsa ... 70

4.5. Pertumbuhan Retribusi Daerah Aceh Timur ... 71

4.6. Pertumbuhan Retribusi Daerah Aceh Tamiang ... 72

4.7. Pertumbuhan Bagi Hasil Kota Langsa ... 73

4.8. Pertumbuhan Bagi Hasil Aceh Timur... 74

4.9. Pertumbuhan Bagi Hasil Aceh Tamiang ... 75

4.10. Pooled Last Square dengan Commont Intercept ... 77

4.11. Pooled Last Square dengan Fixed Effect Model... 78

4.12. Fixed Effect dengan Heterokedastisitas... 80

4.13. Hasil Uji Chow ... 81

4.14. Hasil Uji Hausman ... 82

4.15. Hasil Analisis Koefisien Determinasi ... 86

4.16. Nilai F-hitung... 86

4.17. Nilai t-hitung ... 87


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1.1 Target Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur

dan Aceh Tamiang ... 7

1.2 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang ... 8

1.3 Data Produk Domestik Regional Bruto Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang ... 9

2.1 Potensi Daerah ... 25

2.2 Kerangka Konseptual ... 40

4.1. Pertumbuhan Ekonomi Kota Langsa ... 63

4.2. Pertumbuhan Riil Sektor Ekononi Kota Langsa ... 63

4.3. Pertumbuhan Ekonomi Aceh Timur ... 64

4.4. Pertumbuhan Riil Sektor Ekononi Aceh Timur... 65

4.5. Pertumbuhan Ekonomi Aceh Tamiang ... 66

4.6. Pertumbuhan Riil Sektor Ekononi Aceh Tamiang ... 66

4.7. Pertumbuhan Pajak Daerah Kota Langsa ... 67

4.8. Pertumbuhan Pajak Daerah Aceh Timur ... 68

4.9. Pertumbuhan Pajak Daerah Aceh Tamiang ... 69

4.10. Pertumbuhan Retribusi Daerah Kota Langsa ... 70

4.11. Pertumbuhan Retribusi Daerah Aceh Timur ... 71

4.12. Pertumbuhan Retribusi Daerah Aceh Tamiang ... 72

4.13. Pertumbuhan Bagi Hasil Kota Langsa ... 74

4.14. Pertumbuhan Bagi Hasil Aceh Timur... 75


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabulasi Data ... 97

2. Data Variabel Uji Panel ... 98

3. Output Common Intercept ... 99

4. Output Fixed Effect Model ... 100

5. Fixed Effect Model bebas Heterokestisitas ... 101

6. Uji Hausman Test ... 102

7. Data Variabel LSDV (Least Square Dummy Variabel) ... 103

8. Output Regresi LSDV (Least Square Dummy Variabel) ... 104

9. Data Variabel PPAD ... 106

10. Menghitung Nilai PPAD ... 107

11. Output PPAD terhadap PDRB ... 108

12. F-tabel ... 110


(16)

ANALISIS POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH BAGIAN ACEH TIMUR

(KOTA LANGSA, KABUPATEN ACEH TIMUR DAN KABUPATEN ACEH TAMIANG)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah dan dana bagi hasil terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur, menganalisis perbedaan perekonomian wilayah bagian Aceh Timur, dan menganalisis pengaruh potensi pendapatan asli daerah terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik dan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dengan menggunakan runtun waktu periode tahun 2003 sampai dengan 2011 berupa cross section. Model analisis data dalam penelitian ini adalah model panel, least squares dummy variabel dan regresi sederhana. Hasil penelitian analisis panel menunjukkan variabel pajak daerah dan variabel retribusi daerah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur, sedangkan variabel dana bagi hasil menunjukkan kearah yang negatif dan tidak signifikan terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur. Hasil analisis persamaan least squares dummy variabel menunjukkan ada perbedaan yang signifikan diantara Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang terhadap perekonomian wilayah Aceh bagian Timur. Hasil analisis persamaan Regresi Sederhana menunjukkan variabel potensi pendapatan asli daerah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur.

Kata kunci : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dana Bagi Hasil, Potensi Pendapatan Asli Daerah, dan Perekonomian Daerah.


(17)

THE ANALYSIS OF THE POTENTIAL OF ORIGINALLY-GENERATED LOCAL REVENUE ON THE ECONOMY OF ACEH TIMUR AREA

(THE CITY OF LANGSA, ACEH TIMUR DISTRICT, AND ACEH TAMIANG DISTRICT)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the influence of local tax, local retribution and revenue-sharing on the economy of Aceh Timur area, the economic disparity economy of Aceh Timur area, and the influence of the potential of originally-generated local revenue on the economy of Aceh Timur area. This study used the secondary data from 2003 to 2011 obtained from the Central Bureau of Statistics and the Office of Local Asset and Financial Management Service in the form of cross-section. The data obtained were analyzed through panel regression model, least squares dummy variable, and simple regression. The result of panel analysis showed that local tax and local retribution had a positive and significant influence on the economy of Aceh Timur area, while revenue-sharing had a negative and insignificant disparity between Langsa, Aceh Timur District and Aceh Tamiang District in the economy of Aceh Timur area. The result of least squares dummy variable analysis showed that there was significant disparity in the economy of Aceh Timur area. The result of the simple equation regression analysis showed that the variable of originally-generated local revenue had positive and significant influence on the economy of Aceh Timur area.

Keywords: Local Tax, Local Retribution, Revenue-Sharing, Potential of Originally-Generated Revenue, Local Economy


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang antara lain diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah, baik Tingkat I maupun Tingkat II. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan sebagai peningkatan output masyarakat yang disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi. Budiono (1992) menyatakan bahwa Pertumbuhan ekonomi menurutnya adalah suatu sumber kenaikan output.

PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah. Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan produktifitas


(19)

masyarakat itu sendiri. Keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatakan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Salah satu komponen yang mempengaruhi kenaikan output tersebut adalah pengeluaran pemerintah. Adi (2006) menyatakan bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin potensi yang dimiliki oleh propinsi (daerah) yang bersangkutan, mengingat potensi masing-masing daerah bervariasi maka sebaiknya masing-masing daerah harus menentukan kegiatan sektor ungulan.

Peran pemerintah dalam upaya menciptakan pertumbuhan ekonomi mulai di pandang sebagai suatu hal yang penting ketika mekanisme pasar sebagai motor pergerakan mengalami kegagalan. Mangkoesoebroto (1999) menyatakan dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 golongan besar, yaitu; 1) peranan alokasi, yaitu peranan pemerintah dalam alokasi sumber-sumber ekonomi; 2) peranan distribusi, dan; 3) peranan stabilisasi. Pada kebanyakan negara berkembang pelaksanaan 3 peran pemerintah ini banyak menghadapi kendala dan permasalahan dalam rangka akselerasi pertumbuhan ekonomi, terutama apabila dihadapkan pada masalah pembangunan daerah. Salah satu indikator dari pertumbuhan ekonomi regional tercermin pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Menyadari keterbatasan anggaran yang bersumber dari dana pemerintah guna memacu peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, maka selain ekstensifikasi upaya pengajuan program kepada pemerintah pusat yang


(20)

lebih penting lagi adalah intensifikasi dan ekstesifikasi penggalian potensi dana yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Otonomi daerah yang mulai dilaksanakan secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001, merupakan kebijakan sangat demokratis dalam rangka memenuhi semua aspek desentralisasi pemerintahan yang sesungguhnya. Perubahan paradigma pemerintahan ditandai dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, selanjutnya direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, disamping beberapa peraturan lainnya. Konsekuensi logis perubahan tersebut berdampak positif atau telah membawa suatu perubahan sangat mendasar dalam hubungan tatanan pemerintahan dan pengelolaan keuangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah, baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.

Kewenangan yang luas sebagai konsekuensi otonomi daerah menuntut setiap daerah untuk mendayagunakan berbagai potensi sumberdaya ekonomi secara optimal dan berkelanjutan. Daerah harus kreatif dan inovatif menggali peluang-peluang ekonomi dan sumberdaya keuangan guna membiayai kegiatan pembangunan dan penye-lenggaraan pemerintahan sekaligus meningkatkan pelayanan publik berkualitas, ekonomis, efektif, dan efisien. Hal ini cukup beralasan mengingat Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan, tidak hanya pendanaan dari pemerintah pusat sesuai urusan pemerintahan yang diserahkan, namun jauh lebih penting diberi hak mengoptimalkan sumber-sumber keuangan sendiri yang dipungut berdasarkan aturan dan perundangan yang


(21)

berlaku, hak untuk mengelola kekayaan daerah, mendapatkan samber pendapatan lain yang sah, dan sumber-sumber pembiayaan.

Sebagaimana tersirat dalam UU No-32 tahun 2004, sumber pendapatan daerah terdiri atas, pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Meskipun diakui pemerintah pusat setiap tahunnya mengalokasikan dana perimbangan sebagai wujud hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, namun PAD tetap merupakan unsur terpenting sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah. PAD merupakan akumulasi dana yang berhasil dihimpun daerah sesuai dengan kewenangan yang diserahkan pemerintah pusat. Atau, dengan kata lain, besar kecilnya PAD dapat mencerminkan tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.

Pajak daerah dan retribusi daerah selama ini merupakan sumber pendapatan daerah yang dominan di tiga kabupaten Aceh wilayah timur, oleh karena itu perlu ditingkatkan penerimaannya. Berdasarkan alur pikir teori keuangan daerah, penerimaan pajak pada umumnya digunakan untuk membiayai jasa layanan yang bersifat murni publik (publik goods), sedangkan penerimaan retribusi umumnya digunakan untuk membiayai jasa pelayanan yang bersifat semi publik (semi public goods) di mana komponen manfaat individunya relatif lebih besar.

Demikian pula halnya dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang yang telah berupaya terus menerus meningkatkan pendapatan asli daerahnya dengan berbagai cara seperti memperluas cakupan pungutan pajak dan retribusi kota, efisiensi biaya pemungutan dan penyempurnaan mekanisme pengelolaan keuangan daerah.


(22)

Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembagunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah.

Perkembangan PAD Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang selama 9 tahun terakhir (2003-2011) cendrung berfluktuatif. Pada Tahun 2003, 2004, 2005, dan 2006 jumlah pendapatan asli daerah secara bertahap melonjak,

walaupun tidak begitu drastis. Tahun 2007, PAD Kota Langsa mencapai Rp. 10,88 milyar. Tahun berikutnya, dengan upaya keras dari Pemerintah Kota

Langsa dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah, kontribusi PAD melonjak drastis pada tahun 2008 hingga mencapai Rp. 17,13 milyar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2009 dan 2010 tercatat, PAD Kota Langsa mengalami penurunan Rp. 12,84 milyar dan Rp. 14,45 milyar. Memasuki tahun 2011, PAD Kota Langsa telah mencapai Rp. 21,61 milyar, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selama tahun 2007-2011, pertumbuhan rata-rata PAD tergolong tinggi, yaitu hampir 13,37 persen setiap tahunnya. Dilihat dari sumbernya, lebih dari setengah atau hampir 67,03 persen (paling kurang Rp. 14,48 milyar) disumbangkan dari retribusi daerah. Itu artinya, objek-objek retribusi daerah masih menjadi andalan utama dalam upaya peningkatan PAD di


(23)

Kota Langsa. Selebihnya berasal dari pos pajak daerah, lain-lain PAD yang sah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah/BUMD.

Perkembangan PAD Aceh Timur apabila dilihat dari data yang ada maka dapat diketahui jumlah perkembangannya masih relatif lamban dan tidak stabil dibandingkan dengan Kota Langsa. Pada tahun 2003 PAD yang terealisasi sebasar Rp. 6,23 milyar, tahun 2004 turun menjadi Rp. 3,82 milyar, tahun 2005 jauh merosot hingga 1.957.088.167 milyar, tahun 2006 pemerintah daerah Aceh Timur berusaha mengupayakan semaksimal mungkin pendapatan asli daerah yang ada hingga mencapai Rp. 7,15 milyar. Pada tahun 2007 PAD yang terealisasi Rp. 7,15 milyar, pada tahun 2008 PAD Aceh Timur meningkat dengan drastis hingga mencapai Rp. 14.41 milyar, sedangkan pada tahun 2009 dan 2010 kembali terjadi penurunan pendapatan yaitu Rp. 8,50 milyar dan Rp. 8.93 milyar. Memasuki tahun 2011 akhirnya Kabupaten Aceh Timur berhasil menaikkan Pendapatan Asli Daerah menjadi Rp. 13,66 milyar.

Tidak Jauh berbeda dengan Kota Langsa dan Aceh Timur, dari tahun 2003-2011 jumlah pendapatan asli daerah Aceh Tamiang juga mengalami perubahan, ada yang mengalami penurunan pendapatan dan ada pula yang melonjak drastis seperti yang terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 20,81 milyar, hal ini terjadi karena upaya keras dari Pemerintah Aceh Tamiang dalam memungut pajak daerah dan retribusi daerah, serta menggali potensi-potensi pendapatan daerah yang bisa untuk dikembangkan.


(24)

Tabel 1.1. Data Target Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

Tahun Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang 2003 1.372.950.300 4.952.380.201 5.607.654.100 2004 3.721.469.250 6.604.062.629 7.166.810.800 2005 6.319.577.643 2.592.113.880 10.852.700.654 2006 9.474.561.450 5.888.686.993 14.424.505.186 2007 16.610.316.787 13.115.396.105 29.484.511.029 2008 22.219.100.000 27.369.898.164 26.045.117.936 2009 27.441.900.000 45.647.552.884 21.574.603.228 2010 24.969.857.280 46.780.572.647 34.129.135.887 2011 36.310.437.019 58.609.231.264 28.624.412.135 Sumber : BPS Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang, 2011

Gambar 1.1. Target Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

0 10.000.000.000 20.000.000.000 30.000.000.000 40.000.000.000 50.000.000.000 60.000.000.000 70.000.000.000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang


(25)

Tabel 1.2. Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

Tahun Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang 2003 1.808.467.310 6.233.649.347 2.583.405.400 2004 3.947.116.831 3.828.431.764 4.212.117.016 2005 6.074.372.454 1.957.088.167 7.075.397.560 2006 9.742.984.665 7.157.361.669 12.906.535.216 2007 10.887.025.267 7.151.859.577 15.220.314.101 2008 17.134.694.644 14.411.181.053 12.099.716.686 2009 12.848.795.460 8.508.371.906 9.670.172.925 2010 14.457.507.970 8.935.449.601 20.813.147.511 2011 21.612.909.830 13.667.862.972 14.923.079.308 Sumber : BPS Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang, 2011

Gambar 1.2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

0 5.000.000.000 10.000.000.000 15.000.000.000 20.000.000.000 25.000.000.000

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang


(26)

Hubungan Pendapatan Asli Daerah terhadap Pertumbuhan ekonomi seyogyanya dapat memperlihatkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun. Melihat pertumbuhan ekonomi sebagaimana tergambar dalam PDRB Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang periode 2003-2011 mengalami perkembangan yang berfluktuasi dan cenderung mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Berikut adalah ini adalah data perkembangannya : Tabel 1.3. Data Produk Domestik Regional Bruto Kota Langsa, Aceh Timur

dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

Tahun Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang 2003 821.026,50 1.548.447,58 1.326.980,08 2004 914.703,23 1.707.295,07 1.438.688,89 2005 1.001.539,66 1.890.553,96 1.553.982,73 2006 1.105.664,01 2.076.375,51 1.895.181,58 2007 1.222.245,17 2.120.662,91 1.899.823,09 2008 1.429.001,87 2.439.129,61 2.083.685,07 2009 1.640.923,03 2.370.619,33 2.133.531,06 2010 1.838.075,40 2.426.644,00 2.331.418,35 2011 1.998.214,87 2.483.120,70 2.502.786,62 Sumber : BPS Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang, 2011


(27)

Gambar 1.3. Data Produk Domestik Regional Bruto Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang Tahun 2003 – 2011

Indikator PDRB lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi dibandingkan indikator yang lain seperti jumlah ekspor ataupun tingkat inflasi dikarenakan PDRB lebih menekankan pada kemampuan daerah untuk meningkatkan PDB/PDRB agar dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Indikator ini secara simultan menunjukkan apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan laju pertambahan penduduk.

Penggunaan variabel Pendapatan Asli Daerah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dengan alasan PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinesiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara

0,00 500.000,00 1.000.000,00 1.500.000,00 2.000.000,00 2.500.000,00 3.000.000,00

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kota Langsa Aceh Timur Aceh Tamiang


(28)

berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan merangsang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per Kapita.

Namun berdasarkan data yang ada, misalkan pada tahun 2011 : Realisai PAD Kabupaten Aceh Tamiang mengalami penurunan pendapatan, padahal pendapatan dari PDRB Aceh Tamiang pada tahun tersebut meningkat. Hal ini tentu menjadi sebuah masalah karena hubungan antara PDRB dengan PAD merupakan hubungan secara fungsional, karena pajak daerah merupakan fungsi dari PDRB, yaitu dengan meningkatnya PDRB akan menambah penerimaan pemerintah dari pajak daerah. Selanjutnya dengan bertambahnya penerimaan pemerintah akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kembali. Begitu juga sebaliknya dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita masyarakat, maka akan mendorong kemampuan masyarakat untuk membayar pajak dan pungutan lainnya.

Berdasarkan fenomena di atas, penelitian ini akan mencoba menganalisis “Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Perekonomian Wilayah Bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang)”, dengan melihat besaran koefisien detirminasinya sehingga


(29)

dapat diukur nilai potensi pendapatan asli daerah yang mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDRB atau pertumbuhan ekonomi daerah.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka ada rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang akan dilakukan. Hal ini untuk mempermudah dalam penulisan tesis ini. Selain itu, rumusan masalah ini diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan pada akhir penulisan tesis, antara lain :

1. Apakah Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap Perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

2. Apakah ada perbedaan Perekonomian dari wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

3. Apakah Potensi Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi Hasil terhadap Perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).


(30)

2. Untuk menganalisis perbedaan Perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

3. Untuk menganalisis pengaruh Potensi Pendapatan Asli Daerah terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan acuan untuk digunakan sebagai berikut:

1. Secara akademis hasil peneliatian ini diharapkan berguna sebagai suatu penelitian yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi peneliti maupaun pihak lain yang tertarik dalam bidang penelitian yang sama.

2. Secara praktis hasil penelitian ini diharap dapat bermanfaat dalam memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang dalam pelaksanaan perekonomiaan daerah terutama dalam upaya meningkatkan dan menggali potensi pendapatan asli daerah yang ada di Kota Langsa, Aceh Timur dan Aceh Tamiang.

3. Bagi penulis, sebagai bahan informasi ilmiah dan wawasan ilmu pengetahuan mengenai potensi pendapatan asli daerah terhadap perekonomian daerah, selain itu menambah pengetahuan penulis mengenai metode analisis regresi panel dalam eviews dan Least Dummy Variabel dalam spss. Sehingga dari pengetahuan-pengetahuan yang penulis peroleh dalam penelitian ini diharapkan dapat di aplikasikan dalam kegiatan penulis selanjutnya.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pendapatan Asli Daerah

Sesuai dengan UU No. 33 Tahun 2004, apabila kebutuhan pembiayaan suatu daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi atau bantuan dari pusat, dan nyatanya kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan sangat kecil, maka dapat dipastikan bahwa kinerja keuangan daerah itu masih sangat lemah. Kecilnya kontribusi PAD kebutuhan pembiayaan sebagaimana yang tertuang dalam APBD merupakan bukti kekurang mampuan daerah dalam mengelolah sumber daya perekonomiannya terutama sumber-sumber pendapatan daerah.

Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah), pendapatan daerah berasal dari penerimaan dari dana perimbangan pusat dan daerah, juga yang berasal daerah itu sendiri yaitu pendapatan asli daerah serta lain-lain pendapatan yang sah.

Pengertian pendapatan asli daerah menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yaitu sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.


(32)

Menurut Nurcholis (2007), pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperopleh daerah dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah.

Menurut Halim (2004), "Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah." Menurut Halim dan Nasir (2006), "Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Menurut Warsito (2001) Pendapatan Asli Daerah “Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah”.

Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri :

1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah,

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.

Menurut Undang-undang No. 33 tahun 2004 pasal 1, “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan


(33)

untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.

Menurut Mardiasmo (2002), “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah”. Dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pemerintah daerah dilarang :

a Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan,

b Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan import/ekspor.

Dari beberapa pendapat di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendapatan asli daerah adalah semua penerimaan keuangan suatu daerah, dimana penerimaan keuangan itu bersumber dari potensi-potensi yang ada di daerah tersebut misalnya pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain, serta penerimaan keuangan tersebut diatur oleh peraturan daerah.

2.1.2. Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah Sumber-sumber Pendapatan Daerah terdiri atas : a. Hasil Pajak Daerah

Kesit (2003) menyatakan bahwa pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang yang berlaku, yang hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Mardiasmo (1992) yang dimaksud dengan


(34)

pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut.

Pajak daerah dalam hal ini ditetapkan oleh peraturan daerah. Untuk menerbitkan peraturan daerah peraturan daerah tentang pajak diharuskan memenuhi kriteria sebagai berikut :

1) Bersifat pajak dan bukan retribusi

2) Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten

3) Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum

4) Objek pajak bukan objek provinsi dan atau objek pajak pusat.

5) Potensinya memadai, berarti bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.

6) Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif, yang berarti bahwa pajak tidak mengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi secara efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah dan kegiatan ekspor-impor (Halim dan Mujib, 2009).

Pemerintah daerah harus memastikan bahwa penerimaan pajak lebih besar dari biaya pemungutannya. Selain itu, pemerintah daerah perlu menjaga stabilitas penerimaan pajak tersebut. Fluktuasi penerimaan pajak hendaknya dijaga tidak terlalu besar sebab jika sangat berfluktuasi juga kurang baik untuk perencanaan keuangan daerah (Mahmudi, 2010).


(35)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Jenis pajak daerah terdiri dari pajak daerah kabupaten/kota cukup banyak dan bervariasi. Dengan peraturan perpajakan yang baru jumlah penerimaan pajak ini diharapkan meningkat untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam mengelola perekonomian dan pembangunan daerahnya masing-masing.

Tabel 2.1. Jenis Pajak Daerah Untuk Kabupaten/Kota Menurut Undang-undang Nomor 34/2000 dan Undang-Undang-undang Nomor 28/2009

Landasan Kabupaten/Kota

Hukum Jenis Pajak Tarif (%)

UU No. 34/2000 1. Pajak Hotel 10 2. Pajak Restoran 10 3. Pajak Hiburan 35 4. Pajak Reklame 25 5. Pajak Penerangan Jalan 10 6. Pajak Pengambilan Bahan Golongan C 20 7. Pajak Parkir 20

UU No. 28/2009 1. Pajak Hotel 10 2. Pajak Restoran 10 3. Pajak Hiburan 35 4. Pajak Reklame 25 5. Pajak Penerangan Jalan 10 6. Pajak Mineral Bukan Logam 25 7. Pajak Parkir 30 8. Pajak Air Tanah 20 9. Pajak Sarang Burung Walet 10 10. Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan

30 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan

5 Sumber : UU No. 34/2000 dan UU No. 28/2009


(36)

b. Hasil Retribusi Daerah

Menurut Sumitro (1979), pengertian retribusi secara umum adalah pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara. Pengertian yang hampir sama diberikan oleh Munawir (1980), retribusi daerah adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan disini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik pemerintah dia tidak dikenakan iuran itu.

Retribusi daerah pada umumnya merupakan sumber pendapatan penyumbang PAD kedua setelah pajak daerah. Bahkan untuk beberapa daerah penerimaan retribusi daerah ini lebih tinggi daripada pajak daerah. Retribusi daerah memiliki karakteristik yang berbeda dengan pajak daerah. Pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib pajak atas pembayaran pajak tersebut. Sementara itu, retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas pemanfaatan suatu jasa tertentu yang disediakan pemerintah. Jadi dalam hal ini terdapat imbalan langsung yang dapat dinikmati pembayar retribusi.

Terdapat tiga jenis retribusi daerah yaitu, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Berbeda dengan pajak daerah yang bersifat tertutup, untuk retribusi ini pemerintah daerah masih diberi peluang untuk menambah jenisnya namun harus pula memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur undang-undang (Mahmudi, 2010)


(37)

Karena retribusi ini terkait dengan pelayanan tertentu, maka prinsip manajemen retribusi daerah yang paling utama adalah perbaikan pelayanan tersebut. Tentunya selain perbaikan pelayanan, pemerintah daerah juga perlu melakukan berbagai perbaikan sebagaimana halnya pajak daerah, seperti perluasan basis retribusi, pengendalian atas kebocoran penerimaan retribusi, dan perbaikan administrasi pemungutan retribusi (Mahmudi, 2009).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Jenis Retribusi Jasa Umum adalah :

a) Retribusi Jasa Kesehatan;

b) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; c) Retribusi Pelayanan Parkir di tepi Jalan Umum; d) Retribusi Pelayanan Pasar;

e) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;

f) Retribusi Pemeriksaaan Alat Pemadam Kebakaran g) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;

h) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang; i) Retribusi Pelayanan Pendidikan;

j) Retribusi Penyediaan dan/atau penyedot kakus; k) Retribusi Pengolahan Limbah Cair;

l) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi; Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil.

Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah :

a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;


(38)

c) Retribusi Terminal;

d) Retribusi Tempat Khusus Parkir; e) Retribusi Tempat Penginapan/Mess f) Retribusi Rumah Potong Hewan;

g) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga; h) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah : a) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; b) Retribusi Izin Gangguan;

c) Retribusi Izin Trayek;

d) Retribusi Izin Usaha Perikanan.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

Hasil pengelolaan kekayaan milikdaerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup :

1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD. 2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMD. 3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau

kelompok usahha masyarakat. d. Lain-lain PAD yang sah

Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Rekening ini untuk mengakuntansikan penerimaan daerah


(39)

selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut :

1) Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan 2) Jasa giro

3) Pendapatan bunga

4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah

5) Penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.

6) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

7) Pendapatan denda pajak 8) Pendapatan denda retribusi 9) Pendapatan eksekusi atas jaminan 10) Pendapatan dari pengembalian 11) Fasilitas sosial dan umum

12) Pendapatan dari penyelenggara pendidikan dan pelatihan 13) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan

e. Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Pengaturan DBH dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan Daerah merupakan penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun


(40)

1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Nomor 17 Tahun 2000. Dalam Undang-Undang tersebut dimuat pengaturan mengenai Bagi Hasil penerimaan Pajak penghasilan (PPh) pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta sektor pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dari DAK, dialihkan menjadi DBH. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

DBH terdiri atas:

1.

a.

b.

c.

2)

2.

a.


(41)

b.

c.

d.

e. Pertambangan f. Pertambangan 2.1.3. Potensi Pendapatan Daerah

Potensi adalah sesuatu yang sebenarnya sudah ada, hanya belum didapat atau diperoleh di tangan. Potensi pendapatan satu daerah dengan daerah yang Lain berbeda-beda disebabkan oleh faktor demografi, ekonomi, sosiologi, budaya, geomorfologi, dan ingkungan yang berbeda-beda. Namun terkadang suatu potensi tidak dapat diolah akibatkan keterbatasan sumber daya manusia, permodaan, dan peraturan perundangan yag membatasi. Jika dilihat dari kepemilikan potensi yang ada, suatu daerah dapat dikatagorikan menjadi empat, yaitu :

1. Memiliki potensi dan kemampuan mengelola yang tinggi

2. Memiliki potensi yang tinggi tetapi kemampuan mengelolanya rendah 3. Memiliki potensi yang rendah tetapi memilki kemampuan mengelola tinggi 4. Memiliki potensi yang rendah dan kemampuan mengelola yang rendah


(42)

POTENSI

Tinggi KUADRAN II Potensi Tinggi,

Kemampuan mengelola Rendah (Intensifikasi)

KUADRAN I Potensi Tinggi,

Kemampuan mengelola Tinggi (Promosi dan Ekspansi) Rendah KUADRAN IV

Potensi Rendah,

Kemampuan mengelola Rendah (Edukasi dan Pengembangan)

KUADRAN III Potensi Rendah,

Kemampuan mengelola Tinggi (Ektensifikasi / Ekspansi)

Rendah Tinggi

KEMAMPUAN MENGELOLA Gambar 2.2. Potensi Daerah

Kuadran I merupakan kondisi yang ideal, yakni pemerintah memiliki potensi pendapatan yang tinggi serta kemampuan mengelola potensi tersebut juga tinggi. Pada kondisi ini yang perlu dilakukan adalah menjaga sumber pendapatan untuk kesinambungan fiskal antar generasi. Dengan kemampuan mengelola yang tinggi tidak berarti potensi yang ada harus dieksploitasi seluruhnya saat ini sehingga mengakibatkan generasi berikutnya tidak lagi menikmati potensi pendapatan tersebut. Hal ini terkait khususnya dengan potensi ekonomi dari sumber daya alam yang tidak terbarui.

Kuadran II adalah kondisi pemerintah yang memilki potensi pendapatan yang tinggi tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk mengelola potensi tersebut secara memadai. Kondisi seperti ini pada umumnya dialami oleh pemerintah di negara-negara berkembang, termasuk indonesia. Kondisi pada kuadran II ini merupakan kondisi yang cukup rawan karena akan menjadi ajang kepentingan banyak pihak, termasuk pihak asing untuk berebut memanfaatkan (eksploitasi) potensi besar yang tidak terkelola dengan baik. Oleh karenya, pada kondisi kuadran II ini diperlukan semangat nasionalisme ekonomi, yakni semangat untuk melindungi dan memanfaatkan potensi ekonomi untuk kepentingan bangsa dan


(43)

kesejahteraan masyarakat. Sebab jika tidak terdapat nasionalisme ekonomi dapat terjadi eksploitasi oleh kepentingan asing atau kepentingan pihak-pihak tertentu saja, sehingga kesinambungan fiskal untuk generasi di masa datang dapat terganggu. Strategi pengelolaan potensi pendapatan yang dapat dilakukan oleh pemerintah pada kondisi kuadran II anatara lain : 1) intensifikasi pendapatan, 2) kemitraan dengan pihak swasta untuk mengelola potensi yang ada, 3) joint venture dengan investor, dan 4) peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam mengelola potensi yang ada.

Kuadran III adalah kondisi pemerintahan yang memiliki potensi yang rendah tapi pada dasarnya mempunyai kapasitas untuk mengelola yang tinggi. Pada kondisi ini strategi yang dapat dilakukan adalah melakukan ekstensifikasi atau ekspansi.

Kuadran IV adalah kondisi paling buruk yang perlu dihindari, yaitu potensi yang dimiliki rendah dan kemampuan mengelola pendapatanjuga rendah. Pada kondisi kuadran IV ini perlu dilakukan strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui program pendidikan dan pelatihan (edukasi). Sehingga memiliki kapasitas mengelola potensi pendapatan secara lebih baik. Manager publik yang mengelola pemerintahan yang masuk dalam kategori kudran IV ini perlu mengarahkan strategi dan program sehingga mencapai kondisi kuadran III. Pengembangan kualitas sumber daya manusia merupakan langkah terpenting untuk memperbaiki kondisi tersebut.


(44)

2.1.4. Pengelolaan Keuangan Daerah

Pada dasarnya pengelolaan keuangan daerah menyangkut tiga bidang analisis yang saling terkait satu bidang dengan lainnya. Ketiga aspek itu meliputi : 1. Analisis penerimaan, yaitu analisis mengenai kemampuan pemerintah daerah

dalam menggali sumber-sumber pendapatan yang berpotensi dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut.

2. Analisis pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besarbiaya-biaya dari suatu pelayanan publik dari faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat.

3. Analisis anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran serta kecendrungan yang diproyeksikan untuk masa depan.

Hasil analisis pendapatan dan pengeluaran merupakan komponen dalam menganalisis keuanagan daerah. Jika pendapatan lebih besar dari pengeluaran, akan terjadi surplus anggaran dan jika pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan akan terjadi difisit anggaran. Dalam hal ini perlu diperhatikan bagaimana kondisi keuangan yang ada pada tahun sekarang dan kecendrungannya untuk masa yang akan datang, sehingga pola surplus dan defisit anggaran adapat diprediksikan. Stabilitas anggaran dari tahun ke tahun juga perlu diperhatikan.

Dilihat dari sisi pendapatan, keuangan daerah yang berhasil adalah keuangan daerah yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring dengan perkembangan perekonomian tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan keadilan serta dengan sejumlah biaya administrasi keuangan daerah yang berhasil. Indikator keuangan daerah yang berhasil adalah :


(45)

1. Daya Pajak (Tax Effort)

Daya Pajak (Tax Effort) adalah ratio antara penerimaan pajak dengan kapasitas atau kemampuan bayar pajak di suatu daerah. Salah satu indikator yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kemampuan membayar masyarakat adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dengan formula :

Daya Pajak =

Pajak Bayar Kemampuan

Pajak Kemampuan

=

PDRB Pajak Penerimaan

x 100%

Jika PDRB suatu daerah meningkat maka kemampuan daerah dalam membayar (abbility to pay) pajak juga akan meningkat. Ini mengandung arti bahwa administrasi penerimaan daerah dapat meningkatkan daya pajaknya agar penerimaan pajak meningkat.

2. Keefektifan (Effectiveness)

Keefektifan adalah mengukur hubungan antara hasil pungut suatu pajak dengan potensi pajak itu sendiri, atau dengan formula :

Keefektifan =

Pajak Potensi

Pajak Penerimaan

x 100%

Indikator kefektifan adalah ratio antara hasil pemungutan suatu pajak dengan potensi hasil pajak, dengan anggapan semua wajib pajak yang terutang. Kefektifan menyangkut semua tahap administrasi penerimaan pajak, menentukan wajib pajak, memungut pajak, menegakkan sistem pajak dan membukukanpenerimaan pajak.


(46)

3. Efisiensi (Efficiency)

Efisiensi mengukur bagian dari hasil pajak yang digunakan untuk menutup biaya pemungutan pajak yang bersangkutan, atau :

Efisiensi =

Dipungut yang

Pajak Penerimaan

Pungutan Biaya

x 100%

Selain mencaku biaya langsunglangsung kantor pajak yang bersangkutan, ada gunanya juga menghitung biaya tidak langsung bagi kantor pajak. Yaitu waktu yang digunakan untuk membantu kegiatan memungut pajak.

4. Elastisitas (Elasticity)

Analisis ini untuk mengetahui tingkat kepekaan perubahan suatu jenis penerimaan jika terjadi perubahan pada jumah PDRB dan jumlah penduduk, dengan formula :

EPDRB =

PDRB Perubahan

PAD Perubahan

x 100%

EPDDK =

Penduduk Perubahan

PAD Perubahan

x 100%

2.1.5. Penilaian Potensi Pendapatan Asli Daerah

Dalam menilai potensi PAD suatu daerah dapat digunakan dua perangkat analisis keuangan daerah yakni elastisitas pajak dan bouyanci tax. Spesifikasi model yang digunakan untuk mengukur elastisitas pajak dapat merujuk kepada persamaan pajak Mansfield (1972) dan Wirasasmita (1982), dan model adjustment equation modifikasi Wirasasmita (1994). Model argumentasi Mansfield-Wirasasmita tersebut memiliki kesamaan seperti dituliskan berikut ini.


(47)

dimana notasi T menunjukkan besarnya penerimaan keuangan daerah, Ykop

adalah PDRB per kapita, α adalah konstanta, dan terakhir ε adalah koefisien

elastisitas. Indikator elastisitas pajak yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan fiscal daerah adalah sebagai berikut :

1. Jika ET

2. Jika E

> 1, menandakan respons pajak terhadap perubahan PDRB bersifat elastis, hal ini mengandung makna bahwa ketergantungan daerah terhadap bantuan pusat dalam jangka panjang relatif semakin berkurang.

T

3. Jika E

< 1, menandakan respons pajak terhadap perubahan PDRB bersifat inelastis, hal ini mengandung makna ketergantungan daerah terhadap bantuan pusat dalam jangka panjang relative semakin bertambah.

T

Model modifikasi Wirasamita (1994) dapat juga diadaptasikan untuk menghasilkan koefisien buoyancy tingkat kesulitan realisasi penerimaan sumber keuangan daerah. Model buoyancy yang dimaksud adalah sebagai berikut.

= 1, menandakan respons pajak terhadap perubahan PDRB bersifat unitary,hal ini mengandung makna ketergantungan daerah terhadap bantuan pusat dalam jangka panjang relative tidak berubah.

R*t = b1 + b2 Y1 + U1

dimana R

………. (2)

*

t adalah penerimaan keuangan daerah bisa berupa pajak, retribusi, dan

PAD, sedangkan Y1

Dalam persamaan, R

adalah PDRB pada tahun t.

*

t dianggap fungsi linear dari Y1

R

(PDRB), dan tidak dapat diobservasi. Untuk mengatasi hal itu dipergunakan adjustment equation (Wirasasmita, 1994), dengan hasil akhir persamaan :


(48)

atau dalam bentuk persamaan linier menjadi :

Ln Rt = Ln (kb1) + (kb2) Ln Y1 + (1-k) R t – 1 + Ln (kUt + V1

Ln R

)

t = Ln a0 + a1 Ln Y1 + a2 Ln R t – 1

Berdasarkan persamaan ini dapat diketahui ;

……….. (4)

a2

k = 1 - a = 1 - k

0 ≤ k ≤ 1

2

dimana k itu merupakan koefisien penyesuaian, yang dalam hal ini digunakan untuk mengukur tingkat kesulitan yang diestimasi. Dengan demikian dari persamaan (4) diperoleh nilai koefisien elastisitas (b2

Nilai koefisien elastisitas (b

) dan nilai adjustment equation (koefisien tingkat kesulitan) k . Kemudian untuk mendapatkan tingkat keterlambatan pemungutan (dalam satuan tahun, bulan dan hari), kembali ke persamaan (1) dengan cara (1-k)/k.

2), yang diartikan disini sebagai perubahan

penerimaan sumber keuangan daerah yang berkaitan dengan perubahan pendapatan regional (PDRB). Tingkat kesulitan (k) dapat diestimasi; apabila k mendekati atau sama dengan satu, berarti tingkat kesulitan relative rendah, karena telah dapat merealisasikan rencana (target) penerimaan. Sebaliknya jika mendekati nol, berarti tingkat kesulitan relative tinggi, karena tidak bisa merealisasikan target penerimaan yang direncanakan.


(49)

2.1.6. Pengukuran/Penilaian Pendapatan Asli Daerah

Untuk meningkatkan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus berupaya secara terus menerus untuk menggali dan meningkatkan sumber keuangan sendiri. Ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk menilai pajak dan retribusi daerah, yaitu :

a. Hasil (Yield), yaitu memadai tidaknya suatu pajak dalam kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah tidaknya memperkirakan besarnya hasil pajak tersebut.

b. Keadilan (Equity), dasar pajak kewajiban membayarnya harus jelas dan tidak sewenang-wenang. Pajak harus adil secara horizontal, artinya beban pajak harus sama antara berbagai kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi yang sama. Pajak harus adil secara vertikal, artinya beban pajak harus lebih banyak ditanggung oleh kelompok yang memiliki sumber daya yang lebih besar.

c. Efisiensi ekonomi. Pajak/retribusi daerah hendaknya mendorong atau setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif dalam kehiduan ekonomi.

d. Kemampuan untuk melaksanakan (Ability to implement), pajak harus dapat dilaksanakan baik dari aspek politik maupun administratif.

e. Kecocokan sebagai sumber daya penerimaan pajak (Suitability as local evenue Sources), adanya kejelasan kepada daerah mana suatu pajak harus


(50)

dibayarkan dan tempat memungut pajak harus dibayarkan dan tempat memungut pajak hendaknya sama dengan tempat akhir beban pajak.

2.1.7. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian du suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu.

Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan baya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendaatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Sektor-sektor perekonomian berdasarkan lapangan usaha yang tercakup dalam PDRB, yaitu :

a. Pertanian

b. Pertambangan dan Penggalian c. Industri Pengolahan

d. Listrik, Gas dan Air Bersih e. Bangunan / Konstruksi

f. Perdagangan, Hotel dan Restoran g. Pengaangkutan dan Komunikasi

h. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan i. Jasa-jasa


(51)

Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan proses peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sementara pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan mencakup perubahan pada pola penggunaan (alokasi) sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh. (Djojohadikumo, 1994).

Namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya menambah kebutuhan akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan pelayanan kesehatan (Djojohakusumo,1994).

Adanya keterkaitan yang erat antara pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, ditunjukkan pula dalam sejarah munculnya teori-teori pembangunan ekonomi. Menurut Todaro (1998) dalam kepustakaan pembangunan ekonomi pasca perang dunia II terdapat lima pendekatan utama dalam aliran pemikiran tentang teori-teori pembangunan, yaitu model pertumbuhan bertahap linier, model pembangunan struktural, model ketergantungan internasional, kontrarevolusi pasar bebas neoklasik dan model pertumbuhan endogen.

Model pertumbuhan bertahap linier menekankan pada pemahaman bahwa proses pembangunan merupakan serangkaian tahapan pertumbuhan ekonomi yang berurutan, dan nuga menyoroti pembangunan sebagi perpaduan dari tabungan,


(52)

penanaman modal dan bantuan asing. Salah satu tahapan yang harus dilalui adalah tahapan tingal landas, yang ditandai dengan adanya pengerahan atau mobilisasi tabungan yang dijelaskan oleh model pertumbuhan Harrod-Domar. Model yang berkembang selanjutnya adalah perubahan struktural dan ketergantungan internasional yang perbedaan diantara keduanya lebih pada perbedaan secara ideologis.

Model pertumbuhan yang berkembang pada tahapan berikutnya adalah model pertumbuhan neoklasik, dimana model pertumbuhan solow menjadi pilarnya. Solow berpendapat bahwa pertumbuhan output bersumber dari tiga faktor : kenaikan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan), penambahan modal (melalui tabungan dan investasi) serta penyempurnaan teknologi. Sebagian besar pertumbuhan ekonomi bersumber dari hal-hal yang bersifat eksogen atau proses-proses kemajuan teknologi yang bersifat independen (Todaro,1998).

Kelemahan yang terdapat pada teori neoklasik adalah bahwa pengaruh teknolgi tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh faktor-faktor ekonomi, mengakibatkan munculnya model pertumbuhan yang baru yaitu pertumbuhan endogen. Model ini tetap berdasarkan pada model yang dikembangkan oleh kaum neoklasik, namun kebalikan dengan pendapat kaum neoklasik, model pertumbuhan endogen mengakui dan menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan perekonomian.

2.1.9. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi


(53)

Tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah tercapainya kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah. Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per Kapita yang lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan pertumbuhan ekonomi di daerah.

PAD merupakan sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah daerah akan berinesiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah. Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatakan kesejahteraan masyarakat di daerah.


(54)

Sembiring (2001) melakukan analisis potensi pendapatan asli daerah bagi pengembangan wilayah Kabupaten Karo. Tujuan penelitian untuk melihat apakah ada pengaruh PAD terhadap pertumbuhan (PDRB) dan pendapatan perkapita, dengan kesimpulan bahwa PAD Karo mempunyai hubungan yang signifikan terhadap PDRB dan pendapatan per kapita.

Elfianti (2003), melakukan Analisis Potensi dan Strategi Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (Studi Kasus di Kabupaten Sijunjung). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, pengelolaan potensi dan penerapan strategi pengelolaan pajak dan retribusi daerah, ditemukan masih banyaknya kendala dilapangan. Kedua, setelah dianalilis ternyata ditemukan tiga penyebab belum optimalnya pengelolaan Potensi Pajak, Retribusi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah, potensi pajak dan retribusi ada beberapa faktor penyebabnya : 1) Belum tersedianya data basis objek, potensi dan pemetaan pajak dan retribusi daerah, karenanya besaran pajak dan retribusi, proses pengenaannya belum berdasarkan data potensi yang seharusnya dapat terealisasi, 2) Pengaruh Tiga sektor aktivitas ekonomi wilayah memiliki pengaruh signifikan terbesar, sektor pertanian, sektor pertambangan dan sektor jasa, 3) Pengaruh kinerja ekonomi yang mampu meningkatkan PDRB dan Pendapatan Asli Daerah. Ketiga, Strategi dan Kebijakan yang direkomendasikan guna Peningkatan Kemampuan Keuangan Daerah 1. Ekstensifikasi sumber-sumber penerimaan daerah 2. Perubahan Struktur Ekonomi Pasar 3. Intensifikasi sumber-sumber penerimaan yang sudah ada 4. Memanfaatkan peluang dan mendayagunakan tantangan menajukan sistim agribisnis dengan sektor agroindustri mengelola Dinamika Perekonomian dan Pendapatan Asli Daerah.


(55)

Saragih (2006), menganalisis pengaruh keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi Pemerintah Kabupaten Simalungun selama periode 1986-2005. Metode yang digunakan analisis OLS. Variabel dependen yang digunakan PDRB berdasarkan harga berlaku sedangkan variable independen yaitu PAD, DBH, dan DAU. Kesimpulan yang diperoleh bahwa PAD berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun, serta DAU berpengaruh positip dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun.

Simanjuntak (2007) meneliti Analisa Pengaruh PAD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu, metode yang digunakan analisis deskriptif dengan menggunakan regresi sederhana dan regresi berganda. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa PAD dan DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhan Batu. Pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tahun berjalan di Kabupaten Labuhan Batu.

Murdiati (Cermin Edisi 042 / Oktober 2008) melakukan Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam rangka upaya peningkatan PAD, perlu dilakukan pengukuran keberhasilannya dengan mengtihung indikator keuangan yang terdiri dari Daya Pajak (Tax Effort), Keefektifan (Effectiveness), Efisiensi (Eficiency) dan Elastisitas (Elasticity). Dan untuk menganalisis sumber-sumber PAD tersebut dibutuhkan pengetahuan tentang beberapa variabel yang dapat dikendalikandan yang tidak dapat dikendalikan yaitu : kondisi awal daerah, peningkatan cakupan, pertumbuhan


(56)

penduduk, tingkat inflasi, penyesuaian tarif, pembangunan baru, sumber pendapat baru dan perubahan peraturan.

Beby Nur Rifqi (2009). Pengaruh Aspek Penerimaan Dalam Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2002-2006 (Studi Kasus Delapan Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah).

Ernawati (2011), menganalisis Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daearah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Malang. Data yang digunakan

Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang. Jenis data penelitian ini adalah mengunakan data sekunder yang ada di BPS. Data utama yang digunakan adalah data sekunder berdasarkan urutan waktu (time series data) dan berdasarkan tempat (cross section). Data yang dikumpulkan dianalisis dengan teknik data panel menggunakan software eviews 4.1. Dari hasil penelitian diperoleh ada pengaruh positif dan signifikan secara statistik pada derajat kepercayaan 1% antara Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap pertumbuhan ekonomi.

data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang. Dari hasil analisis kuantitatif, didapat suatu persamaan regresi yang memperlihatkan hubungan antara variabel penerimaan pajak daerah, retribusi daerah dan belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Malang. Dari persamaan tersebut dapat dikatakan bahwa variabel–variabel bebas secara serentak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Malang.

Syarifuddin (2012) melakukan Analisis Studi Potensi Pendapatan Asli Daerah Kota Langsa bersumber dari Pajak Daerah. Hasil penelitian ini


(57)

menunjukkan bahwa pembangunan Pemerintahan Kota Langsa terus tumbuh dan berkembang. Mengingat kebutuhan pembangunan terus meningkat, Pemerintah Kota Langsa harus mengupayakan secara optimal untuk mengembangkan objek-objek pajak daerah sebagai sumber penerimaan penting PAD sesuai aturan dan UU No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

2.3. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1. Kerangka Konseptual

Berdasarkan teori yang ada bahwa variabel pajak daerah, retribusi daerah, dan Dana Bagi Hasil merupakan variabel pendapatan asli daerah yang berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Perkembangan perekonomian yang ada wilayah bagian Aceh Timur mempunyai pendapatan daerah yang berbeda, untuk itulah digunakan variabel dummy yang berfungi untuk mengukur perbedaan pendapatan daerah dari PDRB yang ada wilayah bagian Aceh Timur. Selain itu variabel potensi pendapatan asli daerah juga berpengaruh positif terhadap perekonomian ekonomi di suatu daerah.

Dari penjelasan tersebut muncul suatu kerangka konseptual yang harus dilakukan pengujian variabel-variabel yang terkait seperti yang tergambar di bagan dibawah ini :

PPAD Pajak

Daerah

Retribusi Daerah

Dana Bagi Hasil

Perekonomian ( PDRB )


(58)

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual 2.11.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara ataupun kesimpulan sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan kerangka konseptual, diperoleh hipotesis sebagai berikut :

1. Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap Perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

2. Ada perbedaan Perekonomian dari wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

3. Potensi Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

Dummy Kota Langsa

Dummy Aceh Timur

Dummy Aceh Tamiang


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan masalah potensi pendapatan asli daerah terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPKA) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang.

3.3. Metode Analisis

Motode analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah motode ekonometrika yaitu metode yang menyatakan antara deret waktu (time series) dan data kerat lintang (cross section) menghasilkan data yang disebut panel data (pooled data). Sehingga dalam data panel mempunyai deret waktu T > 1 dan


(60)

kerat lintang N>1. Menurut Mudrajad (2001) data panel merupakan data kombinasi antara data deret / runtut waktu, yang memiliki observasi – observasi pada suatu unit analisis pada suatu titik waktu tertentu. Ciri khusus data deret waktu adalah berupa urutan numerik dimana interval antar observasi atas sejumlah variabel bersifat konstan dan tetap. Sedangkan data silang tempat adalah suatu unit analisis pada suatu titik waktu tertentu dengan observasi atas sejumlah variabel.

Selain analisis data panel, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis model LSDV (Least Squares Dummy Variabel) yang bertujuan untuk melakukan perbandingan antara satu daerah dengan daerah yang lainnya yaitu wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang). Kemudian dilakukan analisis regresi sederhana untuk mengetahui pengaruh langsung potensi pendapatan asli daerah terhadap perekonomian yang terjadi wilayah bagian Aceh Timur (Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang).

3.4. Model Analisis

Spesifikasi model yang digunakan diadaptasi dari beberapa penelitian sebelumnya dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang dianggap akan memberikan hasil yang lebih baik untuk menjelaskan potensi pendapatan asli daerah terhadap perekonomian di Aceh wilayah timur. Model yang dibangun merupakan suatu fungsi matematis sebagai berikut:


(61)

Dari fungsi tersebut dapat dimodifikasi ke dalam Linear spesifikasi model sebagai berikut :

Yit = β0 + β1PDit + β2RDit + β3DBHit

Dari persamaan di atas, dapat dilakukan uji beda dengan menambahkan dummy varibel sebagai pembanding daerah yang lain. Bila kawasan wilayah timur Aceh dijadikan sebagai dasar, variabel boneka untuk :

+ e

a. Kota Langsa (D1) diberi kode 1 untuk observasi 1-9, sedang daerah lain diberi kode 0. Artinya, variabel boneka ini mencoba mengukur seberapa jauh perbedaan antara Kota Langsa dibanding Kabupaten Aceh Tamiang.

b. Aceh Timur (D2) diberi kode 1 untuk observasi 10-18, sedang daerah lain diberi kode 0. Artinya, variabel boneka ini mencoba mengukur seberapa jauh perbedaan antara Aceh Tamiang dibanding Kota Langsa.

c. Aceh Tamiang (D3) diberi kode 1 untuk observasi 19-27, sedang daerah lain diberi kode 0. Artinya, variabel boneka ini mencoba mengukur seberapa jauh perbedaan antara Kota Langsa dibanding Aceh Timur

Berdasarkan variabel yang telah ditentukan maka spesifikasi model ke dua untuk kasus wilayah bagian Aceh Timur adalah sebagai berikut :

PDRB = b0 + b1PD + b2RD + b3DBH + c1D1 + c2D2 + c3 Di mana :

D3 + e

PD = Pajak Daerah RD = Retribusi Daerah DBH = Dana Bagi Hasil PDRB = Perekonomian Daerah b0 = Intercept (konstanta)


(62)

b1 b2 b3

c

= Koefisien Regresi

1 c2 c3

D

= Koefisien Regresi

1

= 1 Untuk Kota Langsa

D

0 Untuk Kabupaten lainnya

2

= 1 Untuk Aceh Timur

D

0 Untuk Kabupaten/Kota lainnya

3 = 1 Untuk Aceh Tamiang

e = Error term

0 Untuk Kabupaten lainnya

Model ke tiga digunakan untuk model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika. Model Analisis data yang digunakan adalah kuadrat terkecil biasa (ordinery Least Square).

Model persamaannya adalah sebagai berikut :

PDRB = π0 + π1 Di mana :

PPAD + e

PPAD = Potensi Pendapatan Asli Daerah PDRB = Perekonomian Daerah

π0

π

= Intercept (konstanta)

1

e = Error term

= Koefisien Regresi

Untuk menghitung potensi PAD suatu daerah formula yang digunakan menurut Arief Daryanto dan Yundy Hafizrianda (2010) dalam model-model kuantitatif untuk perencanaan pembangunan ekonomi daerah adalah sebagai berikut :


(63)

PADt = Ln PDRB + Ln PADt-1

3.5. Pengujian Model

Menurut Gujarati (2003), yang menemukan bahwa mengestimasi jenis data panel dengan metode OLS tidak konsisten dan efisien (inefisiensi), sehingga disarankan untuk menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Dimana dalam metode ini dapat dianalisis dengan dua model pendekatan, yaitu fixed effects model (FEM) dan random effects model (REM). Kemudian dari kedua model tersebut dapat ditentukan model yang terbaik untuk digunakan dalam model persamaan ekonometrika.

Dengan data panel, jumlah pengamatan menjadi banyak. Dengan analisis data regresi panel, dapat menangkap dinamika yang lebih baik dari hubungan antara pajak daerah, retribusi daerah serta Dana Bagi Hasil terhadap perekonomian wilayah bagian Aceh Timur. Dalam random effect diasumsikan bahwa komponen error individual tidak berkorelasi satu sama lain dan tidak ada otokorelasi baik cross section maupun time series. Kedua variabel random tersebut yaitu variabel cross section dan variabel time series diasumsikan berdistribusi normal dengan derajat bebas yang tidak berkurang. Model random effect dapat diestimasi sebagai regresi Generalized Least Square ( GLS ) yang akan menghasilkan penduga yang memenuhi sifat Best Linier Unbiased Estimation (BLUE). Dengan demikian adanya gangguan asumsi klasik dalam model ini telah terdistribusi secara normal, sehingga tidak diperlukan lagi treatment terhadap model bagi pelanggaran asumsi klasik, yaitu asumsi adanya autokorelasi, multikolinearitas dan heterokedastik.Untuk menentukan model mana


(1)

_Aceh Timur

2009

2.133.531,06

13.164.439.537,062

_Aceh Timur

2010

2.331.418,35

12.405.219.951,819

_Aceh Timur

2011

2.502.786,62

16.250.694.408,782

_Aceh Tamiang

2003

1.548.447,58

-

_Aceh Tamiang

2004

1.707.295,07

9.667.139.125,683

_Aceh Tamiang

2005

1.890.553,96

7.254.529.073,455

_Aceh Tamiang

2006

2.076.375,51

3.803.588.534,638

_Aceh Tamiang

2007

2.120.662,91

10.568.613.320,588

_Aceh Tamiang

2008

2.439.129,61

10.679.749.682,411

_Aceh Tamiang

2009

2.370.619,33

14.290.091.450,798

_Aceh Tamiang

2010

2.426.644,00

11.554.392.284,453

_Aceh Tamiang

2011

2.483.120,70

11.837.789.840,777

Lampiran 10. Menghitung Nilai PPAD

KAB/KOTA TAHUN PAD PDRB LnPADt LnPDRBt LnPADt-1

KOTA LANGSA 2003 1808467310 821026,5 13,62 21,32 - KOTA LANGSA 2004 2395894960 914703,23 13,73 21,6 21,32 KOTA LANGSA 2005 6074372454 1001539,66 13,82 22,53 21,6 KOTA LANGSA 2006 9742984665 1056640,1 13,87 23 22,53 KOTA LANGSA 2007 10887025267 1222245,17 14,02 23,11 23 KOTA LANGSA 2008 17134694644 1429001,87 14,17 23,56 23,11 KOTA LANGSA 2009 12848795460 1640923,03 14,31 23,28 23,56 KOTA LANGSA 2010 14457507970 1838075,4 14,42 23,39 23,28 KOTA LANGSA 2011 21612909830 1998214,87 14,51 23,8 23,39 ACEH TIMUR 2003 6233649347 1548447,58 22,55 14,25 - ACEH TIMUR 2004 3828431764 1707295,07 22,07 14,35 22,55 ACEH TIMUR 2005 1957088167 1890553,96 21,39 14,45 22,07 ACEH TIMUR 2006 7157361669 2076375,51 22,69 14,55 21,39 ACEH TIMUR 2007 7151859577 2120662,91 22,69 14,57 22,69 ACEH TIMUR 2008 14411181053 2439129,61 23,39 14,71 22,69


(2)

ACEH TIMUR 2009 8508371906 2370619,33 22,86 14,68 23,39 ACEH TIMUR 2010 8935449601 2426644 22,91 14,7 22,86 ACEH TIMUR 2011 13667862972 2483120,7 23,34 14,73 22,91 ACEH TAMIANG 2003 2583405400 1326980,08 21,67 14,1 - ACEH TAMIANG 2004 4212117016 1438688,89 22,16 14,18 21,67 ACEH TAMIANG 2005 5445765113 1553982,73 22,42 14,26 22,16 ACEH TAMIANG 2006 7516785833 1895181,58 22,74 14,45 22,42 ACEH TAMIANG 2007 15999885399 1899823,09 23,5 14,46 22,74 ACEH TAMIANG 2008 11823982877 2083685,07 23,19 14,55 23,5 ACEH TAMIANG 2009 10080171997 2133531,06 23,03 14,57 23,19 ACEH TAMIANG 2010 20813147511 2331418,35 23,76 14,66 23,03 ACEH TAMIANG 2011 14923079308 2502786,62 23,43 14,73 23,76

Lampiran 11. Output PPAD – PDRB

Regression

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 14,3933335646 ,29657334455 24 POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH 22,9863351833 ,46921961038 24

Correlations PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH Pearson Correlation PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO

1,000 ,586

POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH

,586 1,000

Sig. (1-tailed) PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO


(3)

POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH

,001 .

N PRODUK DOMESTIK

REGIONAL BRUTO

24 24

POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH

24 24

Model Summary

Model R

R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistics R Square

Change F Change df1 df2

Sig. F Change 1 ,586a ,343 ,314 ,2457202 ,343 11,505 1 22 ,003 a. Predictors: (Constant), POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH

ANOVA Model

b

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression ,695 1 ,695 11,505 ,003a

Residual 1,328 22 ,060

Total 2,023 23

a. Predictors: (Constant), POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH b. Dependent Variable: PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 5,880 2,510 2,342 ,029

POTENSI

PENDAPATAN ASLI DAERAH

,370 ,109 ,586 3,392 ,003

a. Dependent Variable: PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Coefficient Correlationsa

Model

POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH 1 Correlations POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH 1,000

Covariances POTENSI PENDAPATAN ASLI DAERAH ,012 a. Dependent Variable: PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO


(4)

Collinearity Diagnosticsa

Model Dimension Eigenvalue Condition Index

Variance Proportions

(Constant)

POTENSI PENDAPATAN ASLI

DAERAH

1 1 2,000 1,000 ,00 ,00

2 ,000 100,094 1,00 1,00


(5)

(6)