BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspirin (Asam Asetil Salisilat) - Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aspirin (Asam Asetil Salisilat)

  Obat anti radang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non streroidal anti

  inflammatory drugs (NSAIDs) atau anti inflamasi non steroid (OAINS) adalah

  golongan obat yang bekerja terutama di perifer yang berfungsi sebagai analgesik (pereda nyeri), antipirektik (penurun panas) dan antiinflamasi (anti radang). Obat

  

asam asetil salisilat (aspirin ) ini mulai digunakan pertama kalinya untuk

  pengobatan simptomatis penyakit-penyakit rematik pada tahun 1899 sebagai obat anti radang bukan steroid sintetik dengan kerja antiradang yang kuat. (Dannhardt dan Laufer, 2000). Obat anti radang bukan steroid diindikasikan pada penyakit- penyakit rematik yang disertai radang seperti rheumatoid dan osteoartritis untuk menekan reaksi peradangan dan meringankan nyeri (Dannhardt dan Laufer, 2000 ; Crofford, 2000). Dibandingkan dengan obat antiradang bukan steroid yang lain, penggunaan asam asetil salisilat jauh lebih banyak, bahkan termasuk produk farmasi yang paling banyak digunakan dalam pengobatan dengan kebutuhan dunia mencapai 36.000 ton per tahun.

  Obat antiradang nonsteroid (OAINS) menurut Insel, (1991) dan Reynolds, (1982) dibagi dalarn 8 golongan yaitu turunan asam salisilat (asam asetil salisilat dan diflunisal), turunan pirazolon (fenilbutazon, oksifenbutazon, antipirin dan

  arninopirin ), turunan paraaminofenol (fenasetin), Indometasin (indometasin dan sulindak ), turunan asam propionat (ibuprofen, naproksen, fenoprofen, ketoprofen

  dan flurbiprofen), turunan asam antranilat (asam flufenamat dan asam

  

mafenamat), obat antiradang yang tidak mempunyai penggolongan tertentu

  (tolmetin, piroksikam, diklofenak, etodolak, nebumeton, senyawa emas) dan obat

  pirro (gout ), kolkisin, alopurinol. Asam asetil salisilat (ASA) yang lebih dikenal

  sebagai asetosal adalah analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.

Gambar 2.1. Struktur Aspirin atau Asam asetil salisilat ( Kauffman, 2000).

2.1.1. Mekanisme Kerja Aspirin (Asam Asetil Salisilat)

  Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorbsi dengan daya absorbsi 70% dalam bentuk utuh dalam lambung, tetapi sebagian besar absorbsi terjadi dalam usus halus bagian atas. Sebagian AAS dihidrolisa, kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh. Salisilat segera menyebar ke seluruh tubuh dan cairan transeluler setelah diabsorbsi. Kecepatan absorbsi tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Salisilat dapat ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, liur dan air susu. Kadar tertingggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian (Wimana, 1995). Sediaan OAINS memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase (Nadi, 1992). Berbeda dengan OAINS lainnya, AAS merupakan inhibitor irreversibel siklooksigenase (COX) (Kartasasmita, 2002).

  Kerusakan yang terjadi pada sel dan jaringan karena adanya noksi akan membebaskan berbagai mediator substansi radang. Asam arakhidonat mulanya merupakan komponen normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipid dan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrosilase sebagai respon adanya noksi . Asam arakidonat kemudian mengalami metabolisme menjadi dua alur. Alur siklooksigenase yang membebaskan prostaglandin, prostasiklin, tromboksan. Alur lipoksigenase yang membebaskan leukotrien dan berbagai substansi seperti HPETE (Hydroperoxieicosatetraenoic) (Mansjoer, 2003). Prostaglandin yang dihasilkan melalui jalur siklooksigenase berperan dalam proses timbulnya nyeri, demam dan reaksi-reaksi peradangan. Selain itu, prostaglandin juga berperanan penting pada proses-proses fisiologis normal dan pemeliharaan fungsi regulasi berbagai organ. Pada selaput lendir saluran pencernaan, prostaglandin berefek protektif dengan meningkatkan resistensi selaput lendir terhadap iritasi mekanis, osmotis, termis atau kimiawi. Karena prostaglandin berperan dalam proses timbulnya nyeri, demam, dan reaksi peradangan, maka AAS melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase mampu menekan gejala-gejala tersebut.

  Enzim ada dalam dua bentuk (isoform) , yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalisis pembentukan prostonoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lendir saluran pencernaan, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, seperti bila ada stimulasi radang mitogenesis atau onkogenesis terbentuk prostonoid yang merupakan mediator radang (Mok dan Kwan, 2002 ; Tarnawski dan Caves, 2004).

2.1.2. Efek OAINS Pada Lambung

  ASA sangat iritatif tetapi yang paling bertahan lama dan merupakan analgetik efektif, dengan durasi kerja sekitar 4 jam. Namun lebih dari 50% pasien tidak dapat mentoleransi efek sampingnya (mual, muntah dan nyeri epigastrium). Timbulnya mual, dispepsia, anoreksia, rasa sakit di lambung, flatulen, diare terjadi pada 10-60% pasien, karena aspirin dapat mengiritasi lambung dan menghambat pertahanan lambung (Johnson et al., 2007). OAINS merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu, tropikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS bersifat asam dan lipofilik, sehingga

  • mempermudah trapping H masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan

  (Wallace et al., 1997). Efek sistemik OAINS menghambat sintesa prostaglandin (Takeuchi et al., 1998). Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang sangat penting bagi mukosa lambung atau sebagai gastroprotektif ( Hansen dan Elliot, 2005). Di dalam lambung COX-1 menghasilkan prostaglandin (PGE

  2 dan PGI 2 ) yang menstimulasi mukus dan

  sekresi bikarbonat serta menyebabkan vasodilatasi, suatu aksi yang menjaga mukosa lambung. OAINS nonselektif menghambat COX-1 dan mengurangi efek sitoprotektif prostaglandin sehingga dapat menyebabkan efek samping yang serius pada gastrointestinal atas, termasuk perdarahan dan ulserasi (Enaganti, 2006 ; Mok dan Kwan, 2002)

2.2. Omeprazol

  Pengobatan gastritis atau ulkus lambung telah banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir ini. Ada 2 cara pengobatan secara medis yaitu menurunkan jumlah produksi sekresi asam pepsin dan membloking atau menghambat resptor H

  2 yang

  akan merangsang pembentukan sekresi cairan asam pepsin. Sebagian besar obat yang biasa digunakan adalah H bloking drugs seperti ( ranitidin, femotidin dll),

  2 pompa proton inhibitor (omepraxzol, lansoprazol) dan obat sitoprotektif

  mencegah kerusakan mukosa lambung (sucralfate, carbenoxolone) berfungsi mempertahankan mukosa (Goel dan Sairam, 2001).

  Omeprazol merupakan obat penghambat sekresi asam lambung. Omeprazol juga termasuk salah satu golongan obat penghambat

  “pompa proton” ( Proton Pump Inhibitor) atau PPI. Mekanisme kerjanya mengontrol sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa proton yang mentransper ion hidrogen keluar dari sel parietal lambung. Contoh obat penghambat pompa proton (Proton

  Pump Inhibitor ) antara lain : omeprazol, lansoprazol, esomeprazol, pantoprazol, dan rabeprazol . Pemberian obat PPI setidaknya 30-60 menit sebelum makan,

  dianjurkan pagi hari. Obat ini secara spesifik menghambat sekresi asam lambung yang tidak mempengaruhi fungsi fisiologis normal saluran cerna. Omeprazol

  • + +

  memblok sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa H K ATPase dalam membran sel parietal. Secara klinis dosis tunggal 20 mg omeprazole dapat menghasilkan penurunan keasaman intragastrik yang konsisten selama 24 jam. Dalam lingkungan asam omeprazole dalam sel parietal dikonversi kebentuk aktif yang menghambat produksi asam lambung. Dengan pencegahan sekresi asam dari sel parietal ke dalam lambung dapat menurunkan kadar inflamasi dan memberikan kemudahan untuk proses penyembuhan. Dosis untuk mengurangi resiko iritasi saluran cerna akibat pemakaian obat-obat obat anti inflamasi non streoid (OAINS) adalah 20 mg sehari dengan frekuensi satu kali sehari ( Ganiswara, 1995). Pada penggunaan jangka panjang omeprazole perlu diwaspadai efek sustained hypochlorhydria dan hipergastrinemia.

2.3. Lambung

  Menurut Bringman et al., (1995) ; Gartner dan Hiatt (2001) lambung adalah organ otot berongga yang berbentuk seperti kantung terbentuk seperti Huruf J dan melebar. Bagian superior lambung merupakan kelanjutan dari esofagus. Bagian inferior berdekatan dengan duodenum yang merupakan bagian awal dari usus halus. Fungsi utama lambung mencairkan makanan yang masuk dan mengubahnya menjadi massa kental (khimus), dan melanjutkan proses pencernaan yang telah dimulai dari rongga mulut yang dibantu oleh asam hidroklorat (HCL) dan enzim-enzim proteolitik seperti pepsin, renin, lipase dan hormon parakrin (Jungueira et al., 1987). Bolus makanan melewati

  

gastroesophageal junction menuju lambung kemudian dicampur dengan gastric

juice yang terdiri atas mukus, air, HCl dan enzim-enzim pencernaan. Pada setiap

  individu, posisi dan ukuran lambung bervariasi. Pada saat inspirasi lambung mendorong ke bawah dan menariknya kembali saat ekspirasi. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter.

2.3.1. Fisiologi Lambung Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu, fungsi pencernaan dan fungsi motorik.

  Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar tubular yang penting yaitu kelenjar oksintik (gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik terletak pada bagian korpus dan fundus lambung, meliputi 80% bagian proksimal lambung. Kelenjar pilorik terletak pada bagian antral lambung. Kelenjar oksintik bertanggung jawab membentuk asam dengan mensekresikan mukus, asam hidroklorida (HCl), faktor intrinsik dan pepsinogen. Kelenjar pilorik berfungsi mensekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus, juga beberapa pepsinogen, renin, lipase lambung dan hormon gastrin (Guyton dan Hall, 1997). Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan sekresi lambung hingga membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus (chyme) dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan lambat pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Wilson dan Lester, 1994 ; Guyton dan Hall, 1997).

2.3.2. Anatomi Dan Histologi Lambung Normal

  Anatomi lambung terbagi atas empat bagian yaitu, kardia, fundus, korpus atau body dan pilorus. Bagian proksimal lambung yang berbatasan esofagus disebut kardia. Kardia merupakan bagian dengan luas yang kecil dan zona pembatas dekat

  

gastrophageal junction. Fundus, pada mamalia merupakan regio yang berbentuk

  kubah terletak sebelah kiri dari esofagus dan banyak terdapat sel kelenjar. Korpus atau body merupakan bagian terluas dari lambung (kurang lebih 2/3 bagian lambung) yang membentang dari fundus inferior sampai ke pilorus. Pilorus merupakan bagian yang paling akhir atau bagian distal yang berhubungan dengan duodenum disebut pilorus. Pilorus berbentuk corong dengan perluasan seperti kerucut, pada sambungan dengan badan disebut pyloric antrum dan batang corongnya disebut pyloric canal. Bagian akhir pilorus terdapat sphinter yang berfungsi mengatur pelepasan chyme ke dalam duodenum. Bagian antrum-pilorik merupakan daerah rawan terhadap infeksi Helicobacter pylorii, gastritis atrofi, tukak peptik dan karsinoma. Lengkungan kecil pada lambung dikenal sebagai kurvatura minor, daerah ini sering dilalui oleh makanan dan minuman, adalah daerah yang rawan untuk terjadinya ulkus. Sedangkan lengkungan besar

  (kurvatura mayor), tempat melekatnya omentum. Pada daerah kurvatura minor maupun mayor banyak dijumpai kelenjar getah bening, ini penting terutama dalam penanganan keganasan pada penyakit tumor lambung dalam menentukan stadium tumor. Berikut merupakan gambaran bentuk anatomis dari lambung dengan regio-regionya.

Gambar 2.2. Anatomi eksternal dan interna lambung mamalia

  (Tortora dan Grabowski, 1996) Secara Histologi dinding lambung terdiri dari lapisan mukosa, sub-mukosa, muskularis mukosa dan serosa. Mukosa dan sub mukosa lambung yang tidak direnggangkan tampak berlipat-lipat memanjang yang disebut rugae terutama terlihat dalam keadaan kosong, tetapi bila lambung sedang berisi makanan, maka lipatan akan merata.

   Mukosa

  Seluruh dinding bagian dalam lambung terdiri dari mukosa yang dilapisi oleh selapis epitel kolumner yang menghasilkan musin netral. Membran mukosa lambung berbentuk irreguler seperti tiang, membentuk lipatan longitudinal yang disebut rugae dan jumlahnya tergantung pada tinggi rendahnya rentangan organnya. Membran mukosa terdiri dari tiga komponen yaitu epitelium, lamina propia dan muskularis mukosa. Epitel permukaan mukosa ditandai oleh adanya lubang sumuran yang terletak rapat satu dengan yang lain dan dilapisi epitel sejenis yang disebut faveola gasrika. Bentuk dan kedalaman dari sumuran ini serta sifat kelenjarnya berbeda pada tiap bagian lambung.

  Di bawah epitel terdapat suatu lamina propia dan lapisan di bawah sumuran ini mengandung kelenjar lambung. Lamina propia membentuk kerangka jaringan konektif antara kelenjar dan mengandung jaringan lymphoid yang terkumpul dalam massa kecil folikel lymphatic gastrik. Lamina propria juga memiliki suatu pleksus vaskuler periglanduler yang kompleks, yang diperkirakan berperan penting dalam menjaga lingkungan mukosa, termasuk membuang bikarbonat yang diproduksi pada jaringan sebagai pengimbang sekresi asam.

  Kelenjar lambung berbentuk simpel dan tipe tubular yang meluas hingga basal lubang sumuran. Kelenjar pada daerah ini sebagian besar menghasilkan musin. Kelenjar lambung dibagi menjadi 3 daerah yaitu isthmus, leher dan basis (fundus). Pada masing-masing daerah mengandung beberapa jenis sel yang berbeda. Tiap kelenjar lambung terbentuk dari empat jenis sel yaitu sel-sel lendir leher, sel-sel utama (Chief cell atau peptic cells), sel-sel parietal (sel oksintik) dan sel-sel enteroendokrin.

  Sel-sel lendir leher berukuran lebih kecil dari sel permukaan, bersifat basofil, jumlahnya relatif sedikit, mempunyai dasar yang lebar dan menyempit dibagian daerah puncaknya. Sel lendir leher berfungsi mensekresikan mukus. Sel- sel utama (Chief cell atau peptic cells) melapisi bagian bawah kelenjar lambung dan mempunyai bentuk sel serosa yang khas. Sel ini mengandung bahan basofil, sebagian besar mitokondria dan granula sekresi yang mengandung pepsinogen, zat pemula pepsin. Eksositosi pepsinogen dipengaruhi rangsangan syaraf dan hormon. Sel-sel parietal atau sel oksintik berbentuk bulat telur, berukuran relatif besar dan bersifat asidofil. Sel-sel ini memproduksi asam hidroklorat (HCl) dan faktor intrinsik lambung. Letaknya tersebar pada lumen dipisahkan oleh sel-sel utama (Chief cell). Sel-sel enteroendokrin berjumlah lebih sedikit dan letaknya tersebar di antara membran dasar dan sel-sel utama (Chief cell). Sel-sel ini berfungsi mengatur komposisi sekresi lambung (air, enzim dan kadar elektrolit), motilitas dinding usus, proses penyerapan dan penggunaan makanan (Beveleander et al., 1988; Bringman et al., 1995; Gartner dan Hiatt, 2001 ; Eroschenko, 2003).

  Submukosa

  Di bawah lapisan mukosa muskularis terdapat lapisan submukosa. Lapisan submukosa umumnya lebih luas, tebal, bersifat fibroelastis dan terdiri dari kelenjar, pembuluh darah, pembuluh limfatika dan syaraf (Bringman, 1995). Submukosa mengandung jaringan ikat tidak teratur yang lebih padat dengan banyak serat kolagen dibanding dengan lamina propia. Pada lapisan ini terdapat kumpulan pembuluh darah kecil yang dikenal dengan pleksus Heller dan juga meliputi sebagian besar pembuluh limfatika dan pleksus syaraf (pleksus Meissner) (Beveleander et al., 1988 ; Eroschenko, 2003).

  Tunika muskularis

  Tunika muskularis terdiri dari tiga lapis otot polos. Lapisan dalam berupa lapisan oblik, lapisan tengah berupa lapisan otot sirkuler dan lapisan luar berupa lapis otot longitudinal. Lapisan oblik tidak utuh sehingga lapisan ini tidak selalu tampak pada sediaan dinding gaster. Antara lapisan sirkuler dan lapisan longitudinal dipisahkan oleh pleksus syaraf mesenterium dan sel ganglion parasimpatis (pleksus Auerba

  ch’s) yang menginervasi kedua lapis otot (Gartner dan Hiatt, 2001 ; Eroschenko, 2003).

  Serosa

  Lapisan paling luar yang melapisi gaster atau saluran pencernaan adalah

  adventisia atau serosa. Lapisan ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang

  menutupi muskularis eksterna. Dibagian luar lapisan ini ditutupi selapis mesotel gepeng peritonium viseral. Adventisia atau serosa tersusun dari jaringan longgar yang sering mengandung lemak, pembuluh darah dan syaraf (Beveleander, 1988 ; Eroschenko, 2003).

Gambar 2.3. Histologi normal mukosa lambung (Eroschenko, 2003).

  Pembesaran 400x

2.3.3. Pertahanan Mukosa Lambung

  Lapisan mukosa lambung merupakan barier antara tubuh dengan berbagai bahan, termasuk makanan, produk-produk pencernaan, toksin, obat-obatan OAINS dan mikroorganisme yang masuk lewat saluran pencernaan (Malik, 1992). Bahan- bahan yang berasal dari luar tubuh maupun produk-produk pencernaan berupa asam dan enzim proteolitik juga dapat merusak jaringan mukosa lambung. Oleh karena itu, lambung memiliki sistem protektif yang berlapis-lapis dan sangat efektif untuk mempertahankan keutuhan mukosa lambung.

  Proteksi pertahanan tersebut dilakukan oleh adanya beberapa faktor antara lain, faktor pre epitelial merupakan faktor proteksi paling depan saluran pencernaan yang letaknya menutupi secara merata lapisan permukaan sel epitel mukosa saluran pencernaan. Faktor ini adalah cairan mukus dan bikarbonat yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar dalam mukosa lambung berfungsi sebagai faktor pelindung terhadap enzim-enzim proteolitik dan asam lambung. Bikarbonat berfungsi menetralisir keasaman di sekitar lapisan sel epitel. Suasana netral dibutuhkan agar enzim-enzim dan transpor aktif di sekeliling dan dalam lapisan sel epitel mukosa dapat bekerja dengan baik (Guyton dan Hall, 1997). Menurut Guyton dan Hall (1997), mukus adalah sekresi kental yang terutama terdiri dari air, elektrolit dan campuran beberapa glikoprotein, yang terdiri dari sejumlah besar polisakarida yang berikatan dengan protein dalam jumlah yang lebih sedikit. Lapisan ini memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dan kimia (Wilson dan Lester 1994). Mukus menutupi lumen saluran pencernaan yang berfungsi sebagai proteksi mukosa. Fungsi mukus sebagai proteksi mukosa untuk pelicin yang, menghambat kerusakan mekanis (cairan dan benda keras), barier terhadap asam, barier terhadap enzim proteolitik (pepsin) dan pertahanan terhadap organisme patogen (Julius, 1992).

  Faktor epitelial merupakan integritas dan regenerasi lapisan sel epitel berperan penting dalam fungsi sekresi dan absorbsi dalam saluran pencernaan. Kerusakan sedikit pada mukosa lambung dapat diperbaiki dengan mempercepat penggantian sel-sel yang rusak. Sel-sel epitel saluran pencernaan terus menerus mengalami pergantian dan regenerasi setiap 1-3 hari dipengaruhi oleh banyak faktor (Malik, 1992). Faktor sub epitelial merupakan integritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan glukosa dan oksigen secara terus menerus. Aliran darah mukosa mempertahankan mukosa lambung melalui oksigenasi jaringan yang memadai dan sebagai sumber energi. Selain itu fungsi aliran darah mukosa adalah

  • untuk membuang atau sebagai buffer difusi balik ion H (Julius, 1992 ; Setiawati, 1992). Komponen dari sistem imun dalam saluran cerna adalah sel-sel radang lokal saluran cerna (sel plasma, limfosit, monosit) dan jaringan limpoid yang bersifat sistemik (Malik, 1992). Selain beberapa faktor pertahanan di atas, pada
selaput lendir saluran pencernaan juga terdapat komponen protektif mukosa yaitu prostaglandin (PG). Hal ini membuktikan salah satu peranan penting prostaglandin untuk memelihara fungsi barier selaput lendir (Kartasasmita, 2002 ; Julius, 1992).

2.3.4. Patologi Lambung

  OAINS menyebabkan hambatan terhadap sintesis PG dapat menyebabkan penurunan kemampuan pertahanan mukosa lambung terhadap iritan (Takeuchi et

  al., 1998). Menurut Widjaja (1973); Damjanov (2000); Guyton dan Hall (1997),

  beberapa gangguan lambung yang sering terjadi antara lain ulkus lambung dan gastritis. Menurut Julius (1992), adanya gangguan-gangguan pada lambung seperti gastritis, erosi dan ulkus turut dipengaruhi oleh beberapa faktor agresif (asam dan pepsin) dan faktor pertahanan (defensif) dari mukosa.

  Gastritis merupakan gangguan umum diskontinuitas pada mukosa lambung atau peradangan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti, minum alkohol, stres, infeksi Helicobacter Pylorii, mengkonsumsi obat-obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) seperti Asam Asestil salisilat (ASA) dan aspirin yang digunakan sebagai obat anti inflamasi dan analgesik dalam pengobatan penyakit-penyakit kronis seperti rematik artritis, osteoartritis dan pencegahan penyakit kardiovaskular. Gastritis ada dua akut dan kronis.

  Gastritis Akut Gastritis akut adalah peradangan akut mukosa lambung yang bersifat sementara.

  Peradangan ini bisa disertai perdarahan mukosa. Pada keadaan yang lebih berat dapat dijumpai terlepasnya permukaan epitel mukosa (erosi). Gastritis akut dengan erosi yang berat merupakan penyebab utama perdarahan gastrointestinal akut (Rossai, 2004 dan Lauwers, 2004). Faktor penyebab gastritis akut masih belum diketahui dengan jelas karena mekanisme normal dari proteksi mukosa lambung tidak diketahui dengan jelas secara menyeluruh. Keadaan ini sering dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan seperti, peminum alkohol yang berlebihan, perokok berat, kemoterapi, uremia, infeksi sistemik (seperti

  Salmonellosis ), stres berat (trauma, luka bakar, operasi), iskemik dan shok, usaha

  bunuh diri dengan asam dan basa keras, trauma mekanik (intubasi nasogastrik) serta pada keadaan paska gasterektomi distal dengan refluks cairan empedu ( Lauwers, 2004). Pemakaian obat OAINS jangka panjang dapat menyebabkan perdarahan lambung (Kumar et al., 2002).

  Gastritis akut bisa mengakibatkan gangguan pada lapisan mukosa

  • lambung seperti rangsangan sekresi asam dengan difusi balik H ke epitel permukaan menyebabkan penurunan produksi bikarbonat oleh sel epitel permukaan, penurunan aliran darah mukosa serta kerusakan langsung terhadap epitel. Pada keadaan infeksi akut yang disebabkan oleh Helicobater pylorii akan merangsang sel-sel radang neutrofil pada mukosa lambung, namun peristiwa ini biasanya luput dari perhatian pasien ( Rossai, 2004 ; Lauwers, 2004 dan Owen, 2004).

  Gejala tergantung pada beratnya perubahan anatomi lambung. Pada gastritis akut mungkin tidak menunjukkan gejala secara menyeluruh, keluhan bisa berupa nyeri epigastrik dengan adanya mual dan muntah sampai hematemesis, melena dan mampu menimbulkan kehilangan darah secara fatal. Penyebab utama hematemesis terutama dijumpai pada peminum alkohol. Pada pasien dengan

  arthritis remathoid yang menggunakan aspirin, hampir 25% pasien kadang-

  kadang mengalami serangan gastritis akut dengan perdarahan yang tampak atau tersembunyi. Resiko perdarahan lambung yang ditimbulkan oleh penggunaan obat OAINS tergantung pada dosis obat yang digunakan, dimana resiko ini meningkatkan komplikasi pada pasien dengan penggunaan obat dalam jangka waktu panjang ( Rossai, 2004 ; Lauwers, 2004 dan Owen, 2004).

  Beratnya lesi yang dijumpai pada lambung mempunyai spektrum yang bervariasi, bisa terlokalisir hingga difus, dari lesi peradangan superfisial hingga mengenai keseluruhan ketebalan mukosa dengan perdarahan dan erosi fokal. Gastritis erosiva akut dengan erosi yang disertai perdarahan biasanya dapat dilihat secara endoskopi. Gastritis akut ditandai dengan edema mukosa dan sebukan sel radang neutrofil dan kemungkinan disertai sel radang kronik. Replikasi sel epitel yang mengalami regenerasi pada gastrik pit biasanya menonjol. Jika peristiwa yang berbahaya ini berlangsung pendek, maka gastritis akut akan hilang dalam waktu beberapa hari dengan digantikan oleh mukosa lambung yang normal secara keseluruhan (Lauwers, 2004). Gastritis akut dicirikan dengan adanya infiltrasi

  polymorphonuclear (PMN) pada mukosa korpus dan antrum pilorus, edema dan erosi mukosa (Thomas, 1979 ; Cohen, 2007).

  Gastritis Kronik

  Terjadinya penimbunan sel-sel radang neutrofil, sel T dan sel B sampai ke stroma yang hebat disebut gastritis kronik. Gastritis kronis didefinisikan sebagai adanya perubahan inflamasi kronis di mukosa berobah menjadi atrofi epitel mukosa dan metaplasia epitel mukosa. Pada umumnya gastritis kronis disebabkan oleh bakteri basil patogen Helicobacter Pylorii, yang memiliki tingkat inflamasi yang tertinggi di seluruh dunia terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Perubahan inflamasi pada gastritis kronik diikuti perubahan inflamasi dari sel limfosit dan plasma menyusup ke dalam lapisan lamina propia. Kadang-kadang diikuti dengan sel-sel peradangan neutrofil pada daerah leher mukosa. Gastritis kronis ditandai dengan penurunan fungsi mukosa, seperti adanya nekrosa sel, atrofi sel atau metaplasia (Cohen, 2007). Kejadian gastritis akibat infeksi agen asing atau iritasi kimiawi diawali dengan kongesti dan fokus hemorrhagi pada mukosa lambung. Kerusakan tersebut kemudian akan segera diikuti dengan perubahan pada epitelium, hemorrhagi, edema dan erosi permukaan epitel. Kerusakan sel epitelial dapat memungkinkan terjadi difusi balik ion H+ ke mukosa (Van Kruininger, 1995).

Gambar 2.4. Penyebab dan mekanisme pertahanan dan ulkus peptik

  (Robin, 2005)

2.4. Kedelai

  Tanaman kedelai termasuk famili Leguminosae (kacang-kacangan), genus Glycine dan spesies max. Dalam bahasa L atin kedelai dikenal dengan istilah ”Glycine

  max

  ” sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “Soybean”. Di Indonesia kedelai dibedakan atas dasar umur dan warna biji. Menurut Astawan, 2009 berdasarkan umur panen kedelai (umur 78-85 hari), kedelai dibedakan atas kedelai kuning, hitam dan kedelai hijau, secara kimia tidak ada perbedaan gizi yang berarti antara ketiga jenis warna kedelai. Kedelai merupakan kacang-kacangan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, kedelai memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu rata- rata 35%, bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40

  • – 44%. Protein kedelai
memiliki kandungan asam amino metionin dan sistein, sedangkan kandungan lisin dan teonin juga sangat tinggi. Hal tersebut sangat menguntungkan, karena pada umumnya makanan pokok sangat miskin akan lisin.

  Kedelai mengandung lemak sekitar 18-20%, 85% diantaranya merupakan asam lemak tidak jenuh. Lemak kedelai mengadung asam lemak essensial yang cukup, yaitu asam linoleat (omega-6) serta asam linolenat (omega-3) sehingga memberikan pengaruh yang sangat berarti bagi kesehatan, khususnya dalam kaitannya dengan pengendalian kolestrol dan penyakit kardiovasculer (berhubungan dengan jantung dan penyakit pembuluh darah). Kedelai mengandung protein 46.2 gram, lemak 19.1 gram karbohidrat 28.2 gram, kalsium 254 mg, Besi 11 mg, Fosfor 781 mg, Vitamin B1 0.48 mg, Vitamin B12 0.2 mg (Anonim, 2009).

  Selain sebagai sumber protein dan lemak, kedelai juga dilengkapi dengan sejumlah vitamin (terutama vitamin A, B kompleks dan E), serta mineral (kalsium, fosfor dan zat besi). Kedelai juga merupakan sumber serat, kandungan

  dietary fiber kedelai terbukti ampuh dalam pencegahan penyakit degeneratif,

  seperti diabetes melitus, berbagai kanker, osteoporosis, penyakit ginjal dan lain- lain. Kedelai merupakan sumber protein yang tinggi dan dapat diolah menjadi produk pangan nonfermentasi atau fermentasi (Astawan, 2009). Selain itu, kedelai dapat juga dibuat untuk bermacam macam makanan yang difermentasi seperti kecap, tempe, nugget kedelai, dan semua makanan tersebut merupakan makanan buatan di Negara Asia (Hui et al., 2005). Kedelai sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi secara langsung.

  Menurut Purwaningsih (2000) kedelai dapat dimakan dengan cara perebusan, penyaringan atau penggilingan, juga dapat dijadikan produk pangan olahan yang difermentasi seperti fermentasi susu kedelai (soyghurt) dan keju kedelai (soycheese). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan Gizi dalam tiap 100 gram Biji Kedelai Kering

  Kandungan Gizi Proporsi Nutrisi Dalam Biji Kedelai

  Kalori (kal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (mgram) Fosfor (mgram) Zat besi (mgram) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mgram) Vitamin C (mgram) Air (gram) Bagian yang dapat dimakan (%)

  268,00 30,90 15,10 30,10

  196,00 506,00

  6,90 95,00

  0,93 0,00

  20,00 100,00

  Sumber (Rukmana, 1997)

2.5. Susu Kedelai

  Susu kedelai adalah hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan susu sapi sehingga susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi orang yang alergi terhadap protein hewani (Nilema, 2006). Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi karena kandungan proteinnya tinggi. Selain itu susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, Vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air (Radiyati, 1992). Kelebihan susu kedelai adalah tidak mengandung laktosa sehingga susu ini cocok dikonsumsi penderita intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak mempunyai enzim laktose dalam tubuhnya (Cahyadi, 2007).

  Disamping mengandung protein tinggi, susu kedelai merupakan sumber kalsium, vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh, sehingga dapat menggantikan susu sapi. Kandungan gizi susu kedelai tidak kalah dengan susu sapi perbedaannya diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi Susu Kedelai, Susu Sapi per 100 gram

  Komposisi Susu Kedelai ( % ) Susu Sapi ( % )

  Kalori (Kkal) 41,00 61,00 Protein (gram) 3,50 3,20 Lemak (gram) 2,50 3,50 Karbohidrat (gram) 5,00 4,30 Kalsium (mg) 50,00 143,00 Fosfor (gram) 45,00 60,00 Besi (gram) 0,70 1,70 Vitamin A (SI) 200,00 130,00 Vitamin B1 (tiamin) (mgram) 0,08 0,03 Vitamin C (mgram) 2,00 1,00

  Sumber : Koswara, (2006) Menurut Yudhi (2008) tahap-tahap pembuatan susu kedelai secara umum meliputi perendaman kedelai, penggilingan basah, penyaringan dan pemanasan, akan tetapi diperlukan modifikasi pada tahap-tahap tesebut agar mutu dari susu kedelai dapat diperbaiki, khususnya terhadap bau langunya. Bau langu dapat dikurangi dengan perlakuan penggilingan dengan menggunakan air panas (hot

  grind ) hingga bubur kedelai mencapai suhu 80

  C. Perendaman kedelai dengan menggunakan 0,25% sampai 0,5% sodium bikarbonat, kemudian dilanjutkan

  bleechin g dengan air mendidih selama 20 menit. Cara lain adalah dengan

  penghilangan lemak pada kedelai dengan vaccum deodorization. Perlakuan- perlakuan tersebut bertujuan untuk menginaktifkan enzim lipoksidase yang akan bereaksi dengan lemak menghasilkan bau langu. Susu kedelai juga dapat dibuat dengan memanaskan atau pasteurisasi suspensi kedelai pada titik didihnya selama 15-30 menit. Pemanasan tersebut juga berfungsi untuk menginaktifkan enzim lipoksigenase dan inhibitor protease.

  Ikatan sejumlah asam amino dengan vitamin dan beberapa zat gizi lainnya dalam biji kedelai dapat membentuk flavonoid. Flavonoid adalah sejenis pigmen seperti zat hijau daun yang terdapat pada tanaman yang berwarna hijau. Bau langu yang terdapat pada biji kedelai adalah salah satu tanda bahwa biji kedelai mengandung flavonoid. Secara ilmiah, flavonoid sudah dibuktikan mampu mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Salah satu jenis flavonoid yang sangat banyak terdapat pada biji kedelai dan sangat bermanfaat bagi kesehatan adalah isoflavon. Protein kedelai dan isoflavon dapat melindungi tubuh dari kerusakan radikal, meningkatkan sistem kekebalan, menurunkan resiko pengerasan arteri, penyakit jantung, tekanan darah tinggi antikanker (Buchanan, 1996). Kedelai mengandung antioksidan yang dapat memperbaiki tekanan darah dan meningkatkan kesehatan pembuluh darah (Ferlina, 2009).

2.6. Yoghurt Susu Kedelai (Soyghurt).

  Yoghurt adalah minuman sehat yang terbuat susu sapi yang difermentasi. Istilah yoghurt berasal dari bahasa Turki, yang berarti susu asam. Yoghurt diartikan sebagai bahan makanan yang berasal dari susu sapi dengan bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam (Shurtleff dan Aoyagi, 2007). Yoghurt dibuat melalui proses fermentasi menggunakan campuran bakteri asam laktat L.

  bulgaricus dan S.thermophillus yang hidup secara sinbiotik. Proses fermentasi

  pada pembuatan yoghurt dapat menguraikan laktosa menjadi asam laktat. Proses ini juga menyebabkan kadar laktosa dalam yoghurt berkurang, sehingga yoghurt aman dikonsumsi oleh orang yang lanjut usia atau yang alergi terhadap susu. Adanya asam laktat inilah yang menyebabkan yoghurt berasa asam. Pada awal fementasi S. thermophillus tumbuh dengan cepat dan mengakibatkan akumulasi asam laktat dan asam asetat, asetaldehida, diasetil serta asam format. Adanya zat- zat tersebut dan perubahan potensial oksidasi-reduksi pada medium (yoghurt), merangsang pertumbuhan L. bulgaricus. Pada akhir fermentasi mempunyai pH 4,2-4,3 (Oberman, 1985). Aroma yang spesifik dari yoghurt terdiri dari komponen komponen karbonil dengan diasetil dan asetaldehid yang dominan (Belitz dan Grosch, 1987).

  Yoghurt didefinisikan sebagai bahan pangan yang berasal dari susu sapi cair dengan bentuk seperti bubur atau es krim yang merupakan hasil fermentasi susu sapi menggunakan bakteri asam laktat. Yoghurt sudah lama populer di Eropa, Amerika, Asia dan Afrika. Jumlah konsumsi yoghurt berbeda disetiap negara. Negara Belanda tergolong bangsa pengkonsumsi youghurt tertinggi rata- rata 13,7 kg per orang pertahun, Swiss 7,5 kg dan Prancis 6,1 kg (Widowati dan Misgiyarto, 2007). Di Indonesia sendiri baru beberapa tahun belakangan ini yoghurt populer namun tetapi masih terbatas di daerah ibu kota, Jawa Barat khususnya Bandung, Bogor dan kota besar lainnya (Koswara, 1995).

Gambar 2.5. Youghurt atau soyghurt ( http://1.bp.blogspot.com/yoghurt)

  Soyghurt merupakan susu kedelai yang diasamkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan campuran bakteri pembentuk asam yaitu L.

  bulgaricus dan S. thermophillus (Irkin dan Eren, 2008). Soyghurt adalah suatu produk fermentasi susu kedelai yang menggunakan kultur bakteri asam laktat L. bulgaricus dan S. termophillus yang telah umum dipakai dalam proses pembuatan

  yoghurt. Pemanfaatan susu kedelai terbatas karena cita rasa yang kurang disenangi karena langu. Keterbatasan susu kedelai tersebut dapat dikurangi melalui proses fermentasi, yang akan mengalami perubahan tekstur menjadi lembut dan menimbulkan aroma yang segar dan rasa yang asam, menjadi yoghurt kedelai yang dikenal dengan istilah soyghurt (Buono et al., 1990). Disamping perubahan fisik, susu kedelai yang telah difermentasi oleh bakteri asam laktat juga mengalami perubahan kimiawi dengan terbentuknya asam laktat, dan peningkatan kadar protein dan nilai gizi pada soyghurt tersebut.

  Konsumsi soyghurt juga bermanfaat bagi keseimbangan ekosistem pada saluran intestinal dengan meningkatkan populasi probiotik dan menurunkan populasi bakteri patogen (Chang et al., 2005). Salah satu kandungan kedelai yang memiliki banyak manfaat adalah isoflavon yang berperan dalam perbaikan profil lipid serum, perlindungan LDL terhadap oksidasi dan menigkatkan aktivitas beberapa enzim antioksidan pada hati (Wei et al., 1993). Komponen lainnya seperti saponin dan soy protein juga memiliki efek sebagai antioksidan. Soyghurt dapat menurunkan kolesterol total dan akumulasi trigliserida hati pada proses stress oksidatif.

Tabel 2.3. Syarat Mutu Yoghurt Menurut SNI (01-2981-1992)

  Standar Nasional Indonesia Untuk Youghurt

  Kriteria Uji Persyaratan Keadaan penampakan Cairan kental semi padat Bau

  Normal/khas Rasa Khas/asam Konsistensi Homogen

  Lenak(%bb) Maksimum 3,8 Berat kering tanpa lemak (BKTL) (%bb) 8,2 Potein (%bb) Min 3,5 Abu (%bb)

  Maks 1,0 Jumlah asam (dihitung sebagai laktat) (%bb) 0,5-2,0 Cemaran logam (mg/kg) Timbal (Pb) Maksimum 0,3 Tembaga (Cu) Maksimum 20 Timah (Sn) Maksimum 40 Raksa (Hg) Maksimum 0,03 Arsen (As)

  Maksimum 0,1 Cemaran Mikroba Bakteri coliform (agka paling mngkin) Maksimum 10 Escheria coli < 3 Salmonella Negatif Sumber : Tamime dan Robinson, (1999).

2.7. Bakteri Asam Laktat.

  Bakteri asam laktat (BAL) secara fisiologis dikelompokkan sebagai bakteri gram positif, berbentuk kokus dan batang tidak membentuk spora dan dapat memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan asam laktat. Berdasarkan taksonomi terdapat sekitar 20 genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat. Beberapa bakteri asam laktat yang sering digunakan dalam pengolahan pangan adalah Aerococcus, Bifidobacterium, Carnobacterium, Enterococcus,

  Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus, dan Weissella (Salminen et al.,

  2004). Secara tradisional, bakteri asam laktat terdiri dari 4 genus yaitu

  Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus. Saat ini beberapa

  genus baru telah disarankan untuk dimasukkan ke dalam kelompok bakteri asam laktat untuk revisi taksonomi baru. Hal ini disebabkan adanya beberapa pertimbangan dalam beberapa sifat fisiologi, perbedaan dan persamaan dalam produk metabolit (Yang, 2000).

Tabel 2.4. Diferensial Karakteristik Bakteri Asam Laktat Berdasarkan Morfologi dan Fisiologi (Todar, 2011)

  

Ciri Lactobacillus Enterococcus Lactococcus Leuconostoc Pediococcus Streptococcus

Morfologi batang coccus coccus coccus Coccusdi coccus * tetrad CO dari ± 2

  • glukosa Pertumbuhan + - + pada 10 ° C ±

  ± +

  • pada 45 ° C ±

  ± ±

  • dalam NaCl ± ± ± - 6,5%
  • pada pH 4,4 ± ± &plu
  • pada pH 9,6
  • Asam laktat

  D, L, DL L L D L, DL L konfigurasi Keterangan : + = reaksi positif; - = reaksi negatif; ± = variasi antara spesies.

  • = tes pada homofermentatif atau heterofermentatif glukosa: - homofermentasi; + heterofermentasi; D = asam laktat type D; L = asam laktat type L

  Bakteri asam laktat banyak digunakan terutama dalam produk-produk susu dan industri ternak. Secara luas digunakan untuk fermentasi yang menghasilkan berbagai produk pangan yang bertujuan selain mengawetkan, juga dikenal sebagai bakteri probiotik. Sejauh ini bakteri asam laktat yang sering digunakan sebagai probiotik ialah S. termophilus dan L. bulgaricus yang digunakan untuk pembuatan yoghurt atau soyghurt. Bakteri asam laktat adalah salah satu kelompok paling penting dari mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi makanan, dan berkontribusi pada rasa dan tekstur produk fermentasi serta menghambat bakteri pembusukan makanan dengan memproduksi zat penghambat pertumbuhan yaitu sejumlah besar asam laktat. Sebagai agen bakteri asam laktat fermentasi terlibat dalam pembuatan dan pengolahan makanan, BAL dapat melindungi dari pencemaran bakteri patogen, meningkatkan nutrisi, dan berpotensi memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia.

  Menurut Sharpe dan Holt (1984) bahwa kateristik untuk meyakinkan genus bakteri asam laktat, adalah dengan pewarnaan Gram, uji katalase dan uji fermentasi karbohidrat dan uji asam laktat. Umumnya bakteri asam laktat bersifat gram positif, katalase negatif dan mampu memfermentasi karbohidrat yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya seperti glukosa yang akan dikonversi menjadi asam laktat (homofermentatif), karbondioksida, etanol dan asam asetat (heterofermentatif). Asam yang diproduksi dari karbohidrat dapat terjadi baik di bawah kondisi aerob maupun anaerob. Pola fermentasi karbohidrat spesies homofermentatif dari genus Lactobacillus dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Pola Fermentasi Karbohidrat Spesies Homofermentatif Obligat dari Genus Lactobacillus ( Mitsuoka, 1989 ).

  Spesies Gal Glu Lac Man Suk

  • L. delbrueckii subsp. delbrueckii
  • L. delbrueckii subsp. lactis ±
    • L. delbrueckii subsp. bulgaricus ±

    >L. acidophilus
  • L. helveticus

  ± + Keterangan: Gal = galaktosa; Glu = glukosa; Lac = laktosa; Man = mannosa,

  Suk = sukrosa; + = 90 % atau lebih strain positif; ± = 11-89 % strain positif; - = 90 % atau lebih strain negatif. Sinbiotik adalah kombinasi dari probiotik dan prebiotik, yaitu penambahan mikroorganisme hidup dan senyawa-senyawa prebiotik yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen di saluran pencernaan. Keuntungan dari kombinasi ini adalah meningkatkan daya tahan hidup bakteri probiotik oleh karena substrat yang spesifik telah tersedia untuk media pertumbuhan mikroba sehingga manfaatnya lebih sempurna dari kombinasi ini. Suatu sinbiotik bersifat sinergisme antara probiotik dan prebiotik, sehingga dapat memodulasi pertumbuhan mikroba usus, mampu berkompetisi dengan bakteri-bakteri patogen dalam pengambilan nutrisi, merangsang pengeluaran cairan usus yang berguna untuk pencernaan, merangsang sistem daya tahan tubuh, memproduksi zat anti bakteri, dan mengkolonisasi saluran pencernaan. Ranadhree et al., (2010) melaporkan bahwa substrat merupakan salah satu faktor sumber utama dalam mengatur kolonisasi mikroorganisme di saluran pencernaan. Komponen di dalam makanan yang bersifat mendorong pertumbuhan bakteri yang menguntungkan disebut prebiotik, sebagai contoh adalah oligosakarida seperti laktulosa, galaktooligosakarida, inulin, fruktooligosakarida.

2.7.1. Lactobacillus bulgaricus

  Lactobacillus bulgaricus termasuk genus Lactobacillus gram positif, berbentuk

Dokumen yang terkait

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

9 90 130

Efektifitas Pemberian Soyghurt yang Mengandung Bakteri Asam Laktat dalam Memperbaiki Kerusakan Jaringan Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dipapar Timbal

10 86 123

Efektifitas Pemberian Soyghurt Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Dalam Darah Mencit (Mus musculus) Dengan Jumlah Bakteri Asam Laktat Dan Suhu Inkubasi Yang Optimum

0 28 119

Pengaruh Aktivitas Fisik Maksimal Terhadap Jumlah Dan Hitung Jenis Leukosit Pada Mencit (Mus musculus L) Jantan

0 29 101

Efek Kombinasi Alginat dengan Omperazol terhadap Penyembuhan Ulkus Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Aspirin

0 34 179

Efek Kombinasi Alginat dengan Antasida Terhadap Penyembuhan Ulkus Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Aspirin

3 58 137

Pengaruh Madu Randu (Ceiba pentandra) Terhadap Peningkatan Kecepatan Penyembuhan Acute Erosive Gastritis Pada Tikus Putih (Rattus Novergicus Strain Wistar) Yang Diinduksi Oleh Aspirin

0 15 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik - Viabilitas Bakteri Asam Laktat Dalam Enkapsulasi Sinbiotik Terhadap Penyimpanan dan Asam Lambung Tiruan

0 0 11

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

0 0 20

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

0 0 14