Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

(1)

DAN EFEKTIFITASNYA PADA PENYEMBUHAN

GASTRITIS LAMBUNG MENCIT

(Mus musculus L) YANG DIINDUKSI

DENGAN ASPIRIN

TESIS

Oleh

NAFIAH

097030011/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(2)

KOLONI BAKTERI ASAM LAKTAT DALAM SOYGHURT

DAN EFEKTIFITASNYA PADA PENYEMBUHAN

GASTRITIS LAMBUNG MENCIT

(Mus musculus L) YANG DIINDUKSI

DENGAN ASPIRIN

TESIS

Oleh

NAFIAH

097030011/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(3)

DAN EFEKTITASNYA PADA PENYEMBUHAN

GASTRITIS LAMBUNG MENCIT (Mus musculus L)

YANG DIINDUKSI DENGAN ASPIRIN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains dalam Program Studi

Magister Ilmu Biologi pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

NAFIAH

097030011/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2013


(4)

(5)

PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP JUMLAH

KOLONI BAKTERI ASAM LAKTAT DALAM SOYGHURT

DAN EFEKTIFITASNYA PADA PENYEMBUHAN GASTRITIS

LAMBUNG MENCIT YANG DIINDUKSI DENGAN ASPIRIN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 28 Februari 2013

( Nafiah ) NIM. 097030011


(6)

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

N a m a : Nafiah N I M : 097030011 Program Studi : Biologi Jenis Karay Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non–Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

Beserta perangkat yang ada (jika dipedrlukan). Dengan Hak Bebas Royalty Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 28 Februari, 2013


(7)

Tanggal : 15 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Anggota : 1. Dr.Ir. Herla Rusmarilin, MP

2. Dr. It Jamilah, M.Sc


(8)

DATA PRIBADI

Nama : Nafiah, S.Si

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 04 Juni 1969

Alamat Rumah : Jl. Alfalah II No. 5B Medan Telepon/HP : 081396328446

e-mail : fiahli@yahoo.com

Instansi Tempat Bekerja : Fakultas Kedokteran USU Medan Alamat Kantor : Jl. Universitas No.I Gd. Abdul Hakim Kampus USU Medan

Telepon : (061) 8211746

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri Tanjung Selamat Kab. Langkat Tamat : 1982 SMP : SMP Negeri Tg. Pura Kab. Langkat Tamat : 1985 SMA : SMAK Dharma Analitika Medan Tamat : 1988 Strata-1 : Fak. Biologi UMA Medan Tamat : 2005 Strata-2 : Program PascasarjanaFMIPA USU Tamat : 2013


(9)

Pertama-tama Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayahnya, sehinga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DMT&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasajana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Pascasarjana Biologi Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed, Sekretaris Program Studi Pascasarjana Biologi Dr. Suci Rahayu, M.Si beserta seluruh staf pengajar pada Program Studi Pascasarjana Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed dan Dr.Ir. Herla Rusmarilin, M.P selaku komisi pembimbing yang senantiasa bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan serta pemikiran dengan penuh kesabaran kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih juga kepada Dekan Faklutas Kedokteran USU bapak Prof.dr. Gontar A.Siregar, SpPD, KGEH, ketua Departemen P. Anatomi FK USU dr. Ibnu Alferally, Sp.PA, dr. Lidya Imelda Laksmi, Sp.PA beserta seluruh staf pengajar dan teman sejawat di Departemen P. Anatomi FK USU yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA USU.

Kepada teman sejawat di Laboratorium Mikrobiologi FK USU serta adik-adik mahasiswa strata-1 Fakultas Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara yang telah mambantu penulis dalam melaksanakan Penelitian.

Kepada ayahanda Hafas Achmad dan Ibunda Zuraidah (Alm),serta suami tercinta Alimuddin Nst dan kepada anak-anak tersayang Zhafirah Alfina Nst, Nahdansyah Abd. Rauf Nst dan Syafitri Nurhaliza Nst penulis mengucapkan terima kasih yang tulus atas pengertian, pengorbanan baik moril mupun materil serta dukungannya, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT.

Medan, Februari 2013 Penulis,


(10)

KOLONI BAKTERI ASAM LAKTAT DALAM SOYGHURT

DAN EFEKTIFITASNYA PADA PENYEMBUHAN

GASTRITIS LAMBUNG MENCIT (Mus musculus L)

YANG DIINDUKSI DENGAN ASPIRIN

ABSTRAK

Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) seperti Acetylsalicylic acid (ASA) atau aspirin di masyarakat masih tinggi. Aspirin berefek iritasi terhadap mukosa lambung hingga timbulnya gastritis. Soyghurt dimanfaatkan untuk penyembuhan gastritis. Penelitian ini tentang pembuatan soyghurt dengan menggunakan starter youghurt yang mengandung bakteri asam laktat spesies

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas soyghurt dalam penyembuhan gasritis lambung mencit yang diinduksi aspirin 400 mg/kg BB dengan jumlah bakteri asam laktat dan lamanya waktu fermentasi yang optimum. Perlakuan lamanya waktu inkubasi pada pembuatan soyghurt adalah 4, 6 dan 8 jam pada suhu inkubasi 40 ⁰C. Analisa jumlah bakteri asam laktat berdasarkan Standar Plate Count. Identifikasi jenis bakteri berdasarkan karakteristik morfologi (pewarnaan Gram) dan uji biokimia (uji katalase, fermentasi karbohidrat, motilitas, reduktase nitrat, dan uji ketahanan suhu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu fermentasi yang semakin lama menyebabkan kenaikan total koloni bakteri asam laktat, waktu inkubasi yang optimal adalah 8 jam dengan jumlah koloni sebesar 1,57 x 109 CFU/ml. Pemberian soyghurt sebanyak 0,5 ml per hari selama 14 hari kepada hewan uji (mencit) pada kelompok perlakuan gastritis yang disebabkan aspirin (P1) menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kelompok kontrol (P0) melalui gambaran makroskopis, histopatologi dan persentase ketebalan lapisan mukus pada mukosa lambung mencit. Pemberian soyghurt selama 14 hari memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemulihan (recovery) gastritis lambung mencit yang induksi aspirin baik secara makroskopis maupun mikroskopis.


(11)

SOYGURT AND ITS EFFECTIVENESS IN HEALING

OF GASTRITIS ON MICE ( Mus musculus L)

THAT INDUCED BY ASPIRIN

ABTSRACT

Using of non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDS) such as Acetylsalicyclic acid (ASA) or aspirin in the high community. The effect of aspirin against gastric mucosal irritation to the onset of gastritis. Soygurt is used to cure gastritis. Research on creating soygurt using lactic acid bacteria starter yogurt. Objection of this study to determine the effectiveness of soygurt in healing of gastritis that induced aspirin in mice 400 mg/kg body weight by the number of lactic acid bacteria and the optimum duration of fermentation. Treatment duration of incubation on making soygurt is 4, 6 and 8 hours of incubation at 40 °C. Analysis of the amount of lactic acid bacteria based on Standard Plate Count. Identify the types of bacteria based on morphological characteristics (gram staining) and biochemical tests (catalase test, carbohydrate fermentation, motility, nitrate reductase, and temperature resistance test). The results showed that the fermentation time which led to an increase in total lactic acid bacteria colonies, the optimal incubation time is 8 hours by the number of colonies of 1.75 x109 CFU / mL. Administration of soygurt approximately 0.5 mL per day for 14 days to test animals (mice) in the treatment of gastritis caused by aspirin (P1) showed different effects are not significant (p>0.05) for the control group (P0) through macroscopic description, histopathology, and the percentage of the thickness of mucus in the gastric mucosa of mice. Administration of soygurt for 14 days orally found a significant effect on recovery gastritis that induced aspirin of gastric mice at the both microscopic and macroscopic.


(12)

iv

ABSTRACT ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

1.3 Kerangka Pemikiran ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Hipotesis ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Aspirin ... 10

2.1.1 Mekanisme Kerja Aspirin (Asam Asetil Salisilat) ... 11

2.1.2 Efek OAINS Pada Lambung... 12

2.2 Omeprazole ... 13

2.3 Lambung ... 14

2.3.1 Fisiologi Lambung ... 14

2.3.2 Anatomi Dan Histologi Lambung Normal ... 15

2.3.3 Pertahanan Mukosa Lambung ... 19

2.3.4 Patologi Lambung ... 21

2.4 Kedelai ... 24

2.5 Susu Kedelai ... 26

2.6 Yoghurt Susu Kedelai ... 28

2.7 Bakteri Asam Laktat ... 30

2.7. 1. Lactobacillus bulgaricus... 33

2.7.2. Streptococcus thermopillus ... 35

2.8 Bakteri Asam Laktat Sebagai Probiotik... 37

2.9 Potensi Soyghurt Yang Mengandung Bakteri Asam Laktat Dalam Penyembuhan Gastritis Pada Lambung ... 38

BAB III BAHAN DAN METODE ... 41

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 41

3.2 Populasi dan Sampel ... 41

3.2.1 Populasi ... 41

3.2.2 Sampel ... 41

3.3 Alat dan Bahan... 41


(13)

3.8 Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat ... 44

3.9 Identifikasi Bakteri Asam Laktat ... 45

3.10 Rancangan Percobaan Efek Probiotik Bakteri Asam Laktat Secara in Vivo Pada Hewan Uji Mencit ... 47

3.11 Pengukuran Berat Badan Mencit...49

3.12 Pengukuran Bobot Lambung Mencit...49

3.13 Pengamatan Mukosa Lmabung Secara Makroskopis ... 49

3.14 Pengamatan Gambaran Histopatologi Mukosa Lambung Mencit ... 49

3.15. Penilaian Ketebalan Lapisan Lendir Mukosa Lambung Mencit Menggunakan Pewarnaan Periodic Acid Schiff (PAS) ... 51

3.16 Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Pada Soyghurt ... 53

4.2 Identifikasi Bakteri Asam Laktat ... 55

4.3 Pengukuran Berat Badan Mencit ... 57

4.4 Bobot Lambung Mencit ... 60

4.5 Peradangan Mukosa Lambung Mencit Secara Makroskopis.. 62

4.6 Histopatologi Mukosa Lambung Mencit ...65

4.7 Ketebalan Lapisan Lendir Mukosa Lambung ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 76

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 78

LAMPIRAN ... L1


(14)

vi

2.1 Kandungan Gizi dalam tiap 100 gram Biji Kedelai Kering 26 2.2 Komposisi Susu Kedelai, Susu Sapi 100 gram 27 2.3 Tabel 2.3. Syarat Mutu yoghurt Menurut SNI 30 2.4 Diferensial Karakteristik Bakteri Asam Laktat Berdasarkan

Morfologi dan Fisiologi

31

2.5 Pola Fermentasi Karbohidrat Spesies Homofermentatif Obligat dari dari Genus Lactobacillus

32

4.1 Jumlah Koloni Baktei Asam Laktat Pada Soyghurt suhu inkubasi 400C dengan waktu inkubasi 4, 6 dan 8 jam

53

4.2 Karakteristik Morfologi Sel dan Uji Biokimia BAL 55 4.3 Peningkatan Berat Badan Mencit pada Hari ke-0 dan Hari

ke-24 pada Masing-masing Kelompok Perlakuan

58

4.4 Hasil Rata-rata Bobot Lambung Mencit pada Hari ke-24 pada Masing-masing Kelompok Perlakuan

61

4.5

4.6

4.7

4.8

Hasil Rata-rata Penilaian Makroskopis Lambung Mencit pada Hari ke- 24 Masing-masing Kelompok Perlakuan Hasil Rata-rata Kerusakan dan Derajat Peradangan Mukosa Lambung Mencit Secara Histopatologi pada Hari ke-24 pada Masing-masing Kelompok Perlakuan

Perbandingan Nilai Persentase Ketebalan Lapisan Lendir Mukosa Lambung Mencit Pada Hari ke-24 pada Masing-masing Kelompok Perlakuan

Persentase Penurunan dan Peningkatan Rasio Ketebalan Lapisan Lendir Mukos Lambung Mecit

62

66

71


(15)

2.1 Struktur Aspirin 11 2.2 Anatomi Eksternal dan Internal Lambung Mamalia 16

2.3 Histologi Normal Mukosa Lambung 19

2.4 Penyebab, Mekanisme Pertahanan dan ulkus Peptik 24

2.5 Youghurt atau Soyghurt 28

2.6 Lactocbacillus bulgaricus 34

2.7 Streptococcs thermopillus 36

2.8 Fermentasi Bakteri Asam Laktat Jalur Homofermentatif (A) dan Heterif (A) dan Heterofermentatif

37

3.1 Metode Plate Count dan Pengenceran seri Mencit Kelompok Perlakuan P1, P2, dan P3

45

3.2 Skema Perlakuan Hewan Uji 48

4.1 Histogram selisih berat badan awal dan akhir Mencit Masing-masing Kelompok Perlakuan

57

4.2 Histogram Bobot Lambung Mencit pada hari ke-24 Masing-masing Kelompok Perlakuan

60

4.3 Histogram Makroskopis Lambung Mencit pada hari ke-24, terhadap masing-masing kelompok perlakuan

62

4.4 Gambar Makroskopis Mukosa Lambung Mencit 64 4.5 Histogram Rata-rata Penilaian Kerusakan dan Derajat

Peradangan Mukosa Lambung Mencit secara ikroskopis pada hari ke-24, terhadap masing-masing kelompok perlakuan

65

4.6 Gambar Kerusakan Mukosa Lambung Mencit Secara Histopatologi


(16)

viii

Pewarnaan PAS

5.0 Kedelai dan Bioklut (starter komersial) L-18

6.0 Soyghurt Inkubasi 4,6 dan 8 jam L-18

7.0 Bakteri Asam Laktat pada Soyghurt Inkubasi 4, 6 dan 8 jam

L-18

8.0 Uji Pewarnaan Gram L. Bulgaricus dan S. termophillus L-18

9.0 Uji Fermentasi Karbohidrat L-19

10.0. Alat Inkubator dan Autoclave L-19

11.0 Alat Automatic Tissue Processor/Leica TP 1020, Tissue Embedding /Leica EG 1160, Microtome/Leica RM 2245

L-19

12.0 Mencit Yang Digunakan Untuk Penelitian L-20 13.0 Blok Paraffin, Slide dan Pewarnaan Haematoxyline-

Eosin


(17)

Lampiran A

B

SuratEthical clearance

Komposisi Media L-1 L-2

C Cakupan Kegiatan Penelitian L-3

D Diagram Alir Pembuatan Starter Soyghurt L-4

E Diagram Alir Pembuatan Susu Kedelai L-5

F Diagram Alir Pembuatan Soyghurt L-6

G Tabel Jumlah koloni L. Bulgaricus dan S. thermophillus

pada Pengenceran 10-7

L-7

H Identifikasi Fermentasi Karbohidrat Beberapa Genus

Lactobacillus Menurut Bergey;s

L-8

I Hasil Uji Statistik Peningkatan Berat Badan Mencit pada Hari ke-0 dan Hari ke-24 Pada Masing-maing Kelompok

L-9

J Data-data Bobot Lambung, Makroskopis dan

Histopatologi Lambung pada Hari ke-24 Pada Masing-maing Kelompok Perlakuan

L-11

K Persentase Ketebalan Lapisan Lendir Mukosa Lambung Mencit pada Hari ke-24 pada Masing-masing Kelompok Perlakuan

L-16


(18)

KOLONI BAKTERI ASAM LAKTAT DALAM SOYGHURT

DAN EFEKTIFITASNYA PADA PENYEMBUHAN

GASTRITIS LAMBUNG MENCIT (Mus musculus L)

YANG DIINDUKSI DENGAN ASPIRIN

ABSTRAK

Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) seperti Acetylsalicylic acid (ASA) atau aspirin di masyarakat masih tinggi. Aspirin berefek iritasi terhadap mukosa lambung hingga timbulnya gastritis. Soyghurt dimanfaatkan untuk penyembuhan gastritis. Penelitian ini tentang pembuatan soyghurt dengan menggunakan starter youghurt yang mengandung bakteri asam laktat spesies

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas soyghurt dalam penyembuhan gasritis lambung mencit yang diinduksi aspirin 400 mg/kg BB dengan jumlah bakteri asam laktat dan lamanya waktu fermentasi yang optimum. Perlakuan lamanya waktu inkubasi pada pembuatan soyghurt adalah 4, 6 dan 8 jam pada suhu inkubasi 40 ⁰C. Analisa jumlah bakteri asam laktat berdasarkan Standar Plate Count. Identifikasi jenis bakteri berdasarkan karakteristik morfologi (pewarnaan Gram) dan uji biokimia (uji katalase, fermentasi karbohidrat, motilitas, reduktase nitrat, dan uji ketahanan suhu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu fermentasi yang semakin lama menyebabkan kenaikan total koloni bakteri asam laktat, waktu inkubasi yang optimal adalah 8 jam dengan jumlah koloni sebesar 1,57 x 109 CFU/ml. Pemberian soyghurt sebanyak 0,5 ml per hari selama 14 hari kepada hewan uji (mencit) pada kelompok perlakuan gastritis yang disebabkan aspirin (P1) menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kelompok kontrol (P0) melalui gambaran makroskopis, histopatologi dan persentase ketebalan lapisan mukus pada mukosa lambung mencit. Pemberian soyghurt selama 14 hari memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemulihan (recovery) gastritis lambung mencit yang induksi aspirin baik secara makroskopis maupun mikroskopis.


(19)

SOYGURT AND ITS EFFECTIVENESS IN HEALING

OF GASTRITIS ON MICE ( Mus musculus L)

THAT INDUCED BY ASPIRIN

ABTSRACT

Using of non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDS) such as Acetylsalicyclic acid (ASA) or aspirin in the high community. The effect of aspirin against gastric mucosal irritation to the onset of gastritis. Soygurt is used to cure gastritis. Research on creating soygurt using lactic acid bacteria starter yogurt. Objection of this study to determine the effectiveness of soygurt in healing of gastritis that induced aspirin in mice 400 mg/kg body weight by the number of lactic acid bacteria and the optimum duration of fermentation. Treatment duration of incubation on making soygurt is 4, 6 and 8 hours of incubation at 40 °C. Analysis of the amount of lactic acid bacteria based on Standard Plate Count. Identify the types of bacteria based on morphological characteristics (gram staining) and biochemical tests (catalase test, carbohydrate fermentation, motility, nitrate reductase, and temperature resistance test). The results showed that the fermentation time which led to an increase in total lactic acid bacteria colonies, the optimal incubation time is 8 hours by the number of colonies of 1.75 x109 CFU / mL. Administration of soygurt approximately 0.5 mL per day for 14 days to test animals (mice) in the treatment of gastritis caused by aspirin (P1) showed different effects are not significant (p>0.05) for the control group (P0) through macroscopic description, histopathology, and the percentage of the thickness of mucus in the gastric mucosa of mice. Administration of soygurt for 14 days orally found a significant effect on recovery gastritis that induced aspirin of gastric mice at the both microscopic and macroscopic.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang paling sering terjadi. Badan penelitian WHO mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara di dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35% dan Perancis 29,5%. Menurut WHO di Indonesia angka kejadian gastritis di beberapa daerah juga cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk, menurut Maulidiyah (2006), di kota Surabaya angka kejadian gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, dan kejadian gastritis yang tertinggi terdapat di kota Medan yaitu sebesar 91,6%. Gastritis adalah suatu istilah kedokteran untuk suatu keadaan inflamasi jaringan pada mukosa lambung. Gastritis atau yang lebih dikenal dengan maagh berasal dari bahasa Yunani yaitu gastro, yang berarti perut / lambung dan itis yang berarti inflamasi atau peradangan.

Gastritis lambung merupakan gangguan umum diskontinuitas dari mukosa lambung, yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti alkohol, stres, infeksi

Helicobcter pylorii, Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) seperti, aspirin atau

Acetylsalicylic acid (ASA), indomethacin, sulfonamide. Penderita gastritis umumnya mengalami gangguan pada saluran pencernaan atas, berupa nafsu makan menurun, perut kembung dan perasaan penuh di perut, mual, muntah dan bersendawa (Boyers, 2010). Sampai saat ini, frekuensi penggunaan obat-obat golongan obat anti inflamasi steroid (OAINS) oleh masyarakat masih sangat tinggi misalnya Aspirin atau Acetylsalicylic acid (ASA). Obat ini dikonsumsi


(21)

untuk mengatasi rasa nyeri pada penyakit sendi degeneratif, rheumatoid arthritis

dan mencegah penyakit kardiovaskular, serta termasuk ke dalam golongan obat bebas (Ganiswara, 1995). Di samping kegunaan yang sesuai dengan indikasinya, obat-obat ini mempunyai efek iritasi pada mukosa lambung, berakibat perdarahan lambung yang berakhir dengan timbulnya tukak lambung (Tarigan, 2006). Cedera

gastrointestinal yang disebabkan oleh efek samping dari penggunan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) yang menghasilkan efek racun terutama di bagian perut, toksisitasnya sering dihubungkan dengan kerusakan sel-sel mukosa lambung, serta dapat mempengaruhi berbagai pertahanan mukosa seperti sekresi bikarbonat, sintesis lendir atau penurunan aliran darah pada mukosa (Voutilainen

et al., 1998 ; Konturek et al., 1994 ; Ashley et al., 1985 dan Wallace, 1997). Banyak cara yang digunakan untuk mengatasi hipersekresi asam lambung. Menurut Neal (2006) terapi tukak lambung terutama ditujukan untuk menurunkan sekresi asam lambung untuk memperbaiki keseimbangan antara faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif dengan meningkatkan resistensi mukosa lambung (pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan regenerasi sel epitel). Secara klinis pengobataa gastritis yang diakibatkan dari penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) selama ini menggunakan obat kimia, yang bersifat menetralkan atau mengurangi asam lambung, seperti golongan antasida (promag dan mylanta), menghambat sekresi asam lambung (ranitidine dan cemitidine) dan menghambat pompa proton yang menstranpor H+ keluar dari sel parietal lambung (proton pump inhibitor) seperti

omeprazole, lansoprazole dan lain-lain. Keseluruhan obat-obatan sintetis tersebut tidak lepas dari efek samping. Diantara obat yang paling konvensional digunakan untuk pengobatan gastritis adalah obat pompa proton inhibitor (PPI) seperti

omeprazol namun sebagian besar obat ini menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan (Ganiswara, 1995). Omeprazole dalam penelitian ini digunakan sebagai kontrol pembanding dengan soyghurt.

Soyghurt merupakan produk fermentasi dari susu kedelai. Susu kedelai merupakan minuman yang bernilai gizi tinggi. Susu kedelai sudah dikenal sejak abad ke II sebelum Masehi dibuat di negara Cina, dan kemudian berkembang ke


(22)

Jepang. Setelah Perang Dunia ke II masuk ke Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri sampai saat ini perkembangan susu kedelai masih sangat jauh ketinggalan dari Singapura, Malaysia dan Philipina (Koswara, 2006). Sejak tahun 1952 Malaysia sudah memproduksi susu kacang kedelai dengan nama dagang “Vitabean” yang

telah diperkaya vitamin dan mineral, sedangkan Philipina dengan nama “Piscoy”.

Komposisi susu kedelai hampir sama dengan susu sapi. Susu kedelai mempunyai nilai gizi yang tinggi yang mirip dengan susu sapi dan sangat baik digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi anak-anak yang menderita intoleransi laktosa. Namun demikian, pemanfaatan susu kedelai masih terbatas karena citarasa yang kurang disenangi karena rasanya langu. Kelanguan susu kedelai dapat dikurangi melalui proses fermentasi susu kedelai menjadi yoghurt (Djide, 2006). Seperti halnya susu sapi, susu kedelai ternyata dapat dibuat menjadi youghurt susu kedelai yang dikenal dengan nama “soyghurt”, yang merupakan salah satu produk susu fermentasi yang dibuat dengan melibatkan bakteri asam laktat seperti penambahan bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus

(Heller, 2001). Proses pembuatan soyghurt dan kultur starter (biakan mikroba) yang digunakan pada dasarnya sama seperti pada pembuatan youghurt. Youghurt adalah salah satu produk susu yang diperoleh melalui proses fermentasi dengan pertumbuhan bakteri asam laktat, dan merupakan pangan probiotik.

Probiotik memiliki peranan penting dalam fungsi immunologi, pencernaan dan pernafasan serta memiliki dampak yang signifikan dalam mengurangi penyakit infeksi pada anak-anak (FAO/WHO, 2001). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa probiotik secara umum ditargetkan untuk menjaga keseimbangan mikroflora usus, sehingga dapat menjaga kesehatan saluran cerna karena dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen yang ada di usus manusia atau hewan (Mulyorini, 2006). Konsep probiotik sudah dikenal 2000 tahun yang lalu, namun baru awal abad ke 19 dibuktikan secara ilmiah oleh Ilya Metchinkoff, seorang ilmuwan Rusia yang bekerja di Institut Pastur, Paris (Shurtleff dan Aoyagi, 2007). Pengembangan bakteri asam laktat (BAL) sebagai salah satu bahan pangan fungsional yaitu probiotik, menjadi teknologi pengolahan pangan yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini. Probiotik merupakan


(23)

suplemen dalam makanan yang difermentasi, mengandung bakteri hidup dengan karakteristik yang berbeda, yang sangat menguntungkan bagi kesehatan manusia dan hewan. Terbukti dalam banyak penelitian ilmiah, telah secara luas dipelajari dan dieksplorasi secara komersial dalam bentuk probiotik di dunia (Soccol, et al., 2010). Kelompok probiotik yang utama adalah Lactobacillus dan

Bifidobacterium, namun ada juga probiotik yang dilaporkan berpotensi antara lain

Pediococcus, Bacillus, Lactococcus dan ragi. Jenis bakteri asam laktat (BAL) yang paling umum digunakan adalah Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Probiotik biasanya dikonsumsi sebagai bagian dari makanan yang difermentasi dengan menambahkan khusus kultur hidup yang aktif, seperti di yoghurt, soyghurt, atau sebagai suplemen diet lainnya. Yoghurt merupakan salah satu produk makanan yang sangat popular saat ini. Selain sebagai makanan yang memiliki cita rasa yang khas produk yang dibuat dari susu ini juga dapat dianggap sebagai produk yang dapat membantu pencernaan, mencegah diare, mencegah peningkatan kadar kolestrol darah yang terlalu tinggi, bahkan dinyatakan dapat membantu melawan kanker (Gerhauser et al., 2003; Hermansen et al., 2003).

Produk soyghurt yang berkualitas memerlukan kombinasi dua atau lebih bakteri yang digunakan sebagai starter. Kombinasi kedua bakteri asam laktat tersebut bersifat sinergis. Soyghurt merupakan produk fermentasi susu kedelai dengan menggunakan bakteri Streptococcus termophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang telah umum dipakai dalam proses pembuatan yoghurt (Koswara, 1995). Streptococcus termophillus dan Lactobacillus bulgaricus merupakan spesies mikroba yang esensial dan aktif dalam hubungan simbiotik (Herastuti et al., 1994). Pada awal pertumbuhan S. thermophillus akan menghasilkan kadar asam laktat 0,8-1,0%, dan kondisi ini dimanfaatkan oleh L. bulgaricus hingga mencapai kadar asam laktat 1,5-2,0% (Soeharsono, 2010). Tingkat penambahan dan kondisi starter berpengaruh terhadap aktifitas bakteri dan produk asam yang dihasilkan (Buckle et al., 1987), selain itu harus diperhatikan suhu inkubasi dan lamanya waktu fermentasi harus sesuai agar aktifitas bakteri starter berlangsung secara optimal (Herawati dan Wibawa, 2009). Yoghurt dan soyghurt dikonsumsi karena kesegarannya, aroma dan teksturnya yang khas.


(24)

Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat kini tidak hanya memilih makanan dan minuman yang bernilai gizi tinggi, tetapi juga yang dapat memberikan pengaruh dalam meningkatkan kesehatan. Dengan meningkatnya kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi makanan sehat (pangan fungsional) sehingga produk hasil fermentasi yang aman dikonsumsi juga meningkat. Produk-produk fermentasi yang memiliki berbagai keunggulan, ditinjau dari aspek gizi dan kesehatan antara lain adalah soyghurt. Soyghurt adalah produk fermentasi susu kedelai. Telah banyak penelitian secara ilmiah dan klinis telah membuktikan bahwa susu fermentasi, selain memiliki tekstur dan aroma yang lebih disukai dibanding dengan produk susu lainnya juga memiliki manfaat bagi kesehatan.

Fermentasi merupakan proses yang telah lama dikenal manusia. Fermentasi adalah proses untuk mengubah suatu bahan menjadi produk yang bermanfaat bagi manusia, seperti fermentasi susu kambing, unta yang terjadi di Sumaria dan Babilonia pada jaman Mesopotamia. Hingga saat ini, proses fermentasi telah mengalami perbaikan dari segi proses sehingga dihasilkan produk fermentasi yang lebih baik. Fermentasi ialah proses baik secara aerob maupun anaerob yang menghasilkan berbagai produk yang melibatkan aktivitas mikroba atau ekstraknya dengan mikroba terkontrol (Darwis dan Sukara, 1989). Fermentasi dapat menimbulkan citarasa baru dan membentuk tekstur beberapa makanan sehingga mampu memperbaiki penerimaan produk kedelai. Dari hasil beberapa penelitian menyatakan selama fermentasi akan terbentuk asam-asam organik yang menimbulkan citarasa khas pada soyghurt. Fermentasi memiliki berbagai manfaat, antara lain untuk mengawetkan produk pangan, memberi citrasa atau flavor, tekstur terhadap produk makanan tertentu. Dengan adanya proses fermentasi diharapkan nilai gizi bahan asalnya dapat ditingkatkan dan bahan makanan tersebut menjadi lebih awet atau tahan lama (Widowati dan Misgiyarti, 2007 ; Astawan, 2008).

Soyghurt merupakan produk fermentasi susu kedelai yang bernilai gizi tinggi juga merupakan sumber protein yang berkualitas, karena soyghurt merupakan produk olahan dari biji kacang kedelai yang merupakan sumber protein sebagian besar dari penduduk dunia, khususnya bagi masyarakat di


(25)

negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Susu kedelai yang difermentasi atau yang disebut soyghurt yang mengandung Lactobacillus paracasei NTU 101

dan Lactobacillus plantarum NTU 102 terbukti efektif mengurangi lesi lambung, meningkatkan aktifitas sintesis prostaglandin serta meningkatkan superoksidase dismutase (SOD) pada tikus yang diinduksi dengan alkohol (Liu et al., 2009). Susu fermentasi yang mengandung probiotik bakteri asam laktat yang bila diberikan dalam jumlah cukup akan memberikan rmanfaat bagi inangnya, seperti mencegah diare, menjaga keseimbangan flora usus, mencegah kanker usus, menurunkan kolesterol darah dan menyembuhkan gastritis (Reid, et al.,2003 ; Surono, 2004; Rodriguez, et al., 2010). Menurut IDF (1992) untuk mendapatkan manfaat pengobatan dari susu yang difermentasi oleh bakteri asam laktat harus minimum mengandung 106 -107 cfu/ml.

Pembuatan Soyghurt menggunakan 2 spesies bakteri asam laktat yang tumbuh secara simbiotik, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Kedua spesies bakteri ini jika ditumbuhkan bersama-sama akan memproduksi asam laktat lebih banyak dibanding jika ditumbuhkan secara terpisah. Kedua bakteri asam laktat ini bersifat homofermentatif yang merubah laktosa menjadi asam laktat. Suhu inkubasi biasanya diantara 39-450C dengan waktu 4, 6 dan 8 jam, atau pada suhu ruangan (sekitar 290C) sampai 320C memerlukan waktu yang lebih lama. Lactobacillus tumbuh dominan dan menghasilkan asam amino glisin dan histidin, kedua senyawa ini akan merangsang pertumbuhan Streptocoocus (Hidayat dkk, 2006).

Lama fermentasi selama inkubasi sangat berpengaruh terhadap aktivitas bakteri, karena semakin lama fermentasi, bakteri semakin aktif, semakin banyak jumlahnya, sehingga kemampuan memecah substrat semakin besar. Lama fermentasi juga berpengaruh terhadap total asam laktat, protein dan jumlah koloni BAL, karena semakin lama fermentasi, Lactobacillus bulgaricus yang digunakan dalam proses fermentasi semakin aktif sehingga menghasilkan asam laktat semakin banyak (Kunaepah, 2008). Pengaruh lamanya waktu fermentasi dengan modifikasi beberapa tingkatan waktu lamanya inkubasi pada proses pembuatan soyghurt sangat menentukan populasi bakteri asam laktat dan kompoenen


(26)

metabolit sekunder yang dihasilkan, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang perbedaan lamanya waktu inkubasi terhadap jumlah koloni bakteri starter terutama L. Bulgaricus dan S. thermophillus pada pembuatan soyghurt dan efektifitasnya dalam penyembuhan gastritis.

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penelitian tentang pengaruh lamanya fermentasi terhadap peningkatan jumlah koloni bakteri asam laktat yang digunakan sebagai starter sangat menentukan keberadaan bakteri L. Bulgaricus dan S. termophillus yang didasarkan pada pertimbangan bahwa kedua bakteri tersebut merupakan masalah utama pada proses pembuatan soyghurt. Masalah tersebut sangat penting pada penelitian ini, dimana kedua bakteri tersebut sangat menentukan keberhasilan proses fermentasi dalam menghasilkan metabolit sekunder yang diharapkan dapat menyembuhkan gastritis lambung mencit yang diinduksi aspirin.

Waktu inkubasi yang sesuai akan memberikan pertumbuhan bakteri tersebut lebih optimum, sehingga dapat efektif meningkatkan sekresi musin dan mukus pada permukaan lapisan mukosa lambung mencit dan meningkatkan respon imunitas tubuh sehingga dapat menyembuhkan gastritis pada lambung. Lamanya fermentasi akan memberikan pengaruh terhadap aktivasi bakteri yang diikuti peningkatan jumlah koloni bakteri dan produk metabolit sekunder, sehingga efektif memperbaiki gastritis lambung mencit (Rodriguez et al., 2010) . Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan :

1. Apakah perbedaan lamanya fermentasi pada proses pembuatan soyghurt dapat menghasilkan jumlah koloni bakteri asam laktat yang bervariasi. 2. Apakah bakteri asam laktat dalam soyghurt memiliki potensi dalam


(27)

1.3. Kerangka Pemikiran

Pemakaian obat golongan OAINS seperti aspirin dapat menyebabkan gastritis pada lambung. Pengobatan gastritis dengan obat-obat kimia seperti antasida dan

omeprazol juga dapat menimbulkan efek samping yang nantinya akan meracuni lambung itu sendiri. Bakteri asam laktat L.bulgaricus dan S. termhopillus sebagai starter yang ditambahkan pada pembuatan soyghurt akan mampu meningkatkan sekresi prostaglandin dan musin pada lapisan mukosa lambung, serta akan meningkatkan imunomodulator, sehingga akan menguatkan pertahanan lapisan mukosa lambung. Rodriguez et al., (2010) melaporkan bahwa terapi dengan bakteri Streptococcus termophillus dapat menyembuhkan gastritis. Nagaoka et al., (1994) melaporkan bahwa exopolyshaccarida (EPS) yang dihasilkan dari strain Bifidobacterium, Lactobacillus dan Streptococcus sebagai anti ulkus. Namun bagaimana mekanisme perlindungan terhadap mukosa lambung oleh bakteri asam laktat yang menghasilkan exopolyshaccarida belum diketahui secara rinci.

Pertumbuhan bakteri asam laktat sangat dipengaruhi oleh lamanya fermentasi, sehingga perlu dilakukan penggunaan waktu yang berbeda untuk melihat seberapa banyak jumlah koloni L. Bulgaricus dan S. termophillus pada pembuatan soyghurt sehingga penyembuhan gastritis pada lambung mencit dapat terlihat nyata. Pengaruh lamanya fermentasi terhadap peningkatan jumlah koloni bakteri asam laktat pada pembuatan soyghurt belum banyak dilaporkan, berdasarkan hal tersebut akan dilakukan penelitian tentang efektifitas pemberian soyhgurt terhadap menyembuhkan gastritis lambung mencit dengan jumlah koloni BAL dan waktu inkubasi atau lamanya fermentasi yang sesuai.

1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui lamanya waktu fermentasi yang sesuai bagi pertumbuhan

L. Bulgaricus dan S. termophillus pada pembuatan soyghurt.

2. Menentukan jumlah koloni L. Bulgaricus dan S. termophillus sebagai bakteri asam laktat pada pembuatan soyghurt


(28)

3. Mengevaluasi kemampuan bakteri L. Bulgaricus dan S. termophillus

dalam menyembuhkan gastritis pada lambung secara in Vivo.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh lamanya fermentasi pada pembuatan soyghurt terhadap jumlah koloni bakteri starter L. bulgaricus dan S. termophillus yang memliki kemampuan dalam penyembuhan gasritis pada lambung atau mencegah gastritis sehingga dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat dan industri yang bergerak di bidang pangan fungsional serta membuka kemungkinan bagi penelitian lanjut untuk pengembangan obat-obat alternatif yang alami khususnya dibidang kesehatan.

1.6. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah :

1. Diperoleh waktu lamanya fermentasi yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri asam laktat selama fermentasi pada pembuatan soyghurt.

2. Diketahui jumlah bakteri asam laktat yang tepat pada pembuatan soyghurt.

3. Bakteri asam laktat L. bulgaricus dan S. termophillus mampu menyembuhkan gastritis pada lambung.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Aspirin (Asam Asetil Salisilat)

Obat anti radang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non streroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs) atau anti inflamasi non steroid (OAINS) adalah golongan obat yang bekerja terutama di perifer yang berfungsi sebagai analgesik

(pereda nyeri), antipirektik (penurun panas) dan antiinflamasi (anti radang). Obat

asam asetil salisilat (aspirin) ini mulai digunakan pertama kalinya untuk pengobatan simptomatis penyakit-penyakit rematik pada tahun 1899 sebagai obat anti radang bukan steroid sintetik dengan kerja antiradang yang kuat. (Dannhardt dan Laufer, 2000). Obat anti radang bukan steroid diindikasikan pada penyakit-penyakit rematik yang disertai radang seperti rheumatoid dan osteoartritis untuk menekan reaksi peradangan dan meringankan nyeri (Dannhardt dan Laufer, 2000 ; Crofford, 2000). Dibandingkan dengan obat antiradang bukan steroid yang lain, penggunaan asam asetil salisilat jauh lebih banyak, bahkan termasuk produk farmasi yang paling banyak digunakan dalam pengobatan dengan kebutuhan dunia mencapai 36.000 ton per tahun.

Obat antiradang nonsteroid (OAINS) menurut Insel, (1991) dan Reynolds, (1982) dibagi dalarn 8 golongan yaitu turunan asam salisilat (asam asetil salisilat dan diflunisal), turunan pirazolon (fenilbutazon, oksifenbutazon, antipirin dan

arninopirin), turunan paraaminofenol (fenasetin), Indometasin (indometasin dan

sulindak), turunan asam propionat (ibuprofen, naproksen, fenoprofen, ketoprofen

dan flurbiprofen), turunan asam antranilat (asam flufenamat dan asam


(30)

(tolmetin, piroksikam, diklofenak, etodolak, nebumeton, senyawa emas) dan obat

pirro (gout), kolkisin, alopurinol. Asam asetil salisilat (ASA) yang lebih dikenal sebagai asetosal adalah analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.

Gambar 2.1. Struktur Aspirin atau Asam asetil salisilat ( Kauffman, 2000).

2.1.1. Mekanisme Kerja Aspirin (Asam Asetil Salisilat)

Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorbsi dengan daya absorbsi 70% dalam bentuk utuh dalam lambung, tetapi sebagian besar absorbsi terjadi dalam usus halus bagian atas. Sebagian AAS dihidrolisa, kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh. Salisilat segera menyebar ke seluruh tubuh dan cairan transeluler setelah diabsorbsi. Kecepatan absorbsi tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Salisilat dapat ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, liur dan air susu. Kadar tertingggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian (Wimana, 1995). Sediaan OAINS memiliki aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin dari asam arakhidonat melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase (Nadi, 1992). Berbeda dengan OAINS lainnya, AAS merupakan inhibitor irreversibel siklooksigenase (COX) (Kartasasmita, 2002).

Kerusakan yang terjadi pada sel dan jaringan karena adanya noksi akan membebaskan berbagai mediator substansi radang. Asam arakhidonat mulanya merupakan komponen normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipid dan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrosilase sebagai respon


(31)

adanya noksi . Asam arakidonat kemudian mengalami metabolisme menjadi dua alur. Alur siklooksigenase yang membebaskan prostaglandin, prostasiklin, tromboksan. Alur lipoksigenase yang membebaskan leukotrien dan berbagai substansi seperti HPETE (Hydroperoxieicosatetraenoic) (Mansjoer, 2003). Prostaglandin yang dihasilkan melalui jalur siklooksigenase berperan dalam proses timbulnya nyeri, demam dan reaksi-reaksi peradangan. Selain itu, prostaglandin juga berperanan penting pada proses-proses fisiologis normal dan pemeliharaan fungsi regulasi berbagai organ. Pada selaput lendir saluran pencernaan, prostaglandin berefek protektif dengan meningkatkan resistensi selaput lendir terhadap iritasi mekanis, osmotis, termis atau kimiawi. Karena prostaglandin berperan dalam proses timbulnya nyeri, demam, dan reaksi peradangan, maka AAS melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase mampu menekan gejala-gejala tersebut.

Enzim ada dalam dua bentuk (isoform) , yaitu siklooksigenase-1 (COX-1)

dan siklooksigenase-2 (COX-2). COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalisis pembentukan prostonoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lendir saluran pencernaan, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, seperti bila ada stimulasi radang mitogenesis atau onkogenesis terbentuk prostonoid yang merupakan mediator radang (Mok dan Kwan, 2002 ; Tarnawski dan Caves, 2004).

2.1.2. Efek OAINS Pada Lambung

ASA sangat iritatif tetapi yang paling bertahan lama dan merupakan analgetik efektif, dengan durasi kerja sekitar 4 jam. Namun lebih dari 50% pasien tidak dapat mentoleransi efek sampingnya (mual, muntah dan nyeri epigastrium). Timbulnya mual, dispepsia, anoreksia, rasa sakit di lambung, flatulen, diare terjadi pada 10-60% pasien, karena aspirin dapat mengiritasi lambung dan menghambat pertahanan lambung (Johnson et al., 2007). OAINS merusak mukosa lambung melalui 2 mekanisme yaitu, tropikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping H+ masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan


(32)

(Wallace et al., 1997). Efek sistemik OAINS menghambat sintesa prostaglandin (Takeuchi et al., 1998). Seperti diketahui prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang sangat penting bagi mukosa lambung atau sebagai gastroprotektif ( Hansen dan Elliot, 2005). Di dalam lambung COX-1

menghasilkan prostaglandin (PGE2 dan PGI2) yang menstimulasi mukus dan

sekresi bikarbonat serta menyebabkan vasodilatasi, suatu aksi yang menjaga mukosa lambung. OAINS nonselektif menghambat COX-1 dan mengurangi efek sitoprotektif prostaglandin sehingga dapat menyebabkan efek samping yang serius pada gastrointestinal atas, termasuk perdarahan dan ulserasi (Enaganti, 2006 ; Mok dan Kwan, 2002)

2.2. Omeprazol

Pengobatan gastritis atau ulkus lambung telah banyak kemajuan dalam beberapa tahun terakhir ini. Ada 2 cara pengobatan secara medis yaitu menurunkan jumlah produksi sekresi asam pepsin dan membloking atau menghambat resptor H2 yang

akan merangsang pembentukan sekresi cairan asam pepsin. Sebagian besar obat yang biasa digunakan adalah H2 bloking drugs seperti ( ranitidin, femotidin dll),

pompa proton inhibitor (omepraxzol, lansoprazol) dan obat sitoprotektif mencegah kerusakan mukosa lambung (sucralfate, carbenoxolone) berfungsi mempertahankan mukosa (Goel dan Sairam, 2001).

Omeprazol merupakan obat penghambat sekresi asam lambung.

Omeprazol juga termasuk salah satu golongan obat penghambat “pompa proton” ( Proton Pump Inhibitor) atau PPI. Mekanisme kerjanya mengontrol sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa proton yang mentransper ion hidrogen keluar dari sel parietal lambung. Contoh obat penghambat pompa proton (Proton Pump Inhibitor) antara lain : omeprazol, lansoprazol, esomeprazol, pantoprazol, dan rabeprazol. Pemberian obat PPI setidaknya 30-60 menit sebelum makan, dianjurkan pagi hari. Obat ini secara spesifik menghambat sekresi asam lambung yang tidak mempengaruhi fungsi fisiologis normal saluran cerna. Omeprazol

memblok sekresi asam lambung dengan cara menghambat pompa H+K+ATPase


(33)

menghasilkan penurunan keasaman intragastrik yang konsisten selama 24 jam. Dalam lingkungan asam omeprazole dalam sel parietal dikonversi kebentuk aktif yang menghambat produksi asam lambung. Dengan pencegahan sekresi asam dari sel parietal ke dalam lambung dapat menurunkan kadar inflamasi dan memberikan kemudahan untuk proses penyembuhan. Dosis untuk mengurangi resiko iritasi saluran cerna akibat pemakaian obat-obat obat anti inflamasi non streoid (OAINS) adalah 20 mg sehari dengan frekuensi satu kali sehari ( Ganiswara, 1995). Pada penggunaan jangka panjang omeprazole perlu diwaspadai efek sustained hypochlorhydria dan hipergastrinemia.

2.3. Lambung

Menurut Bringman et al., (1995) ; Gartner dan Hiatt (2001) lambung adalah organ otot berongga yang berbentuk seperti kantung terbentuk seperti Huruf J dan melebar. Bagian superior lambung merupakan kelanjutan dari esofagus. Bagian inferior berdekatan dengan duodenum yang merupakan bagian awal dari usus halus. Fungsi utama lambung mencairkan makanan yang masuk dan mengubahnya menjadi massa kental (khimus), dan melanjutkan proses pencernaan yang telah dimulai dari rongga mulut yang dibantu oleh asam hidroklorat (HCL) dan enzim-enzim proteolitik seperti pepsin, renin, lipase dan hormon parakrin (Jungueira et al., 1987). Bolus makanan melewati

gastroesophageal junction menuju lambung kemudian dicampur dengan gastric juice yang terdiri atas mukus, air, HCl dan enzim-enzim pencernaan. Pada setiap individu, posisi dan ukuran lambung bervariasi. Pada saat inspirasi lambung mendorong ke bawah dan menariknya kembali saat ekspirasi. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter.

2.3.1. Fisiologi Lambung

Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu, fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar tubular


(34)

yang penting yaitu kelenjar oksintik (gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik terletak pada bagian korpus dan fundus lambung, meliputi 80% bagian proksimal lambung. Kelenjar pilorik terletak pada bagian antral lambung. Kelenjar oksintik bertanggung jawab membentuk asam dengan mensekresikan mukus, asam hidroklorida (HCl), faktor intrinsik dan pepsinogen. Kelenjar pilorik berfungsi mensekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus, juga beberapa pepsinogen, renin, lipase lambung dan hormon gastrin (Guyton dan Hall, 1997). Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan sekresi lambung hingga membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus (chyme) dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan lambat pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Wilson dan Lester, 1994 ; Guyton dan Hall, 1997).

2.3.2. Anatomi Dan Histologi Lambung Normal

Anatomi lambung terbagi atas empat bagian yaitu, kardia, fundus, korpus atau body dan pilorus. Bagian proksimal lambung yang berbatasan esofagus disebut kardia. Kardia merupakan bagian dengan luas yang kecil dan zona pembatas dekat

gastrophageal junction. Fundus, pada mamalia merupakan regio yang berbentuk kubah terletak sebelah kiri dari esofagus dan banyak terdapat sel kelenjar. Korpus atau body merupakan bagian terluas dari lambung (kurang lebih 2/3 bagian lambung) yang membentang dari fundus inferior sampai ke pilorus. Pilorus merupakan bagian yang paling akhir atau bagian distal yang berhubungan dengan duodenum disebut pilorus. Pilorus berbentuk corong dengan perluasan seperti kerucut, pada sambungan dengan badan disebut pyloric antrum dan batang corongnya disebut pyloric canal. Bagian akhir pilorus terdapat sphinter yang berfungsi mengatur pelepasan chyme ke dalam duodenum. Bagian antrum-pilorik

merupakan daerah rawan terhadap infeksi Helicobacter pylorii, gastritis atrofi, tukak peptik dan karsinoma. Lengkungan kecil pada lambung dikenal sebagai kurvatura minor, daerah ini sering dilalui oleh makanan dan minuman, adalah daerah yang rawan untuk terjadinya ulkus. Sedangkan lengkungan besar


(35)

(kurvatura mayor), tempat melekatnya omentum. Pada daerah kurvatura minor

maupun mayor banyak dijumpai kelenjar getah bening, ini penting terutama dalam penanganan keganasan pada penyakit tumor lambung dalam menentukan stadium tumor. Berikut merupakan gambaran bentuk anatomis dari lambung dengan regio-regionya.

Gambar 2.2. Anatomi eksternal dan interna lambung mamalia (Tortora dan Grabowski, 1996)

Secara Histologi dinding lambung terdiri dari lapisan mukosa, sub-mukosa, muskularis mukosa dan serosa. Mukosa dan sub mukosa lambung yang tidak direnggangkan tampak berlipat-lipat memanjang yang disebut rugae terutama terlihat dalam keadaan kosong, tetapi bila lambung sedang berisi makanan, maka lipatan akan merata.

Mukosa

Seluruh dinding bagian dalam lambung terdiri dari mukosa yang dilapisi oleh selapis epitel kolumner yang menghasilkan musin netral. Membran mukosa lambung berbentuk irreguler seperti tiang, membentuk lipatan longitudinal yang disebut rugae dan jumlahnya tergantung pada tinggi rendahnya rentangan organnya. Membran mukosa terdiri dari tiga komponen yaitu epitelium, lamina propia dan muskularis mukosa. Epitel permukaan mukosa ditandai oleh adanya


(36)

lubang sumuran yang terletak rapat satu dengan yang lain dan dilapisi epitel sejenis yang disebut faveola gasrika. Bentuk dan kedalaman dari sumuran ini serta sifat kelenjarnya berbeda pada tiap bagian lambung.

Di bawah epitel terdapat suatu lamina propia dan lapisan di bawah sumuran ini mengandung kelenjar lambung. Lamina propia membentuk kerangka jaringan konektif antara kelenjar dan mengandung jaringan lymphoid yang terkumpul dalam massa kecil folikel lymphatic gastrik. Lamina propria juga memiliki suatu pleksus vaskuler periglanduler yang kompleks, yang diperkirakan berperan penting dalam menjaga lingkungan mukosa, termasuk membuang bikarbonat yang diproduksi pada jaringan sebagai pengimbang sekresi asam.

Kelenjar lambung berbentuk simpel dan tipe tubular yang meluas hingga basal lubang sumuran. Kelenjar pada daerah ini sebagian besar menghasilkan musin. Kelenjar lambung dibagi menjadi 3 daerah yaitu isthmus, leher dan basis (fundus). Pada masing-masing daerah mengandung beberapa jenis sel yang berbeda. Tiap kelenjar lambung terbentuk dari empat jenis sel yaitu sel-sel lendir leher, sel-sel utama (Chief cell atau peptic cells), sel-sel parietal (sel oksintik) dan sel-sel enteroendokrin.

Sel-sel lendir leher berukuran lebih kecil dari sel permukaan, bersifat basofil, jumlahnya relatif sedikit, mempunyai dasar yang lebar dan menyempit dibagian daerah puncaknya. Sel lendir leher berfungsi mensekresikan mukus. Sel-sel utama (Chief cell atau peptic cells) melapisi bagian bawah kelenjar lambung dan mempunyai bentuk sel serosa yang khas. Sel ini mengandung bahan basofil, sebagian besar mitokondria dan granula sekresi yang mengandung pepsinogen, zat pemula pepsin. Eksositosi pepsinogen dipengaruhi rangsangan syaraf dan hormon. Sel-sel parietal atau sel oksintik berbentuk bulat telur, berukuran relatif besar dan bersifat asidofil. Sel-sel ini memproduksi asam hidroklorat (HCl) dan faktor intrinsik lambung. Letaknya tersebar pada lumen dipisahkan oleh sel-sel utama (Chief cell). Sel-sel enteroendokrin berjumlah lebih sedikit dan letaknya tersebar di antara membran dasar dan sel-sel utama (Chief cell).


(37)

Sel-sel ini berfungsi mengatur komposisi sekresi lambung (air, enzim dan kadar elektrolit), motilitas dinding usus, proses penyerapan dan penggunaan makanan (Beveleander et al., 1988; Bringman et al., 1995; Gartner dan Hiatt, 2001 ; Eroschenko, 2003).

Submukosa

Di bawah lapisan mukosa muskularis terdapat lapisan submukosa. Lapisan submukosa umumnya lebih luas, tebal, bersifat fibroelastis dan terdiri dari kelenjar, pembuluh darah, pembuluh limfatika dan syaraf (Bringman, 1995). Submukosa mengandung jaringan ikat tidak teratur yang lebih padat dengan banyak serat kolagen dibanding dengan lamina propia. Pada lapisan ini terdapat kumpulan pembuluh darah kecil yang dikenal dengan pleksus Heller dan juga meliputi sebagian besar pembuluh limfatika dan pleksus syaraf (pleksus Meissner) (Beveleander et al.,1988 ; Eroschenko, 2003).

Tunika muskularis

Tunika muskularis terdiri dari tiga lapis otot polos. Lapisan dalam berupa lapisan oblik, lapisan tengah berupa lapisan otot sirkuler dan lapisan luar berupa lapis otot longitudinal. Lapisan oblik tidak utuh sehingga lapisan ini tidak selalu tampak pada sediaan dinding gaster. Antara lapisan sirkuler dan lapisan longitudinal dipisahkan oleh pleksus syaraf mesenterium dan sel ganglion parasimpatis (pleksus Auerbach’s) yang menginervasi kedua lapis otot (Gartner dan Hiatt, 2001 ; Eroschenko, 2003).

Serosa

Lapisan paling luar yang melapisi gaster atau saluran pencernaan adalah

adventisia atau serosa. Lapisan ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi muskularis eksterna. Dibagian luar lapisan ini ditutupi selapis mesotel gepeng peritonium viseral. Adventisia atau serosa tersusun dari jaringan longgar yang sering mengandung lemak, pembuluh darah dan syaraf (Beveleander, 1988 ; Eroschenko, 2003).


(38)

Gambar 2.3. Histologi normal mukosa lambung (Eroschenko, 2003). Pembesaran 400x

2.3.3. Pertahanan Mukosa Lambung

Lapisan mukosa lambung merupakan barier antara tubuh dengan berbagai bahan, termasuk makanan, produk-produk pencernaan, toksin, obat-obatan OAINS dan mikroorganisme yang masuk lewat saluran pencernaan (Malik, 1992). Bahan- bahan yang berasal dari luar tubuh maupun produk-produk pencernaan berupa asam dan enzim proteolitik juga dapat merusak jaringan mukosa lambung. Oleh karena itu, lambung memiliki sistem protektif yang berlapis-lapis dan sangat efektif untuk mempertahankan keutuhan mukosa lambung.


(39)

Proteksi pertahanan tersebut dilakukan oleh adanya beberapa faktor antara lain, faktor pre epitelial merupakan faktor proteksi paling depan saluran pencernaan yang letaknya menutupi secara merata lapisan permukaan sel epitel mukosa saluran pencernaan. Faktor ini adalah cairan mukus dan bikarbonat yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar dalam mukosa lambung berfungsi sebagai faktor pelindung terhadap enzim-enzim proteolitik dan asam lambung. Bikarbonat berfungsi menetralisir keasaman di sekitar lapisan sel epitel. Suasana netral dibutuhkan agar enzim-enzim dan transpor aktif di sekeliling dan dalam lapisan sel epitel mukosa dapat bekerja dengan baik (Guyton dan Hall, 1997). Menurut Guyton dan Hall (1997), mukus adalah sekresi kental yang terutama terdiri dari air, elektrolit dan campuran beberapa glikoprotein, yang terdiri dari sejumlah besar polisakarida yang berikatan dengan protein dalam jumlah yang lebih sedikit. Lapisan ini memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dan kimia (Wilson dan Lester 1994). Mukus menutupi lumen saluran pencernaan yang berfungsi sebagai proteksi mukosa. Fungsi mukus sebagai proteksi mukosa untuk pelicin yang, menghambat kerusakan mekanis (cairan dan benda keras), barier terhadap asam, barier terhadap enzim proteolitik (pepsin) dan pertahanan terhadap organisme patogen (Julius, 1992).

Faktor epitelial merupakan integritas dan regenerasi lapisan sel epitel berperan penting dalam fungsi sekresi dan absorbsi dalam saluran pencernaan. Kerusakan sedikit pada mukosa lambung dapat diperbaiki dengan mempercepat penggantian sel-sel yang rusak. Sel-sel epitel saluran pencernaan terus menerus mengalami pergantian dan regenerasi setiap 1-3 hari dipengaruhi oleh banyak faktor (Malik, 1992). Faktor sub epitelial merupakan integritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan glukosa dan oksigen secara terus menerus. Aliran darah mukosa mempertahankan mukosa lambung melalui oksigenasi jaringan yang memadai dan sebagai sumber energi. Selain itu fungsi aliran darah mukosa adalah untuk membuang atau sebagai buffer difusi balik ion H+ (Julius, 1992 ; Setiawati, 1992). Komponen dari sistem imun dalam saluran cerna adalah sel-sel radang lokal saluran cerna (sel plasma, limfosit, monosit) dan jaringan limpoid yang bersifat sistemik (Malik, 1992). Selain beberapa faktor pertahanan di atas, pada


(40)

selaput lendir saluran pencernaan juga terdapat komponen protektif mukosa yaitu prostaglandin (PG). Hal ini membuktikan salah satu peranan penting prostaglandin untuk memelihara fungsi barier selaput lendir (Kartasasmita, 2002 ; Julius, 1992).

2.3.4. Patologi Lambung

OAINS menyebabkan hambatan terhadap sintesis PG dapat menyebabkan penurunan kemampuan pertahanan mukosa lambung terhadap iritan (Takeuchi et al., 1998). Menurut Widjaja (1973); Damjanov (2000); Guyton dan Hall (1997), beberapa gangguan lambung yang sering terjadi antara lain ulkus lambung dan gastritis. Menurut Julius (1992), adanya gangguan-gangguan pada lambung seperti gastritis, erosi dan ulkus turut dipengaruhi oleh beberapa faktor agresif (asam dan pepsin) dan faktor pertahanan (defensif) dari mukosa.

Gastritis merupakan gangguan umum diskontinuitas pada mukosa lambung atau peradangan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti, minum alkohol, stres, infeksi Helicobacter Pylorii, mengkonsumsi obat-obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) seperti Asam Asestil salisilat (ASA) dan aspirin yang digunakan sebagai obat anti inflamasi dan analgesik dalam pengobatan penyakit-penyakit kronis seperti rematik artritis, osteoartritis dan pencegahan penyakit kardiovaskular. Gastritis ada dua akut dan kronis.

Gastritis Akut

Gastritis akut adalah peradangan akut mukosa lambung yang bersifat sementara. Peradangan ini bisa disertai perdarahan mukosa. Pada keadaan yang lebih berat dapat dijumpai terlepasnya permukaan epitel mukosa (erosi). Gastritis akut dengan erosi yang berat merupakan penyebab utama perdarahan gastrointestinal akut (Rossai, 2004 dan Lauwers, 2004). Faktor penyebab gastritis akut masih belum diketahui dengan jelas karena mekanisme normal dari proteksi mukosa lambung tidak diketahui dengan jelas secara menyeluruh. Keadaan ini sering dihubungkan dengan penggunaan obat-obatan seperti, peminum alkohol yang berlebihan, perokok berat, kemoterapi, uremia, infeksi sistemik (seperti


(41)

Salmonellosis), stres berat (trauma, luka bakar, operasi), iskemik dan shok, usaha bunuh diri dengan asam dan basa keras, trauma mekanik (intubasi nasogastrik) serta pada keadaan paska gasterektomi distal dengan refluks cairan empedu ( Lauwers, 2004). Pemakaian obat OAINS jangka panjang dapat menyebabkan perdarahan lambung (Kumar et al., 2002).

Gastritis akut bisa mengakibatkan gangguan pada lapisan mukosa lambung seperti rangsangan sekresi asam dengan difusi balik H+ ke epitel permukaan menyebabkan penurunan produksi bikarbonat oleh sel epitel permukaan, penurunan aliran darah mukosa serta kerusakan langsung terhadap epitel. Pada keadaan infeksi akut yang disebabkan oleh Helicobater pylorii akan merangsang sel-sel radang neutrofil pada mukosa lambung, namun peristiwa ini biasanya luput dari perhatian pasien ( Rossai, 2004 ; Lauwers, 2004 dan Owen, 2004).

Gejala tergantung pada beratnya perubahan anatomi lambung. Pada gastritis akut mungkin tidak menunjukkan gejala secara menyeluruh, keluhan bisa berupa nyeri epigastrik dengan adanya mual dan muntah sampai hematemesis, melena dan mampu menimbulkan kehilangan darah secara fatal. Penyebab utama hematemesis terutama dijumpai pada peminum alkohol. Pada pasien dengan

arthritis remathoid yang menggunakan aspirin, hampir 25% pasien kadang-kadang mengalami serangan gastritis akut dengan perdarahan yang tampak atau tersembunyi. Resiko perdarahan lambung yang ditimbulkan oleh penggunaan obat OAINS tergantung pada dosis obat yang digunakan, dimana resiko ini meningkatkan komplikasi pada pasien dengan penggunaan obat dalam jangka waktu panjang ( Rossai, 2004 ; Lauwers, 2004 dan Owen, 2004).

Beratnya lesi yang dijumpai pada lambung mempunyai spektrum yang bervariasi, bisa terlokalisir hingga difus, dari lesi peradangan superfisial hingga mengenai keseluruhan ketebalan mukosa dengan perdarahan dan erosi fokal. Gastritis erosiva akut dengan erosi yang disertai perdarahan biasanya dapat dilihat secara endoskopi. Gastritis akut ditandai dengan edema mukosa dan sebukan sel radang neutrofil dan kemungkinan disertai sel radang kronik. Replikasi sel epitel yang mengalami regenerasi pada gastrik pit biasanya menonjol. Jika peristiwa


(42)

yang berbahaya ini berlangsung pendek, maka gastritis akut akan hilang dalam waktu beberapa hari dengan digantikan oleh mukosa lambung yang normal secara keseluruhan (Lauwers, 2004). Gastritis akut dicirikan dengan adanya infiltrasi

polymorphonuclear (PMN) pada mukosa korpus dan antrum pilorus, edema dan erosi mukosa (Thomas, 1979 ; Cohen, 2007).

Gastritis Kronik

Terjadinya penimbunan sel-sel radang neutrofil, sel T dan sel B sampai ke stroma yang hebat disebut gastritis kronik. Gastritis kronis didefinisikan sebagai adanya perubahan inflamasi kronis di mukosa berobah menjadi atrofi epitel mukosa dan metaplasia epitel mukosa. Pada umumnya gastritis kronis disebabkan oleh bakteri basil patogen Helicobacter Pylorii, yang memiliki tingkat inflamasi yang tertinggi di seluruh dunia terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Perubahan inflamasi pada gastritis kronik diikuti perubahan inflamasi dari sel limfosit dan plasma menyusup ke dalam lapisan lamina propia. Kadang-kadang diikuti dengan sel-sel peradangan neutrofil pada daerah leher mukosa. Gastritis kronis ditandai dengan penurunan fungsi mukosa, seperti adanya nekrosa sel, atrofi sel atau metaplasia (Cohen, 2007). Kejadian gastritis akibat infeksi agen asing atau iritasi kimiawi diawali dengan kongesti dan fokus hemorrhagi pada mukosa lambung. Kerusakan tersebut kemudian akan segera diikuti dengan perubahan pada epitelium, hemorrhagi, edema dan erosi permukaan epitel. Kerusakan sel epitelial dapat memungkinkan terjadi difusi balik ion H+ ke mukosa (Van Kruininger, 1995).


(43)

Gambar 2.4. Penyebab dan mekanisme pertahanan dan ulkus peptik (Robin, 2005)

2.4. Kedelai

Tanaman kedelai termasuk famili Leguminosae (kacang-kacangan), genus Glycine

dan spesies max. Dalam bahasa Latin kedelai dikenal dengan istilah ”Glycine max” sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “Soybean”. Di Indonesia kedelai

dibedakan atas dasar umur dan warna biji. Menurut Astawan, 2009 berdasarkan umur panen kedelai (umur 78-85 hari), kedelai dibedakan atas kedelai kuning, hitam dan kedelai hijau, secara kimia tidak ada perbedaan gizi yang berarti antara ketiga jenis warna kedelai. Kedelai merupakan kacang-kacangan yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, kedelai memiliki kadar protein yang tinggi, yaitu rata-rata 35%, bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40 – 44%. Protein kedelai


(44)

memiliki kandungan asam amino metionin dan sistein, sedangkan kandungan lisin dan teonin juga sangat tinggi. Hal tersebut sangat menguntungkan, karena pada umumnya makanan pokok sangat miskin akan lisin.

Kedelai mengandung lemak sekitar 18-20%, 85% diantaranya merupakan asam lemak tidak jenuh. Lemak kedelai mengadung asam lemak essensial yang cukup, yaitu asam linoleat (omega-6) serta asam linolenat (omega-3) sehingga memberikan pengaruh yang sangat berarti bagi kesehatan, khususnya dalam kaitannya dengan pengendalian kolestrol dan penyakit kardiovasculer

(berhubungan dengan jantung dan penyakit pembuluh darah). Kedelai mengandung protein 46.2 gram, lemak 19.1 gram karbohidrat 28.2 gram, kalsium 254 mg, Besi 11 mg, Fosfor 781 mg, Vitamin B1 0.48 mg, Vitamin B12 0.2 mg (Anonim, 2009).

Selain sebagai sumber protein dan lemak, kedelai juga dilengkapi dengan sejumlah vitamin (terutama vitamin A, B kompleks dan E), serta mineral (kalsium, fosfor dan zat besi). Kedelai juga merupakan sumber serat, kandungan

dietary fiber kedelai terbukti ampuh dalam pencegahan penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, berbagai kanker, osteoporosis, penyakit ginjal dan lain-lain. Kedelai merupakan sumber protein yang tinggi dan dapat diolah menjadi produk pangan nonfermentasi atau fermentasi (Astawan, 2009). Selain itu, kedelai dapat juga dibuat untuk bermacam macam makanan yang difermentasi seperti kecap, tempe, nugget kedelai, dan semua makanan tersebut merupakan makanan buatan di Negara Asia (Hui et al., 2005). Kedelai sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan dan hanya sebagian kecil yang dikonsumsi secara langsung.

Menurut Purwaningsih (2000) kedelai dapat dimakan dengan cara perebusan, penyaringan atau penggilingan, juga dapat dijadikan produk pangan olahan yang difermentasi seperti fermentasi susu kedelai (soyghurt) dan keju kedelai (soycheese). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(45)

Tabel 2.1. Kandungan Gizi dalam tiap 100 gram Biji Kedelai Kering

Kandungan Gizi Proporsi Nutrisi

Dalam Biji Kedelai Kalori (kal)

Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (mgram) Fosfor (mgram) Zat besi (mgram) Vitamin A (SI) Vitamin B1 (mgram) Vitamin C (mgram) Air (gram)

Bagian yang dapat dimakan (%)

268,00 30,90 15,10 30,10 196,00 506,00 6,90 95,00

0,93 0,00 20,00 100,00

Sumber (Rukmana, 1997)

2.5. Susu Kedelai

Susu kedelai adalah hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan susu sapi sehingga susu kedelai dapat digunakan sebagai pengganti susu sapi bagi orang yang alergi terhadap protein hewani (Nilema, 2006). Susu kedelai merupakan minuman yang bergizi karena kandungan proteinnya tinggi. Selain itu susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, zat besi, provitamin A, Vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air (Radiyati, 1992). Kelebihan susu kedelai adalah tidak mengandung laktosa sehingga susu ini cocok dikonsumsi penderita intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak mempunyai enzim laktose dalam tubuhnya (Cahyadi, 2007).


(46)

Disamping mengandung protein tinggi, susu kedelai merupakan sumber kalsium, vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh, sehingga dapat menggantikan susu sapi. Kandungan gizi susu kedelai tidak kalah dengan susu sapi perbedaannya diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi Susu Kedelai, Susu Sapi per 100 gram

Komposisi Susu Kedelai ( % ) Susu Sapi ( % ) Kalori (Kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (mg) Fosfor (gram) Besi (gram) Vitamin A (SI)

Vitamin B1 (tiamin) (mgram) Vitamin C (mgram)

41,00 3,50 2,50 5,00 50,00 45,00 0,70 200,00 0,08 2,00 61,00 3,20 3,50 4,30 143,00 60,00 1,70 130,00 0,03 1,00

Sumber : Koswara, (2006)

Menurut Yudhi (2008) tahap-tahap pembuatan susu kedelai secara umum meliputi perendaman kedelai, penggilingan basah, penyaringan dan pemanasan, akan tetapi diperlukan modifikasi pada tahap-tahap tesebut agar mutu dari susu kedelai dapat diperbaiki, khususnya terhadap bau langunya. Bau langu dapat dikurangi dengan perlakuan penggilingan dengan menggunakan air panas (hot grind) hingga bubur kedelai mencapai suhu 800C. Perendaman kedelai dengan menggunakan 0,25% sampai 0,5% sodium bikarbonat, kemudian dilanjutkan

bleeching dengan air mendidih selama 20 menit. Cara lain adalah dengan penghilangan lemak pada kedelai dengan vaccum deodorization. Perlakuan-perlakuan tersebut bertujuan untuk menginaktifkan enzim lipoksidase yang akan


(47)

bereaksi dengan lemak menghasilkan bau langu. Susu kedelai juga dapat dibuat dengan memanaskan atau pasteurisasi suspensi kedelai pada titik didihnya selama 15-30 menit. Pemanasan tersebut juga berfungsi untuk menginaktifkan enzim

lipoksigenase dan inhibitor protease.

Ikatan sejumlah asam amino dengan vitamin dan beberapa zat gizi lainnya dalam biji kedelai dapat membentuk flavonoid. Flavonoid adalah sejenis pigmen seperti zat hijau daun yang terdapat pada tanaman yang berwarna hijau. Bau langu yang terdapat pada biji kedelai adalah salah satu tanda bahwa biji kedelai mengandung flavonoid. Secara ilmiah, flavonoid sudah dibuktikan mampu mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Salah satu jenis flavonoid yang sangat banyak terdapat pada biji kedelai dan sangat bermanfaat bagi kesehatan adalah isoflavon. Protein kedelai dan isoflavon dapat melindungi tubuh dari kerusakan radikal, meningkatkan sistem kekebalan, menurunkan resiko pengerasan arteri, penyakit jantung, tekanan darah tinggi antikanker (Buchanan, 1996). Kedelai mengandung antioksidan yang dapat memperbaiki tekanan darah dan meningkatkan kesehatan pembuluh darah (Ferlina, 2009).

2.6. Yoghurt Susu Kedelai (Soyghurt).

Yoghurt adalah minuman sehat yang terbuat susu sapi yang difermentasi. Istilah yoghurt berasal dari bahasa Turki, yang berarti susu asam. Yoghurt diartikan sebagai bahan makanan yang berasal dari susu sapi dengan bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam (Shurtleff dan Aoyagi, 2007). Yoghurt dibuat melalui proses fermentasi menggunakan campuran bakteri asam laktat L. bulgaricus dan S.thermophillus yang hidup secara sinbiotik. Proses fermentasi pada pembuatan yoghurt dapat menguraikan laktosa menjadi asam laktat. Proses ini juga menyebabkan kadar laktosa dalam yoghurt berkurang, sehingga yoghurt aman dikonsumsi oleh orang yang lanjut usia atau yang alergi terhadap susu. Adanya asam laktat inilah yang menyebabkan yoghurt berasa asam. Pada awal fementasi S. thermophillus tumbuh dengan cepat dan mengakibatkan akumulasi asam laktat dan asam asetat, asetaldehida, diasetil serta asam format. Adanya zat-zat tersebut dan perubahan potensial oksidasi-reduksi pada medium (yoghurt),


(48)

merangsang pertumbuhan L. bulgaricus. Pada akhir fermentasi mempunyai pH 4,2-4,3 (Oberman, 1985). Aroma yang spesifik dari yoghurt terdiri dari komponen komponen karbonil dengan diasetil dan asetaldehid yang dominan (Belitz dan Grosch, 1987).

Yoghurt didefinisikan sebagai bahan pangan yang berasal dari susu sapi cair dengan bentuk seperti bubur atau es krim yang merupakan hasil fermentasi susu sapi menggunakan bakteri asam laktat. Yoghurt sudah lama populer di Eropa, Amerika, Asia dan Afrika. Jumlah konsumsi yoghurt berbeda disetiap negara. Negara Belanda tergolong bangsa pengkonsumsi youghurt tertinggi rata-rata 13,7 kg per orang pertahun, Swiss 7,5 kg dan Prancis 6,1 kg (Widowati dan Misgiyarto, 2007). Di Indonesia sendiri baru beberapa tahun belakangan ini yoghurt populer namun tetapi masih terbatas di daerah ibu kota, Jawa Barat khususnya Bandung, Bogor dan kota besar lainnya (Koswara, 1995).

Gambar 2.5. Youghurt atau soyghurt ( http://1.bp.blogspot.com/yoghurt)

Soyghurt merupakan susu kedelai yang diasamkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan campuran bakteri pembentuk asam yaitu L. bulgaricus dan S. thermophillus (Irkin dan Eren, 2008). Soyghurt adalah suatu produk fermentasi susu kedelai yang menggunakan kultur bakteri asam laktat L. bulgaricus dan S. termophillus yang telah umum dipakai dalam proses pembuatan yoghurt. Pemanfaatan susu kedelai terbatas karena cita rasa yang kurang disenangi karena langu. Keterbatasan susu kedelai tersebut dapat dikurangi melalui proses fermentasi, yang akan mengalami perubahan tekstur menjadi lembut dan menimbulkan aroma yang segar dan rasa yang asam, menjadi yoghurt kedelai yang dikenal dengan istilah soyghurt (Buono et al., 1990). Disamping perubahan


(49)

fisik, susu kedelai yang telah difermentasi oleh bakteri asam laktat juga mengalami perubahan kimiawi dengan terbentuknya asam laktat, dan peningkatan kadar protein dan nilai gizi pada soyghurt tersebut.

Konsumsi soyghurt juga bermanfaat bagi keseimbangan ekosistem pada saluran intestinal dengan meningkatkan populasi probiotik dan menurunkan populasi bakteri patogen (Chang et al., 2005). Salah satu kandungan kedelai yang memiliki banyak manfaat adalah isoflavon yang berperan dalam perbaikan profil lipid serum, perlindungan LDL terhadap oksidasi dan menigkatkan aktivitas beberapa enzim antioksidan pada hati (Wei et al., 1993). Komponen lainnya seperti saponin dan soy protein juga memiliki efek sebagai antioksidan. Soyghurt dapat menurunkan kolesterol total dan akumulasi trigliserida hati pada proses stress oksidatif.

Tabel 2.3. Syarat Mutu Yoghurt Menurut SNI (01-2981-1992) Standar Nasional Indonesia Untuk Youghurt

Kriteria Uji Persyaratan

Keadaan penampakan Cairan kental semi padat

Bau Normal/khas

Rasa Khas/asam

Konsistensi Homogen

Lenak(%bb) Maksimum 3,8

Berat kering tanpa lemak (BKTL) (%bb) 8,2

Potein (%bb) Min 3,5

Abu (%bb) Maks 1,0

Jumlah asam (dihitung sebagai laktat) (%bb) 0,5-2,0

Cemaran logam (mg/kg)

Timbal (Pb) Maksimum 0,3

Tembaga (Cu) Maksimum 20

Timah (Sn) Maksimum 40

Raksa (Hg) Maksimum 0,03

Arsen (As) Maksimum 0,1

Cemaran Mikroba

Bakteri coliform (agka paling mngkin) Maksimum 10

Escheria coli < 3

Salmonella Negatif

Sumber : Tamime dan Robinson, (1999).

2.7. Bakteri Asam Laktat.

Bakteri asam laktat (BAL) secara fisiologis dikelompokkan sebagai bakteri gram positif, berbentuk kokus dan batang tidak membentuk spora dan dapat


(50)

memfermentasikan karbohidrat untuk menghasilkan asam laktat. Berdasarkan taksonomi terdapat sekitar 20 genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat. Beberapa bakteri asam laktat yang sering digunakan dalam pengolahan pangan adalah Aerococcus, Bifidobacterium, Carnobacterium, Enterococcus,

Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus,

Streptococcus, Tetragenococcus, Vagococcus, dan Weissella (Salminen et al., 2004). Secara tradisional, bakteri asam laktat terdiri dari 4 genus yaitu

Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus. Saat ini beberapa genus baru telah disarankan untuk dimasukkan ke dalam kelompok bakteri asam laktat untuk revisi taksonomi baru. Hal ini disebabkan adanya beberapa pertimbangan dalam beberapa sifat fisiologi, perbedaan dan persamaan dalam produk metabolit (Yang, 2000).

Tabel 2.4. Diferensial Karakteristik Bakteri Asam Laktat Berdasarkan Morfologi dan Fisiologi (Todar, 2011)

Ciri Lactobacillus Enterococcus Lactococcus Leuconostoc Pediococcus Streptococcus Morfologi batang coccus coccus coccus Coccusdi

tetrad

coccus

CO 2 dari *

glukosa

± - - + - -

Pertumbuhan

pada 10 ° C ± + + + ± - pada 45 ° C ± + - - ± ± dalam NaCl

6,5%

± + - ± ± -

pada pH 4,4 ± + ± ± + - pada pH 9,6 - + - - - - Asam laktat

konfigurasi

D, L, DL L L D L, DL L

Keterangan : + = reaksi positif; - = reaksi negatif; ± = variasi antara spesies.

* = tes pada homofermentatif atau heterofermentatif glukosa: - homofermentasi; + heterofermentasi; D = asam laktat type D; L = asam laktat type L

Bakteri asam laktat banyak digunakan terutama dalam produk-produk susu dan industri ternak. Secara luas digunakan untuk fermentasi yang menghasilkan berbagai produk pangan yang bertujuan selain mengawetkan, juga dikenal sebagai bakteri probiotik. Sejauh ini bakteri asam laktat yang sering digunakan sebagai probiotik ialah S. termophilus dan L. bulgaricus yang digunakan untuk pembuatan yoghurt atau soyghurt. Bakteri asam laktat adalah salah satu kelompok paling


(1)

Ranks

5 3.30 16.50

5 7.70 38.50

10

5 4.30 21.50

5 6.70 33.50

10

5 3.30 16.50

5 7.70 38.50

10 kelompok P2 P3 Total P2 P3 Total P2 P3 Total Berat Lambung

Hispatologi Lambung

Makroskopis Lambung

N Mean Rank Sum of Ranks Test Statisticsb

1.000 .500 .500

16.000 15.500 15.500

-2.402 -2.683 -2.612

.016 .007 .009

.016a .008a .008a

Mann-Whitney U Wilcoxon W Z

Asy mp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] Berat Lambung Hispatologi Lambung Makroskopis Lambung

Not corrected f or ties. a.

Grouping Variable: kelompok b.

Test Statisticsb

1.500 6.500 1.500

16.500 21.500 16.500

-2.305 -1.423 -2.460

.021 .155 .014

.016a .222a .016a

Mann-Whitney U Wilcoxon W Z

Asy mp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] Berat Lambung Hispatologi Lambung Makroskopis Lambung

Not corrected f or ties. a.

Grouping Variable: kelompok b.


(2)

Lampiran K. Persentase Ketebalan Mukosa Lambung Mencit pada Hari ke 24 pada Masing-masing Kelompok Perlakuan.

Tests of Normal ity

.298 5 .169 .851 5 .197

.170 5 .200* .965 5 .841

.192 5 .200* .939 5 .661

.234 5 .200* .858 5 .221

kelompok K P1 P2 P3 % Ketebalan Mukosa

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov -Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance. *.

Lillief ors Significance Correction a.

Test of Homogeneity of Variance

2.617 3 16 .087

1.795 3 16 .189

1.795 3 8.011 .226

2.442 3 16 .102

Based on Mean Based on Median Based on Median and with adjusted df

Based on trimmed mean % Ketebalan Mukosa

Lev ene

Stat istic df 1 df 2 Sig.

Oneway

ANOVA

% Ketebalan Mukosa

2325.896 3 775.299 5.276 .010

2351.249 16 146.953

4677.145 19

Between Groups Within Groups Total

Sum of


(3)

Post Hoc Tests

Multi ple Comparisons

Dependent Variable: % Ket ebalan Mukosa Bonf erroni

-2.57000 7.66689 1.000 -25.6346 20.4946 7.94000 7.66689 1.000 -15.1246 31.0046 25.03200* 7.66689 .029 1.9674 48.0966 2.57000 7.66689 1.000 -20.4946 25.6346 10.51000 7.66689 1.000 -12.5546 33.5746 27.60200* 7.66689 .014 4.5374 50.6666 -7.94000 7.66689 1.000 -31.0046 15.1246 -10.51000 7.66689 1.000 -33.5746 12.5546 17.09200 7.66689 .243 -5.9726 40.1566 -25.03200* 7.66689 .029 -48.0966 -1.9674 -27.60200* 7.66689 .014 -50.6666 -4.5374 -17.09200 7.66689 .243 -40.1566 5.9726 (J) kelompok P1 P2 P3 K P2 P3 K P1 P3 K P1 P2 (I) kelompok K P1 P2 P3 Mean Dif f erence

(I-J) St d. Error Sig. Lower Bound Upper Bound 95% Conf idence Interv al

The mean dif f erence is signif icant at the . 05 lev el. *.

Tabel. Rata-rata Ketebalan Mukosa (%)

Kelompok Rata-rata Notasi

K 57,67±7,28 a

P1 60,24±9,58 a

P2 49,73±20,40 ab


(4)

Lampiran L. Dokumentasi Penelitian

Gambar 5. A (Kacang kedelai) dan B (Stater komersial).

Gambar 6. Soyghurt Inkubasi 4,6 dan 8 jam (kiri) dan Kultur Starter (kanan)

Gambar 7. Bakteri Asam Laktat pada Soyghurt Inkubasi 4, 6 dan 8 jam Pengenceran 10-6 (dari kiri ke kanan)


(5)

Gambar 9. Uji Fermentasi Karbohidrat A (L. Bulgaricus) dan B ( S. termophillus)

Gambar 10. Alat untuk Pemeriksaan Kultur Bakteri Asam Laktat A (Inkubator) dan B (Auto clave)

Gambar 11. Alat untuk Pemeriksaan Histopatologi A (Automatic Tissue Processor/Leica TP 1020), B (Tissue Embedding /Leica EG 1160), C (Microtome/Leica RM 2245).

A B C

A B


(6)

Gambar 12. Mencit Yang Digunakan untuk Penelitian


Dokumen yang terkait

Efektifitas Pemberian Soyghurt yang Mengandung Bakteri Asam Laktat dalam Memperbaiki Kerusakan Jaringan Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dipapar Timbal

10 86 123

Efektifitas Pemberian Soyghurt Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol Dalam Darah Mencit (Mus musculus) Dengan Jumlah Bakteri Asam Laktat Dan Suhu Inkubasi Yang Optimum

0 28 119

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

0 0 20

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspirin (Asam Asetil Salisilat) - Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Dalam Soyghurt Dan Efektifitas Pada Penyembuhan Gastritis Lambung Mencit (Mus musculus L) Yang Diinduksi Dengan Aspirin

0 0 9

PENGARUH LAMA FERMENTASI TERHADAP JUMLAH KOLONI BAKTERI ASAM LAKTAT DALAM SOYGHURT DAN EFEKTITASNYA PADA PENYEMBUHAN GASTRITIS LAMBUNG MENCIT (Mus musculus L) YANG DIINDUKSI DENGAN ASPIRIN TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ma

0 0 17

Efektifitas Pemberian Soyghurt yang Mengandung Bakteri Asam Laktat dalam Memperbaiki Kerusakan Jaringan Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dipapar Timbal

0 0 22

Efektifitas Pemberian Soyghurt yang Mengandung Bakteri Asam Laktat dalam Memperbaiki Kerusakan Jaringan Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dipapar Timbal

0 0 11

BAB 1 PENDAHULUAN - Efektifitas Pemberian Soyghurt yang Mengandung Bakteri Asam Laktat dalam Memperbaiki Kerusakan Jaringan Hati Mencit (Mus musculus L.) yang Dipapar Timbal

0 0 7