Efek Kombinasi Alginat dengan Antasida Terhadap Penyembuhan Ulkus Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Aspirin

(1)

EFEK KOMBINASI ALGINAT DENGAN ANTASIDA

TERHADAP PENYEMBUHAN ULKUS LAMBUNG

TIKUS YANG DIINDUKSI DENGAN ASPIRIN

SKRIPSI

OLEH:

Geryson Sianipar

NIM 101501123

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

EFEK KOMBINASI ALGINAT DENGAN ANTASIDA

TERHADAP PENYEMBUHAN ULKUS LAMBUNG

TIKUS YANG DIINDUKSI DENGAN ASPIRIN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

GERYSON SIANIPAR

NIM 101501123

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

EFEK KOMBINASI ALGINAT DENGAN ANTASIDA

TERHADAP PENYEMBUHAN ULKUS LAMBUNG TIKUS

YANG DIINDUKSI DENGAN ASPIRIN

OLEH:

GERYSON SIANIPAR NIM 101501123

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 29 Mei 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. Prof. Dr. Karsono, Apt. NIP 195306251986012001 NIP 195409091982011001

Pembimbing II, Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001

Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. NIP 195201171980031002 NIP 195504241983031003

Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. NIP 195503121983032001

Medan, Juni 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara a.n. Dekan

Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan anugerah dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul Efek Kombinasi Alginat dengan Antasida Terhadap Penyembuhan Ulkus

Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Aspirin. Skripsi ini diajukan sebagai salah

satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dra. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., dan Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Karsono, Apt., Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt., dan Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini serta kepada Dr. Edy Suwarso, SU., Apt., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu membimbing selama masa pendidikan. Bapak dan Ibu staff pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan. Bapak kepala Laboratorium Farmasi Fisik yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.


(5)

v

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada Ayahanda Drs. R. Sianipar dan Ibunda R. Pasaribu yang tiada hentinya mendoakan, memberikan semangat, dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, kepada kakak dan adikku tersayang, teman-teman di Laboratorium Farmasi Fisik, dan sahabat-sahabatku yang selalu memberikan dorongan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi dan berguna bagi alam semesta.

Medan, Mei 2015

Penulis,

Geryson Sianipar 101501123


(6)

vi

EFEK KOMBINASI ALGINAT DENGAN ANTASIDA TERHADAP PENYEMBUHAN ULKUS LAMBUNG TIKUS YANG DIINDUKSI

DENGAN ASPIRIN ABSTRAK

Latar Belakang: Ulkus lambung merupakan salah satu penyakit pada lambung yang paling sering terjadi. Penyakit ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor pertahanan dan perusak dari mukosa lambung. Alginat memiliki kemampuan sebagai sitoprotektif dan dapat meregenerasi jaringan pada mukosa lambung tikus. Antasida merupakan obat yang menetralkan asam lambung dan memiliki khasiat melindungi tukak dengan jalan menutupnya dengan suatu lapisan pelindung terhadap serangan asam dan pepsin.

Tujuan: Untuk mengetahui efek kombinasi alginat dengan antasida terhadap penyembuhan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin.

Metode: Percobaan ini menggunakan 78 ekor tikus jantan dengan berat badan 150 - 200 g. Sebelum pengujian semua tikus dipuasakan selama 36 jam, kemudian diinduksi dengan aspirin 400 mg/kg bb secara oral. Setelah diinduksi tikus dibagi ke dalam 3 kelompok. Kelompok 1 (kontrol negatif), tanpa pengobatan. Kelompok 2 (kontrol positif), menerima 1 ml suspensi antasida. Kelompok 3 (sediaan uji), menerima 1 ml suspensi kombinasi alginat dengan antasida. Tikus dibunuh pada hari ke 3, 7, 10, dan 14, kemudian diambil lambung untuk diamati secara makroskopis dan mikroskopis (histologi).

Hasil: Semua tikus yang diinduksi dengan aspirin menyebabkan ulkus lambung. Suspensi antasida dan suspensi kombinasi alginat dengan antasida mempunyai efek penyembuhan terhadap ulkus lambung, tetapi efek penyembuhan dengan pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat dibandingkan suspensi antasida. Tikus yang menerima suspensi kombinasi alginat dengan antasida (kelompok 3) telah sembuh pada hari ketujuh ditandai dengan jumlah ulkus dan indeks ulkus adalah 0, sedangkan tikus yang menerima suspensi antasida (kelompok 2) pada hari ketujuh, jumlah ulkus dan indeks ulkus adalah 1,83 dan 0,008 dan sembuh pada hari kesepuluh dengan jumlah ulkus dan indeks ulkus adalah 0. Tikus tanpa pengobatan belum sembuh sempurna sampai hari keempatbelas, yang mana jumlah ulkus dan indeks ulkus adalah 2,00 dan 0,008. Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin dibandingkan dengan suspensi antasida.

Kata kunci: Aspirin, ulkus lambung, suspensi kombinasi alginat dengan


(7)

vii

THE EFFECT OF COMBINATION ALGINATE AND ANTACID IN HEALING ASPIRIN-INDUCED GASTRIC ULCER IN RATS

ABSTRACT

Background: Gastric ulcers is one of the most widespread stomach diseases. Gastric ulcer is caused by an imbalance between destructive and protective factors of the gastric mucosa. Alginate has a cytoprotective ability and can regenerate tissue in the gastric mucosa. Antacid is a subtance which neutralizes stomach acidity used to help heal ulcers by making a protective barrier attached to pepsin and acid.

Purpose: To determine the effect of combination of alginate and antacid suspension in healing of rats gastric ulcer induced by aspirin.

Methods: In this experiment 78 male rats weighing 150 - 200 g were used. All of rats were fasted for 36 hours before the test, then the rats were orally induced by aspirin 400 mg/kg body weight. After induced rats were divided into 3 groups. First group (negative control), without treatment. Second group (positive control), received 1 ml antacid suspension. The third group (preparation test), received 1 ml combination of alginate and antacid suspension. Rats were killed in 3rd, 7th, 10th, and 14th day then observed macroscopically and microscopically (histology). Results: All of rats induced by aspirin caused gastric ulcer. Both combination alginate with antacid suspension and antacid suspension had healing effect of gastric ulcer, but the healing effect of combination alginate and antacid suspension was faster than antacid suspension. Rats that received combination of alginate and antacid suspension healed on the 7th day marked with each ulcer number and ulcer index was 0, while rats that received antacid suspension on the 7th day, ulcer number and ulcer index was 1.83 and 0.008 and healed on the 10th day with ulcer number and ulcer index was 0. Rats without treatment were not healed until the 14th day, which the ulcer number and ulcer index was 2.00 and 0.008.

Conclusion: Based on this study it could be concluded that combination of alginate and antacid suspension was faster in healing of rats gastric ulcer caused by aspirin compared to antacid suspension.

Key Words: Aspirin, gastric ulcer, combination alginate and antacid


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir ... 4

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis ... 5

1.5 Tujuan Penelitian ... 5

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Lambung ... 6

2.1.1 Anatomi lambung ... 6

2.1.2 Fisiologi lambung ... 7


(9)

ix

2.1.3.1 Mukosa ... 9

2.1.3.2 Submukosa ... 11

2.1.3.3 Tunika muskularis ... 12

2.1.3.4 Serosa ... 12

2.1.4 Mekanisme pertahanan mukosa lambung ... 12

2.1.4.1 Mekanisme pertahanan lokal mukosa lambung ... 12

2.1.4.2 Mekanisme neurohormonal ... 16

2.1.5 Sekresi asam hidroklorida ... 16

2.1.6 Sekresi pepsinogen ... 17

2.2 Ulkus Lambung ... 17

2.2.1 Defenisi ulkus lambung ... 17

2.2.2 Patofisiologi ... 18

2.2.3 Gambaran klinis ... 19

2.2.4 Mekanisme penyembuhan ulkus lambung ... 19

2.3 Aspirin ... 20

2.3.1 Uraian bahan ... 20

2.3.2 Mekanisme terjadi ulkus pada lambung ... 21

2.4 Alginat ... 21

2.4.1 Struktur alginat ... 22

2.4.2 Sifat dan kegunaan alginat ... 23

2.5 Antasida ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Alat dan Bahan ... 25


(10)

x

3.1.2 Bahan-bahan ... 25

3.2 Prosedur ... 26

3.2.1 Pembuatan sirup simpleks ... 26

3.2.2 Pembuatan suspensi antasida ... 26

3.2.3 Pembuatan suspensi kombinasi alginat dengan antasida ... 27

3.3 Hewan Percobaan ... 27

3.4 Pembuatan Ulkus pada Tikus ... 28

3.4.1 Penyembuhan ulkus pada tikus ... 28

3.4.2 Pembuatan preparat mikroskopik (histopatologi) ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Penginduksian Ulkus Lambung Tikus dengan Aspirin 400 mg/kg bb ... 32

4.2 Penyembuhan Ulkus Lambung ... 33

4.2.1 Pengamatan makroskopis lambung tikus ... 33

4.2.2 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari ketiga ... 37

4.2.4 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari kesepuluh ... 39

4.2.5 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari keempatbelas ... 40

4.2.6 Pengamatan mikroskopis lambung tikus ... 41

4.2.6.1 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari ketiga ... 42

4.2.6.2 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari ketujuh ... 43

4.2.6.3 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari kesepuluh ... 44


(11)

xi

4.2.6.4 Pengamatan mikroskopis lambung tikus

pada hari keempatbelas ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Zat aktif dari antasida ... 24 Tabel 4.1 Jumlah ulkus rata-rata antara kelompok tikus yang diberi

suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida ... 34 Tabel 4.2 Indeks ulkus rata-rata antara kelompok tikus yang diberi

suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida ... 35


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian ... 4

Gambar 2.1 Anatomi lambung ... 7

Gambar 2.2 Histologi dari lambung ... 8

Gambar 2.3 Gambaran penyakit ulkus peptikum ... 18

Gambar 2.4 Rumus bangun aspirin ... 20

Gambar 2.5 Struktur alginat ... 22

Gambar 3.1 Diagram pembagian kelompok dan waktu pembedahan hewan percobaan ... 29

Gambar 4.1 Mukosa lambung tikus menunjukkan terjadinya luka ... 32

Gambar 4.2 Perbandingan jumlah ulkus antara kelompok tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida ... 34

Gambar 4.3 Perbandingan indeks ulkus antara kelompok tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida ... 36

Gambar 4.4 Mukosa lambung tikus pada hari ketiga ... 37

Gambar 4.5 Mukosa lambung tikus pada hari ketujuh ... 38

Gambar 4.6 Mukosa lambung tikus pada hari kesepuluh ... 39

Gambar 4.7 Mukosa lambung tikus pada hari keempatbelas ... 40

Gambar 4.8 Gambaran histologis jaringan lambung tikus kelompok kontrol ulkus dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10 .... 41

Gambar 4.9 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari ketiga dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10 ... 42

Gambar 4.10 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari ketujuh dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10 ... 43

Gambar 4.11 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari kesepuluh dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10 ... 44


(14)

xiv

Gambar 4.12 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari keempatbelas dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10 ... 45


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Gambar mukosa lambung tikus yang hanya diberi

aspirin ... 51 Lampiran 2. Gambar mukosa lambung tikus tanpa pengobatan

(3 hari) ... 52 Lampiran 3. Gambar mukosa lambung tikus tanpa pengobatan

(7 hari) ... 53 Lampiran 4. Gambar mukosa lambung tikus tanpa pengobatan

(10 hari) ... 54 Lampiran 5. Gambar mukosa lambung tikus tanpa pengobatan

(14 hari) ... 55 Lampiran 6. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi

antasida (3 hari) ... 56 Lampiran 7. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi

antasida (7 hari) ... 57 Lampiran 8. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi

antasida (10 hari) ... 58 Lampiran 9. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi

antasida (14 hari) ... 59 Lampiran 10. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi

kombinasi alginat dengan antasida (3 hari) ... 60 Lampiran 11. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi

kombinasi alginat dengan antasida (7 hari) ... 61 Lampiran 12. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi

kombinasi alginat dengan antasida (10 hari) ... 62 Lampiran 13. Gambar mukosa lambung tikus yang diberi suspensi

kombinasi alginat dengan antasida (14 hari) ... 63 Lampiran 14. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang hanya

diberi aspirin ... 64 Lampiran 15. Gambar histologi jaringan lambung tikus tanpa


(16)

xvi

Lampiran 16. Gambar histologi jaringan lambung tikus tanpa

pengobatan (7 hari) ... 66

Lampiran 17. Gambar histologi jaringan lambung tikus tanpa pengobatan (10 hari) ... 67

Lampiran 18. Gambar histologi jaringan lambung tikus tanpa pengobatan (14 hari) ... 68

Lampiran 19. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi antasida (3 hari) ... 69

Lampiran 20. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi antasida (7 hari) ... 70

Lampiran 21. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi antasida (10 hari) ... 71

Lampiran 22. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi antasida (14 hari) ... 72

Lampiran 23 Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida (3 hari) ... 73

Lampiran 24. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida (7 hari) ... 74

Lampiran 25. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida (10 hari) ... 75

Lampiran 26. Gambar histologi jaringan lambung tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida (14 hari) ... 76

Lampiran 27. Perhitungan Indeks Ulkus (IU) ... 77

Lampiran 28. Uji normalitas data ... 106

Lampiran 29. Uji Kruskal-Wallis ... 107

Lampiran 30. Uji Mann-Whitney ... 110

Lampiran 31. Posisi tikus sebelum dan setelah dibedah ... 113

Lampiran 32. Gambar alat-alat bedah ... 114

Lampiran 33. Gambar mikrotom dan mikroskop ... 115


(17)

xvii

Lampiran 35. Sertifikat analisis Aluminium Hidroksida [Al(OH)3] dan Magnesium Hidroksida [Mg(OH)2] ... 117


(18)

vi

EFEK KOMBINASI ALGINAT DENGAN ANTASIDA TERHADAP PENYEMBUHAN ULKUS LAMBUNG TIKUS YANG DIINDUKSI

DENGAN ASPIRIN ABSTRAK

Latar Belakang: Ulkus lambung merupakan salah satu penyakit pada lambung yang paling sering terjadi. Penyakit ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor pertahanan dan perusak dari mukosa lambung. Alginat memiliki kemampuan sebagai sitoprotektif dan dapat meregenerasi jaringan pada mukosa lambung tikus. Antasida merupakan obat yang menetralkan asam lambung dan memiliki khasiat melindungi tukak dengan jalan menutupnya dengan suatu lapisan pelindung terhadap serangan asam dan pepsin.

Tujuan: Untuk mengetahui efek kombinasi alginat dengan antasida terhadap penyembuhan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin.

Metode: Percobaan ini menggunakan 78 ekor tikus jantan dengan berat badan 150 - 200 g. Sebelum pengujian semua tikus dipuasakan selama 36 jam, kemudian diinduksi dengan aspirin 400 mg/kg bb secara oral. Setelah diinduksi tikus dibagi ke dalam 3 kelompok. Kelompok 1 (kontrol negatif), tanpa pengobatan. Kelompok 2 (kontrol positif), menerima 1 ml suspensi antasida. Kelompok 3 (sediaan uji), menerima 1 ml suspensi kombinasi alginat dengan antasida. Tikus dibunuh pada hari ke 3, 7, 10, dan 14, kemudian diambil lambung untuk diamati secara makroskopis dan mikroskopis (histologi).

Hasil: Semua tikus yang diinduksi dengan aspirin menyebabkan ulkus lambung. Suspensi antasida dan suspensi kombinasi alginat dengan antasida mempunyai efek penyembuhan terhadap ulkus lambung, tetapi efek penyembuhan dengan pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat dibandingkan suspensi antasida. Tikus yang menerima suspensi kombinasi alginat dengan antasida (kelompok 3) telah sembuh pada hari ketujuh ditandai dengan jumlah ulkus dan indeks ulkus adalah 0, sedangkan tikus yang menerima suspensi antasida (kelompok 2) pada hari ketujuh, jumlah ulkus dan indeks ulkus adalah 1,83 dan 0,008 dan sembuh pada hari kesepuluh dengan jumlah ulkus dan indeks ulkus adalah 0. Tikus tanpa pengobatan belum sembuh sempurna sampai hari keempatbelas, yang mana jumlah ulkus dan indeks ulkus adalah 2,00 dan 0,008. Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin dibandingkan dengan suspensi antasida.

Kata kunci: Aspirin, ulkus lambung, suspensi kombinasi alginat dengan


(19)

vii

THE EFFECT OF COMBINATION ALGINATE AND ANTACID IN HEALING ASPIRIN-INDUCED GASTRIC ULCER IN RATS

ABSTRACT

Background: Gastric ulcers is one of the most widespread stomach diseases. Gastric ulcer is caused by an imbalance between destructive and protective factors of the gastric mucosa. Alginate has a cytoprotective ability and can regenerate tissue in the gastric mucosa. Antacid is a subtance which neutralizes stomach acidity used to help heal ulcers by making a protective barrier attached to pepsin and acid.

Purpose: To determine the effect of combination of alginate and antacid suspension in healing of rats gastric ulcer induced by aspirin.

Methods: In this experiment 78 male rats weighing 150 - 200 g were used. All of rats were fasted for 36 hours before the test, then the rats were orally induced by aspirin 400 mg/kg body weight. After induced rats were divided into 3 groups. First group (negative control), without treatment. Second group (positive control), received 1 ml antacid suspension. The third group (preparation test), received 1 ml combination of alginate and antacid suspension. Rats were killed in 3rd, 7th, 10th, and 14th day then observed macroscopically and microscopically (histology). Results: All of rats induced by aspirin caused gastric ulcer. Both combination alginate with antacid suspension and antacid suspension had healing effect of gastric ulcer, but the healing effect of combination alginate and antacid suspension was faster than antacid suspension. Rats that received combination of alginate and antacid suspension healed on the 7th day marked with each ulcer number and ulcer index was 0, while rats that received antacid suspension on the 7th day, ulcer number and ulcer index was 1.83 and 0.008 and healed on the 10th day with ulcer number and ulcer index was 0. Rats without treatment were not healed until the 14th day, which the ulcer number and ulcer index was 2.00 and 0.008.

Conclusion: Based on this study it could be concluded that combination of alginate and antacid suspension was faster in healing of rats gastric ulcer caused by aspirin compared to antacid suspension.

Key Words: Aspirin, gastric ulcer, combination alginate and antacid


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus lambung saat ini menjadi suatu penyakit yang banyak diderita masyarakat dan dalam kondisi yang parah dapat menjadi penyebab kematian. Ulkus lambung merupakan salah satu bentuk ulkus peptik yang ditandai dengan rusaknya lapisan mukosa, bahkan sampai ke mukosa muskularis (Saputri, dkk., 2008). Ulkus lambung terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor agresif seperti asam klorida, pepsin, Helicobacter pylori, NSAIDs seperti aspirin dengan faktor pertahanan mukosa seperti bikarbonat, aliran darah, dan prostaglandin, yang akhirnya menyebabkan kerusakan mukosa (Arivumani, et al., 2013). Penyebab paling sering adalah karena penggunaan NSAID dalam pengobatan osteoartritis dan reumatoid artritis (Indraswari, 2004). Aspirin menyebabkan ulkus lambung, gejala ulkus peptik (heartburn, dyspepsia), pendarahan gastrointestinal, dan erosi gastritis (Insel, 1996). Ada dua tipe dari ulkus peptikum yaitu bila terjadi di antara kardia dan pilorus disebut ulkus lambung dan bila terjadi pada daerah setelah pilorus disebut ulkus duodenum (Aziz, 2002). Aspirin, etanol, indometasin, fenilbutazon, dan kortikosteroid memiliki efek langsung terhadap mukosa lambung dan menyebabkan terbentuknya ulkus, mungkin disebabkan oleh rusaknya salah satu sawar pelindung dalam lambung (Price dan Wilson, 2005).

Antasida merupakan obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak mengurangi volume HCl yang dikeluarkan lambung, tetapi peninggian pH akan


(21)

2

menurunkan aktivitas pepsin. Beberapa antasida, misalnya aluminium hidroksida, diduga menghambat pepsin secara langsung (Estuningtyas, 2011). Antasida meringankan efek dari ulkus dengan menetralkan kelebihan asam lambung (Houshia, 2012). Campuran cair mengandung aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida dapat menaikkan pH lambung (Buchanan dan Andrews, 2003). Magnesium hidroksida cenderung menyebabkan diare, magnesium hidroksida merupakan antasida yang ideal. Untuk mengurangi efek diare, ditambahkan aluminium hidroksida yang dapat menyebabkan konstipasi. Aluminium hidroksida dapat melindungi lapisan lambung dari efek kerusakan alkohol dan zat iritan lain. Aluminium hidroksida menonaktifkan pepsin pada saluran pencernaan. Kombinasi senyawa magnesium dan alumunium dapat digunakan untuk saling meminimalkan efek samping (Thompson, 2009).

Alginat adalah suatu polimer yang diperoleh dari alga coklat (Phaeophyceae). Alginat bersifat non toksik, biodegradable, dan mukoadhesif. Sifat mukoadhesif dari alginat ini akan memberikan sifat protektif (sifat melindungi) mukosa lambung dari zat-zat iritan. Alginat telah digunakan secara luas dalam formulasi obat oral dan topikal yaitu sebagai pengikat dan penghancur dalam formulasi tablet, sebagai pelincir dalam formulasi kapsul, sebagai zat pensuspensi dalam formulasi krim, dan sebagai zat penstabil dalam formulasi emulsi minyak dalam air. Alginat dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi biomedis, termasuk penyembuhan luka, memperbaiki tulang rawan, meregenerasi tulang, dan penyampaian obat, yang berpotensial dalam meregenerasi jaringan (Sun dan Huaping, 2013). Alginat digunakan dalam bidang biomedis, antara lain sebagai bahan baku pembalut luka primer (kontak langsung dengan luka) karena


(22)

3

bersifat non toksik, biodegradable, biocompatible, dan dapat mempercepat pertumbuhan jaringan baru. Mutia (2012), menggunakan webs (lembaran tipis) atau membran dari serat alginat yang berskala mikro dan nano untuk pembalut luka. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa produk tersebut mempunyai kualitas yang baik sebagai pembalut luka dibanding pembalut luka konvensional.

Beberapa peneliti telah menggunakan alginat untuk mencegah ulkus lambung. Fransiska (2013), memberikan 2,5 ml sirup alginat 30 menit sebelum pemberian HCl 0,6 N dan hasil penelitian ini dapat mencegah terjadinya ulkus lambung pada tikus. Pemberian sirup alginat akan meningkatkan efek pertahanan mukosa lambung terhadap asam sehingga asam tidak dapat menembus ke dalam mukosa lambung. Ferawati (2014), memberikan sirup alginat sebanyak 1 ml untuk menyembuhkan ulkus lambung pada tikus yang diinduksi dengan etanol. Penyembuhan ulkus lambung karena sirup alginat memiliki kemampuan sebagai sitoprotektif. Bakir (1988), memberikan suspensi antasida aluminium magnesium (15 ml) yang dapat menyembuhkan penyakit ulkus lambung pada manusia. Menurut Arianto dan Bangun (2014), pemberian sirup alginat sebanyak 1 ml dapat menyembuhkan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin 400 mg/kg bb tikus.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas penulis ingin membandingkan efek penyembuhan suspensi kombinasi alginat dengan antasida yang diinduksi oleh aspirin serta membandingkannya dengan suspensi antasida dengan tikus sebagai hewan percobaan.


(23)

4 1.2 Kerangka Pikir

Kerangka pikir atau road map penelitian ini adalah tertera pada Gambar 1.1 dibawah ini.

Gambar 1.1 Diagram kerangka pikir penelitian

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan permasalahan penelitian ini adalah apakah pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung dibandingkan dengan suspensi antasida?

Variabel bebas Variabel terikat Parameter Alginat memiliki sifat mukoadhesi f yang memberikan sifat sitoprotektif mukosa lambung dari zat-zat Untuk mengetahui efek kombinasi alginat dengan antasida terhadap penyembuhan ulkus lambung Lama pemberia n akuades Penyembuha n ulkus lambung pada hari ketiga, ketujuh, kesepuluh, keempatbela Pengamatan secara makroskopis (jumlah ulkus dan indeks ulkus) dan secara mikroskopis (kohesi sel mukosa) Latar belakang Tujuan Lama pemberia nsuspensi antasida Lama pemberia nsuspensi kombinasi alginat dengan antasida Antasida mampu menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk penyembuha n ulkus lambung


(24)

5 1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian adalah suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat dalam menyembuhkan ulkus lambung dibandingkan dengan suspensi antasida.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kecepatan penyembuhan ulkus lambung dari suspensi kombinasi alginat dengan antasida dibandingkan dengan suspensi antasida.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk pemanfaatan kombinasi natrium alginat dan antasida dalam bentuk sediaan suspensi sebagai obat untuk penyembuhan ulkus lambung.


(25)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lambung

Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar paling banyak. Lambung menerima makanan dan bekerja sebagai penampung untuk jangka waktu pendek. Semua makanan dicairkan dan dicampurkan dengan asam HCl. Dan dengan cara ini disiapkan untuk dicernakan oleh usus (Pearce, 2006). Lambung merupakan organ untuk menampung makanan yang ditelan. Lambung dapat membesar sampai mencapai kapasitas dua sampai tiga liter dan tidak mempunyai bentuk yang tetap. Dalam keadaan kosong, mempunyai ukuran seperti kolon dan bentuknya menyerupai huruf ‘J’. Bentuk ini dapat berubah tergantung pada isi, posisi tubuh, dan pernafasan (Wibowo, 2009).

2.1.1 Anatomi lambung

Lambung terletak di bawah diafrgama, di depan pankreas dan limpa menempel pada sebelah kiri fundus (Pearce, 2006). Menurut Wibowo (2009), lambung mempunyai dua buah lengkungan atau kurvatura yaitu kurvatura minor yang membentuk batas kanan lambung dan kurvatura mayor yang membentuk batas kiri lambung.

Lambung terdiri dari bagian atas, yaitu fundus, batang utama, dan bagian bawah yang horizontal, yaitu antrum pilorik. Lambung berhubungan dengan esofagus melalui orifilisium atau kardia, dan dengan duodenum melalui orisium pilorik (Pearce, 2006). Berikut merupakan gambaran bentuk anatomi dari lambung yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(26)

7

Gambar 2.1 Anatomi lambung (Totora, 2008). 2.1.2 Fisiologi lambung

Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu, fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar tubular yang penting yaitu kelenjar oksintik (gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik terletak pada bagian fundus dan korpus lambung, meliputi 80% bagian proksimal lambung. Kelenjar pilorik terletak pada bagian antral lambung. Kelenjar oksintik bertanggung jawab membentuk asam dengan mensekresikan mukus, asam hidroklorida (HCl), faktor intrinsik dan pepsinogen. Kelenjar pilorik berfungsi mensekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus, juga beberapa pepsinogen, renin, lipase lambung dan hormon gastrin (Guyton dan Hall, 2007).


(27)

8

Fungsi motorik lambung, yaitu menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan tersebut dapat ditampung pada bagian bawah saluran pencernaan, mencampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan kimus, dan mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi oleh usus halus (Guyton dan Hall, 2007). Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin (Price dan Wilson, 2005).

2.1.3 Histologi lambung

Gambaran histologi dari lambung dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah ini.


(28)

9

Lambung terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis, yaitu (a) serabut longitunal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esofagus, (b) serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfinkter dan berada dibawah lapisan pertama, dan (c) serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orifisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurvatura minor (lengkung kecil) (Pearce, 2006). 2.1.3.1 Mukosa

Dalam keadaan hidup mukosa lambung berwarna pucat, merah-keabuan dan dibatasi oleh epitel selapis kolumnar. Mukosa lambung tebal (0,5 sampai 1,5 mm) karena adanya massa kelenjar lambung, yang bermuara ke permukaan melalui sumur-sumur (Leeson, et al., 1989). Membran mukosa lambung berbentuk irreguler seperti tiang, membentuk lipatan longitudinal yang disebut

rugae dan jumlahnya tergantung pada tinggi rendahnya rentangan organnya.

Membran mukosa terdiri dari tiga komponen yaitu epitelium, lamina propia, dan muskularis mukosa. Epitel permukaan mukosa ditandai oleh adanya lubang sumuran yang terletak rapat satu dengan yang lain dan dilapisi epitel sejenis. Bentuk dan kedalaman dari sumuran ini serta sifat kelenjarnya berbeda pada tiap bagian lambung.

Kelenjar lambung bentuknya tubular simpleks atau tubular bercabang, masuk jauh ke dalam mukosa, hingga mendekati muskularis mukosa, dan di antara kelenjar terdapat lamina propria, yang sukar dilihat karena tepisah-pisah menempati ruangan di antara sumur-sumur dan kelenjar-kelenjar. Kelenjar lambung dibagi menjadi tiga daerah yaitu kelenjar kardia, kelenjar lambung


(29)

10

(kelenjar fundus atau kelenjar utama), dan kelenjar pilorus. Kelenjar kardia hanya terdapat pada daerah yang terletak 2 sampai 4 cm dari muara kardia. Sel-sel yang menyusun kelenjar terutama terdiri atas sel-sel penghasil mukus dan mirip dengan sel-sel kardia esofagus tetapi juga terdapat sedikit sel-sel parietal penghasil asam dan beberapa sel enteroendokrin. Kelenjar lambung letaknya di daerah fundus dan badan lambung, sebagian besar enzim dan asam yang disekresikan oleh mukosa lambung dihasilkan olehnya. Pada daerah ini sumur-sumurnya relatif pendek, menempati kurang lebih seperempat tebal mukosa. Kelenjar pilorus terletak di bagian distal lambung mengandung sumur-sumur yang dalam. Tiap kelenjar lambung terbentuk dari empat jenis sel, yaitu: sel-sel lendir leher, sel-sel utama (Chief cell/peptic cells), sel-sel parietal (sel oksintik), dan sel-sel enteroendokrin. Sel-sel lendir leher berukuran lebih kecil dari permukaan, bersifat basofil, jumlahnya relatif lebih sedikit, mempunyai dasar yang lebar dan menyempit di bagian daerah puncaknya. Sel lendir leher berfungsi mensekresikan mukus asam, berbeda dengan mukus netral yang dibentuk oleh sel mukus permukaan. Sel-sel ini terletak di daerah leher kelenjar lambung, dalam kelompok kecil atau satu-satu. Bentuknya cenderung tidak teratur seakan akan terdesak oleh sel-sel di sekitarnya (terutama sel parietal), biasanya mempunyai dasar sempit dan puncak melebar (Leeson, et al., 1989).

Sel-sel utama (Chief cell) terletak di dasar kelenjar lambung dan menunjukkan ciri-ciri sel yang mensekresi protein (zimogen). Sel-sel utama mengeluarkan pepsinogen, yang dalam suasana asam di lambung diubah menjadi enzim pepsin aktif, dan berfungsi menghidrolisis protein menjadi peptida lebih kecil. Sel-sel parietal (sel oksintik) tersebar satu-satu dalam kelompokan kecil di


(30)

11

antara jenis sel lainnya mulai dari ismus sampai dasar kelenjar lambung, tetapi paling banyak di daerah leher dan ismus. Sel parietal terdapat juga di dalam kelenjar pilorus dan kelenjar kardia walaupun hanya sedikit. Pada sel parietal yang berada dalam keadaan istirahat terdapat banyak gelembung tubulosa, dan kanalikuli melebar dengan relatif sedikit mikrovili. Sewaktu mensekresi asam, mikrovili bertambah banyak dan gelembung tubulosa berkurang, yang menunjukkan adanya pertukaran membran di antara gelembung tubulosa di dalam sitoplasma dan mikrovili pada permukaan. Sel-sel enteroendokrin ditemukan dalam kelenjar lambung. Sel-sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin yang mensekresi peptida. Sel enteroendokrin tidak hanya ditemukan di mukosa lambung, tetapi juga di dalam epitel usus halus dan usus besar, kelenjar esofagus bagian bawah (kardia) dan dalam jumlah terbatas pada duktus utama hati dan pankreas. Pada umumnya sel-selnya kecil berbentuk piramid dengan sitoplasma jernih tak berwarna. Sel-sel ini berjumlah banyak terutama di daerah antrum pilorik dan umumnya ditemukan pada dasar kelenjar. Sel enteroendokrin menghasilkan beberapa hormon peptida murni yaitu sekretin, gastrin, dan kolesistokinin, semuanya melalui peredaran darah untuk mencapai organ sasaran pankreas, lambung, dan kandung empedu (Leeson, et al., 1989).

2.1.3.2 Submukosa

Lapisan submukosa terdapat di bawah lapisan mukosa. Tunika submukosa meluas ke dalam rugae atau lipatan memanjang lambung, dan terdiri atas jaringan ikat jarang, dengan serat-serat kolagen dan elastin. Selain fibroblast, terdapat pula kumpulan limfosit dan sel plasma, terutama dekat kardia dan pilorus, serta sel mast dan biasanya terdapat beberapa lemak. Tunika submukosa mengandung


(31)

12

pembuluh darah, pembuluh limf dan saraf perifer dari pleksus submukosa (Leeson, et al., 1989).

2.1.3.3 Tunika muskularis

Tunika muskularis dibentuk oleh tiga lapisan otot polos, yaitu: (1) Lapisan

luar longitudinal dan (2) Lapisan tengah sirkular yang merupakan lanjutan dari

kedua lapisan otot esofagus dan ditambah dengan (3) Lapisan serong (oblik) berbentuk lengkungan otot yang berjalan dari kardia mengitari fundus dan korpus. Pada pilorus lapisan sirkular tengah menebal sebagai sfingter pilorus (Leeson, et al., 1989).

2.1.3.4 Serosa

Tunika serosa pada kurvatura mayor dan kurvatura minor bersatu dengan mesenterium (omenta) mayor dan minor. Omentum mayor bergantung pada lambung seperti tirai (apron) dan biasanya mengandung lebih banyak lemak bila umur bertambah. Pembuluh darah besar, keluar masuk lambung melewati omenta (Leeson, et al., 1989).

2.1.4 Mekanisme pertahanan mukosa lambung

Mekanisme pertahanan mukosa lambung diantaranya faktor pelindung lokal dan neurohormonal, yang memungkinkan mukosa tahan terhadap berbagai faktor perusak. Mekanisme pertahanan mukosa lambung akan dijelaskan dibawah ini (Fornai, et al., 2011).

2.1.4.1Mekanisme pertahanan lokal mukosa lambung a. Lapisan mukus-bikarbonat-fosfolipid

Pertahanan pertama dari mukosa lambung ditunjukkan oleh adanya lapisan mukus-bikarbonat-fosfolipid. Permukaan mukosa lambung ditutupi oleh lapisan


(32)

13

yang dibentuk oleh mukus, anion bikarbonat, dan fosfolipid. Lapisan ini mampu mempertahankan ion bikarbonat yang disekresikan oleh permukaan sel epitel dan menjaga lingkungan mikro dengan pH mendekati 7 dipermukaan mukosa. Lapisan ini juga mampu mencegah penetrasi pepsin, sehingga menghindari pencernaan proteolitik epitel. Mukus disekresikan oleh sel-sel epitel permukaan dan dibentuk oleh sejumlah besar air (sekitar 95%) dan berbagai macam musin glikoprotein.

Sekresi bikarbonat ke dalam lapisan mukus sangat penting untuk mempertahankan gradien pH pada permukaan epitel, yang merupakan garis pertahanan pertama terhadap asam lambung. Sekresi bikarbonat dari membran apikal sel epitel permukaan dimediasi oleh pertukaran anion Cl-/HCO3- dan dirangsang oleh berbagai faktor termasuk prostaglandin, asam luminal, faktor pelepasan kortikotropin, dan melatonin. Karena itu, ketika pelindung ini rusak, maka mekanisme perlindungan kedua datang diantaranya netralisasi asam, perbaikan epitel yang cepat, dan memelihara aliran darah (Fornai, et al., 2011).

b. Sel-sel epitel

Lapisan sel epitel permukaan merupakan pertahanan mukosa berikutnya. Sel epitel ini bertanggung jawab untuk memproduksi mukus, bikarbonat, dan komponen lain dari penghalang mukosa lambung. Permukaan sel epitel mampu membentuk penghalang terus menerus yang dapat mencegah difusi kembali asam dan pepsin. Faktor protektif lain yang relevan tersedia dalam sel epitel diwakili oleh heat shock protein, yang diaktifkan dalam respon terhadap stres termasuk kenaikan suhu, stres oksidatif dan agen sitotoksik lainnya. Protein ini dapat mencegah denaturasi protein dan melindungi sel terhadap cedera. Cathelicidin dan


(33)

14

sistem pertahanan bawaan pada permukaan mukosa, mencegah kolonisasi bakteri (Fornai, et al., 2011).

c. Pembaharuan sel mukosa

Pembaharuan sel epitel lambung terkoordinasi dengan baik untuk menjamin penggantian sel yang rusak. Proses pembaharuan epitel lengkap membutuhkan waktu sekitar 3 - 7 hari, sedangkan penggantian sel kelenjar secara keseluruhan membutuhkan waktu berbulan-bulan. Namun, pembaharuan epitel permukaan setelah kerusakan terjadi sangat cepat yaitu beberapa menit. Proses pergantian sel diatur oleh faktor pertumbuhan. Secara khusus, ditandai ekspresi reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGF-R). Reseptor tersebut dapat diaktifkan oleh faktor pertumbuhan mitogenik, seperti Transforming Growth

Factor- α (TGF-α ) dan Insulin-Like Growth Factor-l (IGF-1). Selain itu, PGE2

dan gastrin dapat transaktif dengan EGF-R dan mempromosikan aktivasi

Mitogen-Activated Protein Kinase (MAPK) akibat proliferasi sel. EGF tidak

terdeteksi pada mukosa normal, meskipun terdapat pada cairan lambung yang dapat merangsang proliferasi sel mukosa dalam kasus cedera (Fornai, et al., 2011).

d. Aliran darah mukosa

Aliran darah mukosa sangat penting untuk memberikan oksigen dan nutrisi untuk menghilangkan racun dari mukosa lambung. Sel endotel, lapisan mikrovaskular ini menghasilkan Nitric Oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2) yang bertindak sebagai vasodilator, sehingga melindungi mukosa lambung terhadap kerusakan. Selain itu, Nitric Oxide (NO) dan PGI2 menjaga kelangsungan hidup


(34)

15

sel-sel endotel dan menghambat platelet dan adhesi leukosit ke mikrovaskular sehingga mencegah terjadinya mikroiskemia.

Ketika mukosa lambung terkena iritasi atau difusi asam, maka terjadi peningkatan kecepatan aliran darah mukosa. Peningkatan aliran darah dianggap sebagai mekanisme penting untuk mencegah cedera sel mukosa lambung dan penurunan nekrosis jaringan. Peningkatan aliran darah mukosa dimediasi oleh pelepasan Nitric Oxide (NO), telah dibuktikan bahwa Nitric Oxide (NO) melindungi mukosa lambung terhadap cedera yang disebabkan oleh etanol, sedangkan penghambatan sintesis Nitric Oxide (NO) meningkatkan cedera mukosa (Fornai, et al., 2011).

e. Saraf sensori

Pembuluh darah mukosa dan submukosa lambung dipersarafi oleh neuron sensori aferen, yang diatur dalam pleksus di dasar lapisan mukosa. Saraf sensori dapat mendeteksi keasaman atau difusi asam, dimana aktivasi saraf sensori tersebut memodulasi kontraksi arteri pada submukosa sehingga mengatur aliran darah mukosa. Secara khusus, stimulasi saraf sensori menyebabkan pelepasan kalsitonin yang berhubungan dengan peptida (CGRP) dan substansi P dari saraf disekitar pembuluh besar submukosa. Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP) kemudian berkontribusi pada pemeliharaan integritas mukosa lambung melalui vasodilatasi pembuluh darah di submukosa yang dimediasi oleh pelepasan Nitric

Oxide (NO). Persarafan sensori memiliki peran penting dalam perlindungan

mukosa dengan meningkatkan sensitivitas lambung (Fornai, et al., 2011).


(35)

16 f. Prostaglandin

Prostaglandin merupakan asam lemak rantai 20 karbon yang dihasilkan oleh asam arakhidonat melalui enzim cyclooxygenase (Sunil, et al., 2012). Mukosa lambung merupakan sumber produksi prostaglandin, seperti Prostaglandin E2 (PGE2) dan Prostaglandin I2 (PGI2) yang dianggap sebagai faktor penting untuk pemeliharaan integritas mukosa dan perlindungan terhadap faktor melukai. Prostaglandin dapat mengurangi produksi asam, merangsang produksi mukus, bikarbonat, dan fosfolipid, meningkatkan aliran darah mukosa, dan mempercepat restitusi epitel dan penyembuhan mukosa. Prostaglandin E2 diketahui dapat menekan pelepasan dari histamin dan Tumor Necrosis Factor- α (TNF-α) dari mukosa lambung, dimana pelepasan dari TNF-α dapat mengakibatkan kerusakan jaringan pada ulkus lambung (Fornai, et al., 2011). 2.1.4.2 Mekanisme neurohormonal

Pertahanan mukosa lambung didukung oleh sistem saraf pusat dan faktor hormonal. Diketahui bahwa aktivasi nervus vagal merangsang sekresi mukus dan meningkatkan pH sel epitel dalam lambung. Hormon lainnya, termasuk gastrin, kolestokinin, thyrotropin-releasing hormon, bombesin, EGF, peptida YY, dan neurokinin A memainkan peran penting dalam regulasi mekanisme pelindung lambung (Fornai, et al., 2011).

2.1.5 Sekresi asam hidroklorida

Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lumen turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion hidrogen (H+) dan ion klorida (Cl-) secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berbeda di membran plasma


(36)

17

sel parietal. Walaupun HCl tidak mencerna makanan apapun dan tidak mutlak diperlukan bagi fungsi saluran pencernaan, zat ini melakukan beberapa fungsi yang membantu pencernaan. Asam klorida (1) mengaktifkan enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin; (2) membantu penguraian partikel makanan berukuran besar dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil; (3) mematikan sebagian besar mikroorganisme yang masuk bersama makanan (Sherwood, 2001). 2.1.6 Sekresi pepsinogen

Konstituen pencernaan utama pada getah lambung adalah pepsinogen. Pada saat disekresikan ke dalam lumen lambung, molekul pepsinogen mengalami penguraian oleh HCl menjadi enzim bentuk aktif, pepsin. Setelah terbentuk, pepsin bekerja pada molekul pepsinogen lain untuk menghasilkan lebih banyak pepsinogen. Pepsin memulai pencernaan protein dengan memecah ikatan asam amino; enzim ini paling efektif bekerja pada lingkungan asam. Karena dapat mencerna protein, pepsin harus disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif, sehingga zat ini tidak mencerna sendiri sel-sel tempat ia terbentuk (komponen struktural utama sel adalah protein). Oleh karena itu pepsin dipertahankan dalam bentuk inaktif pepsinogen sampai zat tersebut mencapai lumen usus (Sherwood, 2001).

2.2 Ulkus Lambung

2.2.1 Defenisi ulkus lambung

Ulkus peptikum (UP) adalah kerusakan pada lapisan mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang disebabkan oleh aktifitas pepsin dan asam lambung. Ulkus peptikum dapat mengenai esofagus sampai usus halus, tetapi


(37)

18

kebanyakan terjadi pada bulbus duodenum (90%) dan kurvatura minor. Bila terjadi di antara kardia dan pilorus disebut ulkus lambung dan bila terjadi pada daerah setelah pilorus disebut ulkus duodenum (Aziz, 2002).

2.2.2 Patofisiologi

Ulkus peptikum terjadi ketika keseimbangan antara asam lambung dan faktor pertahanan mukosa terganggu. Pada individu yang sehat, saluran pencernaan dilapisi oleh membran mukosa yang melindungi jaringan utama melawan korosif akibat asam lambung yang tinggi, namun jika jumlah asam secara dramatis bertahan, atau pH dari asam secara signifikan berkurang, atau lapisan membran mukosa menjadi terlalu tipis atau kering, maka asam merusak jaringan dan kemudian terjadi ulkus (Dufton, 2012).

Beberapa faktor yang termasuk patogenesis dari ulkus lambung, faktor terbesar meliputi infeksi bakteri (Helicobacter pylori), obat-obatan (NSAIDs), bahan-bahan kimia (HCl/etanol), kanker lambung dan faktor lainnya meliputi keadaan stres, merokok, makanan pedas dan defisiensi nutrisi (Sunil, et al., 2012). Kerusakan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 2.3.


(38)

19 2.2.3 Gambaran klinis

a. Nyeri abdomen seperti terbakar (dispepsia) sering terjadi di malam hari. Nyeri biasanya terletak di area tengah epigastrum dan nyeri bersifat ritmik.

b. Nyeri yang terjadi ketika lambung kosong (di malam hari).

c. Nyeri yang terjadi segera setelah atau selama makan. Kadang nyeri dapat menyebar ke punggung atau bahu.

d. Penurunan berat badan juga biasanya menyertai ulkus lambung (Corwin, 2009).

Obat yang digunakan untuk pengobatan ulkus peptikum adalah penghambat pompa proton, analog prostaglandin, antagonis reseptor histamin dan agen sitoprotektif. Tetapi sebagian besar obat tersebut menghasilkan efek merugikan seperti toksisitas dan juga dapat mengubah mekanisme biokimia pada tubuh (Saleem, et al., 2012).

2.2.4 Mekanisme penyembuhan ulkus lambung

Ulkus lambung terjadi akibat adanya nekrosis jaringan terutama dipicu oleh iskemia dengan penghentian pengiriman nutrisi dan pembentukan Reactive

Oxygen Species (ROS). Penyembuhan ulkus merupakan proses yang kompleks,

dimana perbaikan jaringan sendiri setelah cedera dan restitusi terhadap integritas. Fase dan waktu penyembuhan ulkus dapat digambarkan sebagai berikut: tahap pengembangan ulkus (dalam waktu 3 hari setelah cedera) ditandai dengan nekrosis jaringan, infiltrasi inflamasi, pembentukan tepi ulkus (de-diferensiasi) dan pengembangan granulasi jaringan; fase penyembuhan (setelah 3 -10 hari setelah cedera) yang mencakup penyembuhan awal (migrasi cepat sel epitel)


(39)

20

diikuti oleh proses penyembuhan akhir (angiogenesis, perbaikan granulasi jaringan, dan reepitelisasi), tahap perbaikan (20 - 40 hari setelah ulkus) yang terdiri dari perbaikan kelenjar, muskularis mukosa, propia muskularis; fase pematangan (40 - 150 hari setelah ulkus) ditandai dengan pematangan dan diferensiasi sel-sel khusus. Penyembuhan ulkus diprakarsai oleh pembentukan faktor pertumbuhan epidermal (EGF-R) dan faktor pertumbuhan yang berasal dari platelet (PDGF). Selama penyembuhan granulasi jaringan mengalami perbaikan terus menerus, dimana sel-sel inflamasi muncul pada fase awal penyembuhan dilanjutkan oleh fibroblast dan mikrovaskular dalam fase penyembuhan akhir (Fornai, et al., 2011).

2.3 Aspirin

2.3.1 Uraian bahan Rumus bangun:

Gambar 2.4 Rumus bangun aspirin

Rumus molekul : C9H8O4 Berat molekul : 180,16


(40)

21

Asam Asetilsalisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5% C9H8O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

2.3.2 Mekanisme terjadi ulkus pada lambung

NSAID dapat menyebabkan ulkus pada mukosa lambung karena efeknya pada penghambatan prostaglandin. Efek penghambatan prostaglandin oleh NSAID menyebabkan berkurangnya aliran darah mukosa, berkurangnya produksi mukus, dan bertambahnya sekresi HCl (Buchanan dan Andrews, 2003).

Aspirin merusak pertahanan mukosa dengan menembus lapisan pelindung mukus dan bikarbonat serta merusak lapisan sel-sel epitel. Dengan demikian, asam lambung dapat masuk ke dalam sistem pertahanan. Difusi balik dari asam ini selanjutnya melukai sel-sel dan merusak kapiler dan venula. Efek kerusakan lokal ini tergantung dari pH dan disebabkan oleh sekresi asam lambung. Mekanisme lain aspirin menyebabkan kerusakan mukosa yaitu dengan penghambatan sintesis prostaglandin (Ivey, 1988). Aspirin menghambat dua enzim siklooksigenase yaitu COX-1 dan COX-2 yang menghambat sisntesis prostaglandin (PGs). Efek penting dari prostaglandin adalah menstimulasi sekresi mukus dan bikarbonat serta menghambat sekresi asam (Arivumani, et al., 2013).

2.4 Alginat

Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman. Produksi tahunan diperkirakan sekitar 38.000 ton per tahun. Selain itu, alginat


(41)

22

yang berbeda dapat diproduksi oleh bakteri dengan cara fermentasi (Andersen, 2012). Karakteristik natrium alginat adalah:

Pemerian : Serbuk tidak berbau dan berasa, putih sampai coklat kekuningan pucat.

Kelarutan : Larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol, eter, pelarut organik dan asam.

Tak tercampurkan : Dengan turunan acridine, kristal violet, fenilmerkuri asatat dan nitrat, garam kalsium.

2.4.1 Struktur alginat

Alginat merupakan kopolimer linear yang mengandung lebih dari 700

residu asam uronat yaitu β – d – manuronat dan asam α – l – guluronat dengan

ikatan 1,4. Rantai alginat yang hanya mengandung residu asam manuronat disebut blok M, rantai alginat yang hanya mengandung residu asam guluronat disebut blok G dan rantai alginat yang mengandung residu asam manuronat serta asam guluronat disebut blok G-M (Draget, et al., 2005), seperti Gambar 2.5 dibawah ini.


(42)

23 2.4.2 Sifat dan kegunaan alginat

Dengan kemampuan alginat yang dapat membentuk gel, sehingga banyak digunakan untuk berbagai aplikasi industri, termasuk makanan dan obat-obatan. Dalam beberapa tahun terakhir penelitian tentang alginat sebagian besar bergeser ke arah aplikasi biomedis (Andersen, 2012). Alginat banyak digunakan untuk keperluan medis, antara lain untuk bahan memperbaiki dan regenerasi jaringan seperti pembuluh darah, kulit, tulang rawan, ikatan sendi, sistem penyampaian obat dan beberapa formulasi pencegahan terjadinya refluks gastroesofageal. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang biodegradable dan biocompatible, antibakteri, non-toksik, dan tidak menyebabkan alergi. Dalam memperbaiki jaringan dan organ-organ yang rusak alginat semakin banyak digunakan dalam berbagai bentuk fisik antara lain larutan, dispersi, gel, serat dan lain-lain (Sun dan Huaping, 2013).

Menurut Arianto dan Bangun (2014), pemberian sirup alginat sebanyak 1 ml dapat menyembuhkan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin 400 mg/kg bb tikus. Fransiska (2013), pemberian sirup alginat sebanyak 2,5 ml yang diberikan 30 menit sebelum pemberian HCl 0,6 N dapat mencegah terjadinya ulkus lambung pada lambung tikus. Ferawati (2014), menggunakan sirup alginat sebanyak 1 ml untuk menyembuhkan ulkus lambung pada tikus setelah diinduksi dengan etanol.

2.5 Antasida

Antasida merupakan pengobatan efektif tertua untuk ulkus peptikum dan


(43)

24

magnesium hidroksida. Beberapa antasida dikombinasikan dengan alginat (zat terlarut yang dapat menambah tekanan permukaan dari cairan) menjadi bentuk sediaan yang mengapung di atas cairan lambung untuk melindungi esofagus dari paparan asam lambung (Thompson, 2009).

Tabel 2.1 Zat aktif dari antasida (Thompson, 2009)

Antasida Formula Kekuatan

menetralkan

Efek yang tidak diinginkan Natrium

Bikarbonat NaHCO3 Rendah

Retensi cairan, Alkalosis Magnesium

Hidroksida Mg(OH)2 Tinggi

Diare, keracunan magnesium Aluminium

Hidroksida Al(OH)3 Sedang

Konstipasi, menghambat

absorpsi Kalsium Karbonat CaCO3 Sangat Tinggi Hipersekresi asam

lambung

Antasida meringankan efek dari ulkus dengan menetralkan kelebihan asam lambung (Houshia, 2012). Campuran cair mengandung aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida dapat menaikkan pH lambung (Buchanan dan Andrews, 2003). Magnesium hidroksida cenderung menyebabkan diare, magnesium hidroksida merupakan antasida yang ideal. Untuk mengurangi efek diare, ditambahkan aluminium hidroksida yang dapat menyebabkan konstipasi. Aluminium hidroksida dapat melindungi lapisan lambung dari efek kerusakan alkohol dan zat iritan lain. Aluminium hidroksida menonaktifkan pepsin pada saluran pencernaan. Kombinasi senyawa magnesium dan aluminium dapat digunakan untuk saling meminimalkan efek samping (Thompson, 2009).


(44)

25 BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu pembuatan suspensi antasida, pembuatan suspensi kombinasi alginat dengan antasida, pembuatan ulkus lambung pada tikus, pengamatan penyembuhan ulkus lambung pada hari ke 3, 7, 10, dan 14 yang meliputi pengamatan secara makroskpis (jumlah ulkus dan indeks ulkus) dan mikroskopis (histopatologi).

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium farmasi fisik Fakultas Farmasi dan Laboratorium patologi anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik (Boeco), mikroskop (Olympus), mikrotom (Leica), kamera digital (Nikon coolpix 14 mpixel), pH meter (Hanna), sonde tikus, spuit, kaca objek, kaca penutup, vial, jangka sorong, alat bedah, dan alat-alat gelas lainnya.

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah natrium alginat 500-600 cP (Wako Pure Chemical Industries, Ltd Japan), alumunium hidroksida, magnesium hidroksida, simetikon, Natrium CMC, akuades, gula pasir, nipagin (Merck), larutan formaldehid 10%, etanol 96% (Merck), etanol 80%, etanol 70%, etanol


(45)

26

50%, parafin cair (Merck), xylol (Merck), xylena (Merck), larutan hematosilin 0,2% (Merck), larutan eosin 1% (Merck), canada balsam (Entellan).

3.2 Prosedur

3.2.1 Pembuatan sirup simpleks

Dikalibrasi gelas beker 100 ml, kemudian ditimbang 65 g gula pasir. Ditambahkan 30 ml akuades ke dalam gelas beker kemudian diaduk. Dipanaskan hingga larut dan berwarna jernih. Dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml. 3.2.2 Pembuatan suspensi antasida

R/ Alumunium Hidroksida 4% (b/v) Magnesium Hidroksida 4% (b/v) Simetikon 0,4% (v/v) Na. CMC 0,5% (b/v) Nipagin 0,025% (b/v) Sirup Simpleks 25% (v/v) Akuades ad 100 ml

Dikalibrasi gelas beker 100 ml. Dipanaskan air sebanyak 20x dari berat Na. CMC. Ke dalam lumpang yang berisi air panas, ditaburkan Na. CMC, didiamkan hingga mengembang (Fase 1). Di lumpang lain, digerus alumunium hidroksida dan magnesium hidroksida hingga homogen, ditambahkan sedikit demi sedikit sirup simpleks sambil digerus, kemudian ditambahkan simetikon digerus hingga homogen (Fase 2). Setelah itu dilarutkan nipagin dengan menggunakan air panas, didinginkan lalu dicampurkan ke dalam Fase 2, kemudian ditambahkan Fase 1, digerus hingga homogen, kemudian dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml.


(46)

27

3.2.3 Pembuatan suspensi kombinasi alginat dengan antasida R/ Natrium alginat 1% (b/v)

Alumunium Hidroksida 4% (b/v) Magnesium Hidroksida 4% (b/v) Simetikon 0,4% (v/v) Natrium CMC 0,5% (b/v) Nipagin 0,025% (b/v) Sirup Simpleks 25% (v/v)

Akuades ad 100 ml

Dikalibrasi gelas beker 100 ml, kemudian dilarutkan natrium alginat dalam sebagian akuades kemudian didiamkan selama 24 jam. Diaduk hingga homogen (Fase 1). Dipanaskan air sebanyak 20 kali dari berat Na. CMC. Ke dalam lumpang yang berisi air panas, ditaburkan Na. CMC, didiamkan hingga mengembang (Fase 2). Di lumpang lain, digerus alumunium hidroksida dan magnesium hidroksida hingga homogen, ditambahkan sedikit demi sedikit sirup simpleks sambil digerus, kemudian ditambahkan simetikon digerus hingga homogen (Fase 3). Setelah itu dilarutkan nipagin dengan menggunakan air panas, didinginkan lalu dicampurkan ke dalam Fase 3, kemudian ditambahkan Fase 1 dan Fase 2, digerus hingga homogen, kemudian dicukupkan dengan akuades hingga 100 ml.

3.3 Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah tikus jantan sehat dengan berat badan 150 - 200 g sebanyak 78 ekor dipelihara dalam kandang yang sesuai, diberi makanan dan minuman yang sesuai, dipuasakan dari semua pemberian obat minimal 2 minggu sebelum diberi perlakuan. Sebelum perlakuan tikus dipuasakan selama 36 jam dengan tujuan mendapatkan lambung yang relatif bersih dari makanan.


(47)

28 3.4 Pembuatan Ulkus pada Tikus

Prosedur pembuatan ulkus dan penyembuhan ulkus dilakukan sebagai berikut: setelah tikus dipuasakan selama 36 jam, seluruh tikus diberikan 1 ml aspirin 400 mg/kg BB dalam larutan CMC 0,5% untuk pembuatan ulkus lambung sebelum pengobatan dengan suspensi antasida dan suspensi kombinasi alginat dengan antasida. Setelah satu jam pemberian aspirin, sebanyak 6 ekor tikus dibunuh menggunakan kloroform, lalu diambil lambung kemudian dibuka dan dicuci, lalu diamati ulkus secara makroskopis dan mikroskopis (histopatologi). Keadaan pada masing-masing tikus dianggap sebagai keadaan ulkus mula-mula. 3.4.1 Penyembuhan ulkus pada tikus

Satu jam setelah pemberian aspirin, tikus (72 ekor) dibagi atas 3 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri atas 4 subkelompok. Tiap subkelompok terdiri atas 6 ekor tikus.

Kelompok 1: Tikus tanpa pengobatan (kontrol negatif).

Kelompok 2: Tikus diberikan 1 ml suspensi antasida secara oral (kontrol positif). Kelompok 3: Tikus diberikan 1 ml suspensi kombinasi alginat dengan antasida

secara oral (sediaan uji).

Seluruh tikus dalam setiap kelompoknya diberi perlakuan selama 3, 7, 10, dan 14 hari. Pada hari ke 3, 7, 10, dan 14 tikus dibunuh, dibuka lambungnya, dan dicuci. Setelah itu diamati jumlah ulkus, panjang, dan lebar ulkus (makroskopis). Panjang dan lebar tiap-tiap ulkus diukur dengan menggunakan jangka sorong (area ulkus (mm2)). Perhitungan indeks ulkus mengikuti metode yang dilakukan oleh Ganguly dan Bhatnagar (1973), diperoleh dari area ulkus (mm2) dibagi dengan luas mukosa lambung (mm2). Kemudian mukosa lambung direndam


(48)

29

dalam larutan formalin 10% untuk diproses secara histopatologi dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin dan diamati secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 10x10 dan 10x40.

Pembagian kelompok dan waktu pembedahan hewan percobaan dapat kita lihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1 Diagram pembagian kelompok dan waktu pembedahan hewan percobaan. Sebanyak 78 ekor tikus diberi aspirin 400 mg/kg bb Setelah 1 jam, 6 ekor dibedah (kontrol ulkus) Sisanya 72 ekor (kelompo k pengujian ) Tanpa Pengobata n (kontrol negatif) = 24 ekor

6 ekor dibedah pada hari ke-3 6 ekor dibedah

pada hari ke-7 6 ekor dibedah pada hari ke-10 6 ekor dibedah pada hari ke-14

Suspensi Antasida (kontrol

positif) = 24 ekor

6 ekor dibedah pada hari ke-3 6 ekor dibedah

pada hari ke-7 6 ekor dibedah pada hari ke-10 6 ekor dibedah pada hari ke-14

Suspensi Kombinasi Alginat dengan Antasida (sediaan uji) = 24

ekor

6 ekor dibedah pada hari ke-3 6 ekor dibedah

pada hari ke-7 6 ekor dibedah pada hari ke-10 6 ekor dibedah pada hari ke-14


(49)

30

3.4.2 Pembuatan preparat mikroskopik (histopatologi)

Pembuatan preparat histopatologi sampai siap untuk dilihat secara mikroskopik terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut:

1. Spesimen dipotong sesuai dengan yang diinginkan setebal 1 - 2 mm. 2. Difiksasi dengan menggunakan larutan formalin 10% minimal 6 - 7 jam. 3. Difiksasi kembali dengan menggunakan larutan formalin 10% (1) dan (2)

selama 1 jam.

4. Dehidrasi dengan merendam spesimen ke dalam etanol 70%, 80%, dan 96% masing-masing selama 1 jam 30 menit. Tahap dehidrasi bertujuan untuk mengeluarkan air dari jaringan yang telah difiksasi agar nantinya mudah dilakukan parafinisasi.

5. Penjernihan dengan merendam spesimen kedalam xilena (1), (2), dan (3) selama 2 jam. Tahap penjernihan bertujuan untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan.

6. Embeding dengan menggunakan paraffin cair 56°C (1) dan (2) selama 2

jam.

7. Blocking pada cassete dan didinginkan pada suhu 4°C beberapa saat.

8. Spesimen dipotong dengan menggunakan mikrotom (Leica) setebal 2 - 3 µm kemudian dimasukkan di atas kaca objek yang telah diolesi gliserin. 9. Dilakukan deparafinisasi dengan menggunakan xilol (1), (2), dan (3)

selama 15 menit.

10. Direhidrasi dengan menggunakan alkohol 96%, 80%, dan 50% masing-masing selama 15 menit.


(50)

31

11. Dibersihkan dengan menggunakan air mengalir kemudian diwarnai dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin (rendam ke dalam zat warna

Haematoxylin mayers selama 5 menit kemudian cuci dengan air mengalir,

setelah itu direndam ke dalam larutan eosin 1% selama 1 menit).

12. Dihidrasi dengan etanol 80%, 96%, dan absolut masing-masing 1 menit lalu dikeringkan.

13. Direndam dalam larutan xilene selama 1 menit, kemudian ditutup dengan kaca objek yang telah diberi Canada balsam (Entellan®).


(51)

32 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penginduksian Ulkus Lambung dengan Aspirin 400 mg/kg BB

Pada semua tikus menunjukkan terjadinya ulkus lambung setelah pemberian aspirin. Dari Gambar 4.1 menunjukkan kerusakan pada mukosa lambung setelah pemberian aspirin.

Gambar 4.1 Mukosa lambung menunjukkan terjadinya luka. A: Tikus 1 pada kelompok kontrol. B: Tikus 3 pada kelompok kontrol. ( O = luka).

Dari Gambar 4.1 dapat kita lihat bahwa pada mukosa lambung tikus yang diberikan aspirin terdapat ulkus pada lambung tikus. Aspirin merusak pertahanan mukosa dengan menembus lapisan pelindung mukus dan bikarbonat serta merusak lapisan sel-sel epitel. Dengan demikian, asam lambung dapat masuk ke dalam sistem pertahanan mukosa. Difusi balik dari asam ini selanjutnya melukai sel-sel dan merusak kapiler dan venula (Ivey, 1988).

Akumulasi aspirin pada lambung merintangi semua mekanisme pertahanan lambung. Aspirin menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan melalui beberapa mekanisme antara lain menurunkan jumlah prostaglandin


(52)

33

mukosa, mengurangi aliran darah ke mukosa dan menstimulasi aktivasi neutrofil dan apoptosis. Ketika pertahanan lambung turun, asam-asam lambung akan merusak mukosa lambung yang sensitif dan menyebabkan ulkus (Mustaba, dkk., 2012).

4.2 Penyembuhan Ulkus Lambung

Efek penyembuhan ulkus lambung ditunjukkan dengan kemampuan suspensi kombinasi alginat dengan antasida yang diberikan setiap hari selama tiga, tujuh, sepuluh, dan empatbelas hari untuk penyembuhan ulkus lambung yang diinduksi oleh aspirin. Efek penyembuhan suspensi kombinasi alginat dengan antasida terhadap ulkus lambung dibandingkan dengan suspensi antasida.

4.2.1 Pengamatan makroskopis lambung tikus

Pengamatan secara makroskopis lambung tikus yaitu dengan menghitung jumlah ulkus dan indeks ulkus dari masing-masing kelompok percobaan. Dari data hasil pengamatan jumlah ulkus untuk masing-masing kelompok didapatkan rata-rata jumlah ulkus yang tersaji dalam Tabel 4.1. Dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah ulkus pada hari ketiga dari kelompok pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida dari jumlah ulkus awal pada kelompok kontrol ulkus. Hal ini dibandingkan dengan pemberian suspensi antasida dan tanpa pengobatan yang mana masih mempunyai jumlah ulkus lebih banyak pada hari ketiga. Sedangkan pada hari ketujuh sudah tidak terdapat adanya ulkus pada kelompok pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida. Kelompok pemberian suspensi antasida pada hari kesepuluh sudah tidak terdapat adanya


(53)

34

ulkus. Kelompok tanpa pengobatan masih menunjukkan adanya ulkus pada hari keempatbelas.

Tabel 4.1 Jumlah ulkus rata-rata antara kelompok tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida (n = 6)

Hari Tanpa pengobatan (kontrol negatif) Diberi suspensi antasida (kontrol positif) Diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida (sediaan uji)

0 6,0 ± 2,48 6,0 ± 2,48 6,0 ± 2,48

3 3,33 ± 1,63 2,16 ± 1,47 2,0 ± 0,44

7 3,50 ± 1,76 1,83 ± 0,98 0 ± 0,00

10 2,50 ± 1,22 0 ± 0,00 0 ± 0,00

14 2,00 ± 0,63 0 ± 0,00 0 ± 0,00

Grafik perbandingan jumlah ulkus pada mukosa lambung masing-masing kelompok tampak pada Gambar 4.2 .

Gambar 4.2 Perbandingan jumlah ulkus antara kelompok tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 3 7 10 14

Ju m lah ul k us Waktu (Hari) Tanpa pengobatan Suspensi antasida Suspensi kombinasi


(54)

35

Pada Gambar 4.2 juga menunjukkan adanya penurunan jumlah ulkus pada kelompok pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida dibandingkan dengan kelompok pemberian suspensi antasida dan kelompok tanpa pengobatan. Dari Tabel 4.1 dan Gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung dibandingkan dengan pemberian suspensi antasida dan tanpa pengobatan dilihat dari penurunan jumlah ulkus sampai pada hari keempatbelas.

Selain pengamatan makroskopis yaitu dengan menghitung jumlah ulkus juga dilakukan perhitungan indeks ulkus pada masing-masing kelompok. Efek penyembuhan dari suspensi kombinasi alginat dengan antasida dapat kita lihat juga dari penurunan indeks ulkus pada pembedahan hari ketiga sampai hari keempatbelas yang ditandai adanya penurunan. Pada hari ketujuh sudah tidak terdapat adanya nilai rata-rata indeks ulkus. Hasil indeks ulkus rata-rata pada masing-masing kelompok dapat kita lihat pada Tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2 Indeks ulkus rata-rata antara kelompok tikus yang diberi suspensi

kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida (n = 6)

Hari Tanpa pengobatan (kontrol negatif) Diberi suspensi antasida (kontrol positif) Diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida (sediaan uji) 0 0,055 ± 0,038 0,055 ± 0,038 0,055 ± 0,038 3 0,033 ± 0,030 0,018 ± 0,015 0,014 ± 0,012

7 0,031 ± 0,028 0,009 ± 0,005 0 ± 0,000

10 0,021 ± 0,020 0 ± 0,000 0 ± 0,000

14 0,008 ± 0,004 0 ± 0,000 0 ± 0,000

Dari Tabel 4.2 dapat juga kita lihat efek penyembuhan dari suspensi kombinasi alginat dengan antasida dilihat dari penurunan indeks ulkus dari


(55)

36

pembedahan pada hari ketiga sampai hari keempatbelas yang ditandai adanya penurunan.

Grafik perbandingan indeks ulkus pada mukosa lambung masing-masing kelompok tampak pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Perbandingan indeks ulkus antara kelompok tikus yang diberi suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida. Dari Tabel 4.2 dan Gambar 4.3, dilihat dari penurunan indeks ulkus dapat disimpulkan bahwa suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung pada tikus dibandingkan dengan kelompok pemberian suspensi antasida dan tanpa pengobatan. Penurunan jumlah ulkus dan indeks ulkus pada kelompok tanpa pengobatan disebabkan oleh adanya pembaharuan sel pada mukosa. Pembaharuan sel epitel lambung terkoordinasi dengan baik untuk menjamin penggantian sel yang rusak. Proses pembaharuan epitel lengkap membutuhkan waktu sekitar 3-7 hari, sedangkan penggantian sel kelenjar secara keseluruhan membutuhkan waktu berbulan. Namun, pembaharuan

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1

0 3 7 10 14

Inde

k

s u

lk us Waktu (Hari) Tanpa pengobatan Suspensi antasida Suspensi kombinasi


(56)

37

epitel permukaan setelah kerusakan terjadi sangat cepat yaitu beberapa menit. Proses pergantian sel diatur oleh faktor pertumbuhan (Fornai, et al., 2011).

4.2.2 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari ketiga

Penyembuhan ulkus lambung pada tikus dengan pemberian suspensi kombinasi alginat antasida, suspensi antasida, dan tanpa pengobatan dibandingkan dengan tikus yang hanya diberi aspirin saja dapat kita lihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Mukosa lambung tikus pada hari ketiga. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida. (O= luka).

Dari Gambar 4.4 pada pembedahan hari ketiga dapat kita lihat bahwa pada mukosa lambung tikus dari masing-masing kelompok yaitu pada kelompok tanpa pengobatan, suspensi antasida, dan suspensi kombinasi alginat dengan antasida masih terdapat adanya ulkus.

A

C


(57)

38

4.2.3 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari ketujuh

Gambar 4.5 Mukosa lambung tikus pada hari ketujuh. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida. (O: luka).

Dari Gambar 4.5 dapat kita lihat bahwa mukosa lambung tikus pada pembedahan hari ketujuh dengan kelompok tanpa pengobatan dan suspensi antasida masih menunjukkan adanya ulkus lambung, tetapi dengan pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida sudah tidak terdapat ulkus pada mukosa lambung. Dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhan ulkus lambung dibandingkan dengan pemberian suspensi antasida. Kemampuan alginat disamping meningkatkan efek pertahanan mukosa lambung (sitoprotektif) juga meregenerasi jaringan pada luka sehingga mempercepat penyembuhan ulkus lambung. Sun dan

A

B


(58)

39

Huaping (2013), menggunakan pembalut yang mengandung alginat dalam pengobatan luka pada kulit karena memiliki kemampuan meregenerasi jaringan pada luka. Dengan kemampuan tersebut, saat pemberian alginat pada tikus akan mempercepat penyembuhan ulkus lambung dengan meregenerasi jaringan yang luka pada mukosa lambung, yang dikombinasikan dengan antasida (aluminium dan magnesium hidroksida) yang dapat menyebabkan berkurangnya kerja proteolitis dari pepsin dengan cara menaikkan pH isi lambung dan mengurangi terjadinya ulkus peptikum. Antasida juga memiliki khasiat melindungi tukak dengan jalan menutupnya dengan suatu lapisan pelindung terhadap serangan asam-pepsin (Tjay dan Rahardja, 2007).

4.2.4 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari kesepuluh

Gambar 4.6 Mukosa lambung tikus pada hari ke sepuluh. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida (O: luka).

A

B


(59)

40

Pada Gambar 4.6 menunjukkan pemberian suspensi antasida dan suspensi kombinasi alginat dengan antasida tidak terdapat adanya ulkus pada hari kesepuluh, tetapi pada kelompok tanpa pengobatan masih terdapat ulkus pada lambung tikus sampai pembedahan hari kesepuluh.

4.2.5 Pengamatan makroskopis lambung tikus pada hari keempatbelas

Gambar 4.7 Mukosa lambung tikus pada hari keempatbelas. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida. (O: luka).

Gambar 4.7 menunjukkan pemberian suspensi antasida dan suspensi

kombinasi alginat dengan antasida tidak terdapat adanya ulkus pada hari keempatbelas, tetapi pada kelompok tanpa pengobatan masih terdapat ulkus pada lambung tikus sampai pembedahan hari keempatbelas.

A

B


(60)

41 4.2.6 Pengamatan mikroskopis lambung tikus

Selain pengamatan secara makroskopis juga dilakukan pengamatan secara mikroskopis yaitu dengan melakukan uji histopatologi pada jaringan lambung tikus. Uji histopatologi dilakukan terhadap empat ekor tikus dari masing-masing kelompok. Dari Gambar 4.8 dapat kita lihat bahwa pada tikus kelompok kontrol ulkus dengan pemberian aspirin saja terjadi kerusakan dan erosi sel-sel epitel pada permukaan mukosa lambung yang disebabkan karena bersentuhan langsung dengan aspirin. Pada gambar dapat juga kita lihat bahwa adanya perdarahan pada lapisan lambung yaitu pada mukosa. Pemberian aspirin yang masuk ke dalam saluran cerna dapat menyebabkan pengelupasan permukaan sel epitel dan mengurangi sekresi mukus yang merupakan barier protektif terhadap serangan asam (Mustaba, 2012). Aspirin merusak pertahanan mukosa dengan menembus lapisan pelindung mukus dan bikarbonat serta merusak lapisan sel-sel epitel (Ivey, 1988).

Gambar 4.8 Gambaran histologis jaringan lambung tikus kelompok kontrol ulkus dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. Terdapat erosi pada sel-sel epitel pada permukaan mukosa.

Sel-sel epitel erosi

Mukosa


(61)

42

4.2.6.1 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari ketiga

.

Gambar 4.9 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari ketiga dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida. Pada Gambar 4.9 dapat dilihat dengan lebih jelas erosi sel-sel epitel pada mukosa lambung di setiap kelompok. Pada gambar (A), (B), dan (C) dapat dilihat bahwa kohesi antar sel masih mengalami kerusakan selama penyembuhan tiga hari baik pada pemberian suspensi antasida maupun pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida. Pada kelompok tikus tanpa pengobatan (A), pada segmen tertentu mengalami lisis, peradangan dan perdarahan, yang mana pada bagian atau segmen yang lisis diapit oleh sel-sel epitel yang sehat. Kelompok tikus yang diberikan suspensi antasida (B), dijumpai lisis dan terjadi

Sel-sel epitel erosi

A

B


(62)

43

peradangan, sedangkan pada kelompok tikus yang diberikan suspensi kombinasi alginat dengan antasida (C) juga terdapat adanya lisis pada lapisan mukosa. 4.2.6.2 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari ketujuh

Gambar 4.10 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari ketujuh dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida.

Hasil histopatologi juga menunjukkan adanya kerusakan sel-sel epitel dan terjadi erosi pada sel epitel pada pembedahan hari ketujuh. Dari Gambar 4.10 dapat kita lihat pada kelompok tikus tanpa pengobatan (A), masih terdapat kerusakan sel-sel epitel pada permukaan yang minimal. Pada kelompok tikus yang diberikan suspensi antasida (B), masih terdapat kerusakan pada sel epitel mukosa, sedangkan hasil uji histopatologi pada tikus yang diberikan suspensi kombinasi

A

B

C

Sel-sel epitel

erosi

Mukosa utuh (normal)


(63)

44

alginat dengan antasida (C), telah menunjukkan mukosa yang telah utuh. Dari hasil mikroskopis pada pembedahan hari ketujuh dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat dalam menyembuhkan ulkus lambung tikus yang diinduksi dengan aspirin jika dibandingkan dengan pemberian suspensi antasida yang ditandai dengan tidak adanya erosi pada daerah mukosa dan submukosa.

4.2.6.3 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari kesepuluh

Gambar 4.11 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari kesepuluh dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida.

Dari Gambar 4.11 merupakan hasil histopatologi pada pembedahan hari kesepuluh masih menunjukkan adanya kerusakan sel-sel epitel dan terjadi erosi pada sel epitel yang terdapat pada kelompok tikus tanpa pengobatan (A),

A

B

C

Mukosa utuh

Mukosa utuh Sel-sel


(64)

45

sedangkan hasil uji histopatologi pada mukosa lambung tikus pemberian suspensi antasida dan suspensi kombinasi alginat dengan antasida ditunjukkan dengan kohesi antar sel mukosa yang telah bagus dan tidak terdapat erosi pada sel epitel. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi antasida dan suspensi kombinasi alginat dan antasida dapat menyembuhkan ulkus lambung pada pembedahan hari kesepuluh, sedangkan pada kelompok tanpa pengobatan ulkus lambung belum sembuh sampai pada hari kesepuluh.

4.2.6.4 Pengamatan mikroskopis lambung tikus pada hari keempatbelas

Gambar 4.12 Gambaran histologis jaringan lambung tikus pada hari keempatbelas dengan pewarnaan HE, perbesaran 10x10. A: tanpa pengobatan. B: suspensi antasida. C: suspensi kombinasi alginat dengan antasida.

Dari Gambar 4.12 diatas pada hasil uji histopatologi pembedahan hari keempatbelas masih menunjukkan adanya kerusakan sel-sel epitel pada mukosa

A

B

C

Sel-sel

epitel erosi

Mukosa utuh

Mukosa utuh


(65)

46

berupa kohesi antar sel yang rusak dan terjadi erosi pada sel epitel yang terdapat pada tikus tanpa pengobatan (A), sedangkan hasil uji histopatologi pada mukosa lambung tikus pemberian suspensi antasida (B) dan suspensi kombinasi alginat dengan antasida (C) menunjukkan kohesi antar sel mukosa yang telah bagus dan tidak terdapat erosi pada sel epitel. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida dan suspensi antasida dapat menyembuhkan ulkus lambung pada pembedahan hari kesepuluh, sedangkan pada kelompok tanpa pengobatan tidak sembuh sampai pada hari keempatbelas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung pada tikus yang diinduksi dengan aspirin.


(66)

47 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian suspensi kombinasi alginat dengan antasida lebih cepat menyembuhkan ulkus lambung pada tikus yang diinduksi oleh aspirin 400 mg/kg bb dibandingkan dengan pemberian suspensi antasida, yang mana pada hari ketujuh jumlah ulkus dan indeks ulkus rata-rata adalah 0 dan menunjukkan mukosa yang telah utuh, sedangkan jumlah ulkus dan indeks ulkus rata-rata lambung tikus dengan pemberian suspensi antasida pada hari ketujuh adalah 1,83 dan 0,008 dan masih terdapat adanya erosi sel-sel epitel pada jaringan mukosa lambung.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menggunakan obat penghambat sekresi asam lambung lain seperti ranitidin atau omeprazol yang dikombinasikan dengan alginat.


(67)

48

DAFTAR PUSTAKA

Andersen, T. (2012). Alginate as Biomaterials in Tissue Engeneering.

Charbohydr. Chem. 37(1): 227-258.

Arianto, A., dan Bangun, H. (2014). Pembuatan dan Evaluasi Sediaan Berbasis Alginat sebagai Sitoprotektif pada Ulkus Peptikum yang Diinduksi dengan Aspirin, Asam Klorida, dan Alkohol. Laporan Tahunan Hibah Bersaing. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Arivumani, K., Velpandian, V., Banumathi, V., Ayyasamy, S., dan Kumar, A. (2013). Anti-ulcer Activity of Hingu Chooraman against Aspirin and Pylorus Ligation Induced Gastric Ulcer in Rats. International Journal of

Pharma Research & Review. 2(4): 13 - 21.

Aziz, N. (2002). Peran Antagonis Reseptor H-2 dalam Pengobatan Ulkus Peptikum. Sari Pediatri. 3(4): 222 - 226.

Bakir, T., Minkar, T., Arslan, M.K., dan Aygun, E. (1988). Healing of Gastric Ulcer with Ranitidine or Higher-Dose of Antacid. Journal of Islamic

Academy of Sciences. 1(1): 70 - 71.

Buchanan, B.R., dan Andrews, F.M. (2003). Treatment and Prevention of Eqquine Gastric Ulcer Syndrome. The Veterinary Clinic Equine Practice. 19: 575 - 597.

Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 603-605.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan. Halaman 31.

Dufton, J. (2012). The Pathophisiology and Pharmaceutical Treatment of Gastric

Ulcers. PharmCon Inc. Halaman 2.

Draget, K. I., Smidsrod, O., dan Gudmund S. (2005). Alginate from Algae. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH and Co. Halaman 3-4.

Estuningtyas, A., dan Arif, A. (2011). Obat Lokal. Dalam: Farmakologi dan

Terapi. Edisi kelima. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Halaman 518 - 522.

Ferawati, L. (2014). Efek Penyembuhan Sirup Alginat Dibandingkan dengan Suspensi Sukralfat Terhadap Ulkus Lambung Tikus yang Diinduksi dengan Etanol. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.


(68)

49

Fransiska, E. (2013). Stabilitas Fisik dan Efek Pencegahan Ulkus dari Sirup Alginat pada Lambung Tikus yang Diinduksi dengan HCl. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Fornai, M., Antonioli, L., dan Colluci, R. (2011). Pathophysiology of Gastric

Ulcer Development and Healing: Molecular Mechanisms and Novel Therapeutic Options. Departement of Internal Medicine, University of

Pisa, Italy. Page 113-142.

Ganguly, A.K., dan Bhatnagar, O.P. (1973). Effect of Bilateral Adrenalotomy on Production of Restraint Ulcers in Stomach of Albino Rats. Canadian

Journal of Physiology and Pharmacology. 51: 748 - 750.

Gosal, F., Paringkoan, B., dan Wenas, N.T. (2012). Patofisiologi dan Penanganan Gastropati Obat Antiinflamasi Nonsteroid. Artikel Pengembangan

Pendidik Keprofesian Berkelanjutan. 62(11): 444 - 449.

Guyton, A. C., dan Hall, J. E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 862.

Houshia, O.J., Eid, M.A., Zaid, O., Zaid, M., dan Al-daqqa, N. (2012). Assement of The Value of The Antacid Contents of Selected Palestinian Plants.

American Journal of Chemistry. 2(6): 322 - 325.

Indraswari, C.I., Kalsum, U., dan Sudjari. (2004). Pengaruh Pemberian Temulawak pada Lambung Tikus yang Mengalami Ulkus Peptikum Akibat Induksi Indometasin. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 20(2): 96 - 99. Insel, P.A. (1996). Analgesic-Antipyretic and Antiinflamatory Agents and Drugs

Employed in Treatment of Gout. Dalam: Goodman & Gilman’s. The

Pharmacological Basis of Therapeutics. Ninth Edition. New York:

McGraw-Hill. Halaman 626.

Ivey, K.J. Mechanisms of Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug-Induced

Gastric Damage: Actions of Therapeutic Agents. The American Journal

of Medicine. 84(2): 41-48.

Leeson , C.R., Thomas, S.L., dan Anthony, A.P. (1989). Buku Ajar Histology. Alih Bahasa: dr. Yan Tambayong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 347-357.

Mustaba, R., Winaya, I.O., dan Ketutberata, I. (2012). Studi Histopatologi Lambung pada Tikus yang Diberi Madu sebagai Pencegah Ulkus Lambung yang Diinduksi Aspirin. Indonesia Medicus Veterinus. 1(4): 471 - 482.


(1)

113

Lampiran 31. Posisi tikus sebelum dan setelah dibedah

(a) Posisi tikus sebelum dibedah


(2)

114 Lampiran 32. Gambar alat-alat bedah


(3)

115 Lampiran 33. Gambar mikrotom dan mikroskop

(a) Gambar mikrotom


(4)

116 Lampiran 34. Gambar sediaan suspensi

(a) Suspensi antasida


(5)

117

Lampiran 35. Sertifikat analisis Aluminium Hidroksida [Al(OH)3] dan

Magnesium Hidroksida [Mg(OH)2]


(6)

118 Lampiran 35. (Lanjutan)