PENGARUH EDIBLE COATING SEBAGAI BARRIER OKSIGEN PADA PEMBUATAN WORTEL INSTAN The Effect of Edible Coating as an Oxygen Barrier on the Making of Instant Carrot

  

PENGARUH EDIBLE COATING SEBAGAI BARRIER OKSIGEN PADA

PEMBUATAN WORTEL INSTAN

The Effect of Edible Coating as an Oxygen Barrier on the Making of Instant

Carrot

  1*

  1

  1 Pino Tri Anggara , Elok Zubaidah , Indria Purwantiningrum

  1). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya, Malang Jl. Veteran, Malang 65145

  • Penulis Korespondensi, Email: pinotrianggara@gmail.com

  

ABSTRAK

  Produk pangan yang dikehendaki oleh masyarakat modern tidak hanya mempertimbangkan unsur pemenuhan gizi, akan tetapi juga harus praktis, cepat saji, tahan lama dan tidak memerlukan tempat atau ruang penyimpanan yang lebih besar. Perubahan gaya hidup yang serba cepat tersebut menuntut tersedianya sayuran instan seperti sayuran kering dengan kandungan gizi yang relatif tidak berubah dari bentuk segarnya.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kar agenan berpengaruh nyata (α = 0.05) terhadap kadar air, total karoten, rendemen, derajat kecerahan, derajat kemerahan, derajat kekuningan, tekstur dan daya rehidrasi wortel kering. Suhu pengeringan berpengaruh nyata (α = 0.05) terhadap kadar air, total karoten, rendemen, derajat kecerahan, derajat kemerahan, derajat kekuningan, tekstur dan daya rehidrasi wortel kering.

  Sedangkan perlakuan terbaik sesuai perhitungan metode multiple attribute wortel kering

  o

  dengan perlakuan konsentrasi karagenan 1% dan suhu pengeringan 40 C. Kata kunci: Beta Karoten, Edible Coating, Wortel

  

ABSTRACT

Modern society requires food for the fulfillment of nutrition, but also have to be

practical, fast, durable and requires no extra or larger storage space. Change a fast paced

lifestyle requires the availability of instant vegetable such as dried vegetables with nutrient

content that is relatively unchanged from its refreshing forms.

  T he results showed that the concentration of carrageenan real effect (α = 0.05)

against moisture, total carotenoids, yield, the degree of brightness, degrees of reddish,

yellowish, texture and degree of power of rehydration of dried carrots. Drying temperature

affect real (α = 0.05) against moisture, total carotenoids, yield, the degree of brightness,

degrees of reddish, yellowish, texture and degree of power of rehydration of dried carrots.

  

Whereas the best method of calculation appropriate treatment of multiple attribute carrots

o dry with 1% carrageenan concentration treatment and drying temperature is 40 C.

  Keywords : Beta Carotene, Edible Coating, Carrot

PENDAHULUAN

  Sayur merupakan bahan pangan yang penting untuk keseimbangan konsumsi makanan. Bagian terbesar dari sayuran adalah air, yang berkisar antara 80

  • – 90%, kemudian kurang dari 10% adalah karbohidrat, dan sebagian ada yang mengandung protein atau lemak. Disamping itu, meskipun jumlahnya sedikit, sayuran mengandung mineral makro maupun mikro serta senyawa fungsional lainnya yang penting bagi kesehatan tubuh. Karena itu, sayuran mutlak harus ada dalam menu sehari-hari [1].
Produk pangan yang dikehendaki oleh masyarakat modern tidak hanya mempertimbangkan unsur pemenuhan gizi, akan tetapi juga harus praktis, cepat saji, tahan lama dan tidak memerlukan tempat atau ruang penyimpanan yang lebih besar [2]. Perubahan gaya hidup yang serba cepat tersebut menuntut tersedianya sayuran instan seperti sayuran kering dengan kandungan gizi yang relatif tidak berubah dari bentuk segarnya. Guna memenuhi persyaratan tersebut maka pengeringan harus mampu meminimumkan penurunan kandungan nutrisi, vitamin, aroma, rasa, dan sifat rehidrasi bahan. Dapat diartikan bahwa sayuran kering tersebut harus bisa segar kembali jika direndam dalam air, tetap enak rasanya, dan bergizi. Pada dasarnya banyak sayuran yang dapat diolah menjadi bentuk instan, salah satu diantaranya adalah wortel. Wortel (Daucus

  

carota L) termasuk komoditas sayuran yang banyak mengandung beta karoten yang

  merupakan precursor vitamin A. Karoten atau provitamin A dapat dikonversi oleh tubuh menjadi vitamin A yang aktif. Vitamin A merupakan bagian yang penting dari penerimaan cahaya mata. Kekurangan vitamin A menyebabkan kebutaan, tingginya angka kesakitan, dan kematian dikalangan balita. Diperkirakan lebih dari 250 juta anak di seluruh dunia memiliki resiko kekurangan vitamin A [3]. Setiap tahun di Indonesia diperkirakan lebih dari 60.000 anak menderita gangguan penglihatan yang pada umumnya diderita oleh anak-anak pra-sekolah, sehingga dianjurkan setiap hari mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin A seperti halnya wortel ataupun produk olahannya [4].

  Wortel kering mempunyai beberapa kelebihan yaitu bentuknya menjadi ringkas sehingga mudah dalam pengangkutannya, proses pengeringannya tidak rumit, dan bernilai ekonomis tinggi. Namun demikian, potensi ini akan menyusut selama proses pengolahan wortel segar menjadi instan karena sifat beta katoten yang sangat sensitif terutama terhadap oksigen dan cahaya. Adanya ikatan rangkap pada struktur kimia beta karoten, menyebabkan bahan ini menjadi sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi ketika terkena udara (O ), cahaya, metal, peroksida, dan panas selama proses produksi maupun

  2

  aplikasinya. Kondisi ini terjadi jika proses pengolahan dilakukan tanpa pengendalian dan perlindungan, sehingga pada akhirnya kandungan beta karoten yang seharusnya bermanfaat tinggi menjadi hilang. Salah satu cara untuk menekan oksidasi selama proses, diperlukan pelapisan coating (edible coating) sebelum memasuki proses pengeringan. Lapisan coating berperan dalam mempertahankan warna, tekstur dan menghambat transmisi oksigen pada bahan. Isomerisasi cis-trans yang terjadi pada suhu tinggi akan menyebabkan perubahan posisi dari bentuk trans ke bentuk cis. Sedangkan beta karoten bentuk cis biasanya memiliki aktivitas vitamin A yang lebih rendah dari pada bentuk trans [5]. Faktor lain yang berpengaruh terhadap karakteristik dan mutu wortel kering adalah suhu pengeringan. Penelitian tentang suhu pengeringan pada wortel kering instan menggunakan bahan CMC dilaporkan bahwa penggunaan suhu yang lebih rendah dapat mempertahankan kandungan betakaroten dibandingkan penggunaan suhu yang lebih tinggi [6]. Hal ini disebabkan karena reaksi oksidasi karotenoid dapat berjalan lebih cepat pada suhu yang relatif tinggi [7]. Sedangkan penggunaan suhu pengeringan yang terlalu rendah kurang baik untuk produk kering karena suhu rendah tidak cukup banyak menghilangankan kadar air produk. Standar air yang terkandung dalam wortel kering adalah maksimal 14 % [8].

  Penelitian ini berupaya untuk mempelajari formulasi pembuatan edible coating dengan mengkaji proporsi karagenan serta penggunaan suhu pengeringan yang sesuai untuk mengendalikan stabilitas beta karoten selama proses pengolahan wortel instan sehingga dapat diperoleh wortel instan yang kaya beta karoten.

  

BAHAN DAN METODE

Bahan

  Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lainwortel tipe chantenay yang diperoleh dari Giant supermarket dipotong dengan ukuran 1 x 0.5 x 0.5 cm. Bahan lain seperti karagenan, gliserol dan aquades diperoleh dari toko Avia dan kimia Makmur SejatiMalang.

  Alat

  Alat yang digunakan dalam persiapan sampel wortel kering antara lain baskom, pengupas kulit, pisau. Alat yang digunakan untuk pembuatan edible coating antara lain gelas beaker 250 ml (pyrex), gelas ukur 100 ml (pyrex), magnetic stirer, homogenizer (tipe

  VELP Scientifica), kompor listrik, thermometer, spatula kaca, timbangan analitik (Denver Instrument XP-1500). Alat yang digunakan untuk analisis antara lain beaker glass 250 ml,

  

color reader (Minolta), cawan petri, oven listrik, desikator, stopwatch , timbangan analitik

(Denver Instrument XP-1500).

  Desain Penelitian

  Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun dengan 2 faktor yaitu konsentrasi karagenan dan suhu pengeringan. Masing

  • – masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 27 satuan percobaan. Faktor I : Konsentrasi CMC

  K1 : Karagenan 0.50 % K2 : Karagenan 1.00 % K3 : Karagenan 1.50 %

  Faktor II : Suhu Pengeringan

  o

  S1 : Suhu Pengeringan 40 C

  o

  S2 : Suhu Pengeringan 50 C

  o

  S3 : Suhu Pengeringan 60 C

  Tahapan Penelitian Persiapan Bahan

  Wortel disortir dengan warna kulit seragam dan tidak ada cacat. Dicuci menggunakan air mengalir untuk membuang kotoran yang menempel dan sisa desinfektan.

  3 Ditiriskanhingga permukaan tidak ada air. Dipotong dengan ukuran 1 x 0.5 x 0.5 cm Pembuatan larutan edible coating

  Serbuk karagenan ditimbang 0.50 gram, 1 gram dan 1.50 gram. Dipanaskan 100 ml

  o

  aquades dalam breaker glass 250 ml pada suhu 70 C selama 10 menit di atas hot plate, homogenizer diatur pada kecepatan 400 rpm sampai akhir pembuatan. Ditambahkan karagenan sesuai perlakuan ke dalam beaker glass berisi aquades ketika suhu telah

  o

  mencapai + 70 C dihomogenkan selama 15 menit sampai karagenan terlarut sempurna yaitu larutan bening dan tidak ada gumpalan. Ditambahkan gliserol ditunggu sampai larut dan tidak ada gumpalan.Diangkat breaker glass berisi edible coating dari pemanas dan

  o dibiarkan coating hingga mencapai suhu 35 C ( diatas suhu ruang).

  Pembuatan wortel kering instan

  Potongan wortel yang telah disiapkan diblansing dengan metode perendaman air

  o

  panas pada suhu 90+5 C selama 10 menit. Dicelupkan pada larutan edible coating selama

  o o o

  5 menit. Dikeringkan menggunakan pemanas oven suhu 40

  C, 50 C dan 60 C selama 15 jam. Dilakukan analisis.

  Prosedur Analisis

  Prosedur analisis yang dilakukan antara lain Kadar Air [9], Kadar Total Karoten [9], Rendemen [10], Tekstur [11], Daya Rehidrasi [10].

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kadar Air

  Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata kadar air wortel kering paling rendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi karegenan 0.50% sebesar 9.86 %. Semakin kecil konsentrasi karagenan yang ditambahkan, kehilangan kadar air menjadi semakin besar. Persentase penurunan kadar air wortel kering secara berurutan pada konsentrasi karagenan 0.50%, 1% dan 1.50% adalah 79.48%, 78.26% dan 77.81%. Diduga semakin banyak karagenan yang ditambahkan akan membentuk larutan coating yang lebih tebal sehingga menciptakan barrier yang baik untuk pertukaran gas produk dari maupun kedalam lingkungan.

  Tabel 1. Rerata Kadar Air Wortel Kering Akibat Konsentrasi Karagenan

  % Konsentrasi Karagenan % Rerata Kadar Air BNT

  0.50

  9.86

  1

  11.08

  0.52

  1.50

  11.52 Tabel 2. Rerata Kadar Air Wortel Kering Akibat Level Suhu Pengeringan

  Level Suhu Pengeringan (°C) % Rerata Kadar Air BNT

  40

  11.28

  50

  10.91

  0.52

  60

  10.28 Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata kadar air wortel kering paling rendah diperoleh

  o

  pada perlakuan suhu pengeringan 60 C sebesar 10.28%. Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan, kehilangan kadar air menjadi semakin besar. Persentase penurunan kadar air wortel kering secara berurutan pada penggunaan suhu pengeringan 40°C, 50°C dan 60°C adalah 78.06%, 78.43% dan 79.06%. Hal ini disebabkan dengan semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka semakin cepat pindah panas dan penguapan air dari bahan pangan. Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan dari bahan pangan [12].

  Standar air yang terkandung dalam wortel kering maksimal 14%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air pada wortel kering yang dihasilkan memenuhi standar [8].

2. Total Karoten

  Tabel 3. Rerata Kadar Karoten Wortel Kering Akibat Konsentrasi Karagenan

  

% Konsentrasi Karagenan Rerata Kadar Karoten (mg/ g) BNT

  0.50

  3.94

  1

  4.22

  0.39

  1.50

  4.52 Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata kadar karoten wortel kering paling tinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi karegenan 1.50% sebesar 4.52. Semakin kecil konsentrasi karagenan yang ditambahkan, kehilangan karoten lebih besar. Penurunan kadar karoten pada wortel kering secara berurutan pada konsentrasi karagenan 0.50%, 1%, dan 1.50% adalah sebesar 11.12 mg/g, 10.84 mg/g, dan 10.54 mg/g. Semakin banyak karagenan yang ditambahkan akan membentuk lapisan yang semakin tebal sehingga semakin dapat melindungi bahan saat proses baik dari reaksi oksidasi maupun kerusakan karena pemanasan. Tabel 4. Rerata Kadar Karoten Wortel Kering Akibat Level Suhu Pengeringan

  

Level Suhu Pengeringan (°C) Rerata Kadar Karoten (mg/ g) BNT

  40

  5.24

  50

  3.94

  0.39

  60

  3.49 Penggunaan suhu pengeringan yang diaplikasikan pada wortel kering ini memiliki pengaruh yang berbeda pada setiap hasil akhir kadar air. Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan, kadar karoten menjadi semakin besar. Penurunan kadar karoten wortel kering secara berurutan pada penggunaan suhu pengeringan 40°C, 50°C dan 60° adalah 9.82 mg/g, 11.12 mg/g, dan 11.57 mg/g. Hal ini disebabkan dengan semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka semakin banyak degradasi karoten yang terjadi.

  Standar beta karoten yang terkandung dalam wortel kering adalah minimal 0.05 g/100 g. Salah satu penyebab perbedaan kandungan karoten wortel ini adalah faktor tempat tumbuh [8]. Faktor-faktor lingkungan pada budidaya pertanian sangat berperan dalam menentukan kandungan karoten wortel. Budidaya pertanian tersebut meliputi suhu, musim, dan tanah. Jadi kandungan karoten pada wortel kering yang dihasilkan telah memenuhi standar [13].

3. Rendemen

  Tabel 5. Rerata Rendemen Wortel Kering Akibat Konsentrasi Karagenan

  % Konsentrasi Karagenan % Rerata Rendemen BNT

  0.50

  5.66

  1

  6.09

  0.52

  1.50

  6.55 Tabel 5 menunjukkan bahwa rerata rendemen wortel kering paling tinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi karagenan 1.50% sebesar 6.55%. Semakin kecil konsentrasi karagenan yang ditambahkan, peningkatan persentase rendemen semakin besar. Persentase nilai rerata rendemen secara berurutan dari konsentrasi karagenan 0.50%, 1%, dan 1.50% adalah 5.66%, 6.09%, dan 6.55%. Hal ini dikarenakan semakin tinggi kandungan karagenan maka meningkatkan kekentalan suspensi sehingga semakin tebal pula coating pada wortel kering. Perhitungan rendemen didasarkan pada perbandingan antara berat tepung wortel yang dihasilkan dengan berat wortel segar. Nilai rendemen wortel kering tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar airnya. Semakin rendah bahan kering dan semakin kecil kadar air yang terkandung dalam wortel, maka semakin rendah rendemennya. Pelapis

  

edible (edible coating) adalah suatu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang dapat

  dimakan, serta dapat berfungsi sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lipida zat terlarut) dan atau sebagai pembawa (carrier) bahan tambahan makanan untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan. Ketika konsentrasi karagenan yang ditamabahkan semakin sedikit, permeabilitas coating akan rendah, pori-pori kurang rapat sehingga uap air akan mudah keluar dari bahan dan O2 bisa lebih cepat kontak langsung dengan bahan [14].

  Tabel 6. Rerata Rendemen Wortel Kering Akibat Level Suhu Pengeringan

  Level Suhu Pengeringan (°C) Rerata Rendemen (%) BNT

  40

  7.80

  50

  5.73

  0.52

  60

  4.76 Tabel 6 menunjukkan bahwa rerata rendemen wortel kering paling tinggi diperoleh pada penggunaan suhu pengeringan 40°C sebesar 7.80%. Persentase nilai rerata rendemen secara berurutan dari penggunaan suhu pengeringan 40°C, 50°C, dan 60°C adalah 7.80%, 5.73%, dan 4.76%. Dari Grafik 4.5 terlihat bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin efektif untuk menguapkan air pada bahan dan semakin banyak penambahan karagenan pada coating, maka semakin mampu mempertahankan kadar air didalam wortel kering. Nilai rendemen wortel kering tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar airnya. Semakin tinggi kadar air yang terkandung dalam wortel, maka semakin tinggi rendemennya.

  4. Tekstur

  Tabel 7. Rerata Tekstur Wortel Kering Akibat Konsentrasi Karagenan

  % Konsentrasi Karagenan Rerata Tekstur (mm/g det) BNT

  0.50

  0.03

  1

  0.03

  0.00

  1.50

  0.03 Tabel 7 menunjukan bahwa rerata tekstur antar konsentrasi karagenan berbeda nyata. Penambahan konsentrasi karagenan yang semakin tinggi mengakibatkan tekstur wortel menjadi lebih keras dinyatakan dengan gaya penetrasi yang semakin kecil, dimana tekstur wortel kering dengan coating karagenan 1.50% dengan rerata nilai tekstur 0.03 (mm/g det) dan wortel kering yang mempunya terstur paling lunak dangan coating karagenan 0.50% dengan rerata nilai tekstur 0.03 (mm/g det). Hal ini dikarenakan semakin dalam jarum penetrasi kedalam wortel maka tekstur wortel semakin lunak, begitu juga sebaliknya.

  Tabel 8. Rerata Tekstur Wortel Kering Akibat Level Suhu Pengeringan

  

Level Suhu Pengeringan (°C) Rerata Tekstur (mm/g det) BNT

  40

  0.03

  50

  0.03

  0.00

  60

  0.03 Tabel 8 menunjukan bahwa tekstur wortel kering yang paling lunak terdapat pada wortel coating mengunakan pengering suhu 60°C yaitu sebesar 0.03 (mm/g det) dan tekstur yang paling keras terdapat pada suhu pengeringan 40°C dan 50°C. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu yang digunakan maka air yang teruapkan lebih banyak, sehingga pada saat proses rehidrasi akan lebih banyak air yang terikat. Perubahan tekstur buah dan sayur selama pengolahan dan atau penyimpanan berhubungan erat dengan kehilangan air pada jaringan dimana semakin banyak air yang hilang maka tekstur akan lebih liat dan kehilangan kerenyahan [15]. Pada pengolahan wortel kering dengan pelapisan edible dari karagenan yang di kombinasikan dengan suhu pengeringan didapatkan hasil yaitu semakin tebal

  

coating yang ditambahkan pada wortel kering, maka akan mengakibatkan produk semakin

liat.

  5. Daya Rehidrasi

  Konsentrasi karagenan yang berbeda yang diaplikasikan pada wortel kering ini memiliki pengaruh yang berbeda pada setiap hasil akhir rehidrasi. Tabel 9 menunjukkan bahwa semakin kecil konsentrasi karagenan yang ditambahkan, kehilangan kadar air menjadi semakin besar sehingga pada waktu proses rehidrasi kemampuan menyerap air kembali oleh bahan semakin besar. Semakin banyak karagenan yang ditambahkan akan membentuk larutan coating yang lebih tebal sehingga menciptakan barrier yang baik untuk pertukaran air produk dari maupun kedalam lingkungan sehingga pada waktu proses rehidrasi ketebalan lapisan menghalangi bahan untuk mengikat air.

  Tabel 9. Rerata Daya Rehidrasi Wortel Kering Akibat Konsentrasi Karagenan

  % Konsentrasi Karagenan % Rerata Rehidrasi BNT

  0.50

  76.31

  1

  70.62

  2.82

  1.50

  65.09 Tabel 10. Rerata Rehidrasi Wortel Kering Akibat Level Suhu Pengeringan Level Suhu Pengeringan (°C) % Rerata Rehidrasi BNT

  40

  66.90

  50

  70.01

  2.82

  60

  75.11 Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa cara pengeringan berbeda nyata pada setiap perlakuan sehingga memberikan pengaruh yang berbeda pada rasio rehidrasi wortel kering.

  Data Tabel 4.9 menunjukkan bahwa perlakuan suhu 40°C sebesar 66.90% mempunyai rasio rehidrasi yang paling kecil dan berbeda nyata dengan perlakuan suhu 60°C mempunyai rasio rehidrasi yang paling tinggi, yakni 75.11%.

  Proses rehidrasi dipengaruhi oleh kemampuan pengembangan pati dan pembentukan kembali susunan dinding sel. Peningkatan daya serap air disebabkan oleh adanya pati yang telah tergelatinisasi selama proses pengeringan. Gelatinisasi meningkatkan daya serap air karena terputusnya ikatan hidrogen antarmolekul pati sehingga air lebih mudah masuk ke dalam molekul pati [16].

  

SIMPULAN

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi karagenan berpengaruh nyata (α =

  0.05) terhadap kadar air, total karoten, rendemen, derajat kecerahan, derajat kemerahan, derajat kekuningan, tekstur dan daya rehidrasi wortel kering. Suhu pengeringan berpengaruh nyata (α = 0.05) terhadap kadar air, total karoten, rendemen, derajat kecerahan, derajat kemerahan, derajat kekuningan, tekstur dan daya rehidrasi wortel kering.

  Perlakuan terbaik sesuai dengan metode Multiple atribute. Karakteristik wortel kering perlakuan terbaik adalah penggunaan suhu 40°C dan penggunaan konsentrasi karagenan 1%.

DAFTAR PUSTAKA

  1) Wills, RBH., McGlasson, W.B., Graham, D., Lee, T.H. and Hall, E.G. Postharvest: An Introduction to the Physiology and Handling Of Fruit and Vegetables. Dalam: Pardede, Erika. 2013. Tinjauan Komposisi Kimia Buah dan Sayur: Peranan Sebagai Nutrisi dan Kaitannya Dengan Tekhnologi Pengawetan dan Pengolahan. Program Studi Ilmu dan Tekhnologi Pangan Universitas HKBN Nommensen. Medan

  2) Wirakartakusuma, K. Abdullah, dan A. Syarif. Sifat-sifat Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam:Iswari, Kasma. 2007. Kajian Pengolahan Bubuk Instan Wortel Dengan Metode Foam Mat Drying. Balai Pengkajian Tekhnologi pertanian Sumatera Barat. Buletin Tekhnologi Pascapanen Pertanian Vol. 3. Sumatera Barat

  3) Sumantri, Bambang. 2012. Masalah Vitamin A. http://mantrinews. com/ 2012/03/ masalah vitamin. html (Jun. 2014) 4) Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar. 2001. Laporan Gizi Buruk Dinas Kesehatan Propinsi

  Sumbar Tahun 2001. Padang

  5) International Vitamin A Consultative Group. The Bioavailability of Dietary Carotenoids.

  Dalam: Iswari, Kasma. 2007. Kajian Pengolahan Bubuk Instan Wortel Dengan Metode Foam Mat Drying. Balai Pengkajian Tekhnologi pertanian Sumatera Barat. Buletin Tekhnologi Pascapanen Pertanian Vol. 3. Sumatera Barat

  6) Nurcahyono, Ilham. 2015. Pengaruh Konsentrasi Carboxymethyl Cellulose sebagai

  Edible Coating dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Wortel Kering

  Instan. Jurnal Pangan dan Agroindustri, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Vol. 3: 1192-1202 (jan. 2015)

  7) Satriyanto, B.,Widjanarko, S.B. dan Yunianta. 2012. Stabilitas Warna Ekstrak Buah Merah (Pandanus Conoideus) Terhadap Pemanasan Sebagai Sumber Potensial Pigmen Alami. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13(3): 157-168 (Des. 2012)

  8) United State Department of Agriculture. 2004. Nutrition Database Carrot Raw, USDA National Nutrient Database for Standard Referen(Jul. 2014)

  9) AOAC. 1990. Official Methods of Analysis the Association of Official Analytical Chemist.

  Association of Official Analystical Chemists. Washington DC 10) Sudarmadji, S., Haryono, Bambang, Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Untuk Bahan

  Makanan Dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta 11) Sumarmono, Juni. 2012. Pengukuran Keempukan Daging dengan Penetrometer. Laboratorium Teknologi Hasil Ternak. UNSOED Purwokerto

  12) Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Malang. 13) Endriati, Henny. 1994. Kandungan Karoten, Sifat Fisik dan Organoleptik Jam Wortel

  (Deucus carrota) Akibat Blansing dan Pemasakan. Skripsi S-1. THP Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta 14) Rozana. 2013. Kesesuaian Galaktomanan Sebagai Edible Coating untuk buah tropis.

  Makalah Review Jurnal ITB. Bogor

  15) Luo, Haibo, Li Jiang , Li Zhang, and Juan Jiang. 2012. Quality Changes of Whole and Fresh-Cut Zizania Latifolia During Refrigerated (1°C) Stronge. Food Bioprocess Technol 5:1411-1415

  16) Santosa, B.A.S., Narta dan D.S. Damardjati. 1998. Pembuatan Brondong dari Berbagai Beras. Agritech. Majalah Ilmu Dan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gajah Mada.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENGGUNAAN LESITIN DAN CMC TERHADAP SIFAT FISIK, KIMIA, DAN ORGANOLEPTIK MARGARIN SARI APEL MANALAGI (Malus sylfertris Mill) TERSUPLEMENTASI MINYAK KACANG TANAH The Effect of Lecithin and CMC Against Physical, Chemical and Organoleptic Apple Mana

0 0 11

PENGARUH PENAMBAHAN PANDAN WANGI DAN KAYU MANIS PADA TEH HERBAL KULIT SALAK BAGI PENDERITA DIABETES Effect of Addition of Fragant Pandannus and Cinnamon in Herbal Tea by Peel of Snake Fruit for Diabetic

0 0 12

PENGARUH BASA NaOH DAN KANDUNGAN ALB CPO TERHADAP KUALITAS MINYAK KELAPA SAWIT PASCA NETRALISASI The Effect of NaOH and Content of Free Fatty Acid (FFA) on CPO To The Quality of Palm Oil Post Neutralization

0 0 11

FORMULASI PEMBUATAN MIE INSTAN BEKATUL (KAJIAN PENAMBAHAN TEPUNG BEKATUL TERHADAP KARAKTERISTIK MIE INSTAN) Formulations of Rice Bran Instant Noodles Making (Study of Flour Bran Addition on the Characteristics of Instant Noodles)

0 0 12

SUPLEMEN CINCAU HITAM DAN DAUN BUNGUR UNTUK KOLESTEROL, HIPERTENSI DAN DIABETES Supplements of Black Grass Jelly and Banaba Leaves to Treatment Cholesterol, Hypertension, and Diabetes

0 0 8

PENDUGAAN UMUR SIMPAN MENGGUNAKAN METODE ACCELERATED SHELF-LIFE TESTING (ASLT) DENGAN PENDEKATAN ARRHENIUS PADA PRODUK TAPE KETAN HITAM KHAS MOJOKERTO HASIL STERILISASI Shelf- Life Prediction of Sterilized Mojokerto’s Fermented Black Glutinous Rice Using

0 1 10

PENGARUH KONSENTRASI PASTA SINGKONG (Manihot esculenta) DAN LAMA FERMENTASI PADA PROSES PEMBUATAN MINUMAN WINE SINGKONG The Effect of Concentration of Cassava Paste (Manihot esculenta) and Fermentation Time for Wine Production

0 0 9

PENGARUH PROPORSI PETIS DAN GULA MERAH DENGAN LAMA PEMANASAN TERHADAP BUMBU RUJAK CINGUR SELAMA PENYIMPANAN Effect of Proportion of Petis and Brown Sugar and Heating Time on Characteristics of Rujak Cingur Seasoning During Storage

0 0 11

PENGARUH TEH HERBAL BERBASIS DAUN CINCAU HIJAU (Premna oblongifolia Merr.) TERHADAP GLUKOSA DARAH DAN PROFIL LIPID TIKUS HIPERGLIKEMIA Effect of Herbal Tea Based Green Grass Leaf for the Level of Blood and Lipid Profile of Rat Wistar Hiperglikemia

0 0 12

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KACANG HIJAU SERTA SUBTITUSI DENGAN TEPUNG BEKATUL DALAM BISKUIT The Effect of Wheat Flour and Mung Bean Flour Proportion and Substitution with Rice Bran Flour in Biscuit

0 1 10