FIX PRINT Makalah Pembangunan Lokal

RUANG PUBLIK
KONSEP & PERKEMBANGANNYA
RUANG PUBLIK & PEMBANGUNAN
Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Pembangunan Lokal”
Dosen: Iyep Saefulrahman, S.IP. M.Si.
Rudiana, S.IP. M.Si.

Disusun oleh:
Kelompok 6
Guntur Sugira

170410140060

Yuki Adrian

170410140038

Albi Nur Abizar

170410140018


Fajar Ferdian P

170410140016

Yudistira Perbangsa

170410140050

Mushab Umair Al Fatih

170410130044

2017
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Jalan Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat

yang diberikan-Nya sehingga tugas Makalah yang berjudul “Ruang Publik:
Konsep & Perkembangannya” ini dapat saya selesaikan. Makalah ini saya buat
sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas tetapi lebih dari itu makalah ini
diharapkan juga dapat menambah pengetahuan pembaca.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang dalam
kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran
mereka demi terwujudnya makalah ini. Akhirnya saran dan kritik pembaca yang
dimaksud untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini penulis sangat hargai.

Penulis

i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
BAB I...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1


Latar Belakang............................................................................1

1.2

Rumusan Masalah........................................................................2

1.3

Tujuan...................................................................................... 2

PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1

Ruang Publik Menurut Habermas.....................................................3

2.2

Pandangan lain mengenai Ruang Publik.............................................7

2.3


Perkembangan Ruang Publik........................................................12

2.4

Media Massa............................................................................ 13

2.5

Pembangunan...........................................................................15

2.6

Konsep Pembangunan.................................................................15

2.7

Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ruang Publik..........................17

BAB III.................................................................................................. 19

PENUTUP........................................................................................... 19
4.1

Simpulan................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 20

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia disamping sebagai individu juga menjadi bagian dari masyarakat.
Sebuah masyarakat, bagaimanapun membutuhkan suatu “ruang” untuk menopang
dan mengarahkan masyarakatnya menuju kemajuan baik itu dari aspek sosial
maupun politik. Karena manusia merupakan bagian dari masyarakat, maka nilai
dasar kemanusiaan adalah bagaimana ia mampu berinteraksi, bergaul, berkumpul
dan berkreasi dalam suatu bangunan emosional (komunal).
Manusia tidak dapat berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
maka ia membutuhkan oranglain. Dari sinilah dapat kita distingsikan, ada yang

bersifat “privat” dan ada yang “publik”. Jika ditelusuri dari Yunani kuno yakni
pada zaman Arkhaik (abad 8-6 SM) dalam penelitian A. Setyo Wibowo, tentang
Kepublikan dan Keprivatan di dalam Polis Yunani Kuno yang dimulai dari
penyelidikan tentang asal-usul sebuah negara yang demokratis, ia membedakan
bentuk masyarakat menjadi dua. Pertama, oikos yang berarti “rumah”. Pengertian
secara reduksional sekumpulan orang yang memiliki harta benda serta tinggal
secara berkumpul. Membentuk kesatuan dalam hal menjamin keamanan dan
kebutuhan sehari-hari. Bergabung dalam oikos membawa konsekuensi akan
terikat pada aturan-aturan sosial. Sementara yang kedua, komunitas masyarakat
yang tidak memiliki harta benda (Theses). Theses memiliki eksistensi sebagai
orang bebas.
Distingsi tersebut, menunjukkan bahwa dalam oikos sudah terdapat
distingsi antara “privat” dan “publik”. Lalu seperti apakah konsep ruang publik
menurut Habermas dan beberapa ahli lain dalam perkembangannya dewasa ini?
Apakah makna ruang publik itu sendiri? Lalu seperti apa hubungan masyarakat
dan negara dalam ruang publik? Makalah ini akan mencoba membahas hal
tersebut.

1


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana sejarah ruang publik muncul?
2. Bagaimana konsep ruang publik menurut Ahli?
3. Bagaimana perkembangan konsep ruang publik?
4. Bagaimana ruang publik di Indonesia?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Memenuhi salah satu tugas kelompok Mata Kuliah “Pembangunan
Lokal”
2. Mendeskripsikan mengenai sejarah ruang publik.
3. Mendeskripsikan mengenai konsep ruang publik menurut Ahli.
4. Mendeskripsikan perkembangan konsep ruang publik.
5. Menganalisis bagaimana Ruang Publik di Indonesia.

2

BAB II
PEMBAHASAN


2.1

Ruang Publik Menurut Habermas
Filsuf Jerman Jurgen Habermas dianggap sebagai pencetus gagasan ruang

publik, sekalipun sebagian orang menganggap benih-benih pemikiran ruang
publik sudah dikemukakan oleh sosilogis dan ekonomis Jerman Maximilian Carl
Emil Weber (1864-1920). Ia Jurgen Habermas mengenalkan gagasan ruang publik
melalui bukunya Strukturwandel der Öffentlichkeit; Untersuchungen zu einer
Kategorie der Bürgerlichen Gesellschaft. Edisi bahasa Inggris buku ini, The
Structural Transformation of the Public Sphere: an Inquiry into a Category of
Bourgeois Society, diterbitkan dalam versi bahasa Inggris pada 1989.
Melalui buku tersebut dan buku Civil Society and the Political Public
Sphere, Jurger Habermas memaparkan bagaimana sejarah dan sosiologis ruang
public. Menurutnya, ruang publik di Inggris dan Prancis sudah tercipta sejak abad
ke-18. Pada zaman tersebut di Inggris orang biasa berkumpul untuk berdiskusi
secara tidak formal di warung-warung kopi (coffee houses). Mereka di sana biasa
mendiskusikan persoalan-persoalan karya seni dan tradisi baca tulis. Dan sering
pula terjadi diskusi-diskusi ini melebar ke perdebatan ekonomi dan politik.
Sementara di Prancis, contoh yang diberikan Jurgen Habermas, perdebatanperdebatan semacam ini biasa terjadi di salon-salon. Warga-warga Prancis biasa

mendiskusikan buku-buku, karya-karya seni baik berupa lukisan atau musik di
sana.
Selanjutnya

Jurgen

Habermas

menjelaskan

bahwa

ruang

publik

merupakan media untuk mengomunikasikan informasi dan juga pandangan.
Sebagaimana yang tergambarkan di Inggris dan Prancis, masyarakat bertemu,
ngobrol, berdiskusi tentang buku baru yang terbit atau karya seni yang baru
diciptakan. Dalam keadaan masyarakat bertemu dan berdebat akan sesuatu secara

kritis maka akan terbentuk apa yang disebut dengan masyarakat madani. Secara

3

sederhana masyarakat madani bisa dipahami sebagai masyarakat yang berbagi
minat, tujuan, dan nilai tanpa paksaan—yang dalam teori dipertentangkan dengan
konsep negara yang bersifat memaksa.
Gagasan Habermas di atas memang bisa dibilang sebuah cita-cita ideal
dalam konteks historis masa itu yang kalau kita bandingkan dengan konteks
zaman sekarang tentunya prosesnya tidak sesederhana itu. Pemikiran Habermas
itu bisa kita pahami dalam dua perspektif. Pertama, Habermas mencoba
menggambarkan munculnya ruang publik di kalangan calon kaum borjuis dalam
spirit kapitalisme liberal di abad 18.Kategori Public Sphere semacam ini dapat
ditemui dalam realitas sejarah masyarakat Inggris, Perancis dan Jerman.Pada masa
sebelum itu, memang bisa dikatakan tidak ada ruang sosial yang layak disebut
“public” sebagai lawan dari “private”. Dengan berkembangnya konsep negara
kebangsaan, lembaga perwakilan, perekonomian,dan tidak ketinggalan lahirnya
media cetak maka mulailah berkembang akar kemunculan Public Sphere di
masyarakat tertentu di Eropa Barat. Dalam Public Sphere ini terdapat kelompok –
kelompok sosial tertentu atas dasar pendidikan, kelas kepemilikan (biasanya

pada kalangan pria) dan berproses melalui berbagai media seperti Jurnal, pamflet,
dan surat kabar termasuk di dalam lingkungan tertentu seperti bar, coffee house
dan berbagai club. Pertukaran informasi aktual, yang berlangsung terus menerus
dalam sebuah diskusi dan seringkali dihangatkan dengan perdebatan merupakan
gejala baru yang menurut Habermas amatlah berarti.
Kedua, konsep Public Sphere memasuki warna baru dengan mulai
memudarnya kelompok borjuis dalam konteks masyarakat industri yang makin
maju dan munculnya demokrasi massa. Dengan adanya demokrasi massa, publik
yang semula diwakili oleh kalangan elite terpelajar terbatas mulai dimasuki oleh
masyarakat kebanyakan yang tidak begitu berpendidikan. Sementara negara,
dalam kepentingannya untuk mengendalikan pertentangan kapital menjadi makin
intervensionis. Batas antara wilayah publik dan private, baik dalam pengertian
ekonomi politik maupun budaya makin tipis. Organisasi besar dan kelompok
kepentingan menjadi partner politik kunci bagi negara , menghasilkan bentuk

4

politik feodal baru yang makin menggantikan peran-peran yang semula dilakoni
masyarakat.
Jadi, Ruang Publik (Public Sphere) yang menurut Habermass ialah suatu
realitas kehidupan sosial di dalam mana terdapat suatu proses pertukaran
informasi dan berbagai pandangan berkenaan dengan pokok persoalan yang
tengah menjadi perhatian umum sehingga dalam proses tadi terciptalah pendapat
umum (McQuail, 2002).
 Pada abad ke-17 dan ke-18, cafe-cafe maupun tempat umum lainnya
menjadi tempat berkumpul komunitas-komunitas untuk berdiskusi dan
berdebat masalah politik.
 Pada teori ini, Habermas merujuk pada
konsep “ruang publik borjuis”,
fungsi

sebagai

dengan

perantara

dari

keprihatinan individu dalam kehidupan
sosial,

ekonomi,

menghadapi

dan

keluarga,

tuntutan-tuntutan

dan

keprihatinan dari kehidupan sosial dan
publik.
 Konsep ruang publik merujuk pada
media atau arena dimana masyarakat
mampu beropini secara bebas tanpa
tekanan dari siapapun.
 Fenomena ruang publik yang terjadi
sekarang dapat dilihat di tempat-tempat
umum seperti pasar, kampus, rumah
makan, maupun kedai-kedai kecil. Di
sana orang-orang mendiskusikan topik
apapun yang terjadi di sekitar mereka.

5

Suasana yang santai dan bebas berpendapat menjadi faktor mengapa ruang
publik tersebut dapat berjalan.
Ruang Publik yangdiidealkan oleh Habermas kiranya adalah ruang dimana
setiap masalah bisa dikomunikasikan tanpa kendala, bukan dimana segalanya
boleh dilakukan begitu saja, Komunikasi yang terbentuk adalah bentuk
komunikasi demokratis, timbal-balik dan tiap-tiap pihak bisa menerimanya
dengan baik tanpa dominasi.
Ruang publik bukan hanya ada satu, tetapi ada banyak ruang publik di
tengah-tengah masyrakat warga. Kita tidak dapat membatasi ruang publik, ruang
publik ada dimana saja. Ruang publik bersifat bebas dan tidak terbatas.Ia tidak
terikat dengan kepentingan-kepentingan pasar ataupun kepentingan-kepentingan
politik.

6

2.2

Pandangan lain mengenai Ruang Publik
Pandangan Habermas tentang ranah publik itu menggunakan berbagai

disiplin ilmu, termasuk filsafat, teori sosial, ekonomi, dan sejarah, dan dengan
demikian merintis gaya Institut untuk Riset Sosial, dalam menghasilkan teori
sosial supradisiplin.
Aspirasi politik Habermas telah memposisikannya sebagai pengkritik atas
kemerosotan demokrasi di masa sekarang, dan imbauan bagi pembaruan
demokrasi. Ini adalah tema-tema yang tetap bersifat sentral dalam pemikiran
Habermas. Kehidupan publik demokratis hanya berkembang subur, manakala
institusi-institusi memungkinkan warga negara, untuk memperdebatkan masalahmasalah yang menjadi kepentingan publik. Habermas menggambarkan jenis ideal
dari ‘situasi bicara ideal’ (ideal speech situation), adalah ketika para aktor secara
setara dibekali dengan kapasitas wacana, mengakui persamaan sosial dasar antara
satu dengan yang lain, dan pembicaraan mereka tidak terdistorsi oleh ideologi
atau salah pengenalan (misrecognition).
Habermas optimistis tentang kemungkinan menghidupkan kembali ranah
publik. Ia melihat harapan bagi masa depan di era baru komunitas politik, yang
melampaui negara-bangsa yang berbasis pada kesamaan etnik dan budaya,
menuju ke arah negara yang berdasarkan pada hak-hak setara dan kewajiban
warga negara yang melekat secara hukum.
Teori diskursif tentang demokrasi ini mensyaratkan komunitas politik,
yang

secara

kolektif

dapat

merumuskan

kehendak

politiknya,

dan

mengimplementasikan kehendak politik itu menjadi kebijakan di tingkatan sistem
legislatif. Sistem politik ini mensyaratkan sebuah ranah publik aktivis, di mana
hal-hal yang menjadi kepentingan bersama dan isu-isu politik dapat didiskusikan,
dan kekuatan opini publik dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Sejumlah akademisi telah melontarkan berbagai kritik terhadap pernyataan
Habermas tentang ranah publik. John B. Thompson, pengajar sosiologi di
Universitas Cambridge, menunjukkan bahwa pernyataan Habermas tentang ranah
publik itu kini menjadi usang, jika kita melihat penyebaran komunikasi media

7

massa. Sedangkan Michael Schudson dari Universitas California, San Diego,
memberi argumen yang lebih umum. Ia menyatakan, ranah publik sebagai tempat
perdebatan independen yang murni rasional seperti disebutkan Habermas– adalah
tidak pernah ada.
Sejumlah pengeritik menyatakan, Habermas terlalu mengidealisasi ranah
publik borjuis di tahap-tahap awal, dengan menjabarkannya sebagai forum diskusi
dan debat yang rasional. Padahal, faktanya, kelompok-kelompok tertentu telah
disisihkan dari forum tersebut, dan dengan demikian partisipasi juga dibatasi.
Habermas sendiri kemudian mengakui bahwa ranah publik yang disebutkannya
waktu itu memang lebih sebagai jenis ideal dan bukan ideal normatif yang mau
dibangkitkan lagi dari ambang kematian.
Memang, Habermas terkesan agak mengidealisasi ranah publik borjuis
sebelumnya. Meskipun konsep ranah publik dan demokrasi mengasumsikan
adanya perayaan liberal dan populis tentang keanekaragaman (diversitas),
toleransi, perdebatan, dan konsensus, pada kenyataannya ranah publik borjuis
didominasi oleh kaum pria, pemilik properti, yang berkulit putih. Ranah publik
kelas pekerja, kaum perempuan, dan warga kelas bawah lain, yang berkembang
seiring dengan ranah publik borjuis untuk mewakili suara dan kepentingan kelas
bawah, disisihkan dari forum ranah publik borjuis tersebut.
Oskar Negt dan Alexander Kluge mengkritik Habermas, karena
mengabaikan ranah-ranah publik kaum proletar dan masyarakat kelas bawah.
Dalam refleksinya, Habermas menulis bahwa ia sekarang menyadari sejak dari
awal, publik borjuis yang dominan berbenturan dengan publik kelas bawah, dan
bahwa ia telah meremehkan signifikansi ranah-ranah publik yang non-borjuis dan
bersifat oposisional. Maka, daripada membayangkan adanya sebuah ranah publik
yang demokratis atau liberal, adalah lebih produktif untuk membuat teori tentang
berbagai macam ranah publik, yang kadang-kadang tumpang-tindih namun juga
bertentangan. Ini mencakup juga ranah-ranah publik dari kelompok-kelompok
yang disisihkan, serta konfigurasi-konfigurasi yang lebih mewakili arus utama
(mainstream). Ranah publik itu sendiri bergeser dengan bangkitnya gerakangerakan sosial baru, teknologi baru, dan ruang-ruang baru bagi interaksi publik,

8

seperti Internet. Sedangkan Mary Ryan mencatat adanya ironi bahwa bukan saja
Habermas telah mengabaikan ranah publik kaum perempuan. Namun, Habermas
juga menandai kemerosotan ranah publik persis pada momen ketika kaum
perempuan mulai mendapatkan kekuasaan politik dan menjadi aktor.
Vitalitas ranah publik kaum perempuan memang terjadi pada abad ke-19
di Amerika. Terlihat dengan adanya usaha-usaha pengorganisasian oleh Susan B.
Anthony, Elizabeth Cary Stanton, dan lain-lain dari tahun 1840-an sampai masuk
abad ke-20, dalam suatu perjuangan yang berkelanjutan, demi memperoleh hakhak memberi suara dalam pemilu dan hak-hak kaum perempuan.
Selain kritik-kritik di atas, juga diragukan, apakah politik demokratis
pernah disemangati oleh norma rasionalitas atau opini publik, yang dibentuk lewat
konsensus dan perdebatan rasional, sampai ke tahapan ciri-ciri (ideal) konsep
Habermas tentang ranah publik borjuis. Politik di sepanjang era modern selalu
menjadi permainan kepentingan dan kekuasaan, serta diskusi dan perdebatan.
Mungkin

hanya

sedikit

masyarakat

borjuis

Barat

yang

telah

mengembangkan ranah publik dalam ciri-ciri ideal yang dinyatakan Habermas.
Meskipun patut dihargai, usaha mengkonstruksi model masyarakat yang baik,
yang bisa membantu mewujudkan nilai-nilai egalitarian dan demokratis yang
disepakati, adalah suatu kekeliruan jika kita berlebih-lebihan mengidealisasi dan
menguniversalkan suatu ranah publik spesifik, sebagaimana yang dilakukan
Habermas.
Pandangan Habermas juga dilemahkan oleh pembedaan atau pembagian
kategoris yang terlalu kaku, antara ranah publik liberal klasik dan ranah publik
kontemporer; antara sistem dan dunia kehidupan; dan antara produksi dan
interaksi. Konsepsi-konsepsi dualistik seperti itu sendiri telah dinafikan oleh
revolusi teknologi, di mana media dan teknologi memainkan peran vital di kedua
sisi dari pembagian kategoris Habermas, dan dengan demikian merusak
pembagian tersebut. Pembedaan-pembedaan itu juga mengesampingkan usahausaha untuk mentransformasikan sisi pembedaan Habermas, yang ia anggap sulit

9

diubah atau dipengaruhi, untuk kepentingan demokratis yang harus dilakukan,
atau norma-norma tindakan komunikatif.
Dari sudut pandang perumusan teori ranah publik, misalnya, Habermas
menyatakan, dari saat pengembangan pembedaan ini, Saya menganggap aparat
negara dan ekonomi adalah lahan-lahan tindakan yang terintegrasi secara
sistematik, yang tidak bisa lagi ditransformasikan secara demokratis dari dalam,
tanpa merusak logika sistem mereka yang ada dan kemampuannya untuk
berfungsi.
Douglas

Kellner

beranggapan,

pada

masyarakat

teknologi-tinggi

kontemporer, muncul perumusan ulang dan perluasan ranah publik, yang
melampaui konsep Habermas. Ranah publik adalah tempat bagi informasi,
diskusi, kontestasi, perjuangan politik, dan organisasi, yang mencakup media
siaran dan ruang maya (cyberspace) baru, serta interaksi face-to-face dalam
kehidupan

sehari-hari.

Perkembangan-perkembangan

ini,

yang

terutama

berhubungan dengan teknologi multimedia dan komputer, menuntut perumusan
ulang dan perluasan konsep ranah publik.
Meski dengan adanya beberapa kekurangan tersebut, analisis Habermas
telah berjasa dalam memfokuskan perhatian kita pada hakikat dan transformasi
struktural ranah publik, serta fungsi-fungsinya dalam masyarakat kontemporer.
Analisis Habermas ini perlu dikembangkan, dengan memperhitungkan revolusi
teknologi dan restrukturisasi kapitalisme global, yang terjadi saat ini. Serta,
meninjau ulang teori kritis tentang masyarakat dan politik demokratis, dengan
melihat perkembangan-perkembangan tersebut di atas.
Merujuk pada beberapa pendapat ilmuwan, definisi secara umum
mengenai ruang publik ialah ruang dimana terjadinya interaksi sosial antar
masyarakat atau sistem. Ruang Publik dalam perkembangannya terbagi menjadi
dua dimensi. Dimensi pertama adalah Ruang Publik (Publik Space), yakni sebuah
lokasi yang didesain seminimal apapun, memiliki akses yang besar terhadap
lingkungan sekitar, tempat bertemunya manusia/pengguna ruang publik dan

10

perilaku masyarakat pengguna ruang publik satu sama lain mengikuti normanorma yang berlaku setempat (Roger Scruton, 1984).
Nilai-nilai sosial kemasyarakatan sangat menentukan perwujudan
elemen-elemen konseptual yang dapat dikombinasikan dengan fungsi dan
kegiatan utama pada suatu kawasan tertentu sehingga akan menimbulkan adanya
suatu ruang publik secara konkret (Roger Scruton dalam Beng-Huat dan Edwards,
1992: 2).
Kemudian dimensi yang kedua mengenai Term "public sphere" atau ruang
publik lahir dari karya Jurgen Habermas padatahun 1962 yang kemudian
diterjemahkan dalam bahas Inggris pada tahun 1989 Melaluibuku yang betjudul
The Structural Transformatian of the Public Sphere: An Inquiry into a Category
of Gourgeois society sebagaimana telah dibahas diatas.Ruang publik tersebut
padadasarnya merupakanruangyang tercipta dari kumpulan orang-orang tertentu
(private people)dalam konteks sebagai kalangan borjuisyangdiciptakan seolaholah sebagai bentuk penyikapanterhadap otoritas publik.
Berdasarkan pelingkupannya (Carmona, et al : 2003, p.111), ruang publik
(Public Space) dapat dibagi menjadi beberapa tipologi antara lain :
1. External public space. Ruang publik jenis ini biasanya berbentuk ruang
luar yang dapat diakses oleh semua orang (publik) seperti taman kota,
alun-alun, jalur pejalan kaki, dan lain sebagainya.
2. Internal public space. Ruang publik jenis ini berupa fasilitas umum yang
dikelola pemerintah dan dapat diakses oleh warga secara bebas tanpa ada
batasan tertentu, seperti kantor pos, kantor polisi, rumah sakit dan pusat
pelayanan warga lainnya.
3. External and internal “quasi” public space. Ruang publik jenis ini
berupa fasilitas umum yang biasanya dikelola oleh sektor privat dan
ada batasan atau aturan yang harus dipatuhi warga, seperti mall,
diskotik, restoran dan lain sebagainya.

11

Berdasarkan fungsinya secara umum dapat dibagi menjadi beberapa tipologi
(Carmona, et al: 2008,p.62), antara lain :
a) Positive space. Ruang ini berupa ruang publik yang dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan-kegiatanyang sifatnya positif dan biasanya dikelola oleh
pemerintah. Bentuk dari ruang ini antara lainruang alami/semi alami,
ruang publik dan ruang terbuka publik.
b) Negative space. Ruang ini berupa ruang publik yang tidak dapat
dimanfaatkan bagi kegiatanpublik secara optimal karena memiliki
fungsi yang tidak sesuai dengan kenyamanan dankeamanan aktivitas
sosial serta kondisinya yang tidak dikelola dengan baik. Bentuk dari ruang
iniantara lain ruang pergerakan, ruang servis dan ruang-ruang yang
ditinggalkan karena kurangbaiknya proses perencanaan.
c) Ambiguous space. Ruang ini adalah ruang yang dipergunakan untuk
aktivitas
berbentuk

peralihan
seperti

darikegiatan
ruang

utama

bersantai

warga

yang

di pertokoan,

biasanya
café,rumah

peribadatan, ruang rekreasi, dan lain sebagainya.
d) Private space. Ruang ini berupa ruang yang dimiliki secara privat
oleh warga yang biasanyaberbentuk ruang terbuka privat, halaman
rumah dan ruang di dalam bangunan.
Sekitar pertengahan abad ke 18 ruang public diwakili oleh raja atau
bangsawan, dikenal sebagai representative publicity. Reprentasi Publicity
merupakan representasi dari kegiatan publisitas raja dan bangsawan, dimana pada
masa itu kedudukan mereka adalah sebagai public person sedangkan kelompok
masyarakat lainnya hanyalah sebagai penonton. Pada masa ini ruang public dan
ruang private tidak dibedakan.
Negara mempunyai peran dan otoritas yang besar sehingga kaum borjuis
yang sering bertentangan dengan negara menjadikan salon dan kafe sebagai
tempat mereka untuk melakukan rational critical debate.

12

2.3

Perkembangan Ruang Publik
Pada perkembangan selanjutnya teori Habermas, ruang publik juga

menyangkut ruang yang tidak saja bersifat fisik, seperti lapangan, warung-warung
kopi dan salon, tetapi juga ruang di mana proses komunikasi bisa berlangsung.
Misal dari ruang publik yang tidak bersifat fisik ini adalah media massa, media
sosial dan lain-lain. Di media massa maupun sosial masyarakat membicarakan
kasus-kasus yang terjadi di lingkungannya. Penguasa yang tidak menerima
dikritik dan media massa yang menolak memuat sebuah artikel karena takut
kepada penguasa juga sebagai tanda bahwa sebuah ruang publik belum tercipta.
Keberadaan internet telah memperluas sekaligus mengfragmentasikan
konteks komunikasi. Meski dalam kasus tertentu ia memiliki pengaruh
terhadap

kehidupan

intelektual,

namun

di

sisi lain keberadaan

internet

membangun komunikasi yang nonformal, saluran komunikasi yang terhubung
secara

horizontal

antar

entitas,

dan

bahkan

menjadi alternatif

dalam

memperoleh informasi selain media tradisional. Yang menjadi persoalan
adalah informasi yang lalu lalang di dalam jaringan terkadang menjadi
informasi yang kurang fokus, tanpa edit, dan dalam kondisi tertentu kita
tidak bisa mengetahuimana informasi yang asli dan mana yang palsu.
Grup-grup diskusi maupun forum perbincangan politik maupun aksiaksi sebagai respon dari realitas politik merupakan salah satu perwujudan
ruang publik

di

perpustakaan, kafe,

era internet

saat

dan tempat-tempat

ini

sebagai pengganti ruang baca,

sebagimana

disebutkan

Habermas

sebagai fasilitas dalam diskusi intelektual telah menjelma menjadi apa yang
sebagai virtual sphere atau ruang virtual. Ruang virtual yang

memfasilitasi

publik untuk melakukaninteraksi melalui beragam jenis komunikasi internet,
mulai dari satu kebanyak entitas atau dari banyak ke banyak hingga
penggunaan fasilitas beragam interaksi.
Ruang publik internet atau virtul sphere memberikan/ melahirkan budaya
baru dalam proses demokratisasi. Tidak ada lagibatasan antara borjuis dan
proletar, batasan gender menjadi kabur, dan siapa saja bisa melibatkan
dirinya dalam debat intelektual di ranah politik. Sebuah isu bahkan bisa
menjadi informasi yang sangat cepat tersebar dan langsung bisa dijadikan
13

topik perdebatan (Jordan, 1999:1 1 5). Juga, ini merupakan efek yang tidak
bisa terelakkan, ruang virtual menyuburkan gerakan yang beragam, mulai dari
gerakan akar rumput hingga aktivitas terorisme yang menggunakan internet
sebagai ruang bebas untuk menyebarkan paham dan keyakinan tentang
kekuasaan pemerintah saat ini, termasuk di Indonesia (Lim, 2002; Castells,
1997, 2001; Harlon & Johnson, 2011).

2.4

Media Massa
Menurut Fuad Abbas Saleh Pasallo dalam jurnal ilmiahnya yang mengutip

pendapat Burhan Bungin, yang mengatakan bahwa Media massa adalah media
komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara missal
dan dapat diakses oleh masyarakat secara missal pula. Informasi massa adalah
informasi yang diperuntuktukkan kepada masyarakat secara missal, bukan
informasi yang hanya boleh dikonsumsi oleh pribadi (Burhan Bungin, 2007:72).
Jenis-Jenis Media Massa
Masih dalam jurnal ilmiah yang sama, Fuad mengelompokkan jenis-jenis
media massa ke dalam beberapa bagian, yaitu:
a. Media Massa Tradisional
Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki
organisasi yang jelas sebagai media massa. Secara tradisional media massa
digolongkan sebagai berikut: surat kabar, majalah, radio, televisi, film(layar
lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
 Informasi

dari

lingkungan

diseleksi,

diterjemahkan

dan

didistribusikan.
 Mediamassa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui
saluran tertentu.
 Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan
menyeleksi informasi yang mereka terima.
 Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.
b. Media massa modern

14

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi dan sosial
budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke
dalam media massa seperti internet dan telepon selular. Dalamjenis media ini
terdapat ciri-ciri seperti:
 Sumber

dapat mentransmisikan

pesannya

kepada banyak

penerima (melalui SMS atau internet misalnya).
 Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun
juga oleh individual.
 Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu.
 Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam.
 Penerima yang menentukan waktu interaksi.
2.5

Pembangunan
Oos M. Anwas dalam bukunya yang berjudul Pemberdayaan Masyarakat

di Era Global, menyatakan bahwa Pembangunan (development) secara umum
identik dengan proses perubahan yang direncanakan, atau perbaikan kondisi
menuju kearah yang lebih baik. Pembangunan adalah sebuah upaya mencapai
kemajuan bagi umat manusia. Secara umum pembangunan seringkali dikaitkan
dengan pencapaian dan peningkatan kesejahteraan secara ekonomis. Masih dalam
buku yang sama, Dr. Oos mengutip pendapat (Susanto, 2008), yang menyatakan
bahwa Pembangunan merupakan perubahan dalam pemenuhan kebutuhan dalam
peningkatan kualitas hidup. Kata kunci dari konsep pembangunan adalah
perubahan, pertumbuhan, pemenuhan kebutuhan (Oos, 2013: 41-42).
Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato dalam bukunya yang berjudul
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik, menyatakan
bahwa Pembangunan adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana,
dilaksanakan terus menerus oleh pemerintah bersama-sama segenap warga
masyarakatnya atau dilaksanakan oleh masyarakat dengan dipimpin oleh
pemerintah, dengan menggunakan teknologi yang terpilih, untuk memenuhi
segala kebutuhan atau memecahkan masalah-masalah

yang sedang dan akan

dihadapi, demi tercapainya mutu-hidup atau kesejahteraan seluruh warga

15

masyarakat

dari

suatu

bangsa

yang

merencanakan

dan

melaksanakan

pembangunan tersebut(Totok & Poerwoko, 2015: 6).
Masih dalam buku yang sama mengutip pendapat Riyadi (1981),
Pembangunan adalah suatu uasah atau proses perubahan, demi tercapainya tingkat
kesejahteraan atau mutuh hidup suatu masyarakat serta individu-individu di
dalamnya yang berkehendak dan melaksanakan pembangunan itu (Totok &
Poerwoko, 2015: 3).
2.6

Konsep Pembangunan
Muhi et. Al (1993) mengemukakan beberapa pendekatan teoritis, sebagai

berikut : (Totok & Poerwoko, 2015: 9-10).
1. Teori Evolusi
Mengacu pada evolusi peradaban yang dikemukakan oleh Charles Darwin
yang menyebutkan bahwa setiap komunitas akan mengalami perubahan dari
kehidupan yang sangat sederhana kea rah semakin kompleks, sebagai akibat dari
perubahan-perubahan sosial, ekonomi, kependudukan, geografi, rasial, teknologi
maupun ideology.
2. Teori Perubahan Sosial dari Emile Durkheim (1964)
Pembangunan terjadi sebagai akibat adanya perubahan struktur sosial dlaam
bentuk “pembagian pekerjaan”. Sedang Redfield (1947) menyatakan bahwa
pembangunan terjadi karena terjadinya perubahan masyarakat tradisional kea rah
masyarakat perkotaan.
3. Teori Struktural Fungsional dari Parsons (1851)
Pembangunan terjadi karena adanya perubahan status dari suatu interaksi sosial
yang terjadi dalam :
a. Adaptasi terhadap kebutuhan situasional;
b. Pencapaian tujuan-tujuan;
c. Integrasi atau pengaturan tata-hubungan;
d. Pola pemeliharaan atau pengurangan ketegangan dari pola budaya tertentu.
16

4. Teori Ekonomi
Gunal Mirdal (1970) mengemukakan bahwa pembanguna terjadi karena
beberapa kondisi ekonomi yang mencakup:
a. Hasil dan pendapatan;
b. Tingkat Produktivitas;
c. Tingkat kehidupan;
d. Sikap dan pranata;
e. Rasionalitas.
Terkait dengan teori ini, Rostow (1962) mengemukakan adanya tahapan
pertumbuhan ekonomi dari masyarakat tradisional, yaitu persiapan tinggal landas,
tinggal landas, dorongan menuju kematangan, serta konsumsi masal yang sangat
tinggi.
5. Teori Konflik yang dicetuskan oleh Karl Marx (1919-1883)
Pembangunan terjadi karena adanya konflik atau pertentangan kepentingan
ekonomi antar kelas antar kelas pemodal (yang berkuasa) dan kelas yang tertindas
(buruh).
6. Teori Ekologi yang dikemukakan oleh Odum (1971) tentang hubungan antar
manusia dengan lingkungannya (fisik dan sosial).
Menurutnya, pembangunan terjadi sebagai akibat pemanfaatan sumber
daya alam yang melimpah, maupun optimasi pemanfaatan sumber daya alam
yang semakin terbatas.
7. Teori Ketergantungan
Teori ini berkembang di Amerika Latin sebagaimana dilaporkan oleh
Frank (Wilber, 1979) dimana negara maju mendominasi negara yang belum
berkembang, sedemikian rupa sehingga pembangunan di negara yang belum maju
sangat tergantung kepada kehendak/kebutuhan Negara maju yang menjadi
“penjajah”-nya.

17

2.7

Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ruang Publik

Dalam Public Sphere, negara melalui pemerintah tidak memiliki kontrol
terhadap setiap warga negara yang terlibat dalam pertukaran pikiran dan
berdiskusi bersamauntuk membicarakan urusan publik.
Sedangkan dalam Public Space pemerintah berperan dalam menyediakan
ruang publik yang aman, nyaman, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sehingga masyarakat dapat melakukan interaksi.
Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan fasilitas umum seperti ruang
publik di setiap daerah. Semakin banyaknya ruang publik, maka bisa semakin
menguntungkan masyarakat indonesia. Terbentuknya ruang publik masih belum
sesuai dengan harapan. Karena meningkatnya kuantitas bangunan pemukiman
atau gedung-gedung tinggi yang tidak di imbangkan dengan adanya ruang publik.
Penataan kota akan lebih baik jika memiliki banyak ruang publik, sebagai
terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan.Pembangunan
Ruang Publik "bukan" serta merta menilai Pemerintahan tersebut sudah berhasil
menyeimbangkan antara membangun kota dengan ruang publik, bukan hanya
dinilai dari indeks peningkatan ekonomi atau indeks pembangunan daerah, tetapi
juga bisa dilihat dari indeks kebahagian masyarakat. karena dengan adanya ruang
publik akan membuat masyarakat sebuah kota lebih sehat dan bahagia.
Dengan adanya fasilitas penunjang dalam pembangunan Ruang Publik,
maka akan tertata dengan baik, memenuhi kebutuhan masyarakat kota dan
menjamin keamanan serta kenyamanan masyarakat penggunanya. Akan tetapi
Ruang publik di Indonesia saat ini masih belum banyak yang memikirkan tentang
aksesibilitas bagi orang-orang cacat dan ruang publik khusus para lansia.
Pentingnya ruang publik dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.26 tahun
2007 tentang Penataan Ruang Pasal 29 menyatakan bahwa proporsi ruang terbuka
hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan proporsi
ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20% dari wilayah kota. Penyediaan
ruang publik sebagian besar disediakan oleh Swasta seperti mall, fasilitas olahraga
(lapangan futsal), pusat rekreasi modern (taman mini), cafe, cinema (bioskop) dan
sebagainya. yang cenderung memberi syarat terhadap kemampuan finansial,

18

sementara banyak lapisan masyarakat tak mampu menginginkan Ruang publik
yang cuma-cuma alias Gratis. Sebagai pemenuhan dari kebutuhan aktivitas sosial,
diharapkan pemerintah membentuk ruang-ruang publik, sehingga terbentuk
interaksi sosial masyarakat yang berlangsung dengan baik. karena salah satu
faktor yang perlu diperhatikan adalah melibatkan peran serta masyarakat didalam
penyediaan ruang publik.

19

BAB III
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik simpulan bahwa ruang
publik adalah teori yang membahas

tentang kebebasan publik untuk

mengungkapkan pendapat mengenai masalah atau isu-isu terkini yang
berkembang saat ini dalam suatu tempatdimana publik berkumpul.Pada awalnya
ruang publik hanya untuk kaum-kaum borjuis, seakan perkembangan ruang publik
makin terbuka luas untuk semua orang dari kalangan.
Ruang Publik tidak hanya diasosiasikan pada keberadaan ruang sosial
secara fisik, namun juga menyangkut institusi sosial beserta saluran komunikasi
yang memungkinkan publik untuk dapat menyalurkan opini atau pendapatnya
secara bebas tanpa tekanan dari negara.
Seiring perkembangan zaman dan teknologi informasi, ruang publik juga
berkembangan

menjadi

forum-forum

atau

grup-grup

diskusi

dengan

menggunakan aplikasi media sosial, sehingga proses interaksipun makin mudah.

20

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Mardikanto, Totok & Poerwoko Soebiato. 2015. Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Persepektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
M. Anwas, Oos. 2013. Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung:
Alfabeta.
Jurnal Ilmiah:
Nasrullah, Rulli. Internet dan Ruang Publik Virtual, Sebuah Refleksi atas
Teori
Ruang
Publik
Habermas.
Diakses
dari:
journal.umy.ac.id/index.php/jkm/article/view/188 Pada Tanggal: 8 April 2017
Pukul: 19.34 WIB.
Munandar, Haris & Maman Suherman. Aktivitas Komunikasi Pemerintahan
Ridwan Kamil di Media Sosial. Diakses dari: karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/
humas/article/viewFile/3270/pd. Pada Tanggal: 31 April 2017 Pukul: 15.45 WIB.
Abbas Saleh Pasallo, Fuad. 2013. PERAN MEDIA MASSA CETAK (KORAN)
DALAM MENINGKATKAN PARIWISATA DANAU DUA RASA (LABUAN
CERMIN), BERAU. Diakses dari: http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2013/11/Jurnal%200902055122%20(11-14-13-01-10-56).pdf.
Pada Tanggal: 9 April 2017 Pukul: 17.12 WIB
Internet:
Thesis. Fitri Astuti, Retno. 2003. Perubahan Karakter Ruang Publik Kawasan
Alun-alun Utara Keraton Kasunanan Surakarta. Dikutip dari :
http://eprints.undip.ac.id/12171/1/2003MTA1190.pdf Pada tanggal : 16 April
2017. Pukul : 10.28 WIB.
Teori Ruang Publik. Disadur dari:
https://www.academia.edu/11695186/Teori_Ruang_Publik (diakses pada hari
Jumat, 14 April 2017)
Pentingnya Ruang Publik Untuk Masyarakat Indonesia. Disadur dari:
http://www.kompasiana.com/fazri17/pentingnya-ruang-publik-untuk-masyarakatindonesia_560b49856223bde407182f15(diakses pada hari Jumat, 14 April 2017)

21

Teori Ruang Publik Habermas. Disadur dari:
https://sinaukomunikasi.wordpress.com/2013/12/03/belajar-the-public-spherenya-habermas/(diakses pada hari Jumat, 14 April 2017)
Teori Ruang Publik Habermas. Disadur dari:
https://jurnalismekapurung.wordpress.com/2010/07/07/teori-ruang-publik-1ruang-publik-habermas/ (diakses pada hari Kamis, 13 April 2017)
Kritik Teori Habermas. Disadur dari:
http://catatannaniefendi.blogspot.co.id/2016/10/teori-ruang-publik-kritikterhadap.html(diakses pada hari Sabtu, 15 April 2017)

22