LAPORAN PENDAHULUAN EFUSI PLEURA (2)

LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA
A.

Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura
yang terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses
penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda, 2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan
berkumpul dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru
kolaps sebagian atau seluruhnya (Muralitharan, 2015)
2. Anatomi Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru
berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura ke
dalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh
sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah.
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada
atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk
paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis

disebut pleura.
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi
paru dalam dua lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan
permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam
dari dinding dada. Paru-paru yaitu: paru-paru kanan, terdiri dari
tiga lobus (belah paru), lobus pulmo dextra superior, lobus nedia,
dan lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru
kiri, terdiri dari pulmo sinistra, lobus superior dan lobus inferior,
tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil
bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu: 5
buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus
medialis dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Kapasitas paru-

paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung
udara

didalamnya.

Kapasitas


paru-paru

dapat

dibedakan

sebagai berikut:
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paruparu inspirasi sedalam-dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan
setelah ekspirasi maksimal.
3. Fisiologi Paru-paru
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
terjadi pada paru-paru.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan
pulmoner yaitu :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar
udara dalam alveoli dengan udara luar
2) arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksige
masuk ke seluruh tubuh. Karbondioksida dari seluruh

tubuh masuk ke paru-paru.
3) distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa
dengan jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk
semua bagian.
4) difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler
karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida,
konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan meransang
pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar
kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi pengambilan
O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.

b. Pernapasan jaringan (pernapasan interna)
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung
oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan
akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen ke
dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk di bawah
ke paru-paru terjadi pernapasan eksterna
c. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml –

5000 ml (4,5 – 5 L) udara yang diproses dalam paru-paru
(inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%. ±500 ml disebut juga
udara pasang surut yaitu yang dihirup dan dihembuskan
pada pernapasan biasa
d. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh
dua faktor utama kimiawi dan pengendalian syaraf. Adanya
faktor tertentu meransang pusat pernapasan yang terletak di
dalam medulla oblongata kalau diransang mengeluarkan
impuls yang disalurkan melalui syaraf spinal.
Otot pernapasan (otot diafragma atau interkostalis)
pengendalian oleh syaraf pusat otomatik dalam medulla
oblongata mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan
melalui radiks syaraf servikalis diantarkan ke diafragma oleh
syaraf prenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik
pada otot diafragma dan interkostalis yang kecepatannya
kira-kira 15 kali setiap menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan
pengaturan secara kimia meliputi frekuensi kecepatan dan
dalamnya pernapasan. Pusat pernapasan dalam sumsum

sangat

peka,

sehingga

kadar

alkali

harus

tetap

dipertahankan. Karbondioksida adalah produksi asam dari
metabolisme dan bahan kimia yang asam meransang pusat

pernapasan untuk mengirim keluar impuls syaraf yang
bekerja atas otot pernapasan.
e. Kecepatan pernapasan

Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan
secara normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi dan
kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik inspirasiistirahat-ekspirasi

disebut

juga

pernapasan

terbalik.

Kecepatan setiap menit :
1) Bayi baru lahir: 30-40 kali permenit
2) 12 bulan: 30 kali permenit
3) 2-5 tahun: 24 kali permenit
4) Dewasa: 10-20 kali permenit
f.

Kebutuhan tubuh terhadap oksigen

Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan,
manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya,
kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan
mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat
diperbaiki

dan

bisa

menimbulkan

kematian.

Kalau

penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau
pikiran dan anoksia serebralis misalnya orang yang bekerja
pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, kapal uap
dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna

darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang
terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki disebut sianosis.

4. Patofisologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara
pleura parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura
tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan
lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang
sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga
pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui
bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di
absorbsi

tersebut

dapat

terjadi

karena


adanya

tekanan

hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid
pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system
limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan yang pada
pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar
sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap.
Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi.
Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik
sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm
H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa
hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil
Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju
alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan
timbul


peradangan

saluran

getah

bening

menuju

hilus

(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar
getah bening hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada
saluran

getah

bening


akan

mempengaruhi

permebilitas

membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya
dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru
melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah

bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah
saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau
columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah
merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada
cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah
bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga
hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung
leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah
sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan
efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya
cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi
karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa
perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur,
frekuensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris,
dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi
redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang
ditimbulkan

oleh

efusi

pleura

yang

diakibatkan

infeksi

tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun.

5. Etiologi
Efusi pleura disebabkan oleh :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
Non infeksi (transudat)
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru
6. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa
membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di
sebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi
dan absorbsi cairan pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati
pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru
terdekat (Morton, 2012).

7. Manifestasi Klinik
a. Batuk
b. Dispnea bervariasi
c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian
yang mengalami efusi.
f.

Perkusi meredup diatas efusi pleura.

g. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
h. Fremitus fokal dan raba berkurang.
8. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani
dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa
antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini
disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat
menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringanjaringan

yang

berada

dibawahnya.

Pembedahan

pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan
membran-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak
sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi
pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana
terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan.
Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan.

Pada

efusi

pleura,

atalektasis

yang

berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan
paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan
oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru
akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps
paru.
e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan
membran yang mengelilinginya (rongga pleura). Empiema
disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan
menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan
yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih,
yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas
dan rasa sakit.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama
yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang
hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan
cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses
paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari
pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa
dilakukan pengeluaran cairan.

d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat
diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh
cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan
cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela
iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan
lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan
penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan
pleura

sebelah

luar

diambil

untuk

dianalisa.

Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap
tidak dapat ditentukan.
f.

Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu
menemukan sumber cairan yang terkumpul.

10. Penatalaksanaan Medis
a. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik
(Betadine).
b. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura
setelah aspirasi.
c. Drainase

cairan

(Water

Seal

Drainage)

jika

efusi

menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll.
Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah
cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya
baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
d. Antibiotika jika terdapat empiema
e. Operatif

B.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama,
umur,

jenis

kelamin,

alamat

rumah,

agama

atau

kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan
keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan
adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri
pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul.

Apa

menurunkan

tindakan
atau

yang

telah

menghilangkan

dilakukan

untuk

keluhan-keluhannya

tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma,
asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita

penyakit-penyakit

yang

disinyalir

sebagai

penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
f.

Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan,
tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap

pemeliharaan

kesehatan.

Kemungkinan

adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan
penggunaan

obat-obatan

bisa

menjadi

faktor

predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur

tinggi

badan

dan

berat

badan

untuk

mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama

MRS

pasien

dengan

effusi

pleura

akan

mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah
MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat
mengalami kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di
dada.

5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri.
Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak
tenang karena suasananya yang berbeda dengan
lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran.
Baik peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus
anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien
yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak
nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah
penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini
pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,
demikian juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks
akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien
berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui
proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak
bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya
atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena
proses penyakit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan cairan di pleura paru dextra.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan

dengan

ketidakmampuan

memasukkan,

mencerna dan mengabsorpsi makanan
d. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive:
pemasangan WSD (Water Seal Drainage)

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
keperawatan
Ketidakefektifan
pola nafas

Tujuan dan kriteria
hasil
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama
3x24
jam
pasien menunjukkan
keefektifan jalan nafas
dibuktikan
dengan
kriteria hasil :
a. Frekuensi
pernafasan sesuai
yang diharapkan
b. Ekspansi
dada
simetris.
c. Bernafas mudah.
d. Pengeluaran
sputum
e. Tidak
didapatkan
penggunaan
otot
tambahan.
f. Tidak
didapatkan
ortopneu
g. Tidak
didapatkan
nafas pendek.

Intervensi
a. Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilas
b. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
c. Lakukan fisioterapi dada jika
perl
d. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suctio
e. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
f. Monitor respirasi dan status
oksigen.
g. Posisikan
pasien
untuk
mengurangi dispneu.
Respiratory monitoring
a. Monitoring frekuensi, irama
dan kedalaman nafas.
b. Monitoring gerakan dada,
lihat kesimetrisan.
c. Monitor pola nafas : takipneu
d. Beri terapi pengobatan
respirasi.

Nyeri
akut
berhubungan
dengan
agen
injury fisik

Ketidakseimban
gan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
ketidakmampua
n memasukkan,
mencerna dan
mengabsorpsi
makanan

NOC :
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
nyeri hilang/terkendali
dengan kriteria hasil:
a. Mengenali
faktor
penyebab
b. Mengenali lamanya
sakit
(skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
c. Menggunakan
metode
nonanalgetik
untuk
mengurangi nyeri
d. Melaporkan
nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
e. Menyatakan
rasa
nyaman
setelah
nyeri berkurang
f. Tanda vital dalam
rentang normal
NOC
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama
2x24
jam
diharapkan klien dapat
terpenuhi kebutuhan
nutrisinya,
dengan
kriteria hasil:
a. Intake
zat
gizi
(nutrien)
b. Intake zat makanan
dan cairan
c. Berat badan normal

Pain management :
a. Kaji
pengalaman
nyeri
pasien sebelumnya, gali
pengalaman pasien tentang
nyeri dan tindakan apa
yang dilakukan pasien
b. Kaji intensitas, karakteristik,
onset, durasi nyeri.
c. Kaji
ketidaknyamanan,
pengaruh terhadap kualitas
istirahat, tidur, ADL.
d. Kaji penyebab dari nyeri
e. Monitoring
respon
verbal/non verbal
f. Atur posisi yang senyaman
mungkin,
lingkungan
nyaman
Pain control :
Ajarkan teknik relaksasi
Management terapi :
Kelola pemberian analgetik

NIC
Nutritional management
Aktifitas:
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
c. Berikan
makanan
yang
terpilih
d. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
e. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi

Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
ketidakseimban
gan
suplai
dengan
kebutuhan
oksigen

NOC :
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
klien dapat melakukan
aktivitas dengan baik
dengan kriteria hasil:
a. Berpartisipasi
dalam aktivitas fisik
tanpa
disertai
penignkatan
tekanan darah,nadi
dan RR
b. Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
secara mandiri
c. Tanda-tanda
vital
normal
d. Level kelemahan
e. Status
kardiopulmonary
adekuat
f. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat

Nutritional management:
a. Timbang berat badan secara
rutin
b. Monitor turgor kulit
c. Monitor mual dan muntah
d. Monitor kalori dan intake
nutrisi
NIC
Activity therapy
Observasi :
a. Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual
b. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas.
Mandiri :
a. Bantu
klien
untuk
mengidentifikasi
aktivitas
yang mampu dilakukan
b. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten
yang
sesuai
dengan kemampuan fisik,
psikologis dan sosial.
c. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
d. Bantu
pasien
untuk
mengembangkan
motivasi
diri dan penguatan.
Health education :
a. Ajarkan untuk penggunaan
teknik relaksasi
b. Ajarkan
Tindakan
untuk
mengehemat energi.
Kolaborasi :
a. Kolaborasikan
dengan
tenaga rehabilitasi medik
dalam
merencanakan

Resiko infeksi
berhubungan
dengan
tindakan
invasive:
pemasangan
WSD
(Water
Seal Drainage)

NOC :
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam,
infeksi tidak terjadi
dengan kriteria hasil:
a. Tanda – tanda vital
klien terutama suhu
dalam batas normal
b. Tidak terdapat
tanda – tanda
infeksi pada daerah
pemasangan WSD
c. Nilai laboratorium
terutama leukosit
dalam batas normal
( leukosit normal :
5000 – 10.000
rb/ul ).

program terapi yang tepat
b. Rujuk pasien ke pusat
rehabilitasi
jantung
jika
keletihan
berhubungan
dengan penyakit jantung.
NIC
Observasi
a. Pantau tanda dan gejala
infeksi
(misalnya,
suhu
tubuh,
denyut
jantung,
drainase, penampilan luka,
sekresi, penampilan urin,
suhu
kulit,
lesi
kulit,
keletihan, dan malise)
b. Kaji faktor yang dapat
meningkatkan
kerentanan
terhadap infeksi (misalnya,
usia lanjut, usia kurang dari 1
tahun, luluh imun, dan
malnutrisi )
c. Pantau hasil laboratorium
(hitung darah lengkap, hitung
granulosit, absolut, hitung
jenis, protein serum, dan
algumin)
d. Amati penampilan praktik
higiene
Personal
untuk
perlindungan
terhadap
infeksi
Mandiri
a. Lindungi pasien terhadap
kontaminasi silang dengan
tidak menugaskan perawat
yang sama untuk pasien lain
yang mengalami infeksi dan
memisahkan
ruang
perawatan pasien dengan
pasien yang terinfeksi
b. Bersihkan
lingkungan

dengan
benar
dipergunakan
masing pasien

setelah
masing-

Kolaborasi
a. Ikuti protokol institusi untuk
melaporkan suspek infeksi
atau kultur positif
b. Berikan terapi antibiotik, bila
di perlukan
Health education
a. Jelaskan kepada pasien dan
keluarga mengapa sakit atau
terapi meningkatkan resiko
terhadap infeksi
b. Instruksikan untuk menjaga
higiene
personal
untuk
melindungi tubuh terhadap
infeksi (misalnya, mencuci
tangan)
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses
keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan
dan kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang
tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi keperawatan
pada asuhan keperawatan Efusi Pleura yaitu :
a. Bersihan jalan nafas kembali efektif
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
c. Nyeri akut teratasi
d. Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
e. Aktivitas sehari-hari kembali baik

DAFTAR PUSTAKA
Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015.
Jogjakatra: MediAction Publishing.
Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta:
Bumi Medika.