IMPLEMENTASI WHISTLE BLOWER DALAM MENGUNGKAPKAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
ABSTRAK
IMPLEMENTASI WHISTLE BLOWER DALAM MENGUNGKAPKAN
PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
Oleh
Bella Valentina, Erna Dewi, Tri Andrisman
Email :
Mengungkapkan sebuah perkara dalam suatu tindak pidana adalah persoalan sulit
mengapa demikian dikarenakan sulit mencari saksi yang bersikap kooperatif dalam
sertiap pemeriksaan. Persoalan whistle blower merupakan persoalan yang menarik
sekaligus pelik di dalam konsepsi dan dimensi legalisasi dan regulasinya. karena sangat
diperlukan dalam pengungkapan delik tertentu yang bersifat serious crime dan scandal
crime. . Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah: Bagaimanakah
implementasi whistle blower dalam mengungkapkan perkara tindak pidana korupsi? dan
Bagaimanakah bentuk perlindungan terhadap whistle blower dalam mengungkapkan
perkara tindak pidana korupsi? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif
dan empiris. Penelitian normatif dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat teoritis asas-
asas hukum, sedangkan pendekatan empiris yaitu dilakukan untuk mempelajari hukum
dalam kenyataannya baik berupa penilaian perilaku. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat diketahui bahwa : Implementasi whistle blower dalam
mengungkapkan perkara tipikor yakni Di Indonesia sendiri belum ada pengaturan secara
jelas mengenai Whistleblower. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban. hanya mengatur tentang perlindungan terhadap saksi dan
korban, bukan terhadap pelapor. Bahwa terhadap contoh kasus whistlblower di Lampung
sudah ada seperti delapan anggota DPRD Tanggamus yang melapor kepada KPK terkait
kasus gratifikasi yang dilakukan oleh Bupati Tanggamus anggota DPRD tersebut
mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Bahwa
penghargaan yang diterima oleh whistleblower adalah Perlindungan atas keamanan
pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang berkaitan dengan
kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikan, Mendapatkan Tempat Kediaman
Baru, dan Bebas dari pertanyaan yang menjerat dan Bentuk bahaya terhadap whistle
blower dalam mengungkapkan perkara tipikor. Berkenaan dengan prakteknya banyak
whistleblower rentan terhadap teror dan intimidasi. Tidak sedikit whistleblower yang
memilih absen dari proses hukum karena jiwanya sangat terancam. Saran penulis adalah
diharapkan kepada masyarakat yang mengetahui tindak pidana korupsi agar mau
melaporkan dan menjadi saksi. Bagi pemerintah diharapkan dapat meningkatkan upaya-
upaya perlindungan hukum secara khusus terhadap whistleblower, sehingga dapat
terealisasikan hak-haknya sampai proses pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi
tersebut berakhir.Kata Kunci : Implementasi, Whistleblower, Tindak Pidana Korupsi
ABSTRACT
THE IMPLEMENTATION OF WHISTLEBLOWING SYSTEM IN
REVEALING CORRUPTION CASES
By
Bella Valentina, Erna Dewi, Tri Andrisman
Email :
The revealing of a case in a criminal offense is a difficult issue because it is hard to find a
cooperative witness in during the investigation process. The whistleblowing system is an
interesting and complicated issue in the conception and dimensions of legalization and
legal regulation. It is very necessary in the disclosure of certain crimes particularly on
serious crime and scandal crime. The problems in this writing are formulated s follows:
How is the implementation of whistleblowing system in revealing corruption cases? And
What is the legal protection against the whistleblowers in revealingcorruption cases? This
research used normative and empirical approaches.The normative approach was
conducted on the theoretical matters of legal principles, while the empirical approach was
done to study the law in form of behavioral and the assessment. Based on the results and
discussion of the research, it can be concluded that: The implementation of
whistleblowing system in revealing corruption cases in Indonesiawas actually has no
clear regulation.The law Number 13/2006 on the Protection of Witnesses and Victims, it
only regulates the protection of witnesses and victims, no protection against the
complainant. In Lampung, the example the whistleblowing case occured wheneight
members of House of Representative (DPRD) of Tanggamus reported Tanggamus
Regentto Corruption Eradication Commission (KPK) for alleged gratification committed
bythe regent.Thus, the members of DPRD were protected byWitness and Victim
Protection Institution. That kind ofprotection aims to protectpersonal safety, family and
property and to ensure the complainanta werefree from threats relating to testimony that
will be delivered, is being delivered or has been delivered,tomove to a new place, and to
get rid from trapping questions and the danger to whistleblow the corruption matters. In
fact, there aremany whistleblowers are vulnerable to terror and intimidation. Many of
them choose to be absent fromthe legal process because their life arethreatened. It is
expected that society should makereport and witness to any formof corruption crime they
found. For the government, it is expected to increase the legal protection effort
specifically to whistleblowers, so their rights can be guaranteed until the process of
investigation completed.Keywords:Implementation, Whistleblower, Corruption Crime
I. PENDAHULUAN
Persoalan whistle blower merupakan persoalan yang menarik sekaligus pelik di dalam konsepsi dan dimensi legalisasi dan regulasinya. Apakah
whistle blower
merupakan pelaku atau bukan pelaku tindak pidana? Apakah whistle blower merupakan saksi dan pelapor biasa ataukah diperlukan konsep reward (penghargaan) dan
punishment
(hukuman) khusus, karena sangat diperlukan dalam pengungkapan delik tertentu yang bersifat serious crime dan scandal crime. Apakah whistle
blower
sama dengan
agent provocateur di dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan saksi mahkota (crown witness) di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
whistle blower
memiliki implikasi yang rumit dan tidak sederhana dalam merumuskan regulasi dan implementasinya bahkan memerlukan kesamaan policy pelaksanaannya, seperti apa kriteria informasi penting seorang whistle blower. Melalui koordinasi antar lembaga penegak hukum dan sangat diperlukan komitmen dan integritas yang tinggi dalam pelaksanaan program whistle blower tersebut guna menghindari kekosongan hukum, konflik norma aturan-aturan hukum yang sudah ada, bahkan tidak mustahil konflik kelembagaan akibat ego sektoral masing-masing kelembagan hukum bersangkutan. Seperti apa konsep reward dan
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 sudah menjawab persoalan itu ataukah malah terjadi hal-hal sebaliknya. Persoalan whistle blower sebagai instrument baru dan alat Bantu dalam proses hukum pidana tentu memerlukan konsepsi dan analisis yang ketat dan mendalam. Konsepsi dan analisis yang ketat dan mendalam perlu digaris bawahi karena persoalan
1 Whistleblower adalah Merupakan
2 1 Firman Wijaya, Whistle Blower dan Justice Collaborator, Dalam Perspektif Hukum, Cetakan Penaku, Jakarta, 2012, hlm 3 2 Denny Indrayana, Republika.co.id, Jakarta, diakses pada hari Jumat, Tanggal 16
whistle blower dan bagaimana bentuk
program perlindungannya baik pada tingkat penyelidikan, penuntutan, maupun di pengadilan dan di lembaga pemasyarakatan. Pada sisi yang lain tampak kuat kecendrungan skandal penyalahgunaan wewenang tertentu dan skandal suap dalam jabatan politik dan hukum seperti pada kasus pidana Agus Condro dan Susno Duadji yang memerlukan pembuktian melalui whistle blower.
Bertolak pada pendapat Quentin Dempster, pengertian whistle blower
pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari para pelaku tindak pidana.
Surat Keputusan Bersama antara Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, KPK dan Mahkamah Agung, Justice Collaborator adalah seorang saksi, yang juga merupakan pelaku, namun mau bekerjasama dengan penegak hukum dalam rangka membongkar suatu perkara bahkan mengembalikan aset hasil kejahatan korupsi apabila aset itu ada pada dirinya.
fakta kepada public mengenai sebuah skandal, bahaya mal praktik, atau korupsi. Mardjono Reksodiputro mengartikan whistle blower adalah pembocor rahasia atau pengadu, Mardjono Reksodiputro mengharap- kan kejahatan dan pelanggaran hukum yang terjadi berhenti dengan cara mengundang perhatian publik.
3 Sementara informasi yang dibocorkan
Justice Collaborator- nya memberikan
6 Asep triwahyudi, dikutip dari D’workin & Nera de Gourd, hlm 3.
“Setiap negara peserta wajib mempertimbangkan memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus yang tertentu, mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerja sama yang substansial dalam penyelidikan
Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi). Pasal 37 ayat (2) UNCAC menegaskan:
Nations Convention Against Corruption , 2003 (Konvensi
yang telah diratifikasi Indonesia dengan Undang-Undang No 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United
United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) Tahun 2003
diperoleh dari Pasal 37 ayat (2)
7 Pada dasarnya, ide whistle blower ini
keterangan palsu atau dia ketahuan berbohong, maka statusnya bisa dicabut dan bisa dipidana.
tersangka dan terpidana yang bekerjasama dengan penegak hukum) tidak serta merta mendapatkan apresiasi dari penegak hukum. Sebaliknya, jika Justice Collaborator itu justru banyak memberikan keterangan palsu, maka ia bisa dipidana. "Kalau si
berupa informasi yang bersifat rahasia di kalangan lingkungan informasi itu berada. Baik tempat dan informasi berada maupun jenis informasi bermacam-macam. Informasi tersebut dapat saja merupakan kegiatan- kegiatan yang besifat tidak sah, melawan hukum, atau melanggar moral. Menurut sudut pandang Hasdianto dalam bukunya Firman Wijaya,
whistle blower (saksi pelapor atau
meskipun telah mendapatkan status
6 Seorang narapidana korupsi,
seorang pekerja yang memutuskan untuk melapor kepada media, kekuasaan internal, dan kekuasaan ekternal tentang hal-hal yang illegal yang terjadi di lingkungan kerja
Rahasia/Whistle Blower/ Justice Collaborator dan Penyadapan (Wiretapping, Electronic Interception ) dalam Menanggulangi Kehajatan di Indonesia” Wacana Goverminyboard, hlm 13 4 Op.Cit Firman Wijaya, hlm. 7 5 Firman Wijaya Mengutip Surya Jaya, Perlindungan Justice Collaborator dalam
“tindakan 3 Mardjono Reksodiputro, “Pembocor
Collaborator sebagai
Triwahyudi memaknai Justice
Contoh whistle blower misalnya orang yang melaporkan perbuatan yang diduga tindak pidana korupsi kepada kepada public di lingkungan di bekerja.
karyawan, mantan karyawan, atau pekerja anggota atau institusi atau oganisasi yang melaporkan suatu tindakan yang dianggap melawan ketentuan kepada pihak yang berwenang.
whistle blower merupakan istilah bagi
4 Ketentuan yang dilanggar merupakan ancaman bagi kepentingan public.
5 Sementara itu Asep
atau penuntutan suatu kejahatan yang ditetapkan berdasarkan Konvensi ini.
37 ayat (3) UNCAC dikemukakan: “Setiap negara peserta wajib mempertimbangkan kemungkinan sesuai dengan prinsip- prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan
yang melibatkan pejabat Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, delapan anggota dewan setempat mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Akankah anggota DPRD tersebut dapat dikualifikasikan sebagai whistle blower.
10 Karena melaporkan kasus gratifikasi
terkait kasus Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan diduga memberikan sejumlah uang kepada anggota DPRD Tanggamus seusai pengesahan APBD tahun 2016 pada Desember 2015 lalu. Para anggota DPRD yang menerima uang pemberian Bambang itu ternyata melapor ke Mereka melapor telah menerima sejumlah uang dari bupati, lalu menyerahkan uang sebesar Rp 523 juta ke Direktorat Gratifikasi
whistle blower
sendiri belum didukung dengan adanya undang-undang yang mengatur mengenai whistle blower. Adapun dalam kasus penerapan
blower
Bentuk perlindungan terhadap saksi tersebut tidak didukung dengan bentuk perlindungan dan juga reward kepada saksi yang mau bekerja sama tersebut dan juga dasar hukum whistle
Bahwa yang menjadi permasalahan selama ini dalam mengungkap kasus- kasus besar di Indonesia dibutuhkan saksi yang mengetahui keterlibatan seseorang khususnya dalam kasus korupsi, akan tetapi untuk menjadi seorang saksi yang mau bekerja sama dengan pihak penegak hukum tentunya tidak mudah karena semua itu beresiko tinggi.
8 Pasal
Governing Board Komisi Hukum Nasional fhwWacana mengenai status justice collaborator bagi tersangka kasus suap di Proyek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Wisma Atlet SEA Games, diakses pada Tanggal 16 Desember 2016
Yang bersangkutan merupakan pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu sebagaimana dimaksud dalam SEMA ini dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya; b. Apabila pelapor tindak pidana dilaporkan pula oleh terlapor maka penanganan perkara atas laporan yang disampaikan oleh pelapor tindak pidana didahulukan dibanding laporan dari terlapor. 8 Mengutip dari H Winarta, Anggota
Whistleblower yakni sebagai berikut: a.
di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu (SEMA No 4/2011), pada angka 8(a dan b) ditegaskan beberapa pedoman untuk menentukan kriteria
(Justice Collaborators)
Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama
yang ditetapkan berdasarkan konvensi ini.
(whistle blower) suatu tindak pidana
“kekebalan dari penuntutan” bagi orang yang memberikan kerja sama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan
9 Dinyatakan dalam Surat Edaran
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul “Implementasi Whistle Blower Dalam Mengungkapkan Perkara Tindak Pidana Korupsi”. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut: a.
Whistleblower itu benar-benar
Husin, S.H.M.H. di Universitas Lampung, Pada Tanggal 14 Maret 2017 12 Komariah E Sapardjaja. Peran Whistleblower, dalam wawancara khusus di newsletter Komisi Hukum Nasional Vol.10
memudahkan pengungkapan tindak pidana korupsi, karena Whistleblower itu sendiri tidak lain adalah orang dalam didalam institusi di mana ditengerai telah terjadi praktik korupsi. Sebagai orang dalam, seorang Whistleblower merupakan orang yang memberikan informasi telah terjadi pidana korupsi dimana ia bekerja. Seorang Whistleblower ini bias merupakan orang yang sama 11 Hasil Wawancara dengan Prof, DR. Sanusi
12 Whistleblower berperan untuk
menerimannya, tidak sembarangan apa yang dilaporkan itu langsung diterima dan harus diuji dahulu.
Whistleblower harus hati-hati
didukung oleh fakta konkret, bukan semacam surat kaleng atau rumor saja. Penyidikan atau penuntut umum kalau ada laporan seorang
sebagaimana yang dikutip oleh peneliti, peran whistleblower sangat penting dan diperlukan dalam rangka proses pemberantasan tidak pidana korupsi. Namun demikian, asal bukan semacam suatu gosip bagi pengungkapan kasus korupsi maupun mafia peradilan. Yang dikatakan
Bagaimanakah implementasi
11 Menurut Komariah E. Sapardjaja
Whistleblower di tindak pidana dan sampai seberapa jauh kasusnya.
Menurut Sanusi selaku Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Lampung yang disebut Whistleblower adalah merupakan pembisik yang melapor bisa saja semua orang menjadi pelapor. Whistleblower sendiri merupakan kasus sosial kriminal Whistleblower sendiri hanya memberi informan saja tetapi yang menyelidiki adalah pihak kepolisian fenomena yang terjadi adalah kriminoligis kejahatan dilihat dari operasionalnya alat bantu menungkapkan kejahatan kasus
dalam mengungkapkan perkara tindak pidana korupsi? Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder data yang diperoleh langsung dari lapangan (data empiris) dan dari bahan-bahan pustaka. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, selanjutnya berdasarkan hasil analisis data kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode induktif
blower
dalam mengungkapkan perkara tindak pidana korupsi? b. Bagaimanakah bentuk perlindungan terhadap whistle
whistle blower
II. PEMBAHASAN A. Implementasi Whistle Blower Dalam Mengungkapkan Perkara Tindak Pidana Korupsi
tidak terlibat dalam perbuatan korupsi yang terjadi dalam bagian korupsi yang terjadi. Untuk bisa lepas dari tuntutan hukum adalah menjadi harapan bagi
Whistleblower
yang sekaligus juga sebagai pelaku tindak pidana, karena untuk dapat bebas dari tuntutan hukum, hampir tidak mungkin. Selain ketentuan Pasal 10 Ayat (2) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 191 Ayat (1) KUHAP menentukan bahwa jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemerikasaan di sidangkan pengadilan, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. Sementara Whistleblower yang juga sebagai pelaku tindak pidana diduga kuat telah melakukan kesalahan.dan karenanya sangat mudah untuk membuktikannya secara sah dan meyakinkan di Pengadilan. Yang memungkinkan baginya dalah lepas dari tuntutan hukum sebagimana terdapat dalam Pasal 191 Ayat (2) KUHAP yang menyebutkan bahwa jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepadanya terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Hanya saja untuk lepas dari tuntutan hukum juga sulit, karena Whistleblower yang juga sebagai pelaku tindak pidana yang diduga kuat telah melakukan kesalahan, tindakannya tidak termasuk dalam kerangka dasar penghapusan pidana.
Adapun kriteria seorang untuk menjadi Whistleblower tidak perlu ada, karena siapa saja yang benar- benar mengetahui adanya suatu permufakatan jahat, kemudian bila dia sungguh-sungguh memberikan laporan atau kesaksian kepada penegak hukum, maka orang itu wajib hukumnya untuk dilindungi Pengaturan Whistle Blower dalam undang-undang kalau sepanjang undang-undang yang mengatur
Whistle Blower yaitu undang-undang perlindungan saksi.
Peran saksi, baik saksi korban maupun saksi
Whistle Blower
, sangatlah dirasa penting untuk membuat sebuah putusan pengadilan yang objektif dan adil, jika mengacu pada rumusan saksi menurut Pasal 1 butir 26 KUHAP, disebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia lamai sendiri. Dari definisi tersebut maka saksi adalah juga korban dari suati peristiwa pidana itu sendiri. Sebuah proses peradilan pidana, peran saksi sangat penting untuk memperoleh kebenaran materiil. Hal ini tercermin dalam Pasal 184 KUHAP, dimana dalam Pasal tersebut secara implisit menggambarkan pentingnya keterangan saksi. Pasal 184 Ayat (1) KUHAP menempatkan keterangan saksi pada urutan pertama di atas alat bukti lain berupa keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa, yang dijadikan dasar oleh hakim untuk menyatakan seorang telah bersalah terhadap perbuatan yang di Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam pembuktian perkara pidana. Bisa dikatakan, bahwa tidak ada pembuktian perkara pidana yang tidak menyertakan alat bukti saksi atau paling tidak, walaupun alat bukti lain sudah memenuhi syarat untuk sahnya sebuah putusan masih dibutuhkan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi. Kewajiban untuk memberikan keterangan yang benar di muka persidangan tidak sebanding dengan perlindungan yang dimiliki oleh saksi dan korban. Padahal sangat mungkin dari keterangan yang sebenar- benarnya tersebut dapat merugikan kepentingan pihak-pihak lain, misalnya terdakwa. Selain itu, ada kemungkinan pihak-pihak yang akan dirugikan oleh keterangan saksi melakukan upaya-upaya agar saksi tidak dapat memberikan kesaksian, atau kalaupun saksi memberikan keterangan maka keterangan tersebut bukan keterangan sebenarnya.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi keterangan saksi dapat berupa teror, intimidasi maupun penyuapan terhadap para saksi, jika mengalami teror, intimidasi dan penyuapan, seorang saksi dapat saja memberikan keterangan yang tidak benar, bahkan yang lebih fatal lagi, seorang saksi bisa saja sama sekali tidak bersedia memberikan keterangan, jika keselamatan diri dan keluarganya terancam karena kesaksiannya. Bisa juga seorang saksi memberikan keterangan yang tidak benar, jika ia telah menerima sejumlah uang dari pihak terdakwa.
Berkenaan LPSK menerima permohonan saksi dan/atau korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, saksi dan/ atau korban menandatangani pernyataan kesedia- an mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan saksi dan korban. Pernyataan kesediaan mengikuti syarat dan ketentuan perlindungan saksi dan korban memuat: a.
Kesediaan saksi dan/atau korban untuk memberikan kesaksian dalam proses peradilan; b. Kesediaan saksi dan/atau korban untuk menaati atauran yang berkenaan dengan keselamatannya; c.
Kesediaan saksi dan /korban untuk tidak berhubungan dengan cara apapun dengan orang lain selain atas persetujuan LPSK, selama ini berada dalam perlindungan LPSK; d. Kewajiban saksi dan/atau korban untuk tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai keberadaannya dibawah perlindungan LPSK; e. Hal-hal lain dianggap perlu oleh
LPSK Seperti kasus di lampung sebagaimana dikutip oleh peneliti di media online kompas.com Karena melaporkan kasus gratifikasi yang melibatkan pejabat Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, delapan anggota dewan setempat mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Delapan anggota DPRD Tanggamus itu merupakan saksi kasus dugaan suap yang dilaporkan ke intimidasi, salah satunya dibuat tidak nyaman di kantornya sendiri. Bahkan ada yang terkena pergantian antar waktu (PAW) di internal partainya sendiri. Pelapor ada yang terancam dilaporkan balik atas kasus lainnya Ini membuat tidak nyaman para pelapor, sehingga dari
23 anggota dewan yang sebelumnya ramai-ramai melapor, kini tersisa 8 saksi yang bersedia memberikan keterangan. Jika korban tidak mendapat perlindungan secara fisik maupun pendampingan khawatir kasus ini akan terhenti di jalan. Di Lampung sendiri, menurut Eka Saptarini ada kasus korupsi yang kini sedang dalam penanganan Polda Lampung dan prosesnya masih berlangsung. Bahwa LPSK sendiri sudah berkoordinasi dengan Polda Lampung dan juga pemerintah setempat agar para saksi merasa nyaman dan bisa memberi keterangan dengan jelas," ujarnya lagi.
Bambang Kurniawan diduga memberikan sejumlah uang kepada anggota DPRD Tanggamus seusai pengesahan APBD tahun 2016 pada Desember 2015 lalu. Para anggota DPRD yang menerima uang pemberian Bambang itu ternyata melapor ke Mereka melapor telah menerima sejumlah uang dari bupati, lalu menyerahkan uang sebesar Rp 523 juta ke Direktorat Gratifikasi Menurut analisis peneliti bahwa tindakan anggota DPRD yang 13 Hasil Wawancara dengan Jaksa Eka terdakwa dalam kasus penyuapan anggota DPRD Tanggamus, kemudian Anggota DPRD Tanggamus tersebut yang menerima penyuapan melaporkan perbuatan Bambang Kurniawan tersebut kepada KPK dengan menyerahkan uang suap tersebut kepada KPK kemudian meminta perlindungan LPSK.
Saptarini di Kejaksaan Negeri Bandar
melakukan pelaporan kepada KPK terkait uang gratifikasi yang dilakukan oleh Bupati Tanggamus patut di apresiasi dikarenakan tidak semua orang yang memiliki keberanian untuk membongkar kasus kejahatan korupsi. Menurut analisis peneliti bahwa harus dibedakan antara whistle blower dan juga justice collaborator karena kedua hal tersebut adalah dua hal yang berbeda berkenaan dengan
whistle blower sendiri adalah orang
yang melaporkan adanya tindak pidana yang ia ketahui khususnya tindak pidana yang berbau extra
ordinary crime karena partisipasinya
tersebut whistle blower mendapat
reward berupa berupa perlindungan
dan keamanan tentunya setelah penegak hukum menilai apakah kesaksiannya tersebut bernilai atau tidak barulah setelah itu saksi tersebut dinaikan statusnya menjadi whistle
blower. Berbeda dengan justice collaborator adalah saksi yang
13 Sebelumnya, Bupati Tanggamus
merupakan bagian dari kejahatan tersebut yang karena inisiatifnya melaporkan tindak pidana yang dilakukan oleh kelompoknya tersebut hal tersebut tidak berbeda jauh dengan saksi mahkota.
Mengenai contohnya dapat dilihat dari kasus-kasus yang terjadi selama ini khususnya dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Nazarudin selaku sekertaris partai demokrat yang melaporkan rekannya kepada KPK kesaksian Nazarudin tersebut termasuk kualifikasi justice collaborator.
Mengenai contoh kesaksian whistle
blower hal tersebut bisa dilihat dari
B. Bentuk Perlindungan Terhadap
Whistle Blower dalam Mengungkapkan Perkara Tindak Pidana Korupsi
d.
Anggota DPRD tersebut merasa diteror setelah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan. Sekarang proses hukumnya sudah berjalan, bahkan Bupati sudah dinyatakan sebagai tersangka. Para pelapor tersebut diberikan perlindungan dan itu sudah berjalan. Jadi tidak ada masalah soal itu," ujar Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, di Gedung Menurut Abdul Haris Semendawai sebagaimana dikutip oleh peneliti di
Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas ketakuatan untuk menjadi saksi ataupun menjadi pelapor/pengungkap dugaan tindak pidana Whistle Blower dan mau bekerja sama dengan aparatur hukum untuk mengungkap kejahatan, memang bukan kekhawatiran ataupun ketakutan yang tidak beralasan. Bahwa seperti di kutip peneliti didalam media online yakni kompas.com dalam hal ini melihat bahaya menjadi whistleblower sesuai dengan kasus gratifikasi yang dilakukan oleh mantan Bupati Tanggamus ke sejumlah anggota DPRD. yakni Sejumlah anggota DPRD Tanggamus meminta perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
mendapat resiko hukum ditetapkan status hukumnya bahkan terdakwa, dilakukan upaya paksa penangkapan dan penahanan, dituntut dan diadili, dan divonis hukuman berikut ancaman denda dan ganti rugi yang beratnya seperti pelaku lain.
Blower akan
Whistle
berhadapan dengan kerumitan dan berbelit-belit rentetan proses hukum yang harus dilewati; b.
Blower akan
Whistle
Whistle Blower akan mendapat ancaman pembalasan phisik yang mengancam keselamatan jiwanya.
Para Whistle Blower akan dihabisi karier dan mata pencahariannya.
Berkenaan dengan prakteknya banyak
Jiwa keluarga Whistle Blower akan terancam keselamatannya c.
b.
Para Whistle Blower akan dimusuhi oleh rekan-rekannya sendiri.
Resiko Internal a.
dalam mengungkap fakta terkait tindak pidana korupsi karena sebagai berikut: I.
whistleblower
dari proses hukum karena jiwanya sangat terancam. Keadaan ini juga tentunya juga berlaku bagi
whistleblower yang memilih absen
dan intimidasi. Tidak sedikit
whistleblower rentan terhadap teror
II. Resiko Ekternal a.
14 Namun, saat ini pelapor berkurang menjadi 8 orang.
termasuk keluarganya sejak ditanda-tangani pernyataan kesediaan. Yang dimaksud dalam
Saptarini di Kejaksaan Negeri Bandar
Baru; Menurut Eka Saptarini selaku Jaksa Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban berkewajiban menyediakan sebuah kediaman baru yang khusus dimana tempat tersebut dirahasiakan keberadaannya oleh Lembaga Perlindungan saksi dan korban hanya diketahui oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dan apabila keberadaan saksi di tempat tersebut disebarluaskan maka orang 15 Hasil Wawancara dengan Jaksa Eka
2) Mendapatkan Tempat Kediaman
15
Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang ini diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) Tahun dan paling lama 3 (tiga) Tahun dan denda paling sedikit Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), dengan begitu saksi dapat memberikan keterangannya secara bebas di dalam atau selama proses persidangan tanpa harus takut ada ancaman dari luar. Dalam hal melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, lembaga perlindungan saksi dan korban dapat bekerja sama dengan instansi yang terkait dan berwenang.
pasal ini adalah bahwa apabila seseorang yang menyebabkan saksi dan korban yang memberikan kesaksian dalam sidang pengadilan dan dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dirugikan atau tidak mendapatkan hak-haknya secara penuh sebagaimana yang tercantum di dalam
berjumlah 13 orang.
Hal ini salah satunya karena adanya tekanan-tekanan yang dilakukan terhadap para pelapor."Bahkan ada upaya agar mereka ini di PAW (pergantian antar waktu). Kemudian, ada beberapa tindakan yang berusaha menyingkirkan peran mereka di DPRD," kata Haris.
memberikan sepenuhnya kepada
http://nasional.kompas.com/read/2016/10/0 5/14582891/jadi.saksi.kasus.suap.8.anggota.d
Menurut Eka Saptarini selaku Jaksa Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Lembaga perlindungan saksi dan/atau korban wajib 14
1) Perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang berkaitan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikan;
whistleblower sebagai berikut:
Menurut Menurut Eka Saptarini selaku Jaksa Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung adapun perlindungan yang akan diberikan
Menurut Abdul Haris Semendawai, anggota DPRD yang menjadi pelapor memiliki informasi penting yang harus disampaikan dalam proses pemeriksaan, baik dalam pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) maupun di pengadilan. "Untuk laporan ini, kami sudah berkoordinasi dengan terkait kasusnya, juga dengan kepolisian setempat," kata Haris. menetapkan Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan sebagai tersangka. Bambang diduga menyuap sejumlah anggota DPRD Kabupaten Tanggamus, terkait pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2016.
Whistleblower tersebut akan diancam dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) Tahun dan paling lama 7 (tujuh) Tahun dan denda paling sedikit sebanyak Rp. 80.000.000,- (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
16
3) Bebas dari pertanyaan yang menjerat;
Menurut Eka Saptarini selaku Jaksa Pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Dalam memeriksa saksi, Hakim, Penuntut Umum, Penasehat Umum atau terdakwa tidak boleh mengajukan pertanyaan yang menjerat atau yang bersifat yang mengarahkan saksi untuk memberikan jawaban tertentu. Pada prinsipnya saksi harus memberikan keterangan secara bebas di muka hakim (Pasal 166 KUHAP).
penuntut umum tidak boleh mengadakan tekanan yang bagaimanapun caranya, lebih-lebih di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Tekanan itu misalnya ancaman dan sebagainya yang menyebabkan terdakwa atau saksi menerangkan hal yang berlainan daripada hal yang dapat dianggap sebagai pernyataan pikirannya yang bebas. Melihat dari 3 point penting diatas pada dasarnya Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala 16 Hasil Wawancara dengan Jaksa Eka
Saptarini di Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Pada Tanggal 9 Maret 2017 17 Hasil Wawancara dengan Jaksa Eka Saptarini di Kejaksaan Negeri Bandar
peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseoranan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingak masyarakat.
Patut dicatat bahwa upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya yang diinginkan oleh manusia adalah ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar dari hukum yakni adanya kepastian hukum, kegunaan hukum serta keadilan hukum, meskipun pada umumnya dalam praktek ketiga nilai dasar tersebut bersitegang, namun haruslah diusahakan untuk ketiga nilai dasar tersebut bersamaan.
17 Dalam pemeriksaan penyidik atau
Menurut analisis penulis bahwa saksi yang menjadi whistleblower perlu mendapat perlindungan istimewa hal ini sangat wajar apabila saksi diberikan perlindungan secara maksimal bayangkan apabila saksi tersebut tidak mau membantu/bekerja-sama dengan baik kepada penegak hukum, kemungkinan penegak hukum akan mengalami kesulitan dalam hal mengungkap suatu tindak pidana, berkat keberanian saksi yang berpartisipasi inilah kerja-kerja penegak hukum menjadi terbantu. Penegak hukum dan saksi bagaikan dua buah sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan karena kedua- duanya tersebut memiliki keterkaitan dalam hal mencari kebenaran materiil. Apabila kepolisian mencari dan menemukan suatu peristiwa tindak pidana yang terjadi, saksi memberikan keterangan apa yang ia mengenai suatu peristiwa pidana yang terjadi.
III. PENUTUP
A. Simpulan 1.
Implementasi
whistle blower dalam
2. Bagi instansi yang berwenang yang terkait, diharapkan dapat meningkatkan upaya-upaya perlindungan hukum secara khusus terhadap whistleblower, sehingga dapat terealisasikan hak-haknya sampai proses pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi tersebut berakhir. Dan segera membentuk lembaga khusus yang menaungi disetiap daerah di Indonesia agar terakomodirnya perlindungan saksi dan korban tersebut.
Diharapkan kepada masyarakat yang mengetahui tindak pidana berkenaan dengan tindak pidana korupsi agar mau melaporkan dan menjadi saksi yang bekerjasama hal tersebut guna membantu aparat penegak hukum dalam memaksimalkan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi;
Saran 1.
mengungkapkan perkara tindak pidana korupsi Pertama, Perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang berkaitan dengan kesaksian diberikan, Kedua, Mendapatkan Tempat Kediaman Baru Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban berkewajiban menyediakan sebuah kediaman baru yang khusus dimana tempat tersebut dirahasiakan keberadaannya, dan Ketiga Bebas dari pertanyaan yang menjerat Dalam memeriksa saksi, Hakim, Penuntut Umum, Penasehat Umum atau terdakwa tidak boleh mengajukan pertanyaan yang menjerat atau yang bersifat yang mengarahkan saksi untuk memberikan jawaban tertentu. Dalam pemeriksaan penyidik atau penuntut umum tidak boleh mengadakan tekanan yang bagaimanapun caranya, lebih-lebih di dalam pemeriksaan di sidang pengadilan B.
atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya serta bebas dari ancaman yang berkaitan dengan kesaksian yang akan, sedang atau telah diberikan, Mendapatkan Tempat Kediaman Baru, dan Bebas dari pertanyaan yang menjerat;
whistle blower
whistleblower adalah Perlindungan
sudah ada tetapi masih berjalan seperti delapan anggota DPRD Tanggamus yang melapor kepada KPK terkait kasus gratifikasi yang dilakukan oleh Bupati Tanggamus dalam hal ini anggota DPRD tersebut mendapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dalam hal ini Penghargaan yang diterima oleh
whistlblower di Lampung sendiri
Dalam Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. hanya mengatur tentang perlindungan terhadap saksi dan korban, bukan terhadap pelapor. Terhadap contoh kasus
Whistleblower.
dalam mengungkapkan perkara tindak pidana korupsi yakni Di Indonesia sendiri belum ada pengaturan secara jelas mengenai
2. Bentuk perlindungan terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor
NO. HP : 085366137154
/10/05/14582891/jadi.saksi.kasu s.suap.8.anggota.dprd.tanggamu s.dapat.perlindungan.lpsk
Winarta, H. Anggota Governing Board Komisi Hukum Nasional fhw Wacana mengenai status justice collaborator bagi tersangka kasus suap di Proyek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Wisma Atlet SEA Games, diakses pada Tanggal 16 Desember 2016 http://nasional.kompas.com/read/2016
Whistleblower, dalam wawancara khusus di newsletter Komisi Hukum Nasional Vol.10 No.6 Tahun 2006.
Jakarta, Komariah E Sapardjaja. Peran
Persada, 1983 Denny Indrayana, Republika.co.id,
yang mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo
Firman Wijaya, Whistle Blower dan
Justice Collaborator, Dalam Perspektif Hukum, Cetakan
Menanggulangi Kehajatan di Indonesia”
Rahasia/Whistle Blower/ Justice Collaborator dan Penyadapan (Wiretapping, Electronic Interception ) dalam
Bandung, 1993 Mardjono Reksodiputro, “Pembocor
Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya,
Media, Jakarta, 2009 Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra,
Penegakan Hukum, Diedit
Penaku, Jakarta, 2012 Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan
Wacana Goverminyboard