ANALISIS KOMPARATIF PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI DALAM HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

  

ABSTRAK

ANALISIS KOMPARATIF PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI

DALAM HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

Oleh

Yosela Etikayani Nalamba, Firganefi, Rini Fathonah

  

Email :

Aborsi merupakan tindak pidana yang melanggar norma agama dan norma kesusilaan.

  

Masyarakat Indonesia mayoritas ialah umat muslim hukum yang berlaku di dalamnya

ialah hukum positif dan hukum Islam untuk umat muslim, sementara di Indonesia berlaku

hukum positif. Permasalahan adalah bagaimanakah perbandingan aborsi dalam hukum

pidana positif dengan hukum pidana Islam, dan bagaimanakah penerapan sanksi terhadap

tindak pidana aborsi dalam hukum pidana positif dan hukum pidana Islam. Metode

penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Hasil penelitian

dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa perbandingan tindak pidana aborsi dalam

hukum pidana positif dan hukum pidana Islam dapat dilihat dari pengaturan menurut

hukum pidana positif itu sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan Pasal 75, ketentuannya diatur dalam PP Nomor 61 Tahun 2014 Pasal

32 samapai Pasal 34, dan dalam KUHP Pasal 346 sampai dengan Pasal 349. Berdasarkan

syariat Islam aborsi diatur dalam Al-Quran surat Al-

  Isra’ ayat 31 dan Hadist

Muttafaq’alaih. Sanksi pidana dalam hukum positif yaitu pidana penjara 15 tahun dan

denda satu milyar rupiah Pasal 194 UU kesehatan dan Pasal 346 KUHP. Dalam hukum

Islam diancam hukuman had, yang telah ditentukan kualitasnya oleh Allah SWT dan

Rasulluloh SAW, hukumannya tidak mempunyai batas minimum dan maksimum.

Hukuman terhadap tindak pidana aborsi membayar denda sebesar 212,5 gram emas atau

uang senilai 212,5 gram emas, dapat diganti dengan berpuasa selama dua bulan berturut-

turut atau memberikan makan pada 60 orang miskin dan hukuman

  Tak’zir yang sanksi

yang ditentukan oleh hakim. Saran dalam penelitian ini adalah perlu adanya kerjasama

yang baik antara penegak hukum pihak kepolisian, kejaksaan, hakim dan tokoh agama

Islam untuk menindaklanjuti kasus aborsi ini. Pemerintah perlu mensosialisasikan kepada

masyarakat terutama bagi para wanita akan bahaya melakukan aborsi yang tidak sesuai

dengan standar kesehatan.

  Kata Kunci: Aborsi, Hukum Positif, Hukum Islam

  

ABSTRACT

COMPARATIVE ANALYSIS OF ARRANGEMENTS FOR ABORTION

CRIME IN POSITIVE CRIMINAL LAW AND ISLAMIC CRIMINAL

LAW

By

  

Yosela Etikayani Nalamba, Firganefi, Rini Fathonah

Email :

  Abortion is clearly a criminal act that violates the norms of religion and norms of decency. The majority of Indonesian societies are Muslims and the applicable law is positive law and Islamic law for Muslims. The problem is how the abortion ratio in the positive criminal law with Islamic criminal law, and how the application of sanctions against the abortion crime in a positive criminal law and Islamic criminal law. The method of this thesis arejuridicial and empirical juridicial.The Results of research and discussion can be concluded that the comparison of the abortion crime in a positive criminal law and Islamic criminal law can be seen from the arrangement in of thepositive criminal law itself by the government is classified as a criminal actthat refers to Law No. 36 of 2009 on Health Article 75, the provision is set out in Government Regulation No. 61 of 2014 article 32 to aticle 34, and Article 346 of the Criminal Code to Article 349. Based on Islamic law, abortion is regulated in the Quran surah Al-Isra verse 31 and Hadith Muttafaq'alaih. The criminal sanction in positive criminal law isnamely criminal penalty of 15 years in prison and a fine of one billion rupiah.In Islamic law, itis threatened had punishment, the quality punishment that has been determined by of Allah and Rasulluloh SAW, the punishment does not have the minimum and maximum limits.The punishment of the abortion crime has to pay a fine of 212.5 grams of gold or money worth 212.5 gramsof gold, if the doer is not able,it can be changed by fasting for two consecutive months or feed 60 poor people. Tak'zir sanctions and penalties are determined by the judges in accordance with the law.The suggestion in this research is need better cooperation between law enforcement by the police, prosecutors, judges and religious leaders to follow up on the case of abortion. The Government needs to disseminate to the public, especially for women of the dangers of abortion that does not comply with health standard.

  Keywords: Abortion, Positive Law, Islamic Law.

I. PENDAHULUAN

  Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai, karena dipicu oleh berbagai peristiwa yang mengguncang sendi- sendi kehidupan manusia. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh pemberi kehidupan tersebut.

1 Tindak pidana aborsi sering menjadi

  criminalis. Masih terdapat

  Naskah-Naskah Ilmiah Simposium Aborsi, Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1948, Hlm.10.

  digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana. Mayoritas penduduk Indonesia ialah beragama islam yang berlaku norma 3 Monopo Abas, Aborsi dan Kumpulan

  Provocatus Criminalis aborsi yang

  perdebatan dan pertentangan mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana, Undang- Undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah maupun peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Tindakan aborsi pada sejumlah kasus yang sering terjadi ialah Abortus

  Aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai abortus provocatus

  Berbicara mengenai aborsi tentunya kita bicara tentang kehidupan manusia karena aborsi erat kaitannya dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan wanita.

  berbagai bangsa sudah mengenal dan melakukan pengguguran kandungan dengan alasan mengurangi sumber daya manusia. Akan tetapi seiring berkembang nya zaman aborsi dilakukan dengan alasan yang tidak dibenarkan. Negara Indonesia sendiri menganggap aborsi ialah suatu kejahatan yang sangat tidak bermoral. Tindak pidana pengguguran kandungan sering ditemukan di masyarakat, namun yang diproses di tingkat Pengadilan hanya sedikit sekali, antara lain disebabkan sulitnya para penegak hukum dalam mengumpulkan bukti- bukti yang dapat menyeret pelaku aborsi ke pengadilan, karena aborsi tidak memberikan dampak yang nyata.

  3 Sejak berabad-abad yang silam

  menghendaki kehamilan tersebut.

  1 Charisdiono.M. Achadiat, Dinamika Etika Dan Hukum Kedokteran, Buku Kedokteran, Jakarta, 2007, hlm. 12. 2 Abdul Djamil, Psikolog Dalam Hukum, Jakarta: Amirco, 1984, hlm.118.

  juga pengguguran kandungan yang masuk ke peradaban manusia disebabkan karena manusia tidak

  perbincangan baik dalam forum resmi maupun tidak resmi yang menyangkut bidang kedokteran, hukum maupun disiplin ilmu lain. Aborsi merupakan fenomenal sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan. Keprihatinan itu bukan tanpa alasan, karena sejauh ini prilaku pengguguran kandungan banyak menimbulkan efek negatif baik untuk diri pelaku maupun pada masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena aborsi menyangkut norma moral serta hukum suatu kehidupan bangsa. Aborsi dipengaruhi oleh hukum formal dan nilai-nilai sosial, budaya, dan agama yang hidup dalam masyarakat.

2 Aborsi atau disebut

  agama di dalamnya. Islam sangat memperhatikan kelangsungan hidup manusia ketika berlatih lahir kedunia dan terus melangsungkan interaksi sosial dengan lingkungan sekitarnya. Disamping sebagai makhluk sosial, manusia juga memiliki karakteristik yang fundamental yakni sebagai makhluk religius dan monoteis, makhluk yang beragama dan percaya kepada ke Esaan Allah SWT.

4 Petunjuk Al-Quran dan hadist dapat

  juga dijadikan dasar dalam menyelesaikan berbagai problematika hukum yang terjadi di Negara yang mayoritas penduduk nya muslim ini.

  Sebagaimana telah disebutkan bahwa Indonesia ialah bangsa yang religius. Nilai-nilai dan aturan keagamaan kerap menjadi pertimbangan dalam memandang sesuatu, termasuk praktik aborsi. Lepas dari keragaman yang ada, nilai-nilai dan aturan hukum keislaman kerap dijadikan bahan pertimbangan. Maka dari itu perlu diketahui bagaimanakah pandangan Islam mengenai aborsi tersebut.

  Aborsi suatu perbuatan yang haram menurut hukum Islam, karena hukum Islam itu sendiri salah satu produk Tuhan yang berlaku dimanapun dan kapanpun. Menggugurkan janin sesudah peniupan roh pada janin hukumnya merusak wujud adalah tindakan kejahatan. Tindak pidana aborsi yang berakibat meninggalnya janin merupakan dosa besar, karena dari satu sisi janin dianggap sebagai makhluk manusia yang bernyawa. Adanya jaminan kelangsungan kehidupan agama di Indonesia, maka 4 Al- A’raf (7): 172. sebagai realitas dalam masyarakat adalah suatu hal yang perlu mendapat perhatian para penegak hukum dan pencipta tegaknya hukum dengan segala tujuannya. Sebagai kelanjutan dicantumkannya agama di dalam KUHP, maka kita akan melihat peranannya dalam kedudukannya sebagai sesuatu yang di junjung oleh hukum negara dalam memberikan formula hukum sebagai petunjuk dan jalan hidup masyarakat. Sejauh mana pula orang yang menodai agama itu dianggap sebagai musuh rakyat dan negara sehingga ia harus dipidana.

  5 Pandangan dari kedua hukum

  tersebut mengenai tindak pidana aborsi tidak selalu sama dalam peraturannya menimbulkan pro dan kontra dalam peraturan dari kedua hukum tersebut. Tindak pidana atas janin atau pengguguran kandungan terjadi apabila terdapat suatu perbuatan kejahatan yang mengakibatkan mati nya suatu janin atau terpisahnya janin dari ibunya. Tetapi untuk masing-masing perbuatan dan akibatnya ada hukumnya tersendiri dari kedua hukum tersebut, karena hukuman tergantung dengan perbuatan yang dilakukan.

  Akan tetapi telah diketahui bahwa di Negara Republik Indonesia yang menjadi dasar kehidupan hukumnya adalah Pancasila berlakunya hukum positif. Walaupun demikian seluruh hukum yang dibuat oleh negara atau pemerintah, tidak boleh bertentangan dengan hukum Tuhan. Hal ini adalah sebagai konsekuensi logis dari pada 5 Juhaya S. Praja, Ahmad Syihabuddin,

  Delik Agama Dalam Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: CV Angkasa, 2007, hlm.1. sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila, yang secara yuridis mengikat kepada rakyat dan pemerintah untuk mengamalkannya.

  Sebab usaha pemerintah untuk melindungi keutuhan hukum Tuhan yang telah digariskan dalam bentuk aturan-aturan yang diwahyukan melalui Rasul-Nya dalam bentuk yang kita kenal agama, maka kita dapat melihat jaminan untuk menjalankan agama sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 dan tertuang pula dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana Pasal 156,

  Pasal 176, Pasal 177 dan Pasal 156a KUHP UU. Pnps. No 1 Tahun 1965. Berdasarkan uraian diatas, maka Penulis memilih judul skipsi ini. Dalam skripsi yang akan dibahas, Penulis mengangkat sebuah judul yaitu “Analisis Komparatif Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Dalam Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam”. Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu : a.

  Bagaimanakah perbandingan pengaturan tindak pidana aborsi dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana Islam ? b. Bagaimanakah penerapan sanksi terhadap tindak pidana aborsi dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana Islam ?

  Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif adalah pendekatan masalah berdasarkan norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam. Data yang dipergunakan dalam penelitian bersumber pada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Yuridis empiris adalah menganalisis permasalahan yang dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum dengan data primer yang diperoleh di lapangan. Data yang telah di dapat kemudian dianalisis secara kualitatif.

  II. PEMBAHASAN A. Perbandingan Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Dalam Hukum Pidana Positif Indonesia Dan Hukum Pidana Islam

  Indonesia merupakan negara yang beragama, mayoritas masyarakatnya adalah muslim. Nilai-nilai dan aturan keagamaan kerap untuk dijadikan sebagai pertimbangan dalam memandang sesuatu di Indonesia walaupun pasti ada perbedaan- perbedaan pandangan di dalam masyarakatnya. Untuk itu penulis akan membandingkan antara hukum pidana positif dan hukum Pidana Islam. Yang mana sudah disebutkan bahwa masyarakat mayoritas memeluk agama muslim. Membandingkan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam bukanlah hal yang mudah, karena keduanya mempunyai konsep yang berbeda, namun dalam sisi lain terdapat pula persamaannya. Kesamaan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam dalam menetapkan tindak pidana dan hukumannya, yaitu dari segi tujuannya. Keduanya sama-sama bertujuan memelihara kepentingan dan ketentraman masyarakat serta menjamin kelangsungan hidupnya. Aborsi ini biasanya dilakukan karena adanya penyelewengan hal ini disebabkan banyaknya faktor yang memaksa pelaku dalam masyarakat untuk melakukan hal tersebut. Pelaku merasa tidak mempunyai pilihan lain yang lebih baik selain melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dan moral yaitu melakukan aborsi. Inilah faktor yang mempengaruhi wanita untuk melakukan aborsi : a.

  Kehamilan yang terjadi akibat hubungan diluar pernikahan.

  Pergaulan bebas dikalangan anak muda yang belum begitu mengenal arti pergaulan bebas yang aman, kesadaran yang amat rendah tentang kesehatan. Hamil di luar nikah jelas merupakan suatu aib bagi wanita yang bersangkutan, keluarganya maupun masyarakat pada umumnya. Masyarakat tidak menghendaki kehadiran anak haram seperti itu didunia. Akibat adanya tekanan psikis yang diderita wanita hamil maupun keluarganya, membuat mereka mengambil jalan pintas untuk menghilangkan penyebab aib tadi, yakni dengan cara menggugurkan kandungan.

  b.

  Faktor ekonomi, kondisi masyarakat yang miskin jasmani maupun rohani biasanya menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks. Karena terhimpit kemiskinan itulah mereka tidak sempat memperhatikan hal-hal lain dalam kehidupan mereka yang bersifat sekunder, kecuali kebutuhan utamanya mencari nafkah.

  Banyak pasangan usia subur miskin kurang memperhatikan masalah-masalah reproduksi. Mereka tidak menyadari kalau usia subur juga menimbulkan problem lain tanpa alat-alat bukti kontrasepsi. Kehamilan yang terjadi kemudian tidak diinginkan oleh pasangan yang bersangkutan dan diusahakan untuk digugurkan dengan alasan mereka sudah tidak mampu lagi membiayai seandainya anggota mereka bertambah banyak.

  c.

  Alasan belum mampu punya anak., banyak pasangan-pasangan muda yang tergesa-gesa menikah tanpa persiapan terlebih dahulu. Lahirnya anak tentu saja akan memperberat tanggung jawab orang tua yang masih kerepotan mengurusinya hidupnya sendiri. Jika terlanjur hamil dan betul- betul tidak ada persiapan untuk menyambut kelahiran sang anak, mereka dapat menempuh jalan pintas dengan cara menggugurkan kandungannya.

  d.

  Kehamilan akibat perkosaan.

  Perkosaan adalah pemaksaan hubungan (persetubuhan) seorang pria kepada seorang wanita. Konsekuensi logis dari adanya perkosaan adalah terjadinya kehamilan. Kehamilan pada korban ini oleh seorang wanita korban perkosaan yang bersangkutan maupun keluarganya jelas tidak diinginkan. Pada kasus seperti ini, selain trauma pada perkosaan itu sendiri, korban perkosaan juga mengalami trauma terhadap kehamilan yang tidak diinginkan.

  Maka pengaturan hukum tentang aborsi di Indonesia terdapat 2 (dua) aturan hukum yang mengaturnya, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Disahkannya Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menggantikan undang-undang kesehatan sebelumnya yaitu Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992, maka permasalahan aborsi memperoleh legitimasi dan penegasan.

  • –349). Islam juga mengharamkan apabila aborsi yang dilakukan terhadap kandungan yang usianya sudah lama, yang usianya sudah 120 hari. Melakukan aborsi bagi janin yang sudah berusia 120 hari. Karena diperkirakan bahwa janin sudah bernyawa, sudah mempunyai denyut nadi dan sudah berbentuk menyerupai manusia. Pembunuhan janin setelah ditiupkannya ruh dan usianya mencapai 120 hari dianggap sebagai tindakan kejahatan pembunuhan. Bedasarkan data yang diperoleh penulis menganalisis bahwa dapat dikatakan aborsi dalam hukum pidana positif merupakan suatu kejahatan. Dengan melihat Pasal 75 tampaklah bahwa dengan jelas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 melarang aborsi kecuali untuk jenis abortus provocatus medicalis yaitu aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan jiwa si ibu atau janinnya dan kehamilan yang disebabkan pemerkosaan yang menimbulkan trauma psikolog pada korban apabila dia tahu bahwa korban sedang hamil tanpa adanya seorang suami.

  Undang-undang kesehatan tersebut dengan jelas melarang aborsi kecuali indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang menyebabkan trauma pada korban, yang juga ditetapkan tentang kehamilan yang boleh di aborsi, sekaligus syarat-syarat yang harus dipenuhi, bagi yang tidak di memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 75 dan

  76 Undang-Undang Kesehatan maka dikenakan sanksi yang berat.

  Aborsi dalam konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah tindakan menggugurkan atau mematikan kandungan yang dilakukan dengan sengaja oleh seorang wanita atau orang yang disuruh melakukan itu. Wanita hamil dalam hal ini adalah wanita yang hamil atas kehendaknya ingin menggugurkan kandungannya, sedangkan tindakan yang menurut KUHP dapat disuruh untuk lakukan itu adalah tabib, bidan atau juru obat.

  KUHP mengatur berbagai kejahatan maupun pelanggaran, kejahatan yang diatur di dalam KUHP adalah masalah Abortus Criminalis . Ketentuan mengenai Abortus

  Criminalis dapat dilihat dalam Pasal

  299, Pasal 346 sampai dengan Pasal 349. Ketentuan mengenai aborsi dapat dilihat BAB XIX Buku ke II KUHP tentang kejahatan terhadap jiwa (khususnya Pasal 346

  Pasal 76 butir b bahwa yang berwenang melakukan aborsi adalah tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh Menteri. Undang-Undang Kesehatan tidak semua dokter boleh melakukan aborsi. Syarat lainnya disebutkan dalam butir e, yakni penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri. Aborsi yang diatur dalam KUHP

  Pasal 346 merupakan kejahatan terhadap nyawa. Dalam Pasal ini aborsi dilarang oleh hukum dan tidak ada pengecualian atau alasan apapun yang memperbolehkan aborsi tersebut dilakukan. Dalam Pasal 349 hukuman yang diberikan tidak hanya kepada wanita yang hamil saja yang ingin menggugurkan kandungannya tetapi juga diberikan pada pihak- pihak yang membantu dalam hal itu.

  Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor

  36 Tahun 2009 dikeluarkanlan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang menjelaskan bahwa aborsi tidak diperbolehkan begitu saja dilakukan. Peraturan Pemerintah ini mengatur aborsi yang dapat dilakukan karena indikasi kedaruratan medis dan korban pemerkosaan yang mengakibatkan trauma psikologi. Dalam keadaan tertentu aborsi dapat dilakukan dengan alasan yang terdapat dalam Pasal 32 sampai Pasal 34.

  Sedangkan dalam hukum pidana Islam aborsi itu perbuatan yang diharamkan. Dalam Al-Quran Surat Al-

  Isra’ melarang membunuh anak- anakmu karena takut miskin dan dengan alasan apapun. Islam tidak pernah menyulitkan setiap umat nya dengan itu dibuatlah pengaturan tentang aborsi oleh Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menghalalkan aborsi dengan adanya udzur. Tetapi dalam pengaturannya di Provinsi Aceh yang sudah menjalankan syariat Islam tetap saja menggunakan hukum positif karena di dalam Qanun Aceh aborsi belum diatur.

  Berdasarkan data yang diperoleh dapat dianalisis bahwa perbedaan dari keduanya, jika hukum pidana positif di dalam undang-undang memberikan pengecualian terhadap aborsi. Hukuman yang diberikan oleh hukum pidana positif mempunyai porsinya adanya batas minimum dan maksimum sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya yaitu berupa hukuman denda atau kurungan penjara.

  Sedangkan dalam hukum pidana Islam aborsi diharamkan dengan alasan apapun tidak ada pengecualian. Karena Allah SWT yang dapat mengambil jiwa-jiwa yang Dia kehendaki. Dalam hukumannya tidak mempunyai batas minimum atau maksimum. Hukuman yang diberikan menekankan pertanggungjawaban pelaku kepada Allah SWT. Khusus untuk kejahatan aborsi hukuman yang diberikan berupa hukuman denda.

  B. Penerapan Sanksi Terhadap Tindak Pidana Aborsi dalam Hukum Pidana Positif Indonesia dan Hukum Pidana Islam

  Pemidanaan merupakan pemberian nestapa atau penderitaan yang sengaja dikenakan kepada seorang yang melanggar ketentuan Undang- Undang tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan penderitaan, akan tetapi bertujuan agar orang tersebut merasa jera dan membuat pelanggar kembali hidup bermasyarakat sebagaimana layaknya. Sebelum proses pemberian nestapa diberikan peran hakim penting sekali karena dia yang menjatuhkan pidana kepada terdakwa dalam kasus tersebut. Pemidanaan dalam hukum pidana positif pada wanita atau pihak yang membantu melakukan abortus

  provokatus criminalis . Ketentuan

  pidana nya dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 194 mengandung umum dan prevensi khusus untuk menekan angka kejahatan aborsi kriminalis. Dengan merasakan ancaman pidana yang demikian beratnya itu, diharapkan para pelaku aborsi criminalis menjadi jera dan tidak mengulangi perbuatannya.

  Tindakan seperti ini disebut sebagai prevensi khusus, yaitu usaha pencegahannya agar pelaku abortus

  provocatus criminalis tidak lagi

  mengulangi perbuatannya. Prevensi umumnya berlaku bagi warga masyarakat karena mempertimbang- kan baik-baik sebelum melakukan aborsi dari pada terkena sanksi pidana yang amat berat tersebut. Prevensi umum dan prevensi khusus inilah yang diharapkan oleh para pembentuk undang-undang dapat menekan seminimal mungkin angka kejahatan aborsi provocatus di Indonesia.

  Selain sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang kesehatan, sanksi pidana bagi pelaku aborsi ilegal diatur pula dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 299 tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Pasal 346 sampai 349 tentang Kejahatan Terhadap Nyawa. Dalam Pasal-pasal tersebut yang dapat dihukum dalam kasus aborsi ialah pelaksanaan aborsi yang dilakukan oleh tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan hukuman maksimal

  4 tahun ditambah sepertiga dan bisa juga dicabut hak untuk berpraktik. Penghapusan sanksi aborsi yang diputuskan oleh hakim dengan aborsi yang dilakukan seorang wanita karena adanya alasan pembenar yaitu aborsi yang dilakukan karena pertimbangan medis atau karena darurat sehingga apa yang dilakukan oleh pelaku menjadi perbuatan yang patut dan benar, tetapi dalam menggurkan kandungan tersebut terlebih dulu konseling kepada pihak resmi yang telah ditunjuk oleh pemerintah dan harus ada izin dari pihak-pihak yang terkait.

  Alasan pemaaf yang menghapuskan kesalahan pelaku aborsi, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh wanita hamil dan seorang dokter yang membantu menggugurkan kandungan tetap bersifat melawan hukum dan tetap merupakan perbuatan pidana akan tetapi pelaku yang terlibat tidak dipidana dan tidak ada kesalahan. Karena aborsi yang dilakukan bersifat darurat dan telah memenuhi syarat. Bahwa aborsi yang legal untuk dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan yang menimbulkan sifat traumatik bagi korban. Namum, tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling sebagaimana disebut dalam Pasal 75 ayat (3) UU Kesehatan.

  6 Aborsi dalam hukum Islam termasuk

  kejatahan pembunuhan walaupun calon manusia tersebut masih berupa janin jika membunuh nya tetap saja 6 Hasil Wawancara dengan Sanusi Husin,

  Tanggal 22 Desember 2016, Pukul 11.38 WIB. bedosa. Tindak pidana aborsi dalam hukum Islam dikenakan jarimah

  Qishash yaitu pembalasan yang setimpal untuk pelaku tindak pidana.

  Khusus sanksi aborsi di denda berupa ghurrah dan lebih baik lagi kalau selain ghurrah juga membayar kaffarah.

  berakal (normal) yang sempurna fisiknya (tidak cacat). Ghurrah adalah denda yang wajib dibayarkan oleh pelaku penyebab gugurnya kandungan. Dan dibayarkan kepada ahli waris janin atau calon bayi tersebut kecuali ibunya (apabila pelaku aborsi adalah sang ibu). Karena saat ini tidak ada lagi budak, maka diganti dengan harta yang seharga budak yaitu 212,5 gram emas atau uang yang senilai 212,5 gram emas.

  Kaffarah adalah denda yang

  dikenakan pada pelaku dosa yang berupa sedekah, shalat atau lainnya. Khususnya untuk kaffarahnya pelaku aborsi jika tidak mampu membayar

  diyat maka dapat diganti dengan

  memerdekakan budak atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau memberi makan pada 60 orang miskin. Sanksi berupa diyat adalah denda yang berupa harta atau benda yang dikenakan kepada pelaku pembunuhan dan diberikan kepada korban atau ahli warisnya karena sebab terjadinya pembunuhan. Diyat ialah istilah lain dari hukuman atau denda. Sementara nilai dari denda atau hukuman itu tergantung dari kesalahan yang dilakukan. Sedangkan ghurrah adalah bentuk 7 Hasil Wawancara dengan Alamsyah, pada

  tanggal 15 Desember 2016 pukul 09.30 WIB.

  hukuman bagi pelaku pengguguran kandungan. Berdasarkan data diatas sanksi terhadap aborsi yang telah disebutkan tersebut bahwa sanksi yang diberikan pada pelaku tindak pidana aborsi dalam hukum pidana positif ialah berupa hukuman pidana penjara dan denda. Hukumannya berupa hukuman badan yang sifatnya memaksa dan seketika. Yang telah disebutkan dalam UU Kesehatan Pasal 194 dan dalam KUHP Pasal 299, Pasal 346 sampai 349. Sanksi yang di tentukan tersebut berlaku untuk pelaku aborsi yang ilegal, yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Reproduksi. Dalam hukum pidana positif adanya penghapusan pemberian sanksi aborsi oleh hakim, apabila ada alasan pembenar. Maka pelaku aborsi bisa bebas dari jerat hukuman. Tetapi dalam penghapusan sanksi tersebut hakim harus tau betul apakah dalam melakukan aborsi pelaku memang dalam keadaan yang disebutkan dalam PP Nomor 61 Tahun 2009 Pasal 31 tersebut. Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 194 sanksi pidananya dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.0000.000,- (satu miliar). Hukum pidana positif dengan pengaturan sanksi aborsi yang telah diatur sedemikian ini sudah sangat cukup baik pemberian hukumannya untuk pelaku aborsi yang dilakukan tidak sesuai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Sanksi pidana yang diberikan tidak saja untuk wanita yang menggugurkan kandungan tetapi

7 Ghurrah yaitu budak kecil yang

  juga orang yang membantu dalam melakukan kejahatan tersebut. Pemerintah harus lebih kuat dan pintar untuk memberantas tindak pidana aborsi tersebut yang telah melanggar norma-norma yang berlaku di Indonesia. Sedangkan sanksi pidana yang diberikan menurut hukum pidana Islam. Berupa denda diyat atau dapat diganti dengan denda kaffarah, di Provinsi Aceh yang sudah menjalankan hukum syariat Islam tetapi tindak pidana aborsi belum di atur dalam Qanun Aceh. Jadi sanksi yang diberikan untuk pelaku aborsi ditentukan oleh hakim mengikuti sanksi yang diberikan hukum pidana positif untuk pelaku aborsi. Dan sanksinya lebih menekankan pertanggungjawaban terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW. Melihat norma agama dan norma sosial yang berlaku di Indonesia kesadaran diri sendiri dan kepedulian masyarakatlah yang dapat membantu meminimalisirkan tindak kejahatan aborsi yang ilegal. Pemberian sanksi untuk pelaku aborsi diharapkan memberikan efek jera agar tidak ada lagi kasus aborsi yang terjadi.

  Kedua peraturan tersebut menurut penulis dalam pemberian sanksi untuk pelaku sudah cukup berat apalagi hukuman yang diberikan menurut hukum positif, sudah dapat dibilang cukup berat. Sedangkan dalam hukum Islam sanksi yang diberikan untuk pelaku aborsi berupa denda dan berpuasa berturut-turut dalam waktu dua bulan untuk hukuman didunia, jika hukuman di akhirat diserahkan pada Allah SWT yang telah menentukannya. Dalam penerapan hukum menurut syariat Islam sanksi yang diberikan mudah dijalankan tidak memakan biaya.

  Akan tetapi karena di dalam hukum Islam kejahatan aborsi belum diatur di Qanun Aceh secara khusus, maka sanksi yang diberikan mengikuti pengaturan menurut hukum positif yang sudah cukup berat dalam pemberian sanksi nya yang dikenakan jarimah Tak’zir.

  III. PENUTUP A. Simpulan

  Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Perbandingan pengaturan tindak pidana aborsi dalam hukum pidana positif Indonesia dan hukum pidana Islam ialah bahwa dilihat dari pengaturan menurut hukum pidana positif aborsi itu oleh pemerintah dikategorikan sebagai tindak pidana dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Peraturan Pemerintah Tentang Kesehatan Reproduksi. KUHP itu sendiri secara tegas menyebutkan aborsi merupakan pelanggaran hukum sebagaimana dimaksud Pasal 346 KUHP dan tidak ada terkecuali nya, sedangkan dalam Undang-Undang diatur dalam

  Pasal 75, dilihat dari segi hukum Islam aborsi dijelaskan dalam Al- Qur’an pada Surat An-Nisa’ ayat 93, surat Al- Isra’ ayat 31 , Hadist Muttafaq’alaih , dan Ijma’ yaitu Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005 mengatur tentang aborsi.

  2. Penerapan sanksi terhadap tindak pidana aborsi dalam hukum pidana positif Indonesia dan Hukum Pidana Islam ialah dari sisi hukum positif dalam ancaman pidana aborsi yang diberikan ialah pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda sebanyak-banyaknya Rp. 1.000.000.000,- Pasal 194 Undang-Undang Kesehatan Nomor

  36 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Reproduksi Pasal 32 dan Pasal

  34 yang memperbolehkan aborsi apabila dalam keadaan darurat dan ancaman pidana dalam KUHP

  Pasal 346 yaitu pidana penjara paling lama empat tahun. Sedangkan dalam hukum Islam aborsi dapat dikategorikan sebagai Kejahatan hudud adalah kejahatan yang diancam hukuman had, yaitu hukuman yang telah ditentukan kualitasnya oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW dengan demikian hukuman tersebut tidak mempunyai batas minimum dan maksimum, dan dikenakan Ghurrah yaitu membayar emas seberat 212,5 gram atau uang senilai 212,5 gram emas. Apabila tidak mampu untuk membayar Ghurrah dapat diganti yaitu pelaku aborsi dikenakan kaffarah dengan berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin. Tetapi di Provinsi aceh pelaku aborsi masih dikenakan sanksi mengikuti peraturan hukum positif yang ditentukan oleh hakim yang memutuskan menurut perundang-undangan yang disebut jarimah Tak’zir.

  B. Saran

  Berdasarkan kesimpulan di atas maka peneliti memberikan saran dan masukan, sebagai berikut : 1.

  Perlu adanya kerjasama yang baik antara penegak hukum yakni pihak kepolisian, kejaksaan, para hakim dan tokoh agama Islam untuk menindaklanjuti kasus aborsi ini tidak melihat siapa pelakunya tersebut harus tetap dihukum apabila ia melakukan kejahatan. Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim dapat diberlakukakan nya hukum Islam untuk umat muslim dengan tidak membuat perpecahan dalam pelaksanaannya. Masyarakat dapat sadar bahwa ada hukum Allah yang berlaku dimanapun itu, dan lembaga hukum di Indonesia agar lebih mempertegas peraturan- peraturan melalui perundang- undangan sehingga tindak pidana aborsi tidak disalahgunakan untuk kepentingan pihak tertentu.

  2. Pemerintah perlu mensosialisasikan dan memberikan masukan kepada masyarakat terutama bagi para wanita akan bahaya melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan standar kesehatan. Para tenaga ahli medis agar dapat selalu menjaga sumpah profesi dan tidak membuka tempat aborsi ilegal. . Masyarakat juga harus sadar dan takut bahwa adanya hukum yang berlaku berlaku di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

  Penelitian Hukum.

  Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

  Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Peraturan Pemerintah Nomor 61

  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  Agama Dalam Hukum Pidana di Indonesia. Bandung.

  Syihabuddin. 2007. Delik

  Jakarta. Praja, Juhaya S, dan Ahmad

  Abas, Monopo. 1948. Aborsi dan

  Kumpulan Naskah-Naskah Ilmiah Simposium Aborsi.

  Dinamika Etika Dan Hukum Kedokteran . Jakarta.

  M. Achadiat, Charisdiono. 2007.

  Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung.

  Bandung. Lamintang, P.A.F. 1997. Dasar-

  Hartono, Sunarjati. 1988. Kapita Selekta Perbandingan Hukum.

  Jakarta. Djamil, Abdul. 1984. Psikolog Dalam Hukum. Jakarta.

  Marzuki, Peter Mahmud. 2005.

Dokumen yang terkait

PROBABILITAS MEKANISME SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA WARIS DI PENGADILAN AGAMA PROBABILITY OF SMALL CLAIM COURT MECHANISM IN RESOLVING INHERITANCE DISPUTES IN RELIGIOUS COURT

0 0 18

PENYELESAIAN PERSELISIHAN INTERNAL PARTAI POLITIK SECARA MUFAKAT DAN DEMOKRATIS DISPUTE RESOLUTION OF INTERNAL POLITICAL PARTIES IN CONSENSUS AND DEMOCRATIC

0 0 12

PERANAN PERADILAN AGAMA DALAM MELINDUNGI HAK PEREMPUAN DAN ANAK MELALUI PUTUSAN YANG MEMIHAK DAN DAPAT DILAKSANAKAN THE ROLE OF RELIGIOUS COURT IN WOMEN AND CHILDREN RIGHTS PROTECTION THROUGH PARTIAL AND EXECUTABLE DECISION

0 0 22

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PIDANA REHABILITASI SEBAGAI IMPLEMENTASI PEMBAHARUAN PIDANA BAGI PENGGUNA NARKOTIKA (Studi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang) Oleh Agung Senna Ferrari, Mahasiswa Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung

0 0 10

ANALISIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU RESIDIVIS TINDAK PIDANA PENYEBARAN PORNOGRAFI (Studi Putusan Nomor: 604/Pid.B/2014/PN.TJK)

0 0 11

ALASAN PENGHAPUS PIDANA DENSUS 88 ANTI TEROR MABES POLRI TERKAIT DENGAN TEMBAK DI TEMPAT TERDUGA TERORIS

0 0 11

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN SEBAGAI PENYEBAB MATINYA PELAKU AMUK MASSA (Study Perkara Nomor 166Pid.2012PN TK) (Jurnal Ilmiah) TIRTA ARI N

0 0 11

IMPLEMENTASI KONSEP HUKUM PROGRESIF DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN DI INDONESIA

0 1 14

ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN PENGANIAYAAN YANG DI LAKUKAN OLEH PENAGIH HUTANG (DEBT COLLECTOR) (Studi Wilayah Hukum Bandar Lampung)

0 0 14

UPAYA PENANGGULANGAN KEPOLISIAN RESOR TULANG BAWANG TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA YANG MENYEBABKAN KEMATIAN (STUDI LAPORAN POLISI NO. STPL/34/2016/SIAGA

0 0 12