Makalah Bencana Alam Tanah Longsor

MAKALAH KELOMPOK KEBENCANAAN

TANAH LONGSOR
Dosen Pengampu: Drs. Agus Sudarsono, M. Pd & Satriyo Wibowo, S. Pd

Kelompok 4:

1. Winda Estri Dwi Jayanti

(14416241012)

2. Danang Ade Agustinova

(14416241023)

3. Indah Susanti

(14416241037)

4. Attin Matsna Ulin Nur


(14416241041)

5. Puput Wiji Astuti

(14416241042)

PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
0

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses geologi yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun dari luar bumi
(eksogen) dapat menimbulkan bahaya bahkan bencana bagi manusia. Bencana-bencana
tersebut diantaranya merupakan tanah longsor. Tanah longsor merupakan satu peristiwa
dikarenakan adanya gerakan tanah. Dampak dari bencana-bencana tersebut dapat

menimbulkan berbagai kerugian dan dampak bagi aktivitas manusia di berbagai wilayah
muka bumi.
Di banyak negara-negara di dunia yang daerahnya bergunung-gunung atau berbukitbukit seperti di Indonesia, Jepang, Norwegia, Swiss, Yugoslavia dan lain-lainnya, longsoran
sering terjadi dan merupakan problem yang serius yang harus ditangani. Di Indonesia,
semenjak tahun 2000 banyak tempat di daerah yang berbukit-bukit mengalami longsoran,
terutama pada musim hujan (Hardiyatmo, 2006: 1).
Tanah longsor yang terjadi perlu diperhatikan oleh masyarakat luas terlebih lagi
tentang dampak yang dapat ditimbulkan, usaha mencegah bencana tanah longsor dan mitigasi
bencana tanah longsor. Tanah longsor dapat memakan korban jiwa yang banyak dan proses
evakuasi yang berjalan dengan lama. Bencana tersebut menganggu aktvitas manusia dan
menimbulkan banyak kerugian bagi manusia. Kejadian tanah longsor perlu diwaspadai
mengingat Indonesia merupakan wilayah yang memiliki rawan longsor dan berbagai bencana
lainnya. Masyarakat luas perlu mewaspadai adanya bahaya longsor dengan terus
memperhatikan keseimbangan alam dan menjaga alam supaya bahaya bencana tersebut tidak
terjadi.
Berdasarkan catatan, bencana geologi yang terjadi di berbagai belahan dunia
meningkat secara tajam, baik dalam tingkat dan skala kejadiannya dan berdasarkan statistik
jumlah korban jiwa dan harta benda juga meningkat. Ketidakpastian dalam menghadapi
bencana, pencegahan dan mitigasi bencana merupakan isu-isu yang sangat penting pada saat
ini. (Djauhari, 2006: 105).

1

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tanah longsor?
2. Bagaimana proses terjadinya tanah longsor?
3. Apa penyebab terjadinya tanah longsor?
4. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor?
5. Bagaimana pemetaan daerah rawan longsor di Indonesia?
6. Bagaimana usaha menanggulangi tanah longsor?
7. Bagaimana mitigasi bencana tanah longsor?

C. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan tanah longsor
2. Mengetahui proses terjadinya tanah longsor
3. Mengetahui penyebab terjadinya tanah longsor
4. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor
5. Mengetahui pemetaan daerah rawan longsor di Indonesia
6. Mengetahui usaha-usaha menanggulangi tanah longsor
7. Mengetahui mitigasi bencana tanah longsor


2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor (landslide)
merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis
basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi dan kadang-kadang
getaran atau gempa juga menyokong terjadinya tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah
longsor terjadi akibat adanya reruntuhan geser disepanjang bidang longsor yang merupakan
batas bergeraknya massa tanah atau batuan (Hardiyatmo, 2006: 2).
Gerakan tanah adalah proses perpindahan suatu masa batuan/tanah akibat gaya gravitasi.
Gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa tanah/batuan dan secara umum
diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gaya
berat (Noor, 2006: 106).
Adanya gerakan tanah disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah adalah daya ikat (kohesi)
tanah/batuan yanglemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan
bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk masa

yang lebih besar. Lemahnya daya ikat/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas)
dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa
tanah/batuan tersebut.
Sedangkan faktor eksternal yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah terdiri dari
berbagai sebab yang kompleks seperti sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban
tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan dan pola pengolahan lahan, pengikisan
oleh aliran air, ulah manusia seperti penggalian dan sebagainya.

3

B. Poses Terjadinya Tanah Longsor
Arsyad (1989) mengemukakan bahwa longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu
volume tanah diatas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah
liat (mengandung kadar tanah liat) seteluh jenuh air akan bertindak sebagai peluncur lonsoran
akan terjadi jika terpenuhi 3 keadaan berikut:
a. Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur
kebawah
b. Aadanya lapisan dibawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang akan
menjadi bidang luncur dan
c. Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah tepat diatas kedap air tersebut

menjadi jenuh
Lapisan kedap air dapat berupa tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi, atau
dapat juga berupa lapisan batuan, seperti Napal liat (slay shale) (Arsyad dalam Suripin,
2011:39).
C. Jenis-jenis Tanah Longsor
Gerakan massa (mass movement) merupakan gerakan massa tanah yang besar di sepanjang
bidang longsor kritisnya. Gerakan massa ini bergerak ke bawah material pembentuk lereng
berupa tanah, batu, timbunan buatan atau campuran dari material lain.
Menurut Cruden dan Varnes (1992) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:15), karakteristik
gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam antara lain;
a. Jatuhan (falls)
b. Robohan (topples)
c. Longsoran (slides)
d. Sebaran (spreads)
e. Aliran (flows)

4

Gambar 1
Jenis-jenis Gerakan Massa

a. Jatuhan (falls)
Jatuhan (falls) merupakan gerakan jatuh material pembentuk lereng (tanah atau batuan)
di udara dengan tanpa adanya interaksi antara bagian-bagian material yang longsor. Jatuhan
terjadi tanpa adanya bidang longsor dan banyak terjadi pada lereng terjal atau tegak yang
terdiri dari batuan yang mempunyai bidang-bidang menerus (diskontinuitas). Jatuhan pada
tanah biasanya terjadi apabila material mudah tererosi terletak di atas tanah yang lebih tahan
erosi, contohnya di lapisan pasir bersih atau danau berada di atas lapisan lempung.
Jatuhan merupakan satu dari mekanisme erosi utama dari lempung overconsolidated
tinggi (heavily overconsolidated). Longsoran pada lempung terjadi apabila air hujan mengisi
retakan di puncak dari lereng terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh retakan yang dangkal
runtuhnya ke depan.
Jatuhan batuan dapat terjadi pada semua jenis batuan dan umumnya terjadi akibat oleh
pelapukan, perubahan temperatur, tekanan air atau penggalian bagain bawah lereng. Di
5

daerah Tempel, Sleman, Yogyakarta terdapat lereng batuan terjal yang retak dengan lebar
retakannya secara berangsur-angsur bertambah oleh akibat getaran yang ditimbulkan oleh
aliran debris Kali Krasak, ketika terjadi banjir.

b. Robohan (topples)

Robohan (topples) merupakan gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng
batuan yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidakmenerusan
yang relatif vertikal. Tipe gerakan hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan batuan
longsor merupakan mengguling hingga roboh yang berakibat batuan lepas dari permukaan
lerengnya. Faktor utama yang menyebabkan robohan yaitu air yang mengisi retakan.
6

c. Longsoran (slides)
Longsoran (slidses) merupakan gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan
oleh terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa tanah
yang bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah. Perpindahan Material total sebelum
longsoran bergantung pada besarnya regangan untuk mencapai kuat geser puncaknya dan
pada tebal zona longsornya. Perpindahan total lebih kecil pada lempeng kaku
overconsolidated. Zaruba dan Menci (1969) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:19), dari
pengamatan di lapangan menyimpulkan bahwa tanah-tanah lempeng kaku dapat mengalami
perpindahan geser (shear displacement) sampai mencapai 2,5% dari tebal zona longsor.
Untuk serpih kaku (stiff shales) perpindahan geser dapat mencapai sekitar 0,8%
Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan dalam dua jenis antara
lain:
1) Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran rotasional (rotational

slides)
Longsoran rotasional mempunyai bidang longsor melengkung ke atas, dan sering
terjadi pada massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni
terjadi pada material yang relatif homogen seperti timbunan buatan (tanggul).
Longsoran rotasional dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Penggelinciran (slips)
Penggelinciran (slips) terjadi dalam serpih (shale) lempung lunak, umumnya
mendekati lingkaran dan massa tanah yang longsor bergerak bersama dalam satu
kesatuan di sepanjang bidang longsor atau bidang gelincir yang relatif tipis.
(Patterson, 1961; Hultin, 1961) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:22). Pada longsoran
rotasional umumnya mendekati tegak, khususnya pada tanah-tanah berbutir halus
berlapis. Bagian ini tidak dapat dapat berdiri terlalu lama tanpa penyangga, dan
longsoran baru dari bagian ini bisa saja terjadi. Selain itu, air yang terperangkap
dalam massa tanah longsor yang miring ke belakang dapat memicu longsoran
tambahan ketika keestabilan lereng menurun.
2. Longsoran rotasioanal berlipat (multiple rotational slides)
7

Longsoran rotasioanal berlipat (multiple rotational slides)dipicu oleh longsoran awal
yang bersifat lokal. Longsoran ini berkembang secara bertahap dan menyebar ke

belakang di sepanjang permukaan bidan longsor.
3. Longsoran berurutan (succesive slides)
Longsoran berurutan (succesive slides) merupakan deretan dari sejumlah longsoran
rotasional

dangkal

yang

terjadi

secara

berurutan

pada

lereng

lempung


overconsolidated retak-retak. Pengamatan longsoran di Jepang oleh Fukuoka (1953)
menunjukkan bahwa longsoran semacam ini terjadii diawali dari lereng bagian bawah
kemudian menyebar ke atas.
2) Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional (translational
slides)

Longsoran translasional dan rotasional
Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional (translational
slides) merupakan gerakan di sepanjang diskontunuitas atau bidang lemah yang secara
pendekatan sejajar dengan permukaan lereng sehingga gerakan tanah secara translasi.
Dalam tanah lempung translasi di sepanjang lapisan tipis pasir atau lanau, khususnya bila
bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng yang ada. Longsoran translasi lempung
8

mengadung lapisan pasir atau lanau dapat disebabkan oleh tekanan air berpori yang tinggi
dalam pasir atau lanau tersebut.

Longsoran translasional dapat dibedakan menjadi tiga antara lain:
a) Longsoran blok tranlasional (translational block slides)
Longsoran blok tranlasional terjadi pada material keras (batu) di sepanjang kekar
(joint), bidang dasar (bedding plane) atau patahan (faults) yang posisinya sangat
miring tajam. Longsoran ini banyak terjadi pada lapisan batuan dengan bidang
longsor yang bisa diprediksi sebelumnya. Longsoran ini sering dipicu oleh penggalian
lereng bagian bawah dan terjadi jika kemiringan lereng melampaui sudut gesek dalam
massa batuan di sepanjang bidang longsor. Longsoran terjadi terutama dalam zona
dimana lempung terpecah-pecah dan dimana retakan yang berpotensi menyebabkan
longsor secara pendekatan merupakan bidang rata.
b) Longsoran pelat (slab)
Longsoran pelat (slab) terjadi terutama dalam lereng lempung lapuk atau lereng
debris dangkal yang terletak pada lapisan batu. Longsoran pelat terjadi pada lereng
yan terjal terdiri dari tanah residual, sesudah hujan lebat.
c) Longsoran translasional berlipat (multiple translasional slides)
Longsoran translasional berlipat (multiple translasional slides) dipicu oleh longsoran
pelat, kemudian menyebar ke atas secara bertahap ketika tanah di bagian belakang
scarp di puncak longsoran melunak oleh air hujan. Air hujan ini mengisi retakan di
atas scarp. Longsoran susulan biasanya terjadi setelah hujan lebat.
d) Sebaran lateral (spreading failurse)
Longsoran translasional mundur (retrogressive translational slides) merupakan
longsoran tipe sebaran. Dalam keruntuhan ini, kejadiannya berkembang sangat cepat,
terjadi pada lereng yang tidak begitu miring atau datar. Keruntuhan ini terjadi pada
lempung verved (berlapis-lapis) dimana tekanan air pori sangat tinggi berkembang
pada lapisan tipis pasir atau lanau yang tersisip di dalam lempung. Hasil dari gerakan
lateral menyebabkan material yang berada diatasnya remuk yang beberapa hal dapat
mengakibatkan aliran lanau (mudflows).
9

d. Sebaran (spread)
Sebaran yang termasuk longsoran translasional disebut sebaran lateral (lateral spreading)
merupakan kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa batuan terpecahpecah ke dalam material lunak di bawahnya (Cruden dan Varnes, 1992 dalam (Hary C
Hardiyatmo, 2006:27). Longsoran tipe sebaran lateral terjadi pada saat hujan lebat di Algeria,
berupa blok-blok batu gamping (limestone) yang melesak ke dalam lapisan marl yang
berbeda di bawahnya. Lapisan marl ini menjadi lemah oleh pengaruh pelapukan (Drouhin et
al, 1948 dalam Hary C Hardiyatmo, 2006:27)
e. Aliran (flows)
Aliran (flows) merupakan gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir
seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit. Material yang
terbawa oleh aliran dapat terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termasuk batu-batu
besar), kayu-kayuan, rating dan lain-lain.
Beberapa istilah untuk membedakan tipe-tipe aliran yaitu;
1) Aliran tanah (earth flow)
Aliran tanah (earth flow) sering terjadi pada tanah-tanah berlampung dan berlanau
sehabis hujan lebat. Keruntuhan disebabkan oleh kenaikan berangsur-angsur tekanan air
berpori dan turunnya kuat geser tanah. Kecepatan gerakan aliran bervariasi dari lambat
sampai tinggi, bergantung pada kemiringan lereng dan kadar air tanah.
2) Aliran lumpur/lanau (mud flow)
Aliran lumpur/lanau (mud flow) dapat tejadi pada daerah dengan kemiringan antara 5
sampai 150. Aliran lanau sering terjadi pada lempung retak-retak atau lempung padat
yang berada diantara lapisan-lapisan pasir halus yang bertekanan air pori tinggi. Aliran
lanau disebabkan oleh erosi dalam lapisan pasir. Aliran lanau juga dapat terjadi pada
lempung yang mengandung lensa-lensa pasir atau lanau. Tekanan air pori tinggi dapat
berkembang dalam lensa-lensa tersebut saat hujan lebat, yang berakibat terjadinya aliran
lanau, dimana massa tanah terpecah-pecah menjadi campuran pasir, lanau dan bongkahan
lempung.
10

3) Aliran debris (debris flow)
Aliran debris (debris flow) merupakan aliran yang terjadi pada material berbutir kasar.
Kejadian ini sering terjadi pada lereng di daerah kering dimana tumbuh-tumbuhan sangat
jarang atau di daerah lereng yang permukaannya tidak ada tumbuhannya telah ditebangi.
Aliran debris terjadi pada saat hujan lebat atau anjir yang tiba-tiba yaitu bentuk aliran
yang panjang dan sempit. Kecepatan aliran debris mulai dari rendah sampai sangat tinggi
dan biasanya material yang terbawa menjadi remuk ketika bergerak turun ke bawah
lereng. Aliran debris menyebabkan kerusakan luar biasa dan banyak memakan korban
manusia. Frekuensi terjadinya aliran debris akan bertambah akibat dari perkembangan
penduduk, kerusakan hutan dan praktik-praktik pembukaan lahan yang buruk.
4) Aliran longsoran (flow slide)
Aliran longsoran (flow slide) merupakan gerakan material pembentuk lereng akibat
liquefaction pada lapisan pasir halus atau lanau yang tidak padat dan umumnya terjadi
pada daerah lereng bagian bawah. Longsoran ini terjadi dengan kecepatan mencapi 50
sampai 100m/jam (Andersen dan Bjerrum, 1968 dalam Hary C Hardiyatmo, 2006:34).
Longsoran dengan kecepatan tersebut diakibatkan oleh adanya kelebihan tekanan air pori
yang berkembang saat tanah bergerak selama longsor juga getaran akibat dari gempa atau
sumber getaran lain.

D. Penyebab terjadinya tanah longsor
Faktor penyebab terjadinya tanah longsor secara umum ditandai dengan munculnya
retakan-retakan dilerang yang sejajar dengan arah tebing. Tanah longsor biasanya terjadi
setelah hujan, karena banyak muncul mata air baru secara tiba-tiba, tebing menjadi rapuh,
dan banyak kerikil yang mulai berjatuhan. Disamping faktor penyebab secara umum tersebut,
faktor-faktor lainnya yaitu :
1. Lereng terjal
Lereng yang terjal terbentuk karena adanya pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan
angin. Lereng yang terjal akan memperbesar gaya pendorong, sehingga apabila sudut
lereng tersebut mencapai 180o maka akan sangat rawan terjadi longsor.
11

2. Tanah yang Kurang Padat dan Tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah jenis tanah lempung dan tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 meter. Jenis tanah tersebut memiliki potensi untuk terjadinta
tanah longsor, apabila terjadi hujan. Disamping itu, tanah ini sangat rentan terhadap
pergerakan tanah karena lembek terkena air dan pecah akibat terkena panas.
3. Batuan yang Kurang Kuat
Batuan yang kurang kuat sangat rentan terhadap tanah longsor, apabila terdapat pada
daerah yang memiliki lereng sangat terjal.
4. Jenis Tata Lahan
Jenis tata lahan yang sering terjadi longsor yaitu di daerah persawahan, perladangan, dan
adanya genangan air di lereng yang terjal. Di daerah persawahan akarnya kurang kuat
untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh terhadap air
sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan di daerah perladangan, penyebab longsor
adalah akar pohon tidak mampu menembus bidang longsoran yang dalam dan biasanya
terjadi di daerah longsoran yang lama.
5. Getaran
Getaran diakibatkan karena adanya gempa bumi, gunung meletus, getaran mesin, dan
getaran lalu lintas kendaraan.
6. Surutnya Muka Air Danau
Akibat adanya susutan muka air yang sangat cepat di danau, maka dapat menyebabkan
gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringannya 220o sehingga mudah
terjadi longsor dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
7. Adanya Beban Tambahan
Akibat adanya beban tambahan, seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan,
maka akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di daerah tikungan
jalan di daerah lembah. Akibatnya aka nada penurunan tanah dan retakan yang arahnya
ke lembah.
8. Pengikisan (Erosi)

12

Pengikisan banyak terjadi di aliran sungai yang menuju tebing dank arena adanya
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, sehingga mengakibatkan tebing menjadi
terjal.
9. Adanya Material Timbunan Pada Tebing
Dalam memperluas dan mengembangkan lahan permukiman, umumnya dilakukan
pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut
belum menjadi sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Dengan demikian,
apabila terjadi hujan maka akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan
retakan tanah.
10. Longsoran Lama
Longsoran lama pada umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material
gunung api pada lereng yang relative terjal atau pada saat dan sesudah terjadi patahan
kulit bumi.
11. Adanya Bidang Diskontinuitas (Bidang Tidak Sinambung)
Bidang-bidang yang tidak berkesinambungan tersebut merupakan bidang-bidang lemah
dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.
12. Penggundulan Hutan
Tanah longsor terjadi akibat adanya penggundulan hutan, karena pengikatan air tanah
sangat kurang.
13. Daerah Pembuangan Sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah yang
banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran air hujan.

E. Dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor
1. Dampak Positif :
a. Ketika terjadi bencana seperti tanah longsor ini bisa meningkatkan kesadaran diri
supaya tidak terjadi lagi penebangan hutan dan memperluas lahan.
b. Meningkatkan kepedulian terhadap korban bencana dan kepedulian terhadap sesama
secara umumnya.
13

c. Menjadikan sikap waspada dan siaga bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang
rawan tehadap tanah longsor.
d. Bisa menjadikan motivasi dan penelitian oleh para ahli geologi apa yang bisa
menyebabkan tanah longsor terjadi.
2. Dampak Negatif :
a. Mengakibatkan rumah-rumah masyarakat yang tinggal di area tanah longsor
kehilangan tempat tinggal.
b. Mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
c. Memutus jalur transportasi ketika tanah longsor menimbun jalanan utama.
d. Mengakibatkan perekonomian tersendat di daerah yang terjadi tanah longsor.
e. Kerugian bagi Negara karena infrastuktur yang tertimbun oleh tanah longsor

F. Pemetaan daerah rawan longsor di Indonesia

14

Sumber: BNPB

Sumber: BNPB

15

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sebanyak 275 kabupaten/kota rawan
longsor pada tahun ini. BNPB telah membagikan peta zonasi daerah rawan bencana kepada
pemerintah daerah. Zonasi itu terbagi menjadi tiga, warna hijau potensi longsor rendah, warna
oranye potensi longsor sedang, dan warna merah potensi longsor tinggi.
Lokasi-lokasi longsor di Banjarnegara, Purworejo, dan Kebumen, semua di zona oranye
dan merah. Artinya, longsor yang terjadi memang di daerah rawan sedang dan rawan tinggi
longsor. BNPB mencatat 17,2 persen penduduk Indonesia tinggal di kawasan longsor. Dari
jumlah tersebut, 4,3 juta adalah balita dan 3,2 juta lainnya adalah lansia serta 322 ribu
penyandang cacat.
Longsor jenis bencana paling mematikan selama 2014-2016 berdasarkan pernyataan Ketua
Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo
Purwo Nugroho. Data selama 2016, terdapat 487 kejadian longsor yang menyebabkan 161 orang
tewas, 88 orang luka, 38.092 pengungsi, serta ribuan rumah rusak. Peristiwa tanah longsor
terbesar yang pernah ada terjadi di banjarnegara, terdapat 300 orang di lokasi kejadian. Korban
selamat

sebanyak

200

orang,

sisanya

sekitar

100

orang

tertimbun.

(Sumber

:http://www.bbc.com/Indonesia).

16

Sumber: BNPB

G. Usaha-usaha menanggulangi tanah longsor
1. Strategi penanggulangan bencana longsor sebagai berikut:
a.

Mengenali daerah yang rawan terjadinya tanah longsor. Terutama di sekitar lereng yang
curam.

b.

Jangan Bangun Pemukiman atau fasilitas di daerah yang rawan bencana terutama
bencana tanah longsor

c.

Menjaga Drainase Fungsi drainase adalah untuk menjauhkan air dari lereng, menghidari
air meresap ke dalam lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar lereng. Jadi
drainase harus dijaga agar jangan sampai tersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah

d.

Membuat terasering dengan sistem drainase yang tepat. drainase pada teras - teras dijaga
jangan sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah

e.

Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang
tepat. Hal ini untuk bisa menahan air sehingga bencana tanah longsor bisa di minimalisir.

f.

Jika ingin mendirikan bangunan, gunakan fondasi yang kuat. sehingga akan kokoh saat
terjadi bencana

g.

Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat kedalam tanah.

h.

Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).

2. Upaya yang dapat dilakukan dalm penanggulangan bahaya longsor (Nandi, 2007) adalah
sebagai berikut:
a. Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat
permukiman
b. Buatlah terasering
c. Segera menutup retakan dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah memalui
retakan .
d. Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.
e. Jangan menebang pohon di lereng.
17

f. Jangan membangun rumah di bawah tebing.
g. Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yag terjal.
h. Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak.
i. Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi.
3. Tindakan-tindakan praktis dalam pengelolaan tanah yang baik dalam menunjang Usaha
Konservasi (A.G Kartasapoetra, 2005: 120-121)
a. Berdaya upaya agar permukaan tanah tetap tertutupi tanaman-tanaman pelindungnya
sehingga kandungan bahan organiknya dapat dipertahankan atau tidak terangkut bersama
aliran air permukaan (run off).
b. Segala tindakan atau perlakuan dalam melakukan pengelolaan tanah (seperti membajak,
menggaru, menyiapkan bedengan pembibitan, membuat larikan-larikan bagi pertanaman)
harus sejajar dengan garis kontur , searah dengan garis itu atau menyilang lahan, jadi
hendaknya jagan sampai mengikuti arah lereng dari atas ke bawah.
c. Menanami lahan yang mempunyai kemiringan dengan cara/sistem kontur ganti berganti
dengan cara strip cropping, dengan cara demikian akan dapat dipertahankan dengan baik.
d. Dalam menghadapi tanah yang mempunyai kemiringan, hendaknya tanah-tanah yang
demikian dibantu dengan pembuatan sengkedan-sengkedan (terassering) karena
pembuatan teras-teras sangat membantu mengurangi lajunya run off dan aliran
permukaan yang lamban sangat kurang daya kemampuannya untuk memindahkan atau
menghanyutkan lapisan top soil.
e. Mencegah timbulnya alur-alur pada permukaan tanah yaitu dengan pembuatan chek dam,
menanami permukaan tanah dengan tanaman-tanaman penutup yang dapat tumbuh rapat
dan tindakan-tindakannya seperti sheet erosion dan gully erosion.

H. Mitigasi bencana tanah longsor
1. Urgensi Pendidikan Mitigasi Bencana
NKRI sebagai negara dengan tingkat kerentanan dan frekuensi yang tinggi terjadinya
bencana, dengan luas wilayah yang luas, lautan maupun daratan dan penduduk terbesar
keempat di dunia setelah RRT, India, dan Amerika Serikat. Potensi ancaman bencana alam di
18

lndonesia mulai dari tsunami, tanah longsor, badai siklon, banjir, tetapi juga kekeringan yang
berakibat pada kebakaran hutan ketika ada fenomena El Nino. Kondisi yang ada di
masyarakat kita masih banyak yang belum tersentuh pemahaman tentang mitigasi bencana.
Sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana.
Secara substansi adalah usaha menciptakan masyarakat yang sadar dan tanggap
bencana dengan melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Arti penting pendidikan
mitigasi bencana dapat dilakukan secara formal melalui jalur pendidikan sesuai ketentuan
pemerintah. Contohnya: melalui desain kurikulum sekolah, implementasi sederhananya bisa
seperti melalui poster-poster dan slogan maupun dengan media lain yang mendukung. Secara
informal dapat melalui lembaga-lembaga kemasyarakatan, forum temu warga ataupun
kelompok- kelompok komunitas yang difasilitasi instansi terkait (BNPB) sebagai pembina
ataupun komunikator masalah kebencanaan.
2. Tahap Mitigasi Bencana Tanah longsor (Nandi, 2007)
a. Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang kerawanan bencana alam geologi di suatu wilayah,
sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah/kota dan provinsi sebagai data
dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
b. Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam
perncanaan penanggulangan bencana dan rencana penggembangan wilayah.
c. Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui
penyebab dan cara penanggulangannya.
d. Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi
dan jasa agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang
bertempat tinggat di daerah tersebut.
e. Sosialisasi

19

Memberikan pemahaman kepada pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota atau masyarakat
umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditibulkannya. Sosialisasi
dilakukan dengan berbagai cara antara lain mengirimkan poster, booklet dan leaflet atau
dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah.
f. Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tata cara
penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.

20

BAB III
KESIMPULAN

Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor (landslide)
merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis
basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi dan kadang-kadang
getaran atau gempa juga menyokong terjadinya tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah
longsor terjadi akibat adanya reruntuhan geser disepanjang bidang longsor yang merupakan batas
bergeraknya massa tanah atau batuan (Hardiyatmo, 2006: 2).
Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu lapisan agak
kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah liat (mengandung kadar tanah liat)
seteluh jenuh air akan bertindak sebagai peluncur lonsoran akan terjadi jika terpenuhi 3 keadaan
berikut: adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur
kebawah. adanya lapisan dibawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang
akan menjadi bidang luncur dan adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah
tepat diatas kedap air tersebut menjadi jenuh. Karakteristik gerakan massa pembentuk lereng
dapat dibagi menjadi lima macam antara lain : jatuhan (falls), Robohan (topples), longsoran
(slides), sebaran (spreads), aliran (flows).
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sebanyak 275 kabupaten/kota rawan
longsor pada tahun ini. BNPB telah membagikan peta zonasi daerah rawan bencana kepada
pemerintah daerah. Zonasi itu terbagi menjadi tiga, warna hijau potensi longsor rendah, warna
oranye potensi longsor sedang, dan warna merah potensi longsor tinggi. Oleh karena itu perlu
adanya mitigasi bencana longsor melihat kondisi Indonesia yang rawan longsor maka tahap
Mitigasi Bencana Tanah longsor yang dapat dilakukan (Nandi, 2007) meliputi: pemetaan,
penyelidikan, pemeriksaan, pemantauan, sosialisasi, dan pemeriksaan bencana longsor.

21

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, Patrick L. 2014. Natural Disaster: Ninth Edition. San Diego: McGraw-Hill International
Edition.
Hardiyatmo, Harry Christady. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press.
Kartasapoetra. 2005. Teknologi Konservasi Tanah & Air. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nandi. 2007. Longsor. Bandung: FPIPS-UPI.
Noor, Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.
Supirin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
BPBD. 2017. Strategi dan Upaya Penanggulangan Bencana Tanah Longsor. Diakses melalui
http://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/ pada tanggal 22 Februari 2017.
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). 2017. Peta Indeks Risiko Bencana Gerakan
Tanah. Diakses melalui http://geospasial.bnpb.go.id/ pada tanggal 11 Maret 2017.

22