Analisis RAPBN dan Nota Keuangan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nota Keuangan dan RAPBN (Sekretariat Negara) disusun sebagai
formulasi rencana kinerja Sekretariat Negara dan lembaga lain yang anggarannya
secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretariat Negara, merupakan
pelaksanaan fungsi pemberian dukungan data sebagai masukan untuk penyusunan
RAPBN yang akan disampaikan Presiden dalam Sidang Paripurna DPR.
B. Tujuan
Tujuannya adalah untuk memberikan penjelasan fungsi otorisasi yang
berdasarkan hukum dan Legal Fromwork, yaitu tentang (1) Wewenang ; Presiden,
Kemenku, DPR, Bapenas, Kementrian, BPK. (2) Perencanaan ; Siklus,
Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. (3) Pengawasan ; Kemenku, DPR, BPK.
Dan Definisi tentang ; Alokasi, Destribusi, dan Stabilitas.

1

BAB II
PEMBAHASAN
A. DASAR HUKUM PENYUSUNAN NOTA KEUANGAN DAN RAPBN
2014

Penyusunan RAPBN tahun 2014 merupakan wujud pelaksanaan amanat
Pasal 23 Undang–Undang Dasar (UUD) 1945 Amendemen Keempat, yang
berbunyi:
“(1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang–
undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar–besarnya kemakmuran rakyat; (2) Rancangan Undang Undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk
dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah; (3) Apabila Dewan Perwakilan
Rakyat tidak menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”.
Proses dan mekanisme penyiapan, penyusunan, dan pembahasan
RAPBN 2014 mengacu pada Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang
MPR,DPR, DPD, dan DPRD. Selanjutnya, siklus dan mekanisme APBN
meliputi (1) tahap penyusunan RAPBN oleh Pemerintah; (2) tahap
pembahasan dan penetapan RAPBN dan RUU APBN menjadi APBN dan UU
APBN dengan Dewan Perwakilan Rakyat; (3) tahap pelaksanaan APBN; (4)

tahap pemeriksaan atas pelaksanaan APBN oleh instansi yang berwenang;
dan (5) tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Siklus APBN 2014
akan berakhir pada saat Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)
disahkan oleh DPR.
B. LEGAL FROMWORK
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

2

2. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja
Pemerintah (RKP)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL)
4. Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 1 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Negara Republik Indonesia,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Sekretaris Negara
Nomor 7 Tahun 2008
5. Peraturan Menteri Sekretaris Negara Nomor 8 Tahun 2007 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan Standar Pelayanan Sekretariat Negara
Republik Indonesia.

C. KEWENANGAN
1. Kewenangan Presiden
a. Presiden

selaku

Kepala

Pemerintahan

memegang

kekuasaan

pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan
b. Kekuasaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) :
1. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan
Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan.

2. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya.
3. diserahkan

kepada

gubernur/bupati/walikota

selaku

kepala

pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah
yang dipisahkan. Dan .tidak termasuk kewenangan dibidang
moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan
uang, yang diatur dengan undang-undang.

3


2. Kewenangan Kementerian Keuangan
a. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro
b. Menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN
c. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
d. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan
e. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan
dengan undang-undang
f. Melaksanakan fungsi bendahara umum negara
g. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN
h. Melaksanakan

tugas-tugas

lain

di

bidang


pengelolaan

fiskal

berdasarkan ketentuan undang-undang.
3. Kewenangan Kementrian
Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas
sebagai berikut :
a. Menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya.
b. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran.
c. Melaksanakan

anggaran

kementerian

negara


/lembaga

yang

dipimpinnya.
d. Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan
menyetorkannya ke Kas Negara.
e. Mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab
kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya.
f. Mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya.
g. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara
/lembaga yang dipimpinnya.

4

h. Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya
berdasarkan ketentuan undang-undang.
4. Kewenangan DPR

Berdasarkan

uandang-

undang

No.13

Tahun

2003

tentang

ketenagakerjaan disebutkan bahwa RUU APBN diambil keputusan oleh
DPR dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran
yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui DPR terinci sampai
dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja.
Apabila DPR tidak menyetujui RUU APBN, pemerintah pusat dapat
melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun

anggaran sebelumnya.
5. Kewenangan Bapenas
Kementerian PPN/Bappenas sangat strategis, karena perencanaan
merupakan pijakan awal untuk menentukan arah pembangunan nasional
dengan mengoptimalkan sumber daya dan melibatkan para pelaku
pembangunan nasional. Untuk itu, Kementerian PPN/Bappenas dituntut
memiliki kemampuan untuk menjembatani kesenjangan dan menekan
egoisme yang dapat menghambat pencapaian target dan tujuan
pembangunan nasional sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945, yaitu
“Masyarakat Indonesia Adil dan Makmur”. Peran dan tugas Kementerian
PPN/Bappenas di atas adalah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UndangUndang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kem enterian Negara, Peraturan
Presiden Nomor 82 Tahun 2007 tentang Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, dan Peraturan PresidenNomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, terdapat 5
(lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan nasional,

5


yaitu: a) untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; b)
menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antardaerah,
antarruang, antarwaktu, dan antarfungsi pemerintah, serta antara pusat dan
daerah; c) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran,

pelaksanaan

dan

pengawasan;

d)

mengoptimalkan

partisipasi masyarakat; dan e) menjamin tercapainya penggunaan
sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan. Untuk
mencapai kelima tujuan tersebut, maka Kementerian PPN/Bappenas harus
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) secara optimal dan

akuntabel.
Perpres Nomor 47 Tahun 2009 dan Perpres Nomor 82 Tahun 2007
menyebutkan bahwa tugas pokok Kementerian PPN/Bappenas adalah
merumuskan

kebijakan

dan

koordinasi

di

bidang

perencanaan

pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Selanjutnya, tugas pokok tersebut dijabarkan ke
dalam 9 (sembilan) fungsi, yaitu: 1) penyusunan rencana pembangunan
nasional; 2) koordinasi dan perumusan kebijakan di bidang perencanaan
pembangunan nasional; 3) pengkajian kebijakan pemerintah di bidang
perencanaan
pembangunan

pembangunan
sebagai

nasional;

bahan

4)

penyusunan

penyusunan

program

Rancangan

Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negarayang dilaksanakan bersama-sama dengan
Departemen Keuangan; 5) koordinasi, fasilitasi, dan pelaksanaan
pencarian sumber-sumber pembiayaan dalam dan luar negeri, serta
pengalokasian dana untuk pembangunan bersama-sama instansi terkait; 6)
koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Kementerian
PPN/Bappenas; 7) fasilitasi dan pembinaan kegiatan instansi pemerintah di
bidang perencanaan pembangunan nasional; 8) penyampaian laporan hasil
evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada
Presiden; serta 9) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi
umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan

6

tatalaksana, sumber daya manusia, keuangan, kearsipan, hukum,
perlengkapan dan rumah tangga.
Mengacu pada landasan di atas, pelaksanaan tugas Kementerian
PPN/Bappenas mengerucut menjadi 4 (empat) peran yang saling terkait,
yaitu peran sebagai (1) pengambil kebijakan/keputusan (policy maker), (2)
koordinator, (3) think-tank, dan (4) administrator. Keempat peran tersebut
dijabarkan ke dalam pelaksanaan berbagai kegiatan strategis. Sebagai
pengambil kebijakan/keputusan, Kementerian PPN/Bappenas menentukan
kebijakan dan program dalam rencana pembangunan nasional baik jangka
panjang (RPJPN), menengah (RPJMN) maupun tahunan (RKP). Untuk
rencana kerja pemerintah (RKP) yang bersifat tahunan, disusun berikut
perkiraan anggarannya, sedangkan perkiraan anggaran untuk RPJMN
dimulai sejak RPJMN 2010-2014. Selain tugas perencanaan tersebut,
Kementerian PPN/Bappenas juga berperan dalam turut menentukan
kebijakankebijakan penanganan permasalahan yang mendesak dan
berskala besar, seperti penanganan pasca bencana alam dan perubahan
iklim (climate change).
6. Kewenangan BPK
Kedudukan dan Wewenang BPK. Kedudukan BPK setelah
amandemen UUD 1945 Lembaga Negara/Penyelenggara Wewenang BPK
sebagai berikut:
1) Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta
menyajikan laporan pemeriksaan.
2) Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh
setiap orang dan atau unit organisasi yang mengelola keuangan negara.
3) Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara dan kode etik
pemeriksaan.
4) Menilai dan/atau

menetapkan

jumlah

kerugian

negara

yang

diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai
yang dilakukan oleh bendahara dan/atau pengelola keuangan negara.

7

5) Memberikan keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai
keuangan.
Kewenangan BPK dalam melakukan audit terdiri atas seluruh
kekayaan negara tanpa kecuali penafsiran BPK secara luas atas
kewenangannya dalam melakukan pemeriksaan dilegitimasi oleh
perubahan ketiga UUD 1945 terutama pasal 23E, 23F dan 23G.

D. PERENCANAAN
1. Siklus
Siklus APBN Penyusunan dan Penetapan
 Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan
kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR
selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan.
 Pemerintah pusat dan DPR membahas kerangka ekonomi makro dan
pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh pemerintah pusat
dalam pembicaraan pendahuluan RAPBN tahun berikutnya.
 Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan
fiskal pemerintah pusat dan bersama DPR membahas kebijakan umum
dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementrian
negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
 Dalam rangka penyusunan RAPBN, menteri/pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran/pengguna barang menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran Kementrian Negara/Lembaga (RKA-KL) tahun berikutnya.
 RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
 RKA-KL disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya
Setelah tahun anggaran yang sedang disusun.

8

 RKA-KL disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBN.
 Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri Keuangan
sebagai bahan penyusunan RUU tentang APBN tahun berikutnya.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan RKA-KL diatur dengan
PP.
 Pemerintah pusat mengajukan RUU tentang APBN, disertai nota
keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada
bulan Agustus tahun sebelumnya.
 Pembahasan RUU tentang APBN dilakukan sesuai dengan UU yang
mengatur susunan dan kedudukan DPR
 DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam RUU tentang APBN.
 Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU tentang APBN
dilakukan selambat-lambatnya 2(dua) bulan sebelum tahun anggaran
yang bersangkutan dilaksanakan.
 APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja
 Apabila DPR tidak menyetujui RUU tentang APBN tersebut,
pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya
sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.

2. Pendapatan

9

Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain:
 indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro
ekonomi;
 kebijakan pendapatan negara;
 kebijakan pembangunan ekonomi;
 perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum;
 kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut
dipengaruhi oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan
asumsi nilai tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target
inflasi serta kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan
besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi
peningkatan jumlah wajib pajak dan lainnya.
 Pendapatan Pajak Dalam Negeri
1. pendapatan pajak penghasilan (PPh)
2. pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan
atas barang mewah
3. pendapatan pajak bumi dan bangunan
4. pendapatan cukai
5. pendapatan pajak lainnya
 Pendapatan Pajak Internasional

10

1. pendapatan bea masuk
2. pendapatan bea keluar
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
 Penerimaan sumber daya alam
1. penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA
migas)
2. penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi
(SDA nonmigas)
 Pendapatan bagian laba BUMN
1. pendapatan laba BUMN perbankan
2. pendapatan laba BUMN non perbankan
 PNBP lainnya .
1. pendapatan dari pengelolaan BUMN
2. pendapatan jasa
3. pendapatan bunga
4. pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana
korupsi
5. pendapatan pendidikan
6. pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
7. pendapatan iuran dan denda
 Pendapatan BLU
1. pendapatan jasa layanan umum
2. pendapatan hibah badan layanan umum

11

3. pendapatan hasil kerja sama BLU
4. pendapatan BLU lainnya
3. Belanja
Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 4-90 Nota Keuangan dan
RAPBN 2014.
(1) program peningkatan dan pengamanan penerimaan pajak
(2) program pengawasan, pelayanan, dan penerimaan di bidang
kepabeanandan cukai;
(3) program pengelolaan perbendaharaan negara;
(4) program pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan
piutang negara dan pelayanan lelang;
(5) program pendidikan dan pelatihan aparatur di bidang keuangan
negara;
(6) program perumusan kebijakan fiskal;
(7) program pengelolaan anggaran negara;
(8) program peningkatan pengelolaan perimbangan keuangan antara
Pemerintah pusat dan Pemerintahan daerah;
(9) program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur
Kementerian Keuangan; dan
(10) program pengelolaaan dan pembiayaan utang.
4. Pembiayaan
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
 asumsi dasar makro ekonomi;
 kebijakan pembiayaan;
 kondisi dan kebijakan lainnya.
Pembiayaan Dalam Negeri

12

Pembiayaan Dalam Negeri meliputi :
 Pembiayaan perbankan dalam negeri
 Pembiayaan nonperbankan dalam negeri
1. Hasil pengelolaan aset
2. Surat berharga negara neto
3. Pinjaman dalam negeri neto
4. Dana investasi pemerintah
5. Kewajiban penjaminan
Pembiayaan Luar Negeri
Pembiayaan Luar Negeri meliputi :
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program
dan Pinjaman Proyek
2. Penerusan pinjaman
3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh
Tempo dan Moratorium.

E. PENGAWASAN
1. Kemenku
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 190
/pmk.05/2012 tentang tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja negara. Didalam

peraturan tersebut
13

terdapat fungsi pengawasan kemenku, yang terdapat pada Bab IX tentang
pengawasan dan pengendalian internal pada Pasal 76, yang berisi sebagai
berikut:
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga menyelenggarakan pengawasan dan
pengendalian internal terhadap pelaksanaan anggaran Satker di
lingkungan Kementerian Negara/Lembaga masingmasing.
(2) Pengawasan dan pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
2. DPR
DPR selain sebagai badan legislatif juga DPR sebagai lembaga
kontrol (pengawas) terhadap jalannya pemerintahan. Fungsi pengawasan
oleh DPR diatur dalam pasal 20A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 adalah ;
DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan
dan dalam penjelasan UUD NRI tahun 1945 yang mempunyai arti yang
sangat penting karena DPR dapat mengusulkan kepada MPR untuk
meminta pertanggungan jawaban dari Presiden dalam sidang istimewa
apabila Presiden dianggap telah melanggar ketentuan yang ada.
Fungsi kontrol oleh DPR menurut Ismail Suny (2004:14)
menyatakan bahwa ; Real parliamentary control dapat dilakukan dalam
tiga bentuk ; control of executive, control of expenditure dan control of
taxation by parliament dalam hal ini diatur sebagai berikut :
1. Control of executive menetapkan hak-hak DPR yaitu;
a. Mengajukan pertanyaan bagi masing-masing anggota.
b. Meminta keterangan (Interpelasi)
c. Mengadakan penyilidikan ( Angket )
d. Mengajukan perubahan (Amandemen)
14

e. Mengajukan usul pernyataan pendapat
f. Mengajukan /menganjurkan seseorang jika ditentukan oleh suatu
perundang-undangan
2. Control of expenditure, UUD 1945 pasal 23 ayat 1 beserta
penjelasannya mengatur hak DPR untuk bersama-sama pemerintah
menetapkan APBN. Dihubungkan dengan adanya Badan Pemeriksa
Keuangan yang ditugaskan memeriksa tanggung jawab tentang
keuangan Negara ,dimana hasil pemeriksaan itu harus diberitahukan
kepada DPR maka pengawasan APBN ini sebenarnya dapat dilakukan
secara efektif.
3. Control of taxation, UUD 1945 pasal 23 A pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang
undang. dengan demikian segala tindakan yang menempatkan beban
kepada rakyat sebagai pajak dan lain-lainnya harus ditetapkan dengan
persetujuan DPR.
3. Pengawasan BPK
Berdasarkan pasal 4 UU No. 15 tahun 2004 jenis-jenis pemeriksaan
keuangan negara antara lain :
1) Pemeriksaan Keuangan (Financial Audit) Yaitu pemeriksaan atas
laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang
bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar.
2) Pemeriksaan Kinerja (Performance Audit) Merupakan pemeriksaan
secara obyektif dan sistemik terhadap berbagai macam bukti untuk
dapat

melakukan

penilaian

secara

independen

atas

kinerja

entitas/program kegiatan yang diperiksa.

15

3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang
dilakukan dengan tujuan khusus di luar pemeriksaan keuangan dan
pemeriksaan

kinerja.

Proses

Pemeriksaan

Keuangan

Negara

Tahap yang dilalui BPK dalam melaksanakan pemeriksaan yaitu :
a) Perencanaan pemeriksaan
b) Penyelenggaraan pemeriksaan
c) Pelaksanaan pemeriksaan
d) Pelaporan hasil pemeriksaan
e) Penyampaian laporan hasil pemeriksaan
4. Pengawasan Keuangan Negara.
Pengawasan pada dasarnya adalah untuk mengamati apa yang
sungguh-sungguh terjadi serta membandingkannya dengan apa yang
seharusnya terjadi. Tujuan pengawasan keuangan negara pada
dasarnya adalah :
a. untuk menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dapat
dijalankan,
b.

menjaga

agar

kegiatan

pengumpulan

penerimaan

dan

pembelanjaan pengeluaran negara sesuai dengan anggaran yang
telah digariskan.
c. untuk menjaga agar pelaksanaan APBN benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan.
5. BPK sebagai Auditor Eksternal The founding fathers membentuk
Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sebagai lembaga pengawas

16

eksternal dari pemerintah, untuk mendukung fungsi pengawasan
lembaga perwakilan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
Sebagai bentuk nyata peran BPK sebagai auditor eksternal
adalah dalam lima tahun terakhir, upaya untuk meningkatkan
transparansi merupakan salah satu hal yang menonjol, dimana bos-bos
bank umum dan bank sentral bisa dibui. Berbagai kasus korupsi kelas
kakap juga terungkap bahkan BPK telah mengungkap banyak kasus
yang menunjukkan buruknya pengelolaan keuangan negara seperti
kasus YPPI dan BI serta tersebarnya rekening liar bernilai puluhan
triliun rupiah.
6. Kedudukan

BPK

dalam

pemeriksaan

Keuangan

Negara

BPK berkedudukan sebagai lembaga tinggi negara yang dalam
pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
pemerintah akan tetapi tidak berdiri di atas pemerintah, maka
keberadaan BPK bersifat independen.kedudukan konstitusional BPK
semakin diperkuat dengan perubahan ketiga UUD1945 Pasal 23E,23F
dan 23G perubahan UUD 1945 tersebut khususnya tentang BPK
membawa beberapa perubahan dalam pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuaangan negara, yang sebelumnya hanya
memeriksa tanggung jawab keuangan negaran saja dengan perubahan
di atas BPK tidak hanya menguji laporan pertanggungjawaban
keuangan negara oleh pemerintah secara formil dan dari jauh. Namun
juga memeriksa pengelolaan keuangan negara secara materiil dan dari
dekat di tempat terjadinya pelaksanaan kegiatan. Mitra kerja BPK juga
diperluas tidak hanya DPR namun juga DPD dan DPRD baik provinsi
maupun kabupaten/kota.

17

F. DEFINISI
1. Alokasi
Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disingkat DAU (17), adalah
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang

Perimbangan

Keuangan

antara

Pemerintah

Pusat

dan

Pemerintahan Daerah, dihitung dari pendapatan dalam negeri neto.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang ditransfer oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Transfer DAK
merupakan konsekuensi lahirnya Ketetapan MPR No. XV/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah ; Pengaturan, Pembagian dan
Pemanfaatan Sumberdaya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan lahirnya UU No.22/1999 tentang
Pemerintah Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Yang kemudian disempurnakan
melalui penerbitan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
sebagai pengganti dari UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Keuangan Negara dan Keuangan
Daerah sebagai pengganti UU No.25 Tahun 1999.
2. Distribusi
Distribusi adalah suatu proses penyampaian barang atau jasa dari
produsen ke konsumen dan para pemakai, sewaktu dan dimana barang atau
jasa tersebut diperlukan. Proses distribusi tersebut pada dasarnya
menciptakan faedah (utility) waktu, tempat, dan pengalihan hak milik.
Dalam menciptakan ketiga faedah tersebut, terdapat dua aspek penting
yang terlibat didalamnya, yaitu :

18

1. Lembaga yang berfungsi sebagai saluran distribusi (Channel of
distribution/marketing channel).
2. Aktivitas yang menyalurkan arus fisik barang (Physical distribution).

Saluran Distribusi
Menurut Winardi (1989:299) yang dimaksud dengan saluran distribusi
adalah sebagai berikut :“ Saluran distribusi merupakan suatu kelompok
perantara yang berhubungan erat satu sama lain dan yang
menyalurkan produk-produk kepada pembeli. “
Sedangkan

Philip

Kotler

(1997:140)

mengemukakan

bahwa

:

“ Saluran distribusi adalah serangkaian organisasi yang saling
tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu barang
atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi “.
Saluran distribusi pada dasarnya merupakan perantara yang
menjembatani antara produsen dan konsumen. Perantara tersebut dapat
digolongkan kedalam dua golongan, yaitu ; Pedagang perantara dan Agen
perantara. Perbedaannya terletak pada aspek pemilikan serta proses
negoisasi dalam pemindahan produk yang disalurkan tersebut.
3. Stabilitas
Stabilitas perekonomian adalah prasyarat dasar untuk tercapainya
peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan yang tinggi dan
peningkatan kualitas pertumbuhan. Stabilitas perekonomian sangat penting
untuk memberikan kepastian berusaha bagi para pelaku ekonomi.
Stabilitas ekonomi makro dicapai ketika hubungan variabel ekonomi
makro yang utama berada dalam keseimbangan, misalnya antara
permintaan domestik dengan keluaran nasional, neraca pembayaran,

19

penerimaan dan pengeluaran fiskal, serta tabungan dan investasi.
Hubungan tersebut tidak selalu harus dalam keseimbangan yang sangat
tepat. Ketidakseimbangan fiskal dan neraca pembayaran misalnya tetap
sejalan dengan stabilitas ekonomi asalkan dapat dibiayai secara
berkesinambungan.
Perekonomian yang tidak stabil menimbulkan biaya yang tinggi bagi
perekonomian dan masyarakat. Ketidakstabilan akan menyulitkan
masyarakat, baik swasta maupun rumah tangga, untuk menyusun rencana
ke depan, khususnya dalam jangka lebih panjang yang dibutuhkan bagi
investasi. Tingkat investasi yang rendah akan menurunkan potensi
pertumbuhan ekonomi panjang. Adanya fluktuasi yang tinggi dalam
pertumbuhan keluaran produksi akan mengurangi tingkat keahlian tenaga
kerja yang lama menganggur. Inflasi yang tinggi dan fluktuasi yang tinggi
menimbulkan biaya yang sangat besar kepada masyarakat. Beban terberat
akibat inflasi yang tinggi akan dirasakan oleh penduduk miskin yang
mengalami penurunan daya beli. Inflasi yang berfluktuasi tinggi
menyulitkan pembedaan pergerakan harga yang disebabkan oleh
perubahan permintaan atau penawaran barang dan jasa dari kenaikan
umum harga-harga yang disebabkan oleh permintaan yang berlebih.
Akibatnya terjadi alokasi inefisiensi sumber daya.

20

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65